d aftar isi
14 | Laporan Utama
Remaja Perlu Tahu Kespro
15 | Jurnal
Lewat Teman Sebaya, Pesan KKB Disampaikan
16 | Jurnal
Media Mitra Strategis Program KKB
17 | Jurnal
Pesona Jawara Mupen On The Road
2|
Cover Story
18 | Jurnal
Risya Putri Apriani
Ruh KB adalah Perencanaan Keluarga
R
isya Putri Apriani. Dialah peraih gelar Duta Mahasiswa KKB Jawa Barat 2012. Perempuan yang akrab disapa Icha ini lahir di Karawang pada 17 April 1993 lalu. Bersama keluarganya, pemilik akun Twitter @Risyaputri ini kini tinggal di Jalan Jasmine IV Blok A.16 No 20 D’Griya Kosambi Karawang. Saat ini, Icha tercatat sebagai mahasiswa tingkat pertama Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang. Bernyanyi dan aktif di jejaring sosial menjadi kegemaran buah hati pasangan Iwan Efendi dan N Taryati. Dari kegemarannya itu dia meraih The Winner Best Vocal Festival Band Karawang 2010. Gelar lainnya, sekaligus tiket yang mengantarnya dalam ajang Duta Mahasiswa Jabar, adalah Juara Duta Mahasiswa KKB tingkat Kabupaten Karawang 2012.(NJM)
19 | Jurnal
4 | Wawancara
22 | Jurnal
Tokoh Agama Perlu Menyamakan Persepsi tentang Program KB
6 | Laporan Utama
9|
Laporan Utama
Lain Pantura, Lain Kumuh Perkotaan
11 | Laporan Utama
Program KB Jampersal untuk Menurunkan Kematian Selamatkan Ibu Jawa Ibu Barat 2
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
Cuma Gubernur Jabar yang Paham Program KB
20 | Jurnal
Persib Nu Aing, KB Nu Aing! Saatnya Mengenalkan KKB Melalui Dongeng
23 | Serba-serbi
Ayi Beutik :Nyieun Gol Saloba-loba, Nyieun Budak Mah Dua Oge Cukup!
e ditorial WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.
Pemerataan Kualitas Pelayanan Ber-KB
Pemimpin Umum Kepala BKKBN Jawa Barat Ir. Siti Fathonah, MPH. Dewan Redaksi Drs. H. Saprudin Hidayat Drs. Eli Kusnaeli, M.Pd. Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Drs. Rudy Budiman Drs. Soeroso Dasar, MBA Pemimpin Redaksi Drs. Rudy Budiman Wakil Pemimpin Redaksi Elma Triyulianti, S.Psi. Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Chaerul Saleh Managing Editor Najip Hendra SP Fotografer Toni Fathoni Dodo Supriatna Humas BKKBN Jabar Tata Letak Litera Media Grafika Kontributor Nurjaman, S.Pd. IPKB Jawa Barat Sirkulasi Ida Farida Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.jabar.bkkbn.go.id Percetakan Litera Media - 081320646821
K
ita berpegang pada satu diktum. Semua warga negara berhak mendapat pelayanan program keluarga berencana (KB). Diktum ini dengan sendirinya “instruksi� bagi pengelola program untuk tidak membeda-bedakan tempat pelayanan: kota atau desa, pegunungan atau pesisir, punggungan atau legokan. Kaya atau miskin sama saja. Bedanya, orang kaya membayar sendiri, orang miskin dibayari pemerintah. Kalau sudah begitu, tentu pelayanan di Kota Bandung haruslah memiliki kualitas yang sama dengan Pantai Utara Jawa (Pantura) seperti Karawang atau Indramayu. Faktanya, sebagian masyarakat di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (Galciltas) masih belum bisa menikmati pelayanan ideal. Selain soal akses dan ketersediaan tenaga medis, perbedaan budaya turut menjadi pemicu rendahnya kepesertaan ber-KB di daerah galciltas. Bila bicara akses, banyak di antara mereka yang berkeinginan untuk menjarangkan kelahiran namun tidak terlayani karena tidak bisa mengakses tempat-tempat pelayanan. Di sisi lain, petugas menghadapi kesulitan yang sama ketika akan melayani masyarakat di sana. Lebih menyedihkan lagi, kesulitan terhadap pelayanan KB dan kesehatan telah mengakibatkan tidak terselamatkannya ibu maupun bayi saat melahirkan. Tingginya angka kematian bayi pun menjadi sesuatu yang sulit terhindarkan. Tenaga kesehatan lain lagi. Masih terdapat rentang kualifikasi tenaga kesehatan antara daerah urban dengan daerah rural. Setali tiga uang adalah ketersediaan fasilitas pelayanan. Sejauh ini, pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya bisa dilaksanakan di rumah sakit dengan fasilitas memadai. Tentu saja, hanya bisa dilakukan oleh tenaga terlatih. Persoalan budaya tak kalah pelik. Pantura yang bercorak pesisir misalnya, memiliki karakteristik budaya yang berbeda dengan pegunungan seperti Cianjur atau Kabupaten Bandung. Di Pantura, untuk bertemu dengan calon peserta KB, petugas harus menunggu berhari-hari bahkan berminggu. Padahal, di daerah lain hal itu bisa dilayani oleh pelayanan statis atau puskesmas terdekat. Sudah menjadi komitmen BKKBN Jawa Barat untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada seluruh lapisan masyarakat, terlebih bagi mereka yang selama ini belum terlayani dengan baik. Pantura dan legokan sebagai representasi daerah galciltas di Jawa Barat menjadi prioritas karena memang di sanalah sejumlah kesulitan dalam pelayanan kerap muncul. Benang merahnya adalah bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan berkualitas. Jangan sampai masyarakat miskin harus membayar ketika akan menjadi peserta KB. Dan, kualitas juga ditentukan ketersediaan alat kontrasepsi yang diinginkan masyarakat. Tentu, BKKBN tidak berjalan sendiri. Menggandeng lembaga lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan kependudukan menjadi keniscayaan. Kemitraan strategis menjadi sebuah upaya memberikan pelayanan berkualitas secara merata kepada masyarakat.(*) Rudy Budiman Pemimpin Redaksi
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
3
w awancara
Wawancara Khusus dengan Ketua Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan Jawa Barat Prof. Dr. H. Rachmat Syafei
Tokoh Agama Perlu Menyamakan Persepsi tentang Program KB Tokoh agama menjadi salah satu saluran utama untuk menyampaikan program KB. Sebagai opinion leader, mereka dianggap mampu menjadi corong informasi bagi masyarakat. Sayang足nya, pemahaman kelompok agamawan terhadap program KB belum senada. Nada minor hingga sikap acuh tak ac uh masih tampak di beberapa kalangan agamawan. Bagaimana hal itu terjadi, berikut wawancara khusus Warta Kencana dengan Prof. Dr. H. Rachmat Syafei, Ketua Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) Jawa Barat yang juga Ketua MUI Jawa Barat untuk masalah fatwa, di kantor BKKBN Jabar pada 29 Maret 2012 lalu.
4
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
Program KB masih menjadi polemik, sebenarnya bagaimana masyarakat memahami KB? Polemik ber-KB boleh jadi muncul akibat masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap KB itu sendiri. Pengalaman saya selama berhadapan dengan masyarakat atas nama MUI (Majelis Ulama Indonesia, red), banyak masyarakat mehamami persoalan KB secara keliru. Maklum, mereka berpikir secara fikih, bukan nasional. Sebagian kalangan menilai bahwa KB terlalu individual, bukan masalah bersama. Dari kalangan mana saja datangnya penilaian itu? Sebagian besar tentu saja dari masyarakat miskin. Ini bisa dipahami karena masyarakat miskin pada umumnya pendidikannya rendah. Memang banyak juga masyarakat kita yang berpendidikan tinggi, tapi mereka tidak memahami program KB sehingga tidak dianggap penting.
w awancara masalah dulu. Ini masalahnya, bagaimana menyelesaikannya. Tidak dipaksakan. Itu yang paling penting.
Bagaimana dengan kalangan agamawan? Kami mengakui kalangan agamawan juga memiliki pemahaman tidak merata. Untuk agama Islam misalnya, masih banyak ulama yang menganggap KB merugikan karena berkaitan dengan kuantitas penduduk. KB yang dimaknai sebagai pembatasan kelahiran disinyalir akan menurunkan populasi umat Islam di kemudian hari. Daerah Cianjur, Sukabumi, Bandung Barat menghadapi masyarakat seperti itu. Apa alasan para ulama sehingga berpikir demikian? Selain dengan alasan jumlah penduduk, ada ulama yang melihat KB sebagai program pemerintah sehingga yang harus bertanggung jawab adalah pemerintah. Mereka tidak melihat program KB sebagai sesuatu yang harus mereka pahami. Kalau di kalangan muda terpelajar? Di kalangan terpelajar, pemahaman ber-KB juga terbilang rendah. Sebagai contoh, ada mahasiswa saya yang bertanya, apakah boleh saya menunda kehamilan karena sedang kuliah? Saya jawab sangat boleh. Pertanyaannya apakah dosa enggak? Durhaka enggak? Mereka melihat dari sudut pandang fikih. Persoalannya terletak pada pemahaman kalangan agamawan. Masih ada suudzon di kalangan beberapa agamawan. Pandangan lain sebagian besar menilai bahwa KB bukan masalah utama, melainkan urusan pribadi. Pandangan bahwa ekonomi adalah yang utama masih sangat melekat di masyarakat, termasuk para kyai. Menurut Anda, bagaimana persoalan KB dari sudut pandang agama?
Seperti apa misalnya? Misalnya mengenai persoalan nikah muda, ingin masalah konkret. BKKBN selama ini concern pada pendewasaan usia perkawinan (PUP). Ini harus disampaikan oleh para agamawan kepada umat masing-masing. Apa sebenarnya yang dimaksud PUP? Apakah larangan menikah atau punya anak? Bukan itu, tapi bagaimana menunda dulu. Harus ada panduan secara konkret. Misalnya dijelaskan bagaimana risiko yang akan dihadapi ketika menikah muda, misalnya menyangkut kesiapan psikologi dan tentu masalah finansial. Umat menunggu panduan-panduan konkret itu. Artinya, harus ada semacam fatwa mengenai KB? Soal fatwa tentu sangat bagus. Sungguh pun bukan negara Islam, tapi kan mayoritas penduduk ini adalah Muslim. Menyangkut fatwa secara keseluruhan, ada tiga kelompok dalam menanggapi fatwa. Ada yang menilai tidak perlu, kemudian ada yang menilai sangat membutuhkan, ada yang tidak bersikap.
Pengurus Fapsedu Provinsi Jawa Barat
Bagi saya, KB adalah satu kebutuhan mendesak untuk menangani masalah kependudukan. Dalam agama kan jelas, bahwa menghadapi persoalan itu dengan berbagai cara asal tidak bertentangan dengan prinsip agama. Di sini tidak ada prinsip agama yang dilanggar. Masalahnya hanya terletak pada rendahnya pemahaman agama itu sendiri.
Nah, yang menganggap masyarakat membutuhkan fatwa ulama tentang berbagai persoalan masih sangat banyak. Maklum karena sebagian masyarakat kita yang kurang memiliki pemahaman yang baik tentang masalah-masalah keagamaan, sehingga membutuhkan panduan. Masyarakat secara agamis membutuhkah fatwa.
Apa yang harus dilakukan? Berarti harus ada fatwa ber-KB? Pertama, perlu penyamaan persepsi, jangan muncul su’udzon. Jangan sepotong-sepotong. Ini lho persoalannya, bagaimana mengatasinya? Masalah kependudukan berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Dengan demikian, perlu orientasi pemahaman dan penyamaan persepsi tentang program KB. Berarti itulah yang akan dilakukan Fapsedu? Saya sebagai ketua Fapsedu membuat suatu program untuk menyamakan persepsi di kalangan pemangku agama secara terbuka, tidak harus berdebat. Bukan langsung hukum, tapi
Terkait dengan fatwa ber-KB, itu sangat bagus. Walaupun sampai pada fatwa wajib ber-KB mah tidak akan sampai. Paling mungkin adalah untuk kasus-kasus tertentu yang sifatnya darurat baru dinyatakan wajib. Moderatnya, dianjurkan ber-KB. Sesuai dengan anjuran agama pada kondisi ini, sunah itu dalam darurat baru wajib. Misalnya begini, seorang perempuan berisiko hamil, maka fatwanya ber-KB menjadi wajib. Contoh lainnya untuk sebuah keluarga yang sudah beranak banyak namun kemampuan ekonominya pas-pasan, sehingga bila punya anak lagi akan memicu masalah-masalah lebh besar lagi. Artinya, fatwa bisa diberikan kasus per kasus.
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
5
l aporan utama
Peninjauan ke Pesisir Pantai Selatan
Program KB Menurunkan Kematian Ibu Jawa Barat tak hanya dikenal sebagai provinsi dengan jumlah penduduk paling gemuk di Indonesia. Fakta mencengangkan terungkap saat berlangsungnya rapat kerja nasional (Rakernas) program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di Jakarta pertengahan Februari 2012: Jabar tercatat sebagai provinsi dengan angka kematian ibu tertinggi di tanah air.
D
ata Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengungkap, sepanjang 2010 jumlah ibu yang meninggal dunia saat melahirkan tercatat mencapai lebih dari 11 ribu orang. Dari seluruh provinsi, Jabar merupakan daerah dengan angka kematian ibu terbanyak, diikuti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Jawa Timur.
6
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
Menengok data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada 2010 kematian ibu melahirkan berjumlah 794 kasus. Sementara jumlah kelahiran hidup berjumlah 685.247 orang. Angka kematian ibu (AKI) tersebut menurun dibanding 2009 sebanyak 814 kasus, namun naik dibanding tiga tahun sebelumnya. Pada 2006 lalu, jumlah kematian ibu melahirkan masih di bawah 700 kasus. Untuk 2010, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor menjadi penyumbang terbesar kematian ibu, masing-masing 76 dan 74 kasus. Adapun Kota Cirebon dan Kota Bandung tercatat sebagai daerah dengan AKI terendah, masing-masing tiga dan dua kasus. Proporsi ini tampaknya berbanding lurus dengan jumlah penduduk di masing-masing daerah tersebut. Mengacu kepada hasil Sensus Penduduk (SP), penduduk Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor masing-masing berjumlah 2,16 juta jiwa dan 4,76 juta jiwa. Sementara itu, Kota Cirebon dan Kota Banjar dihuni masing-masing 295.764 jiwa dan 175.165 jiwa. Dilihat penyebabnya, sebagian besar kematian ibu di Jawa Barat terjadi akibat pendarahan (35 persen). Kemudian sekitar
l aporan utama 23 persen akibat hipertensi dalam kehamilan, partus lama dan abortus masing-masing 1 persen, infeksi sekitar 5 persen, dan 35 persen lainnya akibat kasus beragam. Kantung-kantung kasus pendarahan terdapat di Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasik, Indramayu, Karawang, Kota Bandung. Sementara kasus hiperensi dalam kehamilan terdapat di Bogor, Cianjur, Bandung, Tasik, Cirebon, Indramayu, Karawang. Adapun kasus lainnya terdapat di Bogor, Cianjur, Bandung, Ciamis, Cirebon, Purwakarta, Indramayu, Karawang, Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya. Berbicara saat pencanangan Bakti Ikatan Bidan Indonesia (IBI) 2012 di Bandung pada 1 Maret 2012 lalu, Ketua Pengurus Daerah (PD) Jawa Barat Tuti Nurhayati mengungkap ada sejumlah penyebab lain yang menyumbang angka kematian ibu di Jawa Barat. “Ada tiga keterlambatan yang turut memicu kematian ibu. Pertama, terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan. Kedua, terlambat mencapai fasilitas kesehatan. Ketiga, terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan,” ungkap Tuti. Di sisi lain, ada “Empat Terlalu” yang juga memicu kematian.
Tuti mengingatkan, kontrasepsi hormonal sangat merugikan kesehatan perempuan karena peserta KB yang bersangkutan mendapat asupan hormon secara terus-menerus. Di sisi lain, ketidakdisiplinan dalam menjalani program, baik suntik maupun pil, berpotensi memicu kehamilan. Dengan begitu, program KB menjadi tidak efektif. “IBI mendorong para bidan anggota kami agar menganjurkan ibu melahirkan menggunakan kontrasepsi nonhormonal, terutama MKJP. Namun demikian, bidan tidak bisa memaksa karena pada dasarnya pilihan itu ada pada setiap perempuan. Mereka yang sesungguhnya memilih akan menggunakan kontrasepsi jangka pendek atau jangka panjang, hormonal atau nonhormonal,” tegas Tuti. Komitmen IBI sebagai asosiasi profesi, imbuh Tuti, adalah mengingatkan para ibu secara berkesinambungan. Hal ini dianggapnya penting karena setiap peserta KB bisa berubah pikiran seiring perjalanan waktu. “Kami juga akan terus bekerja sama dengan petugas lapangan KB maupun tenaga penggerak desa untuk meningkatkan kesertaan ber-KB,” kata Tuti.
Optimalisasi Mobil Unit Pelayanan KKB
Pertama, terlalu muda punya anak, terutama memiliki anak pertama sebelum usia 20 tahun. Kedua, terlalu banyak melahirkan. Ketiga, terlalu rapat jarak melahirkan. Keempat, terlalu tua untuk mempunyai anak. Empat hal yang dianggap terlalu tersebut, imbuh Tuti, erat kaitannya dengan program KB. “Program KB berkaitan erat dengan upaya menekan angka kematian ibu di Jawa Barat. Ini tidak lepas dari kiprah KB dalam upaya pendewasaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, dan pembatasan kelahiran. Empat hal yang dianggap terlalu tadi bisa diselesaikan dengan program KB,” tegas Tuti. Karena itu, secara kelembagaan PD IBI Jabar menganjurkan setiap ibu melahirkan untuk menjadi peserta KB, terutama metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Pilihan pada MKJP tidak lepas dari kemungkinan resistennya tubuh terhadap hormon dalam alat kontrasepsi.
*** Program KB tak lagi berkutat pada persoalan pemakaian alat kontrasepsi. Lebih dari itu, paradigma KB kini mengalami perluasan makna ke arah peningkatan kualitas keluarga maupun penekanan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi. Inilah benang merah sekaligus penegasan komitmen Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat untuk ambil bagian dalam upaya menekan angka kematian ibu. Berbicara di hadapan anggota IBI di Bandung beberapa waktu lalu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Siti Fathonah mengingatkan masih tingginya AKI di Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 5 juta ibu hamil di Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat 15 ribu-17 ribu yang meninggal akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas. Artinya, setiap ibu meninggal dalam dua jam.
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
7
l aporan utama Jumlah ini termasuk tinggi dibanding target MDGs yang menetapkan angka kematian ibu (AKI) 102/100 ribu kelahiran hidup. Sementara hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan AKI di Indonesia masih berkisar pada angka 228/100 ribu kelahiran hidup. “BKKBN berkomitmen untuk berupaya keras menekan AKI di Jawa Barat. Komitmen ini sejalan dengan nota kesepamahan antara BKKBN dan IBI Pusat tentang revitalisasi program KB dan mendukung percepatan pencapaian mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera serta meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB, MKJP dan kesehatan reproduksi,” papar Fathonah. Peningkatan kualitas pelayanan KB berkaitan erat dengan penurunan kematian itu. “Setiap ibu hamil memiliki risiko kematian. Apabila ikut KB, berarti terhindar dari kehamilan dan pada akhirnya terhindar dari terjadinya kematian saat melahirkan,” tandas Fathonah seraya menambahkan, “Bila semua ibu ikut program KB dan persalinan ditangani dengan baik, maka risiko kematian ibu saat melahirkan akan berkurang.” Lebih jauh Fathonah menjelaskan, sepanjang 2012 ini BKKBN Jabar mengagendakan pelatihan bagi 1.500 tenaga penggerak desa atau kelurahan (TPD/TPK). Ada lagi orientasi teknik KIE dan konseling PKBR bagi pendidik sebaya, latihan dasar umum (LDU) bagi petugas lapangan KB (PLKB), refreshing bagi 372 PLKB dan PKB, dan pelatihan komunikasi interpersonal (KIP). Semua itu dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tenaga medis juga menjadi perhatian utama BKKBN Jabar untuk menekan AKI. Sepanjang tahun ini, BKKBN akan memberikan pelatihan IUD dan implant bagi 707 bidan dan 511 dokter. Ada lagi pelatihan KIP bagi 1.152 bidan. Kemudian, pelatihan MOP dan MOW bagi dokter masingmasing 117 orang dan 118 orang. “Kami berharap kerja keras kita dalam beberapa tahun terakhir membuahkan hasil terbaik. Indikator kualitas pelayanan maupun AKI akan kita ketahui bersama dengan melihat hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) yang akan dilaksanakan tahun 2012 ini,” papar Fathonah. *** Program KB dan bidan merupakan dua komponen penting dalam upaya menekan angka kematian ibu. Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Heryawan menilai keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. KB sangat penting karena di dalamnya mengatur kelahiran, sementara bidan merupakan pihak yang secara langsung berhubungan dengan ibu melahirkan. Karena itu, Netty meminta para bidan untuk terus meningkatkan pengetahuan, baik secara keilmuan maupun praktik. Penguasaan metode baru juga dibutuhkan mengingat perkembangan ilmu dan teknologi kian maju. “Bidan urusannya menyelamatkan ibu dan bayinya,” ujar Netty saat menghadiri pencanangan Bakti IBI Jawa Barat 2012 lalu. Bagi Netty, bidan adalah salah satu profesi tertua di muka bumi. Seorang bidan menjalankan tugas membangun peradaban manusia. Bidanlah yang menyaksikan dan
8
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
Pelayanan Medis oleh Bidan menangani awal mula peradaban manusia. ”Sosialisasi mengenai pola pengasuhan, pendewasaan usia pernikahan, juga edukasi pilihan-pilihan kontrasepsi,” paparnya. Di bagian lain, Netty menilai program KB berperan besar dalam pendewasaan usia perkawinan yang pada akhirnya mampu menekan kematian ibu. Sayangnya, upaya ini berbenturan dengan budaya nikah muda yang masih melekat di masyarakat. “Para orang tua masih memiliki pola pikir yang salah terutama terhadap anak gadisnya. Daripada mereka dibiarkan tidak sekolah (karena tidak ada biaya) atau hanya diam di rumah, lebih baik dinikahkan saja,” Netty menyesalkan. “Para orang tua hendaknya memiliki wawasan yang cukup luas mengenai bahaya yang terjadi jika anak melakukan pernikahan di usia dini. Seorang anak yang menikah usia dini berpengaruh terhadap kondisi biologisnya, karena anak usia dini reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan,” tambahnya. Netty meminta pengelola program KB terus mendorong dan mengedukasi masyarakat untuk lebih memahami pendewasaan usia perkawinan. “Kita harus mampu melakukan edukasi tentang pilihan-pilihan penggunaan alat kontrasepsi. Keluarga prasejahtera atau keluarga sejahtera I punya pilihan aman untuk ber-KB, yakni kontrasepsi jangka panjang,” pungkas Netty. (ZDN/NJP)
l aporan utama
Pemeriksaan Kesehatan di Daerah Galciltas
Lain Pantura, Lain Kumuh Perkotaan
E
dy Purnomo tampak begitu santai memandangi layar komputer di depannya. Pada saat bersamaan, tangan kanannya memegang tetikus yang sesekali diklik untuk memilih opsi di komputer itu. “Maaf ya, saya ngeprint dulu,” kata Edy. Tak lama kemudian, “Mending sambil menunggu cetak selesai, kita bisa wawancara.” Dalam wawancara di kantornya itu, Kepala Sub Bidang Bina Kesertaan Keluarga Berencana Wilayah Sasaran khusus Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat ini menjelaskan, tahun ini prioritas pelayanan diberikan kepada wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura) dan daerah kumuh perkotaan. BKKBN juga menyisir legokan-legokan yang tersebar di Jawa Barat. “Daerah-daerah itu relatif unik,” ungkap Edy. Budaya Pesisir Edy menjelaskan, Pantura yang bercorak pesisir memiliki karakteristik budaya yang berbeda dengan pegunungan atau daerah lainnya. Secara administratif kawasan Pantura meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi. Untuk bertemu dengan calon peserta KB, petugas harus menunggu berhari-hari bahkan berminggu. Padahal, di daerah lain hal itu bisa dilayani oleh pelayanan statis atau
puskesmas terdekat. “Pantura itu penduduknya datang dari wilayah di luar Pulau Jawa dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Kondisi itu tentunya akan mempengaruhi sikapnya dalam ber-KB. Mereka mencari ikan tentu tak sebentar. Pulangnya pun tak menentu. Jadi, bertemu dengan mereka itu harus dengan keberuntungan,” ujar Edy tersenyum. Itu dari segi kuantitas, bagaimana dengan kualitasnya? Menurut Edy, saat ini sedang diupayakan agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan KB lebih berkualitas. Edy tidak memungkiri kualitas pelayanan KB di daerah pinggiran masih kalah dibanding kota-kota besar. “Pelayanan berkualitas ini misalnya jangan sampai terjadi kegagalan pemakaian kontrasepsi. Pelayanan KB untuk masyarakat miskin jangan sampai harus membayar mahal. Selain itu, metode yang diinginkan masyarakat harus tersedia,” kata Edy. Apalagi, lanjut Edy, ini menyangkut kesehatan seseorang. Selama ini tenaga medis di daerah-daerah pinggiran masih sangat kurang, terutama untuk pelayanan medis operasi pria (MOP) atau KB pria. “Banyak akseptor yang urung karena kekurangan tenaga medis itu. Dengan menetapkan wilayah Pantura sebagai sasaran khusus, semoga para akseptor dapat terlayani,” ujar Edy. Untuk menggarap kedua daerah tersebut, pihaknya bersinergi dengan instansi terkait. Terutama yang berkaitan
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
9
l aporan utama dengan kesehatan, tenaga kerja, pendidikan, dan lainnya. “Setiap kita melakukan pelayanan (kontrasepsi), hampir dapat dipastikan kita tak bisa bekerja sendiri, apalagi untuk MOP atau MKJP lainnya,” ungkapnya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemilihan metode kontrasepsi dan kepesertaan KB mulai bergeser. Bila sebelumnya KB lebih difokuskan bagi perempuan, kini mulai bergeser kepada pria. Metode ber-KB juga mulai bergeser ke jangka panjang alias MKJP dari yang sebelumnya berkutat pada pil dan suntik. “Memang perubahan itu belum spektakuler,” ungkap Edy. BKKBN juga mencoba menerapkan model MLM atau multilevel marketing untuk menyasar KB pria. Dari 20 peserta MOP misalnya, mereka didorong menjadi tenaga motivator untuk bercerita mengenai KB pria. Mereka diberi pelatihan khusus oleh penyuluh KB di tempat mereka. “Semoga mereka dapat menularkan pengalamannya mengenai KB kepada para pria di daerahnya. Dengan begitu, peserta KB Pria terus bertambah,” ungkap Edy. Reproduksi Kemiskinan Itu cerita Pantura. Lain lagi dengan kumuh perkotaan. Di daerah ini, masyarakatnya sangat dinamis. Hampir seluruh anggota keluarga bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Itu berlangsung setiap hari, dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam. “Ada yang mulung, ngamen, jualan, tukang sampah. Sehingga mereka sulit untuk ditemui.,” kata Edy. Kondisi ini diperburuk dengan eratnya ikatan komunal di antara mereka. Pergaulan mereka masih dalam lingkungan itu. “Kecenderungannya, keluarga miskin akan kawin dengan keluarga miskin. Hasilnya keluarga miskin lagi. Itulah kenapa perlu perlakuan
khusus,” ungkap Edy. Kecenderungan fertilias mereka pun masih sangat tinggi. Sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad) Budi Rajab menilai kemiskinan terus mereproduksi dirinya sendiri. Dia mencontohkan, bila orang tuanya seorang pemulung, maka langsung atau tidak langsung anaknya akan menjadi pemulung. “Jadi, di sinilah harus ada intervensi pemerintah untuk menanggulangi atau memotong kemiskinan itu,” ujar Budi. Dalam keluarga miskin pun selalu ada pembagian kerja. “Misalkan ayahnya dagang bakso. Anaknya mulung. Itu cara mereka bertahan. Apalagi, dalam pikiran mereka, tidak ada korelasi antara pendidikan semisal SMP atau SMA dengan peningkatan pendapatan,” ujar Budi. Bagi masyarakat miskin, anak adalah investasi. Semakin banyak anak, maka semakin besar pula pendapatan mereka. Kepemilikan anak juga merupakan strategi bertahan hidup. Logika yang berkembang, bila salah satu anaknya meninggal, maka orang tua masih memiliki “cadangan”. Karakteristik masyarakat miskin perkotaan itu menjadi pekerjaan besar BKKBN Jawa Barat. Edy mengaku masih kesulitan untuk menembus daerah ini. “Mereka memang mudah ditemukan, karena pemukiman mereka terkonsentrasi. Namun untuk mengakses ke sana, kita mesti nembus jaring perlindungannya. Masih harus menunggu para preman yang menjaga di sana,” ujar Edy. (NJM)
PENCAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA PROGRAM KB TAHUN 2012 BKKBN PERWAKILAN PROVINSI JAWA BARAT S. D. MARET 2012
10
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
l aporan utama
Drs. Yudi Suryadi
Jampersal untuk Selamatkan Ibu Jawa Barat
A
ngka kematian ibu saat melahirkan yang tertuang dalam Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 mengagetkan banyak pihak. Dengan angka 228 per 100.000 kelahiran atau 28 kematian per hari, Indonesia termasuk salah satu negara paling rentan kematian ibu. “Program KB berkaitan erat dengan upaya menekan AKI atau angka kematian ibu,” kata Kepala Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat Yudi Suryadi ketika ditemui Warta Kencana awal April lalu. “Jampersal atau Jaminan Persalinan merupakan upaya menekan AKI dan angka kematian bayi (AKB) yang terintegrasi dengan pelayanan program KB,” tambah Yudi. Jampersal yang merupakan pengembangan dari program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), papar Yudi, menjadi salah satu upaya mencapai target Millenium Development Goals (MDG’s) yang mematok target pada tahun 2015 mendatang AKI dapat turun menjadi 102 dan AKB turun menjadi 23. Untuk keperluan program ini, Yudi memastikan pihaknya memberikan dukungan penuh. “Selain dukungan alat kontrasepsi, kami juga menyiapkan sarana pelayanan KB dan melakukan pendataan ibu hamil. Selain itu, BKKBN membantu memberikan informasi dan edukasi serta konsultasi kepada masyarat. Lebih dari itu, kami memberikan pelatihan kepada tenaga medis mengenai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP),” terang Yudi. Mengingat tingginya jumlah kelahiran dan keguguran, maka perencanaan kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini bisa dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi. Juga
melalui KB pascapersalinan dan pascakeguguran. Lebih jauh Yudi menjelaskan, Jampersal tidak hanya mencakup masyarakat miskin. Pelayanan juga tidak melulu di tempat-tempat pemerintah. Bidan dan dokter praktik mandiri pun bisa melayani Jampersal. Syaratnya, mereka sudah memiliki perjanjian kerjasama dengan Dinas Kesehatan kabupaten atau kota sebagai pengelola program yang bertindak atas nama pemerintah daerah. Mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan No 2562/MENKES/PER/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jampersal, Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di kabupaten dan kota setempat. “Puskesmas mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal sesuai usulannya. Pembayaran atas pelayanan ini diklaimkan kepada pengelola program Jampersal,” ungkap Yudi. Mengingat panjang rentang birokrasi, Yudi berharap semua pihak melakukan koordinasi dengan baik. Koordinasi harus dilakukan mulai petugas lapangan KB (PLKB), fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit), Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD Kabupaten/Kota yang menangani program keluarga berencana serta BKKBN Provinsi. Dengan demikian, kehadiran Jampersal diharapkan dapat mengurangi AKI dan AKB. Artinya, Jampersal diharapkan mampu menyelamatkan ibu melahirkan. (NJM)
EDISI EDISI 7 7 TAHUN TAHUN III III MARET-APRIL MARET-APRIL 2012 2012
11
l ensa
1
3
2
4
5
6 8
7
12
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
l ensa 9
10 11
13
12
14
15
16
17
18
1. Foto bersama Rakerda 2012. 2. Lady Rocker Mel Sandy, bintang tamu Pemilihan Duta KKB Jabar. 3. Hore menang doorprize Koperasi. 4. Suasana RAT Koperasi Warga Kencana tahun 2012. 5. Panitia Pemilihan Duta KKB Jabar. 6. Berpose sebelum pelantikan PNS. 7. Foto bersama Penutupan Bakti IBI. 8. Dinamika kelompok pengelola lini lapangan. 9. Diskusi program KKB Jabar. 10. Foto bersama pengurus daerah
Koalisi Kependudukan Jawa Barat. 11. Penandatanganan Pakta Integritas Antikorupsi. 12. Tim Radio Swara Rugeri Garut usai talkshow Kespro bersama Viking. 13. Kesepahaman BKKBN-Apindo Jabar. 14. Duo pemyiar Viking. 15. Latihan kreativitas UPPKS. 16. Latihan kreativitas UPPKS. 17. Kabid KSPK membuka Pemilihan Duta KKB Jabar. 18. Temu kelompok UPPKS.
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
13
l aporan utama
Edukasi Kesehatan Reproduksi
i
urul Andin
Mutiara N
Remaja Perlu Tahu Kesehatan Reproduksi
B
agi sebagian besar masyarakat, berbicara seksualitas dan kesehatan reproduksi masih dianggap tabu dan sensitif. Kesalahan dalam penyampaian bisa saja memicu polemik yang berkepanjangan. Meskipun, sebenarnya tujuannya baik yaitu untuk mengajari masyarakat bagaimana memperlakukan kedua istilah ini. Terhambatnya informasi ini, dapat melemahkan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Sehinga bahaya yang tidak diinginkan dapat timbul. “Upaya penyuluhan tentang seksualitas dan reproduksi bagi kalangan remaja harus didukung oleh semua pihak,” kata Kepala Pusat Studi Wanita Seni dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Juju Masunah, awal April lalu. Usia remaja, sambung Juju, sangat rentan terhadap kehidupan sosial di sekitarnya. WHO mencatat 20 persen remaja usia 15-24 tahun terinfeksi HIV, hampir 13 juta remaja melahirkan dalam satu tahunnya, dan mengalami kekerasan seksual. Bahkan, lanjut Juju, perkawinan anak usia muda 10-18 tahun masih cukup besar yaitu 46,8 persen dari seluruh perkawinan pertama perempuan. “Hal ini, lagi-lagi disebabkan rendahnya pengetahuan dan pembinaan terhadap remaja dalam mempersiapkan kehamilan dan pengasuhan anak,” kata Juju. Di sisi lain, pengaruh globalisasi serta perkembangan teknologi telah turut membantu menyebarkan informasi tentang hubungan seks. “Sementara orang tua tidak bisa mengontrol anaknya, apalagi ketika anaknya di luar rumah. Pendidikan pun ternyata tidak membuat remaja paham akan
14
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
seksualitas dan reproduksi ini. Akhirnya remaja mencoba-coba tanpa tahu akan dampaknya,” ujar Juju. Beberapa bulan lalu, anggota Koalisi Kependudukan ini melakukan penelitian bersama BKKBN Jawa Barat untuk mengetahui profil remaja di Kota Bandung dan karakteristik demografinya. Hasilnya, di Kota Bandung masalah yang banyak menimpa remaja sebanyak 82 persen adalah masalah haid. Disusul penyakit menular seksual sebanyak 8,0 persen dan konsultasi KB sebanyak 4,0 persen. “Masalah kesehatan reproduksi lainnya, masalah pacaran 2,0 persen, seks pranikah 1,0 persen, abortus 1 persen kehamilan tidak diinginkan 1 persen, dan HIV/AIDS 1 persen,” jelas juju. Ditemui terpisah, Duta Remaja Provinsi Jabar 2012 Mutiara Nurul Andini merasa merasa sangat prihatin dengan kondisi remaja saat ini. “Seperti kita tahu, remaja saat ini sudah tidak tabu lagi. Perihal seks bebas, Nafza, HIV/AIDS bahkan mereka sudah berani untuk melakukannnya,” kata Mutiara. Mutiara mencatat, sekitar 60 persen remaja di Jawa Barat sudah tidak perawan. “Sangat miris sekali. Padahal kita itu butuh generasi-generasi yang berkualitas. Karena kita itu lagi masa kritis, kita harus mampu membangun,” ungkap mahasiswa Akademi Kimia Analisis Bogor ini. Perempuan cantik yang menggilai novel dan menyanyi ini menyayangkan banyak remaja belum sadar akan kesehatan reproduksinya. Apalagi seringkali remaja merasa malu untuk bicara pada orang tuanya. Padahal sebenarnya harus dibicarakan dengan keluarga, tidak dengan sembarang orang.(NJM)
j urnal
Lewat Teman Sebaya, Pesan KKB Disampaikan Pemilihan Duta KKB Jawa Barat 2012
P
eran remaja dan mahasiswa dalam mengedukasi program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) begitu istimewa. Ini tidak lepas dari karakter remaja yang lebih senang curhat kepada temannya daripada kepada orang tuanya. Melalui para duta remaja dan mahasiswa inilah pesan KKB akan disampaikan. Hal itu pula yang menjadi catatan penting Linda Herliany, Kepala Sub Bidang Ketahanan Remaja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Bagi Linda dengan pendidikan sebaya ini pesan KKB dapat sampai kepada remaja dengan maksimal. “Kami sangat menyadari bahwa peran remaja dan mahasiswa memiliki peran strategis dalam mengedukasi KKB bagi teman sebayanya,” kata Linda saat ditemui Warta Kencana di sela acara Pemilihan Duta Remaja dan Mahasiswa Generasi Berencana Provinsi Jawa Barat 2012, beberapa waktu lalu. Lebih lanjut Linda menjelaskan, kegiatan ini diikuti 46 remaja dan 21 mahasiswa dari seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat. “Selama dua hari ini, pada hari Sabtu kemarin, mereka telah diberi banyak materi meliputi KKB, kepribadian, kesehatan reproduksi, dan teknik komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE),” kata Linda. Pada hari pertama, lanjut Linda, peserta juga diminta mengerjakan pre test untuk mengukur pemahaman tentang KKB maupun problem remaja secara umum. Pada hari yang sama, peserta diminta menyampaikan pemikirannya tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan KKB. “Selama hari pertama, itu tidak dipertunjukan secara umum,” ungkap Linda.
Selanjutnya pada hari kedua, para peserta menjalani serangkaian penilaian pengetahuan, bahasa Inggris, dan kemampuan di bidang seni. “Pengetahuan yang dimaksud ialah pengetahuan pariwisata. Peserta dipersilakan menyampaikan pemahamannya tentang pariwisata. Peserta juga harus menyampaikan potensi wisata di daerahnya. Semua itu disampaikan dalam bahasa Inggris. Jadi penilaian dapat dilakukan sekaligus,” ungkap Linda. Dalam unjuk kabisa bidang seni, peserta dipersilakan untuk menunjukkan kemampuannya kepada juri. “Kalau mereka bisanya jaipong, maka dia harus menampilkannya. Pada tahap ini, peserta dinilai dari improvisasi, penguasaan audiensi, penghayatan, busana, dan penampilan,” kata Linda. Linda menjelaskan, duta terpilih harus menyampaikan segala pesan kepada sebayanya perihal seksualitas, HIV/AIDS, dan NAPZA atau narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. “Duta terpilih diharapkan menjadi ujung tombak BKKBN dalam mencegah Triad KRR atau kesehatan reproduksi remaja,” ujar Linda. Khusus untuk duta mahasiswa terpilih, selain mendapat tugas tersebut juga akan dikirim untuk mengikuti kontes duta KB di tingkat nasional. Dalam lomba tersebut, Mutiara Nurul Andini dari Kabupaten Bogor tampil sebagai Juara I Duta Remaja Putri. Gelar Duta Remaja Putra diraih Iman Abdurohman dari Kabupaten Tasikmalaya. Sementara itu, Juara I Duta Mahasiswa Putra diraih oleh Eggy Nurginanjar Nugraha dari Kota Bandung. Duta Mahasiswa Putri dimenangkan Risya Putri Apriani dari Kabupaten Karawang.(NJM)
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
15
j urnal
Media Mitra Strategis Program KKB
M
edia massa, baik cetak maupun elektronik, sangat berperan dalam menyampaikan informasi program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di Jawa Barat. Pada saat bersamaan, media juga sanggup memantulkan realitas pelaksanaan program KKB di masyarakat melalui liputanliputannya yang berlangsung sepanjang tahun. Tak berlebihan kiranya bila Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat menilai media sebagai mitra terdepan dalam pelaksanaan program KKB. “Kami keluarga besar BKKBN Jawa Barat mengucapkan
memikirkan, berbicara, dan bertindak tentang KB. Semakin banyak stake holders yang terlibat, semakin tinggi keberhasilan advokasi. Dan, media massa merupakan jembatan penghubung antarpemangku kepentingan tersebut. Dengan begitu, KKB bukan melulu urusan BKKBN. “Saya berharap yang berbicara KB adalah kader PKK, peserta KB, DPRD, hingga gubernur. Jangan hanya kegiatan seremonial seperti pencanangan atau kunjungan pejabat yang menjadi topik berita di media. Yang bukan seremonial itu justru yang menggugah pembaca. Media sejatinya menyajikan apa yang
Kepala Bidang Adpin Rudy Budiman terima kasih kepada seluruh media di Jawa Barat yang telah membantu menginformasikan program-program KKB sepanjang 2011 lalu. Tentu, kami berharap teman-teman media dapat kembali bekerja sama untuk tahun ini maupun tahuntahun yang akan datang. Ke depan, tantangan program KKB akan semakin berat karena itu perlu kerjasama semua pihak untuk menyekseskannya,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Ir. Hj. Siti Fathonah, MPH saat membuka Konsolidasi Pengelola Program KKB - IPKB - Media 2012 yang berlangsung dua hari pada pertengahan Februari lalu. Secara khusus Fathonah meminta media untuk lebih berperan aktif dalam mengadvokasi program KKB. Salah satunya dengan lebih banyak memberikan ruang kepada masyarakat untuk berbicara tentang KKB. “Kalau saya berbicara KB itu sudah biasa. Memang kewajiban saya di situ. Saya sendiri lebih mengepresiasi teman-teman media yang menyajikan pemberitaan KB dari narasumber pihak lain. Media harus memberikan ruang seluas-luasnya kepada publik untuk berbicara program KB,” tegas Fathonah. Inti advokasi, imbuh Fathonah, adalah bagaimana orang
16
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
dilakukan masyarakat, pejabat, pemerintah, dan semua pihak yang terlibat dalam program KB,” tandas Fathonah. Di tempat yang sama, Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi BKKBN Jawa Barat Drs. Rudy Budiman menjelaskan, tahun ini BKKBN Jabar kembali menjalankan program kerjasama dengan sejumlah media. Sepanjang 2012 ini, BKKBN menandatangani nota kesepamahan (memorandum of undestanding) dengan 20 radio lokal di kabupaten dan kota di Jawa Barat, enam radio regional Bandung dan sekitarnya, dan 10 jaringan televisi. Secara umum, kerjasama media elektronik terdiri atas penayangan pesan-pesan KKB melalui iklan layanan masyarakat (ILM), diseminasi informasi, dan supporting event. ILM merupakan paket informasi KKB yang materinya berasal dari tim kreatif BKKBN. Sementara diseminasi informasi dikemas melalui dialog interaktif dan adlips yang diproduksi oleh masing-masing media. Di luar itu, BKKBN siap memfasilitasi kegiatan-kegiatan off air yang digelar media dalam rangka mendukung program KKB. “Kerjasama ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mulai tahun ini, kami akan mendorong media
j urnal untuk lebih atraktif dalam mengemas program dengan cara memberikan keleluasaan kepada insan media. Dalam konteks ini, BKKBN Jawa Barat hanya memberikan fasilitasi mengenai substansi program,” terang Rudy. Mantan Kepala Balai Diklat KKB Bogor mencontohkan, bila sebelumnya kerap didengar sebuah pesan secara langsung dipersembahkan oleh BKKBN, tahun ini tidak lagi. “Pesan ini disampaikan oleh Radio A untuk mendukung program Kependudukan dan KB di Jawa Barat,” Rudy mencontohkan seraya menambahkan, dengan skema ini diharapkan program KKB akan lebih semarak. Dalam kerjasama berdurasi satu tahun ini, BKKBN juga akan lebih mengoptimalkan potensi Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB), baik di provinsi maupun kabupaten dan kota. IPKB yang selama ini lebih terkesan pasif akan dilibatkan secara massif, mulai pemilihan radio dan televisi mitra hingga pengemasan konten program. Lebih dari itu, IPKB yang dihuni praktisi media, pengamat, dan akademisi ini akan dilibatkan dalam pengawasan dan evaluasi program kerjasama. Di samping itu, BKKBN Jawa Barat juga akan memaksimalkan potensi media internal berupa majalah dan website. Majalah Warta Kencana yang terbit sejak tiga tahun lalu didesain sedemikian rupa sehingga mampu menjadi media konsolidasi program bagi seluruh penggerak program KKB di Jawa Barat. Tentu, majalah internal juga berupaya merekam perjalanan program KKB di masyarakat melalui para kontributornya yang tersebar di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Ditemui terpisah, Ketua IPKB Jawa Barat Soeroso Dasar mengaku sangat tersanjung mendapat apresiasi positif dari BKKBN. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad) ini berharap apresiasi BKKBN menjadi pelecut bagi para pegiat IPKB yang sebagian besar merupakan awak media ini untuk terus berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi KKB kepada masyarakat. “Kami akan terus berupaya membangun kesadaran di kalangan jurnalis maupun stake holders lain tentang arti penting program KKB bagi pembangunan sebuah bangsa. Selain melalui media masing-masing, IPKB secara kelembagaan juga sudah menyiapkan sejumlah program kerja,” kata Soeroso.(njp)
Pesona Jawara Mupen On The Road Dipusatkan di Pupuk Kujang Karawang
B
akal ada yang menarik di sepanjang jalur Banten hingga Madura pada 2-12 Mei 2012. Puluhan mupen atau mobil unit penerangan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) ini akan menjalani perjalanan panjang dengan menyinggahi sejumlah kota di setiap provinsi yang dilintasi. Mengapa menarik? Tentu saja karena “mahluk” paling terkenal di lingkungan pengelola program KKB ini akan menyapa masyarakat sepanjang perjalanan. Beberapa kota persinggahan armada jenis sport utilty vehicle (SUV) ini antara lain Cilegon, Jakarta, Karawang, Semarang, Yogyakarta, Madura, dan Gresik. Kepala Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar Rudy Budiman menjelaskan, rombongan Mupen On The Road (MOR) akan berangkat dari kompleks industri strategis Krakatau Steel di Cilegon dan berakhir
operasional mupen,” terang Rudy. Rangkaian kegiatan Jawa Barat dimulai dengan penerimaan kontingen Provinsi DKI Jakarta di pintu Tol Karawang Timur, Kabupaten Karawang, pada Jumat sore, 4 Mei 2012. Rombongan akan konvoi menuju kompleks Pupuk Kujang untuk kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film kolosal pada pukul 19.00 Keesokan harinya, 5 Mei 2012, puncak acara dilangsungkan di kompleks Pupuk Kujang. Acara diawali ucapan selamat datang dari Bupati Karawang dan Direksi PT Pupuk Kujang. Setelah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memberikan sambutan, acara diisi dengan penampilan kesenian daerah, penyerahan CSR dari PT Pupuk Kujang, peninjauan lapangan, dan sarasehan PLKB, TPD, Ketua PIK-Remaja, Karyawan/ti pabrik. “Kami juga memberikan pelayanan KB gratis IUD dan Implan untuk 600 calon
Roadshow Mupen
di Petro Kimia Gresik Jawa Timur. Di Jawa Barat, kegiatan akan dipusatkan di kompleks pabrik Pupuk Kujang di Kabupaten Karawang. “Roadshow bukan semata-mata konvoi kendaraan. Pesona Jawara atau Penggerakkan Sasaran Operasional Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Jawa Madura ini adalah kegiatan kampanye program KKB yang dilakukan secara terpadu. Di dalamnya melibatkan lintas komponen dan lintas sektor pusat dan daerah untuk menggerakkan kembali program KKB dengan memanfaatkan secara optimal
akseptor. Kemudian papsmears kepada 100 PUS, kegiatan Posyandu Pupuk Kujang, gelar dagang UPPKS, dan story telling PHBK bagi kelompok BKB. Rombongan kembali meneruskan perjalanan menuju Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada pukul 14.00,” papar Rudy. Pesona Jawara Mupen on the Road sendiri merupakan terobosan BKKBN. Langkah ini mengukuhkan peran strategis mupen sebagai penyampai informasi KKB kepada masyarakat. “Selama ini, sebagian besar perempuan usia menikah mendapatkan informasi program KB melalui mupen,” terang Rudy.(NJP)
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
17
j urnal
Rakerda Program KKB Jawa Barat 2012
Dr (HC) H. Ahmad Heryawan
Ruh KB adalah Perencanaan Keluarga
K
mengendalikan penduduk di Jawa Barat yang saat B atau keluarga berencana bukan ini berjumlah lebih dari 43 juta jiwa. Pengendalian semata-mata alat kontrasepsi. Secara menjadi sangat penting karena setengah dari hakiki, KB merupakan program laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Jawa Barat perencanaan keluarga yang di dalamnya merupakan hasil migrasi. memiliki dimensi luas, mulai perencanaan “Sekitar 55 persen industri strategis di Indonesia jumlah anak, perencanaan pendidikan, itu adanya di Jawa Barat. Wajar bila kemudian Jawa kesehatan, dan lain-lain. Barat menjadi ‘gula-gula’ yang mengundang banyak Penegasan itu disampaikan Gubernur Jabar orang datang ke sini. Hal ini berdampak pada Ahmad Heryawan saat membuka rapat kerja kebutuhan layanan publik yang harus disediakan daerah (Rakerda) Program Kependudukan dan KB di Aula Soehoed Warnaen Bappeda Jawa H. Ahmad Heryawan pemerintah,” kata Heryawan. Semestinya, imbuh Heryawan, pemerintah pusat Barat, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, Februari lalu. Karena itu, Heryawan mengajak peserta Rakerda untuk melihat memberikan perhatian lebih kepada Jawa Barat karena tingginya jumlah penduduk di Jawa Barat sebagai potensi, dengan jumlah penduduk lebih dari 18 persen di Jawa Barat, maka sebenarnya sama dengan mengurus 1/5 penduduk bukan beban pembangunan. “KB itu kan terjemahan dari family planning yang Indonesia. Artinya, bila pembangunan di Jawa Barat selesai, berarti perencanaan keluarga. Hal ini perlu pemaknaan maka 1/5 Indonesia selesai. Di bagian lain, Heryawan meminta Koalisi Indonesia untuk sesungguhnya sehingga kita bisa merencanakan masa depan dengan lebih baik. Jadi, KB bukan berarti kontrasepsi. Kependudukan dan Pembangunan (Koalisi Kependudukan) untuk lebih berperan aktif memberikan masukan kepada Kontrasepsi itu tool saja,” kata Gubernur. Heryawan juga mengingatkan bahwa kependudukan pemerintah. Kajian dari para pakar kependudukan ini memiliki dampak luas bagi kehidupan, terutama diharapkan bisa menjadi masukan bagi perumusan kebijakan layanan publik. Karena itu, perlu sinergi bersama untuk kependudukan yang akan diambil pemerintah.
18
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
j j urnal
Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Cuma Gubernur Jabar yang Paham Program KB
K
etua Umum Koalisi Kependudukan mengaku sudah bertemu seluruh gubernur di Indonesia. Dari semua yang ditemuinya itu, ternyata hanya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang dianggapnya memahami dengan baik ruh program keluarga berencana (KB). Nah, lho! “Siapa yang ngajarin?” Sonny berbisik kepada Siti Fathonah, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat yang duduk di sampingnya saat menyimak sambutan Ahmad Heryawan. Menjawab bisikan itu, Fathonah hanya tersenyum. “Saya sudah bertemu dengan seluruh gubernur di Indonesia. Saya kaget Pak Gubernur menguraikan konsep family planning secara baik. Banyak gubernur yang nggak ngerti program KB. Pada umumnya mereka mempersamakan KB dengan kontrasepsi. Bahkan, ada salah satu gubernur yang dalam sambutannya minta anak buahnya pakai KB. Bagaimana caranya? KB itu programnya, sementara yang dipakai itu kontrasepsi,” kata Sonny yang pada rakerda tersebut menyampaikan orasi ilmiah dengan tema “Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Jawa Barat dalam Meningkatkan Kualitas SDM.” “Yang disampaikan Pak Gubernur tadi materi saya,” timpal Sonny. Sonny yang juga Ketua Lembaga Demografi Fakultas
Sonny B. Harmadi Ekonomi Universitas Indonesia (UI) menilai banyak kebijakan kependudukan di daerah yang salah kaprah karena kepala daerahnya tidak paham dengan kependudukan itu sendiri. Akibatnya, kependudukan bukan hanya tidak masuk dalam skala prioritas, melainkan dijalankan secara keliru. “Pembangunan hanya akan berhasil bila menjadikan penduduk sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai subjek, pembangunan dilakukan oleh penduduk. Sebagai objek, sasaran pembangunan adalah penduduk itu sendiri,” tandas Sonny.(NJP)
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
19
j urnal
PERSIB NU AING, KB NU AING! Bersama Bobotoh Berantas Triad KRR
B
arangkali tidak satu orang pun, terutama kalangan remaja dan orang dewasa, di Jawa Barat yang tak mengenal Persib Bandung. Klub berjuluk Pangeran Biru ini dikenal sebagai klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat, bahkan merambat hingga ke ibu kota maupun kotakota lain di Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat menyadari betul potensi besar itu. Bagi BKKBN Jabar, bobotoh yang sebagian besar berasal dari kalangan remaja merupakan salah satu sasaran utama program kependudukan dan keluarga berencana (KKB). Dalam hal ini terkait penanggulangan Triad KRR atau bahaya kesehatan reproduksi remaja dan pendewasaan usia perkawinan. Satu per satu kelompok pendukung fanatik Maung Bandung ini pun mulai didekati. Hajat perdana kerjasama sama ini diwujudkan dalam bentuk nonton bareng (Nobar) laga Persib Bandung versus Persiba Balikpapan di kampus SMKN 1 Garut pada Sabtu malam (24/3) lalu. Dalam pelaksanaannya, BKKBN menggandeng Radio Bobotoh 96,4 FM Bandung dan Viking Fans Club Distrik Garut. Sedikitnya 700 bobotoh Maung Bandung tumplek di area nobar. Pekik dukungan
20
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
bersahutan dengan umpatan setiap kali punggawa Si Maung memegang kendali si kulit bundar atau ketika gagal memanfaatkan peluang. Meski akhirnya Pangeran Biru harus takluk di tangan Beruang Madu, bobotoh tampak larut dalam suasana penuh kehangatan di antara sesama pecinta Maung Bandung. Apalagi, sesaat sebelum laga mereka dihibur dua artis lokal plus guyuran doorprize persembahan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat dan Radio Bobotoh 96,4 FM Bandung. “Terus terang ini kegiatan pertama BKKBN dalam menggandeng media dan komunitas bobotoh Persib. Alhamdulillah animonya sangat tinggi. Saya yakin apabila formula ini dikembangkan dengan baik akan menghasilkan dampak besar bagi remaja,� ungkap Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat Elma Triyulianti saat dimintai tanggapannya usai laga yang berujung pada kekalahan Maung Bandung tersebut. Elma yang sebelumnya banyak bergelut dengan dunia remaja ini berencana menjadikan acara tersebut menjadi model kemitraan antara media dan komunitas. Terlebih
j urnal komunitas suporter Persib Bandung yang sebagian besar berusia remaja sangat relevan dengan program prioritas BKKBN Jabar tahun ini yang memfokuskan diri pada tiga agenda utama: remaja, pantai utara, dan miskin perkotaan.
Persib kali ini. Selain yang hadir luar biasa banyak, peserta juga mendapat tambahan informasi mengenai bahaya narkoba, HIV/AIDS, dan seks bebas,” ujar Firda (16), siswi kelas IX sebuah SMP di Garut, yang dicegat saat jeda babak pertama. Ungkapan senada juga datang dari Buluk (21) dan Adul (22), anggota Viking Garut yang malam itu datang bersama pasangan masing-masing. Dua cowok yang sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta ini mengaku beruntung bisa mendapat dua manfaat sekaligus di acara komunitasnya. “Kalau KB saya sudah tahu dari kecil, mungkin dari SD. Cuma saja, tahunya ya soal alat kontrasepsi saja. Ternyata ada (program) buat remaja juga ya. Bagus banget tuh informasinya buat kami-kami ini,” ujar Adul diiyakan Buluk. Ditemui usai laga, Elma menginginkan formula nonton
Persib Nu Aing, KB Nu Aing! Bagi anggota Viking, komunitas suporter Persib Bandung, nobar malam itu memang terbilang istimewa. Ini tidak lepas dari kehadiran Ayi Beutik, Panglima Viking Fans Club, yang sengaja datang dari Bandung. Ayi yang biasanya selalu memberikan dukungan langsung kepada Maung Bandung di mana pun berlaga, malam itu memilih menyapa Viking Garut. Selain Ayi, pentolan pengurus Viking pusat yang juga hadir antara lain Bob Napi dan tim Radio Bobotoh. Sebelum menyaksikan siaran langsung klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat tersebut, Ayi dan Bob didaulat untuk berbicara tentang Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Radio Swara Rugeri Garut. Duet penyiar Radio Bobotoh ini tanpa sungkan berbincang tentang bahaya yang kerap menjerat remaja. Materi serupa juga disajikan di lapangan SMKN 1 Garut sebelum berlangsungnya laga. “Mulai sekarang mari kita bumihanguskan yang namanya Triad KRR. Saatnya kita bangkit melihat ke depan dengan penuh kepastian. Jadilah bobotoh yang baik. Jadilah bobotoh yang nyekil alias punya skill,” ujar Bob penuh semangat. Talkshow dan Nonton Bareng Persib Ayi yang tampil dengan gaya khasnya juga memberikan pesan kepada anggota Viking Garut. “Nonton Persib mah nonton weh, teu kudu mawa embel- bareng ala komunitas bobotoh ini bisa dikembangkan embel gengster sagala. Kalau memang anggota gengster, untuk komunitas lain. Mahasiswa program magister lepaskan atribut Viking. Omat, jadi bobotoh nu bener,” tegas psikologi sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung ini Ayi disambut pekik “Hidup Persib!” dari ratusan bobotoh. meyakini kemitraan dengan media dan komunitas mampu Pekik dukungan makin heroik ketika Kepala Sub Bidang mengakselerasi pencapaian program KKB bagi anggota Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat Elma Triyulianti komunitas yang bersangkutan. mengajak bobotoh menambahkan “KB” dalam slogan “Kebetulan Radio Bobotoh ini audiens terbesarnya suporter yang dikenal fanatik tersebut. “Persib nu saha?” adalah remaja, terutama bobotoh Persib. Ini klop dengan pekik Elma. “Nu Aing!” jawab bobotoh. “KB nu saha?” lanjut program BKKBN yang fokus pada penanggulangan Triad Elma. “Nu Aing!” sahut bobotoh. “Persib nu Aing, KB nu KRR atau bahaya kesehatan reproduksi remaja. PolaAing!” pekik bobotoh penuh semangat. pola kemitraan ini akan lebih memfokuskan kita dalam Lucunya, ketika Elma mengulangi pertanyaan, seo menjangkau kelompok sasaran. Ke depan, alangkah lebih rang bobotoh nyeleneh menjawab berbeda. Saat Elma baiknya apabila kemitraan remaja ini mampu mengarahkan bertanya Persib nu saha? bobotoh kompak menjawab pada terbentuknya PIK-Remaja atau PIK-Mahasiswa,” harap Nu Aing! Bedanya, ketika Elma bertanya KB nu saha? Elma. Seorang bobotoh menjawab, “Nu Allah”. Sontak Ayi Beutik Gayung pun bersambut. Ketua Viking Garut Gugy memberikan bingkisan kepada si bobotoh. “Lucu maneh,” Akbar mengaku siap bermitra dengan BKKBN untuk kata Ayi diikuti tawa lebar. mengampanyekan penanggulangan Triad KRR di kalangan bobotoh. Gugy siap mengerahkan sekitar 4.000 anggota Fokus Garap Komunitas Remaja Viking Garut yang tersebar di 25 kecamatan untuk Nonton bareng memberi pelajaran berharga bagi BKKBN mendukung program KKB, terutama yang berkaitan Jawa Barat. Lembaga pemerintah bidang kependudukan dengan remaja. “Kami berterima kasih sudah dilibatkan dan keluarga berencana (KKB) ini menemukan sebuah dalam program pemerintah. Tentunya kami bangga formula efektif dalam mengampanyekan KKB bagi remaja. dengan pengakuan itu. Secara kelembagaan kami sepakat Kampanye KB pun lebih santai. Tentu saja, Persib pisan! untuk menghindarkan bobotih dari Triad KRR,” tergas Gugy “Pokoknya seneng banget deh bisa hadir di acara nobar diiyakan Tatang Nday, Panglima Viking Garut.(NJP) EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
21
j urnal
Story Telling ala Picu Pacu Kreativitas
Mengenalkan KKB Melalui Story Telling “Kak Beni, kasihan ya Mama Mimin. Harus mengururs lima anaknya yang kecil-kecil. Anak-anaknya sibuk masingmasing. Ada yang main bola, pengen mandi, dan main petak umpet. Padahal ibunya belum beres mencuci piring menyiapkan makanan dan lain-lain.”
K
alimat itu dilontarkan Kaci kepada Beni, kakaknya dalam salah satu adegan dongeng yang dibawakan Nurani Widaningsih, salah seorang tim kreatif Picu Pacu Kreativitas pada acara penilaian Penilaian Ketua Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), IMP (Institusi Masyarakat Pedesaan) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)/Penyuluh KB Provinsi Jawa Barat 2012 di Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu. Dalam dongeng itu, saat mencari ibunya ke hutan, Kaci dan Beni bertemu Mama Mimin, ibu dengan lima orang anak. Segala kesusahan ditemui Beni dan Kaci di keluarga itu. “Bahkan, untuk makan kue satu potong pun mereka harus membagi menjadi lima. Kita diberi potongan terakhir,“ ungkap Beni.
22
Mereka merasa bersyukur tidak pada posisi keluarga itu. “Kita tak sesusah mereka. Ibu hanya memiliki dua anak, yaitu kita. Segala kebutuhan kita terpenuhi. Sekolah, mainan, makanan kita dapatkan dengan mudah. Dua anak memang lebih baik,” kata Beni. Ditemui usai mendongeng, perempuan yang akrab disapa Kak Rani ini menjelaskan, dongeng ini diambil dari pola hidup berwawasan kependudukan (PHBK). “Ada tiga poin yang saya ambil dari PHBK, yaitu keluarga berkarakter, pendidikan, dan dua anak lebih baik,” kata Kak Rani. Kak Rani yakin mendongeng merupakan cara efektif untuk menge nalkan KKB bagi anak-anak usia dini. Secara alamiah, dongeng itu sarat akan nilai-nilai kehidupan. Anak-anak sangat menyukai dongeng, terutama ketika berbicara mengenai topik yang dekat dengan mereka. Tentu sangat efektif bila dalam cerita tersebut disisipkan pesan-pesan moral tentang kehidupan, termasuk kependudukan dan KB. Bagi perempuan yang mengakrabi dunia anak sejak lama ini, memasukkan pesan-pesan KKB ke dalam cerita tidaklah sulit. Maklum, masalah-
EDISI 7 TAHUN III MARET - APRIL 2012
masalah yang hadir di sekeliling anak-anak merupakan akibat dari kependudukan itu sendiri. Dia mencontohkan, anak-anak disuguhi dongeng tentang kemacetan ketika berangkat ke sekolah yang nota bene sebagai akibat dari terlalu banyaknya jumlah penduduk di suatu daerah. “Mendongeng itu sesuatu yang dilakukan tapi tidak menggurui. Itu bisa masuk ke anak karena dongeng sangat ramah otak, sesuai dengan tumbuh kembang anak. Melalui dongeng, anakanak akan diajak berbicara tentang sesuatu yang konkret,” tutur Kak Rani. KB yang terkesan formal bisa dikemas menjadi ringan dan dekat dengan dunia anak. Pendongeng bisa memberikan cerita berupa stimulan bagi anak mengenai keluarga yang memperhatikan hak-hak anak. “Kita bisa mendorong anak untuk membandingkan dua keluarga. Itu kita bisa gambarkan pada mereka misalnya jumlah anak yang sedikit akan memungkinkan untuk orang tua dalam memperhatikan anak. Kebayang misalnya kalau anak satu satu masih kecil, tapi sudah punya anak lagi,” ujar perempuan berkaca mata ini.(NJM)
s erba serbi
Ayi Beutik
Nyieun Gol Saloba-loba, Nyieun Budak Mah Dua Oge Cukup!
A
yi Beutik, pendiri kelompok suporter Viking Persib Club, punya pengalaman menarik saat menyaksikan laga Persib Bandung di Stadion Siliwangi. Ayi kecil terbiasa ikut menonton orang tuanya ke stadion berkapasitas 20 ribu orang tersebut. Kini, giliran Ayi yang datang membawa anaknya ke Siliwangi. “Dari zaman kakek saya sampai anak saya, stadion (Siliwangi) tetap seperti itu. Ukurannya tidak berubah, sementara penonton terus bertambah. Stadion pun makin sesak. Bandung sudah sesak,” ungkap Ayi saat dicegat di sela nonton bareng laga Persib kontra Persiba di Garut pada akhir Maret lalu. Pria ceplas-ceplos yang memberi nama untuk anak pertamanya Jayalah Persib ini merasakan betul betapa padatnya Kota Kembang. Maklum, data Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan kota berjuluk Parijs van Java ini tercatat sebagai daerah paling gemuk di Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk 2,4 juta jiwa, kepadatannya menyentuh angka 14 ribu per kilometer persegi. Tentu, jumlah tersebut jauh dari angka ideal. Semestinya, setiap satu kilometer persegi jumlah penduduk adalah 1.000 orang atau 40 orang per hektar. Berarti, angka kepadatan saat ini merupakan 14 kali dari angka ideal. Wow! Masalah belum tuntas. Sebagai orang tua, Ayi harus merogoh kocek lumayan dalam untuk bisa mengajak anaknya ke stadion. Tiket memang makin mahal. “Untung anak saya mah cuma dua, dan hanya satu yang suka bola. Bayangkan mereka yang punya banyak anak bila ingin mengajak anakanaknya ke sta
dion. Kalau satu lembar tiket Rp 50 ribu saja, pemilik anak banyak mah butuh biaya berapa agar bisa menonton,” Ayi menambahkan. “Nyieun gol saloba-loba, nyieun budak mah dua oge cukup (Cetak gol sebanyak-banyaknya, sementara punya anak cukup dua,” tegas Panglima Viking ini. Sadar akan pentingnya program KB bagi masyarakat, Ayi berjanji segera mengajak bobotoh Maung Bandung yang jumlahnya puluhan ribu agar lebih melek KB. Apalagi, imbuh Ayi, mayoritas bobotoh anggota Viking merupakan remaja yang nota bene salah satu prioritas garapan advokasi dan KIE Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Panglima yang begitu disegani anggota Viking ini mengungkapkan, fans club yang lahir pada 17 Juli 1993 ini pada perkembangannya telah menjadi basis utama pendukung Pangeran Biru. Jumlah anggotanya tak sedikit. “Saat ini kami mempunyai 90 ribu lebih anggota. Itu tersebar di Jawa Barat, luar provinsi, bahkan luar negeri,” kata Mang Ayi, sapaan akrab orang-orang dekatnya. Bagaimana persisnya? Ayi menyerahkan sepenuh nya kepada BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Yang pasti, imbuh ayah dari Jayalah Persib ini, dirinya siap memfasilitasi. “Setiap daerah selalu ada event, terutama nonton bareng, jadi BKKBN bisa masuk di sana. Nanti saya sampaikan pada kawankawan,” pungkasnya. (NJM)
Ayi Beutik Panglima Viking
EDISI 7 TAHUN III MARET-APRIL 2012
23
NO
REKAPITULASI PENCAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BKKBN PERWAKILAN JAWA BARAT S.D. MARET 2012 INDIKATOR KKP 2012
(7) 21.55 20.74 12.30 20.04 16.57 68.31 45.02 70.95 60.92 50.68 97.83
(8) 52.35 57.95 88.68 119.91 148.22
KKP 6 KKP 4 KKP 5 PB KLG PB PRIA AKTIF MKJP BKB
54.94 54.65 54.90 55.01 54.36 54.51 53.60 53.60 53.60 53.60
54.28 54.76 54.45 111.66 53.60 53.60
(9) 54.39 54.51 53.60 130.17 53.60
KKP 7 KLP BKB PARI PURNA
243.28 39.71 66.45 41.23 45.58
24.34 39.68 135.85 33.83 60.90 143.11 63.73 76.43 44.23 34.47
45.10 50.84 51.23 69.72 42.90 60.46
(10) 79.31 46.58 55.53 82.73 109.10
KKP 8 KLG AKTIF BKR
108.32
112.50 75.00 96.77 100.00 100.00
158.06 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 121.28 100.00 200.00 100.00 100.00
(11) 100.00 100.00 194.12 100.00 150.00
119.01
223.68 97.30 75.07 157.69 160.00
86.08 100.00 161.29 68.57 101.32 357.14 85.71 166.67 65.00 204.35
100.00 193.02 668.00 71.43 87.50 115.38
(12) 145.45 81.82 96.77 105.26 92.31
TAHAP TUMBUH
76.53
133.33 52.94 56.52 96.15 22.22
53.33 52.63 111.76 60.00 90.00 194.74 25.00 83.33 190.00 94.74
55.56 46.15 147.62 76.92 25.00 41.67
(13) 62.50 50.00 46.67 100.00 62.50
TAHAP TEGAK
58.24
40.00 57.14 15.79 37.50 -
100.00 33.33 40.00 14.29 42.86 50.00 100.00 133.33 100.00 187.50
71.43 37.50 100.00 50.00 40.00 33.33
(14) 33.33 12.50 75.00 57.14 71.43
102.31
190.38 80.33 68.75 127.91 58.82
76.47 80.60 133.96 64.57 95.15 221.95 66.67 125.93 106.25 173.97
81.25 143.75 362.07 68.57 52.38 75.00
(15) 115.15 70.93 79.31 98.15 79.59
73.11
64.72 52.71 64.85 66.57 49.09
74.10 63.48 68.89 118.13 64.11 105.02 65.03 100.00 72.02 85.68
65.91 74.31 71.19 64.78 65.15 68.40
(16) 81.62 65.26 65.17 64.00 68.13
57.39
69.55 38.29 76.82 54.50 80.87
52.71 48.25 163.64 34.52 74.74 72.66 99.83 70.67 39.40 51.11
50.77 60.42 28.49 79.07 54.70 84.93
(17) 40.45 69.28 82.08 93.59 38.90
96.15
96.03 93.60 96.20 96.11 96.14
96.11 95.58 96.09 95.36 96.32 96.34 89.74 95.26 95.93 96.10
96.08 96.15 96.13 90.00 96.10 114.29
(18) 93.75 96.07 96.35 97.20 92.56
100.62
100.00 95.16 100.00 100.00 97.39
100.37 97.00 100.00 100.00 99.98 99.42 98.10 99.62 98.91 100.00
99.54 100.00 100.00 99.57 97.34 99.56
(19) 98.78 98.23 98.97 100.00 100.00
100.00
-
-
-
(20) -
100.00
-
-
-
(21) -
25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
(22) 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
-
-
-
-
5 9 7 6 8
5 11 7 11 6 7 6 3 5 4
8 10 7 7 9 6
6 8 6 2 7
KKP 10 KELOMPOK PIK - REMAJA
(6) 13.97 15.77 19.11 22.15 24.46 18.75 13.24 17.92 15.44 15.22 22.81 86.61 71.67 69.17 51.21 81.72 66.82 48.87 153.34 122.61 53.49
56.42 56.95 54.48 54.65 53.60
59.25
KKP 9 KLP BKR PARI PURNA
(5) 95.44 89.28 99.79 91.96 102.20 17.42 14.43 18.36 19.69 27.75 20.02 21.53 7.63 14.18 5.16 12.67 9.12 8.28 12.80 26.98 20.98
97.43 31.19 76.76 24.36 40.17
57.78
KKP 14 KKP 16 KKP 18 KKP 15 % KKP 17 JML PUS LAP.BMN PESERTA JUMLAH LAP. BMN PRAS KS TEPAT PELATIHAN TER DAK MASUK MERAH CATAT DLM I ANGG. WAKTU SIMAKBIDANG KOMPUTERISAS UPPKS SESUAI BMN KB I DIKLAT BER KB SAP
(4) 33.14 30.15 14.24 23.12 2.15 101.29 81.75 94.10 92.51 79.98 96.20 30.65 13.72 17.58 17.04 21.97 22.41 20.88 20.87 27.62 20.57
19.27 8.01 21.74 22.09 6.90
69.89
KKP 12 KKP 13 KKP 11 KLG KLP JML KLP AKTIF UPPKS BKL BKL ON LINE
(3) 18.89 26.40 21.65 19.73 22.00 20.48 24.18 28.44 14.19 16.45 3.55 97.97 96.27 93.61 97.47 97.80 95.22 102.97 97.58 90.66 94.29 15.97 25.28 9.96 20.39 15.93
17.78
TAHAP JUMLAH TEGAR
22.86 15.75 18.91 26.07 41.59 21.20 25.91 10.11 17.60 14.56 23.33 15.07 6.31 21.88 29.07 23.08 95.65 95.62 96.10 100.71 93.46
19.65
7
(25)
28.20 18.43 20.01 17.74 22.44 16.35 21.61 29.17 23.36 20.17 31.77 11.02 27.37 20.65 23.00
95.50
(23)
19.83 20.47 13.72 23.89 33.49
21.42
25.00 0.00
20.78
KKP 2 PB KKP 3 KABUPATEN / KOTA KKP 1 PRA S KS TOTAL TOTAL PB I PA
(2) (1) 1 KAB. BEKASI 2 KAB. KARAWANG 3 KAB. PURWAKARTA 4 KAB. SUBANG 5 KOTA BEKASI WILAYAH PURWASUKA 6 KAB. BOGOR 7 KAB. SUKABUMI 8 KAB. CIANJUR 9 KOTA BOGOR 10 KOTA SUKABUMI 11 KOTA DEPOK WILAYAH BOGOR 12 KAB. BANDUNG 13 KAB. SUMEDANG 14 KAB. GARUT 15 KAB. TASIKMALAYA 16 KAB. CIAMIS 17 KOTA BANDUNG 18 KOTA CIMAHI 19 KOTA TASIKMALAYA 20 KOTA BANJAR 21 KAB. BANDUNG BARAT WILAYAH PRIANGAN 22 KAB. CIREBON 23 KAB. KUNINGAN 24 KAB. INDRAMAYU 25 KAB. MAJALENGKA 26 KOTA CIREBON WILAYAH CIREBON PROV. JAWA BARAT