14
WARTA KHUSUS
RAPOR BIRU PROGRAM KKBPK JABAR WAJAH PEMBANGUNAN KKBPK DI JAWA BARAT PADA 2015 DAPAT DIKATEGORIKAN BAIK. KLAIM INI MENGACU KEPADA HASIL CAPAIAN AKHIR KKP PADA DESEMBER 2015. AKUMULASI PERHITUNGAN KKP 2015 MENUNJUKKAN ANGKA 92,11 PERSEN. MESKI PENCAPAIAN TAK MERATA DI SELURUH KABUPATEN DAN KOTA, SECARA UMUM MASIH ON THE TRACK. BILA NILAI RAPOR MENGENAL DUA WARNA, MAKA KINERJA 2015 INI BOLEHLAH DITULIS MENGGUNAKAN TINTA BIRU.
4 8 10 20
TITIK NOL PEMBANGUNAN KKBPK JABAR KONTRAK KINERJA KKBPK JABAR 2015 PETUGAS LAPANGAN KEMBALI KE RUMAH LAMA PESERTA KB AKTIF JABAR MAKIN APIK
Cover Story Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar berbaur bersama sejumlah anak pada peringatan Hari Anak Nasional tingkat Jawa Barat di Lembang,
25 28 31 33
HAPPY ENDING PENDATAAN KELUARGA KBB CENTER OF EXELLENCE PIK REMAJA UJIAN DAYA TAHAN KETAHANAN KELUARGA MASALAH KEPENDUDUKAN DALAM RPJMD JABAR 2013-2018
Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR, IDA INDRAWATI, TETTY SABARNIYATI, YUDI SURYADHI, RUDY BUDIMAN, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
3
WARTA KHUSUS
SAFARI JABAR SELATAN AWAL TAHUN 2015
TITIK NOL PEMBANGUNAN KKBPK JABAR Rakerda 2015 Buahkan 10 Poin Penting TITIK NOL PEMBANGUNAN KEPEN-DUDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) JAWA BARAT SECARA FORMAL DIMULAI PADA SAAT BERLANGSUNGNYA RAPAT KERJA DAERAH (RAKERDA) PROGRAM KKBPK PADA 14-15 APRIL 2015 DI HOTEL KARANG SETRA, KOTA BANDUNG. MESKI BEGITU, GELIAT PROGRAM SESUNGGUHNYA TELAH DIMULAI PADA HARI PERTAMA TAHUN 2015, DITANDAI DENGAN SAFARI JABAR SELATAN BERSAMA GUBERNUR JAWA BARAT AHMAD HERYAWAN.
4
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS Rakerda dengan tema “Optimalisasi Kinerja Program KKBPK Guna Mewujudkan Target Sasaran Tahun Pertama RPJMN dan Renstra 2015-2019 menuju Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua” ini diikuti pada kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) KB kabupaten/kota beserta seluruh pejabat eselon III dan mitra kerja terkait. Gubernur Heryawan yang sedianya hadir diwakili Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Jawa Barat Ahmad Hadadi. Adapun Kepala BKKBN diwakili Inspektur Ketenagaan dan Administrasi Umum BKKBN Aidin Tentramin. Selain itu, Rakerda juga menggelar diskusi panel bertajuk “Perencanaan Pembangunan Kependudukan di Kabupaten/Kota menghadapi Bonus Demografi”, “Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk Terhadap Pembangunan di Jawa Barat”, “Penguatan Pelaksanaan JKN dan Strategi Pengendalian AKI-AKB melalui PP-PK Provinsi Jawa Barat Tahun 2015”, “Membangun Ketahanan Keluarga melalui Penguatan Lini Lapangan KB Tahun 2015” dan “Kebijakan dan Strategi Program KKBPK Tahun 2015”. Rangkaian kegiatan tersebut meghasilkan 10 poin penting seperti diuraikan di bawah ini. Pertama, KKBPK merupakan program strategis untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup keluarga. Pembangunan yang berkelanjutan sulit dicapai jika berbagai sasaran program KKBPK tidak tercapai dan kondisi dinamika kependudukan tidak terintegrasi dan menjadi acuan berbagai sektor pembangunan. Bagaimanapun tingginya pembangunan ekonomi tidak akan berdampak
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar berpose bersama warga di Gua Lalay, Rancabuaya, Garut Selatan.
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar bercengkerama bersama warga perdesaan di pesisir selatan Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar, dan sejumlah pejabat eselon II Provinsi Jawa Barat berpose di Palabuhan Ratu, Sukabumi Selatan.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menikmati makanan khas perdesaan saat rehat di sela kegiatan Safari Jabar Selatan.
Penandatanganan kesepakatan antara Kepala BKKBN Jawa Barat dan kepala SKPD Kabupaten/ Kota yang membidangi program KKBPK disaksikan Asisten Kesejahteraan Rakyat Ahmad Hadadi usai pembukaan Rakerda Pembangunan KKBPK Barat 2014.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
5
WARTA KHUSUS banyak untuk kesejahteraan penduduk jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali dan berbagai ketimpangan yang ada di masyarakat tidak menjadi perhatian.
terjadinya stagnansi program KKBPK dalam satu dekade terakhir. Faktor tersebut mulai dari tingkat individu/keluarga seperti usia kawin pertama, tingkat pemakaian kontrasepsi, jumlah anak ideal, serta jumlah anak yang meninggal sampai pada faktor lingkungan/sosial seperti bentuk kelembagaan di kabupaten/kota, rasio PLKB per desa, dukungan anggaran dari pemerintah kabupaten/ kota yang sangat terbatas, yang berdampak pada melemahnya manajemen program.
Karena itu, seluruh aspek pembangunan –termasuk KKBPK– hendaknya mengacu pada dokumen Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035 dengan berbagai dinamikanya. Dan, secara khusus mempertimbangkan masa di mana peluang pemanfaatan bonus demografi secara optimal benar-benar harus disadari setiap lembaga dan daerah. Kedua, program KKBPK mengalami stagnansi dalam satu dekade terakhir. Hal ini antara lain ditunjukkan dari hasil Susenas 2013 dengan (1) angka TFR relatif tinggi yaitu 2.37; (2) CPR mengalami penurunan dari 66,7 persen menjadi 65,7 persen; (3) Unmetneed yang masih pada tingkat 9,2 persen; (4) Laju pertumbuhan penduduk masih tinggi yaitu 1,77 persem per tahun; Median usia kawin pertama perempuan berkisar 20 tahun; (6) Tingkat kelahiran di bawah 20 tahun masih tinggi yaitu 37 tahun; (7) Isu kependudukan belum terintegrasi penuh dan dijadikan acuan dalam perencanaan berbagai sektor pembangunan. Ketiga, ada banyak penyebab
Keempat, seluruh kabupaten/ kota diharapkan dapat merancang inisiatif intervensi kegiatan, misalnya membuat minimal satu desa/kampung percontohan yang tersinergi. Salah contohnya adalah Kampung Keluarga Kecil Berkualitas (KKB) yang mampu menumbuhkan kesadaran seluruh pihak tentang isu kependudukan serta mendukung dan memudahkan tugas PKB/ PLKB. Kelima, untuk memastikan tercapainya sasaran pengendalian kuantitas penduduk, penurunan fertilitas, dan unmetneed, maka perlu dilakukan peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB secara merata. Caranya dengan menetapkan standarisasi pelayanan KB, peningkatan cakupan KB MKJP, penguatan supply chain management dalam pengendalian dan
pendistribusian alat dan obat kontrasepsi (Alokon) sampai dengan fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta, terutama yang sudah bekerja sama dengan BPJS dan terigistrasi K/0/KB dan peningkatan cakupan pelayanan KB JKN. Keenam, dalam rangka menjamin kesertaan ber-KB di era JKN, perlu dilakukan advokasi kepada pemerintah daerah, provider, dan masyarakat. Ini penting agar komitmen untuk menyediakan pelayanan KB yang berkualitas dan merata, mendapat dukung dan komitmen yang tinggi dari kepala daerah, sehingga seluruh kebutuhan pelayanan kontrasepsi dapat didukung oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya. Ketujuh, dalam rangka menghadapi tantangan perkembangan dan dinamika kependudukan, sosial, ekonomi serta teknologi dan informasi, maka pembangunan keluarga harus menjadi prioritas dan menjadi amanah yang harus dijalankan dalam pengelolaan program KKBPK. Pada saat yang sama, bekerjasama dengan institusi terkait maupun mitra kerja untuk pemberdayaan keluarga. Pembangunan Keluarga diarahkan untuk dapat melembagakan dan
Pegawai Perwakilan BKKBN Jawa Barat mengikuti dengan khidmat Apel Siaga Revolusi Mental di halaman depan kantor Perwakilan BKKBN Jabar.
6
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu didampingi Kepala Bidang KSPK BKKBN Jabar Yeti Sabarniyati dan Kepala Bidang Latbang BKKBN Jabar Pintauli Siregar mampir ke salah satu stand UPPKS pada acara Gelar Dagang di Kabupaten Cirebon.
WARTA KHUSUS memberdayakan NKKBS, memberdayakan delapan fungsi keluarga, memandirikan keluarga, memberdayakan kearifan lokal, meningkatkan kualitas seluruh siklus hidup mulai anak balita, remaja dan lansia. Kesemuanya ini termasuk peningkatan pengetahuan dalam hal pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Demikian pula remaja dalam persiapan perencanaan keluarga, serta mengantar lansia dan keluarganya agar menjadi tangguh sehingga terwujud keluarga yang berketahanan dan sejahtera. Kedelapan, mengawali tahun pertama RPJMN dan Renstra 2015-2019, maka 2015 ditetapkan sebagai tahun Penggerakkan Lini Lapangan dan Pendataan Keluarga. Karena itu, dalam pengelolaan dan pengendalian Sistem Informasi Keluarga, serta kebijakan dan strategi Pendataan Keluarga Tahun 2015, perlu dilakukan pembenahan data basis dan pelaporan statistik rutin melalui monitoring dan evaluasi terhadap data statistik rutin yang sudah ada. Kemudian, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM sektor pencatatan dan pelaporan di semua lini; menggalang kemitraan dengan
mitra kerja dan stakeholders dalam Pendataan Keluarga 2015; serta monitoring, evaluasi dan pengawasan untuk memastikan pelaksanaan Pendataan Keluarga yang efektif, efisien, dan akuntabel. Perlu dipantau deadline pelaksanaan Pendataan Keluarga 2015 karena sebagai data basis perencanaan makro dan sebagai alat ukur kerja petugas lapangan KB tahun 2016. Kesembilan, dalam rangka penguatan program KKBPK di tingkat kabupaten dan kota, BKKBN Provinsi harus mengaktifkan Tim Pemantauan DAK BKKBN Provinsi yang bertanggung jawab melakukan verifikasi, monitoring dan evaluasi. Dengan begitu, ketidaksesuaian pelaksanaan
DAK dapat terdeteksi sejak dini dan diterapkan sanksi bagi pemerintah kabupaten dan kota yang terbukti menyalahgunakan DAK. Kesepuluh, target-target KKP agar menjadi acuan, dengan tetap memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan kebenaran data. Pembenahan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan sehingga kualitas data dapat ditingkatkan dan dijadikan acuan untuk pengembangan kebijakan. Peningkatan kualitas SDM pengelola program melalui berbagai mekanisme yang ada. Memperkuat tenaga lapangan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas PLKB yang mekanismenya disesuaikan dengan kondisi daerah masingmasing.(*)
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar dan anggota Komisi IX DPR RI Putih Sari menunjukkan Salam KB usai talkshow di salah satu televisi.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Ketua TP PKK Jabar Netty Prasetiyani, dan Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty saat menghadiri Deklarasi Motekar Jabar di Sabuga, Kota Bandung.
7
WARTA KHUSUS
KONTRAK KINERJA PEMBANGUNAN KKBPK JABAR 2015 TARGET PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) PROVINSI JAWA BARAT TERTUANG DALAM KONTRAK KINERJA PROVINSI (KKP). KKP MENYAJIKAN 19 INDIKATOR UTAMA PEMBANGUNAN KKBPK, MULAI ANGKA KESERTAAN KONTRASEPSI ATAU CONTRACEPTIVE PREVALENCY RATE (CPR) HINGGA PEMETAAN URUSAN BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DALAM PENGUATAN PROGRAM KKBPK DI DAERAH.
I
ndikator lain KKP berturutturut adalah sebagai berikut: presentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmetneed), jumlah peserta KB baru, jumlah peserta KB aktif, persentase peserta KB menggunakan MKJP, peserta KB aktif pria, persentase PUS yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang semua jenis kontrasepsi modern, indeks pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR), sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi, angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19), persentase masyarakat yang mengetahui isu kependudukan. Kemudian, persentase provinsi, kabupaten, dan kota yang memasukan isu kependudukan ke dalam rencana strategis daerah dan persentase laporan realisasi triwulanan kabupaten dan kota penerima dana alokasi khusus (DAK) tahun 2015. Terkait dengan pelaksanaan Pendataan Keluarga tahun 2015, KKP mendapat tambahan indikator
8
berupa persentase kabupaten dan kota yang membangun database Pendataan Keluarga (PK) 2015 dengan cakupan minimal 90 persen kepala keluarga (KK). Indikator ini dilengkapi dengan tiga indikator lagi: laporan keuangan dan pengelolaan barang milik negara (BMN), persentase temuan eksternal dan internal yang selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan, dan jumlah mitra kerja dan tenaga lini lapangan yang dilatih. Tahun 2015 ini, Perwakilan BKKBN Jawa Barat berkomitmen terus meningkatkan kualitas pelayanan program KKBPK. Atas komitmen tersebut, Jabar menetapkan target KKP lebih hati-hati. Meski dalam beberapa tahun terakhir selalu mencatatkan CPR di atas 70 persen, tahun ini hanya mematok angka 63,5 persen. Di sisi lain, persentase unmetneed terus ditekan dari 13,95 persen pada akhir 2014 menjadi 8,6 persen. Adapun target pencapaian peserta KB aktif berjumlah
5.801.118 peserta, dengan 16,7 persen di antaranya menggunakan MKJP dan 3,2 persen peserta KB pria yang meliputi Metode Operasi Pria (MOP) alias Vasektomi dan Kondom. Peserta KB aktif juga sudah memperhitungkan target 1.432.171 peserta KB baru MKJP. Peserta anyar MKJP ini terdiri atas 31.871 IUD, 10.720 Metode Operasi Wanita (MOW) alias Tubektomi, 550 MOP, dan 41.048 implant. Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat juga menargetkan 14,2 persen PUS di Jabar memiliki pemahaman pengetahuan dan pemahaman tentang semua jenis kontrasepsi modern. Kemudian indeks pengetahuan remaja tentang KRR sebesar 47,3. Dan, 5 persen sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi (Kespro). Sementara angka kelahiran remaja usia 15-19 tahun diturunkan sebesar 49,8. Di sisi lain, ada target yang diarahkan kepada PUS anggota kelompok kegiatan (Poktan). Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS NO.
INDIKATOR KONTRAK KINERJA PROVINSI
1
Angka Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi (CPR)
2
Presentase Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmetneed)
3
Jumlah Peserta KB Baru (Juta)
a. IUD
b. MOW
c. MOP
d. Implant
SASARAN
CAPAIAN
%
63,5
74,56
8,6
13,03
1.432.171
1.279.859
89,36
31.871
96.875
03,96
10.720
17.169
160,16
550
747
135,82
41.048
80.907
197,10
17,42
4
Jumlah Peserta KB Aktif (Juta)
5.801.118
7.114.256
122,64
5
% Peserta KB dengan menggunakan MKJP
16,7
21,31
127,61
6
% Kesertaan KB Aktif Pria (MOP + Kondom)
3,2
2,53
79,11
7
% PUS memiliki Pengetahuan dan Pemahaman ttg semua jenis kontrasepsi modern
8
% PUS Anggota Poktan BKB, BKR, BKL, UPPKS yang ber-KB :
a. % PUS Anggota BKB yang ber-KB
78,3
79,19
101,13
b. % PUS Anggota BKR yang ber-KB
73,7
76,34
103,59
14,2
-
c. % PUS Anggota BKL yang ber-KB
64,9
72,44
111,62
e. % PUS Anggota UPPKS yang ber-KB
56,3
82,84
147,13
9
Indeks Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
47,3
-
10
% Sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi
5,0
-
11
Angka Kelahiran pada Remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19)
49,8
-
12
% Masyarakat yang mengetahui isu kependudukan
39,0
-
13
% Provinsi, Kabupaten / Kota yang memasukan isu kependudukan kedalam Renstrada
40,0
-
14
Laporan Realisasi Triwulanan Kabupaten / Kota penerima DAK tahun 2015
100
-
15
% Kabupaten / kota yang membangun data base PK 2015 dgn cakupan minimal 90 % KK
100
16
Laporan Keuangan dan Pengelolaan BMN
100
-
17
% Temuan eksternal dan internal yang selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
100
-
18
Jumlah Mitra Kerja dan tenaga lini lapangan yang dilatih :
a. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat
b. Refreshing PLKB/PKB (PNS dan Non PNS)
91,80
91,80
160
131
81,88
1.200
373
31,08
c. Pelatihan Teknis bagi PLKB/PKB
1.210
997
82,40
d. Pelatihan Teknis IUD dan Implant bagi dokter
150
143
95,33
e. Pelatihan Teknis IUD dan Implant bagi bidan
420
402
95,71
f. Pelatihan Teknis MOP bagi dokter
36
34
94,44
g. Pelatihan Teknis MOW bagi bidan
36
11
30,56
19
Pemetaan Urusan Bidang KKB dalam Penguatan Program KKB-PK
50
Barat menargetkan 78,3 persen PUS anggota bina keluarga balita (BKB) menjadi peserta KB. Berikutnya target dibebankan berturut-turut untuk BKR (73,7 persen), BKL (64,9 persen), dan
kelompok UPPKS (56,3 persen). Dalam aspek kependudukan, Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat menargetkan 39 persen masyarakat yang mengetahui
-
isu kependudukan. Kemudian, 40 persen kabupaten/kota yang memasukkan isu kependudukan ke dalam rencana strategis daerah.(NJP)
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
9
WARTA KHUSUS
PETUGAS LINI LAPANGAN KAB. SUKABUMI
PETUGAS LAPANGAN KEMBALI KE RUMAH LAMA BKKBN Jabar Tuntaskan Inventarisasi P3D Penyuluh dan Petugas Lapangan KB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MEMBAWA PERUBAHAN MENDASAR BAGI TATA KELOLA PROGRAM KKBPK. SALAH SATUNYA MENYANGKUT PERALIHAN PENGELOLAAN PENYULUH DAN PETUGAS LAPANGAN KB. PADA AKHIR 2015, JAWA BARAT BERHASIL MENUNTASKAN INVENTARISASI DAN PENYERAHAN DOKUMEN PERSONEL.
P
embangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Indonesia memasuki babak baru seiring lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melalui persalinan cukup alot di Senayan. Memang,
10
perdebatan alot nyaris tidak ada hubungannya dengan program KKBPK. Melainkan menyangkut pemilihan kepala daerah yang turut menjadi bagian dalam undang-undang produk wakil rakyat periode 2009-2014 tersebut. Versi upgrade dari UU Nomor 32 tahun 2004 Pemerintahan Daerah ini mengatur urusan
pengendalian penduduk dan keluarga berencana masuk dalam klasifikasi urusan wajib nonpelayanan dasar. Ini merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar. Lebih spesifik pembagian urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana dijelaskan dalam matriks pada Lampiran N. Mengacu kepada lampiran tersebut, urusan pengendalian penduduk dan KB meliputi empat sub urusan, meliputi: 1) Pengendalian penduduk; 2) Keluarga berencana; 3) Keluarga sejahtera; 4) Standardisasi dan sertifikasi. Dari empat sub urusan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan paling besar, terutama dalam KB dan standarisasi dan sertifikasi penyuluh dan petugas lapangan KB. Bahkan, poin keempat ini mutlak urusan pemerintah pusat.
kearifan budaya lokal; 2) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Di sisi lain, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan pasangan usia subur (PUS) nasional. Sementara pemerintah kabupaten dan kota bertanggung jawab dalam pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di Daerah kabupaten/kota.
Serah Terima P3D Salah satu konsekuensi dari perubahan pembagian kewenangan itu adalah
SEKRETARIS BKKBN JABAR IDA INDRAWATI
Khusus sub urusan KB, pemerintah pusat memiliki kewenangan dan bertangung jawab atas lima aspek, pemerintah provinsi dua aspek, dan pemerintah kabupaten/kota sebanyak empat aspek. Pemerintah provinsi “hanya” berwenang dalam 1) Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai
keharusan alih kelola penyuluh dan petugas lapangan KB atau PKB/PLKB. Dan, inilah yang mulai dilakukan sepanjang tahun 2015. Seluruh fungsional aparatur sipil negara (ASN) pegawai negeri sipil bersiap pindah rumah (lagi) dari pemerintah kabupaten dan kota ke pemerintah pusat. Sekretaris Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Ida Indrawati
memastikan telah menuntaskan inventarisasi seluruh fungsional PKB/PLKB di Jawa Barat. Inventarisasi ini menjadi bagian dari serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) yang selambat-lambatnya harus tuntas pada 31 Oktober 2016 mendatang. “Kalau sekarang pengelolaan dan pemberdayaan sama pemerintah kabupaten dan kota. Nanti sesudah penyerahan P3D, pengelolaan dilakukan pemerintah pusat, pemberdayaan oleh kabupaten dan kota, khususnya di desa masing-masing. Administrasinya dikelola oleh pusat,” kata Ida saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Hasil inventarisasi tersebut menunjukkan saat ini Jawa Barat memiliki 1.367 PKB/ PLKB yang tersebar di 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Dokumen 1.367 PKB/ PLKB itulah yang pada akhir Desember diserahkan kepada BKKBN pusat. Selanjutnya, proses P3D akan berlangsung sampai 31 Oktober 2016. Dengan demikan, per 1 November 2016 PKB/PLKB sudah berstatus sebagai pegawai pemeirntah pusat. Walaupun demikian, pendanaan dalam arti penggajian baru berlaku per 1 Januari 2017. Ida beralasan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak bisa diubah di tengah jalan. Sehingga, ada transisi penggajian yang semula berasal dari pemerintah daerah menjadi pemerintah pusat selama dua bulan. “Mengapa serah terima P3D memakan waktu lama? Karena di dalamnya turut melibatkan pendanaan dan sarana/ prasarana yang melekat dengan tugas PKB/PLKB, misalnya
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
11
WARTA KHUSUS sepeda motor. Serah terima juga memerlukan persetujuan DPRD dan Kejaksaan Negeri di masing-masing kabupaten dan kota. Artinya tidak sertamerta bupati atau wali kota menyerahkan, melainkan butuh persetujuan pihak-pihak tadi,” papar Ida. Lebih jauh Ida menjelaskan, alih kelola PKB/PLKB ini merupakan tindak lanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Ditetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Edaran tersebut menekankan bahwa serah terima P3D harus segera dilakukan untuk menghindari stagnasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berakibat pada terhentinya pelayanan kepada masyarakat. Mengacu kepada Pasal 404 Undang-undang 23/2014, serah terima P3D urusan konkuren pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan paling lama dua tahun terhitung sejak UU tersebut diundangkan pada 2 Oktober 2014. Sebelumnya, Lampiran II Undang-undang Nomor 23/2014 mengatur secara rinci Manajemen Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren. Substansi urusan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/ kota termasuk kewenangan dalam pengelolaan unsur manajemen (yang meliputi sarana dan prasarana, personel, bahan-bahan, metode kerja) dan kewenangan dalam penyelenggaraan fungsi manajemen (yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, penganggaran, pengawasan,
12
TENAGA PENGGERAK DESA PROVINSI JAWA BARAT
penelitian dan pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi) dalam substansi urusan pemerintahan tersebut melekat menjadi kewenangan masing-masing tingkatan atau susunan pemerintahan tersebut.
Nasib TPD Belum Ditentukan Sementara itu, di luar PKB/ PLKB PNS, Jawa Barat juga memiliki tenaga penggerak desa dan kelurahan (TPD/K) yang memiliki togas pokok dan fungsi (Tupoksi) sama dengan PLKB. Bedanya, pendanaan TPD atau TPK ini bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi dan sebagian lagi dari
APBD kabupaten atau kota. Sejak 2009 lalu Gedung Sate meluncurkan pengadaan TPD untuk membantu para PLKB/ PKB. Dalam lima tahun, Jabar mengangkat 2.000 TPD yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat. Meski memiliki kualifikasi berbeda dengan PLKB, para TPD sesungguhnya memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan PLKB. Di samping itu, sampai 2015 ini terdapat 447 petugas yang pendanaannya bersumber dari APBD kabupaten atau kota. Tercatat adanya lima daerah yang mengalokasikan anggaran bagi pengadaan petugas lapangan layaknya TPD. Kelima
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS
Sub Urusan Pemerintahan Konkuren 1.
Pengelolaan pendidikan menengah;
2.
Pengelolaan terminal penumbang tipe A dan tipe B;
3. Pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan negara; 4. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi; 5. Pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan; 6. Pelaksanaan penyuluhan kehutanan provinsi; 7.
Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan;
8. Pengelolaan tenaga pentyuluh dan petugas lapangan KB (PKB/PLKB); 9. Pengelolaan tenaga pengawas ketenagakerjaan;
daerah itu adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Karawang, dan Kota Sukabumi. Menurut Ida, sejauh ini belum ada petunjuk lanjutan ihwal nasib TPD atau TPK di Jawa Barat. “Nggak, mereka bukan PNS. Kalaupun misalnya dialihkan menjadi ASN nonPNS, dalam satu tahun meloloskan 2.000 orang sepertinya tidak mungkin. APBN kaget, menggali dana dari mana,” ungkap Ida. Sebelumnya, Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty mengaku tidak khawatir dengan masa depan TPD di Jawa Barat.
Alasannya, ke depan tenaga lini lapangan program KKBPK menjadi tanggung jawab pusat. Dengan demikian, para TPD bisa masuk dalam skema kepegawaian pusat tadi. “Mengelola PLKB harus seperti tentara, di pusat. Jangan khawatir yang hibah berapa M itu? Rp 5 miliar sampai Rp 20 miliar itu. Jangan takut nanti itu ditanggung pusat. Kita kan negara kesatuan. Provinsi kaya memang bisa memberikan bantuan hibah-hibah itu, beda dengan yang miskin. Memang mereka yang berada provinsi kaya seperti Jawa Barat atau Kalimantan Timur bisa melakukan, yang lain belum tentu,” Surya.(NJP)
10. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional; dan 11. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan.
SURYA CHANDRA SURAPATY
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
13
WARTA KHUSUS
JAWARA JABAR DI HARGANAS PUSAT 2015
RAPOR BIRU PROGRAM KKPBK JABAR WAJAH PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) DI JAWA BARAT PADA 2015 DAPAT DIKATEGORIKAN BAIK. KLAIM INI MENGACU KEPADA HASIL CAPAIAN AKHIR KONTRAK KINERJA PROVINSI (KKP) PADA DESEMBER 2015. AKUMULASI PERHITUNGAN KKP 2015 MENUNJUKKAN ANGKA 92,11 PERSEN. MESKI PENCAPAIAN TAK MERATA DI SELURUH KABUPATEN DAN KOTA, SECARA UMUM MASIH ON THE TRACK. BILA NILAI RAPOR MENGENAL DUA WARNA, MAKA KINERJA 2015 INI BOLEHLAH DITULIS MENGGUNAKAN TINTA BIRU.
14
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS akhir tahun tercatat 7.114.256 PA atau 122,64 persen terhadap PPM. Dibandingkan dengan jumlah PUS sebanyak 9.541.148 keluarga, berarti prevalensi KB Jabar mencapai 74,56 persen. Padahal, semula prevalensi hanya dipatok sebesar 63,45 persen. Lebih khusus lagi, capaian positif tersebut berpengaruh langsung kepada tingkat pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Penurunan jumlah target 2015 dibanding 2014 dapat diasumsikan berhasil meningkatkan kualitas berKB. Ini ditandai dengan raihan MKJP dari semula hanya ditarget 966.039 peserta atau 16,65 persen dari total PA menjadi 1.516.091 peserta atau mencapai 21,31 persen. Perbandingan keduanya menghasilkan capaian kinerja 156,94 persen.
D
ihitung berdasarkan pembobotan tertentu pada setiap indikator, terdapat dua daerah yang menunjukkan hasil kinerja sangat baik. Yakni, Kota Cimahi dan Kabupaten Indramayu. Dua daerah ini berhasil menembus angka di atas 100 persen: Kota Cimahi 101,33 persen dan Indramayu 103,59 persen. Sebaliknya, terdapat delapan daerah yang masuk kategori cukup baik. Sementara sisanya sebanyak 17 kabupaten dan kota mencatatkan hasil baik. Mengacu kepada pencapaian peserta KB aktif (PA), rapor pemakaian kontrasepsi di Jawa Barat sesungguhnya melampaui ekspektasi. Bila PPM mematok angka 5.801.118 PA, sampai
Harus diakui sejauh ini KB masih identik dengan kaum perempuan. Hingga Desember 2015, partisipasi kaum pria dalam ber-KB hanya sekitar 2,53 persen. Padahal, pada awal tahun lalu dipatok bisa memenuhi angka 186.135 peserta atau 3,21 persen. Jumlah tersebut sudah termasuk 44.284 peserta baru yang berhasil dilayani sepanjang tahun 2015. Capaian menggembirakan bidang pelayanan KB tersebut tampaknya belum bisa diimbangi performa program pelatihan dan pengembangan. Belum lagi beberapa indikator KKP belum bisa diketahui hasilnya karena mengharuskan adanya pengukuran melalui survei. Indikator-indikator tersebut meliputi penentuan indeks dan persentase pengetahuan masyarakat serta angka fertilitas remaja.
Dari tujuh indikator bidang pelatihan dan pengembangan, tampak tak satu pun yang berhasil memenuhi target. Pelatihan-pelatihan yang sejatinya diberikan kepada sejumlah mitra kerja dan tenaga lini lapangan urung dilaksanakan. Refreshing PLKB dan PKB, baik PNS maupun Non-PNS, yang semula direncanakan bagi 1.200 orang, hingga akhir tahun hanya terlaksana bagi 373 orang atau sekitar 31,08 persen dari target semula. Kisaran yang sama tampak pada pelatihan teknis MOW bagi bidan, dari target 36 orang hanya terlaksana 11 orang. Di tingkat kabupaten dan kota, rentang kinerja tergambar dari peringkat capaian kumulatif KKP. Kota Cimahi menempati urutan pertama dengan nilai 101,33, diikuti Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu di tempat kedua dan ketiga. Sementara itu, Kabupaten Pangandaran berada di posisi buncit hanya mengantongi nilai 79,13, diikuti di atasnya adalah Kota Depok dan Kabupaten Ciamis. Kinerja Kota Cimahi sebagai jawara tahun 2015 dapat dirangkum dalam beberapa capaian pelayanan kontrasepsi. Per Desember 2015 ini, Kota Cimahi membukukan PA sebanyak 72.538 orang. Angka ini berarti raihan PA Kota Cimahi mendapai 124,76 persen dari target semula sebanyak 58.141 PELAYANAN KB
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
15
WARTA KHUSUS Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menyampaikan sambutan pada pertemuan peningkatan kesertaan KB Pria melalui tokoh agama tingkat Provinsi Jawa Barat 2015.
Kepala BPPKB Kota Bandung Siti Masnun menjadi narasumber talkshow bersama Komandan Distrik Militer 0618/BS pada kegiatan Bakti TNI KB-Kesehatan Terpadu di Kota Bandung.
Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu (paling kanan) bersama Komandan Kodiklat TNI Letjen Agus Sutomo dan Kepala Perwakilan BKKBBN Jawa Barat Sugilar menghadiri kegiatan TMMD di Kabupaten Sumedang.
Sejumlah Babinsa berpose bersama instruktur pelatihan di sela kegiatan Pentaloka Peran Babinsa sebagai Public Relation di Balai Diklat KKB Nasional Garut, Jawa Barat.
peserta. Dibandingkan dengan jumlah PUS sebanyak 92.959 keluarga, berarti prevalensi Kota Cimahi mencapai 78,03 persen. Penting untuk ditatat adalah capaian MKJP yang menyentuh angka 32,07 persen dari total PA. Sebagai perbandingan, Kabupaten Pangandaran berhasil membukukan capaian PA sepanjang 2015 ini adalah 56.947 peserta. Angka tersebut juga sudah di atas target awal tahun sebanyak 48.208 peserta, sekitar 118,13 persen terhadap target. Dibandingkan dengan jumlah PUS sebanyak 77.738 pasangan, berarti prevalensi Pangandaran pada kisaran 73,26 persen. Sementara peserta KB MKJP berjumlah 12.787 peserta atau sekitar 22,45 persen dari total PA. Melihat perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja program KKBPK di Jawa Barat cukup merata di semua daerah. Catatan lainnya adalah terjadinya peningkatan kualitas ber-KB ditandai dengan prevalensi dan meningkatnya capaian KB MKJP. Dengan demikian, performa menggembirakan ini patut ditindaklanjuti dengan terus meningkatkan kualitas berKB pada 2016 mendatang.
Unmetneed Turun
Kepala BKBPP Kota Banjar Obang Subarman dan Kepala Bidang KB Yuyu Yuniarsih menjadi narasumber talkshow tentang Kampoeng KB Kota Banjar di salah satu TV lokal Bandung.
16
Dalam lima tahun terakhir, kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmetneed) di Jabar sulit beranjak dari angka 13 persen. Pada 2011, unmetneed berada pada angka 13,49 persen. Jumlahnya melonjak naik menjadi 14,79 persen pada Desember 2012 untuk kemudian perlahan menurun menjadi 13,68 persen pada Desember 2013. Satu tahun kemudian, Desember 2014, unmetneed kembali naik menjadi 13,95 persen. Angka unmetneed
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS barulah turun hampir satu digit menjadi 13,03 pada akhir Desember 2015. Penurunan terakhir ini cukup menarik karena pada tahun yang sama terjadi keterlambatan alat dan obat kontrasepsi. Hal ini mengasumsikan bahwa kesadaran masyarakat untuk ber-KB secara mandiri sudah relatif baik. Secara lebih spesifik, unmetneed diperuntukkan bagi dua kategori khusus. Pertama, mereka yang ingin anak ditunda (IAD) atau mengendalikan kelahiran dengan cara mengatur jarak antar kelahiran. Kedua, mereka yang memang tidak ingin anak lagi (TIAL) atau memutus masa reproduksi. Ada dua kategori nonpeserta KB yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok unmetneed. Yakni, ibu hamil dan keluarga yang menginginkan anak segara (IAS). Ketidakhamilan ini bukan karena keterbatasan pelayanan namun karena secara sengaja tidak menjadi peserta KB. Di Jawa Barat, per akhir Desember 2015 terdapat 1.243.297 pasangan usia subur (PUS) tidak terlayani. Rinciannya, 5,91 persen IAD
dan 7,12 TIAL. Persentase tersebut bukan main besarnya mengingat jumlah penduduk dan jumlah PUS di Jawa Barat yang sudah sangat banyak. Sebaran unmetneed ini terbilang jomplang. Kabupaten Bekasi tercatat sebagai daerah dengan unmetneed tertinggi, 17,09 persen. Kabupaten Subang di urutan berikutnya memiliki unmetneed 16,91 persen dan Kabupaten Cianjur sebesar 16,05 persen. Kemudian Kabupaten Pangandaran sebesar 16 persen dan Kabupaten Sukabumi sebanyak 15,63 persen. Tercatat hanya lima kabupaten dan kota yang memiliki unmetneed di bawah angka Jawa Barat. Kelima daerah tersebut berturut-turut sebagai berikut: Kota Bekasi (7,36 persen), Kota Cirebon (8,16 persen), Kota Banjar (8,18 persen), Kabupaten Bandung (8,28 persen), dan Kabupaten Sumedang (8,30 persen). Di samping itu, terdapat dua daerah lain yang memiliki unmetneed di bawah 10 persen, yakni Kabupaten Karawang (8,62 persen) dan Kabupaten Bandung Barat (9,22 persen). Sementara itu, jumlah
perempuan hamil di Jawa Barat per Desember 2015 sebanyak 346.383 orang atau 3,63 persen dari 9.541.148 PUS. Di samping itu, terdapat 837.212 PUS atau sekitar 8,77 persen yang secara sengaja tidak menjadi peserta KB atas alasan menginginkan anak segera. Sehingga, di Jabar terdapat 2.426.892 PUS yang tidak menjadi peserta KB atau sekitar 25,44 persen. Dengan kata lain, satu dari empat keluarga di Jabar tidak menggunakan alat kontrasepsi alias tidak menjadi peserta KB. Pada saat yang sama, terdapat peluang 346.383 kelahiran baru dalam beberapa bulan ke depan. Potensi kelahiran tertinggi di Kabupaten Bogor yang nota bene menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat. Angkanya mencapai 35.201 kelahiran. Potensi yang juga relatif tinggi terdapat di Kabupaten Bekasi (28.980 kehamilan), Kabupaten Garut (24.024 kehamilan), dan Kabupaten Bandung (21.393 kehamilan). Sebaliknya, potensi kelahiran baru paling kecil terdapat di Kota Cirebon (1.035 kehamilan).(Materi diambil dari Lembar Balik KKBPK Jabar 2015)
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
17
WARTA KHUSUS
PESERTA KB AKTIF JABAR MAKIN APIK CPR Capai 74,56%, MKJP Naik Signifikan
ANGKA KESERTAAN KB ATAU CPR DI JAWA BARAT TAHUN 2015 BOLEH DIBILANG SANGAT MENGGEMBIRAKAN. HAL INI BISA DILIHAT DARI LAPORAN STATISTIK RUTIN HINGGA DESEMBER 2015. DARI TARGET SEMULA PREVALENSI 63,5 PERSEN, HINGGA AKHIR TAHUN BERHASIL ANGKA 74,56 PERSEN. TOTAL PESERTA KB DI JAWA BARAT MENCAPAI 7.114.256 PESERTA, DENGAN 1.279.859 DI ANTARA MERUPAKAN PESERTA KB BARU MKJP.
A
ngka 7.114.256 untuk peserta KB aktif (PA) merupakan pencapaian luar biasa karena target semula yang dihitung berdasarkan perkiraan permintaan masyarakat (PPM) “hanya” sebanyak 5.801.118 peserta. Dengan begitu, kinerja pengelola Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Jawa Barat berhasil menambah 1.313.138 peserta KB atau
20
membukukan 122,64 persen dibandingkan PPM. Bila diperhatikan lebih jauh, capaian apik ini tampak merata di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat. Dari empat zona di Jawa Barat, tak ada yang mencatatkan capaian di bawah 120 persen. Wilayah Purwasuka yang meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kota Bekasi mencatatkan angka 122,05 persen. Di zona ini, Kota
Bekasi meraih kinerja terbaik dengan 132,48 persen. Namun demikian, jumlah absolut terbesar terdapat di Kabupaten Bekasi dengan 578.450 peserta KB. Angka ini bisa dipahami karena memang Kabupaten Bekasi memiliki jumlah pasangan usia subur (PUS) jauh lebih banyak, 807.490 PUS. Zona Bogor tak kalah moncer. Wilayah yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS Depok ini melampaui target hingga 125,15 persen sekaligus yang terbesar dibanding zona lain. Kabupaten Cianjur menjadi juara dengan kinerja 129,01 persen. Meski begitu, raihan peserta paling banyak ada di Kabupaten Bogor dengan 777.802 peserta. Lagi-lagi ini tak dapat dipisahkan dari jumlah penduduk dan PUS di daerah penyangga ibu kota tersebut. Tahun 2015 ini, Kabupaten Bogor memiliki 1.030.865 PUS, terbanyak dibanding daerah mana pun di Jawa Barat atau bahkan mungkin di Indonesia. Zona Priangan dengan 11 kabupaten dan kota di dalamnya juga menggembirakan. Wilayah yang membentang dari pusat Jawa Barat di Kota Bandung hingga bibir pantai selatan ini mencatatkan raihan 121,10 persen. Capaian kinerja terbaik ada di Kota Tasikmalaya yang berhasil mencatatkan angka 126,03 persen dan raihan jumlah peserta terbanyak ada di Kabupaten Bandung sebanyak 562.874 peserta KB aktif. Sementara paling kecil terdapat di Kota Banjar dengan 28.292 peserta. Lalu, bagaimana dengan Zona Cirebon? Kawasan yang meliputi Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan ini mencatatkan raihan 122,51 persen. Kabupaten Indramayu menjadi daerah berkinerja terbaik dengan 130,03 persen, disusul Kabupaten Kuningan di tempat kedua dengan 124,65 persen. Secara absolut, Indramayu juga tercatat paling banyak memiliki peserta KB aktif di Zona Cirebon dengan 394.513 peserta. Secara keseluruhan, penyumbang terbesar peserta KB aktif di Jabar berturut-turut
adalah Kabupaten Bogor (777.802), Kabupaten Bekasi (578.450), dan Kabupaten Bandung (562.874). Adapun penyumbang terkecil berturutturut adalah Kota Banjar (28.292), Kota Cirebon (33.510), dan Kota Sukabumi (40.002). Angka-angka tersebut berbanding lurus dengan jumlah penduduk dan PUS di daerah yang bersangkutan. Semakin banyak PUS, semakin banyak peserta KB aktif. Sementara itu, jumlah Peserta KB Baru (PB) di Jawa Barat sepanjang 2015 ini mencapai 1.279.859 atau 89,36 persen dari PPM sebanyak 1.432.171 peserta. Seperti halnya PA, capaian peserta KB baru juga tampak dominan di daerahdaerah yang secara alamiah memiliki jumlah penduduk dan PUS banyak. Ini tampak dari capaian Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi sebanyak masing-masing 128.266 dan 111.791 peserta KB baru. Namun demikian, jumlah absolut capaian peserta baru tersebut tidak bisa mencerminkan kinerja. Daerah dengan kinerja capaian peserta KB baru terbaik adalah Kota Cirebon (201,50 persen), Kabupaten Karawang (125,83 persen), dan Kabupaten Bandung Barat (124,17 persen). Tercatat hanya tujuh kabupaten
dan kota yang berhasil melampaui target pencapaian peserta KB baru. Selain tiga daerah tadi, berikutnya adalah Kabupaten Majalengka (115,32 persen), Kota Banjar (105,05 persen), Kabupaten Ciamis (101,44 persen), dan Kabupaten Indramayu (101,06 persen).
Implant Baru Nyaris Dua Kali Lipat Implant atau susuk KB termasuk yang cukup populer di kalangan keluarga Jawa Barat. Tahun ini, terdapat 411.062 peserta KB implant atau 5,78 persen dari peserta KB aktif di Jawa Barat. Jumlah ini naik dari Desember 2014 sebanyak 386.529 atau sekitar 5,52 persen dari total peserta KB aktif pada bulan tersebut. Turut masuk dalam hitungan peserta KB aktif kontrasepsi implant adalah 80.907 peserta KB baru yang dihasilkan sepanjang 2015. Dengan capaian ini berarti Jabar jauh melampaui target yang sudah dipatok semula sebanyak 41.048 peserta atau 197,10 persen. Artinya, pencapaian peserta KB baru implant nyaris menyentuk 200 persen atau dua kali lipat dari target. Sebaran pengguna implant cukup bervariasi di sejumlah daerah. Disparitas tampak mencolok ketika membandingkan persentase terendah 0,71 persen di Kota Cimahi dengan yang tertinggi 12,09 persen di Kota Banjar. Secara absolut, Kabupaten Bogor masih mendominasi penggunaan kontrasepsi implant sebanyak 39.292 peserta atau sekitar 5,05 persen dari total peserta KB di sana. Beberapa daerah dengan kesertaan KB implant cukup tinggi antara lain Kabupaten Sukabumi (9,06 persen), Kota
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
21
WARTA KHUSUS Sukabumi (8,31 persen), Kabupaten Kuningan (7,89 persen), Kabupaten Garut (7,68 persen), Kabupaten Cianjur (7,42 persen), dan Kabupaten Indramayu (7,36 persen). Sementara yang terendah, selain hanya 518 peserta di Kota Cimahi, daerah lainnya antara lain Kota Bandung (2,02 persen), Kabupaten Karawang (4,18 persen), Kota Tasikmalaya (4,42 persen), Kabupaten Bandung (4,51 persen), dan Kota Depok (4,57 persen). Khusus peserta KB baru, penambahan signifikan terjadi di Kabupaten Sukabumi. Kabupaten paling luas se-Jawa dan Bali ini sukses menambah 7.640 peserta baru implant sepanjang 2015. Meski bukan persentase tertinggi, angka 14,95 persen ini sangat berarti. Daerah lain yang membukukan catatan di atas 10 persen meliputi Kota Banjar (17,12 persen), Kabupaten Bandung Barat (12,41 persen), dan Kabupaten Kuningan (11,89 persen). Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah penduduk dan pasangan usia subur (PUS) paling banyak hanya mampu menambah 5.564 peserta KB implant baru, hanya 4,34 persen dari total PB di sana. Persentase terendah PB implant terdapat di Kota Bandung (2,64 persen), diikuti Kota Cimahi (3,27 persen), Kota Tasikmalaya (3,61 persen), dan Kabupaten Karawang (3,67 persen). Di luar persentase di atas, Kota Cimahi tercatat memiliki PB implant terendah, hanya 313 orang. Dengan demikian, lebih dari setengah peserta aktif KB implant sebanyak 518 orang berasal dari tambahan 2015. Angka ini terbilang menarik karena pada akhir Desember 2014 lalu Kota Cimahi tercatat memiliki 570 peserta aktif KB
22
implant. Alih-alih menambah PA, raihan PB implant Kota Cimahi malah menurunkan jumlah peserta aktif. Pengurangan ini bisa dipicu akibat alih cara dari implant ke kontrasepsi lain atau malah putus pakai (drop out). Peserta KB implant di Jabar bertambah sepanjang tahun berjalan di semua kabupaten dan kota, kecuali Kabupaten Cianjur pada Desember 2015 di mana pada saat itu tidak ada pemasangan implant baru. Jumlah peserta baru yang dilayani bervariasi antara satu daerah dengan lainnya maupun antarbulan dalam tahun yang sama. Membuka tahun 2015, pelayanan baru implant diberikan kepada 5.203 peserta atau sekitar 12,68 persen dari PPM tahunan sebanyak 41.048 peserta baru. Penambahan peserta baru implant paling banyak terjadi pada April sebanyak 10.051 orang. Bila dicermati, penambahan signifikan ini mendapat sumbangan dari Kabupaten Sukabumi yang pada bulan tersebut memberikan pelayanan implant baru kepada 1.454 peserta. Angka Kabupaten Sukabumi tersebut sekaligus mencatatkan diri sebagai jumlah pelayanan terbanyak dalam satu bulan di satu kebupaten sepanjang tahun 2015.
IUD Baru Tembus 300% Capaian pelayanan bagi peserta baru intra uterine devices (IUD) atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) Jawa Barat tahun ini terbilang fenomenal. Bila semula hanya ditarget meraih 31.871 peserta baru IUD, per Desember 2015 tercatat capaian peserta anyar hingga 96.875 peserta atau menembus angka 303,96 persen dibanding target.
Konstelasi peserta KB IUD di Jabar secara keseluruhan tampak dari capaian akhir peserta KB aktif hingga Desember 2015. Dari total 7.114.256 peserta KB aktif, 855.911 di antaranya merupakan pengguna IUD. Artinya, 12,03 persen peserta KB aktif merupakan IUD. Dengan kata lain, lebih kurang satu dari 10 peserta KB merupakan pengguna IUD. Angka ini mengantarkan IUD ke posisi ketiga raihan terbesar kontrasepsi. Sementara dua terbesar masih milik penguasa klasik: suntik dan pil. Dari mana capaian fantastis 300 persen tersebut berasal? Juaranya adalah Kota Bandung. Jantung Provinsi Jawa Barat ini menyumbang 11.866 peserta IUD dalam 12 bulan. Melihat persentase 26,13 persen, berarti lebih dari seperempat peserta KB baru di Kota Bandung merupakan pengguna IUD. Dua daerah lain yang mencatatkan persentase PB IUD di atas 20 persen adalah Kota Cimahi (20,19 persen) dan Kota Tasikmalaya (20,08 persen). Sisanya bervariasi mulai 1,61 persen (Kabupaten Indramayu) hingga 19,79 persen (Kota Banjar). Beberapa daerah dengan jumlah penduduk dan pasangan usia subur (PUS) besar seperti Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi mencatatkan persentase rendah. Dua penyangga ibu kota ini masing-masing meraih 2,11 persen dan 3,46 persen dari total PB di masing-masing daerah. Namun demikian, mengingat jumlah penduduk dan PUS yang memang besar, angka absolut PB di dua daerah ini masih cukup besar. Kabupaten Bogor mencatat tambahan 2.705 peserta IUD dan Kabupaten Bekasi
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS menambah 3.869 peserta IUD. Performa Kota Bandung untuk kontrasepsi IUD rupanya bukan hanya pada peserta baru. Bila dicermati, proporsi IUD terhadap total peserta KB aktif di sana mencapai 34,77 persen. Dengan demikian, 3-4 orang dari 10 peserta KB di kota berjuluk Parijs van Java tersebut memilih menggunakan IUD. Ini luar biasa karena kabupaten dan kota lain di Jawa Barat bahkan tidak ada yang menyentuh angka 30 persen. Satu-satunya yang mendekati adalah Kota Cimahi dengan 26,62 persen. Itu pun angka absolutnya sangat jauh. Kota Bandung memiliki peserta aktif IUD 90.718 orang, sementara Kota Cimahi hanya 19.310 orang. Selain Kota Bandung dan Kota Cimahi, tercatat hanya dua daerah yang membukukan capaian di atas 20 persen. Yakni, Kabupaten Subang (20,84 persen) dan Kota Bogor (20,01 persen). Dua daerah ini menyumbang masing-masing 54.754 dan 23.474 peserta untuk total peserta KB aktif di Jawa Barat. Namun demikian, sumbangan paling besar untuk PA IUD Jabar datang dari Kabupaten Bandung (95.387 orang) atau sekitar 16,95 persen peserta KB aktif di sana. Secara keseluruhan, masih terdapat tujuh kabupaten dan kota di Jawa Barat yang proporsi IUD terhadap total peserta KB aktif di bawah 10 persen. Tujuh daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Sukabumi (5,41 persen), Kabupaten Indramayu (5,55 persen), Kabupaten Bogor (5,71 persen), Kabupaten Karawang (6,04 persen), Kabupaten Majalengka (6,21 persen), Kabupaten Sumedang (7,63 persen), dan Kabupaten Bekasi (7,76 persen). Ketujuh daerah
Ketua PPKS Kencana Pasundan Dian Indahwati berpose bersama Kepala Bidang KSPK BKKBN Jabar Teti Sabarniyati dan kru Advokasi KIE BKKBN Jabar usai talkshow di salah satu TV lokal di Kota Bandung.
Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan menyampaikan orasi menjelang Deklarasi Pencegahan Korupsi Mulai dari Keluarga di Graha Bhayangkar, Jalan Cicendo, Kota Bandung.
Ny. Giselawati Deddy Mizwar berpose bersama Kepala Bidang KSPK BKKBN Jabar Teti Sabarniyati dan peserta peringatan Hari Ibu tingkat Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate.
Ketua PPKS Kencana Pasundan Dian Indahwati berpose bersama Kepala Bidang Adpin BKKBN Jabar Rudy Budiman memberikan salam Genre usai peresmian Kampung KB di Kota Bandung.
Sejumlah Duta Mahasiswa turut ambil bagian dalam Senam Genre saat peringatan Hari Keluarga Nasional 2015 tingkat Jawa Barat di Kabupaten Bogor.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
23
WARTA KHUSUS tersebut tercatat memiliki jumlah PUS cukup besar, bahkan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi merupakan dua besar pemilik PUS terbanyak di Jawa Barat. Meski tidak linear dengan persentase, tercatat empat daerah di Jabar memiliki jumlah peserta aktif IUD di bawah 10 ribu orang. Keempat daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Pangandaran (6.544 orang), Kota Cirebon (4.736 orang), Kota Sukabumi (4.201 orang), dan Kota Banjar (2.860 orang). Hal ini tidak lepas dari jumlah PUS di masing-masing daerah tersebut yang terbilang sedikit.
PB MOW Meroket Capaian kinerja KB metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi Jawa Barat sepanjang 2015 berbanding terbalik antara raihan peserta KB baru (PB) dan peserta KB aktif (PA). Raihan PB MOW boleh dibilang moncer dengan raihan persentase capaian hingga 160,16 persen. Sebaliknya, raihan peserta aktif macet di angka 64,76 persen saja. Hingga Desember 2015 tercatat PA MOW sebanyak 192.910 peserta atau 2,71 persen dari total peserta KB aktif 2015 sebanyak 7.114.256 orang. Meski kecil, angka ini masih berada di atas metode operasi pria (MOP) alias vasektomi dan pengguna kondom yang hanya masing-masing 0,79 persen dan 1,74 persen. MOW menempati urutan kelima daftar kontrasepsi yang dipilih keluarga Jawa Barat. Dari 192.910 peserta KB aktif yang memilih MOW pada 2015, penyumbang terbesar ada di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor, masingmasing 15.642 orang dan 14.714 orang. Penyumbang
24
berikutnya antara lain Kabupaten Cirebon (14.253 orang), Kota Bandung (11.819 orang), Kabupaten Majalengka (10.878 orang), Kota Bekasi (10.594 orang), Kabupaten Karawang (10.693 orang), dan Kabupaten Bekasi (10.330 orang). Di luar daerah-daerah tadi, tak ada kabupaten dan kota yang memiliki peserta KB aktif MOW di atas 10 ribu orang. Bahkan, Kota Sukabumi satusatunya daerah dengan jumlah PA MOW kurang dari 1.000 orang, hanya 940 orang). Potret MOW di kabupaten dan kota sesunguhnya memang tidak bisa dilihat dari sematamata banyaknya jumlah peserta. Hal ini terjadi karena adanya disparitas antara satu daerah dengan daerah lain, baik jumlah penduduk dan pasangan usia subur (PUS) maupun kultur dan catatan historis trend pemakaian kontrasepsi di masing-masing kabupaten dan kota. Distribusi pemakaian MOW maupun kontrasepsi lain sendiri bisa diintip melalui persentase di masing-masing daerah. Mengacu kepada statistik rutin per Desember 2015, tercatat daerah dengan persentase MOW tertinggi adalah Kota Cirebon, sebesar 8,15 persen. Adapun jumlah PA MOW Kota Cirebon adalah 2.730 orang dari total PA di sana sebanyak 33.510 peserta dengan 41.168 PUS. Angka ini jauh di atas ratarata Jabar yang macet di angka 2,71 persen. Sebaliknya, persentase PA MOW paling kecil adalah Kabupaten Cianjur yang hanya 0,97 persen. Meski kecil, ternyata jumlah absolut PA MOW ini mencapai 3.973 orang, lebih besar dari Kota Cirebon. Maklum, total PA Kabupaten Cianjur mencapai 409.752 peserta dengan 578.182 PUS.
Cianjur memang satu-satunya daerah yang PA MOW-nya kurang dari 1 persen. Daerah lain yang relatif rendah di bawah 2 persen adalah Kota Tasikmalaya (1,4 persen), Kabupaten Sukabumi (1,54 persen), Kabupaten Bekasi (1,79 persen), Kabupaten Bogor (1,89 persen), dan Kabupaten Garut (1,90 persen). Wajah MOW juga tercermin dari capaian peserta KB baru pada 2015 ini. Meski berhasil melampaui target pencapaian, secara keseluruhan masih menunjukkan ketimpangan. Meski terdapat satu daerah yang pencapaiannya menjulang hingga 18,30 persen dari total PB, delapan daerah lainnya malah tak mampu menembus angka 1 persen. Adalah Kota Banjar yang berhasil mencatatkan angka 18,30 persen itu atas raihan 528 PB MOW sepanjang 2015. Sementara delapan daerah capaian minim berturutturut adalah Kabupaten Pangandaran (0,06 persen), Kabupaten Cianjur (0,39 persen), Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Subang masingmasing 0,40 persen, Kabupaten Bandung Barat (0,67 persen), Kabupaten Tasikmalaya (0,73 persen), Kabupaten Indramayu (0,77 persen), dan Kabupaten Bogor (0,78 persen). Sebaliknya, Kota Bandung berhasil mencatatkan capaian angka absolut MOW paling banyak dengan 1.362 orang atau sekitar 3 persen dari total PB yang berhasil diraih pada 2015. Daerah lain yang relatif besar adalah Kabupaten Cirebon (1.284 orang), Kabupaten Karawang (1.265 orang), Kabupaten Bandung (1.166 orang), dan Kabupaten Bogor (1.004 orang).(Materi diambil dari Lembar Balik KKBPK Jabar 2015)
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS
KUNJUNGAN KEPALA BKKBN KE PUSAT KOORDINASI PENDATAAN KELUARGA 2015 PROVINSI JAWA BARAT
HAPPY ENDING PENDATAAN KELUARGA
P
endataan Keluarga (PK) boleh jadi menjadi kegiatan paling menyita segenap sumber daya pengelola program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) dari pusat hingga perdesaan sepanjang tahun 2015. Hajatan yang menelan dana hingga Rp 500 miliar secara nasional ini juga tak berjalan mulus, mulai tarik ulur indikator, persiapan yang mepet, hingga terlambatnya pengadaan formulir. Bahkan, ketika formulir sudah diisi pun tak luput dari masalah, mulai teknis pemindaian hingga input data. Terlepas dari riuh-rendah itu,
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar akhirnya mengaku puas dengan pelaksanaan. Gilar, sapaan akrabnya, menilai hasil akhir pendataan sudah bagus. Indikatornya, pendataan di Jawa Barat berhasil mendata sekitar 12,8 juta kepala keluarga (KK) dari yang semula diprediksi sekitar 13,4 juta KK. Angka 96 persen untuk daerah sebesar Jawa Barat sudah membanggakan. “Angka 13,4 juta KK itu proyeksi, bukan angka sesungguhnya. Hitungan proyeksi tersebut mengacu kepada sejumlah paramater kependudukan, sehinga pada 2015 diperkirakan di Jawa Barat terdapat 13,4 juta KK. Apakah 12,8 juta KK itu
sudah mencakup seluruh KK di Jawa Barat, kami tidak bisa memastikan hal itu. Tapi sekali lagi persentase di bawah 10 persen dari proyeksi itu sudah bagus,” kata Gilar saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Dia tidak memungkiri ada kemungkinan KK yang belum terdata. Kasus itu muncul mengingat adanya keterbatasan jumlah petugas maupun sulitnya mengatur jadwal kunjungan kader pendata ke rumah warga. Terutama di daerah-daerah penyangga ibu kota yang sebagian penduduknya bekerja di Jakarta. “Tidak menyebut semua terdata. Kenyataannya kader
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
25
WARTA KHUSUS kesulitan mendata. Beberapa keluarga yang pagi-pagi sekali sudah berangkat, pulang malam. Sabtu-Minggu kadang tidak mau diganggu. Ada juga kadang begitu. Kemungkinan lain, ada daerah-daerah yang tidak terjangkau petugas karena tenaga pendata memang kurang. Tetapi kita sudah cukup bagus,” kata Gilar lagi.
out di sana tampak status kesejahteraan keluarga hingga kontrasepsi yang sedang digunakan. Melalui KKI tersebut, jelas Irfan, bisa diketahui apakah sebuah keluarga termasuk kelompok sasaran atau bukan. Apakah masuk kelompok unmetneed atau bukan.
Nah, salah satu upaya penajaman tersebut dengan memanfaatkan hasil PK 2015. Menyimak formulir PK 2015, maka bisa dengan mudah ditemukan siapa saja PUS yang masuk kategori unmetneed. Data itulah yang akan menjadi pijakan untuk menentukan sasaran penggarapan program KKBPK.
ENTRY DATA HASIL PENDATAAN KELUARGA
Saat ini PK tengah memasuki proses entry data ke server nasional. Pada proses ini, publik bisa memantau langsung sudah sejauhmana proses itu berlangsung dengan cara mengakses website resmi BKKBN. Di sana terdapat menu khusus yang di dalamnya menyajikan progress report pendataan per provinsi. Pengunjung bisa mengetahui jumlah formulir yang sudah diinput, berapa yang sudah dicetak hasilnya, dan lain-lain. Kepala Sub Bidang Data dan Informasi BKKBN Jawa Barat Irfan Indriastono sempat mendemontrasikan bagaimana formulir diolah dan seperti apa hasilnya ketika sudah dicetak menjadi Kartu Keluarga Indonesia (KKI). Dari satu sampel keluarga yang di-print
26
unmetneed kembali naik menjadi 13,95 persen. Angka unmetneed barulah turun hampir satu digit menjadi 13,03 pada akhir Desember 2015. Penurunan terakhir ini cukup menarik karena pada tahun yang sama terjadi keterlambatan alat dan obat kontrasepsi.
Khusus unmetneed ini, Sugilar menilai sangat penting mengingat sulitnya menurunkan angka unmetneed selama bertahun-tahun. Padahal, peserta KB baru terus bertambah setiap tahun. Angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) juga menunjukkan angka menggembirakan, di atas 70 persen. Dalam lima tahun terakhir, unmetneed di Jabar sulit beranjak dari angka 13 persen. Pada 2011, unmetneed berada pada angka 13,49 persen. Jumlahnya melonjak naik menjadi 14,79 persen pada Desember 2012 untuk kemudian perlahan menurun menjadi 13,68 persen pada Desember 2013. Satu tahun kemudian, Desember 2014,
“Pendataan keluarga ini akan menghasilkan angka unmetneed yang Insya Allah valid. Kartu Keluarga Indonesia sebagai hasil akhir dari pendataan akan menunjukkan by name by address siapa saja yang masuk kategori unmetneed. Itulah sasaran kita selama 2016 ini,” tegas Sugilar. Lebih jauh Irfan menjelaskan, pendataan keluarga didesain untuk memenuhi kebutuhan data basis keluarga secara nasional. Dia memastikan selama ini tidak ada basis data keluarga, termasuk profil PUS, pada hasil survei atau sensus nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) yang selama ini menjadi pemegang otoritas data kependudukan hanya menyediakan data demografi. Padahal, banyak agenda pembangunan yang menjadikan keluarga sebagai sasaran program. “(Data basis keluarga) Tidak tersedia pada sumber data manapun kecuali hanya diperoleh melalui pelaksanaan pendataan keluarga setiap lima tahun sekali. Karena itu, PK
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS 2015 merupakan satu-satunya penyedia data keluarga atau data PUS. Kita sedang menuju terwujudnya satu data keluarga Indonesia. Data ini akan diperbarui setiap tahun. Hasilnya digunakan untuk kepentingan operasional dan intervensi langsung program KKBPK di semua tingkatan wilayah,” jelasnya.
Sosialisasi progma KKBPK kepada pengunjung car free day Buah Batu di Kota Bandung. Kegiatan ini diisi dengan membagikan flyer berisi pesanpesan program KKBPK.
Ada tiga manfaat utama yang bisa diraih dari pendataan keluarga. Pertama, untuk memetakan saran. Kedua, menentukan program dukungan dan motivasi peningkatan kesejahteraan keliarga. Ketiga, pemanfaatan untuk program pembangunan lain. Sebut saja misalnya bidang pendidikan, kesehatan dasar, perumahan rakyat, penyuluhan agama, administrasi kependudukan, sosial kemasyarakatan, pembangunan manusia dan kebudayaan, dan perencanaan dan pembangunan daerah.
Perwakilan BKKBN Jawa Barat ambil bagian dalam kegiatan kampanye keamanan berlalulintas yang digagas salah satu radio di Kota Bandung.
Penentuan sasaran bisa lebih tajam karena didasarkan pada kondisi, potensi, dan kebutuhan aktual dari masing masing keluarga di setiap wilayah. Pemetaan makin konkret dengan adanya peta keluarga berdasarkan tingkat kesertaan KB dan tahapan keluarga sejahtera. Data basis juga membantu penentuan program dukungan yang sesuai untuk setiap keluarga di setiap wilayah tertentu. Di sisi lain, pendataan bermanfaat bagi peningkatan kualitas kesertaan ber-KB untuk penggunaan metode kontrasepsi yang lebih efektif, aman, dan nyaman. Pada saat yang sama, menjadi sarana motivasi untuk mendorong setiap keluarga meningkatkan tahapan kesejahteraannya. (NJP)
Kepala Sub Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Bina Lini Lapangan menyampaikan materi tentang Pendataan Keluarga dalam sebuah pertemuan lini lapangan di kantor Bupati Cirebon, Sumber.
Inspektur Utama BKKBN, Kepala Biro Pengembangan Sosial Sekretariat Daerah Jabar, Kepala BKKBN, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat menyampaikan Salam Genre dan Salam KB pada saat Deklarasi Pencegahan Korupsi Mulai dari Keluarga di Kota Bandung.
Wanda Urban bersama seorang anggota PIK Remaja melakukan stand up comedy di Kompas TV. Kegiatan ini merupakan salah satu bagian KIE Kreatif yang secara khusus menyasar kalangan remaja perkotaan.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
27
WARTA KHUSUS
MENKO PMK RI PUAN MAHARANI DAN GUBENRUR AHMAD HERYAWAN SAAT MERESMIKAN PIK REMAJA DI BANDUNG BARAT
KBB CENTER OF EXELLENCE PIK REMAJA Bupati Terbitkan Dua Perbup Sekaligus
U
paya membangun ketahanan remaja di Kabupaten Bandung Barat (KBB) patut mendapat acungan jempol. Bagaimana tidak, KBB tercatat satu-satunya daerah di Jawa Barat yang memiliki dua peraturan bupati (Perbup) yang di dalamnya mengatur program ketahanan remaja. Pertama, Perbup Nomor 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Kedua, Perbup Nomor 24 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) di Lingkungan Kabupaten Bandung Barat. Dua perbup ini diteken Bupati Abubakar pada hari yang sama, 29 Juni 2015. Ditemui Warta Kencana di
28
kantornya beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) KBB Asep Ilyas menjelaskan, penyusunan Perbup PUP bermaksud memberikan acuan bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dalam menyelenggarakan program PUP. Sementara Perbup PIK Remaja dimaksudkan menjadi pegangan atau acuan bagi pengelola program dan pengelola PIK R/M dalam rangka menumbuhkembangkan PIK R/M di daerah, dalam hal ini KBB. “Perbup ini lahir di tengah satu kenyataan bahwa usia kawin di KBB masih rendah, belum mencapai usia ideal: 20 untuk perempuan dan 25 untuk lakilaki. Ini terobosan kami dan tentu saja atas dukungan Bapak
Bupati yang sangat concern pada program KKBPK. Untuk mewujudkan PUP itu kami sangat membutuhkan kerjasama dengan para remaja itu sendiri melalui PIK Remaja. Karena itu, KBB juga sekaligus menerbitkan Perbup tentang PIK Remaja. Jadi, regulasi ini mengokohkan sinergi yang sebelumnya telah kami bangun bersama-sama,” papar Asep. Lebih spesifik Asep menjelaskan, PUP sebagaimana diatur dalam perbup tersebut bertujuan memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, soaial, ekonomi serta menentukan
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS jumlah dan jarak kelahiran. Implikasinya, maka perlu peningkatan usia kawin menjadi lebih dewasa. Dalam pelaksanaannya, program PUP di KBB dilaksanaan melalui empat pelayanan. Yakni, kesehatan reproduksi bagi remaja, hakhak reproduksi, keterampilan hidup (life skills), dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja. Keempat jenis pelayanan tersebut dirinci dalam Bab III Perbup 23/2015 Pasal 5 sampai Pasal 14. Poin penting dalam Perbup 23/2015 terletak pada Bab IV tentang Kelembagaan Program PUP. Di sini, PUP bukan lagi semata-mata urusan BP3AKB, melainkan menjadi tanggung jawab daerah. Penyelenggaraan program PUP dilaksanakan oleh sebuah kelompok kerja (Pokja) yang dipimpin sekretaris daerah. Pokja juga melibatkan instansi lain seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), dan perangkat daerah terkait lainnya. Sejumlah SKPD yang tersurat langsung dalam dokumen perbup tersebut sekaligus berperan sebagai instansi teknis pembina. Dinas Kesehatan sebagai instansi teknis pembina pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan pelayanan hak-hak reproduksi remaja. BP3AKB untuk pelayanan hak-hak reproduksi remaja, keterampilan hidup, dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja. Dinas Pendidikan Pemudan dan Olahraga untuk pelayanan keterampilan hidup dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja melalui pengembangan PIK R/M. Dinas Sosial dan Tenaga
Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan berdialog dengan perajin saat berlangsungnya Gelar Dagang produk UPPKS dalam rangka Pencanangan Bakti TNI KB-Kesehatan Terpadu 2015 di Cirebon.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial beserta para istri dan sejumlah pejabat SKPD yang membidangi program KB berfoto bersama saat peringatan Hari Keluarga Nasional 2015 tingkat Kota Bandung.
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar menyampaikan orasi di hadapan Asisten Kesejahteraan Rakyat Setda Jabar Ahmad Hadadi dan Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Heryawan pada kegiatan Jambore Forum Anak Dalam Rangka Peringatan Hari Anak Nasional 2015.
Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Barat Ferry Hadiyanto dan Wakil Bupati Bandung Gun Gun Gunawan menjadi narasumber talkshow tentang Pembangunan Berwawasan Kependudukan di salah satu media lokal.
Pengurus Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat dan IPKB Kabupaten Sumedang berpose bersama usai pertemuan di Graha Insun Medal Sumedang.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
29
WARTA KHUSUS Kerja untuk keterampilan hidup dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja. BPMPD berperan sebagai instansi teknis pembina pada peningkatan ekonomi keluarga. Pokja dan instansi teknis pembina ini bertanggung jawab langsung kepada Bupati. “Ketika bicara PUP maka BP3AKB tidak bisa berjalan sendirian. Ini melibatkan SKPD lain. Alhamdulillah Pak Bupati dengan visi Bandung Barat Cermat dan moto ‘Esok harus lebih baik dari hari ini’ bila dikaitkan dengan program KKBPK, maka sasarannya adalah ketahanan keluarga. Artinya kita harus melihat lagi delapan fungsi keluarga, mulai fungsi agama, sosial, lingkungan, dan lain-lain. Otomatis ini melibatkan semua SKPD, kita harus bersamasama,” tandas Asep. Cara kerja berjamaah juga berlaku untuk pengelolaan PIK R/M. Pada Pasal 5 Perbup 24/2015 disebutkan, untuk kelancaran pelaksanaan progran dan pengelolaan PIK R/M, Bupati membentuk Kelompok Kerja Operasional PIK Remaja. Kelompok kerja ini terdiri atas BP3AKB, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan instansi lainnya. Perbup kedua ini membahas lebih rinci pengelolaan PIK R/M, mulai dari kebijakan dan strategi, kegiatan-kegiatan pengelolaan, hingga mekanisme pengelolaan. Sebagai pedoman pengelolaan, tampak perbup ini lebih dari cukup untuk memandu bagaimana sebuah PIK Remaja atau PIK Mahasiswa bisa bergulir secara ideal. Tak berlebihan memang mengingat sejauh ini KBB dikenal sebagai pusat inovasi sekaligus
30
salah satu center of exellence pengelolaan PIK Remaja di tanah air. Sejumlah PIK Remaja KBB merupakan langganan juara tingkat Jawa Barat maupun nasional. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah SMS Gateway dan aplikasi Android PIK Remaja. Saluran ini ditujukan untuk mempercepat pertukaran informasi sekaligus sebagai media pembelajaran interaktif bagi para remaja.
Ketua Forum PIK Remaja KBB Dadan Zaenal Abidin yang turut hadir dalam pertemuan bersama Kepala BP3AKB dan para kepala bidang di lingkungan BP3AKB menjelaskan resep di balik moncernya performa PIK R/M di KBB. Salah satunya adalah kaderisasi yang berjalan secara simultan antargenerasi. Faktor lainnya adalah pelibatan tokoh masyarakat setempat dan tokoh agama.
“Sebelumnya program kami terbatas oleh ruang dan waktu. Diskusi dan pembinaan itu sebenarnya tetap berlanjut di dalam realitasnya, tapi untuk mempercepat penyampaian
“Mengapa PIK Remaja berbasis masyarakat itu lebih kokoh? Karena remaja bersangkutan sehari-hari tinggal di masyarakat. Mereka berkegiatan di sana, hidupnya di sana. Rumah
KEPALA BP3AKB KBB ASEP ILYAS
pesan perlu dilakukan suatu inovasi, yaitu melalui SMS Gateway dan aplikasi android,” kata Asep. Bupati Abubakar menyambut baik peluncuran SMS Gateway dan aplikasi Android PIK-R. “Bahwa dalam rangka membangun sebuah komunikasi, mereka dapat memanfaatkan teknologi. Dengan demikian, komunikasi, informasi, dan edukasi jadi lebih mudah diakses oleh para remaja,” kata Abubakar saat peluncuran SMS Gateway dan aplikasi Android tersebut beberapa waktu lalu. “Dengan adanya sarana ini, komunikasi para remaja tidak akan terputus dan pada akhirnya bisa menjadi generasi yang dapat dibanggakan,” tambahnya.
Remaja misalnya, sudah berdiri 11 tahun dan eksis sampai sekarang. Mengapa di sekolah cepat muncul dan tenggelam lebih cepat? Karena sekolah dibatasi tiga tahun. Namun demikian, kami juga tidak melupakan basis sekolah, basis pesantren, basis kepemudaan, dan yang lainnya. Semua kami garap bersama-sama,” kata Dadan. Peraih penghargaan Dharma Karya Kencana ini menjelaskan, saat ini berdiri 175 kelompok PIK Remaja di KBB. Dibandingkan dengna jumlah desa sebanyak 165 desa, berarti ada desa yang di dalamnya memiliki lebih dari satu kelompok. Bahkan, ada di antaranya yang memiliki tiga kelompok. Sementara total populasi remaja di KBB mencapai 425 ribu jiwa.(NJP)
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS
ANGGOTA KOMISI IX DPR RI OKKY ASOKAWATI MENJADI NARASUMBER PARENTING SHOW BERSAMA DEPUTI BIDANG KSPK BKKBN SUDIBYO ALIMUSO DI MAL PARIS VAN JAVA BANDUNG
UJIAN DAYA TAHAN KETAHANAN KELUARGA PROGRAM KB ATAU KELUARGA BERENCANA TERUS BERKEMBANG. LEBIH DARI SEKADAR KONTRASEPSI, KINI BERTRANSFORMASI KE ARAH PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN, KB, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA. ASPEK TERAKHIR INI MEMFOKUSKAN DIRI PADA PEMBINAAN KETAHANAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA MELALUI KEGIATAN BKB, BKR, BKL, DAN UPPKS.
H
ingga Desember 2015 tercatat telah berdiri 17.849 kelompok BKB, 7.856 kelompok BKR, 8.658 kelompok BKL, dan 6.758 kelompok UPPKS. Kecuali UPPKS yang berkurang 191 kelompok dibanding akhir tahun 2014 lalu, seluruh kelompok kegiatan lainnya mengalami penambahan signifikan. BKB
naik 715 kelompok dari 15.534 menjadi 17.849 kelompok, BKR naik 715 kelompok dari 7.141 menjadi 7.856 kelompok, dan BKL naik 705 kelompok dari 6.949 jadi 6.758 kelompok. Meski secara umum mengalami penambahan, namun banyak kabupaten dan kota yang mengalami penurunan jumlah kelompok. Untuk kelompok
BKB, 11 dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami penurunan jumlah dibanding 2014 lalu. Pengurangan terbanyak terjadi di Kabupaten Kuningan, dari 824 menjadi 766 kelompok atau hilang 58 kelompok. Kemudian Kabupaten Karawang dan Kabupaten Sukabumi sama-sama kehilangan 27 kelompok BKB.
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
31
WARTA KHUSUS Kenaikkan jumlah kelompok BKB terjadi berkat tambahan signifikan di tiga daerah, terdiri atas Kabupaten Bogor (1.437 kelompok), Kabupaten Indramayu (507 kelompok), dan Kota Depok (306 kelompok). Di luar tiga daerah tadi tidak ada yang berhasil menambah 100 kelompok baru. Trend serupa terjadi pada kelompok BKR. Beberapa daerah mengalami penurunan jumlah kelompok. Penurunan terbanyak di Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan, masingmasing berkurang 26, 24, dan 23 kelompok. Sebaliknya, terjadi penambahan cukup signifikan di Kota Depok (306 kelompok) dan Kabupaten Bogor (301 kelompok). Dua daerah di atas juga samasama berhasil menambah kelompok BKL. Kabupaten
32
Bogor menambah 288 kelompok BKL, Kota Depok menambah 341 kelompok. Sementara daerah yang mengalami pengurangan jumlah kelompok BKL paling banyak adalah Kabupaten Majalengka (19 kelompok) dan Kabupaten Cirebon (17 kelompok). Yang paling tragis, jumlah kelompok UPPKS rontok nyaris di semua daerah. Pada Desember 2015 tercatat hanya lima kabupaten dan kota yang berhasil menambah jumlah kelompok. Sementara sisanya sebanyak enam daera h stagnan dan 16 lainnya mengalami penurunan. Penurunan drastis terjadi di Kabupaten Indramayu yang kehilangan 91 kelompok UPPKS, dari semula 260 menjadi 169 kelompok. Terlepas dari pasang surut jumlah kelompok kegiatan,
perhatian utama mengarah kepada seberapa banyak anggota kelompok tersebut menjadi peserta KB. Ternyata, per Desember 2015 belum semua anggota kelompok menjadi peserta KB. PUS anggota kelompok UPPKS tercatat memiliki persentase tertinggi peserta KB. Dari PPM 103.575 PUS, 85.798 di antaranya atau sekitar 82,84 persen menjadi peserta KB. Untuk BKB, dari PPM 605.011 PUS, 479.084 di antaranya atau sekitar 79,19 persen menjadi peserta KB. Kemudian, 76,34 persen dari 324.820 PUS yang menjadi PPM anggota kelompok BKR tercatat menjadi peserta KB. Adapun BKL, dari PPM semula 209.314 PUS, hanya 151.631 atau 72,44 persen di antaranya menjadi peserta KB. (Materi diambil dari Lembar Balik KKBPK Jabar 2015)
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
WARTA KHUSUS
GERBANG KAMPUNG KB DI DESA NALUK KABUPATEN SUMEDANG
MASALAH KEPENDUDUKAN DALAM RPJMD JABAR 2013-2018
B
icara masalah kependudukan sama halnya bicara masalah pembangunan itu sendiri. Kependudukan adalah adalah isu sentral pembangunan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat turut meyakini hal itu. Keyakinan itu tergambar dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2013-2018 sebagaimana terungkap dalam laporan hasil penelitian Saeful Millah bertajuk Analisis Integrasi Kebijakan Kependudukan dengan Sektor Pembangunan Lain (Studi Terhadap Dokumen RPJMD Jawa Barat 2013-2018).
BKKBN Jawa Barat ini Saeful Millah mengungkapkan, penelitian yang dilakukannya menggunakan pendekatan integrasi dan analisis (content analysis). Hasilnya, pada tataran isu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menempatkan persoalan kependudukan sebagai salah satu isu sentral pembangunan, baik aspek kuantitatif maupun kualitatif dan mobilitasnya. Pada tataran visi dan misi maupun program, kebijakan penanganan kependudukan telah dirumuskan secara integral dan tujuan dan sasaran serta program setiap sektor pembangunan.
Dalam laporan yang diterbitkan Bidang Pengendalian Penduduk
Sayangnya, belum seluruh masalah kependudukan
sebagaimana banyak diangkat dalam bagian pendahuluan dan pembahasan isu strategis RPJMD itu dijabarkan secara utuh ke dalam arah kebijakan serta program setiap sektornya. Kuantitas dan kualitas penduduk relatif banyak diangkat, sementara aspek mobilitas serta pengelolaan data dan informasi penduduk tidak banyak disentuh. Di bagian kesimpulan, Saeful Millah menulis beberapa masalah yang banyak diangkat. Dari sisi kuantitas di antaranya adalah besarnya jumlah, laju pertumbuhan yang tinggi, struktur usia yang semakin muda, distribusi dan kepadatan yang tidak merata, dan tingginya
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
33
WARTA KHUSUS migrasi masuk. Sementara dari sisi kualitas, banyak mengangkat persoalan pendidikan dan kesehatan penduduk, termasuk tingkat kesejahteraan sebagaimana tercermin dalam pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM). Wujud komitmen Gedung Sate pada kependudukan makin jelas ketika menempatkan isu pembangunan kependudukan sebagai salah satu common goals dari 10 kebijakan pembangunan Jawa Barat. Bahkan, implikasi lebih jauhnya, Jawa Barat menempatkan masalah penanganan kependudukan sebagai salah satu program prioritas dalam dokumen RPJMD. Meskipun demikian, hasil kajian terhadap visi dan misi, termasuk penjabarannya dalam bentuk penentuan tujuan dan sasaran, tidak ada rumusan kebijakan yang secara eksplisit menyangkut penanganan masalah kependudukan sebagaimana diangkat dalam pembahasan latar belakang. Padahal, kependudukan sudah sangat jelas masuk ke dalam daftar program prioritas pembangunan. “Namun secara iplisit rumusan kebijakan itu tercermin hampir pada seluruh misi, tujuan, serta sasaran pembangunan Jawa Barat. Artinya, kebijakan penanganan pembangunan kependudukan itu dirumuskan secara integral dalam tujuan dan
sasaran pembangunan secara keseluruhan,” tulis Millah. Kesimpulan tadi didukung kajian terhadap arah kebijakan serta bentuk-bentuk program yang antara lain menegaskan bahwa walaupun memiliki kewenangan dan fungsi yang berbeda, hampir seluruh sektor pembangunan telah menempatkan “penduduk” sebagai sasaran dari kebijakan dan program yang dirumuskannya. Baik dilakukan melalui intervensi langsung maupun dalam kerangka progam integrasi dalam rangka mendukung sektor pembangunan lainnya. Atas temuannya tersebut, Saeful Millah merekomendasikan satu hal penting. Yakni masih perlu dilakukan sosialisasi dalam rangka meningkatkan pemahaman para perencana dan perumus kebijakan pembangunan di setiap sektor tentang substansi dan pesan-pesan kependudukan sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dia meyakini dengan modal pemahaman yang baik dan utuh itulah, semua pesan kependudukan sebagaimana diamanatkan UU 52/2009 bisa diakomodasi dengan baik dalam setiap rumusan kebijakan dan penentuan program yang dituangkan dalam RPJMD.
Menanggapi hasil penelitian tersebut, Kepala Bidang Pengandalian Penduduk BKKBN Jawa Barat Yudhi Suryadhi mengaku pihaknya terus melakukan sosialisasi pembangunan kependudukan kepada berbagai kalangan. Pengarusutamaan ini dilakukan melalui sejumlah kerjasama dengan institusi pendidikan maupun organisasi kemasyarakatan. Lembaga pendidikan tinggi misalnya, BKKBN aktif menjalin kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi dalam penyelenggaraan kuliah kerja mahasiswa tematik kependudukan. “Tahun 2015 ini kami menambah kerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Cirebon. Perguruan tinggi lain yang sebelumnya sudah bekerjasama tetap kami lanjutkan. Sementara dengan SMA dan SMP kami menggulirkan Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Tahun 2015 ini sudah memberikan pelatihan kepada 108 sekolah, tahun 2016 diharapkan terbentuk 54 SSK di Jawa Barat,” papar Yudhi. Di samping itu, BKKBN Jabar terus bekerja sama dengan para ahli demografi untuk meriset isu-isu kependudukan, termasuk analisis dampak kependudukan, untuk kemudian hasilnya disosialisasikan kepada para pengambil kebijakan. Buah pikir para demografer ini diharapkan mampu memberikan warna dalam perencanaan pembangunan di Jawa Barat.(NJP)
Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat Elma Triyulianti (tengah) dan Kepala Bidang KB BKBPP Kota Banjar Yuyu Yuniarsih bersama pengelola Kampoeng KB berpose di halaman Bale Sawala.
34
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
Pembacaan Deklarasi Laskar KKBPK Jabar dipimpin Ketua Forum TPD/K Jabar di Sasana Budaya Ganesha Bandung.