PARSIAL Edisi II 2013

Page 1

http://shariaeconomics.org



Pembaca Majalah “ Parsial ” yang budiman………. Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Ketua Umum M. Andira Barmana Sekretaris Jenderal Nurul Wakhidah Redaktur Departemen Riset dan Pengembangan SEF UGM Zidnie Dzakya Urbayani Riki Wahyu Fauziadi Rizqa Ulfa Ikhsan Brilianto Anindita Dyah Laksmita M. Erwien Wijanoko Novieka Kurniawan Satori Markhatin Nurul Latifah M. Akbar Fadzkurrahman A Achmad Masyhadul Amin Asty Latifatul Fajriyah Amanda Aidil Fitra Nadhya Azka Aulia Alamat: Musholla Al-Banna lt. 3, Sayap Barat Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Jalan Sosio Humaniora 1 Bulaksumur, Yogyakarta

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, pada semester ini departemen riset dan pengembangan Shariah Economic Forum dapat menerbitkan sebuah majalah sebagai hasil penelitian yang telah kami lakukan dalam lingkup mahasiswa FEB UGM. Munculnya majalah ini diilhami dengan adanya isu yang menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa FEB UGM mengatur pola pemasukan dan pengeluaran mereka secara tidak seimbang. Ketidakseimbangan tersebut ditandai dengan tingkat pengeluaran yang dilakukan cukup tinggi dengan pemasukan yang diterima (baik yang berasal dari orang tua ) tidak terlalu tinggi. High Class Low Income ” adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut gaya hidup tersebut. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mahasiswa FEB UGM bisa dikategorikan sebagai “ High Class Low Income ”. Sehubungan dengan isu tersebut kami telah melakukan penelitian dengan menggunakan metode survei. Responden kami adalah 93 mahasiswa kos FEB UGM yang diambil secara acak dengan perbandingan proporsi jurusan (4:3:2). Pertanyaan yang kami berikan mencakup rata-rata pemasukan hingga pengeluaran per bulan. Seperti yang diketahui secara umum, pengeluaran mahasiswa banyak macamnya, karenanya kami membatasi alokasi dana yang digunakan untuk kebutuhan makan, pakaian, dan refresing. Hasil penelitian yang telah diterbikan ini, kami dedikasikan sebagai salah satu kajian intelektual yang mampu membuktikan atau menangkis issue-issue miring yang menerpa mahasiswa FEB UGM secara rasional. Hasil penelitian ini juga kami dedikasikan sebagai salah satu pengetahuan umum yang diharapkan mampu menjadi inspirasi pembaca dikemudian hari. Akhir kata selamat membaca, selamat mencari inspirasi, dan selamat mendoakan agar Majalah “ Parsial “ selalu bermanfaat bagi mahasiswa. Berargumen dengan Rasional, Berdiskusi secara Intelektual Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Pengantar Redaksi Daftar Isi Latar Belakang Isi Diskripsi Data Rata-rata Pemasukan Pengeluaran untuk Makan Pengeluaran untuk Makan Spesial Intensitas Menonton Bioskop Dana Perawatan Tubuh Kerutinan Belanja Fashion Alokasi Dana untuk Belanja Fashion Analisa Data Interpretasi Data Catatan atas Interpretasi Data Tes Tanda Kesimpulan

1 2 3 4 4 4 5 5 6 6 7 9 11 12


Latar Belakang Manusia sebagai Homo economicus melakukan kegiatan konsumsi setiap hari. Kegiatan konsumsi dilaksanakan pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Akan tetapi, definisi kebutuhan yang subjektif bagi masing-masing individu menyebabkan volume serta nilai kapitalisasi konsumsi yang beragam. Mahasiswa, khususnya mahasiswa fakultas ekonomi di berbagai universitas, memiliki pola konsumsi yang berbeda-beda antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain. Ada kelompok mahasiswa dengan taraf ekonomi kurang sejahtera melakukan kegiatan konsumsi yang sesuai dengan anggarannya yang terbatas. Apabila taraf ekonominya sedikit lebih sejahtera daripada kelompok yang pertama tadi, pengeluaran konsumsinya akan lebih tinggi dari kelompok pertama. Di sisi lain, mahasiswa yang tergolong cukup sejahtera akan melakukan kegiatan konsumsi dengan nilai yang lebih besar. Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM adalah fakultas yang mahasiswanya rata-rata berasal dari keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi. Dengan anggapan bahwa semakin besar penerimaan mahasiswa yang dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi akan meningkatkan pengeluaran konsumsi, maka bias ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa FEB UGM melakukan kegiatan konsumsi dengan intensitas yang tinggi. Kegiatan konsumsi yang tergolong intens ini membentuk karakter mayoritas mahasiswa FEB UGM sebagai mahasiswa dengan gaya hidup high-end yang berkonsekuensi pada tingginya biaya hidup pribadi. Permasalahannya, tidak selamanya mahasiswa yang memiliki gaya hidup high-end adalah mahasiswa yang sejahtera. Sangat dimungkinkan bahwa ada mahasiswa FEB UGM yang menerapkan gaya hidup high-end karena ingin diakui dalam interaksi sosial atau dipengaruhi oleh lingkungan meskipun penerimaan atau pendapatanmahasiswa tersebut tidak terlalu besar. Untuk menelisik lebih jauh, maka Departemen Riset dan Pengembangan melakukan Riset Regional dengan topic mengenai konsumsi mahasiswa yang High Class, Low-Income.


Rata-Rata Pemasukan Riset ini dilakukan dengan metode membagikan kuisioner kepada sebagian mahasiswa untuk dijadikan sample dalam penelitian gaya hidup mahasiswa di ketiga jurusan FEB UGM. Data kuisioner yang didapat yaitu dari jurusan IE sebanyak 26 mahasiswa, lalu jurusan Manajemen sebanyak 27 mahasiswa, dan jurusan akuntansi sebanyak 40 mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian, dapat kita lihat jumlah terbesar rata-rata pemasukan mahasiswa FEB UGM berada pada kelompok 2 yaitu kisaran nominal dari Rp 1.000.000 hingga Rp 2.000.000 sebesar 55.9% dari keseluruhan. Lalu kemudian disusul oleh kelompok dengan pemasukan

Pemasukan Mahasiswa FEB UGM

uang makan per harinya Rp20.000 sampai dengan Rp30.000 sebanyak 52% dari 93 responden. Kemudian sebanyak 9%-nya bersedia mengeluarkan uang untuk makan per hari sebesar lebih dari Rp 30.000. Hal ini menunjukan sebanyak 61% dari total responden menyatakan bersedia mengeluarkan uang minimal Rp20.000 untuk keperluan makan per harinya. Apabila dikalkulasikan misalnya saja pengeluaran untuk makan sebesar Rp20.000 keatas maka selama satu bulan bisa mencapai minimal Rp600.000 dan menurut asumsi kami apabila mahasiswa y an g b er s ed ia men g elu ar k an u an g mak an Rp600.000 ke atas per bulannya sudah dianggap sebagai konsumen kelas menengah ketas. Di penelitian ini membuktikan bahwa sebanyak 61% Mahasiswa S1 FEB UGM bisa digolongkan sebagai konsumen kelas menengah ke atas.

Pengeluaran untuk Makan Spesial 3,2%

6,5%

<Rp 1.000.000

34,4% 55,9%

Rp 1.000.000– Rp 2.000.000 Rp 2.000.000– Rp 3.000.000 >Rp 3.000.000

kisaran nominal di bawah Rp 1.000.000 sebesar 34.4% dari jumlah total. Sedangkan sisanya terbagi menjadi 3,2 % untuk kisaran nominal Rp 2.000.000 hingga 3.000.000 dan 6,5% untuk kisaran nominal diatas Rp 3.000.000. Kemudian asumsi yang kami berikan, Rp 2.000.001 keatas adalah pemasukan yang dapat dikategorikan tinggi sedangkan pemasukan dalam jarak Rp 0 hingga Rp 2.000.000 adalah pemasukan yang dapat dikategorikan menengah hingga kebawah. Jika dilihat secara akumulatif maka rata-rata pemasukan menengah ke bawah memiliki proporsi sebesar 90,3 % dan rata-rata pemasukan tinggi sebesar 9,7 %.

Pengeluaran untuk Makan Berdasarkan hasil riset, kami membuktikan bahwa mahasiswa di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang bersedia untuk mengeluarkan

Menindaklanjuti data rata-rata pengeluaran untuk makan per hari, kami meneliti intensitas makan spesial per bulan yang dilakukan oleh mahasiswa FEB UGM. Mengeluarkan dana lebih dari Rp 20.000 per sekali makan adalah kategori yang kami berikan untuk makan s pes ial. Kemudian kami mengklasifikasikan gaya hidup yang dilakukan oleh kelas kelas menengah keatas yaitu di kisaran 13 kali makan spesial per bulan hingga diatasnya. Asumsi ekstrim yang kami

Pengeluaran untuk Makan 5,4% 8,6%

34,4% 51,6%

<Rp 10.000 Rp 10.000– Rp 20.000 Rp 20.000– Rp 30.000


berikan adalah, jika Rp 20.001 dikeluarkan per sekali makan dikalikan dengan 13 maka akan didapat Rp 260.013 dana keluar per bulannya untuk makan spesial. Menurut kami sebagai mahasiswa yang menyewa (kos) di Yogyakarta ini, dana Rp 250.000 per bulan dikeluarkan untuk makan dapat dikategorikan sebagai kelas menengah ke atas.

Intensitas Makan Spesial 6,4%

responden, 93% diantaranya menyatakan bahwa intensitas menonton bioskop dalam satu bulan tidak lebih dari 2 kali. Sementara itu, responden yang memiliki intensitas menonton bioskop antara 3 sampai 4 kali dalam sebulan sebanyak6% dan selebihnya, hanya 1% responden yang memiliki intensitas menonton bioskop lebih dari 4 kali dalam sebulan. Diagram tersebut menunjukkan bahwa ternyata tidak banyak mahasiswa FEB UGM yang membelanjakan pengeluarannya untuk menonton bioskop.

Intensitas Menonton Film Bioskop

5,4%

1%

<5 43% 46,2%

6%

<2

5 – 12

3 –4

13 – 16

>5

>16 93% Dengan dasar hasil riset, kami menemukan bahwa sebesar 10,8% dari total survei memberikan hasil positif, dimana mereka makan spesial diatas 12 kali perbulannya. Jika dirunut lebih dalam 10,8 % ini terdiri dari dua kategori yaitu, 5,4 % untuk makan spesial 13 hingga 16 kali serta 5,4 % untuk makan spesial 17 kali keatas per bulannya. Terlepas dari target kami, kesimpulan lain yang didapat adalah sebagian besar mahasiswa yang menyewa (kos) mengeluarkan dana untuk makan spesial dibawah Rp 260.013 per bulannya atau sekitar 0 hingga 12 kali makan spesial. Jumlah tersebut sebesar 89,2 % dari total sample yang ada.

Dana Perawatan Tubuh Dalam alokasi dana untuk perawatan tubuh seperti fitness, manicure, dan pedicure untuk seluruh sampel yang kami ambil dari mahasiswa FEB UGM adalah sebesar 71% yang mengeluarkan uang nya untuk perawatan tubuh di bawah Rp.50.000,00 sedangkan yang mengeluarkan uangnya sebesar Rp.50.000,00

Alokasi Dana untuk Perawatan Tubuh 4,3%

Intensitas Menonton Film Bioskop Intensitas menonton film di bioskop dapat dijadikan salah satu kriteria gaya hidup mahasiswa FEB UGM. Semakin besar intensitas mahasiswa FEB UGM dalam menonton film di bioskop dalam sebulan, berarti kecenderungan untuk membelanjakan uang untuk kegiatan hiburan semakin besar. Dari riset yang dilakukan terhadap 93

< Rp 50.000 24,7% 71%

Rp 50.000– Rp 100.000 > Rp 100.000


sampai Rp.100.000.,00 mempunyai persentasi sebanyak 24,7% dan hanya 4,3% yang menggunakan uangnya lebih dari Rp.100.000,00 tiap pekan. 30,8%. Kemudian yang memegang alokasi dana palinggi yaitu di atas Rp.100.000,00 adalah teman-teman dari Akuntansi. Hal ini meunjukkananak akuntansi lebih banyak mengeluarkan untuk perawatan tubuh.

Kerutinan Belanja Fashion Hasil survey selanjutnya adalah tingkat kerutinan berbelanja fashion. Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan dapat dilihat dalam pie chart bahwa hanya 19 % responden yang menyatakan rutin untuk berbelanja fashion.Hal ini tentu menjelaskan bahwa mayoritas mahasiswa di FEB tidak sering berbelanja atau membeli kebutuhan fashion. Sebanyak total 75 dari 93 mahasiswa tidak sering atau dapat dikatakan tidak memiliki hobi untuk membeli barang-barang kebutuhan fashion dan penampilan. Faktor-faktor terkait yang menyebabkan kondisi tersebut adalah status mereka sebagai pelajar perguruan tinggi yang lebih mengutamakan kebutuhan kuliah. Namun analisis lain menyatakan bahwa pasti ada beberapa bagian kecil dari mahasiswa yang juga memikirkan penampilan, kuliah tidak hanya belajar tapi juga tempat untuk bergaul dengan orang lain.

Kerutinan Belanja Fashion

Alokasi Dana untuk Kebutuhan Fashion 3,2% 6,4%

< Rp 100.000

14%

Rp 100.000– Rp 200.000 44,1%

33,3%

Rp 200.000– Rp 300.000 Rp 300.000– Rp 400.000 > Rp 400.000

19,4% Sering

80,6%

alokasi dana yang dikeluarkan untuk kebutuhan fashion menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FEB (77,42%) menghabiskan kurang dari Rp200.000 setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan fashion mereka. Dari 77,42% responden tersebut, 44% nya menghabiskan dana kurang dari Rp100.000 setiap bulannya untuk berbelanja kebutuhan fashion seperti sepatu baru, baju baru, dsb. Sisanya, 22,59% responden mengaku menhabiskan dana di atas Rp 200.000 setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan fashion. Tentu dana yang dihabiskan ini termasuk besar bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran mahasiswa untuk fashion. Dari responden yang menghabiskan dana di atas Rp200.000 tersebut, 14% diantaranya menghabiskan Rp200.000 hingga Rp299.000 untuk fashion. 3,2% responden menghabiskan Rp300.000 hingga Rp400.000 untuk fashion. Sedangkan sisanya, sebanyak 5,4% responden mengaku menghabiskan dana yang besar untuk fashion, yakni diatas Rp400.000.

Tidak

Alokasi Dana untuk Kebutuhan Fashion Riset yang dilakukan terhadap 93


a 1 1

b

1 1

1 c

1

1

d

a

1

2 b c d 1 1 1 1 1

a

1 1

3 b c d 1 1 1 1

5 a b 1 1 c

4 a b 1 1

1 1 1

1 1 1 1

c

1

a

6

1

b 1 1 1 1

1

1 1

a b 1 1

1

7 c

d

1

e


*Data responden yang asli dirahasiakan


Catatan Atas Interpretasi Data Tabel interpretasi diatas adalah cakupan kecil dari penelitian yang telah kami lakukan. Data responden yang asli tetap dirahasiakan. Income (Nomor 1) Data pemasukan yang diperoleh dari pilihan yang yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 1 (a/b/c/d), yang diambil pada nilai tertinggi, dimana a = Rp 1.000.000, b= Rp 2.000.000, c= Rp 3.000.000, d= Rp 4.000.000. Output (Nomor 2-7) Data diperoleh dari penjumlahan pengeluaran nomor 2 + nilai nomor 3 + nilai nomor 4 + nilai nomor 5 + nilai nomor 7 (jika nomor 6 menjawab sering, diblok warna pink). Nomor 2 Data diperoleh dari dana yang dikeluarkan untuk makan per hari yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 2 (a/b/c/d). Kemudian dirata-rata (diambil nilai tengahnya) dan dikalikan rata-rata hari dalam 1 bulan yaitu 30 hari. Nomor 3 Data diperoleh dari pilihan intensitas makan spesial yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 3 (a/b/c/d), yang diambil pada angka minimum (khusus obsi a =1, dengan asumsi bahwa setiap orang memiliki hak makan spesial walau hanya satu kali), kemudian dikalikan dengan angka pengeluaran minimum ekstrim (Rp 20.001,00). Nomor 4 Data diperoleh dari pilihan intensitas menonton bioskop yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 4 (a/b/c). Kemudian diambil pada angka minimum (khusus obsi a = 0,

*Harga Tiket Bioskop empre XXI senin 35000 selasa 35000 rabu 35000 Kamis 35000 Jum'at 40000 Sabtu 50000 Minggu 50000 Total 280000 Rata-rata 40000

dengan asumsi bahwa menonton bioskop hanya kebutuhan tersier, bukan kebutuhan sekunder apalagi primer), kemudian dikalikan dengan *rata-rata harga tiket bioskop empire XXI (Rp 40.000,00). Nomor 5 Data diperoleh dari pilihan pengeluaran untuk perawatan tubuh yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 5 (a/b/c). Kemudian diambil pada angka minimum (khusus obsi a = 0, dengan asumsi bahwa kebutuhan perawatan tubuh (dengan kategori tercantum fitness, manicure,padicure) hanya kebutuhan tersier, bukan kebutuhan sekunder apalagi primer). Nomor 6 dan Nomor 7 Data diperoleh dari pilihan pengeluaran fashion yang tercantum dalam obsi pada kuisioner nomor 7 (a/b/c/d), yang diambil pada nilai rata-rata [ asumsi bahwa kebutuhan fashion (dengan kategori tercantum sepatu, baju , jas, celana) mampu dikategorikan sebagai kebutuhan sekunder bahkan beberapa diantaranya adalah primer] , menjadi a = Rp 50.000 b = 150.000 c = 250.000 dan d = 450.000 dengan kondisi dimana pembelian dilakukan jarang,, jika pembelian dilakukan sering ( berdasar data kuisionare nomor 6) maka data akan dicantumkan pada pengeluaran total. Sisa Dana Data diperoleh dari Income dikurangi Output. RPP (Rasio Pengeluaran terhadap Pemasukan) Data Diperoleh dari Output dibagi Income.


Keterangan atas assessment 1) Data diperoleh dari data Rata-rata Income dan Rasio Pengeluaran atas Pemasukan (RPP). 2) Pemberian Tanda a) Tanda positif (+) diberikan bila nilai pemasukan rata-rata dibawah atau sama dengan Rp 2.000.000 dan memiliki pengeluaran diatas separuh pemasukan. b) Tanda negative (-) diberikan bila nilai pemasukan rata-rata dibawah atau Rp 2.000.000 dan memiliki pengeluaran dibawah separuh pemasukan. c ) Ta n d a n o l ( 0 ) d i b e r i k a n b i l a n i l a i pemasukan rata-rata diatas Rp 2.000.000. 3) Assumsi atas Tanda a) Tanda positif (+) kami berikan dengan asumsi bahwa “ sejauh-sauhnya atau sedalam-dalamnya atau seekstrimekstrimnya seseorang menginterpretasikan orang lain sebagai High Class Low Income, adalah ketika orang tersebut menghabiskan separuh pemasukannya untuk kebutuhan makan, pakaian, dan refresing (makan, makan spesial, menonton bioskop, perawatan tubuh, serta fashion) mengingat sebagai responden, mahasiswa memiliki banyak kebutuhan lainnya. b) Tanda negative (-) kami berikan dengan asumsi, responden yang memiliki keseimbangan atas pengeluaran dan pemasukan. Sehingga walaupun mereka memiliki penerimaan yang tidak begitu tinggi namun pengeluran yang dilakukan masih tergolong wajar. c) Tanda nol (0) kami berikan dengan asumsi tingkat pengeluaran responden yang memiliki peghasilan tinggi, dimana responden tersebut bukan merupakan target penelitian kami. 4) Tujuan a) Kami mencoba mengklasifikasikan responden yang dapat dikategorikan sebagai High Income Low Output dengan tanda positif (+), Low Income Low output (-), dan High Income High Output (0). b) Data tersebut dapat digunakan dalam “ Tes Tanda �.


Review Data FEB

Assestment Positif 28

Total Responden 93

- 1,96

Ho Diterima

GrafikZ Hitung

Dari 93 mahasiswa FEB yang menjadi sample didapatkan 28 orang diantaranya (**30,10 %) terjaring sebagai High Class Low Income.

Ho = Mahasiswa FEB high ouput low income H1 = Mahasiswa FEB tidak high output low income

Ho Ditolak

Z hitung - 3,83674

** = (28/93)*100% 0,301075269

1.

Alpha = 5% , karena n > 30 maka digunakan tabel Z Z(alpha/2) = Z(0,025) = +/- 1,96

Uji Tanda

2.

Ho diterima bila -1,96 <= Z hitung <= +1,96 Ho ditolak bila Z hitung < -1,96 atau +1,96 < Z hitung Rata-rata = n * p = 93 * 0,5 = 46,5 Standar Deviasi = akar (n * p * q) = akar (93 * 0,5 * 0,5) = 4,8218

3.

4. t hitung = (x hitung - rata-rata) / Standar Deviasi t hitung = ( 28-46,5 ) / 4,8218 = - 18,5 / 4,8218 = -3,83674 Kesimpulan Z hitung < Z Ho ditolak 5. H1 (Hipotesis Alternatif Diterima) Mahasiswa FEB tidak High Output Low Income

+ 1,96

Ho Ditolak


Publikasi Hasil Riset dan Analisis

Edisi II. 2013

Kesimpulan AlhamdulIllahi Rabbil Alamin Para Pembaca yang budiman………… Akhirnya kita telah sampai pada hasil akhir penelitian ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1) membuktikan atau menangkis isu-isu miring yang berkembang di kalangan mahasiswa FEB UGM secara rasional dan 2) menjadi pengetahuan umum yang menginspirasi. Berdasarkan paparan penelitian mulai dari rata-rata tingkat pemasukan mahasiwa hingga ratarata pengeluaran mahasiswa dan ditutup dengan interpretasi yang kami lakukan dalam analisis tanda. Disini kita patut berbangga sebagai mahasiswa FEB UGM, dikarenakan : “ Berdasarkan hasil penelitian, secara Statistik mahasiswa FEB UGM tidak termasuk dalam kategori High Class Low Income “, Dengan penelitian ini kami berhasil membuktikan bahwa mahasiswa FEB UGM tidak termasuk dalam kategori High Class Low Income, sehingga isu-isu miring yang beredar bisa terpatahkan. Tiada penelitian tanpa cela, dan mungkin bila nanti kita kan bertemu lagi, satu pinta kami jangan anda ragu untuk memperbaiki celah tersebut karena kami selalu menerima dengan senyuman dan keikhlasan InsyaAllah. Akhir kata terimakasih telah membaca, insyaAllah terinspirasi, dan jangan lupa mendoakan agar Majalah “ Parsial “ selalu bermanfaat bagi mahasiswa. “ Jangan tinggalkan Ibadah, dan Jangan pernah ragu menjalankan Ibadah ” Karena kita adalah Cendekiawan yang Beragama

Selamat menanti Parsial edisi berikutnya

Wasalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

12



http://shariaeconomics.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.