sudutpandang
insightfromauthor Ekonomi Islam
“It has been said that arguing against globalization is like arguing against the laws of gravity� (Kofi Annan)
Foto: Dok. Pribadi
Sebuah Pertahanan Terhadap
Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan peradaban budaya Oleh: Doddy Purwoharyono
manusia di dunia yang bersifat dinamis semakin mendukung
Globalisasi
terbentuknya warga dunia. Masyarakat dunia saling berhubungan, berinteraksi, dan berpengaruh bagi lingkungannya. Inilah yang kerap disebut dengan globalisasi. Aktivitas ekonomi menjadi kegiatan masyarakat dunia yang tak Ketua Umum Andira Barmana Sekjen Nurul Wakhidah Redaktur Departemen Kajian SEF UGM Shufi Al Ichsanu Brata Nilawati Nur Isnaini Masyithoh M. Ibnu Thoriqul Aziz Nur Mutiara Sholihah Lailul Marom
terpisahkan. Kompleksitas permasalahan ekonomi semakin tinggi dengan semakin tingginya tingkat dependensi antarnegara. Krisis di suatu negara dapat berpengaruh di negara lain dalam kurun waktu singkat. Kelangkaan dan bencana di suatu negara berpengaruh pada aktivitas di belahan dunia lainnya. Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan mampu mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dewasa ini. Umer Chapra dalam “Global Economic Challenges and Islam� menyebutkan tiga tantangan ekonomi global saat ini di antaranya: (1) bagaimana memperkenalkan suatu kondisi global yang harmoni, (2) bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, dan (3) bagaimana
Desain dan Layout Departemen Media SEF UGM Ristiani Puji Lestari Rofiqi Kurnia
memanfaatkan insitusi-institusi secara efektif dalam rangka pembangunan ekonomi dan harmoni sosial. Ketiga tantangan ini menjadi hal-hal yang selalu menarik untuk dikaji sebagaimana Chapra mengungkapkan peran Islam. "Islamic principles uphold respect for others, tolerance and peaceful co-existence."
1 SEF MENYAPA Edisi II. 2013
Arus globalisasi kian hari kian deras. Memetik dari warta di merdeka.com (2012) di Indonesia telah terkena arus yang sangat besar, mulai dari arus perdagangan (yang didominasi oleh kekuatan China), arus budaya (yang sedang tren oleh budaya Korea), dan arus modal (total modal asing yang masuk sekarang ini jumlahnya Rp 15,4 triliun yang didominasi pembelian Surat Utang Negara (SUN) yang terjadi di bulan Januari. Seiring derasnya arus globalisasi ini, maka tidak bisa dipungkiri perekonomian semakin dikuasai oleh beberapa negara. Islam sebagai suatu ideologi pun tak hanya diam. Ekonomi Islam mulai berkembang seiring dengan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perekonomian liberalis, kapitalis maupun sosialis di beberapa tahun silam. Walaupun pengaruh tersebut sempat menimbulkan konflik di berbagai negaramisalnya Amerika Serikat, ternyata tak menyurutkan langkah
menahan globalisasi terutama dari penguasaan modal oleh beberapa pihak. Demi kemaslahatan orang banyak, itulah prinsip yang dipegang Ekonomi Islam. Ekonomi Islam memiliki fokus pada distribusi, apabila hal tersebut dilaksanakan, sangat dimungkinkan bila hal ini dapat menjadi sebuah pertahanan yang kokoh terhadap perekonomian global yang disinyalir akan semakin liberal. Selain itu, sebagai umat Islam, masih ada dan semakin banyak yang berharap adanya kesatuan Islam dalam bentuk satu pemimpinKekhalifahan. Sehingga sangat mungkin suatu saat nanti, sebagai akibat globalisasi yang memampukan segala sesuatunya terkoneksi dengan mudah, Islam menjadi jaya. Dapat menguasai perekonomian dunia, dan menemui masa emasnya seperti pada fase kekhalifahan Kulafaur Rasyidin. Faktor lain yang menjadikan ekonomi Islam sebagai sebuah pertahanan yaitu hukum Syariah. Sebagai contoh
adalah larangan riba sehingga meminimalisir krisis keuangan,larangan tadlis atau penipuan, adanya lembaga Hisbah (pengawas yang mengawasi kegiatan ekonomi). Ditambah, prinsip-prinsip serta ideologi dasar yang melandasi ekonomi Islam, yaitu tauhid (keesaan tuhan), 'Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan), Ma'ad (hasil), Multiple Ownership, Freedom to Act, Social Justice, dan akhlak. Kombinasi faktor tersebut menguatkan peranan ekonomi Islam dalam kancah internasional. Apabila diterapkan akan mampu menjadi tameng pertahanan akan derasnya arus globalisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sekarang tinggal kembali ke dalam diri umat muslim sendiri, sudah siapkah untuk menerapkan prinsip-prinsip diatas di tengah boomingnya globalisasi? Jangan sampai falsafah akidah dan muamalah di atas justru hilang ditelan arus globalisasi, minim aplikasi hanya tinggal teori.
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
2
trytogodeeper
E L C A IR NANCE
I F M C E I TH F ISLAM O
Di era modern ini, tidak dapat dielakkan lagi bahwa kran globalisasi sudah terbuka dengan lebar sehingga menyebabkan arus informasi, barang dan jasa, serta modal menjadi begitu mudah menyeberangi batas negara, menciptakan integrasi ekonomi dan sosial. Bahkan, konsep borderless world pun sudah menjadi hal yang tak asing lagi. Tentunya, berbagai dampak –baik itu positif maupun negatiftimbul dari merebaknya globalisasi ini.
Globalisasi memang membuka kesempatan bagi setiap perekonomian untuk tumbuh dan berkembang, menawarkan pangsa pasar yang lebih luas. Namun di sisi lain, globalisasi juga menyebabkan fenomena ekonomi yang terjadi di suatu negara dengan mudahnya menjalar ke negara lain, misalnya saja krisis finansial yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Ketika krisis itu melanda, guncangan hebat yang melanda sektor finansial AS dengan agresifnya menginfeksi sektor finansial lain di seluruh dunia, bahkan beberapa lembaga keuangan sampai collapse. Namun, yang menarik adalah, lembaga keuangan seperti perbankan islam tetap bisa bertahan dengan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hasil study IMF yang dilakukan oleh Maher Hasan dan Jemma Dridi menunjukkan bahwa lembaga keuangan islam lebih tahan krisis, sehingga mereka cenderung mengalami kenaikan di tengah trend global yang sedang mengalami penurunan. Apa yang menyebabkan lembaga keuangan islam mampu bertahan melawan krisis? Apakah fenomena ini hanyalah kebetulan belaka? Hal ini perlu kita telisik lebih dalam lagi.
N LIZATIO
IN THE
LOBA ST OF G
MID
Oleh: Nurul Wakhidah Fondasi utama yang memperkuat lembaga keuangan islam adalah sistem pembiayaannya yang equity-based, tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang loan-based. Pembiayaan yang dilandaskan pada modal dan bukannya utang ini membuat perbankan islam lebih terhindar dari unsur ketidakpastian spekulasi, tidak seperti perbankan konvesional pada umumnya. Lembaga keuangan islam berlandasakan asasasas risk sharing, kepercayaan, dan transparansi. Mereka juga mendasarkan investasi pada sektor riil, sehingga tidak menyebabkan bubble. Artinya, setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil. Hal ini tentu saja berbeda dengan investasi konvensional yang bisa melakukan investasi tanpa adanya underlying assets, menciptakan uang out of thin air. Perbedaan-perbedaan mendasar inilah yang membuat lembaga keuangan islam tidak terpuruk karena krisis yang melanda sector financial global tahun 2008. Krisis ini menjadi katalis utama dalam menunjukkan kepada kita bahwa keuangan islam telah membuktikan dirinya sebagai pejuang yang tangguh dan mampu bertahan melawan arus utama dampak globalisasi. Bahkan saat ini, keuangan islam menjadi salah satu segmen yang paling cepat berkembang di jasa keuangan global. Memang, globalisasi identik dengan persaingan. Akan ada winners, akan ada loosers. Akankah keuangan islam (Islamic Finance) mampu bersaing di tengah euphoria globalisasi dan menjadi pemenang? Kita tidak mengetahui dengan pasti.
Foto: Dok. Pribadi
Namun, sejarah telah menunjukkan salah satu bukti bahwa lembaga keuangan islam bisa menjadi pemenang. Meskipun demikian, melihat interval krisis yang akhir-akhir ini semakin pendek dan tantangan globalisasi yang semakin kompleks, bekal yang dimiliki oleh lembaga keuangan islam masih belum cukup. Diperlukan sinergi antarpihak untuk terus meningkatkan per formance lembaga keuangan ini; mulai dari regulator dalam hal memberikan payung hukum yang pasti, praktisi yang dengan keahliannya menciptakan berbagai inovasi, dan masyarakat yang berpar tisipasi aktif dalam mengembangkan industri keuangan islam ini.
setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil.
3
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
4
Tantangan Global:
EKONOMI ISLAM, GENDER, DAN LINGKUNGAN Oleh: Bhima Yudhistira A.
Pemikir ekonomi Islam masih sibuk menghafal istilah-istilah ekonomi dalam bahasa arab, memperdebatkan riba yang tak berujung, atau sibuk berdiskusi seputar halal-haram-nya suatu produk. Masyarakat harus melihat perkembangan wacana ekonomi dunia yang makin kompleks, sedangkan wacana ekonomi Islam masih tertinggal di belakang. Hal ini sangat mungkin terjadi akibat salah persepsi terhadap kata-kata populer seperti gender yang sering diartikan negatif bagi sebagian kalangan aktivis dakwah
6 SEF MENYAPA Edisi II. 2013
Foto: Dok. Pribadi
Berbicara tentang isu ekonomi yang mainstream memang tidak bisa dilepaskan dari tema globalisasi wacana ekonomi. Sebagai contoh, MDG (Millennium Development Goals) yang dirancang oleh PBB menjadi acuan bagi Pemerintah dalam mengembangkan sektor perekonomiannya. Di dalam MDG terdapat beberapa poin penting yang bisa dimasukkan ke dalam wacana ekonomi Islam kontemporer. Pertama, kesetaraan gender dan peran wanita dalam pembangunan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Beberapa poin tersebut belum banyak didiskusikan dalam wacana ekonomi Islam hari ini.
. Gender sendiri sebenarnya merupakan wacana yang menarik untuk dikaji, bukan hanya dari sudut fiqhnya saja, tetapi juga dari sudut ekonominya. Bahkan, Umar bin Khathab yang dikenal pernah (sebelum masuk Islam) mengubur anak perempuannya sendiri menyatakan: “Kami semula sama sekali tidak menganggap (terhormat, penting) kaum perempuan. Ketika Islam datang dan Tuhan menyebut mereka, kami baru menyadari bahwa ternyata mereka juga rnemiliki hakhak mereka atas kami.� Hak tersebut salah satunya adalah hak untuk mencari pekerjaan dan hak untuk mengelola harta dengan cara yang syar'i. Pembahasan gender dapat mengarah pada pemberdayaan perempuan yang berhasil dilakukan oleh Gramen Bank di Bangladesh dengan memberikan kredit usaha bagi kaum hawa. Dengan kredit usaha tersebut, perempuan yang memegang peranan penting di dalam rumah tangga sebagai pengatur arus keuangan keluarga menjadi lebih produktif. Gramen Bank berhasil menjawab hal tersebut dengan menggabungkan antara konsep micro-finance dan kajian gender. Hasilnya adalah pemberdayaan wanita di dalam perekonomian Bangladesh yang sebelumnya dianggap hal sepele.
Jika hal tersebut dipraktikan di Indonesia, maka menjadi sangat mungkin, ibu rumah tangga yang memiliki usaha dapat lebih berkembang, karena dibantu kredit lunak oleh industri perbankan. Beberapa ibu rumah tangga di Kulonprogo misalnya, memiliki usaha kerajinan gerabah, dan anyaman bambu. Namun karena kurangnya modal dan pengetahuan tentang pemasaran, maka hasil usaha tersebut hanya dijadikan pendapatan sampingan. Pemerintah melalui bank konvensional memang menawarkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga yang rendah, namun hal tersebut terasa belum cukup mengena pada kaum perempuan. Ekonomi Islam melalui lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah atau BMT dapat mengisi ruang kosong tersebut dengan sistem bagi hasil (mudharabah) untuk memberi suntikan modal, dan jual-beli (murabahah) untuk membantu membeli alat-alat produksi yang dibutuhkan. Dalam wacana lingkungan hidup, ekonomi Islam pun dapat bermain dengan dasar bahwa ajaran Islam tidak pernah mengorbankan kelestarian lingkungan dalam menjalankan perekonomian umatnya. Manusia sebagai pelaku ekonomi juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memelihara dan menjaga alam sekitar, yang juga diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada posisi ini, manusia dituntut memperlakukan lingkungan sekitarnya (Q.S. Al-An'am [6]: 165), apakah ia akan menjalankan tugasnya sesuai aturan Tuhan atau malah merusak. Apabila suatu golongan atau kaum berbuat kerusakan di bumi, bisa jadi tugas melestarikan lingkungan ini akan dilimpahkan ke generasi yang lain (Q.S. al-A'raf [7]: 69 dan 74). Dengan dasar tersebut banyak tugas yang dapat di lakukan, sebagai contoh lembaga keuangan syariah mendorong bisnis-bisnis yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, seperti usaha plastik degradable, properti ramah lingkungan, energi terbarukan (renewable energy—solar cell, biomass, geothermal) dan bisnis lainnya. Dengan memperluas cakupan ekonomi Islam kedalam dua wacana populer tersebut diharapkan ekonomi Islam akan mengalami perkembangan yang lebih baik, terutama dalam hal branding kepada masyarakat awam yang belum memahami manfaat ekonomi Islam yang ada saat ini dengan bahasa yang lebih populer.
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
6
Paradigma ekonomi Islam itu yang kemudian memunculkan bahwa:
7 SEF MENYAPA Edisi II. 2013
Foto: Dok. Pribadi
Oleh: Intan Permatasari Dunia seolah sudah paham akan keadaan dan situasi globalisasi yang mampu mewarnai banyak seluk-beluk kehidupan, seperti halnya pada dunia ekonomi secara keseluruhan. Globalisasi Ekonomi yang secara jelas tampak adalah wujud dari World Trade Organization (WTO), yang ditandai dengan ditandatangani perjanjian WTO pada bulan April 1994. Menurut Ibnu Mariam (2012) hakikat perjanjian tersebut adalah dunia akan menuju kepada pasar bebas paling lambat sebelum tahun 2020. Yang menarik adalah Indonesia pun ikut serta menjadi bagian di perjanjian tersebut. Lalu, apakah perjanjian WTO itu telah berdampak besar bagi kemajuan ekonomi khususnya negara kita Indonesia? Jika ditelisik lebih dalam, ada beberapa dampak negatif yang akan muncul. Melansir wacana dari beritamoneter.com, Direktur Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan mengemukakan bahwa perjanjian dengan WTO lebih banyak merugikan Indonesia, seperti halnya WTO telah melemahkan daya saing Indonesia di luar negeri yang memicu makin berkembangnya tindak korupsi antara pemerintah dan importir. Jika diteruskan masalah impor ini juga berdampak negatif pada petani, nelayan, dan industri dalam negeri yang rendah akan permintaan produksi karena adanya impor sehingga mengakibatkan penurunan permintaan faktor produksi dan minim penyerapan tenaga
“
perjanjian dengan WTO lebih banyak merugikan Indonesia, seperti halnya WTO telah melemahkan daya saing Indonesia di luar negeri yang memicu makin berkembangnya tindak korupsi antara pemerintah dan importir.
“
Pemanfataan sumber daya yang menerapkan prinsip adil dan ahsan dalam pengelolaannya (Q.S. an-Nahl: 90) yang aplikasi kenyataannya adalah penambangan sumber daya alam secara besar-besaran untuk keuntungan sebesar-besarnya Ÿ Minimalisasi kesenjangan distributif (Q.S. al-Hasyr: 7) melalui zakat dan wakaf, yang aplikasi kenyataannya pernah muncul sebutan di Amerika : perputaran uang yang terjadi di Amerika 99% untuk kalangan atas dan 1% untuk warga Amerikanya sendiri. Ÿ Maksimalisasi penciptaan lapangan kerja dimana akan mendorong kegiatan ekonomi aktif, terutama dalam sektor-sektor yang mampu menyerap semua lapisan. Ÿ Maksimalisasi pengawasan sebagaimana yang dirumuskan Ibn Taimiyah, adalah melaksanakan pengawasan terhadap perilaku sosial, sehingga mereka melaksanakan yang benar dan meninggalkan yang salah. Ÿ
HIMPITAN MANFAAT DAN KEMUDHARATAN kerja. WTO juga telah menempatkan Indonesia pada posisi lemah hingga tidak berdaulat di hadapan bangsabangsa di dunia. Seperti halnya ketika Indonesia membuat regulasi pembatasan impor dianggap melanggar ketentuan WTO dalam larangan pembatasan impor. Bagaimana jika hal tersebut dikaitkan dengan perspektif Islam? Apa kata ekonomi Islam menjawab masalah globalisasi yang secara nyata terwujud dalam bentuk perjanjian WTO ini? Dalam hal ini, perspektif atau paradigma yang dibawa oleh ekonomi Islam mencerminkan suatu pandangan dan perilaku yang mencerminkan pencapaian falah. Paradigma ekonomi Islam bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu paradigma berpikir yang merupakan bagian dari nilai-nilai ekonomi Islam: tauhid, 'adl, khilafah (bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya), dan takaful (konsep jaminan kesejahteraan masyarakat).
serta paradigma berperilaku yang merupakan dasar yang melatarbelakangi dalam bertindak. Jika paradigma yang terbentuk dari pemikiran adalah kapitalisme maka mekanisme pasar merupakan paradigma dalam berperilaku. Sedangkan ketika Islam yang telah menjadi dasar dalam paradigma berpikir maka paradigma yang terbentuk dalam berperilaku khususnya ekonomi yaitu: tauhid, Adil dan Harmoni. Perlu adanya pembaruan bagi Indonesia dalam menentukan kebijakannya sendiri yang orientasi utamanya demi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dengan kata lain, ketidakadilan dan ketidakmeretaan harus dihilangkan untuk mencapai kemakmuran. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali, apakah globalisasi secara nyata lebih besar manfaat atau mudharat-nya di Indonesia?
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
8
Menurut Bank Dunia (2010): Ÿ jumlah penduduk miskin di Indonesia 43,4 juta orang, dengan kriteria pendapatan kurang dari 1,25 dolar AS per hari. Ÿ Jumlah penduduk miskin meningkat menjadi sekitar 110, 5 juta orang atau hampir separo penduduk Indonesia jika menggunakan ukuran pendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari. Menurut BPS (2012): angka kemiskinan menurun, dari sekitar 31 juta atau 13,3 persen pada Maret 2010 dan turun menjadi 29,1 juta jiwa pada Maret 2012. Ÿ
Jika dikomparasikan dengan data tahun 2008, penduduk miskin mencapai 1,3 miliar orang di seluruh dunia. Tak pelak jika pengentasan kemiskinan dan kelaparan ekstrem adalah poin pertama dari sasaran pembangunan milenium (MDGs) 2015.
MEMAHAMI KEMISKINAN
Orang miskin: “Apa besok makan?” Orang kaya: “Besok makan apa?” Kemiskinan diartikan sebagai keadaan dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar hidupnya sehari-hari, seperti makanan dan tempat berlindung.. Kebutuhan-kebutuhan dasar dapat diterjemahkan sebagai kebutuhan keuangan atau garis kemiskinan. Dengan demikian, seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya kurang dari garis kemiskinan yang ditetapkan. Tidak berhenti sampai di situ, kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional dan kompleks. Lebih luas lagi, Amartya Sen menyatakan kemiskinan sebagai pendekatan kapabilitas (capability approach) terhadap kesejahteraan. Kapabilitas-kapabilitas penting yang harus dimiliki setiap orang bukan saja soal mencukupi kebutuhan mendasar tetapi juga mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan dari kekuatan perusak (violence) dan risiko-risiko lainnya, peluang ekonomi, serta partisipasi politik dan hak suara. Singkatnya, seseorang miskin karena ketiadaan akses baginya untuk menjalankan fungsinya dalam masyarakat.
Kemiskinan dan Globalisasi Dewasa ini, masyarakat dunia hidup dalam arus globalisasi yang membuat masingmasing individu ataupun negara saling berinteraksi satu sama lain. Untuk memahani globalisasi secara umum, Bank Dunia mendefinisikan globalisasi sebagi suatu proses integrasi ekonomi dan masyarakat melalui arus informasi, ide, aktivitas, teknologi, barang/jasa, modal, dan manusia antarnegara. Dinamika hubungan antarnegara di dunia yang sering didengungdengungkan sebagai globalisasi merupakan sebuah realitas bagi sebuah negara dalam sistem global. Isu mutakhir bagi setiap negara berkembang termasuk Indonesia dalam era global adalah peningkatan kualitas hidup yang menyangkut penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (pendidikan dan kesehatan).
9 SEF MENYAPA Edisi II. 2013
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kemiskinan, kekurangan dan juga dari kehinaan ….” (HR. Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Joko Suryanto (2007) menyatakan bahwa tantangan bagi suatu negara yang terlibat dalam percaturan global adalah upaya mendapatkan manfaat dan mengurangi kerugian akibat terintegrasinya setiap kegiatan dalam kerangka global. Globalisasi memungkinkan Indonesia mendapatkan keuntungan dari berbagai aktivitas ekonomi global. Penanaman modal asing (PMA) langsung diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru serta menggairahkan perekonomian lokal. Keterbukaan ekonomi dalam era globalisasi menciptakan pasar internasional yang potensial bagi pelaku usaha di dalam negeri untuk memasarkan dan mengembangkan usahanya. Keuntungan-keuntungan ini harus dimanfaatkan semaksimal
mungkin oleh pelaku usaha serta pemerintah terutama dalam menghadapi permasalahan kemiskinan. Selain memanfaatkan potensi yang ada, Indonesia harus peka terhadap dampak-dampak negatif dari pelaksanaan globalisasi. Pemanfaatan era global harus diikuti oleh upaya untuk mengatasi dampak negatif globalisasi secara sadar dan terarah (Hadi Soesastro, 2004). Jangan sampai globalisasi justru melemahkan ekonomi Indonesia akibat daya saing yang relatif lebih lemah jika dibandingkan dengan negara maju misalnya. Sejumlah agenda pembangunan ekonomi Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang sebagai langkah untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada
akhirnya, program pengentasan kemiskinan dapat berjalan sesuai harapan dan mampu mengurangi kemiskinan. Semoga tidak ada lagi kalimat apa besok makan? di antara orang-orang miskin. Semangat demi Indonesia yang lebih baik dan sejahtera.
ian : Alv
adi
Nurh
Oleh
SEF MENYAPA Edisi II. 2013
10
inspirasi
Cahaya Samawi
Edisi II. 2013
Oleh: Astrini Novi Puspita
SEF MENYAPA + + +
Ekonomi Islam Sebuah Pertahanan Terhadap Globalisasi The Miracle of Islamic Finance In The Midst of Globalization Tantangan Global Ekonomi Islam, Gender, dan Lingkungan
CALL FOR CONTRIBUTOR Tema: Islamic Microfinance Format: Opini 500 kata (2-3 opini terpilih yang dimuat per edisi). Kami juga menerima karya bebas 250 kata seperti prosa, puisi, dsb yang relevan dengan tema (hanya 1 karya terpilih yang dimuat per edisi). Format file .doc dikirim email ke kajiansef@gmail.com Deadline: 15 Mei 2013 pukul 23.59 Wajib menyertakan nama lengkap, asal instansi, jurusan, angkatan, dan foto diri formal dalam format .jpg.
+ +
Memahami Kemiskinan Himpitan Manfaat dan Kemudharatan