![](https://assets.isu.pub/document-structure/220321081009-eae96c08ba955e4a1a8abfe7c6480496/v1/e3748de5cfbd8b1be50360ce0fec5b19.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
1 minute read
Editorial
Bisnis Walisongo
lustrasi: M Hasib Belum lama ini, UIN Walisongo meresmikan Food Court di Kampus III, tepatnya di depan Gedung Serba Guna (GSG). Kantin itu bergaya lebih modern dibandingkan dengan kantin yang sudah ada sebelumnya.
Advertisement
Di sisi lain, terdapat perbedaan di berbagai aspek. Diantaranya pedagang tidak diperbolehkan melakukan transaksi secara langsung dengan pembeli, kemudian sistem kerjasama antara pemilik kedai dengan pihak kampus yang semula menggunakan sistem sewa menjadi sistem bagi hasil.
Hasil penelusuran Amanat menemukan pro dan kontra di kalangan mahasiswa mengenai keberadaan Food Court kampus III, ada yang mendukung karena bangunannya kekinian, ada juga yang tidak setuju dengan harga yang kurang pas dengan kantong mahasiswa.
Namun, akhir tahun ini kampus lebih memilih membangun Food Court di Kampus II, tepatnya di belakang Kantor Dekanat Fakultas Ushuluddin dan Humaniora. Padahal, melihat fenomena Perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang masih digabung dengan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sangat riskan untuk sekelas universitas yang sudah terakreditasi A.
Hal itu tidak terlepas dari kebijakan kampus yang sekarang sudah menjadi Badan Layanan Umum, kebijakan tersebut memperbolehkan kampus untuk mencari sumber anggaran sendiri. Di sisi lain, kampus sebagai tempat berproses dan menimba ilmu, seyogyanya lebih memprioritaskan kebutuhan mahasiswa di bidang akademik daripada mencari peluang bisnis, karena sumber anggaran pun tidak sepenuhnya dari BLU.