MAJALAH WARTA KENCANA EDISI #23-2015

Page 1


WARTA UTAMA

4 WARTA UTAMA PK 2015: MENUJU SATU DATA KELUARGA AGENDA PEMBANGUNAN KERAP MENJADIKAN KELUARGA SEBAGAI SASARAN UTAMA. SAYANGNYA, TAK ADA DATA KELUARGA TAK ADA DALAM SUMBER MANAPUN. MELALUI PENDATAAN KELUARGA DIHARAPKAN HADIR SATU DATA KELUARGA INDONESIA.

8

WARTA UTAMA AMANAT UNDANG-UNDANG, TANGGUNG JAWAB SEMUA

12 WARTA UTAMA

DATA BERSAMA MILIK MASYARAKAT

KAMUS PENDATAAN KELUARGA 2015

22 WARTA JABAR

MASIH TAHUN LINI LAPANGAN

14 WARTA UTAMA

26 WARTA JABAR

16 WARTA UTAMA

30 CATATAN KHUSUS

SUDAH SEHARUSNYA DILAKUKAN BKKBN

MEKANISME PENDATAAN, MEKANISME OPERASIONAL

2

20 WARTA UTAMA

MENTERI PUAN MINTA SEMUA PIHAK DUKUNG GENRE

DATA OH DATA! SINARMU MERAJALELA

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA REDAKSI

S

MENDATA KELUARGA, MEMBANGUN KELUARGA

ampai kapan masyarakat menganggap data itu penting? Jawabannya sederhana: sampai mereka merasakan manfaat dari data tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk pemerintah atau setidaktidak petugas pendata. Data yang dihasilkan baru bisa berdayaguna ketika pendata menjadikannya sebagai bekal operasional. Sudah barang tentu, hanya data berkualitas yang bisa dijadikan bekal operasional tersebut. Melihat urut-urutan tersebut, maka sejatinya proses pendataan keluarga yang akan dilaksanakan secara serentak pada 1-31 Mei 2015 mendatang dilakukan secara bersungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Poin penting itu yang kemudian menjadi menu utama pelatihan petugas pendata di berbagai tingkatan. BKKBN yang menjadi motor Pendataan Keluarga 2015 (PK 2015) menekankan pentingnya sikap positif dalam pendataan keluarga. Integritas menjadi kata kunci dalam pelaksanaan agenda nasional lima tahunan sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 52/2009 tersebut. Pelaksanaan PK 2015 menjadi pertaruhan bagi BKKBN dan jutaan kader KB di seluruh pelosok tanah air untuk membuktikan bahwa data keluarga yang dihasilkan benar adanya. PK 2015 merupakan batu uji BKKBN sebagai lembaga yang mendapatkan amanat menyelenggarakan Sistem Informasi Keluarga di Indonesia. Bila berhasil, maka hasil pendataan bisa menjadi basis data bagi pembangunan di tanah air. Sebaliknya, bila data yang dihasilkan tidak mampu memenuhi ekspektasi pemerintah dan masyarakat, maka boleh jadi PK 2015 merupakan pendataan keluarga terakhir yang bakal ada di Indonesia. Ukurannya jelas, tujuan pendataan itu sendiri. Yakni, tersedianya data keluarga by name by address untuk dipergunakan dalam penetapan sasaran, dan optimalisasi operasional program pembangunan KKBPK serta intervensi berbagai program pembangunan lainnya. Apakah hal itu bisa diwujudkan? Jawabannya ada pada diri kita semua para pemangku kepentingan pembangunan KKBPK, khususnya keluara besar BKKBN dan SKPD KB di kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Sejalan dengan itu, Majalah Warta Kencana edisi ini berupaya menghadirkan sebuah sajian segar tentang pendataan keluarga di Jawa Barat. Dikemas dengan memadukan studi dokumen dan pengalaman lapangan, edisi ini diharapkan menjadi bacaan alternatif untuk memperkaya khazanah pendataan keluarga. Kami percaya bahwa pendataan keluarga sesungguhnya merupakan sebuah fase pembangunan keluarga itu sendiri. Mendata keluarga berarti membangun keluarga. Selamat membaca! Selamat mendata!

Rudy Budiman

Pemimpin Redaksi

WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap tiga bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR IDA INDRAWATI TETTY SABARNIYATI YUDI SURYADHI RUDY BUDIMAN RAKHMAT MULKAN PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN CHAERUL SALEH AGUNG RUSMANTO DODO SUPRIATNA HENDRA KURNIAWAN Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK) AKIM GARIS (CIREBON) AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR) YAN HENDRAYANA (PURWASUKA) ANGGOTA IPKB JAWA BARAT RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com


WARTA UTAMA

RAKERDA KKBPK JAWA BARAT 2014

KUNJUNGAN RUMAH UNTUK PENDATAAN KELUARGA DILAKUKAN SEORANG KADER PENDATA

PENDATAAN KELUARGA: MENUJU SATU DATA KELUARGA INDONESIA AGENDA PEMBANGUNAN KERAP MENJADIKAN KELUARGA SEBAGAI SASARAN UTAMA. SAYANGNYA, TAK ADA DATA KELUARGA DALAM SUMBER MANAPUN. MELALUI PENDATAAN KELUARGA DIHARAPKAN HADIR SATU DATA KELUARGA INDONESIA.

J

umat, 1 Mei 2015, menjadi satu hari istimewa bagi keluarga Indonesia. Bukan karena Jumat merupakan sebaik-baiknya hari seperti kata perawi hadist Bukhari. Bukan pula karena

4

diperingati sebagai Hari Buruh Internasional yang beken dengan julukan May Day. Tahun ini, 1 Mei menjadi momentum baru, hari ketika genderang Pendataan Keluarga 2015 (PK 2015) mulai ditabuh. Ribuan kader pendata bakal

secara marathon melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk mendata tiga aspek utama dalam keluarga: kependudukan, keluarga berencana (KB), pembangunan keluarga, dan individu anggota keluarga.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA dan 110 Kesertaan dalam asuransi sosial Jaminan Kesehatan nasional (JKN). Sementara data wilayah meliputi: 1) Kode provinsi; 2) Kode kabupaten dan kota; 3) Kode kecamatan; 4) Kode desa/kelurahan; 5) Kode dusun atau RW; 6) Kode RT; 7) Nomor rumah atau rumah tangga; 8) Nomor urut keluarga; dan 9) Nomor kendali.

Empat indikator pendataan menjadi parameter utama dalam menyediakan data keluarga by name by address untuk dipergunakan dalam penetapan sasaran dan optimalisasi operasional program pembangunan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Selain itu, data dan informasi hasil pendataan keluarga juga dapat digunakan untuk kepentingan penetapan kebijakan, perencanaan, pengendalian, dan penilaian oleh pengelola dan pelaksana program KKBPK di semua tingkatan. Tentu, hasil pendataan keluarga juga diharapkan bisa dimanfaatkan untuk

kepentingan program pembangunan lainnya. Bila ditelisik lebih jauh, PK 2015 memuat sejumlah indikator yang dikelompokkan ke dalam tiga rumpun utama. Dari formulir F/I/PK/15 yang salinannya diperoleh Warta Kencana menunjukkan, data individu dan kependudukan berada dalam satu rumpun dengan 11 indikator plus data kewilayahan. Kesebelas indikator tersebut meliputi: 1) Nomor induk kependudukan (NIK); 2) Nama; 3) Tanggal, bulan, dan tahun lahir; 4) Umur; 5) Hubungan dengan kepala keluarga; 6) Jenis kelamin; 7) Agama; 8) Pendidikan; 9) Pekerjaan; 10) Status kawin;

Pada rumpun KB, PK 2015 memuat delapan informasi, meliputi: 1) Usia kawin pertama; 2) Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup berdasarkan jenis kelamin; 3) Kesertaan ber-KB; 4) Metode kontrasepsi yang sedang atau pernah digunakan; 5) Lama penggunaan metode kontrasepsi; 6) Keinginan punya anak lagi; 7) Alasan tidak ber-KB; dan 8) Tempat pelayanan KB. Dibanding indikator pada pendataan sebelumnya, PK 2015 merinci lebih jauh beberapa informasi. Sebut sa ja misalnya mengenai lokasi pelayanan. Bila sebelumnya hanya tempat pelayanan pemerintah dan swasta, kini dirinci menjadi 14 jenis tempat pelayanan. Perubahan indikator juga terdapat pada rumpun pembangunan keluarga atau tahapan keluarga sejahtera. Pada formulir R/I/KS yang biasa digunakan pada pendataan sebelumnya, tahapan keluarga meliputi keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera (KS) I, KS II, KS III, dan KS III+.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

5


WARTA UTAMA Sementara F/I/PK/15 hanya membagi ke dalam tiga tahapan: prasejahtera, KS I, dan keluarga sejahtera. Sebanyak 28 indikator pembangunan keluarga dimaksudkan untuk mengukur kebutuhan dasar keluarga sejahtera, kebutuhan pengembangan keluarga sejahtera, kesertaan keluarga dalam kelompok kegiatan, dan rumah keluarga sehat. (Rincian indikator pendataan keluarga pada formulir F/I/ PK/2015 bisa dilihat dalam infografik)

utama BKKBN yang terlibat dalam sejumlah kegiatan pendataan saat memberikan fasilitasi training of trainer (ToT) PK 2015 di Balai Pelatihan dan Pengembangan (Balatbang) BKKBN Jawa Barat.

SATU DATA KELUARGA Mencermati lintasan sejarah pendataan di Indonesia, setidaknya telah dilaksanakan lima pendataan keluarga sejak keli pertama dihelat pada

CONTOH FORMULIR F/I/PK/2015 “Dibanding formulir pendataan keluarga sebelumnya maupun mutasi data keluarga (MDK), formulir pada pendataan keluarga tahun ini boleh dibilang paling simpel. Cukup dengan selembar formulir sudah mengetahui semua informasi keluarga. Kader pendata tidak lagi ribet seperti pendataan sebelumnya,” ujar Yeyet Herawati, widyaiswara

6

1971 silam. Pada periode penyemaian benih-benih program KB tersebut dilangsungkan pencatatan pelaporan pelayanan KB di klinik yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan Bali. Pendataan nasional dilangsungkan kali pertama pada 1985 dengan mendata pasangan usia subur (PUS) dan peserta KB. Pendataan berikutnya

dilaksanakan pada 1994, dengan mengacu kepada Undang-undang nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Inilah kali pertama individu dan keluarga Indonesia didata secara terpusat dengan skala nasional. Pendataan ini mengukur tahapan keluarga sejahtera secara terbuka dimulai dari tingkat rukun tetangga. Pendataan serupa dilaksanakan pada 2000 dengan penekanan pada pembangunan database keluarga dan data individu berdasarkan nama dan alamat (by name, by address). “Pendataan keluarga 2015 ini merupakan pengembangan dari pendataan yang dilakukan pada 2000 lalu. Perbedaannya terletak pada penahapan keluarga yang dilakukan secara tertutup dan menganut sistem desentralisasi. Sebelumnya dilakukan terpusat atau sentralisasi,” terang Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat ditemui di sela pertemuan lini lapangan di ruang Paseban, Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon. Sugilar menjelaskan, pendataan keluarga didesain untuk memenuhi kebutuhan data basis keluarga secara nasional. Dia memastikan selama ini tidak ada basis data keluarga, termasuk profil PUS, pada hasil survei atau sensus nasional. Badan Pusat Statistik (BPS)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA

INDIKATOR PENDATAAN KELUARGA DATA KEPENDUDUKAN Data Wilayah : 1. Kode Provinsi 2. Kode Kabupaten dan Kota 3. Kode Kecamatan 4. Kode Desa/Kelurahan 5. Kode Dusun/RW 6. Kode RT 7. Nomor rumah/rumah tangga 8. Nomor urut keluarga 9. Nomor kendali Data Individu Anggota Keluarga 1. Nomor Induk Kependudukan (NIK) 2. Nama 3. Tanggal, bulan dan tahun lahir 4. Umur 5. Hubungan dengan KK 6. Jenis kelamin 7. Agama 8. Pendidikan 9. Pekerjaan 10. Status kawin 11. Kesertaan dalam JKN (BPJS-PBI, BPJS-Non PBI, Non BPJS, tidak memiliki JKN)

yang selama ini menjadi pemegang otoritas data kependudukan hanya menyediakan data demografi. Padahal, banyak agenda pembangunan yang menjadikan keluarga sebagai sasaran program. “(Data basis keluarga) Tidak tersedia pada sumber data manapun kecuali hanya diperoleh melalui pelaksanaan pendataan keluarga setiap lima tahun sekali. Karena itu, PK 2015 merupakan satu-satunya penyedia data keluarga atau data PUS. Kita sedang menuju terwujudnya satu data keluarga Indonesia. Data ini akan diperbarui setiap tahun. Hasilnya digunakan untuk kepentingan operasional

DATA KELUARGA BERENCANA

DATA PEMBANGUNAN KELUARGA

1. Usia kawin pertama suami dan istri 2. Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup berdasarkan jenis kelamin 3. Kesertaan ber-KB 4. Metode kontrasepsi yang sedang/ pernah digunakan 5. Lama penggunaan metode kontrasepsi 6. Keinginan punya anak lagi 7. Alasan tidak ber-KB 8. Tempat pelayanan KB

1. Keluarga membeli 1 stel pakaian baru untuk seluruh anggota keluarga minimal setahun sekali 2. Seluruh anggota keluarga makan minimal 2 kali sehari 3. Seluruh anggota keluarga bila sakit berobat ke fasiltas kesehatan 4. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian 5. Seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur minimal seminggu sekali 6. Seluruh anggota keluarga menjalankan ibadah agama sesuai ketentuan agama yang dianut 7. PUS dengan 2 anak atau lebih menjadi peserta KB 8. Keluarga mempuyai tabungan dalam bentuk uang/ emas/ tanah/hewan minimal senilai Rp. 1.000.000 9. Keluarga memiliki kebiasaan berkomunikasi dengan seluruh anggota keluarga 10. Keluarga ikut dalam kegiatan sosial di RT 11. Keluarga memiliki akses informasi dari surat kabar/majalah/radio/tv/ lainnya 12. Keluarga memiliki anggota yang menjadi pengurus kegiatan sosial 13. Keluarga mempunyai Balita ikut kegiatan Posyandu 14. Keluarga mempunyai Balita ikut kegiatan BKB 15. Keluarga mempunyai remaja ikut kegiatan BKR 16. Ada anggota keluarga masih remaja ikut PIK-R/M 17. Keluarga Lansia atau mempunyai Lansia ikut kegiatan BKL 18. Keluarga mengikuti kegiatan UPPKS 19. Jenis atap rumah terluas 20. Jenis dinding rumah terluas 21. Jenis lantai rumah terluas 22. Sumber penerangan utama 23. Sumber air minum 24. Bahan bakar utama untuk memasak 25. Fasilitas tempat buang air besar 26. Status kepemilikan rumah/ bangunan tempat tinggal 27. Luas rumah/bangunan keseluruhan (m2) 28. Jumlah orang yang tinggal dan menginap di rumah/bangunan

dan intervensi langsung program KKBPK di semua tingkatan wilayah,” jelas Gilar, sapaan akrabnya. Lebih jauh Gilar menguraikan, ada tiga manfaat utama yang bisa diraih dari pendataan keluarga. Pertama, untuk memetakan saran. Kedua, menentukan program dukungan dan motivasi peningkatan kesejahteraan keliarga. Ketiga, pemanfaatan untuk program pembangunan lain. Sebut sa ja misalnya bidang pendidikan, kesehatan dasar, perumahan rakyat, penyuluhan agama, administrasi kependudukan, sosial kemasyarakatan, pembangunan manusia dan kebudayaan, dan perencanaan dan pembangunan daerah. Penentuan sasaran bisa lebih ta jam karena didasarkan pada kondisi, potensi, dan kebutuhan aktual dari masing masing keluarga di setiap wilayah. Pemetaan makin konkret dengan adanya peta keluarga berdasarkan tingkat kesertaan KB dan tahapan keluarga sejahtera. Data basis juga membantu

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

7


WARTA UTAMA penentuan program dukungan yang sesuai untuk setiap keluarga di setiap wilayah tertentu. Di sisi lain, pendataan bermanfaat bagi peningkatan kualitas kesertaan ber-KB untuk penggunaan metode kontrasepsi yang lebih efektif, aman, dan nyaman. Pada saat yang sama, menjadi sarana motivasi untuk mendorong setiap keluarga meningkatkan tahapan kesejahteraannya. Setidaknya ada tiga alasan akan hadirnya data basis keluarga yang akurat dan valid tersebut. Pertama, pendataan keluarga dilakukan oleh kader pendata dari tokoh masyarakat setempat yang paham aspirasi di wilayahnya sekaligus mampu menggerakkan masyarakat. Kedua, dilakukan melalui kunjungan langsung dari rumah ke rumah. Ketiga, pengolahan data keluarga menggunakan teknologi data capture atau pemindaian (scanning) elektronik. Fase ini diyakini mampu menekan munculnya kesalahan teknis pada saat pemasukan data. “Pendataan keluarga akan memberdayakan sekitar 1 juta kader KB untuk mendata sekitar 70 juta keluarga di seluruh Indonesia. Di Jawa Barat, diperkirakan ada sekitar 13 juta keluarga yang akan didata. Hasil pengolahan elektronik secara otomatis memunculkan tahapan kesejahteraan sebuah keluarga. Lebih akurat,” tandas Gilar.(!)

8

AMANAT UNDANG-UNDANG, TANGGUNG JAWAB SEMUA KETIKA HASIL PENDATAAN KELUARGA DIPERUNTUKAN BAGI PEMBANGUNAN SECARA KESELURUHAN, MAKA SEJATINYA HAJAT NASIONAL LIMA TAHUNAN INI MENJADI TANGGUNG JAWAB SEMUA. TERLEBIH ADA TITAH UNDANG-UNDANG DI DALAMNYA.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA kebijakan, penyelenggaraan, dan pembangunan. Idealnya, dari satu UU sa ja sudah cukup alasan bagi pemerintah untuk menggulirkan pendataan keluarga. Titah tersirat ditemukan pada Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada lampiran N tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Sub Urusan Keluarga Berencana, poin d disebutkan, salah satu tanggung jawab pemerintah pusat adalah pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga.

KELUARGA PRASEJAHTERA TARGET INTERVENSI PROGRAM PEMBANGUNAN

A

da satu perintah dalam Undangundang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang barangkali tidak banyak orang mengingatnya. Pendataan keluarga. Ya, pendataan keluarga. Mengacu kepada Pasal 49 “UU KB” tersebut, pemerintah dan pemerintah daerah wa jib mengumpulkan,

mengolah, dan menya jikan data dan informasi mengenai kependudukan dan keluarga. Nah, upaya tersebut dilaksanakan melalui sensus, survei, dan pendataan keluarga. Lebih dari sekadar proses, UU yang sama juga menyebutkan bahwa data dan informasi kependudukan dan keluarga wa jib digunakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dasar penetapan

Amanat dua undangundang itu kemudian diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga. Pasal 53 PP tersebut memerintahkan pendataan keluarga wa jib dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara serentak setiap lima tahun untuk mendapatkan data keluarga yang akurat, valid, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan melalui proses pengumpulan, pengolahan, penya jian, penyimpanan, serta pemanfaatan data dan informasi kependudukan dan keluarga. Salah satu poin penting

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

9


WARTA UTAMA dalam PP tersebut mengatakan, “Pendataan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kader setempat di bawah pembinaan penyuluh Keluarga Berencana dan/ atau petugas lapangan Keluarga Berencana.” Penunjukkan langsung ini seperti memberi garansi bagi terpenuhinya tuntutan akurasi dan validitas data. Alasannya, kader merupakan pihak yang “paling tahu” kondisi warga di lingkungan masyarakatnya. Kader pula yang diasumsikan mampu memperlancar wawancara karena mengenal baik setiap keluarga.

TANGGUNG JAWAB SEMUA Di luar soal rentetan regulasi, pendataan keluarga memiliki keistimewaan tersendiri. Kali ini menyangkut peran serta masyarakat dalam kegiatan pendataan. Dari paling bawah, petugas pendata merupakan kader KB di daerah setempat. Para petugas ini berbeda dengan petugas sensus atau surveyor dalam kegiatan sejumlah survei yang dilakukan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta. “Peran kader ini sangat vital karena mereka merupakan ujung tombak pendataan. Mereka juga sangat mengenal kondisi masyarakat setempat. Pengetahuan ini sangat penting karena beberapa indikator pendataan

10

membutuhkan observasi atau validasi sederhana di masyarakat,” terang Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar Rudy Budiman dalam sejumlah kesempatan. Rudy mencontohkan, indikator pada pembangunan keluarga memuat informasi keterlibatan keluarga dalam kegiatan sosial di lingkungan RT. Kepala keluarga bisa sa ja mengatakan terlibat padahal pada kenyataannya tidak terlibat. Nah, seorang bisa mengetahui langsung berdasarkan kegiatan di RT sendiri. Surveyor pada pendataan lain tidak bisa melakukan proses ini karena mereka tidak terlibat dalam kegiatan RT. Hal yang sama dalam informasi keterlibatan dalam kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu). Siapa kader tersebut? Mengacu kepada PP 87/2014, kader KB –atau biasa disebut kader sa ja– merupakan tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat untuk membantu menyelenggarakan program kependudukan dan KB di masyarakat. Bila sebuah daerah tidak memiliki atau kekurangan kader, tenaga pendata bisa menggunakan “tenaga lain yang terlatih”, antara lain tokoh masyarakat atau agama, kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), tenaga penggerak masyarakat tingkat desa,

pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) atau di Jawa Barat lebih dikenal sebagai pos KB, sub PPKBD atau sub pos KB, dan kelompok akseptor. Tak berhenti di kader, pendataan juga melibatkan pemangku kepentingan (stake holder) di setiap tingkatan wilayah. Terutama pada pimpinan wilayah, mereka “didaulat” menjadi penanggung jawab di wilayah masing-masing. Di tingkat desa atau kelurahan, penanggung jawab pendataan keluarga adalah kepala desa atau lurah. Pun di tingkat kecamatan yang menjadikan camat sebagai penanggung jawab dan bupati atau wali kota sebagai penanggung jawab di tingkat kabupaten atau kota. Begitu seterusnya sampai ke tingkat nasional. Adapun para petugas generik program KKBPK seperti PLKB/PKB berperan sebagai mana jer di tingkat desa dan kecamatan. PLKB/ PLKB menjadi mana jer desa, koordinator PLKB/PKB atau kepala unit pelaksana teknis (UPT) KB menjadi mana jer kecamatan. Para petugas ini yang berperan aktif dalam pos koordinasi (Posko) PK 2015 di berbagai tingkatan. Rudy menjelaskan, posko merupakan pusat rujukan kegiatan pendataan. Kehadirannya diharapkan dapat memberikan dukungan dalam pelaksanaan pendataan keluarga, baik menyangkut pelaksanaan administrasi,

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA

TUGAS POSKO 1 2

MELAKUKAN PEMBINAAN DAN PENGUATAN PELAKSANAAN PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015 DI WILAYAH BINAANNYA MASING-MASING

Menggerakkan Bidang dan Sub Bidang Memantau penyiapan sarana dan prasarana penguatan pendataan keluarga: a. Juknis Pendataan Keluarga 2015 b. Leaflet Pendataan Keluarga 2015 c. Aplikasi terkait Pendataan Keluarga 2015 (sekaligus panduannya) d. Hardware dan Software Data Center

3

Memastikan distribusi formulir: a. F/I/PK/15 b. Rek./RT/ F/I/PK/15 c. Rek./Dus/ F/I/PK/15 d. Rek./Des/ F/I/PK/15 e. Rek./Kec/ F/I/PK/15 f. Rek./Kab/ F/I/PK/15

4

Memonitor blanko peta keluarga dan stiker kupon sampai ke seluruh tingkatan wilayah3.

5

Memonitor pengumpulan hasil pendataan keluarga.

6

Memonitor dan memfasilitasi jalannya sarasehan pendataan keluarga.

CONTOH STIKER PETA KELUARGA SEJAHTERA sarana dan prasarana, kesiapan petugas pendata maupun pemecahan masalah yang terjadi di lapangan. “Posko Pendataan Keluarga berfungsi sebagai unit bantu atau semacam sekretariat yang dioperasionalkan oleh pengelola program KKBPK dan instansi yang terkait dengan pendataan keluarga. Tim posko bertugas melakukan pembinaan dan penguatan pelaksanaan pendataan di wilayah binaannya masing-masing,” papar Rudy. (Rincian tugas

Posko PK 2015 bisa dilihat pada infografik) Melihat begitu kuatnya rujukan regulasi dan pelibatan masyarakat secara massif, wa jar bila kemudian Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar optimistis data dan informasi yang dihasilkan memiliki sejumlah keunggulan. Keunggulan itu antara lain: 1) datanya sangat rinci; 2) merupakan bagian operasional; 3) milik masyarakat karena pengumpulannya dilakukan kader masyarakat sendiri; 4) dapat dipertanggung

jawabkan; 5) dan dapat melengkapi serta menyempurnakan data lain yang telah ada di tingkat RT/ RW/Dusun atau wilayah lain yang setingkat. “Hasil pendataan keluarga digunakan untuk pengendalian operasional penyelenggaraan program pengendalian penduduk dan KB. Yang khas dalam pendataan keluarga, tujuannya data keluarga. Bahwa nanti data keluarga digunakan untuk data basis kemiskinan atau intervensi program pembangunan itu bisa sa ja,” tandas Sugilar.(!)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

11


WARTA UTAMA

SIMULASI SARESEHAN HASIL PENDATAAN

DATA BERSAMA MILIK MASYARAKAT PROGRAM BERKUALITAS SEJATINYA LAHIR DARI DATA BERKUALITAS. PEMANFAATAN DATA MENJADI DEMIKIAN PENTING. JAUH LEBIH PENTING LAGI, DATA BERMANFAAT. TERUTAMA UNTUK WARGA, MEREKA YANG MEMBUTUHKAN. TANPA ITU, TAK ADA PENTINGNYA MELAKUKAN PENDATAAN KELUARGA.

N

amanya Empon, warga RT 03 RW 04 Kelurahan Pa ja jaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Perempuan ringkih berusia 72 tahun ini tergopoh-gopoh mendekati peserta pelatihan pendataan keluarga yang kebetulan sedang melakukan praktik pendataan di rumah tetangganya. Selembar

12

kartu keluarga (KK) versi lama dikibas-kibas ke arah peserta pelatihan yang tengah mendata salah satu keluarga. “Ieu KK punya nenek. Sok atuh data oge nenek. Siapa tahu dapat bantuan,” ujarnya polos. Dia lantas menunjukkan dalam kartu berwarna merah muda itu hanya tertera namanya seorang. Kepada petugas, nenek

Empon mengaku hanya tinggal seorang diri. Seorang anaknya yang di-PHK sejak 20 lalu kini merantau entah ke mana untuk menghidupi dirinya. Anaknya yang lain tinggal di Batam, dan jarang sudah sangat jarang berkomunikasi. “Boro-boro beli ba ju baru, nenek mah buat makan sa ja kadang ada kadang tidak,” jawab Empon ketika

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA ditanya sejumlah indikator pembangunan keluarga oleh peserta pelatihan tadi. Empon juga kembali berharap setelah didata kelak menerima bantuan. Antuasiasme Empon untuk didata berbanding lurus dengan keinginannya untuk menerima bantuan. Hidup di jantung Kota Kembang dengan penghasilan Rp 5.000 dari upah membuat kantong kertas untuk gorengan, wa jar Empon sangat mendambakan adanya bantuan. Dia berharap dengan didata akan mendapat bantuan. Dengan kata lain, pendataan dilakukan untuk mengumpulkan calon penerima bantuan. Harapan Empon itu wa jar mengingat penyaluran bantuan membutuhkan data calon penerima. Dan, bila kemudian hasil pendataan digunakan untuk menentukan calon penerima bantuan, maka data tersebut benar-benar bermanfaat. Pendata maupun warga yang didata sama-sama menerima manfaat data. Bila kemudian muncul bertanyaan, sampai kapan masyarakat menganggap data itu penting? Jawabannya sederhana: sampai mereka merasakan manfaat dari data tersebut. Sebuah contoh pemanfaatan data keluarga itu ada di Kabupaten Bandung. Di sana data keluarga menjadi begitu penting karena itulah yang kemudian menjadi

pijakan bagi pemerintah daerah mengeluarkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) alias keterangan miskin. Status miskin bukanlah sebuah aib, bukan hal yang memalukan. Status miskin itulah yang memudahkan seseorang untuk mengakses layanan publik. Ketika data kemiskinan masih amburadul, maka kemiskinan menjadi ambigu. Contoh lain pemanfaatan data keluarga bisa ditemukan di Kabupaten Sukabumi. Di kabupaten paling luas di Pulau Jawa dan Bali tersebut, data keluarga menjadi rujukan utama pembangunan. Selain untuk menentukan intervensi program kemiskinan, data yang sama juga digunakan untuk merencanakan pembangunan sekolah atau rumah sakit. Barangkali karena alasan itu pula keluarga di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sukabumi menganggap data keluarga itu penting.

DATA DISEPAKATI BERSAMA Dua contoh itu juga menunjukkan betapa data itu sesungguhnya milik mereka, warga maupun pemerintahan setempat. Hasil pendataan bukanlah milik atau untuk keperluan BKKBN, melainkan untuk dan demi kepentingan mereka di desa-desa, RW hingga keluarga. Terlebih data yang dihasilkan dari kegiatan pendataan

keluarga (PK) akan kembali diterima dalam bentuk kartu keluarga yang memuat segala informasi keluarga dan peta keluarga yang memuat sebaran keluarga sasaran program pemerintah. Melihat pentingnya data sebagai input program atau intervensi program, maka kebutuhan akan data tunggal yang disepakati menjadi sangat penting. Karena itulah, kegiatan saresehan menjadi salah satu fase paling krusial dalam pendataan keluarga. Khusus di tingkat desa, PK 2015 mengharuskan adanya dua kali kegiatan saresehan. Sarasehan ini berupa pertemuan untuk melakukan verifikasi dan validasi hasil pendataan keluarga di tingkat desa/kelurahan atau tingkat dusun/RW. Pada saat saresehan disa jikan analisis sederhana, meliputi jumlah kepala keluarga, jumlah keluarga berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, jumlah PUS, jumlah peserta KB dan bukan peserta KB,

SARASEHAN BERUPA PERTEMUAN UNTUK MELAKUKAN VERIFIKASI DAN VALIDASI HASIL PENDATAAN KELUARGA DI TINGKAT DESA/ KELURAHAN ATAU TINGKAT DUSUN/ RW.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

13


WARTA UTAMA dan lain-lain. “Sarasehan di tingkat desa ini membahas dan mendiskusikan permasalahan keluarga, khususnya keluarga prasejahtera, untuk dicarikan solusinya. Apabila terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan di tingkat desa atau kelurahan, maka permasalahan dan solusinya dilaporkan ke tingkat kecamatan untuk mendapatkan dukungan bantuan penyelesaiannya,” terang Rudy Budiman, Kepala Bidang Adpin BKKBN Jabar yang memimpin kegiatan pendataan keluarga di Jawa Barat. Rudy berhadap data yang disepakati ini benar-benar sesuai dengan kenyataan di masyarakat. Apalagi, saresehan juga turut dihadiri kepala desa dan tokoh masyarakat maupun para petugas lini lapangan. Bila itu berhasil diwujudkan, maka manfaat pendataan yang digadang-gadang pemerintah bisa menjadi kenyataan. Rudy menjelaskan lebih jauh, hasil pendataan keluarga bisa digunakan sekurangkurang untuk keperluan peta sasaran, program dukungan dan motivasi, serta program lain di luar pembangunan KKBPK. Peta sasaran bermanfaat dalam penentuan sasaran yang lebih ta jam berdasarkan kondisi, potensi, dan kebutuhan aktual dari masing masing keluarga di setiap tingkatan wilayah. Penentuan program

14

dukungan dapat segera diberikan sesuai dengan kondisi keluarga dan setiap wilayah tertentu. Kemudian, peningkatan kualitas kesertaan ber-KB untuk penggunaan metode kontrasepsi yang lebih efektif, aman, dan nyaman. Pada saat yang sama, menjadi sarana motivasi untuk mendorong setiap keluarga meningkatkan tahapan keluarga sejahteranya. Di luar KKBPK, hasil pendataan keluarga bisa digunakan untuk kepentingan pembangunan keluarga melalui keterlibatan sektor lain. Manfaat ini bisa diambil mengingat indikator pendataan keluarga sudah memasukkan parameter lain yang disesuaikan dengan kebutuhan program. Bidang lain yang bisa memanfaatkan hasil tersebut, antara lain bidang pendidikan, bidang kesehatan dasar, bidang perumahan rakyat, bidang penyuluhan agama, bidang administrasi kependudukan, bidang sosial kemasyarakatan, bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, dan bidang perencanaan dan pembangunan daerah.

SUDAH SEHARUSNYA DILAKUKAN BKKBN INI BUKAN SOAL EGO SEKTORAL DAN KELEMBAGAAN. INI SOAL KOMPETENSI. SELAIN MEMANG DITUGASKAN UNDANG-UNDANG MENANGANI SISTEM INFORMASI KELUARGA, BKKBN PULA YANG MEMILIKI JEJARING HINGGA KE TINGKAT RT.

Walhasil, pendataan keluarga benar-benar memberikan hasil komplet untuk keperluan pembangunan keluarga. Dan, data pun menjadi milik warga, semua yang membutuhkan untuk kesejahteraam masyarakat. (!)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA Siapa yang paling mengetahui kondisi keluarga di Indonesia? Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ketut Sustiawan punya jawaban meyakinkan: petugas lapangan keluarga berencana (PLKB). Ketut meyakini para petugas lini lapangan program KB memahami dengan baik kondisi keluarga di desa atau daerah binaannya. Karena itu, pendataan keluarga sudah seharusnya dilakukan oleh BKKBN, bukan lembaga lain. “Saya yakin tenagatenaga lapangan, penyuluh atau PLKB, pasti tahu (data keluarga). Tapi, ternyata datanya tidak pernah dipakai. Itu persoalannya. Nah, ini yang kita ingin bangun,” tegas Ketut saat bertemu para petugas pengelola program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di aula Badan Pemberdayaan Perempuan

dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung di Jalan Maskumambang, awal Maret 2015. “BKKBN punya data keluarga, sangat detil mulai dari usia perkawina hingga tingkat kesejahteraan keluarga. Dibandingkan dengan Dinas Sosial atau Badan Pusat Statistik (BPS), ini lebih lengkap. BPS tahu jumlahnya sa ja, tapi siapa yang miskin itu tidak tahu,” Ketut melanjutkan. Sebagai lembaga yang menangani program kependudukan dan pembangunan keluarga, sambung dia, pendataan keluarga seharusnya dilakukan BKKBN. Di tingkat kabupaten dan kota, pendataan keluarga dilakukan badan-badan atau lembaga-lembaga yang membidangi program KB. “Tidak lagi simpang-siur seperti sekarang,” keluh anggota DPR RI asal daerah pemilihan Jawa Barat I yang meliputi Kota Bandung dan

KETUT SUSTIAWAN ANGGOTA KOMISI IX DPR RI

Kota Cimahi tersebut. Politikus partai banteng moncong putih ini menyayangkan sampai saat ini jumlah tenaga lapangan, baik PLKB maupun penyuluh KB, masih sangat kurang. Dari sekitar 72 ribu desa dan kelurahan, Indonesia hanya memiliki sekitar 16 ribu PLKB/PKB. Parahnya lagi, kekurangan PLKB ini tak hanya terjadi di daerah pinggiran. Kota Bandung yang nota bene salah satu kota besar utama di Indonesia tak luput dari kekurangan petugas lapangan. “Bagaimana mungkin kita mengatasi persoalan kependudukan kalau tenaganya sa ja tidak memadai. Di Kota Bandung misalnya, kita memiliki 151 kelurahan. Tenaganya enam PKB. Di kota sa ja tidak mencukupi, apalagi di pelosok-pelosok daerah. Kita ingin membangun sinergi ini pada tingkat rumah tangga, peran perempuan dalam bursa kerja, dan lain-lain. Inilah prasyarat untuk memasuki bonus demografi. Tenaga produktifnya itu benarbenar terserap ke dalam pasar kerja. Tapi siapa yang mempersiapkan? Inilah peran kita,” tandas alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. “Bapak dan Ibu yang hadir di sini memiliki tugas mulia untuk membangun keluarga sejahtera. Yakni, keluarga yang kuat dalam membangun masa depan kita semua. Potensi bonus demografi harus dimanfaatkan secara optimal,” Ketut menambahkan.(DUAANAK. COM)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

15


WARTA UTAMA

MEKANISME PENDATAAN, MEKANISME OPERASIONAL MEKANISME PENDATAAN KELUARGA SESUNGGUHNYA MEKANISME OPERASIONAL PROGRAM KKBPK ITU SENDIRI. SEBAGAI BAGIAN DARI MEKANISME, HASIL PENDATAAN BISA LANGSUNG DIGUNAKAN UNTUK MENEMPUH TAHAPAN BERIKUTNYA.

1

3 4

5

6

PENDEKATAN TOKOH FORMAL »» PLKB/PKB mengadakan kunjungan ke kades/ lurah untuk pelaksanaan pendataan dan PPLKB/ Ka. UPT-KB ke Camat. »» Camat bersama PPLKB/Ka. UPT-KB mengkoordinasikan penyiapan pelaksanaan pendataan keluarga dengan kades/lurah dan PLKB/PKB.

16

2

7

IDENTIFIKASI POTENSI CALON TIM PENDATA »» PLKB/PKB menginventarisasi kader yang bersedia menjadi tim pendata. »» PLKB/PKB bersama PPLKB/Ka. UPT-KB menetapkan kader yang memenuhi kriteria sebagai tim pendata. PENDEKATAN TOKOH INFORMAL PLKB/PKB bersama calon tim pendata melakukan kunjungan ke Toma/Toga/Todat untuk mendapatkan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan pendataan keluarga PEMBENTUKAN KESEPAKATAN »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB bersama tim pendata menyepakati petugas yang akan menjadi ketua/supervisor tim pendata. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB bersama tim pendata menyepakati pembagian tugas dan cakupan lokasi pendataan. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/PLKB bersama tim pendata dalam forum rapat koodinasi (Rakor) desa/kelurahan menyepakati jadwal pendataan pada masing-masing RT/RW. PEMANTAPAN KESEPAKATAN »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB bersama tim pendata melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada ketua RT dan RW di wilayahnya. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB bersama tim pendata menyusun jadwal pelatihan bagi tim pendata dan pelaksanaan pendataan keluarga, serta menyiapkan sarana, prasarana dan lokasi pelatihan dan pelaksanaan pendataan keluarga. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB menetapkan jumlah tim pendata yang masing-masing terdiri dari 3 orang. Satu tim pendata maksimal mendata 300 KK atau 5 RT. KIE DAN ADVOKASI »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB melakukan sosialisasi dan KIE kepada masyarakat tentang rencana pelaksanaan pendataan keluarga melalui berbagai media. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB melakukan advokasi kepada para pengambil kebijakan dan tokoh yang berpengaruh di tingkat kecamatan dan desa melalui berbagai media (radio, surat kabar, dll) untuk mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan pendataan, khususnya untuk program intervensi. PELAKSANAAN PELATIHAN BAGI TIM PENDATA »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB selaku mana jer tingkat kecamatan dan desa menetapkan pembagian tugas sebagai fasilitator pelatihan. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB menyelenggarakan pelatihan/melatih tim pendata di kecamatan dan desa/ kelurahan.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA »» Selesai pelatihan PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/ PLKB menyerahkan K/0/Diklat-Orientasi, R/1/ Diklat-Orientasi dan F/I/Diklat-Orientasi kepada SKPD-KB kabupaten dan kota. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB membagikan sarana untuk praktik lapangan dalam pelatihan tim pendata (formulir F/I/PK/15, Rek.Des/F/I/PK/15, Rek.Kec/F/I/PK/15, stiker pendataan dan kupon keluarga serta kertas HVS untuk pembuatan skets peta PUS).

8

PELAKSANAAN PENDATAAN DAN PEMETAAN KELUARGA »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB membagikan sarana untuk pelaksanaan pendataan dan pemetaan keluarga (formulir F/I/PK/15, Rek. Des/F/I/PK/15, Rek.Kec/F/I/PK/15, stiker pendataan dan kupon keluarga serta kertas HVS untuk pembuatan skets peta PUS serta blanko peta keluarga). »» Tim pendata melakukan pendataan keluarga dengan kunjungan dari rumah ke rumah dan membuat skets peta KS. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB melakukan pengamatan selama tim pendata melaksanakan pendataan keluarga, dan menuangkan hasil pengamatan ke dalam LS/F/I/PK/15. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PLKB/PKB membuat rekapitulasi hasil pendataan keluarga.

9

9

PENYEBARLUASAN INFORMASI »» PLKB/PKB menyelenggarakan sarasehan tingkat desa/kelurahan dengan menggunakan rekapitulasi hasil pendataan keluarga untuk membahas dan mendiskusikan permasalahan keluarga untuk dicarikan solusi serta dukungan yang diperlukan dari tingkat kecamatan. »» PPLKB/Ka. UPT-KB menyelenggarakan diseminasi tingkat kecamatan dengan menggunakan rekapitulasi hasil pendataan keluarga untuk membahas dan mendiskusikan permasalahan keluarga untuk dicarikan solusi serta dukungan yang diperlukan dari tingkat kabupaten dan kota. PENTELADANAN/PEMBENTUKAN GROUP PELOPOR »» PKB/PLKB menginventarisasi/mencatat namanama keluarga yang telah menjadi peserta KB, khususnya peserta KB MKJP. »» Berdasarkan hasil kesepakatan, baik dalam sarasehan tingkat desa/ kelurahan maupun tingkat kecamatan PKB/PLKB menginventarisasi/ mencatat nama-nama keluarga dengan kategori sejahtera yang

bersedia memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera dan sejahtera I. »» PKB/PLKB melakukan pendekatan kepada keluarga-keluarga yang menjadi peserta KB dan keluarga dengan ketegori sejahtera untuk menjadi teladan bagi keluargakeluarga lainnya, serta memiliki peran sebagai group pelopor di desa/ kelurahan.

10 PELAYANAN KKBPK

11

»» PKB/PLKB bersama dengan pelaksana program KKBPK di tingkat desa/ kelurahan memberikan KIE penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang belum menjadi peserta KB. »» PKB/PLKB melakukan KIP/konseling kepada keluarga-keluarga yang belum ber-KB karena mengalami efek samping dan atau komplikasi. »» PKB/PLKB bersama PPKBD/Sub Sub PPKBD dan kader setempat membantu calon peserta KB untuk mendapatkan pelayanan medis KB. »» PKB/PLKB bersama PPKBD/Sub Sub PPKBD memfasilitasi kegiatan dalam program ketahanan keluarga (BKB, BKR, BKL, UPPKS, PIK-R/M). BIMBINGAN DAN PEMANTAUAN PENDATAAN KELUARGA »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/PLKB melakukan pemantauan pelaksanaan pendataan keluarga dengan pengamatan, pembinaan, dan bimbingan teknis, baik secara langsung maupun beberapa hari/minggu kemudian. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/PLKB melakukan evaluasi pelaksanaan pendataan keluarga setelah semua langkah kegiatan terlaksana, berdasarkan hasil pemantauan terhadap berbagai aspek (SDM, sarana dan prasarana, serta metode).

12 PELAPORAN DAN EVALUASI

»» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/PLKB membuat laporan pelaksanaan pendataan keluarga sesuai dengan alur pancatatan dan pelaporan pendataan keluarga yang telah ditetapkan. »» PPLKB/Ka. UPT-KB dan PKB/PLKB melakikan evaluasi pelaksanaan pendataan keluarga yang meliputi aspek SDM, sarana dan prasarana, serta metode.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

17




WARTA UTAMA

KAMUS PENDATAAN KELUARGA 2015 PK 2015 MENERAPKAN SEJUMLAH BATASAN PENGERTIAN YANG PADA UMUMNYA SAMA DENGAN DEFINISI BAKU. NAMUN, TERDAPAT BEBERAPA ISTILAH LAIN MEMILIKI BATASAN KHUSUS YANG BERBEDA DENGAN DEFINISI BAKU. BERIKUT INI BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PK 2015. BASIS DATA KELUARGA: Adalah kumpulan informasi dan data keluarga serta individu anggota keluarga hasil Pendataan Keluarga di setiap wilayah pendataan (RT, Dusun/RW) dan setiap tingkatan wilayah administrasi (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi, dan pusat) yang tersimpan dalam file elektronik dan file cetak. RUMAH TANGGA: Adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur, atau seorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluan sendiri. Dalam pendataan ini, rumah tangga dapat disamakan dengan rumah. KELUARGA: Adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Diluar definisi di atas dianggap sebagai keluarga khusus. KELUARGA KHUSUS: Adalah keluarga yang tidak memenuhi definisi keluarga,

20

namun memiliki hubungan keluarga sesama anggotanya, misalnya kakak dan adik tanpa orang tua, seorang kakek/nenek dan cucunya, atau seorang diri (sebatang kara). KEPALA KELUARGA: Adalah laki laki atau perempuan yang berstatus kawin, atau janda, atau duda, atau tidak kawin, yang mengepalai suatu keluarga yang anggotanya terdiri dari istri/suaminya dan atau anak-anaknya. ANAK: Adalah anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang belum menikah, serta masih dalam pengasuhan dan tanggung jawab kepala keluarga. AGAMA: Adalah keyakinan yang dianut oleh masing masing keluarga/anggota keluarga, terdiri dari : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan lainnya. PENDIDIKAN: Adalah pendidikan formal (baik melalui sekolah umum, swasta, homeschooling, ataupun kejar paket). TIDAK/BELUM SEKOLAH: Adalah status sekolah bagi mereka yang sama sekali belum pernah sekolah, termasuk mereka yang telah tamat atau belum tamat Taman Kanak-Kanak tetapi tidak/belum melanjutkan ke Sekolah Dasar. Selain itu juga, status sekolah bagi mereka yang pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal, tetapi pada saat pendataan tidak lagi terdaftar dan tidak lagi aktif. MASIH BERSEKOLAH: Adalah status sekolah bagi mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal. PEKERJAAN: Adalah keadaan ketenagakerjaan yang meliputi kegiatan yang dilakukan selama seminggu yang lalu, bidang usaha/pekerjaan utama, dan status/ kedudukan dalam pekerjaan utama. STATUS PERKAWINAN: Adalah keadaan yang menyatakan ada atau tidaknya ikatan perkawinan pada lelaki dan perempuan, yang dinyatakan sah berdasarkan hukum/ agama/adat. PESERTA BPJS-PBI: Adalah individu atau

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA UTAMA anggota keluarga yang menjadi peserta jaminan Kartu BPJS atau program jaminan kesehatan lainnya yang diterima melalui bantuan iuran pemerintah atau pemerintah daerah secara gratis, dan berlaku pada program BPJS. PESERTA BPJS-NON PBI: Adalah individu atau anggota keluarga yang menjadi peserta jaminan Kartu BPJS atau program jaminan kesehatan lainnya yang diterima dari mendaftarkan sendiri-sendiri ataupun kolektif dengan pembiayaan premi secara mandiri, dan berlaku pada program BPJS. PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BUKAN PESERTA BPJS (NON BPJS): Adalah individu atau anggota keluarga yang menjadi peserta jaminan kartu asuransi kesehatan lainnya diluar program BPJS, yang diterima dari mendaftarkan sendiri-sendiri ataupun kolektif dengan pembiayaan premi secara mandiri. TIDAK PUNYA ASURANSI: Adalah individu atau anggota keluarga yang tidak memiliki jaminan kesehatan apapun, baik yang dimiliki secara gratis maupun dengan membayar/mendaftar secara mandiri. PASANGAN USIA SUBUR (PUS): Adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 10 sampai dengan 49 tahun. USIA KAWIN PERTAMA: Adalah usia suami dan istri pada saat pertama kali menikah. Jika sudah menikah dua kali, maka yang dicatat adalah umur saat pertama kali kawin. JUMLAH ANAK YANG PERNAH DILAHIRKAN HIDUP: Adalah banyaknya anak yang pernah dilahirkan berdasarkan jenis kelamin, dalam kondisi hidup atau menunjukkan tandatanda kehidupan seperti bernafas, ada denyut jantung atau denyut tali pusat atau gerakan-gerakan otot. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian meninggal pada waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup (ALH). PESERTA KB: Adalah pasangan usia subur yang suami atau istrinya sedang menggunakan/pernah menggunakan salah satu metode kontrasepsi modern/tradisional. Metode Kontrasepsi Modern adalah IUD,

MOP, MOW, Kondom, Implant, Suntik, dan Pil. Metode Kontrasepsi Tradisional adalah kalender, obat tradisional, senggama terputus dan MAL atau cara tradisional lainnya. BUKAN PESERTA KB: Adalah PUS (suami ataupun istri) yang tidak sedang menggunakan salah satu metode kontrasepsi modern/tradisional atau karena alasan lainnya pada saat pendataan (sedang hamil; alasan fertilitas, tidak menyetujui KB; tidak tahu tentang KB; takut efek samping; pelayanan KB jauh; tidak mampu/mahal; dan lainnya). Sedangkan, untuk alasan lainnya misalnya alasan agama, dilarang suami. TEMPAT PELAYANAN KB: Adalah tempat pelayanan KB milik pemerintah maupun swasta yang meliputi: RSUP/RSUD; RS TNI; RS POLRI; RS SWASTA; Klinik Utama; Puskesmas; Klinik Pratama; Praktek Dokter; RS Pratama; Pustu/Pusling/Bidan Desa; Poskesdes/Polindes; Praktek Bidan; Pelayanan Bergerak; dan lainnya. KLINIK UTAMA: Adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. KLINIK PRATAMA: Adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar. RUMAH SAKIT PRATAMA: Adalah rumah sakit umum yang hanya menyediakan pelayanan perawatan kelas 3 (tiga) untuk peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka menjamin upaya pelayanan kesehatan perorangan yang memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, serta pelayanan penunjang lainnya. PELAYANAN BERGERAK: Adalah fasilitas kesehatan yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain di daerah tertinggal, terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan perorangan yang dilaksanakan selama 24 jam melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat/pelayanan darurat.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

21


WARTA JABAR

PEMBINAAN LINI LAPANGAN OLEH KEPALA BKKBN JABAR

MASIH TAHUN LINI LAPANGAN SUGILAR: TERIMA KASIH, PAK GUBERNUR! KEBERHASILAN PEMBANGUNAN KKBPK SANGAT DITENTUKAN OLEH PERFORMA LINI LAPANGAN. MEREKALAH UJUNG TOMBAK, GARDA TERDEPAN PROGRAM KKBPK. BAGAIMANA WAJAH LINI LAPANGAN DI JAWA BARAT? KEPALA PERWAKILAN BKKBN JAWA BARAT SUGILAR MELAKUKAN SAFARI KE HAMPIR SEMUA KABUPATEN DAN KOTA DI JABAR UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN TADI.

22

T

idak lama setelah dilantik menjadi orang nomor satu di BKKBN Jawa Barat, Sugilar memutuskan untuk blusukan ke sejumlah pelosok daerah di kabupaten dan kota. Langkah ini diambil guna mendapat gambaran akurat mengenai program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) langsung dari sumbernya. Sebagian pertemuan dilakukan dalam bentuk forum-forum resmi yang dihadiri pimpinan daerah dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KKBPK. Sebagian lain dilakukan secara informal di berbagai tempat setiap kali ada kesempatan bertemu masyarakat. “Saya turun ke lapangan untuk melihat

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA JABAR dari dekat pelaksanaan program (KKBPK). Saya menemui para petugas lini lapangan, apakah PLKB, KPB, TPD sampai pos KB. Saya berkesimpulan teman-teman di lapangan luar biasa semangat dan dedikasinya. Namun, ada satu titik yang harus digali lebih dalam lagi. Kelihatannya mereka kurang tersentuh mengenai substansi program itu. Mereka sudah tahu apa sih peran PLKB/PKB, tetapi tupoksi belum mendarat di lapangan,” kata Sugilar ketika ditemui di Balatbang KKBPK Jabar di Jalan Sederhana, Kota Bandung. Simpulan itu didapatkan Gilar, sapaan akrab Sugilar, setelah melakukan dialog langsung dengan para petugas tadi. Saat bertemu ratusan petugas di ruang Paseban, gedung perkantoran Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon di Sumber pada Maret lalu misalnya, Gilar meminta seorang tenaga penggerak desa (TPD) untuk menyebutkan jumlah pasangan usia subur (PUS). Sayangnya, petugas tak mampu menjawab secara pasti. Tak puas dengan jawaban sekenanya, Gilar lantas memanggil seorang TPD lain yang bertugas di desa berbeda. Kali ini mantan Kepala BKKBN Kabupaten Kuningan ini bertanya jumlah ibu hamil di desa binaannya. Lagi-lagi Gilar kecewa karena si petugas tidak mengetahui jumlah ibu hamil.

Menutup rasa penasaran, Gilar lantas meminta salah satu peserta pertemuan untuk menjelaskan makna simbolik dari Salam Genre berupa satu bulatan yang terbentuk dari telunjuk dan jempol plus tiga jari lain berdiri tegak. Kali ini juga Gilar geleng-geleng kepala menyimak penjelasan TPD saat berdiri di hadapan koleganya. “Bapak dan Ibu petugas lapangan tidak perlu mengurus jumlah penduduk dan la ju pertumbuhannya di Indonesia. Biar sa ja itu urusan presiden dan BKKBN. Tidak juga harus pusing mengingat angka-angka Jawa Barat. Biar saya yang pusing bersama Pak Gubenur. Untuk Kabupaten Cirebon juga sudah ada Pak Supadi (Kepala BPPKB Kabupaten Cirebon Supadi Priyatna, red) dan Pak Bupati. Bapak dan Ibu PLKB/ PKB/TPD cukup memahami data di desa binaan masingmasing. Jangan sampai tidak tahu jumlah PUS atau ibu hamil karena mereka semua adalah sasaran program kita,” tandas Sugilar.

TAHUN (BINA) LINI LAPANGAN Sadar pasukannya masih belum mumpuni, Gilar mematok untuk melanjutkan tagline Tahun Lini Lapangan untuk 2015 ini. Adapun fokusnya berupa pengembangan kapasitas melalui pembinaan bagi para petugas, terutama petugas partikelir yang selama ini mengandalkan honor dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Untuk para PLKB/PKB tentu kami percaya mereka sudah sangat menguasai materi KIE. Selain telah mengikuti serangkaian pendidikan, rata-rata PLKB yang nota bene para pegawai negeri sipil ini sudang malangmelintang lama. Ini berbeda dengan TPD/TPK yang relatif baru,” kata Gilar. Mengenai bentuknya, BKKBN Jabar membagi ke dalam tiga bentuk. Pertama melalui orientasi atau pelatihan reguler. Kedua, dalam bentuk penyegaran (refreshing) atau pemutakhiran informasiinformasi program KKBPK.

BLUSUKAN KB ALA KEPALA PERWAKILAN BKKBN JAWA BARAT

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

23


WARTA JABAR Gilar beralasan, refreshing diperlukan mengingat begitu cepatnya dinamika pembangunan KKBPK, terlebih dengan terbitnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan para petugas lini lapangan. Di samping itu, Jabar juga mengagendakan adanya pertemuan pembinaan bagi petugas lini lapangan di kabupaten dan kota. Pilihan ketiga ini diambil dengan pertimbangan masih banyak pemerintah daerah belum memberikan perhatian optimal pada program pembangunan KKBPK. Strategi yang dipilih adalah dengan menyelenggarakan pertemuan pembinaan yang di dalamnya turut menghadirkan bupati atau wali kota setempat. “Pembinaan dilakukan berjenjang dari provinsi hingga kabupaten da kota. Tahun ini kami mengagendakan mengadakan tiga

pertemuan yang diharapkan bisa dihadiri kepala daerah dan SKPD lain yang berhubungan dengan program KKBPK. Pertemuan ini sekaligus menjadi upaya menggalang komitmen para pemangku kepentingan terhadap program KB atau KKBPK,” terang Sugilar. Khusus mengenai pertemuan pembinaan kabupaten dan kota, Jabar memulai dengan memanfaatkan momentum penandatangan kontrak kerja antara Kepala Perwakilan BKKBN dengan para TPD/TPK yang tersebar di setiap kabupaten dan kota. Pada umumnya pertemuan dihadiri bupati atau wali kota atau setidaknya sekretaris daerah. Di Kabupaten Cirebon misalnya, pertemuan dihadiri Sekretaris Daerah Dudung Mulyana. Sementara di Kabupaten Karawang, pertemuan dihadiri Plt Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana. Dalam setiap pertemuan tersebut, Gilar terus

PEMBINAAN LINI LAPANGAN OLEH KASUBID HUBAL BKKBN JABAR

24

menekankan pentingnya para petugas lini lapangan menguasai “medan tempur” di daerah masing-masing. Pada saat yang sama, Gilar meminta petugas menguasai data basis. Data basis yang akurat dan akuntabel menjadi prasyarat untuk melakukan penggarapan hingga penentuan intervensi yang harus dilakukan. “Tugas utama petugas lini lapangan adalah melakukan KIE. Untuk melakukan KIE ini diperlukan adanya data akurat. Petugas lini lapangan tanpa memiliki data akurat maka mereka tidak ada apaapanya. Data merupakan bekal untuk mengetahui sasaran masing-masing di desanya. Karena itu, sebagai lini lapangan berkewa jiban memiliki data tentang kependudukan, KB, maupun pembangunan keluarga,” tandas Gilar.

JASA BESAR GUBERNUR JAWA BARAT Disinggung mengenai sumber daya lini lapangan, Gilar menyebut masih adanya kekurangan petugas secara signifikan. Alasannya, dari 5.962 desa yang ada di Jawa Barat, saat ini hanya tersedia 1.409 PLKB/PKB. Para petugas generik ini merupakan tumpuan utama BKKBN dalam menggerakkan program KKBPK. Maklum, sejak ditetapkan sebagai pegawai negeri sipil (PNS), para PLKB/PKB mengemban tugas untuk mengelola program KB.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA JABAR “Saya kira memang kini lebih terfokus KKBPK mengarah kepada petugas lini lapangan. Ini sangat serius karena sasaran terdepan ada di tingkat RT, RW, dan desa. Para petugas lapangan ini yang berhadapan langsung dengan mereka. Hanya permasalahannya, sumber daya kita sangat kekurangan. Dengan melihat jumlah petugas terhadap desa, rasio PLKB terhadap desa sekitar 1:4-5. Artinya, seorang PLKB/PKB harus menggarap 4-5 desa. Ini sangat berat, melelahkan,” keluh Gilar. Di tengah kegalauan itu, pengelola program KKBPK di Jabar bisa sedikit bernapas lega. Pemicunya, sejak 2009 lalu Gedung Sate meluncurkan pengadaan TPD untuk membantu para PLKB/PKB. Dalam lima tahun, Jabar mengangkat 2.000 TPD yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat. Meski memiliki kualifikasi berbeda dengan PLKB, para TPD sesungguhnya memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan PLKB. “Terus terang kami BKKBN Jabar sangat bersyukur memiliki gubernur Pak Ahmad Heryawan yang memberikan perhatian besar pada program KKBPK. Keberadaan 2.000 TPD sangat membantu pelaksanaan program KKBPK. Tanpa ada TPD rasanya sulit membayangkan kondisi program di lapangan. Terima kasih, Pak Gubenur!” ujar Gilar sumringah.

SDM LINI LAPANGAN PKB/PLKB 1.397 TPD/K APBD-I 2.000 TPD/K APBD-II 447 POS KB 7.665 SUB POS KB 58.574 TOTAL 70.083 Gilar juga makin bungah dengan kehadiran sejumlah tenaga dengan tugas dan fungsi yang sama dengan TPD di sejumlah kabupaten dan kota. Sampai awal 2015 ini, sambung Gilar, terdapat 447 petugas yang pendanaannya bersumber dari APBD kabupaten atau kota. Tercatat adanya lima daerah yang mengalokasikan anggaran bagi pengadaan petugas lapangan layaknya TPD. Kelima daerah itu adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Ma jalengka, Kabupaten Karawang, dan Kota Sukabumi. Ditemui terpisah, Kepala Sub Bidang Hubungan Antarlembaga dan Bina Lini Lapangan BKKBN Jawa Barat Iman Hikmat menjelaskan, lima daerah yang menganggarkan TPD dalam APBD-nya menerapkan sejumlah skema

berbeda. Di Kabupaten Bogor, selain menambah 80 TPD mandiri, mereka juga menambah honor TPD Provinsi dari Rp 800 ribu menjadi Rp 1 juta per bulan. Dengan demikian, seluruh TPD menerima honor yang sama sebesar Rp 1 juta. Kabupaten Sukabumi beda lagi. Dengan penambah 194 petugas secara mandiri, Sukabumi memberikan honor masing-masing Rp 500 ribu per bulan atau lebih rendah Rp 300 ribu dibanding TPD Provinsi. Adapun Kabupaten Ma jalengka memberikan honor yang sama antara TPD Provinsi dengan TPD Kabupaten. “Kota Bandung lain lagi. Melalui APBD-nya, mereka menganggarkan honor tambahan sebesar Rp 500 ribu untuk masingmasing tenaga penggerak kelurahan (TPK). Dengan demikian, TPK Kota Bandung menerima honor Rp 1,3 juta setiap bulannya. Itu menjadi kebijakan masing-masing daerah. Semua tergantung komitmen dan kemampuan anggaran pemerintah daerah setempat,” papar Iman. Tak kalah pentingnya, Jabar juga memiliki amunisi tambahan berupa pos KB sebanyak 7.665 orang dan 58.573 sub pos KB. Bila seluruh petugas dijumlahkan, maka Jabar memiliki 70.83 orang pasukan. Mereka itulah sebenar-benarnya kekuatan utama pembangunan KKBPK di tanah Pasundan.(!)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

25


WARTA JABAR

M

enteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menyerukan semua pihak mendukung dan terus menyosialisasikan program Generasi Berencana (Genre) di Indonesia. Seruan Puan tersebut disampaikan saat mengunjungi SMP Negeri 1 Cisarua di Kabupaten Bandung Barat akhir Januari lalu. Turut menyertai kunjungan kerja tersebut antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Bupati Bandung Barat Yayat T Soemitra, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar. “Saya berharap gubernur dan kepala daerah yang hadir di sini bisa terus mendorong program Genre ini. (Program Genre) ini harus dilakukan sosialisasi secara bergotong royong, bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh segenap masyarakat,” tegas Puan. Kepada ratusan siswa SMP yang menyambutnya mulai dari halaman hingga loronglorong sekolah dan ruang kelas, Puan berpesan untuk terus belajar dengan giat agar kelak mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Puan menegaskan, salah satu bentuk revolusi mental adalah berupa perubahan perilaku, dari buruk menjadi baik, dari malas menjadi rajin. “Anak-anak muda harus menjadi generasi unggul, penerus masa depan bangsa ini. Kalian semua harus sehat jasmani dan rohani. Bagaimana caranya? Tentu saja belajar yang baik dan

26

KUNJUNGAN KERJA MENKO PMK PUAN MAHARANI DI KAB. BANDUNG BARAT

MENTERI PUAN MINTA SEMUA PIHAK DUKUNG GENRE bergizinya sehat. Jadi, nanti semua yang ada di sini itu bukan hanya akan menjadi generasi muda yang akan membangun Indonesia, tetapi juga dikenal di luar negeri, disegani di negara lain, dihormati negara lain,” tandas putri Presiden Republik Indonesia kelima Megawati Sukarnoputri tersebut. Puan yang siang itu tampil sederhana mengenakan batik bernuansa merah tersebut menjelaskan, prasyarat untuk

berkompetisi dengan generasi muda dari negara lain adalah pendidikan tinggi. Pemerintah, sambung dia, terus memperluas beasiswa untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri bagi generasi muda berprestasi. Syaratnya, ketika mereka tuntas menamatkan pendidikan di luar negeri harus kembali ke tanah air. “Nah, itu semua nggak bisa kalau kalian memilih menikah muda. Jangan

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


WARTA JABAR visi dan misi yang harus dilakukan bersama dalam membangun bangsa ke depan,” kata ibu muda yang kerap disapa tante oleh teman anak-anaknya itu. “Paling tidak di Jawa Barat, anak-anak kita memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki pendidikan minimal 12 tahun, dan mempunyai gizi sehat dan seimbang. Kami berharap mereka menikah pada waktunya, tidak menikah muda, tidak terlibat narkoba, dan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan umurnya. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menunda usia perkawinan. Dan, melalui program Genre ini diharapkan pernikahan dini akan berkurang,” tambah Puan.

sampai berpikir menikah dulu, baru sekolah, lalu buka warung. Jangan. Selesaikan dulu sekolah minimal sampai SMA, setelah itu buka warung. Itu boleh. Bagi anak-anak Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri, Ingat harus kembali ke Indonesia dan bersama-sama membangun Indonesia. Dan, kalian harus kalian harus tahu bahwa kalian itu rumahnya di Indonesia, dari Jawa Barat. Kalian harus mebangun wilayahnya masing-masing. Dan, ini hanya bisa dilakukan bila anak-anak Indonesia punya keinginan seperti itu,” papar Puan. Selain itu, Puan juga berpesan kepada para guru untuk mengubah pendekatan pembelajaran.

Bila sebelumnya kerap dilakukan melalui perintah atau instruksi, kini harus dilakukan melalui pendekatan dan bergaul sebagaimana layaknya teman. Guru dituntut mampu memahami perasaan anakanak didik. Dengan cara itu, anak-anak tetap merasa memiliki kewajiban belajar sekaligus tidak kehilangan dunia anak-anak seusianya. “Tidak terbebani pelajaran, tetapi pelajaran itu menjadikan anak-anak unggul yang mampu ikut serta dalam membangun bangsa ini. Tentu saja, kami di pemerintah punya kewajiban untuk membantu mewujudkan rasa aman dan nyaman bagi guru untuk menjadi lebih produktif. Dan, itu bukan janji, tapi satu

Dengan begitu, Puan optimistis lima tahun hingga 10 tahun ke depan anakanak Indonesia yang sehat jasmani dan rohani menjadi generasi unggul. Generasi yang memiliki daya saing tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Sementara itu, selama kunjungan selama lebih kurang satu jam tersebut Puan dan rombongan berkesempatan berinteraksi dengan warga sekolah. Setibanya di lapangan upacara, rombongan mendapat sambutan pertunjukkan angklung suguhan lingkung seni siswa SMP Negeri 1 Cisarua. Puan juga sempat meninjau permainan ular tangga Genre. Di bagian akhir kunjungan, Puan didampingi Heryawan meresmikan sekretariat Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) Necis SMPN 1 Cisarua.(DUAANAK.COM)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

27


KILAS WARTA

FAPSEDU JABAR INGIN TOKOH AGAMA AKTIF KIE KEPENDUDUKAN Tokoh agama yang nota bene sebagai panutan masyarakat dinilai memiliki peran strategis dalam mewujudkan keluarga sejahtera di masyarakat. Hal itu mengemuka saat pertemuan Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) Jawa Barat pada Jumat (20/2) lalu di ruang pertemuan Prabu Siliwingani Perwakilan BKKBN Jawa Barat di Bandung. Ketua Fapsedu Jabar Rahmat Syafii menyampaikan bahwa pada prinsipnya apa yang menjadi tantangan pembangunan kependudukan, terutama terkait dengan pembangunan kualitas manusia, tentunya juga menjadi tanggungjawab para tokoh agama. Untuk itu, Fapsedu bersama BKKBN semestinya dapat memberdayakan para tokoh agama. Program KKBPK harus merancang untuk memotivasi para tokoh agama untuk terlibat aktif dalam KIE.(HK)

PUP TURUNKAN 30 PERSEN FERTILITAS Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) sebagai salah satu ouput program Generasi Berencana (Genre) diyakini dapat berkontribusi menurunkan fertilitas hingga 30 persen. Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi PIK Rema ja/Mahasiswa Tingkat Provinsi Jawa Barat yang diikuti oleh Kepala Bidang KS/ PK SKPD-KB se Jawa Barat di ruang Prabu Siliwangi Perwakilan BKKBN Jabar, Senin (23/2). Menurut Sugilar tingginya angka fertilitas salah satunya disebabkan tingginya jumlah perempuan melahirkan pada rentang usia 15-19 tahun. Angka ini dapat ditekan melalui edukasi PUP kepada rema ja yang sejalan dengan program Genre agar menikah di usia ideal yakni minimal 21 tahun wanita dan 25 tahun pada pria. (HK).

28

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


KILAS WARTA

PERLU PENGUATAN TUGAS DAN FUNGSI PETUGAS LAPANGAN Jumlah penduduk besar, la ju pertumbuhan tinggi, persebaran tidak merata, serta kualitas SDM yang rendah merupakan tantangan pembangunan kependudukan saat ini. Kota Bandung sebagai daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Barat dengan populasi 2,6 juta jiwa atau 5,5 persen dari total penduduk Jawa Barat harus mampu menghadapi tantangan tersebut. Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar menyampaikan hal itu saat bersilaturahim dengan PKB/PLKB dan TPK (Tenaga Penggerak Kelurahan) se-Kota Bandung di Kantor BPPKB Kota Bandung, Jalan Maskumambang, pada Selasa (24/2). Duna menghadapi tantan tersebut, perlu penguatan tugas dan fungsi petugas lapangan mengingat seluruh aspek terkait dengan data, KIE, pelayanan dan pelaporannya. Suksesnya program KKBPK sangat bergantung pada kinerja petugas lapangan yang dimotori para PLKB/PKB dan TPK.(HK)

PROMOSIKAN KB SAMBIL GOWES DI KOTA CIREBON Inovasi kampanye program KKBPK selalu dikembangkan BKKBN. Kali ini melalui kegiatan Gowes Sepeda Sehat Keliling Kota Cirebon, Jawa Baratberta juk “Bakti Sosial Pelayanan KB dan Sepeda Sehat” pada Sabtu (28/2) lalu. Gowes bareng ini kerjasama BKKBN dengan Klub Gowes Komunitas Kesehatan Indonesia (Koseindo). Plt Kepala BKKBN Ambar Rahayu menyampaikan, BKKBN ingin menga jak masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat melalui olahraga bersepeda sekaligus mempromosikan nilai-nilai keluarga bahagia melalui keluarga yang berencana. Secara khusus, kegiatan ini juga bertujuan untuk mendekatkan pelayanan KB kepada masyarakat. Turut serta bersama Ambar antara lain Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf.(HK)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

29


CATATAN KHUSUS

DATA OH DATA! SINARMU MERAJALELA MANFAAT DATA KB DARI MASA KE MASA

S

etelah ditetapkan sebagai petugas di satu Desa dan menemui Kepala Desa, Tugas Utama dan pertama seorang PLKB ditahun tujuhpuluhan adalah kunjungan ke tingkat RT. Mengawali kunjungan menemui Ketua RT, untuk “sampurasun”, ”Kulonuwun,” atau “permisi’ akan menggarap KB di RT tersebut. Diskusi sederhana PLKB menanyakan batas wilayah ke RT-an; Sang RT menjawab : “Mantri (panggilan ke PLKB), rata-rata ke petugas kecamatan baik Jupen, Jasos, Penmas, dsb suka disebut mantri. Mantri batas-batas di RT kita itu: Sebelah Utara: “Rungkun Awi” (Rumpun Pohon Bambu), berjejer ada haur koneng (bambu Kuning), Awi wulung (bambu hitam yang biasa dipakai hiasan dinding), sebelah Barat ada tajug/ langgar, sebelah timur istal kuda dan sebelah selatan tampian/MCK. Diskusi berikutnya menanyakan tokoh-tokoh masyarakat, yang ditanyakan biasanya imam tajug, guru mengaji dan tokoh kaya yang suka membantu masyarakat. Diskusi ketiga PLKB meminta untuk mengadakan group meeting/riungan di RT dengan seluruh warga dan tokoh-tokoh masyarakat. Biasanya tidak sulit untuk disepakati, asal dilaksanakan sore hari. Bahkan banyak RT yang langsung menyanggupi keesokan harinya. Setelah diskusi di rumah. Apakah Pak RT bisa mengantar keliling untuk melihat wilayah dan

30

mengunjungi tokoh? Demikian pertanyaan PLKB setengah nada permohonan. RT saat itu sangat respon, pertama kunjungan PLKB pada sore hari dan tidak mengganggu kerja, kedua kedatangan petugas kecamatan dianggap penghormatan kepada RT. Keliling itu ada dua tujuan: Untuk melihat batas-batas RT dan sekaligus oleh PLKB digambar kasar/sketsa dalam kertas sementara. Mengunjungi rumah tokoh untuk mengundang hadir dalam group meeting. Selain itu Pak RT kalau ketemu warga baik di jalan maupun di rumah warga sekaligus juga mengundang dalam group meeting. Tahap berikutnya adalah group meeting/ penyuluhan kelompok (belum ada istilah KIE). Apabila dilakukan keesokan harinya, langsung mengadakan group meeting, tapi apabila di RT belum siap untuk group meeting dan ada jeda waktu hari lain, maka esoknya PLKB melakukan dulu kegiatan yang sama di RT lain tapi masih wilayah RK/RW tersebut. Group meeting biasanya dilaksanakan di tajug atau rumah ketua RT, pesertanya banyak sekali hampir seluruh warga dan tokoh hadir, karena saat itu masih gampang mengumpulkan orang. “Ada petugas sekarang yang mengatakan mengumpulkan orang itu susah pak….’ ’betul..apa betul???”

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


CATATAN KHUSUS

Rukman Heryana

Mantan Kepala BKKBN Jawa Barat

Sudah berapa kali dicoba???? Coba lagi. Asal melalui mekanisme yang baik, tidak terlalu mengganggu kegiatan masyarakat. Dilakukan saat santai, acaranya menarik, tidak terlalu sering. Kayanya masih bisa dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Di group meeting PLKB menjelaskan program KB yaitu “ngantur ngandung nu rimbitan, mawa jalan kabagjaan” alias pengaturan kelahiran. Inti penjelasan adalah empat terlalu (4T) tea. Orang Jakarta meni ti popolotot waktu penulis ikut rapat, menegaskan pokoknya sekarang itu KIE kita harus 4T. Pedah diingatkan oleh Menkes. “Tuh Kang Rahmat, Ceu Yani bilang sama orang Betawi, kita mah menjelaskan 4T itu sejak abad awal program KB, he..he…” Ceu Elma: macam-macam cara PLKB dulu, menyampaikan penyuluhan. Ada yang gaya Ulama dengan dalil dan hadist, ada gaya orator/politikus, kebanyakan pakai stand up comedy atau dengan heureuy, sisindiran, lagu dan dongeng, eta teh tos aya ti baheula na. Makanya penulis salut ka Kang Rudi dan Ceu Elma yang melaksanakan lomba KIE KB ala stand up comedy, tapi agar dilaksanakan dengan cara yang lebih sistematis, jangan sampai setelah lomba ke sananya ga ada apa-apanya. Dalam group meeting sudah samar-samar kelihatan hasilnya tentang program KB. Ada yang menyambut baik, dan dia sudah menggunakan cara-cara penjarangan kehamilan dengan cara

diurut paraji, makan jamu-jamuan, bahkan ada yang pakai ramuan membahayakan. Ada juga yang baeud alias tidak setuju. Saat group meeting kita janji akan melaksanakan anjang sono alias face to face comunication ke rumah-rumah. Tahap selanjutnya adalah kunjungan rumah bersama RT. “Ini kewajiban utama PLKB sebagai syarat untuk mendapat gaji/honor yang disyaratkan membawa data 150 kunjungan rumah dan mendapat 10 akseptor per bulan.” Kalau tidak memenuhi itu, maka honornya tidak diberikan sampai kewajibannya dilaksanakan/hutangnya dilunasi. Karena dilaksanakan sore hari dan setiap rumah kunjungannya cukup lama, maka rata-rata paling banyak 10 rumah per hari, sehingga satu RT dilaksanakan pada 3-4 hari. Pada saat kunjungan ada yang menerima dengan baik, ada juga yang ngumpet atau sengaja tidak ada di rumah karena takut disuruh KB. Dalam kunjungan rumah dimantapkan kembali penyuluhan yang disampaikan saat group meeting kepada pasangan suami istri termasuk cara-cara kontrasepsi. Hasil kunjungan dicatat dalam daftar ELCO/ PUS. Sebagai data awal PLKB. Hasil itu bedabeda; ada yang menolak, pikir-pikir dan menerima/ setuju KB. Yang pikir-pikir dan setuju KB langsung diberi si kartu biru/SP (surat pengantar), untuk datang ke klinik KB saat hari buka klinik di kecamatan (dulu tidak buka tiap hari), untuk mendapatkan pelayanan.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

31


CATATAN KHUSUS Pada saat kunjungan rumah juga diletakkan gambar/posisi rumah di sket peta yang dibuat sebelumnya, maka peta dulu tidak berjejer seperti sekarang tapi benar-benar letaknya sesuai dengan aslinya yang kemudian dirapikan oleh PLKB di rumahnya dengan peta yang bagus. Hasil kunjungan rumah direkap, berapa yang menerima, pikir-pikir dan menolak, serta berapa SP yang keluar. Pada hari buka klinik PLKB menunggu calon akseptor di klinik. Hasilnya macam-macam, rata-rata yang diberi SP tidak datang semua, ada yang pikir-pikir datang ikut KB, bahkan yang menerima saat dikunjungi malah tidak datang. Langkah berikutnya bagi yang datang dan ber-KB dikunjungi lagi namanya follow up/ kunjungan pembinaan, sedangkan yang tidak datang dilakukan revisit (kunjungan ulang untuk memantapkan kembali). Hasil pelayanan dimasukkan dalam daftar ELCO dan peta, dicatat/ diubah sesuai keikutsertaannya. Demikian kawan-kawan, dulu bukan sengaja mendata, tapi melakukan kegiatan untuk mendapat data. Peserta KB ada, daftar ELCO dapat dan peta beres. Semua data masih terpusat di PLKB dan klinik KB, peta pun belum dituangkan dalam duplek masih berupa buku di PLKB. Setelah ibu Suhamah dan Ujang Sunarya merintis pembentukan Kelompok Akseptor di Sumedang, kemudian dikembangkan oleh Sriatono Sembada menjadi pos KB di Lembang serta dikemas menjadi struktur yang sistematis di Pasirjambu; catatan di kelompok akseptor di tahun 70-an hanya satu buku, yaitu penerimaan dan pengeluaran pil ulang. Sang ketua kelompok akseptor mencatat berapa menerima dari PLKB, dibagikan kepada siapa saja (nama-nama tercatat) dan berapa sisa.

32

(Akseptor Baru) maupun AA (Akseptor Aktif) tercatat dengan perkembangannya setiap bulan, kemudian rekapnya dilaporkan ke Pos KB yang dilanjutkan ke PLKB untuk pengisian laporan dallap, sedangkan F/II tetap merekam kejadian di klinik. Bu Een Pos KB Desa Cibodas, Kec. Pasirjambu Kab. Bandung sangat pusing bila pada tanggal 29 setiap bulan masih ada Sub Pos KB yang belum melaporkan dengan rasa tanggung jawab beliau menjemput laporan ke tiap RW. Dengan demikian seorang Pos KB desa sangat paham jumlah akseptor KB se-desa, jumlah AB bulan itu dan jumlah drop out selama bulan yang bersangkutan. Jakarta/BKKBN Pusat minta data ke Desa tentang peserta KB yang telah lebih dari 5 tahun di sebut akseptor lestari. Dibagi tiga kategori: Akseptor lestari 5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun keatas. Data ini mempunyai tujuan ganda yaitu: Untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden Untuk mendapatkan bantuan kelapa hybrida dari dinas perkebunan/Menteri Pertanian “Tuh dulur-dulur jelas data teh, puguh tujuannana dan ada hasilnya, serta terasa manfaatnya. Akseptor terbina, bantuan dapat he..he..” Cuma di JABAR ada-ada saja R/I Sub Pos KB dibuat menjadi panca R (lima catatan) R/I Pil, R/I Suntik, R/I IUD dan sebagainya yang ditempat lain mah tidak ada.” Malah ditambah dengan tabel miring, dan tabel ajeg untuk kontrasepsi ulangan.

Data itu sederhana tetapi sungguh dinamis dan sangat menyentuh kepentingan operasional.

Tahun 1987 kita mengembangkan KB mandiri melalui lingkaran Biru, dengan tahapan pra mandiri, mandiri parsial dan mandiri penuh. Data KB mandiri tidak rumit, cukup diambil oleh penghubung DBSA (Dokter, Bidan Swasta dan Apotek) kemudian dilapor ke PPLKB untuk dimasukkan dalam F/II KB jalur swasta dan laporan dallap. Sedangkan kesertaan di desanya tetap masuk pada R/I Sub Pos KB.

Pada Tahun 80-an Data Sederhana Tapi Manfaat Luar Biasa

Masa Gemilang/Kejayaan Data Program KB Terjadi di Era Tahun 90-an

Di era ini program KB tidak melaksanakan pendataan secara khusus, tapi mengembangkan catatan kelompok akseptor dari satu buku menjadi R/I Sub Pos KB/sub PPKBD. Catatan/ data ini dibuat semata untuk kepentingan pembinaan peserta KB, karena semua akseptor, baik AB

Setelah keluar UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, tugas dan fungsi BKKBN (program KB) sangat meningkat drastis. Karena itu pada era inilah dahsyatnya “Data” berikut segala

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


CATATAN KHUSUS manfaatnya. Pencanangan hari keluarga sebagai perubahan dari hari KB tahun 1992 di Lampung, tonggak sejarah yang Monumental. Tahun 1994 kita melakukan pendataan yang menyeluruh di seluruh wilayah RI dengan tiga data pokok, yaitu data kependudukan, data KB dan data keluarga sejahtera. Data dimaksud untuk menopang tiga gerakan yaitu GRKS (Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera), GKKS (Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera), GEKS (Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera). Semarak pendataan mulai berkibar di manamana. Saat itu penulis sedang tugas di Kab. Pandeglang, melaksanakan pencanangan pendataan oleh Bupati di Pantai Carita, dihadiri para kader pendata di seluruh Kabupaten, dan mengundang Ibu Eli Pos KB Soreang untuk menyajikan cara atau mekanisme pengolahan data di tingkat desa. Hasil pendataan, jelas digunakan: Untuk pembentukan bina-bina keluarga yang hampir 20 Poktan, ada BKBM (Bina Keluarga Baru Menikah), ada BKMM (Bina Keluarga Muda Mandiri) dan banyak lagi. Dibentuk kelompok Takesra, Kukesra yang anggotanya gabungan dari keluarga pra S, KS1, KS2, dan sebagainya. Di tingkat pusat, data digunakan untuk mencari biaya/anggaran program dari para pengusaha.

Kita penuhi permintaan by name by address ke APINDO sehingga keluar kesepakatan Jimbaran Bali yang memberi 2.5% dari hasil perusahaan untuk program KB. Dibentuk Yayasan Dana Mandiri oleh Presiden. Disebar dananya ke Takesra, Kukesra dan KPKU. Maka terbantulah keluarga prasejahtera yang jumlahnya puluhan juta keluarga di seluruh Indonesia. Selain itu tahun 1996, waktu penulis tugas di Kab.Tangerang Pencanangan pendataan dibalik, kalau orang lain rumah Bupati di data oleh petugas dan kader, di Tangerang, Bupati (Pak Syaefullah Abdurahman) mendata salah satu keluarga prasejahtera sebagai pencanangan pendataan. Merasa susahnya mendata tapi banyak manfaatnya data, tak segan-segan Bupati mengucurkan bantuan yang signifikan. Para kader pendata dibagi batik, BKKBN dapat biaya operasional termasuk diberi mobil baru untuk operasional. Dahsyatnya data saat itu, peta yang dibuat dari R/I/KS, dipakai media sarasehan tingkat RT terutama lelang kepedulian dan saling membantu. Kisah Saudara Undang, PLKB Kec. Curug beserta kadernya yang melakukan sarasehan di tiap RT telah mengubah wajah kampung kumuh menjadi kampung ceria/hegar. Di belakang Supermall Karawaci yang terbesar di Asia Tenggara saat itu, terdapat perkampungan

SIMULASI PENDATAAN KELUARGA 2015

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

33


CATATAN KHUSUS kumuh. Keluarga prasejahtera rata-rata rumahnya beralaskan tanah. Kegigihan sang PLKB dan kader melakukan saresehan untuk mengetuk hati keluarga KS3 dan KS3 plus hampir satu desa terjadi plesteralisasi dan aladin (Atap lantai dan dinding). Alhamdulillah PLKB-nya pun mendapat bantuan rumah dari Kades, karena belum punya rumah. Lebih dahsyat lagi data prasejahtera yang lantai tanah se-Kabupaten Tangerang, dipakai media KIE (belum ada istilah advokasi saat itu) kepada Bupati agar dilaksanakan plesterisasi. Bupati sangat respon, mengundang seluruh pengusaha seKabupaten Tangerang untuk bersama melakukan plesterisasi rumah prasejahtera, dengan panitia pembangunannya dipercayakan kepada BKKBN Tangerang. Hasilnya puluhan kontainer mengangkut semen dan pasir dibagikan ke kampung-kampung, pengerjaan plesterisasi secara gotong royong oleh antarwarga. Alhamdulilah puluhan ribu rumah diplester dan ribuan keluarga meningkat statusnya dari pra-S menjadi KS 1. Tahun 1996 ada lomba GPKPS (Gerakan Pembangunan Keluarga Pra Sejahtera) secara Nasional dan Alhamdulillah juara nasional dimenangkan oleh Kabupaten Tangerang. Piagam, piala dan hadiah diterima oleh Bupati, langsung dari Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Sebagai juara GPKPS, Pak Haryono Suryono (Kepala BKKBN) minta agar Kabupaten Tangerang menjadi tuan rumah/pencanangan Takesra, Kukesra secara nasional. Lapangan Cisoka Tangerang menjadi saksi sejarah gerakan TAKUKESRA. Atas kucuran dana yang memadai dari Pemda, BKKBN Tangerang mampu menyajikan ORATORIUM KOLOSAL TAKUKESRA, yang dimainkan kurang lebih 400 orang. Acara ini cukup menghebohkan saat itu, karena peserta dan undangan dari seluruh Indonesia serta ditayangkan di beberapa televisi. Tahun 1997 Indonesia mengalami Krismon (Krisis Moneter) yang mengakibatkan jatuhnya Orde Baru dan lengsernya Presiden Soeharto. Presiden Habibie selaku pengganti Presiden Soeharto, melaksanakan program jaring

34

pengaman sosial (JPS) untuk membantu masyarakat yang terkena dampak krismon. Program JPSBK (Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan) dan Raskin paling dulu diluncurkan, namun BAPPENAS kebingungan lantaran tidak punya data by name by address yang harus dibantu. Setelah setiap Departemen termasuk BPS tidak sanggup menyediakan data, maka tampilah BKKBN menyanggupi data tersebut. Data dianggap solid karena sudah empat tahun dilakukan pendataan dengan segala semangat, menyeluruh, serta dilakukan perbaikanperbaikan menuju kesempurnaan. Sejak itulah BKKBN mempunyai reputasi bagus di bidang data karena hasil pendataan kita sangat bermanfaat bagi pembangunan bangsa di Republik ini. Bertahun-tahun pembagian raskin, JPSBK yang berkembang menjadi JAMKESMAS, JAMKESDA selalu memakai data BKKBN. Selain pemerintah secara umum banyak juga instansi/departemen lain yang memanfaatkan data program KB, misalnya dinas-dinas yang akan memberikan bantuan memakai data dasar dari BKKBN. Beberapa Bupati tegas menggunakan data KB untuk operasional, sehingga legalisasi SKTM diserahkan ke dinas KB/BPPKB. Sekarang yang masih eksis yaitu Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. ‘Kita Insan KB Sangat Bangga Dengan Manfaat Data Program KB’. Era Menurunnya Pemanfaatan Data Program KB Seiring dengan melemahnya komitmen pemerintah terhadap program KB, di mana kewenangan diserahkan ke otonomi daerah sambil tidak diberi petunjuk yang jelas, serta banyak para pemimpin yang secara terang-terangan ingin membubarkan BKKBN, maka program KB semakin tidak jelas arahnya. Di samping itu, pemerintah mengembalikan seluruh kewenangan legalisasi data kepada badan pusat statistik, maka data BKKBN semakin buram pemanfaatannya. Hal ini kurang disadari oleh BKKBN yang terus menggebu-gebu melakukan pendataan dan penyempurnaan datanya. Jakarta selalu menagih data. Ada surat dari Mendagri kepada Gubernur,Bupati/walikota untuk melaksanakan pendataan.

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015


CATATAN KHUSUS Atuh… banyak kabupaten/kota yang APBDnya hanya untuk pendataan, sedangkan untuk operasional lain tidak ada. Ini terjadi terutama di luar Jawa. Yang lebih mengerikan banyak OPD KB Kab/Kota yang belum memahami ikon dan proses kerja program KB secara menyeluruh, sehingga banyak yang memacu pendataan berlebihan. PLKB dimarahi jika data belum selesai, tapi tidak pernah menegur kalau tidak melakukan KIE atau Rakor. Penulis sampai saat ini kalau diskusi dengan teman-teman di lapangan yang diceritakan lebih banyak pendataan dibanding kegiatan lain, tapi jumlah dan analisa datanya kurang dipahami. Pendataan seolah-olah dilaksanakan sepanjang tahun dari mulai tahap persiapan, pengambilan data, rekap dan sebagainya….. ‘ini sungguh melelahkan’. Tapi aneh bin ajaib, data hasil kerja keras itu, tidak jelas pemanfatannya di pusat tidak dimanfaatkan seperti periode tahun 1990-an, apalagi di lapangan data yang banyak hanya menjadi Hiasan. Pos KB ditanya jumlah akseptor saja tidak tahu? katanya mendata terus…PLKB ditanya berapa Pra-S yang ada, berapa yang rumahnya kurang dari 8 meter persegi per penghuni? Tidak bisa menjawab. Apalagi kalau sampai ke mengerjakannya. Seorang Kepala OPD KB, mengundang penulis dalam pertemuan PLKB dan TPD. Beliau dengan lantang mengarahkan agar PLKB/TPD punya data, sekarang tidak punya data? Penulis menjawab sebaliknya, Pak Kaban, PLKB bukan tidak punya data, tapi kebanyakan data bingung untuk mengerjakannya. Sambil testimoni ke beberapa petugas, saya bertanya: “Bagaimana pemanfaatan dan usaha bagi rumah pra-S yang berlantai tanah?” Bila punya CU/peserta KB aktif pil 300 tapi dari BKKBN hanya diberi 100, bagaimana usahanya untuk memastikan bahwa mereka tidak DO?” Rata-rata di lapangan tidak bisa menjawab. Kalau begitu, buat apa kita mendata berlebihan, kalau pemanfaatannya kurang jelas, bahkan banyak R/I hasil pendataan, menyimpannya saja

asal-asalan! Kalau sekadar untuk operasional sederhana tidak usah mendata payah-payah, bisa sambil berjalan. Kawan-kawan silakan datang ke rumah ketua RT, RW atau kumpul sore-sore, walaupun tidak mendata, penulis yakin banyak mereka yang belum tahu delapan fungsi keluarga, tujuh aspek perkembangan anak, sembilan langkah orang tua hebat, tujuh dimensi lansia tangguh, kontraindikasi IUD, pil KB, dan sebagainya. Tidak usah di data langsung saja dieksekusi melalui KIE dan rencanakan operasional lanjutannya. Mudah-mudahan dengan rencana pendataan tahun 2015 yang akan dilaksanakan secara besar-besaran, namun dengan data yang lebih simpel dan sederhana kita bisa lebih mudah memanfaatkannya karena dipahami oleh semua pihak. Di samping itu, mudah-mudahan pula data ke depan akan mengangkat kembali masa kejayaan pemanfaatan data program KB di Republik ini seperti pada masa tahun 90-an. Kade lur, di lapangan jangan sampai: Hirup katungkul ku CU, Paeh teu nyaho di data, Hees kerek di leketek ku SPJ Mun jalan-jalan diudag-udag laporan Nauzubillahi min dzaliq. Data oh data… Kau sebagai pelita bagi yang mau bekerja Kau sebagai penerang bagi yang mau berjuang Kau sebagai lilin bagi orang yang rajin Kau sebagai api bagi yang mau berbakti… Demi kepentingan pribadi..instansi..para menteri dan Ibu Pertiwi Namun Bila tak dimanfaatkan kau hanyalah jadi hiasan Kau direkayasa untuk kepentingan semata Kau jadi bahan seteru untuk maksud-maksud tertentu Banyak diucap di pertemuan tapi tidak dikerjakan. Semoga tidak terjadi di masa depan (Penulis tidak mencari data/survei untuk tulisan ini, hanya sesuai dengan ingatan hasil perjalanan sebagai petugas KB. Maaf kalau ada kesalahan.)

WARTA KENCANA • NOMOR 23 • TAHUN VI • MARET 2015

35



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.