3 minute read

Anakedah

Next Article
Gaya Hidup

Gaya Hidup

Jangan Percaya GPS di Daerah Yang Susah Sinyal

Oleh : Chairul Rahman Arif

Advertisement

Ilustrasi: Ihwana Haulan

Aku akan berangkat lebih pagi. Perjalanan kira-kira akan memakan waktu sekitar 2 jam. Untung sekarang sudah ada teknologi bernama Google Maps, fitur ini sangat membantu bagi orang-orang yang tidak mudah menghapal jalan sepertiku. Aku melihat jam di tangan menunjukkan pukul 07.00. Dua puluh menit yang lalu, di grup kelas, aku mendapati kabar bahwa ibu salah satu dari kawanku telah berpulang. Kami satu angkatan turut berduka. Kemudian aku, Kicrik, dan Awe berniat melayat sebagai perwakilan angkatan. Perjalanan melayat kerabatnya teman angkatan yang meninggal memang biasa Komti (Komandan Tingkat) amanahkan kepada kami. Aku, Awe, dan Kicrik biasa menyebut ini sebagai misi kemanusiaan. Sebenarnya kami tak sebaik itu, aku tak pernah keberatan karena memang tidak ada kerjaan di rumah, lagi pula lumayan ada uang jalannya. Uang ini disisipkan dari hasil kas yang tiap hari ditagih Sani, seorang bendahara angkatan yang galaknya tidak kalah kalau dibanding dengan dosen killer di kelas kami. “Biasa ya,” kata Komti di kolom pesan WhatsAp pku tadi pagi. Seperti mengerti maksud Komti, aku langsung meminta untuk mengajak kedua temanku, Kicrik dan Awe. “Oke, gua ngajak temen ya Kom, jauh kalo sendiri.” Aku menamai kontak Komti dengan nama Komtol. Aku berani sumpah, sebenarnya itu adalah kesalahan ketik. Tapi aku agak malas membenarkan nama kontak itu, jadilah sampai sekarang nama Komti di kontakku seperti sebutan untuk kelamin laki-laki. Walaupun Komti punya nama asli yaitu Farhan aku lebih senang menyebut jabatanya sebagai komandan tingkat. Terkait namanya di kontakku, belakangan aku jadi punya arti sendiri untuk nama Komtol itu, yaitu berupa gabungan jabatan yang diemban dan ditambah kata sifat. Kom untuk komandan sebagai jabatan si Komti alias Farhan, sementara tol untuk tolol sebagai representasi kelakuannya yang kerap melakukan hal-hal aneh. Aku menghidupkan motorku, lalu berangkat dengan kecepatan sedang menuju rumah Awe. Sebenarnya ini terlalu pagi untuk beraktivitas, mungkin saja Awe belum mandi. Tapi demi misi kemanusiaan (dan uang jalannya) aku pikir tidak ada salahnya bersemangat. Hanya butuh waktu 5 menit untuk aku sampai di depan rumah Awe. “Ayok berangkat,” kata Awe. Ternyata dia sudah rapi dengan kemeja hitam, sepatu Converse pendek, dan celana hitam merek Tera jeansnya. Aku hapal karena itu yang selalu dia pakai kalau sedang melakukan ‘misi kemanu-

siaan’.“Kita perlu jemput Kicrik gak?” tanyaku. “Gak usah, dia aja udah duluan. Lagian muter-muter amat kalo jemput Kicrik,” kata Awe sambil membenerakan kancing kemeja yang terbuka.“Tahu tempatnya, kan?”“Nggak sih, tapi udah dikirim maps-nya di grup kok. Kata yang udah pernah ke sana, nggak terlalu jauh dari jembatan Simpang Lima.” Aku dan Awe berangkat menuju rumah teman kami yang ibunya berpulang dengan hanya mengandalkan GPS yang dikirim di grub angkatan. Walaupun lokasinya merupakan tempat yang susah sinyal, setidaknya kami punya ancar-ancar sebuah jembatan dekat dengan perbatasan kabupaten. Kami sampai di titik lokasi yang ditunjukkan GPS selama 2 jam perjalanan. Di sana sudah ramai para peziarah. Aku memakirkan motor. Awe terlihat duluan, ia menyalami peziarah yang lain. Memasukkan sebuah amplop berisi sumbangan angkatan untuk keluarga yang ditinggalkan ke dalam baskom yang disediakan. Lalu bergabung mendoakan almarhumah yang sepertinya akan segera diantar ke kubur. Aku hendak menyusul Awe. Hape-ku berdering. Aku menepi ke papan bunga belasungkawa yang tidak jauh dari tempatku berdiri. “Di mana, kok belum sampe?” suara Kicrik terdengar di ujung telepon. “Ini baru sampe, gua di samping papan bunga.” “Papan bunga? Di sini gak ada papan bunga. Kayaknya kalian nyasar deh, Dul.” Aku menyusul Awe, memberitahu kalau kita berada di lokasi yang salah dengan berbisik. Kami melipir dari lokasi itu. Diperjalanan menuju parkiran motor Awe misuhmisuh, kok bisa ada orang meninggal dengan waktu bersamaan dan lokasi yang tidak begitu jauh. Sampai di depan baskom berisi amplop, Awe mengambil kembali amplop yang sudah dia masukan. “Padahal gua tadi udah bantu aminamin, Dul.” “Makanya, kayaknya lain kali jangan percaya GPS deh, kalau lagi di lokasi yang susah sinyal”= Edisi Khusus Mahasiswa Baru 2021 18

This article is from: