Kendalikan Penduduk Jawa Barat!
d aftar isi WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Drs. H. Rukman Heryana, MM Dewan Redaksi Drs. H. Saprudin Hidayat Drs. E. Kusnaeli, M.Pd Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. S. Teguh Santoso Drs. H. Yudi Suryadi
Pemberian Penghargaan IPKB Kabupaten/Kota Terbaik 2011
i n I i s i d enu E
M
Pemimpin Redaksi Drs. S. Teguh Santoso Wakil Pemimpin Redaksi Drs. Wawan Ridwan Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Ira Fitriyani, S.Sos. Bambang Dwi Nugroho, S.Ds. Managing Editor Najip Hendra SP Fotografer Toni Patoni Haerul Saleh Dodo Supriatna Tata Letak Litera Media Grafika Kontributor Anggota IPKB Jawa Barat Sirkulasi/Pemasaran Nuraeni, S.Pd. Yetti Rosmiati, S.Pd. Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com www.majalahkencana.wordpress.com Percetakan Litera Media - 081320646821
2
3
riala Semut EdiGto 4 la Ad Ada u n a t la e S carablem Utama KB Jabar n a w a W struktur, Pro 7 Infra a 10 amJawa Barat! t U n a is a B r i Lapdaolikan Pendudau,kSabisa-bisa, Ppasetndudukan 11 Ke Bis Ken a, Kudu Grand Design is B g in h S sia Butu Indone
n semara Lenasraak Jumbara 2r0a1S1u kma Ka ent Sem angan G n a c n e P
12 13
KB Program g n u k ga Du iaran Ju asan Anak y n e P na Dunia Picu Keker a Kenca unan Bangsa k a S n i o s r a t alis ang Sine Merevit Baru ar Pemb Saatnya Harmonis Pil Perlu Strategi a l Keluarg han Era Digita u B atikan s K a g g kun Pen emprih u M D t p a r a t a B n TNI Ma Remaja Jawa u k a il Per ga i Keluar r a d l a Beraw Semua ritas perprio an u S a g a Lemb Chef Iw BKKBN ehat bersama Sedap S
Jurnal
Wacana
rbi
e Serba S
14 15 16 17 18 19 20 21 23 23
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
e ditorial
Ada Gula Ada Semut
K
ontribusi sektor industri terhadap PDRB Propinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Lihat saja simpul simpul industri yang ada di Jawa Barat seperti kawasan Bodebek, Purwasuka, Bandung Raya, tumbuh sesak dengan kawasan industri. Kalau kawasan ini diibaratkan gula, maka semut pun berdatangan ke sana. Arus deras migran menuju kawasan tersebut merupakan harga yang harus dibayar dari suatu proses pembangunan terbuka. Bahkan ada sebuah pendapat mengatakan bahwa sekitar 30 persen yang bekerja di sektor industri pengolahan adalah para migran. Dalam konteks strategi kebijakan pembangunan kependudukan di Jawa Barat, persoalan semut dan gula menjadi bahan diskusi yang menarik. Dengan mengacu pada bingkai NKRI, sebenarnya net migration lebih cepat memicu akselerasi pertumbuhan penduduk di Jabar dibandingkan dengan penduduk secara alamiah. Pertanyaan yang mendasar: Apakah migrasi tersebut karena Jabar kekurangan tenaga kerja di sektor industri ? dan berapa besar sumbangsih migration terhadap PDRB Jabar? Semuanya ini benar-benar merupakan pertanyaan yang harus terjawab untuk bisa menyusun grand design strategi pembangunan kependudukan di Jabar. Semut akan mendatangi gula merupakan suatu realitas sosial yang sulit dihindarkan. Kondisi ini lahir ketika disharmoni pembangunan antar provinsi terjadi. Dalam tataran makro, disharmoni pembangunan tersebut dapat dibaca sebagai strategi saling melengkapi. Namun dalam tataran mikro, ketimpangan eksploitasi sumber daya akan terjadi. Beban pembangunan dalam bentuk sumber daya manusia menjadi timpang. Mobilitas manusia seperti ini hendaknya menjadi perhatian pemerintah. Namun yang jauh lebih menarik lagi untuk dicermati, ada kencenderungan daerah yang ditinggalkan menunjukkan tren pertumbuhan lebih stabil dari daerah yang dituju. Hal ini bisa dilihat dari Data Ekonomi Makro Nasional selama 2009-2010. Data yang dirilis Bappenas pada pertengahan April 2011 lalu menunjukkan, pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Jawa Barat cenderung fluktuatif, bahkan turun drastis pada kwartal ketiga 2010. Sementara itu, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta mengalami kenaikkan secara konstan. Fenomena apa ini? Berduyun-duyun datang ke Jawa Barat, padahal daerah asal tidak kurang terjadi pembangunan. Mungkinkan suatu saat Jawa Barat yang dianggap sebagai gula yang lambat laun manisnya mulai luntur sehingga gulanya tidak manis lagi? Tentu, fenomena ini memerlukan kajian lebih lanjut. S. Teguh Santoso Pemimpin Redaksi
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
3
w awancara
Siti Mufattahah, M.Psi. 4
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
w awancara
Wawancara Khusus dengan Anggota Komisi IX DPR RI
Infrastruktur, Problem Utama KB Jabar Selatan Anggaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun ini naik menjadi dua kali lipat dibanding 2010 lalu. Konseksuensinya, kinerja harus mampu dilipatgandakan. Penegasan itu diungkapkan Siti Mufattahah, anggota Komisi IX DPR RI, saat ditemui Warta Kencana di sela kunjungan kerjanya ke Rancabuaya, daerah paling selatan Kabupaten Garut. Siti juga menyoroti problametika pelaksanaan program KB di daerah, berikut petikannya.
Setelah melihat kondisi masyarakat dan berdialog dengan mereka, apa pendapat Anda? Secara institusi, saya memberikan apreasiasi kepada BKKBN Jawa Barat dan memberikan penghargaan atas kerja-kerja selama ini yang mampu mengumpulkan agen-agen untuk mengajak masyarakat agar mengikuti KB ini. Mereka sudah bekerja keras melaksanakannya. Kegiatan bakti sosial berupa pelayanan KB harus terus diperbanyak. Bila sebelumnya terbilang jarang, sekarang volumenya bisa ditambah. Ini mungkin salah satu dampak dari meningkatnya anggaran BKKBN tahun ini yang meningkat hingga 100 persen, menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Berapa jumlahnya? Pada APBN 2011, anggaran BKKBN mencapai Rp 2,4 triliun. Khusus di Jawa Barat, pemerintah daerah juga memberikan insentif khusus untuk tenaga penggerak desa (TPD). Mereka dingkat secara resmi dan mendapatkan insentif juga secara resmi setiap bulannya. Ini berarti memberikan penghasilan kepada mereka secara rutin.
Tapi TPD itu dari APBD, bukan APBN kan? Betul dari APBD, artinya penghargaan terhadap mereka yang bekerja di bawah itu mulai ada. Itu perjuangan BKKBN Jawa Barat. Di daerah lain kan tidak ada TPD. Karena itu, saya memberikan apresiasi kepada BKKBN provinsi dan kabupaten yang telah memperjuangkan TPD. Dengan TPD ini pelayanan KB di pelosok bisa dilayani dengan baik. PLKB memang terbatas, sehingga kesulitan kalau harus mengakses hingga ke pelosok. Satu PLKB berbanding dua desa dengan daerah yang sangat luas. Sekali lagi, saya mengapresiasi kinerja BKKB Jawa Barat. Nanti di Jakarta, ketika menyampaikan laporan resmi saat rapat, saya akan menyampaikan penghargaan kepada Jawa Barat yang telah mengangkat TPD. Itu kan sebuah terobosan. Sebuah keberanian bahwa masalah KB ini sangat penting. Sebuah langkah untuk menekan angka pertambahan penduduk melalui TPD ini. Walaupun memang untuk TPD kemarin masih ada ketidakpuasan, ingin tambah lah insentifnya. Itu sebuah proses. Bukan tidak mungkin ke depan APBD akan lebih besar, sehingga perhatian kepada mereka juga akan lebih besar.
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
5
w awancara Sebenarnya kendala yang dihadapi masyarakat dalam ber-KB?
promosi proporsional, jangan terlalu cepat namun juga jangan terlalu lama.
Kalau di Garut Selatan ini memang kendala utamanya adalah infrastruktur. Saya kira kondisi yang sama juga berlaku di daerah Jabar Selatan lainnnya. Secara geografis, rumah penduduk dengan lokasi pelayanan sangat jauh. Kondisi geografis yang terjal membuat mereka enggan datang ke pelayanan KB. Karena itu, BKKBN harus berpikir metode apa yang tepat dilakukan untuk menjangkau mereka.
Kepala daerah tidak bisa hanya memikirkan ekonomi saja misalnya, tapi juga kaitannya dengan lainnya. Pertanian hubungan dengan kesehatan dan lain-lain. Pemerintah harusnya memperhatikan hal ini. Harusnya, bila hal itu sudah terbukti tidak baik, ya jangan diulangi. Sebaiknya seperti itu. Media juga harus berperan agar mereka daerah memberi perhatian.
Saya pikir mereka itu sebenarnya mau ikut KB. Misalnya karena adanya desakan ekonomi yang menuntut kebutuhan lebih besar, maka jumlah anak harus dikurangi. Untuk menekan agar tidak kebobolan, ya pemerintah campur tangan melalui KB ini. Masyarakat itu berpikir tentang keluarganya, tidak peduli misalnya pemerintah. Dan, KB yang tepat menurut saya adalah KB yang efektif untuk jangka panjang. Kalau pil, mereka kan saat pilnya habis harus datang ke tempat pelayanan. Demikian juga kalau suntik, kalau waktunya disuntik kan harus datang ke pelayanan. Nah, kalau yang jangka panjang, seperti IUD atau sterilisasi misalnya, itu safe buat mereka, aman. Beberapa daerah terkesan kurang peduli terhadap KB, apa yang harus dilakukan? Garut ini kan jumlah penduduknya lumayan besar. Sementara APBD-nya kecil. Sehingga beban pemerintah besar. Kalau perhatian pemerintah terhadap KB ini tinggi, minimal pertambahan penduduk dari kelahiran bayi ini bisa ditekan. Sehingga beban kepala daerah untuk menyediakan lapangan pekerjaan, memperhatikan kesehatan, bisa dikurangi. Komitmen kepala daerah harus dihidupkan. Kalau tidak, mengandalkan dari pusat, tidak bisa. Ini sudah otonomi, pusat tidak bisa terlalu jauh. Dalam hal ini, kepala daerah harus memperhatikan kompetensi pimpinan unit kerja atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kondisi ini harus didukung dengan mutasi dan
Undang-undang Nomor 52/2009 mengamanatkan centered people development, sementara anggaran masih adminisratif. Anggaran bukan didasarkan pada jumlah penduduk, bagaimana Anda melihat hal ini? Dalam hal ini saya harus berkomunikasi dengan pemerintah di pusat. Mengapa bisa terjadi seperti ini. Tujuannya apa. Terus terang, saya belum sampai ke sana. Belum sampai membandingkan hal itu. Saya akan bersikusi dengan pusat. Planning ini tujuannya apa. Kalau tidak logis, saya akan menyampaikan kondisi di lapangan seperti ini. Barangkali penetapan itu tidak berdasarkan fakta di lapangan. Bagaimana dengan kinerja BKKBN dalam satu quarter pertama 2011 ini? Kalau secara keseluruhan, saya melihat belum optimal. Kinerja BKKBN ini. Makanya pada saat RDP kami fair meminta BKKBN untuk bekerja keras dalam upaya mengendalikan jumlah penduduk ini. Ini adalah tantangan bagi BKKBN. Perubahan sangat minim. Padahal, anggaran naik dua kali lipat itu harus diikuti dengan keberhasilan dua kali lipat. Kami berharap, kalau Jawa Barat ini bisa dijadikan contoh bagi derah lain, Jawa Barat ini bisa dijadikan pionir suksesnya KB di daerah lain. Seluruh gubernur dan kepala daerah bisa meniru Jawa Barat kalau memang. Fokus kita berikutnya adalah bagaimana menyejahterakan mereka. Setelah angka kelahiran turun, laju pertumbuhan turun, selanjutnya adalah memikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan mereka. Mungkin BKKBN kurang powerfull? Butuh menteri kependudukan?
Dialog bersama PLKB/TPD di Rancabuaya
6
Memang, sejauh ini BKKBN hanya sebuah badan. Kami akan terus berusaha agar BKKBN ini lebih punya power, sama halnya dengan badan-badan lain. Makanya kita satu tahap per tahap kita lakukan. Tahap pertama dengan menaikkan anggaran. Kemudian akan dievaluasi. Kalau power yang begitu besar ini sebenarnya bisa dilakukan cara mengajukan program, BKKBN punya ini untuk pengendalian penduduk. BKKBN merupakan lembaga yang tepat untuk pengendalian penduduk.(*)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
l aporan utama
Bakti TNI KB-Kesehatan 2011
Kendalikan Penduduk Jawa Barat!
B
adan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat boleh saja sukses melampaui target pencapaian 2010. Namun begitu, bukan berarti tugas sudah selesai. Faktanya, hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan jumlah penduduk Jawa Barat mencapai angka fantastis, 43,053 juta jiwa. Jumlah tersebut mencapai 18 persen dari seluruh penduduk Indonesia sebanyak 237,556 juta jiwa. Tentu, angka-angka itu harus menjadi perhatian serius segenap stake holders kependudukan di Jawa Barat. Angka 43,053 juta jiwa –yang berarti sekitar 31 persen penduduk Pulau Jawa– tinggal di Jawa Barat dengan sendirinya membutuhkan daya dukung tidak sedikit. Mengacu kepada kajian akademik (academic paper) Pusat Studi Kependudukan dan Pengembangan SDM Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran (Unpad) tentang Program Kependudukan dan KB Jawa Barat, ledakan penduduk akan berdampak langsung pada empat aspek. Empat dampak serius ledakan penduduk meliputi pendidikan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup,
dan tentu saja kebutuhan pangan. Bertambahnya penduduk berarti naiknya subsidi pendidikan di satu sisi, dan kebutuhan lapangan kerja di sisi lain. Sudah barang tentu, setiap kepala membutuhkan pangan dan tempat tinggal untuk kelangsungan hidupnya. Masalah ini makin kompleks manakala tingkat pendidikan masih rendah. Merujuk data Suseda 2007-2009, jumlah penduduk usia sekolah (7-18 tahun) di Jabar meningkat dari 10,12 juta jiwa pada tahun 2007 menjadi 10,15 juta jiwa pada tahun 2009. Dilihat menurut kelompok usia sekolah, pada 2007 kelompok usia sekolah dasar (7-12 tahun) menyumbang kontribusi terbesar, yakni sebesar 5,24 juta jiwa atau 50 persen dari jumlah total penduduk usia sekolah. Sedangkan kelompok usia SMP (13-15 tahun) dan SMA (16-18 tahun) masing-masing berjumlah 2,50 juta dan 2,37 juta jiwa. Tren yang sama juga terjadi pada tahun 2008 dan 2009. Pada 2009, penduduk usia SD 5,27 juta jiwa, usia SMP sebanyak 2,57 juta jiwa, dan usia SMA sebanyak 2,32 juta jiwa. Tim peneliti academic paper memperkirakan, jika program pengendalian penduduk di Jabar mengalami
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
7
l aporan utama
Jumbara 2011 di Pangandaran
kemerosotan, dan jumlah kelahiran baru meningkat 5 persen setiap tahunnya, maka selama tujuh tahun ke depan penduduk usia sekolah 7-12 tahun akan bertambah menjadi lebih kurang 7,412 juta jiwa. Dengan pertambahan jumlah anak usia sekolah maka beban pemerintah untuk menjamin pendidikan yang berkualitas semakin berat. Sebagai konsekuensi, apabila pemerintah tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan, maka akan mengakibatkan menurunnya kualitas SDM. Dengan rendahnya kualitas SDM maka akan semakin sulit untuk dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sebaliknya, kemiskinan akan terus bertambah. Menanggapi hal itu, Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat Rukman Heryana menolak disebut sebagai biang keladi ledakan penduduk. Rukman berkilah, Jabar merupakan pemberi manfaat terbesar bagi masyarakat. Sebagai gambaran, laju pertumbuhan penduduk (LPP) pada 2010 mencapai 1,8 persen. Dari angka terbut, angka kelahiran hanya berkisar pada angka 0,8 persen. Sementara 1 persen lainnya merupakan migrasi. “Coba perhatikan, yang bekerja di Jabar itu tidak semua orang sini. Lihat sopir-sopir angkutan kota di Cibaduyut atau pedagang pecel lele misalnya, mereka hampir semuanya pendatang. Jabar ini ibarat gula yang mengundang perhatian semut,� ungkap Rukman saat ditemui Warta Kencana belum lama ini. Di bagian lain, academic paper juga mengurai dampak kependudukan bagi ketenagakerjaan. Pesatnya pertumbuhan penduduk, menurut laporan tersebut, jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas SDM dan peningkatan lahan pekerjaan akan mendorong peningkatan tingkat kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Di bidang ketenagakerjaan, konsekuensi meningkatnya jumlah penduduk usia kerja adalah meningkatnya kebutuhan terhadap penyerapan tenaga kerja. Data Sakernas 2010 menunjukan, jumlah penduduk
8
usia kerja di Jabar 30,29 juta jiwa dengan komposisi penduduk yang bekerja sebanyak 16,94 juta jiwa atau sebesar 62,38 persen dari total penduduk usia kerja. Sedangkan jumlah Angkatan Kerja terhitung sebanyak 18,89 juta jiwa. Jika dilihat dari tren jumlah angkatan kerja, secara keseluruhan jumlah angkatan kerja meningkat dari 17,34 juta jiwa sampai 18,98 juta jiwa tahun 2009, namun pada tahun 2010 jumlah tersebut sedikit menurun menjadi 18,89 juta jiwa. Sedangkan tren angkatan kerja yang bekerja terus meningkat dari 15,44 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi 16,94 juta jiwa pada tahun 2010. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka meningkat dari 1,90 juta jiwa pada 2006 menjadi 2,39 juta jiwa pada tahun 2007. Namun kemudian menurun hingga 1,95 juta jiwa pada tahun 2010. Secara keseluruhan data ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menekankan tingkat pengangguran terbuka di Jabar. Namun begitu, jumlah kesempatan kerja yang tersedia jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran yang ada sangat tidak memadai. Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar menunjukkan, terdapat 242,79 ribu kesempatan kerja sepanjang 2009, namun hanya sekitar 63,35 juta atau 26 persen yang dapat terpenuhi. Jika ditinjau dari tren kesempatan kerja yang terisi, persentase tenaga kerja yang berhasil mengisi kesempatan kerja yang ada semakin menurun sejak 2007. Padahal, kesempatan kerja yang ada cenderung meningkat. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan perkembangan klasifikasi tenaga kerja untuk dapat diterima bekerja di suatu perusahaan tidak dapat dipenuhi sebagian besar pencari kerja. Ini dapat dipahami karena karakteristik pendidikan mayoritas tenaga kerja di Jabar masih rendah, yakni berpendidikan SD atau lebih rendah (Hasil Sakernas, 2010). Sedangkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2009 menunjukan bahwa mayoritas kesempatan kerja yang ditawarkan berada di sektor industri (129,973) dan jasa (70,247) yang lebih membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tinggi dengan keterampilan khusus. Bila dicermati, rendahnya tingkat penyerapan tenaga kerja secara umum dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan penduduk dan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang merupakan dampak dari tingginya tingkat pertumbuhan penduduk. Konsekuensinya, diperlukan peningkatan kemampuan penyerapan tenaga kerja yang antara lain diperoleh melalui peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatan jumlah kesempatan kerja. Tentu, upaya itu menyerap anggaran negara tidak sedikit. Padahal, jika pemerintah tidak mampu memperbaiki kualitas pendidikan dan menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi angkatan kerja yang terus meningkat, tingkat kemiskinan dan masalahmasalah sosial lainnya terancam meningkat. “Jika pertumbuhan penduduk dapat ditekan,
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
l aporan utama secara tidak langsung dapat mengurangi beban pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja baru di masa depan. Sebuah rencana pembangunan yang mempertimbangkan aspek kependudukan paling tidak akan mampu mengurangi beban pemerintah dengan mempersempit kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan kesempatan kerja yang ada. Dengan demikian, akan mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk, ungkap Ferry Hadiyanto, tim peneliti academic paper, saat ditemui di sela seminar seminar Optimalisasi Pemanfaatan Hasil SDKI 2007 di Hotel Imperium awal Maret lalu. Ditinjau dari aspek ekologi atau lingkungan hidup, imbuh Ferry, persoalan kependudukan sangat berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup. Terjadinya kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat pertambahan penduduk berdampak pada ketidakseimbangan alam yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup manusia. Karena itu, untuk perlu dilakukannya upaya untuk dapat menjaga keseimbagan antara pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan. Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat Soeroso Dasar yang turut memberi masukan dalam penelitian tersebut menambahkan, ledakan penduduk berdampak langsung pada kebutuhan pangan. Apalagi, saat ini peningkatan produktivitas dan produksi padi belum maksimal. Hal ini terjadi disebabkan berkurangnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi daerah industri yang mempersulit petani untuk berproduksi secara optimal. Konversi lahan pertanian itu sendiri merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari adanya peningkatan permintaan terladap penggunaan lahan sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk. Pemicu lainnya akibat pergeseran kontribusi sektorsektor pembangunan dari sektor primer (pertanian dan pengolahan sumber daya alam) ke sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa). “Dengan terus meningkatnya permintaan masyarakat sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan produktivitas dan produksi padi yang terjadi belum mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga, untuk memenuhi permintaan masyarakat yang terus bertambah, pemerintah masih harus mengimpor padi dari negara-negara Asia lainnya seperti Thailand dan Vietnam. Jika terus berlanjut dapat mengindikasikan terjadinya krisis ketahanan pangan di masa yang akan datang,� kata Soeroso di sela Pelatihan Demografi untuk Kalangan Media belum lama ini. Memang, besarnya jumlah penduduk di Jabar merupakan potensi besar jika mereka memiliki kualitas hidup yang baik. Faktanya, penduduk Jabar masih jauh dari kondisi tersebut. Sebaliknya, besarnya jumlah penduduk mendorong munculnya berbagai masalah. Tingkat pendidikan yang rendah dan terbatasnya
lapangan pekerjaan mendorong meningkatnya jumlah pengangguran yang semakin mendekatkan mereka kepada kemiskinan. “Bertambahnya penduduk memicu kebutuhan lahan pemukiman, industri, dan lain sebagainya. Untuk menanggulangi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, maka lahan pertanian baru pun dibuka. Namun hal ini pun menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang dapat memicu bencana alam seperti banjir dan tanah longsor,� imbuh Soeroso. Soeroso yang baru saja merampungkan buku ketiganya tentang KB beranggapan, upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah-masalah kependudukan tidak akan pernah selesai jika akar permasalahannya tidak mendapat perhatian serius. Yakni, program KB. Melalui pengaturan fertilitas, imbuh dia, diharapkan jumlah penduduk di masa depan dapat ditekan sehingga dapat menunjang pembangunan di segala sektor. Di bagian lain, Ferry Hadiyanto menegaskan, upaya pengendalian penduduk mutlak memerlukan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam paparannya saat seminar SDKI, Ferry merinci peran-peran yang sejatinya dilakukan pemerintah. Pusat, kata Ferry, adalah menyusun perencanaan target dan penyediaan sumber daya. Sementara pemerintah daerah bertugas mengimplementasikan dan menyelesarkannya dengan kebijakan lain. Kerjasama itu berujung ada pencapaian kualitas penduduk dan keluarga berencana. Dalam implementasinya, papar Ferry, kebijakan harus dikelompokkan ke dalam tiga ruang, meliputi hulu, hilir, dan akhir. Di tingkat hulu, implementasi dilakukan dengan mengadvokasi pasangan usia subur (PUS), menyelamatkan kelahiran, dan pencegahan kematian. Di hilir, kebijakan diimplementasikan dengan edukasi dan pembangunan KB, peningkatan KB, dan peningkatan tingkat pendidikan peserta KB. Dan, semua itu berakhir pada peningkatan kesejahteraan keluarga.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
Pelayanan KB Pria di Rancabuaya
9
l aporan utama
SING BISA, KUDU BISA, SABISA-BISA
! A S I B I T PAS
Tekad Gubernur Jabar untuk Memajukan Program KB melalui Gumelar Tak ada alasan untuk mengabaikan aspek kependudukan dalam setiap program pembangunan di Jawa Barat. Maklum, dengan 43 juta jiwa saat ini, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di tanah air. Pengendalian penduduk pun menjadi satu prasyarat utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
H. Ahmad Heryawan
10
P
ertumbuhan penduduk merupakan salah satu permasalahan krusial yang dihadapi negaranegara berkembang, termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, jika pertumbuhan penduduk tidak dibarengi peningkatan faktor-faktor pemenuhan kebutuhan, akan menimbulkan permasalahan baik di bidang ekonomi, sosial maupun lingkungan,” tandas Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat membuka Rakerda Program KB Provinsi Jawa Barat, Jumbara Pengelola KB Lini Lapangan, Bakti Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan peluncuran Gumelar di Pangandaran beberapa waktu lalu. Karena itu, lanjut Heryawan, semua pihak harus bekerja sama dalam mengendalikan penduduk Jawa Barat. Sebuah negara yang belum mampu mengendalikan penduduk, maka negara tersebut akan tetap berada dalam kasta negara berkembang. “Kita harus bekerja keras mengendalikan penduduk melalui program KB. Sing bisa, kudu bisa, sabisa-bisa, pasti bisa! Upaya ini sejatinya menjadi focus concern seluruh pemangku kepentingan pembangunan, baik pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat maupun dunia usaha,” kata Heryawan yang mengawali sambutan dengan membacakan sebuah pantun. Heryawan juga mengapresiasi kinerja BKKBN yang telah bekerja keras menekan angka kelahiran sepanjang tahun. Terlebih kepada petugas lapangan (PLKB), bidan, dan tenaga penggerak desa sebagai ujung tombak dalam menyukseskan program KB di Jawa Barat. “Saya mendukung 100 persen program Gumelar,” tegas salah satu pendiri Partai Keadilan ini. Sebelumnya, Kepala BKKBN Jawa Barat Rukman Heryana yang mengawali sambutan dengan sederet pantun menjelaskan, Gerakan untuk Memantapkan Lini Langan Rancage (Gumelar) diluncurkan menyikapi tantangan program kependudukan dan KB. Dengan fokus pada pemberdayaan PLKB, Gumelar digulirkan sebagai gerakan untuk menjadikan PLKB yang smart alias rancage. Para pengelola lini lapangan, imbuh Rukman, PLKB maupun tenaga tenaga penggerak desa (TPD) dituntut memahami betul enam langkah
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
l aporan utama Gumelar. Keenam indikator itu terdiri atas: 1. Penguasaan data mikro sebagai sumber untuk memahami potensi dan permasalahan daerah binaan; 2. Penyusunan program tahunan berdasarkan data mikro yang dimilikinya; 3. Membangun jejaring dengan segenap kalangan untuk menjadikan program KB sebagai masalah bersama; 4. Pelaksanaan program secara tepat sasaran yang dilakukan dengan bekerja sama dengan stake holders lainnya; 5. Melakukan evaluasi yang diikuti dengan pencatatan dan pelaporan; 6. Tercapainya indikator keberhasilan. Adapun indikator keberhasilan Gumelar meliputi 16 indikator (lihat infografis). “Keberhasilan Gumelar sangat dipengaruhi komitmen kuat para pemangku kebijakan. Juga intensitas opini publik tentang kependudukan dan KB. Gumelar juga bergantung pada optimalisasi fasilitas dan dukungan. Dan, tentu saja semangat dan dedikasi petugas lini lapangan itu sendiri,” ungkap Rukman. (NJP)
Indikator Keberhasilan
Gumelar
Indonesia Butuh Grand Design Kependudukan
P
engendalilan penduduk tidak bisa dilakukan satu pihak. So, pengendalilan penduduk bukan semata-mata menjadi tanggung jawab Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Mengingat kompleksnya problem kependudukan, perlu segera dirumuskan rencana induk (grand design) kependudukan. Kepala BKKBN Sugiri Syarief menegaskan hal itu saat ditemui Warta Kencana di sela Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Himpunan Obstetri Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI) di Hotel Horison Bandung beberapa waktu lalu. Memang, imbuh Sugiri, jumlah penduduk yang besar memiliki potensi ekonomi besar. Cuma saja, bila jumlah itu tidak diikuti kualitas memadai, maka jumlah besar malah menjadi beban pemba ngunan. “Desain induk kepen d u d u k a n meliputi berbagai aspek, meliputi kualitas,
• Peserta KB Aktif (CU/PUS) minimal 70% • Rata-rata usia kawin pertama perempuan minimal 20 tahun • Tiap RT dan RW memiliki data dan peta KS • Monografi Program KB di setiap kantor desa/kelurahan • Data dinamis dan up to date. • Setap RW memiliki 1 kelompok kegiatan tribina (BKB, BKR, BKL) dan UPPKS • Partisipasi keluarga balita yang aktif di BKB minimal 90%. • Partisipasi keluarga remaja yang aktif di BKR minimal 90% • Partisipasi keluarga lansia yang aktif di BKL minimal 90%. • Partisipasi keluarga pra KS dan KS I aktif di UPPKS minimal • Kemandirian ber-KB minimal 60%. • Pria ber-KB menimal 4% dari total peserta KB. • Kegiatan remaja semakin dinamis • Pemahaman dan kemampuan IMP meningkat. • Tiap desa minimal memiliki 1 toma/toga yang aktif melakukan KIE program KB. • Pemahaman dan kemampuan petugas lini lapangan sebagai agen penggerak program kependudukan dan KB meningkat.
kuantitas, pembangunan keluarga, mobilitas, dan administrasi kepen dudukan. Desain sangat diperlukan untuk menghindari ledakan pen duduk. Saat ini rencana induk itu masih dalam penyusunan,” ungkapnya. Di bagian lain, Sugiri mengungkap kan perlunya dukungan dana besar untuk mendukung program KB. Pria kelahiran Pringsewu Lampung ini bersyukur tahun ini anggaran BKKBN naik hingga 100 persen menjadi Rp 2,4 triliun. Walaupuun sebenarnya jumlah yang diperlukan jauh lebih besar lagi. Mengingat terbatasnya angga ran itu, pihaknya sudah menetapkan prioritas program sepanjang 2011 ini. “Peningkatan (pembiayaan) itu dilakukan untuk pelatihan tenaga medis, walaupun ada tenaga lapangannya, tapi prioritasnya medis. Kita melatih 35 ribu bidan, 10.353 dokter untuk pelatihan pemasangan IUD dan pemasangan implan. Nah, di situ sudah menyita banyak uang. Jumlahnya hampir Rp 500 miliar, saya lupa angka persisnya,” kata mantan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini. Biaya tidak kalah besarnya digelontorkan untuk penga daan alat kontrasepsi, pelayanan daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (galciltas), serta mendukung jaminan persalinan. Galciltas men jadi perhatian khusus BKKBN karena saat ini daerah tersebut masih lemah dalam kepesertaan KB. “Sebenarnya uangnya belum cukup juga. Jadi, kita menggandeng beberapa pihak,” papar doktor ilmu politik Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA tersebut.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
11
l ensa
Jumbara 2011
Pangandaran, 8-10 Februari 2011
12
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
l ensa
Gent ra Sukma Kasemaran
Sumedang, 4 Mei 2011
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
13
j urnal
Dunia Penyiaran Juga Dukung Program KB
Media Gathering Televisi
K
Komitmen menyukseskan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) mengemuka saat berlangsungnya media gathering pengelola media televisi bersama BKKBN di Aula Prabu Siliwangi, Kantor BKKBN Jawa Barat, 23 Maret 2011 lalu. Tak sia-sia BKKBN memprakarsai kumpul-kumpul dengan 12 televisi di Jawa Barat ini. Kegiatan serupa juga dilakukan dengan menghadirkan 14 radio siaran di Jawa Barat.
14
e-12 televisi tersebut terdiri atas TVRI Jabar Banten, Bandung TV, STV, PJTV, MQTV, IMTV (Bandung); Jatiluhur TV (Purwakarta); Karawang TV (Karawang); TV-KU (Kuningan); Bogor TV (Bogor); ATV Sukabumi (Sukabumi); dan RCTV (Cirebon). Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Jawa Barat S Teguh Santoso menjelaskan, media gathering televisi ini bertujuan menguatkan komitmen bersama terhadap upaya sosialisasi program KKB melalui media televisi. Teguh optimistis tujuannya itu bakal tercapai. Tentu, kegiatan ini bukan hal baru. Pada 2010 lalu, kerja sama antara BKKBN Jawa Barat dengan televisi telah menghasilkan sejumlah tayangan tentang KB di sejumlah televisi di berbagai daerah. Sebut saja acara Katumbiri, akronim dari Keluarga Tumbuh Mandiri, di TVRI Jabar Banten. Program ini berupa talkshow 60 menit yang ditayangkan setiap Kamis pukul 20.00-21.00. Serupa dengan itu, penayangan program KB untuk segmen remaja diusung MQTV melalui builtin program Remaja Inside. Di Tasikmalaya TV, ada acara bernama
Cepot di-KB yang mengambil pendekatan humor untuk menarik minat khalayak. “Tahun ini kita akan meningkatkan kualitas dan kuantitasnya,” jelas Teguh ketika menjelaskan apa yang berbeda pada tahun ini dengan program serupa di tahun lalu. di Bagian lain, BKKBN juga mengukuhkan kemitraan dengan 14 radio di Jabar. Beberapa di antaranya terdiri atas Radio Media (Sukabumi), Radio Elgangga (Bekasi), Radio Rasi Lima (Kuningan), Radio Cinde (Indramayu), Radio Maritim (Cirebon), Radio Leo (Cirebon), Radio Cempaka (Banjar), Radio Venus (Subang), Radio Litasari (Bandung), Radio SPK (Purwakarta), Radio Elpas (Bogor), Radio Reks (Garut), dan dua radio di Tasikmalaya. Program serupa juga dilaksanakan dengan LPP RRI Bandung. “Apabila kerjasama ini dinilai dengan uang, sangat jauh dari cukup. Tapi saya percaya uang bukan yang utama, melainkan tanggung jawab dan komitmen bersama ‘KB di Jawa Barat’ harus sukses!” kata Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana saat membuka kegiatan. (AR ZAIDAN/DAR)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
j urnal
Data terkini menunjukkan televisilah pemicu terbesar kekerasan terhadap anak. Menurut Seto Mulyadi, Ketua Yayasan Mutiara Indonesia, sinetron menyumbang porsi terbesar angka kekerasan terhadap anak. Tayangan sinetron yang menampilkan kekerasan secara vulgar sangat berpengaruh terhadap anak untuk menjadi pemicu kekerasan. Setidaknya, tayangan itu memberikan tekanan kepada anak.
Sinetron Picu Kekerasan Anak
“Sinetron memang tidak ramah anak. Selain sinetron, berita televisi juga berpengaruh besar. Apalagi masih ada televisi yang menayangkan berita kekerasan dengan vulgar,” jelas lelaki yang akrab dipanggil Kak Seto ini. Menurut psikolog berusia 50 tahun ini, kekerasan terhadap anak seperti fenomena gunung es. Banyak kasus terjadi, namun hanya beberapa yang terekspos. Sisanya tenggelam dalam lautan ketidakberanian masyarakat untuk melaporkan kejadian di sekitarnya. Dengan adanya keberanian dari masyarakat serta peran serta media, diharapkan banyak kasus kekerasan terhadap anak terbuka. “Kami, Komnas Perlindungan Anak, banyak menerima laporan kekerasan dari masyarakat juga setelah mendapat laporan dari media. Kami lalu menindaklanjuti laporan media tersebut,” tutur Kak Seto. Untuk mengurangi efek negatif televisi terhadap anak, orangtua harus berperan aktif dalam mendampingi anak ketika menyaksikan televisi. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga sudah memiliki rambu-rambu tayangan televisi agar ramah kepada anak dan memperhatikan hak-hak anak. “Anak juga memer lukan informasi, namun jangan melulu informasi kekerasan yang k e m u d i a n memacu anakanak untuk menjadi pelaku k e k e r a s a n .” (NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
Seto Mulyadi (Kak Seto)
15
j urnal
ya n at a S
si a lis a t i ev r e M
a k Sa
a n a c n e K
MoU BKKBN dan Kwarda Jawa Barat
Kaum muda perlu edukasi sejak dini tentang Keluarga Berencana (KB). Untuk mewujudkannya, BKKBN Jawa Barat bekerja sama dengan Gerakan Pramuka Kwartir Daerah (Kwarda) Jawa Barat mengaktifkan kembali Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana). Saka Kencana adalah wadah kegiatan dan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan praktis dan bakti masyarakat dalam bidang KB.
16
K
etua Kwarda Jawa Barat Dede Yusuf mengungkapkan, saka itu adalah kegiatan kekhususan bagi anggota Pramuka. Saka Kencana sendiri sudah ada sejak 1980-an. “Saka-saka di Pramuka sudah ada sejak lama, namun banyak yang tidak aktif karena Pramuka-nya sendiri juga tidak aktif. Nah, dengan adanya Undang-undang Gerakan Pramuka, kita aktifkan lagi saka ini, termasuk Saka Kecana,” jelas Wakil Gubernur Jawa Barat ini. Dede mengungkapkan saat ini Kwada Jabar memiliki tidak kurang dari 3,5 juta anggota Pramuka. Potensi itu akan dimaksimalkan melalui kerja sama dengan BKKBN untuk mengerem laju pertambahan penduduk di Jawa Barat. Tujuan utama revitalisasi Saka Kencana ini adalah untuk membina anggota Pramuka agar dapat menjadi kader pembangunan dalam bidang KB. Sasaran utamanya adalah membekali pengetahuan tentang KB dan keluarga sejahtera sejak awal. Ke depan, anggota Gerakan
Pramuka diharapkan dapat menyebarluaskan pengetahuannya kepada masyarakat serta berperan serta dalam program KB setelah berkeluarga. Pengendalian penduduk, lanjut Dede Yusuf, menjadi sangat penting di Jawa Barat mengingat Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Untuk meraih tujuan itu, BKBBN akan mengadakan pelatihanpelatihan, melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah, penyebaran informasi mengenai KB, kesehatan reproduksi, penjarangan usia kelahiran, dan lain-lain. Kegiatan pelatihan ini telah dimulai dengan Workshop Penguatan Program Kependudukan dan KB melalui Saka Kencana di kantor BKKBN, pada 19 Mei 2011 lalu. “Kurang lebih (Saka Kencana) seperti adanya PIK-Remaja dan mahasiswa, tetapi sekarang target nya adalah gugus depan karena memang Pramuka berbasis di pangkalan gugus depan,” ungkap Dede Yusuf, bapak dua anak ini.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
j urnal
Peresmian PIKMA Periang di Cimahi
P
erceraian di Jawa Barat yang mencapai 430 ribu kasus pada 2010 membuat prihatin Ketua Tim Penggerak PKK Jabar Netty Prasetiyani Heryawan. Peran keluarga, tegas Netty, sangat penting dalam pembangunan bangsa sehingga satu perceraian tidak bisa ditoleransi. Program Ketahanan Keluarga yang diusung BKKBN menjadi salah satu solusi penyelesaian masalah tersebut. “Hal itu (angka perceraian tinggi) menjadi cambuk bagi kita untuk menyelesaikan akar permasalahannya. Ada banyak faktor penyebabnya, tidak berdiri tunggal, jadi penyelesaiannya pun harus lintas sektoral,” papar Netty saat Silaturahmi dan Lomba Program Ketahanan keluarga dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga di Lembang, pertengahan April lalu. Dalam kesempatan yang sama, Netty juga mengungkapkan tiga resep ketahanan keluarga untuk mencapai keluarga harmonis. Pertama, pembentukan keluarga harus didasari visi yang benar. Menikah untuk ibadah, sehingga anak pun dipandang sebagai investasi dunia dan akhirat. Kedua, ketahanan keluarga membutuhkan pola komunikasi yang efektif dan
lar i P nis o sa m r g a n Ba aH g n r a a n Kelu bangu Pem harmonis. Komunik asi harus dilakukan terbuka dan diketahui masing-masing anggota keluarga. “Yang tak kalah penting, keluarga itu ibarat tanaman, harus disiram dan dipupuk. Artinya, keluarga juga harus ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu.” Netty menilai lomba ketahanan keluarga membantu mewujudkan keluarga harmonis. Selain itu, acara seperti ini mewujudkan silaturahmi para pengelola dan peserta KB serta lembaga terkait. BKKBN sebagai leading sector kependudukan tidak bisa berjalan sendiri, harus dibantu secara integratif oleh berbagai lembaga. “Mudah-mudahan kesadaran keluarga harmonis akan bergerak secara masif di seluruh pelosok Jawa Barat sehingga satu sama lain akan melengkapi. Mudahmudahan kesadaran ini bukan hanya hadir di tingkat kultural, melainkan kesadaran struktural yang akan terus mempengaruhi kebijakan program pembangunan di masyarakat agar lebih efektif, efisien, dan juga memiliki signifikansi yang sangat tinggi,” pungkas Netty.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
Keluarga harmonis, lanjut Netty, adalah keluarga yang menikah secara sah dan kemudian memahami tugas, hak, fungsi, dan kewajibannya dan kemudian terbangun kebahagiaan dan kesejahteraan bagi anggota keluarganya. Keluarga harmonis tidak hanya memberikan output bagi keluarga saja, tetapi juga untuk kesejahteraan bangsa.
17
j urnal
Pengasuhan Era Digital Perlu Strategi Baru 200 Pengelola Program KB Ikuti Dinamika Kelompok di Jayagiri
K
eberhasilan program Keluarga Berencana (KB) kurang bermakna tanpa keberhasilan ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga. Hal itulah yang disampaikan Direktur Bina Keluarga, Balita, dan Anak (Ditbalnak) BKKBN Burhanudin dalam acara Silaturahmi dan Lomba Program Ketahanan keluarga dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga di Lembang, pertengahan April lalu. “Daerah sudah commited pada program KB. Cuma saja, untuk program ketahanan keluarga masih lemah. Karena itu, kita mencoba menerapkan strategi bahwa idealnya, KB berhasil, ketahanan keluarga juga berhasil,” jelasnya. Untuk mencapai kondisi ideal
18
itu, BKKBN sedang mengupayakan beberapa cara, antara lain roadshow di media massa, utamanya televisi, serta di berbagai daerah. Demi keberhasilan program itu, BKKBN juga menggandeng ikon-ikon nasional, seperti Kak Seto Mulyadi dengan Yayasan Mutiara-nya. “Kalau kita berjalan sendiri kurang didengar, tapi kalau menggandeng pihak lain atau Kak Seto yang berbicara selaku ahli pasti lebih mengena,” ujar Burhanudin. BKKBN juga mengusahakan pertemuan lintas sektor seperti dengan PKK untuk meningkatkan ketahanan keluarga. Yang tak kalah penting adalah penggerakkan kader dengan memberikan sosiali sasi, pembekalan, nanti ada pelatihan, baik nasional dan daerah. “Jadi kalaupun di atas digoyang, tapi bawah dibiarkan, tidak akan berhasil maksimal. Seperti di Jawa Barat misalnya, ada pertemuan ini
bagus dalam rangka menggoyang lapangan.” Khusus penangananan balita dan anak, BKKBN juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Saat ini sedang diusahakan adanya keppres atau inpres tentang perluasan PAUD. Dengan adanya inpres ini diharapkan setiap stake holders di aderah seperti gubernur dan bupati atau wali kota peduli terhadap PAUD. Menurut Burhanuddin, kerja sama dengan Diknas ini sangat penting untuk menyeimbangkan strategi demi keberhasilan program ketahanan keluarga. Sebab kalau tidak balance (seimbang) antara orang tua dan anak, tentu tidak bisa nyambung. ”Kalau BKKBN kan keluarganya, kalau Diknas kan langsung sasarannya. Oleh karena itu, kita dari BKKBN dari aspek keluarganya. Orangtua harus mampu
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
j urnal memberikan pembinaan tumbuh kembang anak kepada mereka.” Disinggung mengenai pembina an era internet seperti sekarang, Burhanudin mengungkapkan bahwa saat ini BKKBN belum merumuskan secara khusus program pembinaan itu. Pola pengasuhan dulu dengan sekarang berbeda karena adanya teknologi. Yang tradisional itu sudah mulai pudar, tapi memang tidak bisa dihilangkan. “Kita mencari bentuk dulu. Niat itu harus ke situ, kalau tidak kita akan ditinggal oleh era perubahan ini (teknologi),” paparnya.
Lomba Ketahanan dan Pemberdayaan Ekonomi Silaturahmi dan Lomba Program Ketahanan Keluarga dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga menjadi momentum untuk menyamakan persepsi, meningkatkan pemahaman, kesadaran, sikap dan keterampilan para pengelola program KB di lini lapangan. Juga untuk memperkuat komitmen terhadap ketahanan keluarga dan pembangunan keluarga dalam konteks program KB di Jawa Barat Begitu kata Kabid KSPK BKKBN Jawa Barat S. Teguh Santoso saat menyambut kadatangan 200 peserta lomba di P2PNFI Jayagiri Lembang awal April lalu. “Dalam kegiatan ini memang ada nilai tambah, ada pembekalan tentang bagaimana meningkatkan potensi diri. Membangun mindset dengan pendekatan NHC. Semua mencoba, dan sukses,” terang Teguh. Acara yang digelar selama dua hari tersebut, imbuh Teguh, sekaligus menjadi ajang seleksi pemilihan BKB, BKR, BKL, dan UPPKS terbaik untuk mewakili Jawa Barat di tingkat nasional. Kali ini BKKBN tidak melakukan penilaian dengan cara administratif, melainkan melalui dinamika kelompok. Metode ini diyakini lebih tepat karena bisa melihat potensi peserta secara alami. (NJP)
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono
TNI Mantap Dukung KB
K
erjasama TNI dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kembali terajut tahun ini. Melalui program Percepatan Pelaksanaan Revitalisasi Program KB melalui Bakti Sosial Kerjasama antara TNI dan BKKBN, TNI memantapkan diri turut berpartisipasi dalam upaya pengendalian penduduk melalui program KB. Di Jawa Barat, kemitraan ini diwujudkan dengan digulirkannya Gerakan TNI-Rakyat Sukses Manunggal KB-Kesehatan Masyarakat Rentang (Gentra Sukma Kasemaran). Kemitraan tahun ini ditandai dengan pencanangan program tersebut di Kabupaten Sumedang awal Mei lalu. Pencanangan dilakukan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono disaksikan Kepala BKKBN Sugiri Syarief, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf, Bupati Sumedang Don Murdono, Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat Rukman Heryana, dan pimpinan teritorial TNI di Jawa Barat. Agus Suhartono mengungkapkan, revitalisasi program KB merupakan salah satu prioritas Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional. Pemilihan Jawa Barat, imbuh Agus, didasari
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
atas pertimbangan bahwa provinsi terpadat ini merupakan penyangga ibu kota. Struktur penduduk juga menunjukkan jumlah penduduk usia muda sangat tinggi. “Keterlibatan TNI dalam program KB dilandasi atas dua alasan. Pertama, TNI memiliki kemampuan. Kemampuan itu bisa saranaprasaran, sumber daya manusia, maupun organisasi. Kedua, kita memiliki kemauan. Kita memiliki visi yang sama untuk memajukan program KB,” tandas Agus. “Hal ini juga merupakan salah satu tugas pokok TNI, khususnya Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam hal ini, TNI bertugas membantu pemerintah atas permintaan da lam kondisi dan situasi tertentu. Dalam hal ini, kondisi dan situasi tertentu tersebut adalah membantu percepatan pelaksanaan revitalisasi program KB nasional,” tambahnya. Di bagian lain, Rukman Heryana menjelaskan, Gentra Sukma Kase maran merupakan penggarapan daerah rentan di Jabar. Daerah itu meliputi kawasan kumuh miskin perkotaan (Kumisan), bantaran rel kereta (Bareta), pantai utara dan pantai selatan (Pantura Pantes), daerah rawan bencana (Ranca), dan wilayah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (Galciltas).(NJP)
19
j urnal
Kepala BKKBN H. Rukman Heryana
rat a B Jawa a j ma e R ku Perila
n a k i t ha i r p Mem
Setahun 800 Ribu Peserta KB Drop Out
P
erilaku remaja di Jawa Barat sungguh memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yang dipublikasikan awal Maret lalu. SDKI merilis tiga indikator perilaku tidak sehat di kalangan remaja, yaitu rokok, minuman keras (miras), dan penggunaan obat-obatan terlarang (napza). Sembilan dari sepuluh remaja usia 15-24 adalah perokok dan masih aktif merokok. Setidaknya empat dari sepuluh remaja pernah dan masih akif mengnsumsi miras. Dalam hal penggunaan narkotika dan zat psikotropika, diketahui delapan dari 100 orang remaja di Jabar adalah pengonsumsi aktif. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil survei nasional. Secara nasional, 27 persen remaja putri dan 48 persen remaja putra adalah perokok. Sementara itu, ada sekitar 6 persen remaja putra yang masih menjadi konsumen minuman keras. Kondisi tersebut dengan sendirinya memerlukan upaya-upaya pencegahan dengan pendekatan persuasif serta kampanye dan penyuluhan yang ramah remaja (youth friendly). Rudy Budiman dan Nugraha Setiawan dalam policy brief yang mengambil basis data dari SDKI 2007 merekomendasikan tiga rekomendasi untuk mencegah meningkatnya perilaku tidak sehat di kalangan remaja. Pertama dan terpenting tentu saja menggalakkan kegiatan penyuluhan bahaya perilaku tidak sehat seperti, merokok, miras, dan narkoba melalui PIK-KRR yang sudah terbentuk di sekolahsekolah, khususnya bagi remaja pria.
20
U n t u k memaksimalkan penyuluhan, upayakan mengoptimalkan tenaga-tenaga penyuluh sebaya (peer educator) yang ada di PIK-KRR dalam melakukan penyuluhan. Di tingkat sekolah, dapat ditempuh dengan menjadikan siswa pria yang tidak merokok, tidak minum alkohol dan tidak menggunakan narkoba sebagai duta siswa bagi sekolah. Sementara itu, Kepala BKKBN Jawa Barat Rukman Heryana yang ditemui di sela seminar SDKI di Hotel Imperium belum lama ini menyebutkan, saat ini jumlah peserta KB di Jabar sebanyak 6,7 juta jiwa. Sementara angka drop out (DO) peserta KB mencapai 14 persen. “Artinya, ada sekitar 800 ribu peserta KB di Jabar yang mengalami kehamilan. Angka tersebut masih cukup tinggi, karena batas toleransi DO sekitar 10 persen dari jumlah peserta KB,� ungkap Rukman. Rukman menambahkan, hasil penghitungan kembali sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, penduduk Jabar bertambah 30 ribu jiwa. Hasil sensus terakhir pada Mei 2010, jumlah penduduk sekitar 43,220 juta jiwa. Setelah dicek ulang atau disisir ulang, jumlahnya bertambah menjadi 43,250 juta jiwa. Sementara pada tahun 2008, jumlah penduduk di Jabar mencapai 43 juta jiwa. Untuk mengendalikan jumlah penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jabar telah menyusun beberapa program. Yaitu, program KB andalan melalui pendewasaan usia perkawinan dan pengaturan kehamilan. Langkah lainnya, yakni dengan mempertahankan kesertaan ber-KB.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
w acana
Semua Berawal dari Keluarga
K
eluarga adalah unit paling dasar dalam masyarakat. Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga berinteraksi dengan subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, seperti sistem agama, ekonomi, politik dan pendidikan untuk mempertahankan fungsinya dalam memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat. Bila keseimbangan keluarga terganggu, maka keseimbangan sosial pun terganggu. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua, utamanya BKKBN. Faktanya, beberapa tahun terakhir justru terjadi hal yang cukup memprihatinkan di tingkat keluarga. Tingkat perceraian meningkat dua kali lipat. Menurut data Kementerian Agama, satu dari sepuluh pasangan yang menikah bercerai di awal pernikahan. Di Jawa Barat saja, ada sekitar 430 ribu perceraian di tahun 2010. Angka tersebut cukup tinggi apalagi sesungguhnya tidak ada toleransi (zero tolerant) terhadap perceraian. Tingginya angka itu perlu pencegahan serta penanganan yang terstruktur dari berbagai pihak dan lintas sektoral. Banyaknya perceraian itu sebagai dampak derasnya informasi melalui media massa. Salah satu sebabnya adalah tayangan infotainment yang menampilkan figur artis yang
seringkali bangga mengungkap kasus perceraiannya. Menyikapi hal itu, BKKBN sudah memulai gebyar iklan keluarga sejahtera di layar kaca untuk meng-counter maraknya berita negatif seputar perceraian. Di kalangan remaja, berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa perilaku yang tidak sehat dari remaja di Jawa Barat, khususnya remaja pria cukup mengkhawatirkan. Perilaku merokok, misalnya, bahwa sembilan dari sepuluh remaja pria usia 15-24 tahun di Jawa Barat mengaku pernah merokok dan enam di antaranya mengaku masih merokok. Perilaku yang tidak sehat lainnya adalah minuman keras/ alkohol (Miras), empat dari sepuluh remaja pria mengaku pernah minum alkohol dan dua di antaranya masih aktif minum alkohol. Demikian pula dengan obat-obatan terlarang (Napza), delapan dari 100 remaja pria di Jawa Barat mengaku pernah menggunakan narkotika. Masalah besar lain adalah angka kematian bayi di Provinsi Jawa Barat masih cukup tinggi. Sejumlah faktor sosial ekonomi, lingkungan, dan faktor biologis mempengaruhi kematian bayi dan kesehatan anak yang dapat kita lihat dari keluarga yang merupakan lingkungan pertama dan utama yang dapat mempengaruhi kematian bayi dan anak di negara berkembang faktor – faktor tersebut dikemukakan oleh Mosley dan Chen menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
Oleh:
Wawan Ridwan
Plt. Kepala Seksi Advokasi BKKBN Jawa Barat
21
w acana mempengaruhi kematian bayi yaitu karakteristik ibu seperti umur, paritas dan selang kelahiran, pencemaran lingkungan gizi kecelakaan dan penyakit. Oleh karena itu dalam hal ini penting hal-hal yang mempengaruhi tersebut untuk lebih di perhatikan baik pelaksanaan dan implikasinya kepada masyarakat.
Mengapa Keluarga Penting? Negara yang kuat berasal dari keluarga yang kuat. Bangsa yang sehat dimulai dari keluarga yang sehat. Keluarga yang sejahtera adalah pondasi bangsa dan negara yang sejahtera. Keluarga itu penting karena semua hal dalam suatu bangsa berawal dari keluarga. Lima tahun pertama perkembangan anak, keluargalah yang paling besar pengaruhnya. Keluarga adalah lembaga pengasuhan yang paling dapat memberi kasih sayang, kegiatan menyusui, efektif, dan ekonomis. Di dalam keluargalah anak pertama kali mendapat pengalaman dini langsung yang akan digunakan sebagai bekal dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional, dan spritual. Bisa dibilang, keluarga merupakan agen terpenting yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 mengenai Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, setidaknya ada delapan fungsi keluarga. Delapan fungsi keluarga itu adalah jembatan menuju terbentuknya sumberdaya pembangunan yang handal. Fungsi keluarga pertama adalah fungsi keagamaan. Maksudnya, keluarga berfungsi sebagai wahana persemaian nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan agamis yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain fungsi keagamaan, keluarga juga memilik fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, serta fungsi melindungi. Keluarga merupakan tempat awal seorang anak manusia bersosialisasi, mendapatkan kasih sayang serta mendapatkan perlindungan. Di samping itu, keluarga juga memiliki fungsi penting untuk melanjutkan keturunan atau fungsi reproduksi. Setelah ada anak, fungsi keluarga bertambah sebagai wadah sosialisasi dan pendidikan, serta fungsi pembinaan lingkungan. Yang paling vital, keluarga juga memiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga. Mengingat fungsi-fungsi keluarga tersebut serta pentingnya peran keluarga dalam sistem sosial, maka keluargalah yang harus mendapat prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Membangun sumber daya pembangunan yang berkualitas, tak pernah lepas dari peran keluarga. Pembangunan bangsa dan negara yang berhasil berawal dari keluarga sejahtera. Sekali lagi, semua berawal dari keluarga.
22
Pentingnya Membangun Keluarga Sejahtera Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Konsep keluarga sejahtera inilah yang mendasari konsep ketahanan keluarga. Sesunggunya pembangunan keluarga sejahtera adalah upaya optimalisasi fungsi-fungsi keluarga yang sudah disebutkan sebelumnya. Fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih serta fungsi melindungi berkaitan langsung dengan ketahanan keluarga. Untuk mengoptimalkan keempat fungsi ini dapat ditempuh dengan memaksimalkan kegiatan bina keluarga, seperti BKB, BKR, dan BKL. Mengoptimalkan keluarga sebagai fungsi reproduksi dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, terutama menyangkut kesehatan reproduksinya. Untuk hal ini, perlu diintensifkan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) di berbagai tingkat serta kepada seluruh anggota keluarga. Untuk orangtua misalnya, harus ditanamkan bahwa menikahkan anak di usia yang cukup dewasa adalah lebih baik dibandingkan menikahkan anak di usia dini. Program pengaturan jarak kelahiran juga perlu disosialisasikan. Bagi remaja, KIE misalnya berupa penekanan untuk tidak melakukan seks bebas pranikah. Akan tetapi, menurut Curran (1983), keluarga sehat tidak hanya secara reproduksi, tetapi juga secara mental. Curran menjelaskan sifat keluarga sehat, antara lain ada komunikasi dan di dengar, mendidik dan ada percakapan, saling memperkuat dan mendukung satu dengan yang lain, mendidik untuk respek pada orang lain, mengembangkan rasa saling percaya, memiliki selera bermain dan humor, adanya keseimbangan dalam interaksi antar anggota keluarga. Ada sharing atu berbagi tentang waktu yang menyenangkan, memperlihatkan suasana saling tukar tanggung jawab, menjalankan mana yang baik dan buruk serta benar dan salah juga mendorong keluarga menjadi lebih sehat. Fungsi sosialisasi pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan juga tak kalah penting untuk dioptimalkan. Semakin mapan sebuah keluarga secara ekonomi, diharapakan semakin baik pula tingkat pendidikan anggota keluarga tersebut. Kondisi ekonomi yang kokoh akan menguatkan fungsi-fungsi lain dalam keluarga. Upaya untuk mengoptimalkan fungsi ekonomi adalah dengan menggerakkan Gerakan Ekonomi Keluarga melalui UPPKS maupun kegiatan sejenis.(*)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
s erba serbi
Sedap Sehat bersama Chef Iwan
S
ahabat Warta Kencana, kami dapur redaksi selalu berusaha untuk menyajikan makanan berkolesterol rendah tapi sehat untuk dikonsumsi. Kali ini kami menyajikan sayuran vitamin yang tidak kalah lezatnya dari daging ayam. Apalagi, bila dimasak dengan penuh cinta kasih oleh ibu saat suami pulang kerja. Semoga tetap harmonis dalam keluarga.
Jamur Masak Cabe Gendot Rasa Krupuk Kulit
Bahan ½ kg jamur supa 3 bungkus sedang kerupuk kulit 5 bh cabe gendot diiris panjang 4 siung bawang putih dicincang 5 bh bawang merah iris tipis 1 bh tomat diris sesuai selera 1 sdm saus tiram 2 sdm minyak goreng untuk menumis ½ sdt mentega campuran tumis garam dan penyedap rasa sesuai selera Cara Memasak - Suwir jamur supa dibersihkan dengan air bersih lalu tiriskan. - Masukkan minyak dan mentega, tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum. - Masukkan cabe gendot, tomat, dan saus tiram. - Masukkan jamur, kerupuk kulit dalam bumbu yang telah harum, masak hingga layu dan matang. - Sajikan dengan nasi panas dan lauk pauk lainnya. Selamat Mencoba!
BKKBN Lembaga Superprioritas
P
ermasalahan kependudukan sekarang ini sama krusialnya dengan masalah lain. Kalau ditanya badan atau lembaga apa yang sepantasnya dijadikan sebuah lembaga superprioritas untuk menangani hal ini? Ya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), selain badan atau kementerian lain yang memang mempunyai keterikatan dengan yang namanya permasalahan kependudukan. Hal itu diungkapkan Suprayitno, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, di sela Gerak Jalan Santai HUT Gerindra di Kacamatan Baleendah Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu. Suprayitno beralasan, sesuai amanat UU Nomor 52 tahun 2009 serta Perpres Nomor 62 tahun 2010, masalah kependudukan menjadi sesuatu yang serius dan ditangani lembaga khusus. “Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan memacu terjadinya ledakan penduduk. Jadi, kalau apa yang sudah digariskan dalam program KB gagal, sudah bisa dipastikan imbasnya sangat besar sekali, baik itu dalam hal kependudukan ataupun di bidang lainnya,” kata Suprayitno. Lebih jauh Suprayitno menjelaskan, program KB akan sukses serta terasa gemanya kalau terus-menerus didorong dan didukung dalam segala hal, baik dari sisi manajemen, finansial, maupun politik. Tidak hanya itu, pemerintah, parlemen, ataupun masyarakat harus terus bahu-membahu dan bekerja sama mewujudkan dan menyukseskan program KB yang lebih berhasil. Salah satu hal yang terus didorong di sisi parlemen adalah anggaran dalam APBN dari tahun ke tahun terus naik. “ S e k a l i lagi menurut pandangan saya yang namanya lembaga BKKBN itu harus jadi sebuah lembaga superprioritas. Sebuah lembaga yang harus terusmenerus di-support baik itu dari sisi anggaran maupun politik,” katanya. (T’SAF)
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011
23
WARTA KENCANA
Alamat Redaksi Kantor BKKBN Provinsi Jawa Barat - Jalan Surapati No. 122 Bandung - Jawa Barat Telp : (022) 7207085 - Fax : (022) 7273605 - Email : kencanajabar@gmail.com
24
Warta Kencana I EDISI 4 TAHUN II MEI-JUNI 2011