K-O-I-N-O-N-I-A K-O-I-N-O-N-I-A
Vol. 5 Issue 15 | 4 Juni 2018
Head Office Newsletter
Inspiration
Kami tidak tawar hati, K A R E N A H I K M AT N YA M E L E B I H I E M A S ! “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.� II Kor 4:1. Itulah yang dituliskan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menjawab konflik yang dihadapinya dengan mereka. Wewenang dan integritas Paulus sebagai Rasul diragukan oleh jemaat di Korintus. Surat II Korintus ini seperti kisah biografi perjalanan pelayanan Paulus, kita bisa membaca bagaimana dalam banyak kesulitan dan tantangan Paulus tetap setia terhadap pelayanan yang dipercayakan padanya. Dalam rapat SDH HoS yang baru lalu kami membahas bagian ini. Bagaimana dalam pekerjaan kita, seringkali kita tawar hati, menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. Ketika apa yang kita hadapi tidak sesuai dengan harapan kita, mudah sekali kita tawar hati. Ketika kita menemukan kondisi yang membuat kita kecewa dengan pemimpin, dengan rekan sekerja, dengan murid, mudah sekali kita tawar hati, menjadi tidak bersemangat dalam pekerjaan kita. Ketika kita merasa tidak dihargai, tidak didukung, hal itu bisa membuat kita hambar dan tawar hati. Paulus melanjutkan suratnya, dalam II Kor 4:811, menggambarkan kondisinya; ditindas tetapi tidak terjepit, habis akal tetapi tidak putus asa, dianiaya tetapi tidak ditinggal sendiri, dihempaskan, namun tidak binasa. Luar biasa! Bagaimana mungkin Paulus punya stamina pelayanan yang sedemikian?
Paulus menghayati betul bahwa apa yang dipercayakan dalam tangannya untuk dilakukan adalah karena kemurahan Allah! Pekerjaannya saat itu, bukan karena kepandaiannya, bukan karena kehebatannya, bukan karena pencapaian yang dia miliki. Paulus menyadari betul dia hamba, dan apa yang dipercayakan kepadanya adalah sesuatu yang sangat berharga, dia adalah tanah liat yang dipercayakan harta Injil yang sangat berharga. Paulus menjalani hidupnya dalam ungkapan syukur yang besar dan kerendahan hati. Jika kita sering tawar hati, barangkali kita menaruh pengharapan kita di tempat yang salah. Tentu saja kita kecewa, karena kita mengharapkan sesuatu yang sulit diwujudkan dalam dunia yang berdosa ini. Adakah pemimpin yang sempurna? Tidak ada! Adakah komunitas dalam pekerjaan yang selalu harmonis dan bekerja sama dengan manis? Tidak ada! Adakah institusi Kristen yang sempurna, yang sudah begitu baik dalam segala kebijakan dan prakteknya? Tentu saja tidak ada! Pengharapan Paulus diletakkan pada kemurahan Allah dan kepada kekuatan Allah yang melimpahlimpah yang menyertai dia. Sehingga walaupun kematian itu di depan mata, dia tidak tawar hati, dia senantiasa tabah (II Kor 5:6, 8), karena kepercayaannya bukan pada dirinya tetapi pada Tuhan yang memanggil dia, pada kuasa Injil yang diberitakannya. Karena itu II Kor 12:9 mencatat kesaksian Paulus akan jawaban Tuhan, “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.� Di dalam