Vol. 5 Issue 4 | 4 September 2017
K-O-I-N-O-N-I-A Head Office Newsletter
Inspiration
Ketika Nyawa Menjadi Taruhannya : Membangun Warganegara yang bertanggung jawab
S
ore itu sangat panas, namun tidak ada artinya dibandingkan
keperkasaannya, melainkan tidak
dengan berita dan desas desus yang beredar di Jakarta.
berdaya sama sekali menghadapi
Sore itu, tanggal 15 Februari 1942, Singapura jatuh ke tangan
mesin perang Jepang. Satu persatu
Jepang. Mayor Jendral Sir Arthur Pervival dengan segenap laskar
gedung-gedung
Melayu dan Gurkha di Singapura menyerah kepada Jepang. Tidak
Jepang termasuk beberapa gereja.
lama lagi, pasti Batavia yang menjadi ibukota pemerintahan ko-
Siapa yang menentang akan masuk
lonial Hindia Timur Belanda akan dalam bahaya. Resah? Benar‌
penjara atau minimal menghadapi
sangat resah, mengingat desas desus tentang apa yang dilaku-
kesulitan besar. Inilah yang mere-
kan, tentara rahasia jepang benar benar meresahkan. Betapa
sahkan, Karena hari itu Jepang tiba
tidak Jepang yang pada saat itu terkenal dengan kekejamannya
tiba datang dan hendak mengambil
itu dengan enteng saja melakukan kekejaman tiada berperi. Ti-
pastori Gedangan. Soegie Bersama
dak perduli apakah misionaris, perawat, dokter guru bahkan seo-
satu penjaga sekolah pagi itu,
rang pendeta sekalipun. Kekejaman demi kekejaman mengisi
Soegie berdiplomasi bahwa ada
strategis
disita
headline majalah internasional pada saat itu mulai dari peristiwa Nanking, kekejaman di rumah sakit Alexandria Singapura, sampai kepada peristiwa kekejian di sekolah St. Steven di Hongkong. Hal ini meresahkan Soegie, dikarenakan tanggungjawabnya sebagai Vikaris gereja di Semarang. Tepat seperti dugaan, 5 Maret 1942, satu bulan kemudian Batavia jatuh. Semarang jatuh dua hari kemudian. Tidak ada perlawanan yang berarti dari tantara Hindia Belanda yang katanya perkasa, yang hari itu bukan hanya dipertanyakan di mana
Mgr. Albertus Soegijapranata (Soegie)