Warta Kencana Edisi #22 - 2014

Page 1


WARTA REDAKSI

D 6

WARTA UTAMA

Tahun Lini Lapangan, Membangun dari Pinggiran

4

WARTA KHUSUS

8

WARTA KHUSUS

10

WARTA KHUSUS

Memulai dengan Menggalang Komitmen

18 WARTA KHUSUS 24 WARTA KHUSUS Inisiatif Baru Ketahanan Keluarga

Memanusiakan Kembali Keluarga TKI

12 14

WARTA KHUSUS

Mendekatkan Komunitas Melalui Radio Komunitas

26 WARTA KHUSUS

Pengendalian Penduduk Susah Move On

WARTA KHUSUS

2

esa menjadi kata kunci dalam konsep lini lapangan (below the line) yang diusung BKKBN Jabar. Bagi Jawa Barat, lini lapangan berkisar dari desa hingga ke bawah untuk kemudian menyentuh keluarga. Sementara kecamatan dan kabupaten dilibatkan pada sisi manajerial. Fokusnya adalah para sukarelawan di setiap desa. Mereka adalah Pos KB, sub-Pos KB, dan para kader lainnya.

Membumikan Kembali Program KB di Desa

20 WARTA KHUSUS Bersama PPKKS Jemput Bola Membangun Ketahanan Keluarga

22

WARTA KHUSUS 2 Ribu TPD, 2 Juta Kesempatan Kerja

Rapor Merah KB MKJP Karut-marut Tahun Transisi

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

28

WARTA KHUSUS

30

KOLOM

Karena Nasib Ibu Ada di Tangan Dokter dan Bidan Catatan Akhir Tahun 2014: Total Football Program KKBPK


WARTA REDAKSI

Tahun Lini Lapangan Bila ada yang bertanya tentang apa yang paling membahagiakan pada tahun 2014? Jawabannya tentu beragam, bergantung siapa yang ditanya. Bila pertanyaan itu diberikan kepada pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, maka jawabannya adalah kemenangan pasangan tersebut menjadi presiden dan wakil presiden. Bila pertanyaan serupa dilontarkan kepada urang Bandung, maka jawabannya adalah keberhasilan Persib Bandung menjadi kampiun Indonesia Super League (ISL). Lalu, bagaimana bila pertanyaan tersebut diberikan kepada pengelola program KB atau KKBPK di Jawa Barat? Barangkali tidak ada jawabannya. Melihat capaian kinerja, ternyata angka merah tersebar di sejumlah indikator kinerja. Alih-alih bakal memiliki seorang menteri yang membidangi kependudukan, rupanya isapan jempol belaka. Tapi tak perlu khawatir, ada sedikit kabar bahagia atau setidak-tidaknya memberi harapan. Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 spesifik mencantumkan target pembangunan KKBPK, termasuk kesertaan ber-KB dan total fertility rate (TFR). Dokumen RPJMN juga menjadikan kependudukan dan KB sebagai salah satu isu strategis nasional. Hal Poin pertama adalah pentingnya pengendalian kuantitas penduduk melalui keluarga berencana dan pembangunan keluarga. Isu yang dikembangkan antara lain, 1) Penguatan advokasi dan KIE tentang program KKBPK; 2) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata; 3) Peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja mengenai kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga; dan 4) Pembangunan keluarga. Tidak kalah pentingnya, RPJMN 2014-2019 juga mengagendakan penguatan landasan hukum dan penyerasian kebijakan pembangunan bidang kependudukan dan KB. Penguatan juga dilakukan untuk kelembagaan pembangunan bidang kependudukan dan KB serta penguatan data dan informasi kependudukan dan KB. Dengan agenda perencanaan tersebut, wajar bila kemudian lahir harapan baru bagi kembalinya kejayaan program KB atau KKBPK di bumi nusantara. Optimisme ini makin membuncah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga. UU baru ini sudah secara tegas mengelompokkan urusan pengendalian penduduk dengan KB. Dibanding UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, jelas ini merupakan lompatan besar. Nah, sambil menatap harapan baru tersebut ada baiknya kita menengok kembali apa yang sudah dilakukan sepanjang 2014 kemarin. Apa yang telah dicapai selama Tahun Lini Lapangan yang sudah dideklarasikan sejak awal tahun itu? Jawaban atas pertanyaan itu bisa ditemukan pada halamanhalaman majalah kesayangan kita ini. Melengkapi kilas balik program itu, redaksi juga menyajikan rangkaian dokumentasi berupa foto-foto kegiatan selama satu tahun. Selamat membaca!

Rudy Budiman Pemimpin Redaksi

WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR IDA INDRAWATI TETTY SABARNIYATI YUDI SURYADHI RUDY BUDIMAN RAKHMAT MULKAN PINTAULI R. SIREGAR SOEROSO DASAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN CHAERUL SALEH AGUNG RUSMANTO DODO SUPRIATNA Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK) AKIM GARIS (CIREBON) AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR) YAN HENDRAYANA (PURWASUKA) ANGGOTA IPKB JAWA BARAT RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com


WARTA KHUSUS

RAKERDA KKBPK JAWA BARAT 2014

Memulai dengan Menggalang Komitmen

R

apat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Jawa Barat pada 25 Februari 2014 lalu menandai komitmen awal pengelola program untuk mengarungi tahun salah satu periode paling menentukan ini. Pertemuan rutin tahunan ini dihadiri pada kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola program KKBPK kabupaten dan kota seJawa Barat dan mitra kerja tingkat provinsi. Tahun 2014 memang memiliki catatan tersendiri. Dia penting karena dua alasan: Pertama,

4

tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sejalan dengan berakhirnya tampuk kepemimpinan nasional. Kedua, 2014 merupakan periode senja MDGs 2015. Wajar bila kemudian Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ambar Rahayu menekankan agar program KKBPK mendapatkan perhatian khusus dari seluruh pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi. Perlu penajaman sasaran untuk mencocokkan kembali target program dengan kelompok sasaran.

Keyakinan ini pula yang diyakini Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar sebagaimana tertuang dalam surat akhir tahun yang dikirim ke seluruh SKPD KB kabupaten dan kota serta kepala daerah. “Seperti kita pahami bersama bahwa tahun ini merupakan salah satu periode paling menentukan bagi program KKBPK di Indonesia. Apapun yang kita capai pada 2014 merupakan potret pencapaian RPJMN kita selama lima tahun. Hasil ini yang kemudian menjadi baseline untuk RPJMN 2014-2019. Bila berhasil, maka pekerjaan kita pada 2015 sampai 2019 maupun RPJPN 2025 akan makin mudah,” tandas Gilar.

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS Nah, pertimbangan-pertimbangan itu menjadi konsideran utama penyusunan kesepakatan bersama pemangku kepentingan pembangunan KKBPK di Jawa Barat. Kesepakatan itu terangkum dalam sejumlah fokus strategi. Pertama, menetapkan tahun 2014 sebagai “Tahun Lini Lapangan”. Kedua, mendekatkan akses dan kualitas pelayanan KB. Ketiga, meningkatkan kualitas pembangunan keluarga. Keempat, meningkatkan kualitas data dan informasi kependudukan. Mengacu kepada dokumen kesepakatan Rakerda, penguatan lini lapangan difokuskan pada upaya memperbaiki kualitas data di tingkat lapangan, baik data kesertaan ber-KB maupun data kesertaan kelompok kegiatan keluarga sejahtera. Data tersebut merupakan bahan untuk melakukan diskusi program baik pada tingkat desa, kecamatan maupun mini lokakarya di Puskesmas serta kunjungan petugas kepada keluarga. Di samping itu, target-target kontrak kinerja provinsi (KKP) agar menjadi acuan, dengan tetap memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan kebenaran data. 1) Pembenahan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan sehingga kualitas data dapat ditingkatkan dan dijadikan acuan untuk pengembangan kebijakan; 2) Peningkatan kualitas SDM pengelola program KKBPK. Efektifitas dan efisiensi pelatihan perlu dievaluasi baik dari segi kriteria pemilihan peserta, maupun dari segi pembelajaran. 3) Memperkuat tenaga lapangan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas PLKB yang mekanismenya disesuaikan dengan kondisi daerah masingmasing.(*)

Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu didampingi Sekretaris BKKBN Jabar Ida Indrawati saat menghadiri Rakerda Pembangunan KKBPK Jawa Barat 2014 di Hotel Karang Setra Bandung. Rakerda diikuti pimpinan SKPD KKBPK dan mitra kerja di se-Jawa Barat.

Penandatangan Nota Kesepahaman Program KKBPK di Jawa Barat antara Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah dan Kepala BP3AKB Jawa Barat Nenny Kencanawati disaksikan Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu usai pembukaan Rakerda Pembangunan KKBPK Jawa Barat 2014.

Peluncuran prangko khusus Pembangunan KKBPK Jawa Barat oleh Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah dan perwakilan PT Pos Indonesia (Persero) di sela kegiatan Rakerda Pembangunan KKBPK Barat 2014.

Pemaparan kebijakan dan strategi Pembangunan KKBPK Jawa Barat oleh Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi BKKBN Jabar Rudy Budiman dan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Yudhi Suryadhi pada kegiatan Rakerda Pembangunan KKBPK Barat 2014. Sesi pemaparan dipandu moderator Kepala Balai Diklat KKB Cirebon Syarifudin.

Penandatanganan kesepakatan antara Kepala BKKBN Jawa Barat dan kepala SKPD Kabupaten/ Kota yang membidangi program KKBPK disaksikan Asisten Kesejahteraan Rakyat Ahmad Hadadi usai pembukaan Rakerda Pembangunan KKBPK Barat 2014.

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

5


WARTA KHUSUS

LOKAKARYA MINI KADER DI DESA

Tahun Lini Lapangan, Membangun dari Pinggiran

D

esa menjadi kata kunci dalam konsep lini lapangan (below the line) yang diusung BKKBN Jabar. Bagi Jawa Barat, lini lapangan berkisar dari desa hingga ke bawah untuk kemudian menyentuh keluarga. Sementara kecamatan dan kabupaten dilibatkan pada sisi manajerial. Fokusnya adalah para sukarelawan di setiap desa. Mereka adalah Pos KB, sub-Pos KB, dan para kader lainnya. Tak dapat dimungkiri selama ini para kaderlah yang memang menjadi ujung tombak program KKBPK. Para petugas inilah yang mengunjungi pintu demi pintu

6

pasangan usia subur (PUS) di perdesaan. Keikhlasan frontliner ini sudah terbukti dari tahun ke tahun, bahkan sejak kali pertama program KB digulirkan. Mereka bergerak dengan atau tanpa bantuan biaya operasional. “Bayangkan, kader-kader ini kan gak ada yang dibayar. Kader inilah yang kita manfaatkan sebagai lini lapangan. Makanya konsep lini lapangan yang saya ambil adalah desa ke bawah, bukan kecamatan. Saya tidak bicara tingkat kecamatan kalau lini lapangan,” jelas Siti Fathonah, Direktur Pusat Kerjasama Internasional yang saat wawancara ini dibuat pada

Februari 2014 masih menjabat Kepala Perwakilan BKKBN Jabar. Sejalan dengan konsep yang diusungnya tersebut, BKKBN Jabar mengagendakan lebih banyak kegiatan yang di dalamnya melibatkan lini lapangan tadi. BKKBN Jabar mencoba menjadi katalisator bergulirnya kembali mekanisme operasional program KB yang dalam beberapa waktu belakangan melempem. Mekanisme ini berusaha melibatkan sejumlah pihak dalam program KKBPK. Rapat koordinasi tingkat desa misalnya, di sana melibatkan petugas lapangan (PLKB), pos

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS KB, kelompok kegiatan, bidan desa, hingga kepala desa. Dengan begitu, program KKBPK merupakan hajat bersama untuk kepentingan bersama. Tahun Lini Lapangan Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Jawa Barat Rudy Budiman menjelaskan, komitmen pemerintah daerah menjadi faktor determinan dalam pembangunan KKBPK. Dalam iklim desentralisasi, kabupaten dan kota memiliki kewenangan penuh dalam penyelenggaraan KKBPK. Faktanya, marginalisasi program KB pascareformasi juga tampak dari rendahnya komitmen anggaran daerah yang dialokasikan untuk program KB. Alih-alih melipatgandakan kinerja, infrastruktur program KKB di kabupaten dan kota melemah. “Komitmen pemerintah kabupaten dan kota bervariasi, kelembagaan program KB tidak seragam, dan kualitasnya tidak sama. Ada dinas, badan, kantor, merger, bahkan ada yang hilang. Tenaga lapangan banyak yang berpindah tugas sebagai tenaga administrasi, begitu pula aparat di kantor kabupaten dan kota,” kata Rudy. Kebijakan Tahun Lini Lapangan tersebut diwujudkan dengan mengeluarkan enam strategi. Dua di antaranya adalah intensifikasi koordinasi program tingkat desa/ kelurahan dan perluasan jejaring kerja di lapangan. BKKBN Jabar menilai desa sebagai pusat kegiatan masyarakat, sehingga penting untuk menjadi garda terdepan pembangunan KKBPK. Konsekuensi logis dari kebijakan ini adalah digulirkannya berbagai kegiatan di tingkat desa. Pada saat yang sama, kapasitas dan kualitas pengelola program lini lapangan terus ditingkatkan.(*)

Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu meninjau gudang alat dan obat kontrasepsi (Alokon) BPPKB Kabupaten Bandung untuk mengecek ketersediaan dan pelaksanaan distribusi alokon setelah diberlakukannya pelayanan KB era JKN.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menyampaikan rencana akselerasi program KKBPK didampingi Kepala BP3AKB Jawa Barat Nenny Kencanawati pada kegiatan Konsolidasi Program KKBPK di Jawa Barat. Acara dipandu Sekretaris BKKBN Jawa Barat Ida Indrawati.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menyampaikan materi tentang Pembangunan KKBPK Jawa Barat 2014 pada kegiatan capacity building petugas lini lapangan program KB yang diselenggarakan BPPKB Kabupaten Bekasi.

Direktur Bina Lini Lapangan BKKBN Chammah Wahyuni menyampaikan strategi penggerakkan lini lapangan program KKBPK di hadapan ratusan PLKB se-Kabupaten Karawang. Acara juga dihadiri Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar dan kepala SKPD KB Kabupaten Karawang.

Pengelola program KKBPK se-Jawa Barat mengikuti temu kader PK3 dalam bentuk outbond dan off-road di kawasan wana wisata Cikole (KBB) dan Ciater (Kabupaten Subang).

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

7


WARTA KHUSUS

Pengendalian Penduduk Susah Move On

B

idang Pengendalilan Penduduk (Dalduk) BKKBN Jawa Barat memulai 2014 dengan penuh optimisme. Sejumlah indikator kinerja yang disodorkan BKKBN Pusat sudah terlampaui sejak awal tahun. Sebut saja misalnya kerjasama pendidikan kependudukan dan penyusunan grand design pengendalian penduduk. Bila Jakarta hanya menyaratkan tiga perguruan tinggi, jauh sebelumnya Jabar sudah terlebih dahulu menjalin kerjasama dengan tujuh perguruan tinggi. Pun dengan grand design yang sudah tuntas setahun sebelumnya. Pede sudah berdiri di barisan depan, Jabar pun menggulirkan ide baru. Tahun 2014 ini membuat profil kependudukan dan keluarga berencana di 2.000 desa. Menurut Kepala Bidang Dalduk BKKBN Jabar Yudhi Suryadhi, profil ini melengkapi data monografi desa yang akan dipasang di kantor desa setempat. Melihat komponen informasi yang disajikan, boleh dibilang profil keluarga ini semacam rekap dari peta keluarga yang tersebar di kantor rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW). Profil ini meliputi 10 informasi utama keluarga di setiap desa.

8

TEMU ILMIAH KEPENDUDUKAN

Profil diawali dengan nama desa, kecamatan, dan kabupaten. Berikutnya, data disajikan dalam bentuk matriks. Di sana disajikan nama dusun atau RW, jumlah RT, keluarga, jiwa, kesertaan berKB, bukan peserta KB, jumlah keluarga menurut tahapan keluarga sejahtera (KS), kelahiran, kematian, dan mutasi keluarga.

obat kontrasepsi, terdiri atas IUD, metode operasi wanita (MOW), metode operasi pria (MOP), implant, suntik, pil, dan kondom. Adapun data bukan peserta KB dirinci menjadi hamil, ingin anak segera, dan unmet need. Tahapan KS

Data kesertaan KB meliputi penggunaan alat dan

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014

Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu menerima cinderamata dari Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Feraris pada kegiatan Temu Ilmiah Kependudukan yang digagas IPADI dan BKKBN di kampus Unpad Jatinangor.


WARTA KHUSUS meliputi prasejahtera (Pra-KS), KS I, KS II, KS III, dan KS III+. Sementara jumlah keluarga dibagi ke dalam dua kelompok: pasangan usia subur (PUS) dan bukan PUS. Di luar itu, data disajikan berdasarkan kategori jenis kelamin: laki-laki dan perempuan. “Terus terang kami belum melakukan evaluasi terhadap

2.000 profil kependudukan dan KB tersebut. Apakah data tersebut diperbarui? Atau, jangan-jangan hanya sekali dibuat, setelah itu selesai. Untuk 2015 kami menargetkan agar seluruh desa memiliki profil keluarga tersebut.

Pokoknya tambah saja dulu,” kata Yudhi. Yudhi ngotot menambah profil keluarga lantaran ingin menjadikan desa sebagai pusat data kependudukan dan keluarga berencana secara akurat. Selama ini, sambung Yudhi, tidak ada data pasti mengenai migrasi. Angka-angka migrasi yang selama ini muncul merupakan hasil survei yang sampel maupun populasinya terbatas. Pada saat yang sama, data kependudukan dan KB sangat diperlukan untuk pembangunan di desa. Bagaimana dengan keberadaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga? Mencermati paparan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat pada rapat kerja daerah awal 2014 lalu, pada 2014 ini diharapkan sudah terbentuk dua BKKBD. Hasilnya, sampai 2014 beranjak pergi hanya Kabupaten Sukabumi yang memiliki BKKBD. Yudhi juga mengaku bingung grand design yang diminta Halim itu khusus mengatur pengendalian penduduk atau pembangunan kependudukan secara keseluruhan. Bila yang

Direktur Kerjasama Pendidikan Kependudukan BKKBN Eddy Hasjmi, Ketua Umum IPADI Priyono Tjiptoherijanto, dan Rektor Unpad Ganjar Kurnia menjadi narasumber talkshow tentang kependudukan di salah satu TV swasta Jawa Barat.

diminta “hanya” pengendalian penduduk, maka tugas Suci sudah selesai sejak 2012 lalu. Ya, walaupun sampai sekarang belum ada pernyataan resmi bahwa dokumen tersebut diterbitkan. Sementara bila yang diminta itu rencana induk pembangunan kependudukan, maka pekerjaan itu sesungguhnya masih barang setengah jadi. “Waktu kami menyusun rencana induk itu, Kemenko Kesra belum menerbitkan grand design pembangunan kependudukan. Ini yang membuat kami bingung, apa sesungguhnya yang harus dibuat,” kata Yudhi seraya menambahkan sampai 2014 ini tercatat baru enam kabupaten dan kota yang telah menuntaskan rencana induk kependudukan di daerah masing-masing. Nah, lho. “Malah beberapa daerah tidak berhasil membentuk tim penyusun,” Yudhi menambahkan. Di sisi lain, dari belasan perguruan tinggi negeri dan ratusan perguruan tinggi swasta di Jawa Barat, BKKBN masih susah move on dari tujuh perguruan tinggi. Tahun ini juga belum ada penambahan Koalisi Kependudukan maupun Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan.(*) Contoh profil kependudukan dan keluarga berencana tingkat desa yang dipasang di sedikitnya 2.000 kantor kepala desa di Jawa Barat. Profil ini memuat informasi program KKBPK secara menyeluruh.

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

9


WARTA KHUSUS

BKKBN Kembangkan Model Pembinaan Keluarga TKI Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal tak memungkiri tingginya sumbangsih tenaga kerja Indonesia (TKI) bagi perekonomian tanah air. Sayangnya, remiten tinggi devisa tersebut harus mengorbankan ketahanan keluarga di kampung halaman. Inilah yang kemudian mendorong BKKBN untuk turun tangan ambil bagian dalam meminimalisasi dampak negatif bagi keluarga melalui pengembangan model Integratif Solusi Strategik Keluarga TKI. “Kita harus berterima kasih kepada sahabat-sahabat kita yang berjuang, berkeringat atau bahkan sampai berdarah-darah demi beban meringankan beban tenaga kerja di tingkat daerah dan nasional. Mereka membantu keluarga dan daerah dengan menyalurkan dana. Lebih dari itu, mereka adalah pahlawan devisa yang memperkuat rupiah melalui masuknya dana dari luar,” kata Fasli Jalal saat meluncurkan model Integratif Solusi Strategik Keluarga TKI di Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Rabu pagi 15 Oktober 2014. Fasli lantas mengajak Bupati Indramayu, Kepala Badan

PELUNCURAN DESA PERCONTOHAN TKI

Memanusiakan Kemb Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan para pemangku kepentingan lainnya untuk membandingkan dua perlakuan berbeda terhadap korporasi yang berniat menanamkan modalnya atau membuka lahan usaha di Indonesia dengan para TKI. Ketika perusahaan asing berniat menanamkan investasi Rp 500 miliar, maka sambutan hangat

datang dari mana-mana. Tak kurang dari presiden, gubernur, atau bupati menemui mereka. Mereka juga mendapatkan keringanan pajak hingga bantuan kemudahan dalam memperoleh izin. Lalu, bagaimana dengan TKI? Fasli mencatat sampai saat ini sumbangan devisa TKI mencapai lebih dari Rp 100 trilin. Wow! Jumlah ini sebanding dengan

Sejumlah anak dari keluarga TKI mencurahkan perasaannya menjalani keseharian tanpa kehadiran seorang ibu di hadapan pimpinan BKKBN, Kepala BNP2TKI, Bupati Indramayu, dan pemangku kepentingan program KKBPK di Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu.

10

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014

Kepala BKKBN Fasli Jalal didampingi Bupati Indramayu Anna Sophanah dan Kepala BNP2TKI meninjau salah satu PAUD yang diproyeksikan menjadi BKB HI di Kabupaten Indramayu.


WARTA KHUSUS yang setiap saat memberikan rangsangan itu adalah ibu. Ibulah yang memberikan rangsangan dalam memperkenalkan rasa, warna, sosialisasi, gerakan otot, maupun rangsangan lain. Kepergian ibu mengakibatkan kekosongan dalam menstimulasi tumbuh kembang anak,” Fasli melanjutkan. Karena itu, sambung guru besar ilmu gizi tersebut, masyarakat tidak perlu menyalahkan para TKI. Para TKI telah menunaikan kewajibannya. Kini giliran permintah, tetangga, dan masyarakat sekitarnya untuk memberikan kompensasi atas perjuangan para TKI dengan cara memberikan jaminan pada tumbuh kembang anak dan ketahanan keluara yang ditinggalkan.

bali Keluarga TKI modal ratusan perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat yang sama, martabat TKI –terlebih tenaga kerja ilegal– nyaris tidak dihargai. Sederet kasus yang menimpa TKI menunjukkan betapa rentannya mereka terhadap kekerasan atau bahkan penipuan. Melalui model pengembangan keluarga terintegrasi tersebut, Fasli berharap para TKI mampu mengatrol martabat mereka di hadapan majikan maupun bangsa lain. Para TKI diharapkan mampu bernegosiasi saat membuat kesepakatan kerja dengan para majikan. Dengan begitu, perlindungan terhadap TKI makin meningkat. Mereka terlindungi dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan sewenang-wenang. Ya, karena

TKI juga manusia. “Karena itu, kita harus mendukung kesejahteraan dan tumbuh kembang anak dalam keluarga TKI, para pejuang devisa tersebut. Kita yang harus bertanggung jawab karena mereka sudah menunaikan kewajibannya. Mereka membuka lapangan kerja, tidak membebani tenaga kerja dalam negeri yang sangat sempit, memberikan dana segar yang mampu memperkuat rupiah kita. Anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya itu kini menjadi tanggung jawab kita,” ungkap Fasli. “Bayangkan, ketika seorang anak dalam usia emas, ketika stimulasi syaraf itu harus dilakukan sekaya mungkin, tapi ibunya pergi. Padahal yang

Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Suyono Hadinoto menjelaskan, berdasarkan data BNP2TKI, jumlah tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di berbagai negara dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2012 berjumlah 1.657.215 jiwa dengan jumlah tenaga kerja wanita (TKW) mencapai 78 persen. Angka ini cukup mengkhawatirkan mengingat perubahan peran perempuan sebagai pemelihara rumah menjadi pencari nafkah utama keluarga berperan besar terhadap perubahan struktur keluarga secara luas. “Untuk mengetahui dampak dari perubahan peran tersebut, BKKBN melakukan kajian di Kabupaten Indramayu. Dalam kajian tersebut, BKKBN menemukan bahwa migrasi ke luar negeri, terutama oleh perempuan, memberi dampak yang luar biasa terhadap perubahan struktur keluarga dan implikasinya baik secara makro maupun mikro,” kata Suyono.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

11


WARTA KHUSUS

Rapor Merah KB MKJP Tahun 2014 benar-benar tahun yang berat bagi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat. Terlebih untuk pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Ini terungkap dari hasil pencapaian kontrak kinerja provinsi (KKP) pada indikator kedua, jumlah peserta baru (PB) KB MKJP. Terdapat 16 dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat tercatat memiliki rapor merah. Pada awal tahun lalu, KKP menyebut target PB MKJP sebanyak 415.619 atau 31,36 dibanding total PB yang diharpakan terpenuhi pada 2014. Hasilnya, sampai Desember 2014, jumlah PB MKJP hanya terpenuhi 255.598 atau 57,70 persen dari target. Angka ini ekuivalen dengan 18,09 persen dari total PB yang mampu diraih. Raihan paling buruk KB MKJP terdapat pada metode operasi pria (MOP) atau vasektomi. Dari target 4.976 orang, hanya terpenuhi 2.375 orang atau 44,79 persen saja. Hanya metode operasi wanita (MOW) alias tubektomi yang terbilang lumayan karena “berhasil” meraih rapor kuning dengan 78,68 persen dari target, sebanyak 17.883 orang. Sementara IUD dan implant masing-masing 124.425 orang (57,93 persen) dan 110.915 orang (55,43 persen). Meski begitu, secara keseluruhan jumlah peserta aktif (PA) atau

12

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS persen dan 5 persen. Sementara itu, MOW dan MOP berkisar pada proporsi 3 persen dan 1 persen. Kondom sendiri yang relatif mudah didapat hanya menyumbang 2 persen saja untuk kesertaan ber-KB di Jawa Barat.

contraceptive prevalence rate (CPR) KB MKJP terbilang bagus. Sampai Desember 2014 kemarin, jumlah PA MKJP mencapai 1.489.929 orang atau sama dengan 21,29 persen dari CPR Jawa Barat. Dibandingkan dengan target 22,69 persen, berarti kini sudah berada pada angka 93,81 persen dari target. Seperti halnya PB, PA juga didominasi pengguna kontrasepsi IUD sebanyak 854.301 orang atau 110,25 persen dari target semula sebanyak 643.745 orang. Secara keseluruhan, proporsi peserta KB baru atau PB di Jabar sepanjang 2014 masih sangat didominasi suntik dan pil. Dari total 1.412.560 PB, 54 persen di antaranya merupakan pengguna KB suntik. Adapun pengguna

pil KB berkisar pada angka 25 persen alias seperempat dari total PB. IUD yang tampil cemerlang di ranah MKJP hanya menyumbang sekitar 9 persen terhadap keseluruhan PB. Implant terpaut sedikit dengan proporsi 8 persen. Sementara kondom, MOW, dan MOP, masing-masing 3 persen, 1 persen, dan kurang dari satu persen. Lanskap PA KB di Jawa Barat juga tak jauh berbeda dibandingkan dengan PB. Sampai Desember 2014, terdapat 3.708.615 PA atau 53 persen dari 6.998.177 PA merupakan peserta KB suntik. Pengguna pil KB berjumlah 1.691.451 orang atau sekitar 24 persen dari total peserta KB aktif. Adapun IUD dan implant masing-masing 12

Ketua Persit Bhayangkari Jawa Barat Ny. Iriawan meninjau pelayanan KB implant saat berlangsungnya bakti sosial KB di Kabupaten Sumedang. Acara ini juga turut dihadiri Kapolda Jawa Barat Irjen Pol. M. Iriawan.

Sebaran rapor merah PB MKJP boleh dibilang ironis. Bila Kota Banjar sukses menyumbang 51,53 persen PB-nya sebagai peserta MKJP, Kabupaten Indramayu malah tak sanggup memenuhi sepersepuluhnya sekalipun. Dari target 84.533 PB MKJP, Indramayu hanya mampu 6.713 saja atau hanya 7,94 persen. Daerah lain yang memiliki mersentase PB MKJP buruk adalah Kabupaten Bogor. Dari target 153.127 PB MKJP, kabupaten paling gemuk di Jawa Barat ini hanya berhasil 14.072 atau 9,19 persen dari target. Di luar pemilik rapor merah, kinerja lumayan untuk PB MKJP sebagai berikut: Kota Banjar (51,53 persen), Kabupaten Kuningan (34,28 persen), Kabupaten Garut (32,38 persen), Kabupaten Ciamis (31,17 persen), Kota Bandung (30,31 persen), Kota Cirebon (29,49 persen), Kabupaten Bandung (27,82 persen), Kota Sukabumi (25,83 persen), Kabupaten Bandung Barat (25,04) persen, Kota Cimahi (24,20 persen), dan Kabupaten Sukabumi (23,89 persen).(*) Seorang TPK dibantu mahasiswa salah satu sekolah tinggi kesehatan membantu pelayanan KB saat berlangsungnya Bakti TNI di Kota Bandung. Kota Bandung marupakan salah satu daerah dengan pencapaian KB di Jawa Barat.

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

13


WARTA KHUSUS Kontingen Jawa Barat berpose bersama segenap ofisial usai memenangkan Lomba Rap Tingkat Nasional 2014 . Jawa Barat sukses menjadi yang terbaik di ajang tahunan kampanye kreatif kesehatan reproduksi tersebut.

Seorang narasumber menyampaikan materi pada kegiatan rapat koordinasi peningkatan kualitas pelayanan MOP bagi tim medis kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Pertemuan ini juga diisi dengan evaluasi pelayanan KB Pria di wilayah tertinggil, terpencil, dan perbatasan.

Pemenang Lomba Rap tingkat Jawa Barat berpose bersama 10 terbaik dan panitia dari BKKBN Jawa Barat. Pemenang lomba tingkat provinsi ini menjadi utusan Jawa Barat pada lomba serupa tingkat nasional.

Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Dedi Kusnadi Thamim membuka kegiatan Bakti TNI-KB-Kesehatan di wilayah teritorial Kodam Siliwangi yang meliputi Jawa Barat dan Banten di Serang, Banten. Kemitraan BKKBN-TNI merupakan salah satu kunci sukses pelaksanaan program KKBPK di Indonesia.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Ketua IBI Jawa Barat, perwakilan Dinas Kesehatan Jawa Baratm, dan Kepala Bidang KBKR BKKBN Jawa Barat menjadi narasumber pada kegiatan penggalangan kesepakatan pelaksanaan pelayanan KB di Jawa Barat. Acara ini dihadiri pengurus IBI Jawa Barat dan Kabupaten/Kota.

Rabu, 1 Januari 2014, menandai babak baru program keluarga berencana (KB) di Indonesia. Babak ini tidak lepas dari berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh warga negara melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bagaimana pelayanan KB di Jawa Barat setelah berlakunya JKN? “Untuk program KB, 2014 itu tahun yang sangat sulit. Sulit sekali. Boleh dikata, BPJS-nya sendiri belum siap,” kata Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Barat Rakhmat Mulkan saat ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini. Rakhmat tidak memungkiri JKN merupakan sebuah sistem jaminan terbaik yang disiapkan pemerintah untuk melayani warganya. Sayangnya, itu saja tidak cukup. Selain sosialisasi yang belum merata, kesiapan pelaksana di lapangan juga kedodoran. Belum lagi menyangkut kecilnya fulus yang diterima tenaga kesehatan ketika memberikan pelayanan kepada pasien. Bagi program KB, masalah makin rumit lagi. Sesuai misinya, JKN sedianya diperuntukkan sebagai pelayanan kesehatan kepada mereka yang sakit. Wajar bila kemudian fasilitas kesehatan (Fakses) mengutamakan pasien-pasien dari kalangan ini. Sementara itu, pelayanan KB yang nota bene diberikan kepada pasien segar-bugar kerap kali tidak menjadi prioritas untuk dilayani. “Khusus MOW dan MOP

14

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS

PELAYANAN KB MKJP DI GARUT

Karut-marut Tahun Transisi Pelayanan KB Era JKN di Jawa Barat kan tidak boleh dilakukan di tingkat pertama, FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama). Kesulitannya, ketika ada calon peserta MOW atau MOP datang ke rumah sakit, apakah itu sudah terjadwal atau belum? Yang diutamakan itu pasti yang sakit, pasti yang harus dioperasi. Di beberapa rumah sakit sudah punya jadwal sebulan sekali. Tapi tetap saja, OPD KB datang tidak mudah. Alasannya, ruang operasi masih digunakan sehingga harus menunggu keluar dulu pasien,” keluh Rakhmat. Soal fulus lebih rumit lagi. Ternyata, rumah sakit belum memiliki kode khusus untuk mengklaim pelayanan KB kepada BPJS. Biasanya, pelayanan tubektomi masih

dikelompokkan dalam pasien dengan kasus ganguan tuba sehingga memerlukan tindakan operasi. Sementara untuk pemasangan implant dan IUD, sebagian tenaga kesehatan mengeluhkan kecilnya tarif pelayanan. “Tarif pelayanan implant dan IUD itu hanya Rp 6.000. Suntik KB lebih kecil lagi, hanya Rp 3.000. Ini kecil sekali. Begitu juga dengan vasektomi hanya hanya berkisar Rp 450 ribu,” kata Rakhmat. Karut-marut pelayanan KB era JKN juga tampak ketika Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Karawang menolak membayar klaim dari pelayanan KB yang dilakukan dalam kegiatan bakti

sosial. Akibatnya, rumah sakit yang sedianya melayani calon peserta KB urung memberikan pelayanan. Menurut Rakhmat, pihak rumah sakit khawatir tidak bisa mengklaim biaya pelayanan kepada BPJS Kesehatan. Masalah tak berhenti di situ. BKKBN yang sudah diamanatkan menjadi penyedia kebutuhan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) nyatanya kedodoran juga. Alih-alih mendistribusikan alokon hingga ke faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pengadaan kontrasepsi tersendat tidak karuan. Gudang alokon di Jawa Barat misalnya, sepi kiriman sejak April hingga September 2014. Pengadaan berikutnya tersendat-sendat hingga akhir tahun.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

15


WARTA INDIKATOR UTAMA KINERJA 2014

16

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


INDIKATOR KINERJA 2014

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

17


WARTA KHUSUS Kontingen Remaja Jawa Barat berpose bersama Deputi KSPK BKKBN, Wakil Bupati Bandung Barat, Direktur Bina Ketahanan Remaja BKKBN, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat pada kegiatan Jambore PIK Remaja/Mahasiswa Tingkat Nasiona 2014 di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Peserta training of trainer program ketahanan keluarga Jawa Barat mengikuti salah satu sesi dinamika kelompok. Selama 2014 ini, BKKBN Jabar melatih ribuan kader ketahanan keluarga. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk implementasi Tahun Lini Lapangan yang dicanangkan BKKBN Jabar.

Deputi KSPK BKKBN Sudibyo Alimoeso menjadi narasumber talkshow televisi tentang revitalisasi Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) bersama Andalan Daerah urusan Saka Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Barat.

Salah satu sesi pelatihan kader bina ketahanan keluarga berupa pembuatan rumah menggunakan sedotan minuman. Seri pelatihan ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan inisiatif baru (new initiative) program PK3.

Kepala BKKBN Fasli Jalal didampingi Deputi KSPK BKKBN Sudibyo Alimoeso, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah, dan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati meninjau stan pameran produk UPPKS pada saat berlangsungnya Rakernas Asosiasi Kelompok UPPKS (AKU) di Kota Bandung.

18

Inisiatif Baru Ketahanan Keluarga Ihwal New Initiative Genre dan BKB HI di Jawa Barat Ada yang baru dari program ketahanan keluarga di Jawa Barat tahun 2014 ini. Tidak benar-benar baru memang, melainkan sentuhan baru guna menyempurnakan program yang telah digeber sebelumnya. Adalah program Generasi Berencana (Genre) dan Bina Keluarga Balita (BKB) yang pada 2014 mengembangkan inisiatif baru (new initiative) itu. Melalui inisiatif anyar ini, Genre didorong lebih menyatu antara remaja di satu sisi dan orang tua di sisi yang lain. Adapun BKB didesain tak lagi berjalan solo, melainkan lebih terhubung dan menyatu dengan kegiatan lain yang sama-sama menjadikan anak usia dini sebagai bidikan program. Dalam bahasa program, pengembangan kegiatan BKB menjadi holistik dan terintegrasi. Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) Perwakilan BKKBN Jawa Barat Tetty Sabarniyati menjelaskan, integrasi didasari atas temuan adanya sumbatan informasi antara orang tua dan remaja.

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS

ORIENTASI GENRE BAGI PELAJAR

Pemicunya, remaja dan orang tua mendapatkan informasi secara terpisah. Meski remaja mulai mengakses informasi secara terbuka, sebagian orang tua terjebak dalam pola pikir lama yang menabukan informasi kesehatan reproduksi kepada anaknya. Pilot project BKB HolistikIntegratif (HI) berlangsung di lima kabupaten dan kota. Kelima daerah itu terdiri atas Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kota Tasikmalaya. Adapun pengembangan BKB non-HI atau BKB dasar dilakukan di 10 kabupaten dan kota. “Holistik ditinjau dari sisi materi atau konten program, lebih menyeluruh. Pengelolaannya terintegrasi dengan PAUD dan Posyandu. Intinya, BKB HI itu untuk pengembangan anak usia dini. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan anak, meliputi fisik, kecerdasan, dan kecerdasan. Fisik berkaitan dengan tumbuhnya si anak, kecerdasan berkaitan dengan pendidikan, dan perkembangan dengan pola asuh. Kesehatan di Posyandu, kecerdsasan di PAUD, BKB untuk

perkembangan anak,” terang Tetty. Untuk mewujudkan inisiatif baru tersebut, BKKBN Jabar menginisiasi sejumlah pengembangan kapasitas pengelola maupun orientasi bagi kelompok sasaran. Initiative Genre misalnya, dilakukan melalui serangkaian capacity building bagi pengelola BKR Paripurna di masing-masing kabupaten dan kota. Upaya serupa dilakukan terhadap pendidik sebaya dan konselor sebaya (PSKS) bagi empat PIKR/M dari masingmasing kabupaten. Keempat PIK tersebut beradal dari dua PIKR SLTP, satu PKR SMA, dan satu PIKM di perguruan tinggi. Setiap sekolah atau perguruan tinggi mengirimkan lima orang, terdiri atas PSKS dan guru atau dosen pembimbing. Capacity building juga dilakukan untuk kader BKB di seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Sepanjang 2014, BKKBN Jawa Barat memberikan pelatihan kepada 848 kelompok BKB Dasar plus 154 kelompok BKB Paripurna untuk diproyeksikan menjadi BKB HI. Setiap kelompok diwakili lima kader, sehingga total

kader yang telah dilatih mencapai 5.010 kader BKB. Setelah menjalani capacity building, seluruh PIKR Model maupun BKB HI menerima dana bantuan biaya operasional dan media KIE. BKKBN Jabar juga melakukan orientasi program Genre terhadap pelajar di 2.178 sekolah se-Jawa Barat berupa orientasi. Hanya Kota Cirebon, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang yang absesn melaksanakan orientasi. “Kami berharap dari orientasi tersebut nanti bisa ditindaklanjuti dengan pembentukan PIK,” harap Tetty. Di luar itu, BKKBN juga memberikan fasilitasi bagi kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di seluruh kabupaten dan kota. Bentuknya berupa orientasi bagi 416 kelompok UPPKS, pemberian teknologi tepat guna, dan pemberian sarana untuk keperluan Galeri UPPKS du 10 kabupaten dan kota. “Hasilnya sudah nampak. Pencapaian KKP akhir tahun cukup bagus. Dari kuning jadi hijau. PIKR tegar dari merah jadi kuning,” terang Tetty.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

19


WARTA KHUSUS Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat berbincang dengan ratusan remaja saat berlangsungnya orientasi program Generasi Berencana bagi pelajar SMP se-Jawa Barat di Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Sejumlah kader Bina Keluarga Lansia mengikuti pelatihan kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan BKKBN Jawa Barat. Seri pelatihan lansia ini merupakan salah satu upaya mewujudkan lansia tangguh di Jawa Barat.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah meresmikan salah satu Galeri UPPKS di Kota Cimahi. Galeri UPPKS berfungsi sebagai ruang pamer bagi produk-produk UPPKS di kabupaten dan kota yang bersangkutan.

Sejumlah kader progra KKBPK mengendarai kendaraan jenis jip saat mengikuti jambore kader ketahanan keluarga berupa outbond dan off-road di alam terbuka. Para kader ini berkesempatan merasakan sensasi istimewa mulai dari jalanan kota hingga menerobos hutan belantara di utara Bandung Raya.

Sejumlah anak mengikuti kegiatan BKB Holistik Integratif (HI) pada saat pembukaan Bakti TNI KB-Kesehatan tingkat Kodam III/Siliwangi. BKB HI merupakan salah satu bentuk inisiatif baru program PK3 yang mengintegrasikan aspek pendidikan, kesehatan, dan tumbuh kembang anak.

20

Bersama PP Membangun Baru 50% PPKS di Jawa Barat yang Aktif Berkegiatan Sudah lebih dari dua tahun Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) hadir di Jawa Barat, sejak kali pertama diresmikan pada 16 Juli 2012 lalu. Kini, PPKS tak hanya hadir di ibu kota provinsi. Hingga Desember 2014, ternyata seluruh kabupaten dan kota memiliki tempat pelayanan terpadu program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) tersebut. Di kabupaten dan kota, PPKS hadir berkat kerjasama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KKBPK dan pihak ketiga dari unsur lembaga masyarakat.

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS di sana dilakukan konseling terhadap lansia-lansia yang datang. Misalnya ditanya, ‘Ayeuna naon nu karaos?’ Naon wae kegiatan di bumi?’ Memang masih perlu pemantapan di sana-sini. Misalnya menyangkut sosialisasi keberadaan PPKS itu sendiri,” papar Tetty.

KEGIATAN PPKS KENCANA PASUNDAN

PKS, Jemput Bola n Ketahanan Keluarga Di tingkat provinsi sendiri, PPKS Kencana Pasundan sebagai buah kerjasama dengan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat. “Mayoritas dengan Aisyiyah kabupaten dan kota. Ini tindak lanjut dari kerjasama di tingkat provinsi antara BKKBN dengan PWA Jawa Barat. Namun demikian, ada juga yang bekerjasama dengan Fatayat Nahdlatul Ulama dan P2TP2A,” kata Tetty Sabarniyati, Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Jawa Barat. Tetty tidak memungkiri kiprah PPKS di Jawa Barat belum berjalan optimal. Selain keterbatasan sumber daya atau dukungan pemerintah daerah, tersendatnya kiprah PPKS tidak lepas dari kultur masyarakat itu sendiri. Sebagai pusat pelayanan,

idealnya PPKS menjadi tempat bertemuanya konselor dengan masyarakat. Sayangnya, hal itu belum terwujud. Tetty memperkirakan baru sekitar 50 persen PPKS di kabupaten dan kota yang aktif berkegiatan. Sejauh pengamatan Tetty, selama ini pengelola PPKS lebih banyak turun langsung ke tengah masyarakat. Sangat jarang ditemukan adanya masyarakat atau mereka yang mengalami masalah dengan ketahanan keluarga mendatangi PPKS. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Dari yang sedikit itu, sebagian besar di antaranya dilayani di PPKS Kencana Pasundan yang nota bene pusat pelayanan di tingkat provinsi. “Itu pun tetap harus dipancing dulu, tidak langsung datang ke PPKS. Stimulan itu misalnya diadakan senam lansia. Baru

Bagi Tetty, metode jemput bola yang diterapkan PPKS menjadi jembatan penghubung antara fungsi PPKS sebagai pusat konseling dengan keberadaan kelompok kegiatan di masyarakat. PPKS, sambung Tetty, juga berfungsi sebagai pusat rujukan bagi kelompok kegiatan bina ketahanan keluarga. Tetty mencontohkan, ketika seorang kader Bina Keluarga Remaja (BKR) atau Bina Keluarga Balita (BKB) menemukan masalah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat kelompok kegiatan, maka bisa menindaklanjutinya di tingkat PPKS. “Kader memberikan penyuluhan. Kalau ada kasus yang tidak diselesaikan, butuh dokter atau psikolog, itu diharapkan bisa datang ke PPKS. Di PPKS ada konselor yang mencoba memberikan solusi, mencarikan alternatif penyelesaian masalah,” kata Tetty. Sebagai catatan, PPKS merupakan tempat pelayanan terpadu program KKBPK. Dalam hal ini, BKKBN membantu memfasilitasi sarana dan prasarana pusat layanan informasi dan dokumentasi KKB, dan layanan konseling keluarga balita. PPKS juga melayani pasangan pranikah, keluarga remaja dan remaja, keluarga lansia dan lansia, KB dan kesehatan reproduksi, keluarga harmonis, dan usaha ekonomi keluarga.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

21


WARTA KHUSUS

PSIKOTES REKUITMEN TPD 2014

2 Ribu TPD, 2 Juta Kesempatan Kerja Salah satu fokus perhatian dari ditetapkannya 2014 sebagai Tahun Lini Lapangan adalah para petugas lapangan itu sendiri. Untuk yang satu ini, Jawa Barat boleh dibilang berada di garda terdepan. Sejak 2010 lalu, Jabar mendapat suntikan tenaga baru, tenaga penggerak desa (TPD), guna menambal petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) yang rontok dalam satu dekade terakhir.

Purwakarta, Bekasi, dan Pangandaran. Satu-satunya kota yang mendapat alokasi adalah Kota Bogor. Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) Rudy Budiman menjelaskan, rasio Kabupaten Pangandaran masih sangat tinggi. Daerah otonomi baru (DOB) tersebut hanya memiliki dua PLKB. Setelah ditambah TPD, seorang petugas masih harus menggarap 3-4 desa.

Pada 2014 ini, Gedung Sate menggenapkan jumlah TPD dari 1.506 menjadi 2.000 orang. Penambahan 496 TPD tersebar di 15 kabupaten dan kota yang selama ini rasio petugas terhadap desanya masih jomplang. Daerah tersebut termasuk kabupaten bungsu Jawa Barat, Kabupaten Pangandaran.

“Rekruitmen dilakukan secara terbuka melalui website resmi BKKBN Jabar. Penilaian dilakukan secara objektif terhadap semua pelamar yang memenuhi persyaratan. Kami mensyaratkan minimal SLTA, harus berdomisili di kecamatan bersangkutan, usia maksimal 35 tahun, dan bagi yang sudah berkeluarga punya anak maksimal dua orang,” terang Rudy.

Selain diharuskan memenuhi persyaratan administratif dan tes tertulis, terang Rudy, pelamar harus menjalani wawancara dan psikotes. Tahapan ini dilakukan untuk melihat motivasi kerja bersangkutan. Selanjutnya, 496 calon TPD menjalani pelatihan selama seminggu di Balai Pendidikan dan Pelatihan KKB Nasional yang tersebar di empat kota di Jabar. “Kalau kerja kurang greget, percuma saja. Makanya kita adakan psikotes,” Rudy menambahkan.

Ada catatan khusus untuk penerimaan TPD tahun ini. Sebagai bagian dari skema

Rudy menegaskan, semua peserta wajib mengikuti tahapan rekruitmen. Termasuk pelatihan

Ke-15 daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang,

22

pembukaan 2 juta kesempatan kerja Gubernur Ahmad Heryawan, maka peluang diberikan kepada mereka yang benar-benar belum bekerja. Karena itu, pelamar tidak diperkenankan bagi mereka yang sudah bekerja atau mahasiswa yang nota bene tidak masuk dalam kategori pengangguran terbuka.

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS selama sepekan tadi. Mereka yang absen pelatihan dianggap mengundurkan diri. Meski begitu, tidak ada sanksi bagi mereka yang mengundurkan diri. Pun dengan mereka yang mengundurkan diri setelah pelatihan.

Tiga pelawak menghibur ratusan peserta kegiatan KIE program KKBPK berbasis seni budaya di Local Education Center (LEC) Kabupaten Garut. Kegiatan serupa berlangsung di seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Barat dengan tema dan narasumber berbeda dari berbagai kalangan.

“Memang ada sejumlah TPD yang mengundurkan diri setelah mengetahui beban kerja yang harus diemban seorang petugas lapangan KB. Untuk menambalnya, kami mengacu kepada daftar tunggu di bawahnya. Syaratnya, calon yang naik jadi TPD berasal dari kabupaten atau kota yang sama. Prosesnya kami serahkan kepada SKPD KB di kabupaten tersebut,” papar Rudy.

Dua petugas lapangan program KKBPK menjelaskan pilihan kontrasepsi kepada pengunjung Festival KIE Jawa Barat di Lapangan Brigif Cimahi. Festival ini melibatkan kader program KKBPK, pengelola radio komunitas, dan sekolah menengah kejuruan di Jawa Barat.

Direktur Advokasi dan KIE BKKBN Yunus Patriawan Noya bersama Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar dan dua pejabat eselon III menjadi narasumber pada kegiatan peningkatan kompetensi tenaga pengelola radio komunitas di Kota Bandung. Acara ini diikuti seluruh radio komunitas mitra BKKBN Jabar yang tergabung dalam Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jabar.

Sebagai catatan, sampai akhir 2014 ini, sumber daya lini lapangan Jawa Barat terbilang lumayan. BKKBN mencatat, Jabar memiliki 1.522 PLKB dan penyuluh keluarga berencana (PKB), 2.000 tenaga penggerak desa/kelurahan (TPD/K) yang bersumber dari pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi, dan 175 TPD yang bersumber dari APBD kabupaten dan kota. Menyimak angka di atas, berarti sampai Jabar sudah memiliki 3.697 lini lapangan di level desa atau kelurahan. Dibanding jumlah desa di Jabar sebanyak 5.957 desa, berarti rasio petugas terhadap desa/kelurahan sudah di bawah dua. Dengan angka sedikit berbeda, Bidang Adpin BKKBN Jabar mencatat rasio 1,86. Artinya, satu PLKB/PKB/ TPD/K menggarap 1-2 desa. Angka ini sudah lebih baik dibanding standar pelayanan minimam (SPM) pelayanan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera (KB/KS) yang mensyaratkan rasio 1:2 pada 2014.(*)

Anggota Komisi IX DPR RI drg. Putih Sari menjadi narasumber pada kegiatan sosialisasi program KKBPK di Kabupaten Bekasi. Kunjungan kerja wakil rakyat ini memadukan kegiatan silaturahim dan edukasi program KKBPK kepada masyarakat.

Kepala Sub Bidang Data dan Informasi BKKBN Jawa Barat Irfan Indriastono menjelaskan sistem kerja CliKKB, metode pelaporan KB berbasis telepon pintar dengan memanfaatkan platform sistem operasi Android. Sistem ini diujicobakan di Kabupaten Bandung. PEMBUKAAN JAMBORE

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

23


WARTA KHUSUS

SIARAN RADIO KOMUNITAS

Mendekatkan Komunitas Melalui Radio Komunitas Kerjasama apik Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat dengan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat makin mesra. Sepanjang tahun 2014, BKKBN Jabar menggandeng 65 radio komunitas (Rakom) dari 27 kabupaten dan kota. Setahun sebelumnya, kerjasama serupa dijalin dengan 50 rakom. Selama ini rakom di Jawa Barat memang aktif membantu pemerintah dalam mempromosikan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Langkah ini ditempuh dengan cara pemutaran iklan layanan masyarakat (ILM), talkshow interaktif, maupun pertemuan-pertemuan off-air yang di dalamnya mempertemukan masyarakat dengan pengelola program KKBPK di masing-

24

masing daerah. “Selama ini masyarakat sudah mengetahui program KB. Sayangnya pengetahuan tersebut kurang diiringi dengan keinginan untuk menjadi peserta KB. Nah, kami di JRK siap membantu memfasilitasi pemerintah membantu menyampaikan informasi sekaligus mengedukasi masyarakat agar terlibat secara aktif dalam program KB,” kata Ketua JRK Jawa Barat Adi Rumansyah. Adi menjelaskan, saat ini Jabar memiliki jumlah rakom terbanyak di Indonesia. Dengan begitu, tersedia sumber daya melimpah untuk terjun langsung ke tengah masyarakat guna menyosialisasikan program KKBPK. Ihwal pemilihan rakom ini, Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN

Jawa Barat Rudy Budiman menjelaskan, saat ini pendekatan kepada masyarakat mengalami perubahan. Berkurangnya petugas lini lapangan baik yang formal maupun informal serta pencapaian program yang belum sesuai harapan maka semakin disadari bahwa dalam pelaksanaan program KB, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri. Dengan demikian, pola penggarapan advokasi dan KIE di lapangan lebih banyak melibatkan berbagai sektor dan program lain, salah satunya adalah rakom. “Radio Komunitas memiliki peran dan fungsi yang dinilai cukup strategis dalam melaksanakan KIE, khususnya melakukan edukasi program KKBPK secara langsung kepada sasaran. Dalam hal ini komunitasnya sendiri. Pemanfaatan rakom dalam mengedukasi program KKBPK telah dirintis

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS sejak tahun 2013, dan terus akan dikembangkan,” papar Rudy. Rudy tidak memungkiri masih ditemukannya sejumlah kendala di lapangan. Dia mencontohkan, dari semula 65 rakom yang sepakat bekerjasma pada awal tahun, tidak semuanya berjalan hingga tuntas. Hasil blusukan ke 65 rakom yang tersebar di seantero Jabar ditemukan adanya rakom yang berhenti beroperasi. Secara teknis, banyak kendala yang belum bisa ditanggulangi. Sebuat saja misalnya kaitannya dengan rusaknya peralatan, kekosongan pengelola, hingga bubarnya komunitas. Dari aspek sumber daya, rakom memiliki keterbatasan dalam menghadirkan narasumber maupun mengumpulkan masyarakat. “Setelah keliling, ada sebagian rakom yang rusak. Ada yang pemancarnya kena petir, ambruk karena badai, dan lain-lain. Kalau kena petir kan praktis tidak bisa jalan. Kita hentikan bantuan operasionalnya. Kita tidak bisa membantu perbaikan sarana karena memang tidak ada peruntukan dananya,” kata Rudy. Meski begitu, secara umum kerjasama BKKBN-JRK berjalan efektif. Daerah-daerah rendah atau bahkan punggungan gunung yang selama ini susah menerima informasi mulai tersentuh. Rakom juga dianggap memiliki kelebihan lain berupa kedekatan antara pengelola radio dengan masyarakat atau komunitas. Dengan begitu sekat informasi semakin terkikis. Tidak kalah pentingnya, rakom itu pada umumnya menggelar jumpa pendengar. Pada saat itulah terjalin komunikasi lebih intensif antara rakom dengan masyarakat.(*)

Kepala BKKBN Fasli Jalal berpose bersama Ketua Dharma Wanita Persatuan BKKBN Pusat Ny. Fasli Jalal, Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu, Inspektur Utama BKKBN Mieke Sangian, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Siti Fathonah di stan pameran DUAANAK.COM pada peringatan Hari Keluarga Nasional XX di Kota Surabaya. Ketua Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat Adi Romansyah menjelaskan peta situasi radio komunitas di Jawa Barat saat berlangsungnya workshop KKBPK bagi pengelola radio komunitas di Kabupaten Indramyu.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menjelaskan salah satu koleksi media KIE program KKPBK yang dipamerkan di arena peringatan Hari Ibu tingkat Jawa Barat 2014. BKKBN Jabar terus mengembangkan media KIE berbasis kreativitas lokal Jawa Barat.

Wakil Bupati Garut Helmi Budiman bersama Kepala BPPKB Kabupaten Garut, Ketua IPKB Jawa Barat, dan Ketua IPKB Kabupaten Garut menjadi narasumber temu media di sela pelantikan pengurus IPKB Garut di Pendopo Kabupaten Garut. IPKB merupakan salah satu mitra strategis program KKBPK di Jawa Barat.

Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan menyerahkan plakat penghargaan kepada Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar pada penutupan Bakti TNI-KB-Kesehatan di Gedung Sate, Kota Bandung.

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

25


WARTA KHUSUS Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat Pintauli Siregar turut mendampingi seorang PLKB menemui warga saat berlangsungnya praktik refreshing program KKBPK bagi pengelola program tingkat lini lapangan. Metode terjun langsung ke lapangan ini benar-benar menyegarkan para petugas. Peserta refreshing PLKB melakukan praktik KIE di Balai Latihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat. Selain menggairahkan kembali semangat para petugas, refreshing juga sukses mendongkrak pencapaian kinerja program KKBPK, baik pelayanan maupun advokasi dan penggerakkan.

Sejumlah peserta pelatihan serius menyimak pemaparan narasumber saat berlangsungnya refreshing PLKB yang memanfaatkan salah satu ruangan di kabupaten. Selain di Balatbang BKKBN, kegiatan ini berlangsung tersebar di sejumlah tempat terpisah di Jawa Barat.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar membuka kegiatan pelatihan demografi bagi kepala desa di balatbang BKKBN Jawa Barat , Jalan Sederhana, Kota Bandung. Sepanjang 2014 sedikitnya 120 desa mengikuti pelatihan KKBPK yang diprakarsai BKKBN Jabar.

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar meninjau langsung kegiatan refreshing pengelola program KKBPK di salah satu kantor desa di Jawa Barat. Pelatihan di desa ini benarbenar membawa para petugas pada realitas program KKBPK di lapangan.

26

Gebyar Tahun Lini Lapangan tak hanya semarak pada tataran operasional. Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat pun tak ketinggalan. Bila sebelumnya seabrek pelatihan cukup dihelat di ruang kelas, tahun ini diboyong ke lapangan. Para petugas lapangan diajak kembali mengunjungi desa, para kepala desa dirangkul, bidan desa didekati. Hasilnya, bukan hanya mengingatkan kembali para petugas lapangan dengan tugas-tugas mereka, melainkan hadirnya gairah baru dalam pengelolaan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Yang mencengangkan, ternyata riuh rendah iklan keluarga berencana di televisi belum mampu menggairahkan program di akar rumput. “Saya bilang kepada kepala desa, ‘Masa sih Pak Kades tidak ada secuil pun dana untuk KB?’ Mereka menjawab, ‘Oh, ternyata tugas kami tidak hanya ngurus lahan, bangunan, dan KTP, ya?’ Rupanya kepala desa kita belum mendapat pemahaman tentang program KKBPK,” kata Kepala Bidang Latbang BKKBN Jabar Pintauli Siregar menceritakan pengalamannya berbincang dengan seorang kepala desa. Dialog itu pula yang menyadarkan Pinta, sapaan akrab Pintauli Siregar, ternyata program KKBPK tak benar-benar membumi, bahkan di kalangan penyelenggara pemerintahan sekalipun. Wajar bila kemudian program yang sempat melambungkan nama Indonesia di pentas global tersebut seolah sunyi senyap. Kondisi ini

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


WARTA KHUSUS

PELATIHAN DEMOGRAFI BAGI KEPALA DESA

Membumikan Kembali Program KB di Desa diperburuk dengan kurangnya pengayoman dari para petugas lapangan. Menurut pengakuan kepala desa, ternyata ada PLKB yang datang hanya untuk meminta dana untuk keperluan outbond. Nah, lho. Pengakuan dari bidan tak kalah mengagetkan. Pada umumnya PLKB datang hanya untuk meminta laporan pelayanan kontrasepsi. Jarang sekali terjadi dialog bagaimana misalnya meningkatkan kualitas kesertaan ber-KB atau klarifikasi data dengan cara mendatangi peserta KB. Pengakuan ini tak jauh berbeda dengan temuan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar ketika melakukan serangkaian kunjungan kerja di Jabar Selatan beberapa waktu lalu. Seorang bidan praktik mengaku hanya didatangi PLKB ketika mereka membutuhkan data peserta KB. Serangkaian temuan itulah yang kemudian melahirkan inisiatif Bidang Latbang untuk menggelar penyegaran (refreshing) bagi

petugas lapangan di desa. Narasumber pun tak lagi didrop dari widyaiswara reguler BKKBN. Para penyelola program di tingkat kabupaten diajak terlibat penuh. Mereka memfasilitasi penyediaan tempat hingga menentukan daerah yang akan dijadikan lokasi praktik. “Saya mengajak SKPD setempat untuk terlibat. Ayolah mumpung teman-teman lapangan ngumpul, Bapak dan Ibu mau memberikan materi apa? Dari situ muncul keakraban. Selama ini tidak semua kabupaten dan kota bisa mengumpulkan PLKB karena memang APBD-nya tidak ada untuk itu. Melalui proses ini diharapkan muncul sambung rasa di antara pengelola program dengan petugas lapangan,” ujar Pinta. Terobosan ini tak sia-sia. Selain memboyong kembali petugas lapangan ke habitatnya, model ini sukses memberikan output secara konkret. Selama di desa, para petugas diajak terlibat secara nyata dalam pendataan

keluarga hingga pelayanan KB. Output yang bisa dilihat secara kasat mata ini berupa peta keluarga di tingkat RT, profil kependudukan dan keluarga berencana di desa, dan pelayanan KB MKJP itu sendiri. Kepada para kepala desa dan dua aparat desa lainnya, Pinta mengajak mereka untuk mengenal lebih dekat program KKBPK. Penyelenggara pemerintahan ini diajak menelusuri sejarah program, mengapa KB diperlukan, dan tetek-bengek lainnya. Di bagian akhir, setiap desa diminta membuat rencana tindak lanjut yang bisa diimplementasikan di desa masing-masing. “Sambutan kepala desa sangat baik. Selama ini mereka abai karena memang kurang memahami program itu sendiri. Kini, paling tidak kita punya 120 desa model yang kepala desa dan aparatnya sudah kita latih. Mudah-mudahan program KB lebih membumi dan berdaya,” ujar Pinta optimistis.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

27


WARTA KHUSUS

KAWAH CANDRADIMUKA KKBPK

Karena Nasib Ibu Ada di Tangan Dokter dan Bidan Ada agenda besar yang dilakukan BKKBN dalam beberapa tahun terakhir: menurunkan kematian bayi dan ibu melahirkan. Upaya tersebut ditempuh dengan terus memompa peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi. Kualitas ini meluputi kualitas pelayanan dan kualitas alat dan obat kontrasepsi (Alokon) itu sendiri. Sasarannya adalah tenaga kesehatan, baik dokter maupun bidan. Mengapa dokter dan bidan? Ini tidak lepas dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) BKKBN yang “hanya” bertumpu pada penggerakkan dan penyediaan alokon. Sementara ketika sudah menyangkut pelayanan KB, itu sudah menjadi ranah tenaga

28

kesehatan. Sampai 2014 ini tidak kurang dari 5.000 dokter dan bidan yang telah mengikuti pelatihan contraceptive technology update (CTU) di Balai Pendidikan dan Pelatihan KKB Nasional maupun Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Jawa Barat.

atau vasektomi bagi 36 dokter dan 39 pelatihan metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi bagi 39 dokter. Pelatihnya dari Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS), dananya dari kita (BKKBN),” terang Pintauli Siregar, Kepala Bidang Latbang BKKBN Jawa Barat.

“Pada tahun 2014 saja kami sudah memfasilitasi pelatihan CTU IUD dan Implant terhadap 1.275 dan 400 dokter. Ada lagi pelatihan metode operasi pria (MOP)

Pintauli menjelaskan, proyek pelatihan tenaga kesehatan

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014

Refreshing pengelola program KKBPK ini benarbenar menyusuri setiap sudut perkampungan untuk menemukan kelompok sasaran secara tepat dan terarah. Tampak suasana praktik KIE di salah satu sudut ruangan milik warga setempat.


WARTA KHUSUS digenjot besar-besaran sejak 2011 lalu. Pada tahun tersebut, BKKBN melatih tidak kurang dari 3.000 bidan dan dokter di Jawa Barat. Proyek ini berlangsung pada tahun-tahun berikutnya dengan intensitas dan jumlah peserta berbeda-beda. Targetnya jelas, para bidan dan dokter terlibat aktif dalam mendorong calon peserta KB untuk memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). KB MKJP diyakini menjadi salah satu cara efektif menekan kematian ibu dan bayi. Hasil riset menunjukkan, kematian ibu dan bayi dipicu empat terlalu atau lebih familiar disingkat 4T. Keempat hal itu meliputi terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu sering. Nah, pemakaian KB MJKP berupa IUD, implant, MOP, dan MOW ini mencoba mengendalikan bahaya 4T tersebut melalui pengaturan kehamilan. Pertanyaannya, apakah jumlah tenaga kesehatan yang dilatih berbanding lurus dengan kenaikkan jumlah peserta KB MKJP? Untuk sementara, jawaban ini bisa dilihat dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dan 2012. Mengacu kepada hasil SDKI 2007, jumlah peserta KB MKJP di Jawa Barat berturut-turut sebagai berikut: IUD 5,1 persen,

Sampai 2014 ini tidak kurang dari 5.000 dokter dan bidan yang telah mengikuti pelatihan CTU di Balai Pendidikan dan Pelatihan KKB Nasional maupun Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Jawa Barat.

implant 1,3 persen, MOW 1,5 persen, dan MOP 0,4 persen. Adapun hasil SDKI 2012 terdiri IUD 4,1 persen, implant 1,4 persen, MOW 3,1 persen, dan MOP 0,1 persen. Dari angka tersebut tampak adanya stagnasi prevalensi implant yang hanya naik 0,1 persen dan penurunan IUD dan MOP. Hanya MOP yang mengalami kenaikkan signifikan. Angka relatif menggembirakan tampak dari statistik rutin BKKBN Jawa Barat. Sampai akhir tahun, peserta IUD mencapai 12 persen, implant 5 persen, MOW 3 persen, dan MOP 1 persen. Namun perlu dicatat, hasil SDKI tidak bisa dipersamakan dengan statistik rutin. Selalu ada perbedaan mencolok antara data SDKI dengan statistik rutin BKKBN, hasil SDKI selalu lebih kecil dari data rutin BKKBN. “Kalau seluruh bidan bergerak, tidak kurang dari 5.000 orang

Peta keluarga hasil kerja praktik pengelola program KKBPK saat berkegiatan di salah satu RT. Selain menghasilkan peta keluarga, kegiatan ini juga sukses menambah jumlah peserta KB hingga pembuatan profil KKB di desa.

yang sudah kita latih, sebulan dapat satu akseptor saja sudah berapa? Dikali 12 bulan, berarti dalam setahun sudah ada 60 ribu peserta baru (PB). PB kita tidak akan ecek-ecek lagi. Saya sudah bilang ke Rakhmat (Kepala Bidang KBKR BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan), kita sudah latih banyak bidan dan dokter, masa IUD segitu-gitu saja,” ujar Pinta. Pinta mengakui kesulitan melakukan pemantauan kinerja tenaga kesehatan yang sudah mendapat pelatihan. Selain keterbatasan sumber daya, selalu ada masalah klasik ketika pihaknya berurusan dengan tenaga kesehatan. “Makanya saya pengen ngajak ngobrol bidan, ngobrol dari hati ke hati. Ketika memberikan pelatihan itu hasilnya harus kelihatan. Kami di di BKKBN harus melakukan apa untuk mereka,” imbuh Pinta.(*)

Pelatihan refreshing di Kaupaten Purwakarta turut dihadiri segenap pemangku kepentingan di tingkat desa. Tampak sejumlah bintara pembina desa (Babinsa) turut menghadiri rakor desa bersama aparat desa dan petugas lapangan KKBPK.

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

29


KOLOM

TOTAL FOOTBALL PROGRAM KKBPK Sebuah Catatan Akhir Tahun

T

ak perlu diragukan lagi, tahun 2014 merupakan salah satu periode paling penting bagi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Indonesia, juga Jawa Barat. Secara politik, pada tahun ini terjadi suksesi kepemimpinan nasional. Fase ini sangat menentukan karena arah pembangunan nasional sangat ditentukan oleh orientasi kepemimpinan nasional.

Januari 2014. Sebagai bagian dari sistem anyar itu, pelayanan keluarga berencana (KB) turut merasakan karut-marut nasional itu. Garagara aturan baru ini, pelayanan KB terpusat yang biasanya running awal tahun baru bisa dilaksanakan pada bulan ke empat. Kondisi ini diperburuk dengan lambannya pengadaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon). Wajar bila kemudian penyelenggara program KB kedodoran. Rapor merah pun tak terhindarkan.

Semula kita semua sempat menaruh asa tinggi untuk terwujudnya penguatan kelembagaan program KKBPK dengan hadirnya kembali Kementerian Kependudukan sebagai prasyarat utama pengarusutamaan program KKBPK. Ada kekecewaan mendalam ketika asa itu kemudian pudar seiring komitmen kepemimpinan nasional untuk menyederhanakan kementerian maupun lembaga negara nonkementerian. Program KKBPK bukan pilihan utama, kurang seksi, tidak menarik. Bukan tidak mungkin, dalam sanubari terdalamnya para pengelola program KKBPK berguman, “Yah, da aku mah apa atuh?”

Deretan rapor merah ini cukup menarik. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, tahun 2014 ini boleh dibilang paling buruk. Hal ini setidaknya terlihat dari pencapaian indikator pada kontrak kinerja provinsi (KKP) dalam tiga tahun terakhir. Pada 2012 lalu misalnya, dari 14 indikator terdapat tiga angka merah. Setahun kemudian, 2013, dari 15 indikator terdapat tiga angka merah. Bandingkan dengan 2014 yang membukukan sembilan angka merah dari 17 indikator KKP. Dari deretan angka merah, pencapaian metode operasi pria (MOP) atau vasektomi mencatat rapor merah dua tahun berturut.

Sejalan dengan itu, pergantian rezim juga berarti bergantinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tahun ini merupakan akhir dari RPJMN 2010-2014 serta menjelang berakhirnya MDGs 2015. Dengan demikian, apapun yang dicapai pada 2014 merupakan potret pencapaian RPJMN selama lima tahun. Hasil ini yang kemudian menjadi baseline untuk RPJMN 2014-2019.

Terlepas dari angka-angka itu, pengalaman otentik para pelaku program di lapangan sesungguhnya lebih penting. Angka merah yang bersumber dari data valid tentu lebih baik daripada angka biru yang angkanya ditulis dari balik meja. Tentu, angka biru yang otentik jauh lebih baik. Di antara yang otentik itu terselip sebuah pengalaman “pahit”. Ternyata program KKBPK yang menghabiskan dana triliunan rupiah itu tidak lagi akrab di telinga masyarakat kebanyakan.

Yang juga sangat penting adalah momentum pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui asuransi sosial Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai berlaku pada 1

Di antara kegetiran itu, para petugas merasa semakin dianaktirikan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Tengoklah forum-forum percakapan di media sosial, nyaris semua isinya

30

WARTA KENCANA • NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014


KOLOM

Najip Hendra SP Managing Editor Warta Kencana berupa keluh kesah. Sebagian besar dari keluhan itu menyangkut tunjangan, gaji, biaya operasional, dan tetek-bengek fulus lainnya. Pada saat yang sama, masyarakat di desa mengaku sangat jarang mendapat kunjungan para petugas lapangan KB. Pengakuan sejumlah bidan pun tak jauh beda. Biasanya para petugas hanya datang untuk meminta laporan. Pada saat yang sama, kelembagaan yang membidangi KKBPK makin terpinggirkan. Setelah era sentralistik berakhir, pada umumnya BKKBN kabupaten atau kota bermetamorfosis menjadi beragam bentuk. Yang paling lazim adalah bersatunya kelembagaan KB dengan pemberdayaan perempuan (PP). Ini bisa dilihat dari mayoritas nomenklatur Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (KPPKB) atau BKBPP. Belakangan turut bergabung program perlindungan anak (PA) atau pemberdayaan masyarakat (PM). Di beberapa kabupaten malah KB, PP, PA, dan PM bernaung dalam satu rumah. Bahkan, ada juga di dalamnya menggabungkan dengan pemerintahan desa (PD). KB pun dianggap cukup hanya menjadi bidang atau sub bidang.

daerah?” Pertanyaan ini menjadi penting di tengah politik otonomi daerah. Ketika politik dan ekonomi menjadi “panglima” pembangunan, maka para pengelola program KB sudah sejatinya mampu memberikan nilai tambah program bagi nilai ekonomi dan politik itu. Tanpa itu, rasa-rasanya sulit menjadikan program KB atau KKBPK atau kependudukan sebagai sentral pembangunan (people-centered development). Di usia senjanya, maestro program KB Haryono Suyono masih getol mencermati dinamika program itu di desa. Hasil blusukan itu pernah disampaikan di tengah temu ilmiah kependudukan beberapa waktu lalu, “Saya masih sering terjun ke desa dan melihat teman-teman di desa. Di desa tidak acuh lagi terhadap program KB.” Menyedihkan, bukan?

BKKBN kalau berbicara, juga harus pandai berbicara dalam bahasa politik. Dia tidak berdiri sendiri. Dia tidak hanya pembanguan Dinamika program KB demografi, it's total atau KKBPK itu pula yang mendapat sorotan maestro football. lainnya, Emil Salim. Di forum

Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa program KB yang sempat menjadi primadona pembangunan ini kini semakin terpinggirkan? Untuk menjawabnya, alangkah baiknya pula para pengelola program untuk menjawab sebuah pertanyaan, “Apa manfaat program KB atau KKBPK bagi pembangunan

yang sama dengan Haryono, Emil Salim berpesan, “BKKBN kalau berbicara, juga harus pandai berbicara dalam bahasa politik. Dia tidak berdiri sendiri. Dia tidak hanya pembanguan demografi, it’s total football. Ada dimensi ekonomi, politik, sosial, lingkungan, dan lainlain. Berarti, BKKBN dari sekarang harus melakukan reorientasi berpikir.” So, sudahkah kita berpikir total football untuk program KB? Wallahualam.(*)

NOMOR 22 • TAHUN V • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2014 • WARTA KENCANA

31



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.