2 minute read

Dive Comic

Dr. Ir. Djumanto, M.Sc.

Advertisement

Teks : Aidilfi Tio Foto : Dok. Pribadi

Seorang penyelam dan dosen yang menjabat sebagai Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan UGM.

Overfishing itu sebenarnya apa sih Pak?

Overfishing ialah aktivitas penangkapan yang melewati daya dukungnya. Menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, sumber pakan berkurang, dan pencemaran.

Lantas menurut Bapak siapa yang bertanggung jawab pada kasus overfishing ini?

Semua stakeholder yang berkaitan tentu harus bertanggung jawab, diantaranya pemerintah, nelayan, pedagang, dan LSM. Pemerintah bertanggung jawab terhadap regulasi. Sementara nelayan perlu kesadaran bahwa populasi ikan sifatnya renewablenamun jika pengkapan berlebih akan membuat jumlahnya semakin berkurang. Sayangnya, pedagang selama ini masih mau menampung ikan-ikan kecil yang belum layak jual. Beberapa LSM terkadang justru menjerumuskan dan menentang aturan penanggulangan overfishing dengan berbagai alasan, seperti pelanggaran hak hidup nelayan misalnya. Seharusnya LSM turut mendukung kebijakan demi kesejahteraan nelayan jangka panjang.

Sudah adakah regulasi dan sosialisasinya ke nelayan mengenai overfishing ini?

Sebenarnya ada KEPRES dan peraturan menteri tentang pengoperasian alat tangkap. Pelanggaran aturan itu terjadi karena tidak tahu atau ada juga yang tahu tetapi tidak melaksanakan karena jalur ilegal dianggap instan. Di daerah yang jauh dari kota, mereka menggunkan bom untuk alat tangkapnya, kenapa? Pertama, pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai dampak, yang mereka tahu hanya dengan bom tangkapan ikan akan banyak. Kedua, ada yang tahu tapi tidak punya pilihan. Di Indonesia Timur bom dipilih karena lebih praktis dan mudah. Selain karena tidak mampu membeli alat akibat mahalnya alat penangkapan standar, keahlian membuat bom juga telah turun-temurun dimiliki. Selain itu hukuman bagi pelanggar tergolong ringan dan tidak memiliki efek jera. Membutuhkan solusi taktis seperti pemberdayaan nelayan. Setidaknya dari kegiatan ‘menangkap’ dialihkan ke kegiatan membuat rumpon, dengan memancing didaerah rumpon hasil tangkapan banyak dan tidak merusak ekosistem. Dibutuhkan pula penyediaan alat tangkap yang murah dan ramah lingkungan.

Apakah solusi tersebut sudah berjalan?

Beberapa sudah berjalan. Contohnya di daerah Jayapura, secara adat mereka sudah membuat rumpon untuk masyarakat daerah setempat, sementara masyarakat dari daerah lain tidak boleh mengkap disekitar rumpon tersebut. Di Bali dan Lombok juga ada fish agregat divice untuk menggumpulkan ikan, mereka menangkap disitu saja sepeti tongkol, lamadang, dan lain sebagainya.

Terakhir nih Pak, Apa harapan Bapak untuk perikanan Indonesia kedepan?

Saya berharap perikanan bisa sebagai sumber pangan masa depan Indonesia dan terbebas dari overfishing. Seperti di Jepang, restocking dilakukan. Dinas perikanan Jepang melakukan pemijahan dan hasilnya dilepas kelaut. Selain itu menangkap ikan di sana menggunakan kapal yang ada kodenya. Semisal Koci 02 hanya boleh menangkap di dearah Koci jalur 2 dengan alat tangkap tertentu di musim tertentu. Seharusnya di Indonesia juga terdapat sistem seperti itu. Semisal di Indonesisa nelayan dapat membeli kupon di minimarket untuk ijin melakukan penangkapan. Didalam kupon tersebut tertulis alat tangkap apa, ukuran pancing berapa, jenis ikan yang akan ditangkap, dan lokasi penangkapan. Sehingga tetap terkendali secara ijin dan statistiknya dengan lebih mudah.

Story & Illustrator : Aji Nugroho

Unit Selam UGM

Sayap Utara Gelanggang Mahasiswa UGM Jalan Pancasila no. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281 www.selamugm.org

This article is from: