1 minute read

Puisi

Next Article
Sosok

Sosok

Perempuan Pembunuh Malam

Pukul 12 dini hari, waktu Indonesia bercinta Wanita jalang mulai menjajakan diri Laki-laki hidung belang mulai mencari harga yang tinggal hingga obralan harga diri Jalan yang biasanya macet kini menjadi sepi berganti padat arus lampiasan hasrat birahi Wanita itu sudah berdandan layaknya bidadari Dari remaja hingga paruh baya Nikmat bercinta sudah tak menjadi arti, materi dan tuntutan dunia yang paling berarti Ratusan laki-laki sudah singgah di tubuhnya Menghisap segala madu yang tersisa, kini kian habis dimakan usia. Malam semakin pekat, bekas hujan meninggal kan luka, kopi kopi sudah berganti miras, wajah kalem sudah menjadi beringas. Berahi sudah sudah meraja lela Wanita jalang, kembali sembelum fajar subuh tiba, menanti hisab hingga terbitnya Rahmat dan taubat.

Advertisement

Luka Negeriku

Sengsara kau yang masih muda, Sekarat derita mununggu tetesan rahmatnya Masa mudamu menderita karna kemarau karna hujan tak menjanji pada bumi walau setangkup tangan Sengsara kau mati menderita tanah leluhurmu dimakan ulah tangan manusia, kemarau tak berkesudahan, tanah-tanah merekah, pohon-pohon lenyap hangus terbakar. Pagiku kini tak seindah dulu, embun pagi yang sejuk bergati asap abu, sesak peluh menemani fajar hingga senja. Kini tetesan air telah telah tiba, bukan tampak bahagia namun kau semakin terluka, karna bencana semakin merjalela. Kini Tuhan seolah menjadi kambing buta, tapi kau lupa ulah tak berbudimu pada tanah kelahiranmu.

*M. Syamsul Maarif

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora

This article is from: