![](https://assets.isu.pub/document-structure/220321081009-eae96c08ba955e4a1a8abfe7c6480496/v1/e274fbdd2731bcca2bbe6aab857e99d0.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
2 minute read
Feature
Melestarikan Nuansa Budaya Jawa
Malam itu, Jumat (27/09/2019) di bawah temaram lampu minyak dan obor, terpancar cahaya kuning kecoklatan, menerangi jalan menuju Pasar Jaten.
Advertisement
Pasar yang terletak di Desa Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati tersebut, memang menyajikan sensasi berbeda dibanding tempat wisata kuliner pada umumnya. Ada lebih dari 20 pedagang yang mengenakan pakaian Jawa lurik lengkap dengan belangkon di kepala, siap memanjakan pengunjung dengan kuliner tradisionalnya. Mulai dari sego pecel, sego kluban, gethuk, ndog cenil serta aneka makanan dan minuman tersedia di Pasar Jaten ini.
Suasana kampung yang teduh dengan rimbunnya pepohonan, semakin terasa syahdu kala alunan musik gamelan perlahan merambah membran telinga pengunjung. Bukan hanya itu, pengunjung di Pasar Jaten Semarang juga bisa menyaksikan pertunjukkan berbagai kesenian tradisional yang dimainkan oleh warga seperti karawitan, keroncong, dan jathilan. Gapura berbentuk gubug berdiri gagah menyambut kedatangan pengunjung. Di sebelah timur pasar, bangunan yang diberi nama Menara Kepeng, bersiap memanjakan
>>
Pengunjung menikmati aneka jajanan di Kampung Jawi.
setiap pasang bola mata dari ketinggian 15 meter. Penggagas Pasar Jaten, Siswanto menceritakan awalnya Pasar Jaten dibuka setiap pagi jam 08:00-11:00 WIB. Namun, melihat antusias pengunjung yang tinggi, pihaknya kemudian memberanikan diri dan berinisiatif membuka Pasar Jaten setiap malam kecuali hari Senin.
“Awalnya pasar ini hanya dibuka setiap hari Minggu Legi. Namun, karena mendapat sambutan positif dari pengunjung, kami putuskan untuk menambah jam bukanya,” jelas Siswanto.
Selain itu, masih menurut Siswanto, nama Pasar Jaten sendiri diambil berdasarkan lokasi pasar yang berada di tengah rimbunan dan teduhnya pepohonan jati. Yang membuat tempat ini menjadi unik adalah semua ragam makanan dan minuman tersebut disajikan menggunakan piring bambu dan gelas dari batok kelapa.
Melanjutkan program pemerintah
Sejalan dengan program kampung tematik yang diadakan oleh Pemerintah Kota Semarang, masyarakat setempat kemudian berinisiasi untuk mengembangkan daerah Kalialang ini menjadi kampung tematik. Selain itu, dengan mengusung tema adat Jawa, masyarakat ingin pasar yang diresmikan oleh Walikota Semarang pada Minggu (25/02/2019) lalu, memperkenalkan kembali budaya Jawa yang semakin hilang tergerus zaman.
“Saya ingin mengembangkan daerah Kalialang ini menjadi salah satu destinasi wisata kebudayaan Jawa di Semarang,” jelasnya. Siswanto juga merasa prihatin dengan kebudayaan Jawa sekarang. Menurutnya, kebudayaan Jawa sudah terjajah oleh budaya asing yang dengan mudahnya menggerogoti akar budaya Jawa. Bak gayung bersambut, gagasan yang dibangun masyarakat Kalialang ini, rupanya mendapat sambutan hangat dari salah satu pengunjung, Susi Susanti (50). Perempuan yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Pasar Jaten tersebut, menganggap destinasi wisata ini sebagai tempat yang cocok untuk bernostalgia dengan budaya Jawa. “Waktu pertama kali datang, saya langsung merasakan adem ayem dan natural banget. Suasana tradisional khas Jawa juga terasa kental, berbeda dengan tempat yang lain,” ujarnya.
Meningkatkan perekonomian
Di samping sebagai wisata kuliner, Pasar Jaten ini juga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Nantinya, setiap keuntungan dari pedagang akan mendapat potongan sebesar 10 persen sebagai iuran bersama pengembangan fasilitas pasar. Salah satu pedagang di Pasar Jaten Nanik Rahayu (47) mengaku dirinya terbantu dengan adanya destinasi wisata kuliner ini. Ia mengatakan, pendapatannya lebih banyak dibandingkan saat ia masih menjadi pedagang bakso di tempatnya dahulu.
“Dulu sebelum ada angkringan ini, keuntungannya kadang sehari cuma 100 ribu, bahkan pernah hanya terjual 1 mangkok saja. Kalau sekarang sudah bisa mencapai 1 juta mbak,” jelasnya. Demikian juga, Anik Bambang (38) mengatakan dengan adanya Kampung Jawi sangat membantu perekonomian keluarga. “Sebelum ada Kampung Jawi, saya kerjanya di pabrik, jauh dari rumah, tapi kalau sekarang saya kerja di angkringan jadi dekat dengan rumah, sekalian juga bisa ngurus keluarga mbak,” pungkasnya. n