WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
1
d aftar isi WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Drs. H. Rukman Heryana, MM Dewan Redaksi Drs. H. Saprudin Drs. E. Kusnaeli, M.Pd Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. S. Teguh Santoso Drs. H. Yudi Suryadi Pemimpin Redaksi Drs. S. Teguh Santoso Wakil Pemimpin Redaksi Drs. Wawan Ridwan Tim Redaksi Advokasi dan KIE IPKB Jabar Managing Editor Najip Hendra SP Fotografer Tim Advokasi dan KIE Tata Letak Litera Media Grafika Kontributor Anggota IPKB Jawa Barat Sirkulasi/Pemasaran Tim Advokasi dan KIE Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Percetakan Litera Media - 081320646821
2
Pertemuan Pengurus IPKB Jawa Barat
i n I i s i d enu E
M
oni arung G
l K Editagoarl,iMaakan Ubi, Baju KB G a n KB melalui Budaya r a c n a Wanwya Mendekatka Saat ameambali Program KB t U n a r irkan K Lapo
3
r, Melah ap Gumela urut KB Mant si Data S a Pasang i untuk Integr s la Speku
4 7 10 11
Lenasraak Harganas 2010 Sem
mu Jurnp aHalri Aku CintaahP2a0d1a1 hasiswa
Ma Setia Rum p Tuan as Akhir KBB Sia iap Bantu Tug 7 S BKKBN ra KB Bicara 1 a d U Dari gi tap Ting ti e T n a aja iskin warga S gi, Kem KB Ting enahkeun Kula r IUD Me duk i Pendu r a d l a Beraw Semua
Daerah
Wacana
erboijok KB S a b r e S us Butuh P a Chef Iwan
14 15 16 18 20 21 23 23
Kamp ehat bersam Sedap S
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
e ditorial
KB Gagal, Makan Ubi, Baju Karung Goni
M
engacu pada dinamika yang berkembang saat diskusi media gathering Ikatan Penulis/Pemerhati Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat pada 27 Januari 2011, terkuaklah relevansi isu kependudukan dengan ketenagakerjaan dan pangan di Jawa Barat. Ternyata konstruksi ketenagakerjaan Indonesia saat ini mengalami pergeseran mengkhawatirkan. Data yang dirilis Sakernas menunjukkan penduduk yang bekerja di sektor primer sebesar 43,66% (2007), menurun menjadi 41,18% (2009). Sektor sekunder mengalami nasib yang sama, 18,20% (2007) menurun menjadi 17,78% (2009). Namun, sektor tersier mengalami kenaikkan tajam yakni 38,14% (2007), meningkat jadi 41,04% (2009). Diduga, terjadi pergeseran tenaga kerja dari kedua sektor tersebut, dan tenaga kerja baru cenderung memilih sektor tersier. Tren di atas menunjukkan bahwa secara perlahan negeri ini akan menjadi negara pemakai, konsumsi, atau surga bagi produk luar. Karena sektor tersier adalah perdagangan-jasa, sementara sektor produksi terdiri atas sektor primer dan sekunder. Untuk kasus Jawa Barat ini menarik karena komposisi PDRB Jawa Barat justru diwarnai oleh sektor sekunder. Dalam konteks nasional, sangat menyedihkan bagi suatu negara yang sumber daya alam (SDA) berlimpah tetapi negara tersebut menjadi negara konsumsi. Bagaimana kalau suatu ketika negara pengekspor menghentikan kirimannya? Bukankah posisi tawar negara pengekspor lebih kuat? Rencana pemerintah tahun 2010 mengimpor beras dari Vietnam 550 ribu ton dan 50 ribu ton dari Thailand mendadak direvisi. Kini pemerintah telah melakukan enam kali kesepakatan impor beras hingga 1,23 juta ton. Tragisnya, pada saat yang sama Menteri Pertanian mengutip data BPS mengatakan Indonesia surplus beras 5,6 juta ton karena peningkatan produksi lokal sebesar 2,46%. Begitu juga impor bahan pangan lainnya, seperti daging sapi, buah-buahan, dan kacang-kacangan dan lainnya cenderung mengkhawatirkan. Kenaikkan harga pangan telah memicu laju inflasi. Bahkan, selama 10 tahun terakhir inflasi karena naiknya bahan pangan menjadi pemicu utama, di atas inflasi umum. Kenaikkan harga pangan kini cukup mengkhawatirkan. Rumusnya sederhana sekali, harga ditentukan oleh demand dan supply. Belum terpenuhinya permintaan (demand) oleh produksi dalam negeri (supply) bukanlah pemerintah tidak berbuat. Artinya, bukan produksi tidak meningkat. Tetapi, tingginya permintaan karena tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk, sehingga demand tidak mampu ditutup oleh supply dari dalam negeri. Jadi, pemenuhan pangan selama ini bukanlah hal yang harus kita bangga dan tepuk dada, sebagian diselesaikan melalui impor. Dengan pertumbuhan penduduk Indonesia 1,4% selama dekade 10 tahun terakhir atau sekitar 4 juta per tahunnya kita benar-benar kedodoran memenuhi kebutuhan pangan. Namun, produksi padi Jawa Barat pada 2010 menurut Dinas Pertanian Jawa Barat surplus sekitar 1,7 juta ton. Angka ini ternyata dikritisi akademisi bahwa bisa jadi surplus tersebut karena daya beli masyarakat yang relatif terbatas. Yang perlu diwaspadai surplus tersebut tidak terjangkau kalangan masyarakat pra KS dan KS I. Padahal, jumlah mereka mencapai 5,52 juta KK dari total 11,81 juta keluarga di Jawa Barat (Pendataan Keluarga 2010). Bila hal ini dibiarkan, suatu ketika kita kembali seperti zaman penjajahan. Makan ubi dan berbaju karung goni karena pangan dan pakaian tidak bisa dipenuhi. Masa penjajahan kita dijajah, kalau di masa kemerdekaan karena KB gagal. Kini, permintaan terhadap pangan tinggi tidak berbanding lurus dengan kenaikkan jumlah penduduk. Sudah tidak waktunya pemerintah bermain-main dengan sektor hilir. Sementara sektor hulu (pertumbuhan penduduk) hanya dilihat setengah hati. Bila ini terus dibiarkan, maka Indonesia akan tenggelam dari peradaban dunia. Naudzubillahiminzalik.(*) S Teguh Santoso Pemimpin Redaksi
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
3
w awancara
Wawancara Khusus dengan Kepala BKKBN Jawa Barat Drs Rukman Heryana MM
Saatnya Mendekatkan KB melalui Budaya Paradigma program KB sudah berubah. Perubahan baru masyarakat memerlukan sentuhan baru agar program KB bisa kembali diterima. Pendekatan budaya pun menjadi pilihan BKKBN Jawa Barat untuk menggelorakan kembali KB di tengah masyarakat. Bagaimana hal itu dilakukan, berikut wawancara khusus Warta Kencana dengan Kepala BKKBN Jawa Barat Drs Rukman Heryana MM di ruang kerjanya pertengahan Januari 2011 kemarin.
4
Bagaimana pelaksanaan program KB di Jawa Barat selama ini? Jadi begini, Jawa Barat pada awal dimulainya program KB ini melebihi provinsi-provinsi besar lainya. Pada 1970-an, Jabar memiliki total fertility rate (TFR) 5,9. Sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur 5,6. Kalau sekarang (Jawa Barat) menjadi 2,6 sedangkan Jawa Tengah menjadi 2,3, berarti tingkat penurunannya lebih tinggi Jawa Barat karena dari 5,9 ke 2,6 itu kan 2,4. Sedangkan dari 5,6 ke 2,3 itu kan (penurunannya) 2,3. Di Jawa Barat juga tumbuh budaya yang memang kurang mendukung program KB. Kawin muda dan perceraian tertinggi kan Jawa Barat. Kawin cerai juga cukup tinggi. Hal lain yang kurang mendukung (KB) adalah pepatah-pepatah orang tua. Sebut saja
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
w awancara misalnya pepatah “Kajeun bengkung asal ngariung, kajeun bongkok asal ngaronyok.” Itu kan bertolak belakang dengan program KB. Doa-doa juga demikian. “Mudah-mudahan pun anak sing nguntuy turunanna, ngantay sanak barayana. Ngarendeng ngabatan sereh, ngarandak ngabatan manjah.” Nah, yang terakhir ini kita ubah menjadi “Muga-muga pun anak sing mulus turunanana, sehat sanak barayana.” Kemudian, kepatuhan terhadap pimpinan di Jawa barat berbeda dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Boleh dibilang rendah. Kalau di Jawa Tengah dan Jawa Timur itu sumuhun, Jawa Barat tidak. Tidak berontak, tapi bukan berarti tunduk dalam melaksanakan perintah. Karena itu, pengelolaan program KB di Jawa Barat ini harus menggunakan pendekatan budaya, leuleus jeujeur liat tali. Perlu ditumbuhkan rasa kebersamaan, babarengan. Tidak sifatnya perintah. Itu yang lebih diutamakan. Aspirasi bawah harus diperhatikan. Saya pikir jalur-jalur agama dan budaya itu lebih smart, lebih bagus daripada sekadar perintah. Ceuk saya mah begini, program KB di Jawa Barat itu harus menyentuh kalbu dan mengiris hati. Kalau perlu, kepala BKKBN itu ngobrol di tingkat RT, joget bersama kader, dan bentuk kebersamaan lainnya. Itu yang diinginkan. Kalau main perintah, rada jauh (keberhasilannya), tidak ada akan bisa.
mengarahkan, karena banyak orang tidak tahu. Ada orang inginnya pil, padahal yang bersangkutan kontraindikasi terhadap pil. Misalnya punya darah tinggi dan jantung, itu kan tidak boleh minum pil KB. Nah, orang-orang ini kita arahkan bahwa mereka sebaiknya pakai yang nonhormonal.
Itu sudah cukup?
Hal itu juga menjadi bentuk revitalisasi program KB?
Tentu tidak. Inovasi dan kreativitas juga kita kembangkan. Prinsipnya kita mendorong agar pelaksanaan program KB itu dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka. Prinsip ini sebenarnya sudah berkembang di Jawa Barat sejak lama. Sebelum di Indonesia ada Pos KB, di Jawa Barat sudah ada. Tepatnya di Sumedang. Paguyuban serupa tumbuh semarak di Jawa Barat.
Revitalisasi itu kan masksudnya mengembalikan alat-alat yang tidak vital. Nah, yang vital ini ada empat poin, disebut Catur Citra KB. Citra pertama adalah lembaga. Bila sebelumnya BKKBN itu utuh, sekarang dicabik-cabik, dicampur-campur, dan sebagainya.
Bagaimana dengan pelaksanaan 2010? Untuk 2010, seluruh KKP atau kontrak kinerja provinsi bisa tercapai, kecuali pil. Pil hanya tercapai 80 persen dari yang ditargetkan. Ini mungkin ada pergeseran hobi atau kesenangan masyarakat dari pil yang memang berabe ke alat kontrasepsi lain, bisa implan, IUD, MOP, atau MOW. Semuanya itu tercapai. Bahkan, IUD kita dijadikan contoh karena tertinggi. Kita berhasil merealisasikan 105 persen dari target semula 115 ribu.
Menyoal hambatan budaya, pendekatan apa yang dilakukan? Yang pertama, kita masuk ke seluruh jalur. Terutama mengedepankan pendekatan agama dan budaya. Tahun 2010 kita menggelar Silaturahmi Lomba Kader Keluarga Berencana (Siloka Kencana) di setiap kecamatan. Ini salah satu metode yang menggunakan pendekatan budaya. Kedua, kita mengadakan lomba budaya antarkabupaten/kota. Bentuknya berupa pasanggiri kesenian tradisional. Ketiga, melakukan pendekatan dengan bupati, wali kota, ketua DPRD dalam riung mungpulung. Itu terus dilakukan dalam pendekatan budaya. Tidak bisa maen panggil, maen perintah, tidak begitu. Kemudian pelatihan-pelatihan dilakukan di tingkat masyarakat. Tidak semua dipanggil ke Diklat, tapi bagaimana memintarkan orang itu dilakukan di mana di situ ada mereka. Kita bersamasama turun dan menyatu untuk menggerakan mereka.
Apakah problem kelembagaan sekarang sudah selesai? Lembaga KB di di kabupaten/kota sejak dulu memang ada. Cuma saja, sekarang tidak lagi tunggal. Kini ada tambahan tugas pemberdayaan perempuan (PP). Bahkan, ada yang lebih dari KB dan PP. Ada lagi yang sifatnya kantor. Itu kan tidak vital. Perlu ditingkatkan lagi. Mudah-mudahan dengan diundangkannya UU 52 tahun 2009 bisa vital lagi.
Apakah hambatan pil terbilang berat? Itu hanya soal kesenangan masyarakat. Pilihan masyarakat sudah bergeser. Sebetulnya pilnya ada, harga juga tidak terlalu mahal. Bagi keluarga pra KS dan KS-1 malah gratis. Hanya soal kesenangan, tidak ada masalah. Kita hanya mengarahkan. Mengapa
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
Akrab bersama bawahan
5
w awancara Kedua, citra pengelola. Pengelola itu kini tidak vital. PLKB sudah pada tua, pensiun, mutasi, dan lain-lain. Jumlah PLKB tidak sesuai dengan jumlah PUS yang ada. Saya bilang bebannya terlalu berat. Ini perlu direvitalisasi, jumlahnya harus ditambah, kepintarannya harus ditingkatkan. Makanya kita meluncurkan Gumelar, Gerakan untuk Memantapkan Lini Lapangan Rancage. Insya Allah akan diluncurkan 8 Februari 2011 di Pangandaran. Prioritas tahun ini Gumelar. Sebetulnya programnya sudah dimulai sejak 2010 lalu, tahun ini lebih kepada labelisasi dan penguatan. Kita juga berupaya menjadikan pengelola lebih semangat dan merasa nyaman di (institusi) KB. Upayanya beragam, misalnya pakaian seragam pengelola se-Jawa Barat. Secara kuantitas, pengelola saat ini sudah sesuai kebutuhan? Kita berupaya terus menambah jumlah pengelola. Kalo tidak bisa menambah pegawai negeri, kita gunakan usaha-usaha lain. Pada 2010 misalnya, kita menambah 750 TPD, tenaga penggerak desa. Ditambah lebih kurang 150 sukwan (tenaga sukarelawan), dan 100 PNS. Jadi totalnya 1.000 orang. Mudah-mudahan tahun ini TPD bisa bertambah 500 orang lagi, jadi total 1.250 TPD. Ditambah lagi PNS yang penerimaan sekarang, banyak tuuh! Saya mendapat kabar Ciamis delapan PNS, Indramayu 20 PNS, dan daerah lainnya. Mudah-mudahan kita bisa mencapai angka 4.000 orang pengelola. Sekarang kan 3.300 orang, Insya Allah tercapai 4.000 orang. Angka 4000 tersebut ideal untuk melayani 43 juta penduduk Jawa Barat? Sebenarnya sih ideal. Jawa Barat memiliki 5.891 desa, kita memiliki 4.000 petugas. Kalau dirata-rata sudah di bawah dua. Satu orang menangani dua desa, itu tidak terlalu berat. Dengan catatan, institusinya jalan. PLKB juga difasilitasi sepeda motor. Mereka kan tidak harus dari rumah ke rumah.
Pemberdayaan Keluarga
6
Kembali ke empat citra KB, yang ketiga? Citra program. Sekarang orang tidak kenal lagi BKB, UPPKS, dan program lainnya. Masyarakat bertanya, apa itu BKB, BKL, UPPKS, Kampung KB? Program KB kalah semarak dari tema-tema lain. Makanya kita menghidupkan lagi Kampung KB. Ini salah satu citra program KB di tingkat bawah. Semacam pilot project? Bukan. Kampung KB itu label kepada daerah yang KB-nya bagus. Ada indikatornya. Pertama, CU per PUS-nya 65 persen. Kedua, jumlah kadernya harus ada di tiap RT. Ketiga, harus ada bina keluarga, bina keluarga remaja, bina keluarga lansia. Sehingga angka kelahirannya menurun. Barulah disebut Kampung KB. Jawa Barat punya berapa Kampung KB? Pada 2010 kita targetkan 625 kampung KB, berarti terdapat satu di setiap kecamatan. Saya kira sekrang sudah ada 625, tapi tidak merata. Ada di satu kecamatan dua kampung KB, ada juga kecamatan yang belum melabelkan kampung KB. Bagaimana dengan citra ke empat? Nah, yang ke empat ini adalah citra KB dalam pembangunan. Sekarang banyak orang bilang, Nanaonan KB? Buat apa KB? Padahal KB itu sangat mendasar untuk pembangunan berikutnya. Kita bisa berkata, kalau saja 6,8 juta peserta KB di Jawa Barat turun 10 persen, maka akan ada kelahiran 680 ribu bayi per tahun. Sedangkan kita sekarang rata-rata 780 ribu, berarti sudah 1,5 juta setahun. Saya belum lama ini bertemu gubernur. Gubernur mengatakan, sekarang sekolah memiliki 900 ribu kelas, dan harus ditambah setiap tahun. Itu kalau KB normal, kalau turun harus 15 ribu atau 20 ribu kelas. Bagaimana menggelorakan program KB untuk 2011? Ya dengan Gumelar tadi. Dengan mantapnya lini lapangan, nanti pendataannya bagus, pencapaian peserta KB barunya bagus, bina keluarganya bagus, program-programnya semarak. Dengan Gumelar ini, petugas lapangan banyak, ideal. Kemudian rancage, ada datanya. Ada bina keluarganya. Ada pencapainnya. Sudah, Jawa Barat jadi lagi. Tapi kalau hanya ramai di atas, ribut dina radio, ribut dina upacara-upacara, itu tidak akan bermakna kalau akarnya tidak kuat. Pohonnya rindang juga akan tumbang. Tapi kalau akarnya kuat, pohonnya juga akan rindang. Insya Allah lama-kelamaan juga.(*)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
l aporan utama
M
Semarak KB Tasikmalaya
Gumelar, Melahirkan Kembali Program KB Ibarat pohon. Pohonnya rindang tapi akarnya jarang, tunggu tanggal mainnya akan tumbang. Tapi kalau akarnya kuat, daunnya akan lebat, buahnya akan padat.
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
emang tidak perlu meragukan kinerja pengelolaan program keluarga berencana (KB). Fakta menunjukkan, BKKBN Jawa Barat sukses melampaui target pencapaian 2010. Dalam satu tahun terakhir, jumlah peserta baru (PB) KB mencapai 1,6 juta orang atau 103 persen dibanding target semula sebanyak 1,5 juta PB. Dari 10 indikator kinerja utama, Jabar hanya minus dalam KB pil. Itu pun hanya soal pilihan karena penurunan angka merah itu dibayar lunas dengan pencapaian alat kontrasepsi lain. “Itu hanya soal kesenangan dalam memilih kontrasepsi,” tegas Kepala BKKBN Jawa Barat Drs Rukman Heryana MM menanggapi hasil pencapaian timnya sepanjang 2010. Ditemui di sela media gathering akhir Januari kemarin, Sekretaris BKKBN Jawa Barat Drs Saprudin menegaskan perlunya komitmen semua pihak dalam pembangunan kependudukan dan KB. Hal ini penting mengingat problem kepen dudukan berhubungan erat dengan sektor lainnya. Dia mencontohkan, kelahiran bayi setiap tahunnya menuntut kebutuhan pendidikan di kemudian hari. Belum lagi menyangkut kebutuhan pangan, hunian, dan tentu saja pekerjaan. “Laporan 2010 menunjukkan peserta KB berjumlah 6,7 juta keluarga. Bayangkan kalau saja kita lengah, 10 persen saja drop out dari angka saat ini, maka akan lahir 670 ribu kelahiran. Bila program KB tidak meningkat, mungkin pertambahan penduduk mencapai satu juta per tahun,” kata Saprudin. Belum lagi, imbuh Saprudin, pertambahan jumlah peserta KB belum sejalan dengan pertumbuhan jumlah pasangan usia subur (PUS). Pertambahan ini tidak lepas dari budaya kawin muda yang masih tinggi di Jawa Barat. Tentu, problem ini tidak bisa diselesaikan oleh BKKBN semata. Sap, demikian sapaan akrab Saprudin, berharap program wajib belajar yang diusung pemerintah bisa mendongkrak usia
7
l aporan utama
Gumelar (Gerakan Untuk MEmantapkan Lini LApangan Rancage) adalah serangkaian upaya untuk membangun lini lapangan program KB yang dinamis dan efektif dalam mencapai sasaran program kependudukan dan KB. Rancage adalah gambaran kondisi petugas lapangan yang memiliki karakteristik CUK (Cerdas, Ulet, Kemitraan). Rancage juga diartikan sebagai gambaran kondisi program KB lini lapangan yang semakin mandiri, dinamis, dan sejahtera (Manis). Lini lapangan program KB adalah wilayah penggarapan program kependudukan dan KB yang berhadapan langsung dengan sasaran, meliputi kecamatan, desa, RW, dan RT. Adapun petugas lini lapangan program KB adalah PLKB, PKB, TPD.
Tujuan Memberikan arahan dan pedoman bagi petugas lini lapangan dalam melakukan penggerakan program kependudukan dan KB di wilayah kerjanya untuk mempercepat pencapaian sasaran program kependudukan dan KB.
Drs S Teguh Santoso
8
perkawinan remaja. Ditemui terpisah, Kepala Bidang KSPK BKKBN Jawa Barat Drs Teguh Santoso mengungkapkan, data KB sebenarnya sangat berfluktuasi. Ketidakajegan tersebut tidak lepas dari dinamika yang berkembang di masyarakat. Tidak menutup kemungkinan peserta KB aktif di tengah jalan berubah pikiran sehingga memutuskan berhenti ber-KB. “Nah, pekerjaan besar dalam program KB itu adalah menguatkan lini lapangan agar mereka terus mengadvokasi masyarakat. Penguatan lini lapangan inilah yang menjadi agenda utama 2010. Upaya penguatan itu diaktualisasikan dalam program Gumelar, yakni Gerakan untuk Memantapkan Lini Lapangan Rancage,” terang Teguh. “Ibarat pohon. Pohonnya rindang tapi akarnya jarang, tunggu tanggal mainnya akan tumbang. Tapi kalau akarnya kuat, daunnya akan lebat, buahnya akan padat. Nah, akar dalam program KB itu adalah lini lapangan. Jadi kalau program bagus tapi penyuluh lapangan atau PLKB kurang, maka sulit menghasilkan output program yang baik dan berkesinambungan,” tambah Teguh mantap. Apa sebenarnya konsep rancage yang dimaksudkan dalam program KB? Teguh mengurai ada tiga karakter utama pengelola lini lapangan rancage. Yakni, cerdas, ulet, dan mampu membangun kemitraan. Cerdas dalam berpikir dan menyikapi fenomena masyarakat, ulet dan semangat dalam bekerja, dan kemitraan dalam makna memiliki kemampuan untuk menggalang dan menggerakan dukungan dalam pelaksanaan program KB. Dikatakan desa rancage, papar Teguh, bila masyarakatnya mandiri. Mandiri berarti mampu menghidupi diri sendiri dan memecahkan persoalan yang ada dengan potensi dirinya. Masyarakat juga dinamis, jalan terus, dan berkesinambungan. Muaranya adakan masyarakat sejahtera. Masyarakat mandiri, dinamis, dan sejahtera inilah yang relevan dengan konsep rancage yang diusung BKKBN Jabar. Mantan Kasi Advokasi BKKBN Jabar ini menegaskan, Gumelar tidak berarti mereduksi pendekatan atau metode yang saat ini tumbuh di tengah masyarakat. Sebaliknya, Gumelar merupakan sebuah upaya bersama membangun program KB. Gumelar merupakan manifestasi dari keragaman kultural dalam pengelolaan program KB. Teguh mencontohkan kegiatan-kegiatan saat ini berkembang di beberapa daerah. Di Purwakarta misalnya, kegiatan Gempungan di Buruan Urang Lembur menjadi sarana KIE program KB yang sangat efektif. Ada lagi Si Geol atau Gerakan Operasional Lini Lapangan di Subang. Di Kota Bandung, upaya masif tersebut diwujudkan dalam kegiatan Guliksek di tingkat RT dan Saliksik di tingkat RW. Sementara di Indramayu, KB menjadi menu utama dalam kegiatan Bupati Ketemu Rakyat (BKR) dan Camat Ketemu Rakyat (CKR) setiap Jumat. “Dalam BKR di pendopo kabupaten itu bupati bertanya, ‘Wis KB urung? Harus KB yo!’ Pada prinsipnya, Gumelar akan bersimbiosis, saling mengisi dengan kegiatan di daerah. Gerakan ini merupakan mengusung spirit untuk melahirkan kembali atau mengumelarkan kembali program KB di masyarakat. Semua ini untuk mengakselerasi atau percepatan program KB,” papar Teguh. Di mata BKKBN, sederet aktivitas budaya di masyarakat tersebut merupakan representasi dari advokasi dan KIE. Nah, pengelola lini lapangan diharapkan mampu memantapkan dirinya sekaligus menyatu dalam kegiatan masyarakat. Gumelar senantiasa menjadi roadmap bagi para pengelola lini lapangan untuk menjalankan program KB. “Pengelola lapangan harus memiliki dan memahami data. Apa pun kegiatannya harus berpegang data. Apakah sekarang tidak pakai data? Pakai tapi nanti harus lebih baik lagi. PLKB mengetahui betul kondisi kondisi lapangan, kemudian memainkan peranannya dalam membangun
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
l aporan utama mitra,” jelas penyuka mobil Eropa ini. Penguasaan data, imbuh Teguh, merupakan modal untuk pelaksanaan KIE. Bentuknya bisa apa saja, sebut saja misalnya anjangsono, masak, nonton, dan lain-lain. Setelah itu baru pelayanan. Berikutnya adalah pembinaan institusi. Terakhir, semua kegiatan dicatat dan dilaporkan. “Nah, semua itu sebenarnya sudah ada dalam Si Geol, Gempungan di Buruan Urang Lembur, dan kegiatan lainnya,” Teguh menambahkan. Gerakan pemantapan atau Gumelar itu dimulai di Pangandaran awal Februari ini. BKKBN akan mengumpulkan tidak kurang dari 4.000 pengelola lini lapangan di Jabar dalam hajat Jumpa Bakti Gembiara (Jumbara). Selain pengelola lini lapangan, Jumbara juga akan dihadiri Kepala BKKBN Pusat, kepala BKKBN provinsi se-Indonesia, gubernur Jawa Barat, dan unsur terkait lainnya. Di jantung pariwisata Jabar Selatan ini, peserta akan digembleng selama empat hari dengan serangkaian kegiatan menarik. “Jumbara akan menggelar ada temu lapangan, temu karya, dan bakti sosial. Prinsipnya kita bertemu, ada bakti sosial, ada peningkatan kapasitas atau pengayaan wawasan, dan juga semacam silaturahmi pengelola program KB lini lapangan. Kegiatan ini lebih kurang sama dengan konsolidasi PLKB yang terakhir kali digelar pada 1995 lalu,” terang Teguh. Teguh yang juga ketua panitia kegiatan ini mengungkapkan, Jumbara bermuara pada tiga tujuan. Pertama, meningkatkan wawasan pengelolaan program KK nasional di Jawa Barat. Kedua, meningkatkan semangat pengelola program KB lini lapangan. Ketiga, mempercepat pencapaian kontrak kinerja program KB Jawa Barat. Percepatan, imbuh Teguh, sangat penting karena pada 2011 akan banyak momentum penting yang dihelat di Jawa Barat. Salah satunya puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-18 tingkat nasional. Kegiatan ini akan menguras energi, karena itu harus ada upaya startegis untuk menyikapinya. “Kita berharap target 2011 sudah bisa terealisasi 60 persen pada akhir semester pertama. Demikian, pada semester berikutnya kita fokus pada advokasi Undang-undang No 52 tahun 2009 yang pelaksanaannya masih belum tuntas,” harap Teguh. Upaya lain yang ditempuh untuk mengakselerasi program KB diungkapkan Saprudin. Sap mengungkapkan, pihaknya berupaya meningkatkan service provider atau pelayanan. Tahun ini, BKKBN akan memberikan pelatihan pemasangan alat kontrasepsi, khususnya IUD, kepada 3.100 dokter dan bidan. BKKBN juga akan fokus menggarap daerah yang secara geografis masih tertinggal, terpencil, dan perbatasan (Galciltas). “Memang kantong-kantong kemiskinan itulah yang selama ini tidak terjangkau program. Padahal, jumlahnya sangat besar. Belum lagi kita dihadapkan pada kekurangan tenaga lapangan, PLKB. Kita tidak bisa menambah PLKB karena kewenangannya sudah menjadi domain pemerintah daerah,” terang Sap. Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Jawa Barat Didi Suhadi mengaku menyambut baik penyelenggaraan Jumbara di Pangandaran. PLKB Kota Cirebon ini optimistis Jumbara mampu memompa spirit petugas lini lapangan untuk mengakselerasi program KB di daerah masing-masing. “Jumbara merupakan momentum tepat untuk konsolidasi PLKB maupun petugas lini lapangan lainnya di Jawa Barat. Hasil pertemuan akan menjadi bahan untuk pembahasan pada rapat kerja (Raker) IPeKB pada Maret mendatang,” papar Didi saat dihubungi melalui telepon selulernya belum lama ini. Selain silaturahmi, imbuh Didi, Jumbara merupakan ruang yang tepat untuk saling bertukar informasi dan pengalaman di antara sesama PLKB. Hal itu sangat penting karena setelah otonomi daerah bergulir, pelaksanaan program KB di daerah memiliki perbedaan satu sama lain. (NAJIP)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
Drs Saprudin
Lagu Gumelar C=Do 4/4, Andante
Syair : Drs H Rukman H MM Arrs : Dedih Suryadi SPd
Free Mate: GUMELAR ... GUMELAR ... GUMELAR ... Gerakan, Memantapkan Lini Lapangan, Rancage ... Lagu: GUMELAR bukan sekedar kata Pengelola makin giat bekerja Dengan tahapan yang berkesinambungan Demi keluarga masa depan lebih mapan PLKB kerja makin kreatif TPD nan slalu inovatif Sub Pos KB inspiratif, Pos KB aktif Bertemu bersatu membangun program lebih maju Reff: Umur kawin ditingkatkan Kelahiran dikendalikan Keutuhan keluarga dipertahankan Atur umur perkawinan Atur jarak kehamilan Ekonomi keluarga diberdayakan Staf meeting menjadi faktor penting Pembinaan berjalan tiap tingkatan Rakor KB slalu terpimpin Kordinasi smakin terjalin Data kluarga dimuktahirkan Data basis dikembangkan Laporan sesuai kenyataan Pada waktu yang telah ditentukan Lini lapangan terasa makin harmonis Pengelola kian dinamis Program KB makin eksis Jawa Barat smakin MANIS Mandiri ... Dinamis ... Sejahtera ...
9
l aporan utama
Pasang Surut KB Mantap
Mindset Masih menjadi Hambatan MOP
K
B alias keluarga berencana merupakan urusan perempuan. Begitulah pandangan umum masyarakat terhadap program KB. Selain soal mindset, KB pria juga masih belum diterima secara utuh di kalangan ulama. Karena itu, wajar bila kemudian program KB untuk kalangan laki-laki sangat sulit berkembang di masyarakat. Beberapa tahun lalu, Jawa Barat hampir bisa dipastikan tidak pernah berhasil mencapai target peserta baru KB pria, baik melalui medis operasi pria (MOP) maupun penggunaan kondom. Beruntung kerja keras sepanjang 2010 mulai membuahkan hasil. Meski jumlahnya masih sangat jauh dibanding KB reguler, KB pria berhasil melewati kontrak kinerja yang dibebankan pemerintah pusat. Hingga Desember 2010 kemarin, peserta baru (PB) KB pria berjumlah 58.579 orang, sedikit di atas sasaran sebanyak 55.789 orang. Jumlah ini terdiri atas 3.645 MOP dan 54.934 kondom. Dibanding target, berarti realisasi 2010 mencapai 105 persen. Dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat, Kabupaten Subang berhasil mencatatkan namanya sebagai daerah dengan persentase pencapaian MOP terbaik, yakni 303,41 persen. Bila sebelumnya Subang hanya ditarget 88 PB, hingga Desember berhasil menjaring 267 PB. Daerah lain yang juga sukses melewati target adalah Kabupaten Bandung (122,70%), Kabupaten Garut (257,01%), Kabupaten Ciamis (107,35%), Kabupaten Cirebon (225,64%), Kabupaten Sumedang (120%), Kota Sukabumi (106,67%), dan Kota Banjar (212,50%). Yang menarik, meski meraih persentase tertinggi,
10
Subang masih kalah dari Kabupaten Bandung dalam pencapaian jumlah PB. Bila Subang hanya menjaring 267 PB, Kabupaten Bandung mencapai 1.054 PB. “Persentase ini mengacu kepada target atau sasaran. Ada daerah yang berhasil menambah PB banyak tapi tidak bisa 100 persen. Penyebabnya karena target masing-masing daerah berbeda. Kota Tasikmalaya misalnya, daerah ini hanya ditarget 31 PB. Sementara Kota Bandung ditarget 222 PB,” papar Kepala Seksi Peningkatan Partisipasi Pria BKKBN Jabar Yani Turyani saat ditemui di ruang kerjanya akhir Januari kemarin. Hasil evaluasi tim PPP, imbuh Yani, daerah yang memiliki resistensi tinggi terhadap program KB pria rata-rata rendah dalam pencapaian target. Pencapaian rendah juga terjadi di daerah pinggiran. Yani berasumsi sebagian besar masyarakat di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (Galciltas) belum mengetahui KB pria. Sehingga, butuh waktu lebih lama untuk mengubah cara pandang masyarakat, terutama kalangan agamawan. “Kami tidak ingin menuding mereka (para ulama) memberikan fatwa haram, melainkan mereka belum menerima adanya program KB pria ini. Karena itu, kami akan berusaha melakukan pendekatan agama dan budaya untuk memberikan penyadaran pentingnya program KB, termasuk KB pria, kepada masyarakat,” ungkap Yani. Soal kondom lain lagi. Meski banyak pria sudah meng gunakan kondom, tapi mereka malu dicatat sebagai akseptor KB. Keberhasilan pencapaian target 2010, imbuh Yani, tidak lepas dari buah kerjasama antara BKKBN dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Melalui kerjasama ini,
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
l aporan utama kondom bisa diperoleh secara cumacuma di sejumlah apotek tertentu. “Jadi, PUS yang menginginkan kondom bisa datang langsung ke apotek. Di sana mereka akan dicatat, kapan dan berapa banyak mereka mengambil kondom. Tidak ada pungutan biaya untuk mendapatkan kondom khusus tersebut,” terang ibu paruh baya berkacamata ini. Ditemui di tempat yang sama, Kepala Seksi Jaminan Pelayanan BKKBN Jabar Drs Rakhmat Mulkan MSi menjelaskan, MOP dan MOW merupakan alat kontrasepsi mantap atau permanen. Dengan demikian, hanya mereka yang sudah bulat tidak ingin punya anak lagi yang menjadi PB MOP dan MOW. Kalaupun bisa dilakukan rekanalisasi atau difungsikan kembali, namun biayanya mahal. “Makanya disebut mantap. Jadi, harus betul-betul niatnya sudah mantap. Sasaran kami adalah keluarga yang telah memiliki tiga anak ke atas, terutama dari kalangan prasejahtera dan sejahtera satu. Kalau masih belum mantap, calon akseptor bisa menggunakan alat kontrasepsi lain yang masih memiliki durasi. Misalnya, IUD saja yang bisa delapan tahun. Implan juga bisa tiga tahun,” papar Rakhmat. Rakhmat mengaku bersyukur timnya berhasil memenuhi target pencapaian. Bahkan, masyarakat diyakininya masih banyak yang menginginkan MOW tetapi belum mampu dilayani. Persoalannya klasik, daya jangkau dan tenaga ahli masih terbatas. Peralatan juga menjadi salah satu kendala dalam mempercepat program MOW. “Pelayanan yang diberikan terpusat itu menggunakan alat seharga Rp 600 juta. Kinerjanya tidak perlu diragukan, untuk melakukan MOW cukup 2-3 menit saja. Sementara dengan cara lama di rumah sakit bisa 20-30 menit. Kami memberikan pelayanan terpusat setiap bulan di daerah berbeda. Sementara rumah sakit melakukannya sesuai permintaan calon PB,” jelas Rakhmat. (NAJIP)
Spekulasi untuk Integrasi Data
T
erwujudnya kondisi rancage menuntut dukungan semua pihak. Dan, data terpadu pun menjadi sebuah keniscayaan. Data inilah yang kemudian menjadi pijakan utama untuk melahirkan sebuah kebijakan kependudukan dan keluarga berencana. Upaya integrasi data yang terhubung secara online inilah yang kini digagas BKKBN Jawa Barat. Tahun ini, seluruh data keluarga pada 2010 akan di-entry. Sepanjang 2010 kemarin BKKBN menyiapkan sistem dan aplikasi. Entry data diperkirakan akan memakan waktu mulai Februari sampai Juni. Proses dilanjutkan dengan update selama Juli sampai September. Sementara tiga bulan terakhir akan digunakan untuk validasi data. “Untuk melakukan entry data keluarga itu spekulasi. Saya bilang spekulasi karena tidak semua PLKB punya laptop, punya komputer. Tapi kalau tidak spekulasi, kita tidak akan punya data. Karena itu, kita memberikan pelatihan komputer dan pengisian aplikasi. Tidak kalah pentingnya adalah komitmen kuat antara pimpinan dengan pengelola di lapangan,” ungkap Kepala Seksi Pengolahan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi (PPID) BKKBN Jawa Barat Edy Purnomo belum lama ini. Meski spekulasi, Edy optimistis berhasil karena sebenarnya data yang akan diinput merupakan data yang seharusnya dimiliki oleh PLKB. Lagi pula, data akan bermanfaat bagi pengelola di lapangan, bukan BKKBN provinsi maupun pemerintah pusat. Data akan menjadi basis operasional.
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
“Data mikro itu bermanfaat untuk dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan, termasuk pemerintah daerah. Misalnya, ketika pemerintah daerah akan menyalurkan raskin atau beras mikin. Data mikro bisa dijadikan acuan, keluarga mana saja yang makannya sehari kurang dari dua kali, anaknya berapa, pekerjaannya apa. Data kita valid karena by name by address, bukan semata-mata jumlah,” Edy mencontohkan. Karena itu, Edy berharap proses pendataan mendapat dukungan
Pusat Data KB
dari pengelola di lini lapangan.Tanpa itu, upaya keras mengintegrasikan data tidak akan maksimal. Dia juga berharap pemerintah daerah menunjukkan komitmennya de ngan ikut mendukung proses tersebut. Bentuknya bisa pemenuhan kebutuhan peralatan maupun tambahan insentif bagi petugas. Selain membangun sistem dan aplikasi data keluarga, BKKBN juga menyiapkan aplikasi data pendukung, baik untuk program KB maupun KS. Dia mencontohkan, pihaknya sudah melakukan entry data UPPKS di Jawa Barat yang jumlahnya tidak kurang dari 9.000 unit. Ada juga 5.000-6.000 bina keluarga.(NAJIP)
11
l ensa
Kampanye IUD Purwakarta
Dialog Interaktif Radio Cosmo
Kampanye IUD Purwakarta
Dialog Interaktif Radio Cosmo Talkshow Katumbiri TVRI
Kampanye IUD Tasikmalaya
12
Harganas Tingkat Nasional di Palu
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
l ensa
Semarak Harganas 2010
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
13
j urnal
Setiap Hari Aku Pesan Gubernur pada Puncak
Ahmad Heryawan
Apa pesan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-17 dan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat ke-7 di Kota Bekasi beberapa waktu lalu? Ternyata sangat sederhana. Heryawan hanya berpesan agar para suami mengucapkan kalimat “Aku Cinta Padamu” kepada pasangannya setiap hari. Begitu pula sebaliknya.
14
P
esan saling bertukar I love you tersebut menjadi salah satu dari tiga pekerjaan rumah yang diberikan mantan wakil ketua DPRD DKI Jakarta tersebut kepada ribuan peserta upacara Harganas. Dua pesan lainnya adalah makan sepiring berdua dengan pasangan dan menjilati jari pasangan masingmasing setiap kali usai makan. “Mari kita berkaca kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu mengucapkan aku cinta padamu kepada istrinya setiap hari. Perlu kita budayakan dalam keluarga kita sehari-hari. Nabi juga tidak makan kecuali sepiring berdua. Sementara di masyarakat kita, yang makan sepiring berdua cuma pengantin. Nabi SAW pun tidak segan menjilati jari-jarinya setiap kali selesai makan. Bahkan, Nabi menjilati jarijari istrinya,” ungkap Heryawan menggebu-gebu. Cuma itu? Tentu saja tidak. Gubernur juga menegaskan perlunya revitalisasi program KB. Empat program KB yang perlu revitalisasi meliputi pengaturan kelahiran, pen dewasaan usia perkawinan, pening
katan kesejahteraan keluarga, dan peningkatan ketahanan keluarga. Pengaturan kelahiran, imbuh pendiri Partai Keadilan (kini Partai Keadilan Sejahtera) ini, sangat penting untuk mencegah ledakan penduduk. Heryawan bersyukur Jawa Barat berhasil menekan aka laju pertumbuhan penduduk dari 1,8 persen pada 2008 menjadi 1,2 persen pada 2009. “Berikutnya adalah pendewasaan usia perkawinan. Ajaklah remaja putri kita untuk menikah secepatcepatnya pada usia 20 tahun dan laki-laki pada usia 25 tahun. Lamun can 25 tahun, tong hayang kawin siah! (Kalau belum 25 tahun, jangan dulu ingin menikah, red). Prestasi dulu, mapan dulu ekonomi, dewasa dulu dalam pemikiran,” tandas Heryawan. Menyinggung upaya pening katan kesejahteraan, Gubernur menegaskan pentingnya pemberda yaan keluarga melalui UPPKS. Sementara upaya peningkatan ketahanan keluarga ditempuh dengan optimalisasi fungsi-fungsi keluarga sebagai peletak dasar moralitas, etos kerja, dan lain-lain.
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
j urnal
Cinta Padamu Harganas di Kota Bekasi
“Semoga momentum Harganas mengokohkan komitmen kita dalam rangka mengoptimalkan peran keluarga dalam pembangunan SDM berkualitas. Kita semua berharap Harganas bukan hanya seremoni, tetapi sebagai wahana konsolidasi warga Jabar menyongsong masa depan lebih baik. Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil merupakan pondasi dan investasi penting,” harap Gubernur. Lebih jauh Heryawan berharap keluarga di Jawa Barat menjadi agen perubahan. Yakni, menjadi unsur peubah bagi keluarga lain menuju masyarakat sejahtera seutuhnya. Dia kemudian menyitir sebuah syair lagu Keluarga Bahagia. Keluarga bahagia, imbuh dia, senantiasa lahir cinta kasih, hadir dalam nuansa ketaatan kepada Allah SWT, dan menjadi ajang berprestasi untuk kejayaan bangsa Indonesia. Di bagian lain, ketua panitia Harganas ke-17 tingkat provinsi yang juga Asisten Kesejahteraan Rakyat Aip Rivai menyampaikan keberhasilan Jawa Barat dalam upaya pengendalian kelahiran. Hal
ini ditandai dengan pencapaian TFR atau total pengendalian kelahiran mencapai 2,51 pada 2009 dan pencapaian peserta KB aktif 62 persen. Jabar juga berhasil mencatatkan namanya dalam deretan daftar penerima penghargaan tingkat nasional. Dari 78 penghargaan, papar Aip, 15 di antaranya berhasil diraih Jawa Barat. Penerima tersebut adalah Bupati Cianjur, Wali Kota Banjar, Wali Kota Sukabumi, Ketua TP PKK Kota Bogor, TP PKK Kabupaten Cirebon, TP PKK Kota Bandung, TP PKK Kabupaten Bandung (Satyalencana Wirakarya); Ketua TP PKK Jawa Barat, Ketua TP PKK Kota Tasikmalaya, Ketua TP PKK Kabupaten Bandung Barat, Ketua TP PKK Kota Bekasi (Manggala Karya Kencana); Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana Jawa Barat Soeroso Dasar (Darma Karya Kencana); PT Semen Cibinong Bogor (Juara I KB Perusahaan); Anggi Paramitha dari Universitas Pendidikan Indonesia (Duta Mahasiswa); dan BLK Cempaka Kota Bekasi (Kelompok Bina Lingkungan).(NAJIP)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
KBB Siap Tuan Rumah 2011 Harganas ke-17 tingkat Jawa Barat mendapat apresiasi positif Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat membuka puncak peringatan tersebut di Kota Patriot, Kota Bekasi. Heryawan menilai kemeriahan Harganas di Kota Bekasi lebih semarak dari perayaan nasional di Palu, Kalimantan Tengah, yang digelar sebelumnya. Heryawan kemudian menantang Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang menjadi tuan rumah Harganas ke-18 tahun ini untuk menampilkan kemeriahan lebih spektakuler. Bagaimana KBB menanggapi tantangan tersebut? Ditemui sesaat setelah puncak perayanan Harganas di Kota Bekasi beberapa waktu lalu, Bupati KBB Abubakar mengaku siap menyajikan kemeriahan di daerahnya. Apalagi, penetapan KBB sebagai tuan rumah didasari atas keberhasilan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bandung tersebut dalam aneka lomba Harganas yang mencerminkan keberhasilan program KB di dalamnya. “Kami sangat menghormati apresiasi dari pemerintah provinsi kepada KBB. Kami memastikan diri siap menjadi tuan rumah Harganas 2011. Tahap pertama yang akan kami lakukan adalah memelihara keberhasilan program KB itu sendiri. Keberhasilam harus dipelihara sekaligus ditingkatkan. Kedua, konsolidasi seluruh stake holder untuk melakukan persiapan,” tegas Abubakar. Bahkan, Abubakar siap meladeni “tantangan” Gubernur Ahmad Heryawan yang memintanya menghadirkan perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang seimbang pada puncak peringatan Harganas 2011. “Memang sebuah keluarga kan pasangan suami-istri. Tentu kami akan mengupayakannya,” pungkas Abubakar. (NAJIP)
Abubakar
15
j urnal
Sosialisasi Mahasiswa
BKKBN Siap Bantu Tugas Akhir Mahasiswa Khusus Skripsi dengan Topik KB Memang sudah saatnya semua kalangan memahami arti penting program KB. Pun dengan mahasiswa yang nota bene akan memasuki fase keluarga. Selain mempersiapkan mengenalkan program KB lebih awal, mahasiswa juga diharapkan mampu ikut berperan serta dalam penyebaran informasi kepada sesamanya. Pemikiran itulah yang kemudian mendorong Forum Studi Kependudukan dan Pengembangan Keluarga (FSKPK) menggelar sosialisasi program KB bagi mahasiswa di Hotel Lingga akhir November 2010 lalu. FSKPK mengundang mahasiswa dari 36 perguruan tinggi di Jawa Barat. “Kami ingin mendorong mahasiswa menjadi ujung tombak sosialisasi program KB di kampus. Dengan demikian, ketika mahasiswa lulus dari perguruan tinggi sudah memiliki informasi cukup mengenai program
16
KB. Dengan informasi tersebut, mahasiswa diharapkan mampu memproyeksikan masa depannya dengan lebih baik,” ungkap Soeroso Dasar, ketua Ikatan Penulis KB Jawa barat sekaligus penggagas FSKPK, saat ditemui di sela sosialisasi tersebut. Niat baik akademisi mendapat sambutan baik BKKBN. Sekretaris BKKBN Jawa Barat Drs H Saprudin langsung melontarkan dukungannya kepada perguruan tinggi yang concern pada program KB. Salah satunya dengan kesiapan memberikan bantuan kepada mahasiswa tingkat akhir untuk meneliti program KB. “BKKBN sangat repsek untuk setiap upaya pembangunan program KB. Karena itu, kami siap memberikan bantuan dana penelitian dan penulisan skripsi yang di dalamnya membahas program KB,” ujar Saprudin mantap. Komitmen lainnya, imbuh Saprudin, pihaknya akan lebih giat menggarap kampus perguruan tinggi. Bila sebelumnya BKKBN menggulirkan pemilihan Duta KB Mahasiswa, ke depan akan diperluas dengan kegiatan lain yang lebih melibatkan khalayak akademik. Di tempat yang sama, salah seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung mengaku sangat menyambut baik masuknya program KB ke lingkungan kampus. Upaya ini diyakini bakal semakin mendekatkan mahasiswa maupun civitas akademika lainnya dengan program KB. Cuma saja, dia berpesan agar para petugas lini lapangan meluruskan informasi KB yang selama ini banyak dianggap kurang sejalan dengan Quran dan hadist.(NAJIP)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
j urnal
Dialog Interaktif Radio Cosmo
Dari Udara KB Bicara
T
ak ada ruang kosong untuk setiap upaya menyosialisasikan program keluarga berencana (KB) kepada masyarakat. Selain memantapkan lini lapangan dan menggelorakan program KB melalui serangkaian medium fisik, BKKBN juga menyisir ruang publik melalalui sektor penyiaran. “Kami bekerjasama dengan TVRI Jawa Barat untuk menghadirkan talkshow Keluarga Tumbuh Mandiri (Katumbiri) dan menyisipkan pesan-pesan program KB di acara Pojok si Cepot di STV Bandung. Di radio, BKKBN Jabar menggelar dialog interaktif setiap Selasa dan Jumat di Radio Cosmo,” terang Plt Kepala Seksi Advokasi BKKBN Jawa Barat Drs Wawan Ridwan saat ditemui di kantornya belum lama ini. Bagi BKKBN, ranah penyiaran -terutama radiosangat strategis karena bisa diakses publik dengan sangat mudah. Bahkan, radio bisa diakses di mana saja dan kapan saja. Melalui streaming, radio juga bisa melampaui batas-batas geografis. “Handphone saja ada radionya,” Wawan menguatkan alasannya. Selain menggelar dialog interaktif secara eksklusif di Radio Cosmo, BKKBN juga menjalin kerjasama dengan Radio Lita, RRI, PRFM, dan 14 radio mitra PRSSNI di Jawa Barat. Radio menjadi media untuk menyampaikan pesan-pesan KB dari udara melalui iklan layanan masyarakat dan pariwara reguler. Upaya tersebut
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
diyakini efektif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Apa saja yang didialogkan? Wawan memastikan materi yang disajikan tidak melulu program KB secara mikro atau semata-mata seputar alat kontrasepsi. Lebih dari itu, talkshow juga mengungkap tema kependudukan, pengentasan kemiskinan, kesehatan, trafficking, dan lain-lain. “Kita berbicara beyond family planning, aspek pendukung keluarga secara luas. Kalau KB kecil hanya bicara kontrasepsi, dilakukan para dokter ahlinya. Sementara KB besar fokus kepaa keluarga berkualitas, itu domain BKKBN. Narasumber juga tidak selalu dari BKKBN, melainkan dari lintas sektoral sesuai dengan tema dialog. Belum lama ini kami menghadirkan Ibu Netty (Netty Heryawan, istri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan –red),” papar Wawan. Sejauh ini, Wawan menilai kemitraan dengan radio berdampak positif bagi pembangunan program KB. Hal ini terlihat dari tingginya respons pendengar saat berlangsungnya dialog interaktif. Setiap sesi dialog, imbuh Wawan, pihaknya menerima sedikitnya lima telepon dari pendengar. “Mengacu kepada survei lembaga penyiaran, rating terbaik itu katanya bila ada lima orang yang menelepon. Dengan banyaknya penelepon saat dialog, itu menunjukkan bahwa program KB di masyarakat sangat penting,” tambah Wawan. Ke depan, pihaknya akan kembali menjalin kemitraan dengan institusi penyiaran. Khusus untuk program dialog interaktif, BKKBN bakal menyeleksi sejumlah radio sesuai indikator yang telah ditetapkan. Empat kriteria yang selama ini menjadi acuan meliputi besarnya akses radio terhadap pasangan usia subur, daya jangkau luas, kualitas siaran, dan kompetitif dari sisi biaya.(NAJIP)
17
d aerah
Pemberdayaan Perempuan
KB Tinggi, Kemiskinan Tetap Tinggi Anomali Program KB di Kabupaten Indramayu Idealnya, keberhasilan program keluarga berencana (KB) diiringi peningkatan kualitas hidup keluarga. Faktanya, tidak semua daerah berhasil mewujudkan tatanan ideal tersebut. Di Indramayu misalnya, meski keberhasilan KB mencapai 75 persen, kemiskinan tetap menjerat masyarakat.
18
Menanggapi fakta tersebut, Kepala Bidang IKAP Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP KB) Kabupaten Indramayu Drs Syaifudin menilai hal itu tidak bisa dilihat dari kacamata program KB semata. Dia mengingatkan adanya sejumlah indikator kemiskinan. Sementara KB hanya salah satu bagian dari domain kesehatan. Apalagi, imbuh dia, program KB pascaotonomi daerah cenderung mengalami perubahan pergeseran. “Setelah otda ini semakin bervariasi, mungkin ada yang bagus, ada yang tidak bagus. Ada yang beruntung, ada yang tidak beruntung. Bagaimana dengan Indramayu? Saya melihat kurang beruntung. Karena dana-dana yang sebelumnya diberikan APBN dan APBD provinsi tidak mampu diakomodasi APBD kabupaten,� ungkap Syaifudin saat ditemui di sela monitoring dan evaluasi UNFPA dan BKKBN Jawa Barat di Indramayu beberapa waktu lalu. Dia mencontohkan, sebelumnya pertemuanpertemuan pengelola mendapat pendanaan dari APBN dan APBD provinsi. Sebut saja misalnya pertemuan tingkat kabupaten, tingkat kecamatan, rapat koordinasi
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
d aerah (Rakor) kecamatan, rakor desa, dan lain-lain. Pertemuan tersebut, ungkap dia, merupakan kekuatan program KB. “Kasarnya dimonopoli dalam pertemuan-pertemuan itu. Dalam pertemuan tersebut kita melakukan evaluasi, menganalisis, dan merencanakan. Apa yang telah kita lakukan, apa yang akan kita laksanakan. Dulu agenda pertemuan tersebut berlangsung rutin. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan bisa termonitor. Sedangkan sekarang jauh berbeda sama sekali,” keluhnya. Tak hanya itu, dana turun ke lapangan juga tidak ada lagi. Sebelumnya sempat ada, tapi sama kini tinggal cerita. Menurutnya, tim anggaran kurang memahami program KB. Akibatnya, banyak kegiatan yang tidak lagi mendapat akses dana dari APBD. “Jadi kalau mereka tidak paham, ya dicoret,” tandasnya kesal. Sebagai gambaran, sebelumnya program KB di Kabupaten Indramayu memiliki 72 kegiatan. Sementara setelah masuk ke kabupaten hanya tersisa belasan. Itu artinya banyak kegiatan yang dicoret, tidak bisa dilaksanakan. Problem lain yang melilit program KB di daerah pantai utara Jawa (Pantura) tersebut adalah kepegawaian. Untuk menggerakan satu kabupaten, BPP KB hanya mengandalkan 94 PLKB. Jumlah ini jauh berkurang dari sebelumnya lebih dari 200 orang. Ada memang tenaga tambahan baru. Cuma saja, performa tenaga anyar tersebut tidak bisa disejajarkan dengan PLKB. “Sekarang memang ada tambahan. Ada yang dari petugas TPR yang biasa mungutin uang di jalanan, kemudian pindahan dari pegawai pasar. Mereka tidak punya basic sama sekali tentang program KB. Walaupun
ada pelatihan, tidak semudah itu mengelola program KB. Belum lagi masalah mindset. Yang di pasar atau di jalan itu mindset-nya uang. Padahal kita program, jadi kelihatannya tidak sungguh-sungsuh menjalankan program,” ungkap Syaifudin. Dia menyayangkan mutasi yang mengabaikan kompetensi SDM. Terlebih karena program KB tidak semata-mata berhenti pada program pembatasan kelahiran. Program KB terbentang mulai pembatasan kelahiran hingga pembangunan ketahanan keluarga. Ini sudah termasuk di dalamnya pemberdayaan ekonomi keluarga melalui UPPKS. Dengan demikian, imbuh dia, keberhasilan KB saat ini tidak serta merta meringankan tugas pengelola program. Berikutnya adalah membangun keluaraga sejahtera berkualitas. Tujuan ideal ini dengan sendirinya membutuhkan SDM-SDM berkualitas dan komitmen tinggi untuk mewujudkan visi dan misi program KB. Selain itu, kerjasama semua pihak juga menjadi sebuah keniscayaan. Mengutip pernyataan Kepala Bidang KSPK BKKBN Jabar S Teguh Santoso, dia mengungkapkan pencapaian KB Indramayu sudah bagus. Bahkan, Teguh menilai angka di atas 70 persen tidak perlu naik. Turun sedikit pun tidak apa-apa. Yang penting, imbuh dia, adalah melakukan pembinaan intensif kepada akseptor. Pengelola juga harus senantiasa tertib dalam pendataan. Inilah yang harus diperkuat. “Selain KB, KS juga harus bagus. Setelah KB, anak-anaknya harus sehat dan cerdas. Mereka diikutkan BKB, PIKR, dan program lainnya. Dengan begitu, kondisi masyarakat sejahtera bebas dari jerat kemiskinan segera terwujud,” pungkasnya.(NAJIP)
Pimpinan BKKBN dan Segenap Pengeloa Program KB di Jawa Barat Mengucapkan selamat kepada para penerima penghargaan pada puncak peringatan Harganas ke-17 dan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat ke7 tingkat nasional Satyalencana Wirakarya Bupati Cianjur, Wali Kota Banjar, Wali Kota Sukabumi, Ketua TP PKK Kota Bogor, TP PKK Kabupaten Cirebon, TP PKK Kota Bandung, TP PKK Kabupaten Bandung Manggala Karya Kencana Ketua TP PKK Jawa Barat, Ketua TP PKK Kota Tasikmalaya, Ketua TP PKK Kabupaten Bandung Barat, Ketua TP PKK Kota Bekasi Darma Karya Kencana Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana Jawa Barat Soeroso Dasar Juara I KB Perusahaan PT Semen Cibinong Bogor Duta Mahasiswa Anggi Paramitha dari Universitas Pendidikan Indonesia Kelompok Bina Lingkungan BLK Cempaka Kota Bekasi Kepala, Drs Rukman Heryana MM
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
19
d aerah
IUD Merenahkeun Kulawarga Sajati
M
endekatkan pelayanan keluarga berencana (KB) kepada masyarakat bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya dengan menggelar kampanye IUD secara meriah seperti yang dilakukan BKKBN Jawa Barat di Purwakarta pada November 2010 lalu. Selain menghadirkan artis sekaligus anggota DPR RI Rieke “Oneng” Pitaloka, kampanye IUD ini sukses melibatkan ribuan warga. Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Jawa Barat Drs S Teguh Santoso menjelaskan, kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan program KB di Jawa Barat. Teguh berharap kampanye IUD mampu memompa daya ungkit pencapaian kesertaan KB IUD. “Terobosan ini menjadi langkah awal dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kontrasepsi, khususnya IUD. Tujuannya bermuara pada terwujudnya kesejahteraan dan ketahanan keluaraga,” papar Teguh. Menurutnya, kegiatan bertema “IUD Merenahkeun Kulawarga Sajati” sengaja digelar di Purwakarta. Alasannya, Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu daerah sasaran peningkatan IUD. Pemilihannya juga sekaligus apresiasi atas perannya dalam upaya integrasi program KB yang dituangkan dalam peraturan bupati (Perbup) tentang intensifikasi program KB. Sebagaimana dirilis Warta Kencana edisi Juni 2010 lalu, Bupati Purwakarta menegaskan komitmennya terhadap program KB melalui Perbup Nomor 22 Tahun 2010 tanggal 17 Mei 2010 tentang Kepesertaan Program KB bagi Pegawai Negeri Sipil/Nonpegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah, Perangkat Desa,
20
dan Karyawan Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Purwakarta. Kewajiban KB secara jelas tertuang dalam pasal 2 perbup tersebut. Di sana disebutkan, “PNSD, Non PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Perangkat Desa dan Karyawan Badan Usaha Milik Daerah Kaupaten Purwakarta wajib mengikuti kepesertaan program Keluarga Berencana.” Perbup mewajibkan kepala OPD, kepala desa, dan pimpinan BUMD melaporkan kepesertaan program KB di unit kerja masing-masing kepada bupati. Mereka juga harus melaporkan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang telah mengikuti program KB. Perbup juga menegaskan, masyarakat bisa menggunakan kartu kepesertaan KB untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah daerah. Setiap BUMD diwajibkan mengaktifkan klinik KB atau balai pengobatan perusahaan. Lebih jauh Teguh menjelaskan, kampanye IUD dipusatkan di lapangan Pilar Desa Sukamanah, Kecamatan Bojong, Purwakarta, pada 1 November 2010. Kemeriahan diawali dengan penjemputan pimpinan daerah dan anggota DPR RI di gerbang tol Ciganea yang kemudian dilanjutkan dengan kirab mobil unit penerangan dan kendaraan lainnya menuju pendopo kabupaten. Konvoi kendaraan berlanjut dari pendopo menuju lapangan Pilar. Usai pencanangan Kesatuan Gerak PKK-KB-Kesehatan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, kampanye diisi dengan dialog publik bertajuk “IUD Merenahkeun Kulawarga Sajati” dipandu Rieke Pitaloka. Kampanye juga dimeriahkan parade lagu KB dan penyerahan bantuan sembako kepada 1.000 keluarga miskin.(NAJIP)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
w acana
Semua Berawal dari Penduduk Oleh:
P
idato Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan hasil Sensus Penduduk 2010 pada 16 Agustus 2010 lalu menekankan pada satu frasa: kerja keras. Mengapa harus kerja keras, karena salah satu ancaman yang kian nyata tapi diabaikan bangsa ini ialah ledakan penduduk. Bagaimana tidak, hampir satu dasawarsa terakhir ini yang mengurus penduduk secara demografis dikendalikan oleh lem baga setingkat Badan. Kondisi ini berbeda dengan sepuluh tahun ke belakang. Kala itu, pengendalian ke pendudukan dipimpin seorang Men teri Kependudukan/Kepala BKKBN. Dalam sebuah prakata untuk buku Batas-Batas Pertumbuhan (Limits to Growth: 1982), MT Zen menulis tentang ledakan permin taan meningkat akibat pertambahan penduduk dunia disertai mening katnya permintaan akan barang dan jasa. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi dianggap sebagai penyebab dari seluruh problematika sosial-ekonomi, politik, moral, dan tatanan hidup sebuah bangsa yang berdampak pada dialektika kehidupan masyarakat. Hal itu ditandai beberapa hal. Pertama, bertambahnya angkatan kerja.Kedua,penyediaanpanganbagi penduduk yang terus merangkak maju. Mengacu kepada hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Wawan Ridwan
Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa. Padahal, perkiraan sebelumnya ber kisar pada angka 234 juta jiwa. Itu berarti terjadi kelebihan empat juta penduduk dari perkiraan. Dalam 10 tahun terakhir jumlah penduduk bertambah sekitar 32,5 juta atau saban tahunnya setara dengan jumlah penduduk Singapura. Ketiga, penyediaan bahan dasar energi. Keempat, masalah pemukiman. Kelima, permintaan jaminan kese hatan dan kesempatan pendidikan serta masalah kesempatan kerja. Kebijakan negara propegendalian penduduk menjadi sesuatu yang paling mendesakmutlak (qondiso sine quanon) bagi pembangunan nasional ke depan yang bercita-cita adil makmur bagi seluruh rakyat. LPP dalam 10 tahun terakhir (2000-2010) mencapai 1,49%. Bandingkan dengan LPP sebelumnya (1990-2000) sebesar 1,35%. Hal itu menunjukkan bahwa negara dalam keadaan “abai” terhadap pengendalian penduduk. Kejutan lainya adalah jumlah penduduk perdesaan lebih besar dari perkotaan. Kondisi ini dipicu minimnya pengetahuan masyarakat perdesaan, terutama wilayah rentan dan khusus serta wilayah Galciltas (tertinggal, terpencil, dan perbatasan), mengenai Program KB. Masyarakat perkotaan mayoritas lebih memahami akan pentingnya program KB. Fakta ini sekaligus
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
Plt. Kepala Seksi Advokasi BKKBN Jawa Barat
21
w acana mempertanyakan keberhasilan program KIE serta advokasi yang berorientasi perdesaan. Data di atas kiranya merupakan salah satu isyarat zaman bahwa peristiwa apapun yang terjadi mengenai kependudukan kita, ujung-ujungnya harus dilawan dengan kerja keras, kerja keras, dan kerja keras. Semua elemen masyarakat harus bersama-sama menanggulangi problem kependudukan. Kerja keras guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan tuntutan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Keadaan gawat-mengerikan akibat ikutan dari ledakan penduduk di Jawa Barat sudah berada pada titik nadir. Anak-anak telantar di jalanan semakin menghawatirkan kita semua. Angka bunuh diri dianggap sebagai jalan keluar negatif dari impitan hidup. Sosiolog UGM Yogyakarta, Tadjuddin Noer Efendi, menyebutnya sebagai kondisi masyarakat bawah sedang guncang. Ekonomi riil saat ini tidak jalan, kerusakan lingkungan di hampir seluruh hutan dan kebun. Lahan-lahan pertanian kini sudah berubah wajah yang menyeramkan; gundul, kering kerontang, banjir, erosi, longsor bahkan sampah organik dan nonorganik yang kian hari makin menjadi pemandangan elok hampir di setiap kota. Secara virtual arifisial, kondisi ini merupakan tanda kemerosotan kualitas hidup manusia. Pada bidang infrastruktur, jalan-jalan raya negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan seluruh desa di Jabar kini sangat merana. Ini semua bukan hanya tata kelola yang salah, tetapi juga beban yang harus disangga akibat air hujan yang tidak pada riool yang benar, selokan, dan saluran yang lancar. Kondisi demikian merupakan sebuah kausalitas dari penanganan kependudukan yang tidak terkendali dengan baik.
Tugas Pemerintah Apa yang harus dilakukan agar keadaan kependudukan kini dan kemudian hari lebih terkendali? Tiada lain seluruh elemen masyarakat harus segera ngeuh, sadar bahwa keadaan bukan tidak dapat dikendalikan. Paling tidak, melalui kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan, pembangunan yang menjadikan penduduk sebagai subjek bukan objek, penduduk sebagai asset bukan keset, dan penduduk sebagai potensi bukan produksi sosial belaka. Pada bidang manajemen pemerintahan, pengendalian penduduk harus diatur dan dikelola oleh lembaga yang lebih berwibawa, bermutu, dan bermartabat. Pertama,
22
kependudukan dan keluarga berencana minimal dikelola Lembaga Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana/BKKBN pada tingkat pusat. Kemudian di tingkat provinsi, kabupaten/kota, seperti diamanatkan Undang-Undang No 52/2010 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK), perlu ada lembaga setingkat badan yang menangani kependudukan dan keluarga (BKKBD) yang bersifat imperatif-urgentif dan didanai langsung anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), di samping APBN seperti saat ini tengah dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat. Kedua, optimalisasi peran SDM dan perluasan jangkauan SDM berupa penempatan penyuluh KB (PLKB/PKB) sampai tingkat desa/kelurahan yang langsung berhubungan dengan pasangan usia subur dan peserta KB, keluarga dan institusi masyarakat pedesaan (IMP), dengan rasio seorang PLKB berbanding 500 PUS atau seorang PLKB untuk satu Desa/kelurahan. Tidak seperti keadaan sepuluh tahun terakhir yang rata-rata seorang PLKB mempunyai wilayah garapan lebih dari dua dan tiga desa/kelurahan.
Pernikahan Dini Untuk mewujudkan visi BKKBN yaitu Penduduk Tumbuh Seimbang 2015 harus diawali dengan kondisi total fertility rate (TFR) atau rata-rata wanita subur melahirkan yaitu 2,0. Dengan bahasa sederhana, setiap keluarga hanya memiliki dua anak. Bagaimana upaya BKKBN tahun 2011? Dengan setting target total prakiraan permintaan masyarakat (PPM) akan peserta KB aktif/PUS yaitu 79,70% , sementara PPM peserta KB baru berjumlah 1.447.600 atau 120 ribu akseptor baru per bulan. Kemudian target usia kawin pertama meningkatkan angka dari 18,6 tahun menjadi 19,5 tahun. Seperti kita maklumi, Jawa Barat termasuk yang masih tinggi angka usia kawin pertama muda. Hal ini mengakibatkan tinggi pula angka kawin cerai. Bagaimana pula upaya beyond family planning (BFP), terutama yang menyangkut pemberdayaan ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga. Untuk pemberdayaan ekonomi keluarga, UPPKS tetap menjadi program unggulan. Tribina (BKB, BKR, BKL) serta bagi remaja dalam rangka PKBR (Persiapan Berkeluarga bagi Remaja) merupakan program penting melalui pendidikan keterampilan mengelola hidup berumah tangga.(bersambung)
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
s erba serbi
Sedap Sehat bersama Chef Iwan
Bubur Ayam Oriental Masakan Hangat Untuk Mengurangi Gejala Batuk Pilek Bahan Utama (untuk lima porsi) • • • • • • • • •
250 gr beras, cuci bersih 1000 mi air 750 gr ayam kampung 1/2 sdt merica bubuk 4 siung bawang putih, memarkan Seruas jari jahe, memarkan 1 sdt garam (secukupnya) 5 btr telur ayam kampung 2 sdm minyak goreng
Bahan Pelengkap • • • •
5 cakwe, siap pakai, iris halus 2 sdm daun bawang iris 1 sdm bawang goreng 2 sdm kecap asin (secukupnya)
Cara Pembuatan
1. Rebus ayam dengan 1 liter air dan sedikit garam. Setelah matang, angkat lalu tiriskan. Lepaskan daging ayam dari tulang, potong berbentuk dadu atau disuwir-suwir, sisihkan. 2. Tumis bawang putih dan jahe dengan minyak panas sampai harum, masukkan beras, merica, aduk rata selama 3 menit, angkat dari api. 3. Masukkan tumisan beras ke dalam sisa air rebusan ayam (kaldu), masak hingga menjadi bubur. 4. Masukkan potongan daging ayam rebus, merica, dan garam. 5. Siapkan mangkok, pecahkan telur lalu letakkan dalam mangkok. Tuang bubur panas-panas di atas telur.Taburi irisan cakwe, daun bawang/tongcay, bawang goreng dan kecap asin kalau kurang asin. 6. Sajikan selagi panas. Nilai Gizi per Porsi Energi: 331 Kal Protein: 23,1 gr Lemak: 9,0 gr Karbohidrat: 39,7 gr
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011
Kampus Butuh Pojok KB
P
rogram keluarga berencana (KB) lebih dari sekadar pembatasan kelahiran. Duta KB Mahasiswa Dayu Prastini Hatmanti percaya bahwa KB lebih tepat untuk meningkatkan kualitas keluarga. Semua kalangan, terutama mahasiswa yang notabene calon keluarga, sangat penting memahami betapa luasnya spektrum KB. “Ada juga program pendukung bagi mahasiswa atau remaja untuk mengasah kreativitas mereka. Bentuknya bisa seminar atau bahkan kegiatan lain yang di dalamnya mengedepankan kreativitas,” ujar Dayu saat ditemui di sela media gathering di Bandung beberapa waktu lalu. Mahasiswa Sastra Inggris Unpad ini mengungkapkan, program KB lebih diarahkan untuk menggiring mahasiswa atau remaja untuk mengoptimalkan potensi mereka kelak. Hal ini dilakukan melalui layanan konseling dan PIKR. PIKR sangat penting untuk dilaksanakan di masyarakat. Dayu berharap mahasiswa bisa mengambil peran strategis bagi pengembangan program KB. Hal ini penting karena faktor kesebayaan diyakini efektif untuk memberikan penyadaran kepada lingkungan dekatnya. “Kalau kita lihat, sosialisasi KB oleh orang tua kurang diminati mahasiswa. Nah, mahasiswa bisa mengambil peran ini. Biasanya bila dilakukan oleh teman sebaya akan lebih kena. Karena usianya sebaya, mereka juga bisa mengambil contoh kasus dari pengalaman mereka sendiri yang dekat dengan dunia mereka. Ini akan lebih didengar,” ungkapnya. Mahasiswa yang sempat menikmati kesempatan pertukaran pelajar di Korea ini mengaku sepakat dengan ide pengembangan Pojok KB di kampus perguruan tinggi. Pojok ini akan lebih mendekatkan sekaligus memudahkan maha siswa yang ingin berkonsultasi tentang KB. “Tempatnya tidak harus besar, yang penting bisa mengakomodasi fungsi penyuluhan atau konseling antara konselor dengan mahasiswa. Kecil aja,” ungkapnya.(NAJIP)
Dayu Prastini Hatmanti 23
24
WARTA KENCANA I EDISI PERDANA 2011