Warta Kencana Edisi #21 - 2014

Page 1


WARTA REDAKSI

A 8 4

WARTA UTAMA

Jawa Barat Masih Ratu Suntik

WARTA UTAMA Rapor Merah Penghujung Tahun

da banyak pilihan kontrasepsi. Tradisional atau modern. Hormonal dan nonhormonal. Jangka pendek atau jangka panjang. Meski begitu, sebagian besar perempuan Jawa Barat memilih suntik atau pil dari daftar menu kafetaria kontrasepsi. Hingga penghujung 2014, suntik dan pil masih pilihan utama.

22 WARTA JABAR 27 WARTA DAERAH Remaja Kunci Indonesia Sejahtera

12 WARTA UTAMA

Berharap kepada Paguyuban KB Pria

14

WARTA UTAMA BKKBN Jangan Cuma Urus Reproduksi

Ini Dia Jurus Karawang “Lindungi” Orang KB

27

WARTA DAERAH IPKB Kota dan Kab. Bogor Resmi Terbentuk

28 WAWANCARA 24 WARTA JABAR

BKKBN Jangan Rugi Bandar

Biar Akses KIE Lebih Dekat kepada Masyarakat

18

WARTA KHUSUS Indonesia Butuh Roadmap Kependudukan

26

WARTA DAERAH Indramayu Model Pembinaan Keluarga TKI

20 WARTA KHUSUS 26 WARTA DAERAH Grand Design Kependudukan Dibuat Seenaknya?

2

Di Garut, DPR RI Minta Hotline Service KB

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

30 OPINI

Implementasi Peran APIP dalam Perencanaan Anggaran


WARTA REDAKSI

Berani Jujur, Hebat!

A

da yang hilang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Itulah kejujuran. Ketika mencontek di kalangan pelajar menjadi kebiasaan, menyuap menjadi kelaziman, korupsi menjadi pemakluman, manipulasi data dianggap biasa, maka dengan begitu kita telah mencampakkan kejujuran. Ketidakjujuran seolah menjadi kebenaran kolektif. Tapi kita belum terlambat. Jalan hidup masih panjang. Saatnya kita memulai dengan satu kata: kejujuran. Kejujuran menjadi kata kunci karena akar dari korupsi adalah ketidakjujuran. Saatnya kita jujur. Secara kultural, sudah saatnya kejujuran dilembagakan dalam keluarga. Gerakan kultural ini ditandai dengan dengan dicanangkannya Gerakan Antikorupsi Berbasis Keluarga pada puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Yogyakarta pada 9 Desember 2014. Kita semua sepakat bahwa keluarga punya peran vital dalam menentukan karakter dan sikap seseorang. Dalam bentuk yang lain, kejujuran adalah berkata apa adanya, sesuai fakta. Tak perlu risau dengan tetek-bengek predikat ini itu bila data yang kita hasilkan terkesan memberi rapor merah, gagal memenuhi target, atau apalah embel-embel itu. Data yang jujur memandu pada dua hal: mengetahui yang sesungguhnya terjadi sekaligus bekal berharga memperbaiki yang merahmerah itu. Rapor merah dan nada minor KB suntik yang hadir dalam edisi ini semata-mata menjadi otokritik bagi kita semua. Semua demi kebaikan di kemudian hari. Tentu, di tengah patologi sosial bernama korupsi dan permisif terhadap ketidakjujuran, berkata jujur tentu butuh keberanian. Berani jujur, hebat!

WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR IDA INDRAWATI TETTY SABARNIATI YUDI SURYADHI RUDY BUDIMAN RAHMAT MULKAN SOEROSO DASAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN CHAERUL SALEH AGUNG RUSMANTO DODO SUPRIATNA Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK) AKIM GARIS (CIREBON) AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR) YAN HENDRAYANA (PURWASUKA) ANGGOTA IPKB JAWA BARAT RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com

Rudy Budiman Pemimpin Redaksi

Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com


WARTA UTAMA

Rapor Merah Penghujung Tahun Potret Kinerja Program KKBPK Jawa Barat Tahun 2014

PELAYANAN KB IMPLANT

Pentingnya tahun 2014 bagi program KKBPK atau program KB saja sudah disuarakan sejak awal tahun, bahkan ketika 2013 belum berakhir. Berakhirnya RPJMN sejalan dengan bergantinya rezim dan periode senja tujuan pembangunan millenium. Lalu, apa hasilnya? Mari kita lihat!

4

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014


WARTA UTAMA

A

da pesan khusus yang disampaikan Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ambar Rahayu ketika membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 2014 di Hotel Karang Setra, Jalan Bungur No. 2, Kota Bandung, 25

Alasannya, tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 serta menjelang berakhirnya MDGs 2015. Karena itu, sambung Ambar, program KKBPK harus mendapatkan perhatian khusus dari seluruh pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi. Perlu penajaman sasaran untuk

Semester II Provinsi Jawa Barat yang diikuti pimpinan BKKBN Jabar dan pimpinan SKPD yang membidangi KKBPK se-Jawa Barat di Hotel Topas, Jalan Djunjunan, Kota Bandung, Rabu 27 Agustus 2014. Di luar keduanya, pimpinan lain BKKBN kerap mengungkapkan hal serpa di berbagai kesempatan. “Mengapa 2014 penting? Karena tahun ini merupakan akhir RPJMN 2010-2014. Apapun yang kita capai pada 2014 merupakan potret pencapaian RPJMN kita selama lima tahun. Apapun yang kita hasilnya akhir 2014 akan menjadi baseline untuk RPJMN 2014-2019. Bila berhasil, maka pekerjaan kita pada 2015 sampai 2019 maupun RPJPN 2025 akan makin mudah,” ujar Aidin kala itu. Bekas Kepala Perwakilan BKKBN Banten ini tidak memungkiri program KKBPK bergerak sangat lambat. Ini ditandai dengan laju pertumbuhan (LPP) yang tetap tinggi, kesertaan ber-KB yang rendah, dan stagnasi angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR). Karena itu, ada tugas besar untuk mempercepat deru mesin program. Perlu upaya akselerasi atau percepatan program.

Rapor Merah Peserta Baru KB

Februari 2014 lalu. Kepada para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola program KKBPK kabupaten dan kota se-Jawa Barat, Ambar meminta agar mereka bersungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kinerja pada 2014 ini.

mencocokkan kembali target program dengan kelompok sasaran. Bunyi pesan yang kembali diputar Inspektur Ketenagaan dan Administrasi Umum BKKBN Aidin Tentramin saat menghadiri Rapat Telaah Program KKBPK

Apa yang dihasilkan pesan berantai tersebut? Untuk mengukurnya marilah kita tengok dokumen kesepakatan Rakerda 10 bulan lalu tersebut. Ada 17 indikator kinerja yang kudu dipenuhi pengelola program KKBPK di Jawa Barat. Mengacu kepada dokumen itu, perkiraan permintaan masyarakat (PPM) atau target peserta baru program keluarga berencana

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

5


WARTA UTAMA (PB) berjumlah 1.325.430 peserta. Jumlah ini melengkapi jumlah peserta aktif (PA) yang ditargetkan terpenuhi pada akhir 2014 sebanyak 5.813.856 peserta. Dari target tersebut, Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat mem-break down lagi menjadi dua bagian, PB untuk KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebanyak 415.619 peserta dan 909.811 peserta nonMKJP. Hasilnya, hingga November 2014 kemarin, PB yang berhasil dicapai cukup menggembirakan, mencapai 1.285.034 peserta atau 96,95 persen dari target semula. Sayangnya, proporsi MKJP dan non-MKJP masih sangat jomplang. MKJP yang meliputi IUD, implant, metode operasi pria (MOP) atau vasektomi, dan metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi ini hanya mampu memenuhi 234.670 peserta atau hanya 56,46 persen dari target. Dari perspektif gender, rupanya perempuan masih menjadi penyumbang utama peserta KB. Dari 1.285.034 peserta baru, hanya 36.812 pria yang berpartisipasi dalam program KB. Itu pun sebagian besar di antaranya masih menggunakan kondom. Bila dirinci lebih jauh, peserta baru KB MKJP di Jawa Barat hanya berkisar pada angka 18 persen. Jabar pun belum berhasil melepas predikat “Ratu Suntik” karena lebih dari setengah peserta KB baru di Jawa Barat masih memilih menggunakan suntik (54 persen). Perempuan Jabar juga masih peminum setia pil KB. Ada 323.216 perempuan atau 25 persen dari total peserta batu KB yang memilih pil. Tambahan

6

PESERTA KB BARU IUD

peserta anyar ini tak mampu mengubah konstelasi peserta KB aktif secara keseluruhan yang memang masih didominasi suntik (53 persen) dan pil (24 persen). Laporan juga menunjukkan, ternyata Jawa Barat masih memiliki 1.321.204 pasangan usia subur (PUS) yang belum terlayani menjadi peserta KB atau unmet need. Artinya, ada sekitar 19,91 persen PUS yang potensial menjadi peserta KB. Nah, awal tahun lalu BKKBN menargetkan mampu memangkas jumlah unmet need menjadi 599.997 PUS saja atau 6,80 persen dari total PUS. Catatan buram lainnya, Jawa Barat tak kunjung berhasil mendorong terbentuknya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) selain Kabupaten Sukabumi. Yang menarik, kelembagaan mumpuni yang dimiliki Kabupaten Sukabumi tampaknya belum mampu mendongrak kinerja pencapaian PB. Dibanding daerah lain, kabupaten paling luas seJawa dan Bali ini baru berhasil memenuhi target PB sebanyak 55,33 persen yang berarti paling buncit di antara 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Di atas

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

Sukabumi yang juga mencatat angka merah adalah Kabupaten Subang (63,40 persen) dan Kota Bekasi (65,58 persen). Sebaliknya, Kota Cirebon nyaris menggandakan target PB dengan angka fantastis 191,58 persen pencapaian terhadap target PB. Di bawah Kota Cirebon berturut-turut Kabupaten Karawang (151,41 persen) dan Kota Tasikmalaya (151,02 persen).

Terhambat Kontrasepsi, Transisi JKN Nah, potret buram pencapaian peserta KB baru pernah dikeluhkan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat berbicara pada pembukaan Rapat Konsolidasi Pembangunan KKBPK di Hotel Gino Feruci Braga, Jalan Braga, Kota Bandung, Kamis 6 November 2014. Selain berkeluh-kesah ihwal keterlambatan alat kontrasepsi, Sugilar juga mengeluhkan data kepesertaan KB di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini. “Capaian PB atau peserta baru KB kita hampir 700 ribu per tahun. Sayangnya, angka drop out (DO) hampir 800 ribu. Kalau begini


WARTA UTAMA caranya, kita rugi bandar. Kalau DO akibat menopause, itu nggak masalah. Itu memang seharusnya begitu, berhenti menjadi peserta KB. Yang jadi masalah adalah DO akibat penggunaan kontrasepsi jangka pendek. PB naik terus terus, tapi PA tidak naik signifikan,” keluh Gilar, sapaan akrabnya. Pesan senada diulangi saat media gathering bersama sejumlah jurnalis di sebuah rumah makan baru-baru ini. Betapapun cakupan program KB atau KKBPK meluas, sambung Gilar, namun parameter keberhasilan KB tetap pada TFR. Semakin kecil angka TFR, semakin berhasil program KB. Nah, TFR bisa turun manakala kepesertaan atau contraceptive prevalence rate (CPR) naik stabil. Sebaliknya, bila CPR tak kunjung naik, maka sulit menurunkan TFR. CPR sendiri tidak akan naik bila PB tidak naik. Masalahnya ternyata tidak sesederhana itu. Ketika jumlah PB akan digenjot dan CPR dipelihara, ternyata ketersediaan kontrasepsi tak mendukung ke arah itu. Pengadaan alat dan obat kontrasepsi yang ditangani pemerintah pusat sangat lamban. “Jujur saja kontrasepsi masih yang utama. Kita Kalau

KARTU PESERTA JKN

kita ingin lari tapi nggak ada alkon (alat kontrasepsi, red), bohong juga. BKKBN pusat menjanjikan katanya implant datang pertenganan bulan ini. Saya sendiri kenal dengan pengusahanya, karena itu saya minta kiriman pertama harus ke Jawa Barat,” tandas Sugilar. Mantan Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara BKKBN Pusat ini menekankan bahwa setiap PB penambahan harus bermakna bagi peningkatan kualitas. Untuk itu, perlu didorong agar PB menggunakan MKJP. Penekanan kualitas juga berlaku untuk data. Artinya, data yang dilaporkan benar-benar aktual dan sesuai dengan fakta di lapangan. “Setiap dana yang keluar harus diperhatikan outputnya,” tegas Gilar. Di sisi lain, karut-marut pelayanan KB juga tidak lepas dari hiruk-pikuk pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan turunan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini berlaku efektif 1 Januari 2014. Sistem ini mengamanatkan bahwa BKKBN hanya bertugas pada pengadaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) dan penggerakkan calon peserta. Adapun pelayanan harus

dilakukan di fasilitas kesehatan yang sudah bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. “Kondisi ini mempengaruhi pelayanan mobile yang biasa dilakukan secara terpusat melalui Mobil Unit Pelayanan (Muyan) milik BKKBN dan SKPD KB di kabupaten dan kota. Pelayanan juga harus betul-betul memenuhi standar pelayanan kesehatan. Artinya, tidak semua tempat bisa menjadi tempat pelayanan KB. Ini cukup merepotkan,” ujar Gilar. Keluhan serupa sempat mengemuka dari Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Cimahi Maria Fitriana saat ditemui di sela “Festival KIE Jawa Barat 2014” di kawasan Brigade Infanteri (Brigif) 15 Kujang, Kota Cimahi belum lama ini. Perempuan yang akrab disapa Pipit ini mengaku kesulitan memanfaatkan konsentrasi massa untuk keperluan pelayanan KB. Padahal, pihaknya sudah memboyong Muyan KB ke tengah pasar kaget tersebut. “Di era JKN ini memang mekanismenya berbeda. Kita tidak bisa begitu saja memberikan pelayanan KB kepada masyarakat. Sesuai mekanisme JKN, pelayanan KB harus dilaksanakan di fasilitas kesehatan. Sayangnya, pelayanan tidak bisa massif dilaksanakan. Paling dalam sehari hanya bisa melayani 2-3 orang. Namun begitu, kami terus berupaya mengedukasi masyarakat untuk menjadi peserta KB dengan kesadaran sendiri berdasarkan informasi yang mereka dapatkan secara tepat pula,” papar Pipit.(!)

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

7


WARTA UTAMA

Jabar Masih Ratu Suntik Ada banyak pilihan kontrasepsi. Tradisional atau modern. Hormonal dan nonhormonal. Jangka pendek atau jangka panjang. Meski begitu, sebagian besar perempuan Jawa Barat memilih suntik atau pil dari daftar menu kafetaria kontrasepsi. Hingga penghujung 2014, suntik dan pil masih pilihan utama.

8

OBAT KB SUNTIK

A

lasan seseorang menjadi peserta keluarga berencana (KB) boleh dibilang manasuka. Bila sebagian peserta KB memilih pertimbangan kenyamanan, sebagian lain memilih atas pertimbangan kepraktisan dalam pemakaian atau jangka waktu pemakaian. Nah, di antara alasan-alasan itu ada di antara mereka yang memilih karena tidak mengetahui adanya sejumlah pilihan kontrasepsi. “Da abdi mah terangna pil sareng suntik wungkul (Saya hanya mengetahui kontrasepsi itu sebatas pil san suntik),” ungkap Ai Hasanah ketika seorang petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) bertanya jumlah anak dan menggunakan jenis kontrasepsi yang digunakan pada penghujung 2013, setahun lalu. Warga RW 4, Kampung

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

Cigadog, Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi ini mengaku menjadi peserta KB sejak lama. Pilihannya pil. Sebelumnya sempat menggunakan suntik. Jawaban senada meluncur dari Enung, warga Kampung Wanasuka, Pangalengan, Kabupaten Bandung, saat ditemui sesaat sebelum memasuki salah satu bangsal Rumah Sakit Pangkalan Udara (Lanud) Sulaiman pertengahan Desember 2014. Enung mengaku berangkat dari rumahnya pukul 05.00 subuh agar mendapat nomor antrean kecil peserta metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi yang dilaksanakan terpusat di sana. “Tos seueur teuing murangkalih, bilih teu kaurus. Kantos nganggo pil, tapi cape. Tos wae ah da ayeuna mah tos


WARTA UTAMA lima nu aya, cekap. Teras nembe ayeuna terang MOW, kapungkur mung terang pil sareng suntik. (Sudah terlalu banyak anak, takut tidak terurus. Sebelumnya pernah menggunakan pil KB, tapi capek. Sudah saja akhirnya memutuskan MOW karena lima anak sudah cukup. Dan, baru sekarang tahu MOW karena sebelumnya hanya mengenal pil dan suntik),” jawab Enung dengan wajah galau menghadapi meja operasi.

Suntik Cantik, MOP Memble Tentu, dua pendapat tak bisa dijadikan alasan klaim seluruh Jawa Barat. Yang pasti, kesertaan ber-KB di Jawa Barat sampai November 2014 masih didominasi pil dan suntik. Secara keseluruhan, peserta aktif KB (PA) suntik mencapai 3.754.321 orang atau 53,22 persen dari total PA se-Jabar. Menguntit di urutan kedua adalah pil dengan 1.711.353 orang atau 24,26 persen. Bila dijumlahkan, keduanya mencapai lebih dari 77 persen dari total PA Jawa Barat sebanyak 7.054.733 peserta. Suntik juga masih menjadi penyumbang utama peserta baru KB (PB) Jawa Barat hingga November 2014 ini. PB suntik mencapai 692.493 orang atau hampir satu tengah kali lipat dari angka yang dipatok sebagai perkiraan permintaan masyarakat (PPM) sebanyak 488.467 orang. Barulah kondom, PB suntik merupakan kontrasepsi yang capaiannya melebihi angka 100 persen. Suntik 141,77 persen, kondom 122,87 persen. Sisanya nyaris semua merah, kecuali MOW yang menyentuh angka 78,22 persen dan pil yang baru 82,21 persen.

Dari Rekapitulasi Laporan Bulanan Pengendalian Lapangan (Dallap) Kabupaten/Kota pada formulir F/I/KAB-DAL/10 diketahui, angka mayoritas KB suntik merata di semua kabupaten dan kota di Jawa Barat. Bahkan, Kabupaten Kuningan membukukan angka KB suntik hingga 67,73 persen dari total PA. Angka terbaik proporsi KB suntik adalah Kota Bandung dengan 43,68 persen dari total PA. Meski begitu, jumlah absolut PA KB suntik keduanya masih besar Kota Bandung sebanyak 121.544 orang, sementara Kuningan berkisar pada angka 105.989 peserta. Ini bisa dimengerti mengingat jumlah penduduk maupun pasangan usia subur (PUS) Kota Bandung lebih besar dari Kuningan. Tentu saja, jumlah terbesar penyumbang KB suntik masih tetap milik Kabupaten Bogor. Kabupaten berpenduduk paling gemuk di Jabar ini mencatat PA KB suntik 411.571 orang atau 53,98 persen dari total PA. Pada umumnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan tingginya proporsi KB suntik di daerah bersangkutan. Bisa dipahami bila kemudian Kabupaten Bandung juga mencatat angka PA KB suntik hingga 307.378 orang.

tak sampai 1 persen pun. Capaian MOP untuk PB juga memble. Dari 4.976 orang yang dibidik tahun ini, per November lalu baru terpenuhi 2.157 orang atau 44,71 persen dari target. Padahal, sampai akhir tahun ini PA MOP dipatok 84.307 peserta atau 1,45 persen terhadap total PA. Lanskap MOP di Jawa Barat juga tak jauh berbeda dengan sebaran KB suntik atau pil. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak juga peserta MOP. Meski begitu, angka terbaik proporsionalitas MOP terhadap total PA berhasil dicatat Kota Banjar. Kota kecil di tapal batas Jawa Barat dan Jawa Tengah ini sukses mencatat angka 2,8 persen untuk kesertaan MOP. Bandingkan dengan Kota Tasikmalaya yang hanya mampu memenuhi 0,11 persen atau hanya 90 orang dari total PA.

Informasi mengenai pemakaian kontrasepsi dianggap penting untuk mengukur keberhasilan program KB.

Angka cantik KB suntik ini berbanding terbalik pencapaian KB vasektomi atau metode operasi pria (MOP). Laporan Dallap menunjukkan partisipasi MOP baru menyentuh angka 60.124 dari seantero Jabar. Dibanding kontrasepsi lain, angka ini berarti hanya 0,85 persen alias

Simplifikasi Kontrasepsi Bila dicermati lebih jauh, kesertaan KB rupanya memang linier dengan pengetahuan mereka terhadap alat dan obat kontrasepsi itu sendiri. Seolah kontrasepsi itu ya suntik atau pil

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

9


WARTA UTAMA saja. Dalam benak perempuan Indonesia, kontrasepsi adalah pil, suntik, implant, IUD, dan kondom. Itulah mayoritas alat kontrasepsi yang disebut perempuan usia subur berumur 15-49 tahun yang menjadi responden Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Khusus pil dan suntik, persentase tersebut di atas 97 persen: pil 97,3 persen dan suntik 98 persen. Jangan aneh bila kemudian program KB identik dengan pil dan suntik. Lalu, ada berapa jenis kontrasepsi yang bisa dipilih pasangan usia subur (PUS)? Merujuk kepada statistik rutin Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mix kontrasepsi yang mengabaikan aspek hormonalnonhormonal membaginya sebagai berikut: pil, suntik, implant, IUD, MOW, MOP, kondom, dan kontrasepsi tradisional. SDKI menambahkan intravag atau diafragma, metode menyusui alami alias metode amenorrhea laktasi (MAL), dan kontrasepsi darurat dalam kelompok modern. Sementara kontrasepsi tradisional dirinci menjadi pantang berkala atau sistem kalender, sanggama terputus, dan cara lainnya. Dari 13 metode atau alat kontrasepsi yang dimunculkan dalam kuesioner SDKI 2012 memperlihatkan bahwa 99 persen responden pernah mendengar suatu metode atau cara kontrasepsi. Setelah pil dan suntik di urutan teratas, 82,3 persen mengaku mengenal IUD atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), 84,4 persen mengenal kondom, 67 persen mengenal MOW atau sterilisasi perempuan (tubektomi) dan hanya 37,7

10

persen yang mengenal MOP atau sterilisasi pria (vasektomi). Mereka yang mengenal intravag hanya 10,5 persen, kontrasepsi darurat 11,3 persen, dan MAL 23,8 persen. Tentang metode kontrasepsi tradisional, dari seluruh responden hanya 60,5 persen di antaranya yang mengaku mengenal. Rinciannya, pantang berkala 47,2 persen, senggama terputus 48,1 persen, dan cara lainnya 10,3 persen. Secara umum, kelompok perempuan umur 30-34 tahun yang berdomisili di wilayah perkotaan dan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan tertinggi mengenai metode kontrasepsi, baik metode kontrasepsi modern maupun tradisional. Sebaliknya, wanita kawin umur 15-24 tahun, tinggal di perdesaan, dan berpendidikan rendah memiliki pengetahuan yang rendah tentang metode kontrasepsi. Laporan SDKI 2012 juga menjelaskan, pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan KB merupakan salah

TINGKAT PUTUS PAKAI KONTRASEPSI

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

satu aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alat atau cara kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya, pengetahuan tersebut akan berpengaruh kepada pemakaian alat atau cara kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran. Informasi mengenai pemakaian kontrasepsi dianggap penting untuk mengukur keberhasilan program KB. Informasi ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah pada saat wawancara dilakukan responden atau pasangannya menggunakan suatu jenis alat atau cara kontrasepsi. Data agregat SDKI 2012 untuk Jawa Barat menunjukkan adanya dominasi suntik dan pil dalam kesertaan KB. Menurut hasil survei yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS)


WARTA UTAMA tersebut, 62,2 persen responden PUS Jawa Barat tercatat sebagai peserta aktif KB. Dari jumlah itu, 60,3 persen menggunakan kontrasepsi modern dan 1,9 persen menggunakan kontrasepsi tradisional. Bila diurai lagi, 33,4 persen menggunakan suntik, 16,6 persen menggunakan pil, IUD dan MOW masing-masing 4,1 persen dan 3,1 persen. Peserta MOP jauh lebih rendah hanya 0,1 persen.

Pemicu Utama Putus Pakai Dominasi suntik dan pil atau metode kontrasepsi jangka pendek ini yang kemudian membuat galau Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar. Berbicara di hadapan puluhan jurnalis saat media gathering di sebuah rumah makan di Bandung belum lama ini, Sugilar mengeluh rendahnya kesertaan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP). Terutama suntik dan pil, keluh Sugilar, keberlangsungannya sulit dikendalikan. Pengguna KB suntik

dan pil sangat rentan drop out (DO). “Peserta lupa minum pil atau lupa disuntik bisa langsung hamil,” kata Sugilar. Dia menambahkan, “KB itu bukan untuk menggentikan kelahiran, tapi mengatur agar terencana dan tidak terlalu sering.” Keluhan pria yang akrab disapa Gilar ini rupanya sejalan dengan hasil SDKI 2012 lalu. Tingkat putus pakai kontrasepsi suntik mencapai 40,7 persen, yang tertinggi dibanding seluruh metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia. Angka ini sedikit berbeda dengan Jawa Barat yang menempatkan kondom sebagai kontrasepsi dengan putus pakai paling tinggi (42,5 persen) dan pil di urutan kedua (37,3 persen). Adapun suntik di posisi ketiga dengan putus pakai 30,2 persen. Sebuah penelitian yang dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFE UI), angka putus pakai kontrasepsi di Jawa Barat mencapai 30,8 persen. Angka ini jauh di atas nasional sebesar 27,1 persen. Dilihat dari alasannya, sebagian besar PUS memutuskan untuk berhenti menggunakan kontrasepsi atas alasan ingin hamil (8,8 persen). Untuk kasus ini, tidak alasan yang berkaitan dengan karakteristik kontrasepsi. Pemicu lainnya berkaitan dengan efek samping atau masalah kesehatan (8,5 persen). Ada juga mengalami kegagalan kontrasepsi sekitar 2,4 persen. “Mengapa angka putus pakai ini meningkat? Apakah alat kontrasepsi semakin jelek? Saya

tidak melihat itu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, tingkat sensitivitas kenyamanan seseorang ini makin tinggi. Sehingga ada keluhan sedikit, mereka langusng gak mau pakai. Mereka beralih, mencari yang lebih baik, lebih nyaman,” terang peneliti LDFE UI Zainul Hidayat usai mempresentasikan hasil penelitian bertajuk “Analisis Putus Pakai Kontrasepsi di Jawa Barat” di Bandung belum lama ini. Dari kisaran angka 30 persen itu, sambung Zainul, ada sekitar 10-12 persen yang akhirnya DO. Secara khusus Zainul mencatat, kecenderungan orang-orang yang tidak mau menggunakan lagi kontrasepsi itu adalah orang-orang muda yang terdidik. Mereka memahami siklus kesuburan pada tubun perempuan. Dengan begitu, mereka bisa menentukan waktu berhubungan badan pada saat perempuan tidak subur. Di sisi lain, ada di antara mereka yang memilih kembali ke alam. Mereka percaya bahwa alam sesungguhnya menyediakan kontrasepsi secara alami. Caranya dengan mengonsumsi makanan tertentu yang diketahui mampu menekan tingkat kesuburan seseorang. Zainul menjelaskan lebih jauh, kasus efek samping yang menjadi pemicu putus pakai kerap ditemukan pada mereka yang menggunakan kontrasepsi hormonal. Yakni, pil dan suntik. Kontrasepsi hormonal, terang Zainul, biasanya sangat sensitif terhadap tekanan daran tinggi dan usia. Ini masalah bagi mereka yang sudah menggunakan cukup lama tapi tidak segera dikontrol tidak dicoba untuk dialihkan.(NJP)

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

11


WARTA UTAMA

CALON PESERTA BARU KB MOP

Berharap kepada Paguyuban KB Pria Pilihan kontrasepsi bagi pria memang terbatas. Kalau tidak vasektomi, opsi lain cuma ada kondom. Karakteristiknya sangat bertolak belakang, permanen versus temporer. Tak mudah mengajak pria ber-KB, terlebih untuk mengakhiri kemampuan reproduksi. Paguyuban MOP menjadi tumpuan.

12

K

ami butuh bukti, bukan janji! Kalimat itu menjadi begitu populer saat berlangsungnya perhelatan pemilihan umum, baik legislatif maupun kepala daerah. Secara alamiah memang manusia lebih percaya kepada sesuatu yang nyata, kasat mata, ketimbang omongan semata. Lebih dari itu, orang Indonesia labih percaya kepada rekomendasi teman untuk memilih sesuatu. Sebuah penelitian yang dilakukan Onbee Marketing Research, anak perusahaan Octovate Consulting Group, bekerjasama dengan Majalah SWA kepada 2000 konsumen di lima kota besar Indonesia menunjukkan lebih dari 80

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

persen konsumen Indonesia lebih mempercayai rekomendasi dari teman dan keluarga pada saat memutuskan untuk membeli sebuah produk. Sementara itu, iklan hanya menempati peringkat kelima sebagai sumber referensi yang dipercaya konsumen. Hasil riset juga menunjukkan rata-rata konsumen Indonesia akan menceritakan hal-hal positif tentang sebuah merek kepada tujuh orang. Sementara halhal negatif diceritakan kepada 11 orang. Selain itu, hasil riset juga menunjukkan bahwa sebuah brand memerlukan enam rekomendasi positif untuk menetralisasi hanya satu pemberitaan negatif dari seorang konsumen.


WARTA UTAMA Nah, terlepas ada kaitannya atau tidak, beberapa tahun terakhir ini Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) getol mendorong secara aktif pembentukan paguyuban peserta KB metode operasi pria (MOP). Anggota paguyuban yang kesemuanya merupakan peserta KB MOP inilah yang diharapkan menjadi ujung tombak penggalangan peserta baru. Lebih dari sekadar peserta, mereka bergerak aktif sebagai motivator jempolan di tengah masyarakat.

Garda Depan Vasektomi Ditemui dalam sebuah kesempatan, Kepala Sub Bidang Kesertaan KB Wilayah dan Sasaran Khusus BKKBN Jawa Barat Edi Purnomo menjelaskan, butuh pendekatan khusus untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) calon peserta MOP. Selain karena kurang populer, keputusan MOP menyangkut masa depan reproduksi peserta itu sendiri. Belum lagi banyak rumor minor tentang efek MOP yang tertanam dalam benak masyarakat. Sebut saja misalnya vasektomi akan membuat pria menjadi impoten. Rumor lainnya menyebutkan vasektomi sama dengan kebiri. Karena itu, Edi menekankan pentingnya KIE MOP dilakukan oleh mereka yang sudah terlebih dahulu menjalani MOP. Para penyuluh atau penggerak KB Pria, lanjutnya, harus memberikan teladan kepada calon akseptor. “Makanya semua penyuluh dan penggerak KB Pria telah mengikuti vasektomi agar penjelasannya bisa diterima oleh

calon akseptor KB. Biar mereka sendiri yang menceritakan pengalamannya, sekaligus menepis rumor negatif yang berkembang,” terang Edi. Wajar bila kemudian Paguyuban MOP menempati garda terdepan penggalangan peserta KB pria. Peran mereka pun tak perlu diragukan lagi. Ditemui di sela pelayanan KB MOP dan MOW di Pangkalan Udara (Lanud) Sulaiman tengah Desember 2014, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Bandung Yanti Marlina mengakui kiprah nyata motivator KB pria yang tergabung dalam Paguyuban MOP “Pasundan”. “Selama ini Kabupaten Bandung sebagai salah satu kantong MOP di Jawa Barat

seorang motivator sekaligus Ketua Paguyuban MOP Kabupaten Bandung “Pasundan” Yoyo Suwaryo. Pensiunan militer berusia 67 ini menegaskan tak pernah mengalami efek samping sejak menjalani MOP pada 1994 silam. Sebaliknya, selama 20 tahun menjalani keseharian serasa lebih fit. “KB pria ini praktis, ekonomi, dan bikin harmonis. Yang menjadi peserta KB pria itu memiliki tenaga fit, gairah seks tinggi, dan awet muda. Betul itu. KB pria itu membuat keluarga lebih harmonis,” kata Yoyo sumringah. Warga Kampung Girang RT 5 RW 15, Desa Ciapus, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung ini mengaku enjoy terlibat aktif dadalam Paguyuban MOP. Alasannya sederhana,

ANGGOTA PAGUYUBAN KB PRIA

yang cukup berhasil. Hal ini, karena ada tenaga motivator yang sudah terbentuk di setiap kecamatan. Kami juga sudah memiliki paguyuban sebanyak 31 kelompok yang tersebar di 31 kecamatan,” ungkap Yanti.

Lebih Fit, Lebih Harmonis Bukti nyata manfaat MOP datang dari penuturan salah

berbagi pengalaman untuk kemudian mengajak orang lain menjadi peserta KB. Berbagi pengalaman saja menjadi media efektif untuk mengedukasi calon peserta. Ini berbeda dengan para petugas KB yang belum menjalani MOP. “Kalau yang mengajak belum ber-KB, itu impang siur. KB pria itu sangat riil. Tidak perlu neko-

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

13


WARTA UTAMA neko, cukup menceritakan pengalaman. Karena itu, saya berpesan kepada para Bapak yang sudah berkeluarga, mari kita ikut program KB,” ajak penerima penghargaan sebagai motivator KB Pria terbaik tingkat Jawa Barat dan nasional ini. Efektivitas KIE ala paguyuban ini dirasakan betul oleh Sofyan, warga Katapang, Kabupaten Bandung. Bapak tiga anak ini memutuskan menjalani MOP setelah mempertimbangkan pilihannya selama tiga bulan. Selama tiga bulan itu Sofyan getol bertanya kepada mereka yang sudah terlebih dahulu menjalani MOP, terutama mengenai efek samping vasektomi. “Penghasilan sopir angkot bisa dihitung lah, berat untuk menghidupi lebih dari tiga anak. Makanya saya memutuskan ikut MOP agar tidak punya anak lagi,” kata Sofyan. Pria bertato ini mengaku mendapatkan informasi MOP setelah tiga bulan lalu mengikuti sosialisasi di kantor kecamatan. Sofyan sempat beberapa kali batal mengikuti MOP karena belum yakin untuk memutus alur reproduksinya. Setelah bertanya sanasini plus pendekatan dari Pabuyuban MOP “Pasundan” akhirnya Sofyan bulat datang ke Lanud Sulaiman bersama sejumlah koleganya sesama penarik angkot. (NJP)

14

BKKBN Jangan Cuma Urus Reproduksi Kritik Haryono Suyono untuk Program KB Gerak lambat kinerja program KB tak luput dari catatan Haryono Suyono. Legenda hidup program KB ini memberikan kritik tajam untuk BKKBN. Otokritik semua pengelola program KKBPK.

U

sia Haryono Suyono tak lagi muda, bahkan sudah sangat sepuh. Meski begitu, suaranya begitu lantang ketika menyampaikan pokok-pokok pikirannya tentang program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan yang diprakarsai Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) di Bale Sawala, kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor, Jawa Barat, 26 November 2014.

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

Pelopor Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) ini menilai program KB kini tak lagi membumi. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dianggap tidak berhasil membumikan program KB di perdesaan. Mantan Kepala BKKBN ini menilai BKKBN kini melulu berkutat pada aspek reproduksi. Padahal, ada delapan fungsi yang harus dijalankan sebuah keluarga. “Terus terang dan mohon maaf Ibu Sestama (Sekretaris Utama BKKBN), BKKBN selama ini hanya mementingkan satu fungsi, yaitu fungsi reproduksi, fungsi KB. Ke


WARTA UTAMA mana-mana masih membawa spiral, bawa kondom, bawa kontrasepsi. Bahkan kontrasepsi vasektomi dan tubektomi. Kalau vasektomi ditawarkan, kalau tubektomi ditawarkan, pasti sebuah keluarga akan menjawab, ‘Ya saya mau vasektomi kalau tugas fertilitas saya sudah selesai.’ Wajar bila rata-rata aspektornya di atas 40 tahun, sudah punya anak 3-4 tahun,” kata Haryono. Menyimak pernyataan

kondom tapi baru menikah, lebih baik pakai pil tapi baru menikah,” tandas Haryono. Tak hanya itu, Haryono juga mengkritik revitalisasi program KB yang dianggapnya malah mundur ke era tahun 1970-an ketika program KB pertama kali digulirkan. Program KB yang sejatinya menyentuh delapan fungsi keluarga, dipersempit untuk hanya menurunkan angka kelahiran. Delapan fungsi keluarga yang disebutkan

menggiring kembali ke era 70an. Para petugas sibuk mencari akseptor baru, bukan berusaha mewujudkan norma kecil keluarga bahagia sejahtera. “Saya kritik karena sekarang presidennya sudah ganti. Beberapa waktu lalu tidak saya kritik karena presidennya berasal dari Pacitan, sama dengan saya. Sekarang dari Solo, saya kritik untuk menjadi perhatian,” ujar Haryono disambut tawa renyah peserta pertemuan. Selain melulu mengurus reproduksi keluarga, Haryono juga mengkritik BKKBN yang dianggapnya tidak lagi menaruh perhatian pada perdesaan. Kondisi ini diperburuk dengan berkurangnya jumlah petugas lapangan beluarga berencana (PLKB), baik karena pensiun maupun mutasi ke lembaga sesuai kebijakan daerah. Menurutnya, PLKB yang sekarang bertahan sudah menua sehingga dinamikanya sangat lambat.

HARYONO SUYONO

seniornya tersebut, Sekretaris Utama BKKBN hanya mangutmangut. Haryono melanjutkan, dengan usia peserta KB seperti itu, maka vasektomi tidak akan menurunkan fertilitas. Penggagas Posdaya ini juga menyindir pemecahan rekor Musium Rekor Dunia Indonesia (MURI) tentang capaian vasektomi beberapa waktu lalu. “Hati-hati, walaupun dapat promosi dari MURI. Juara MURI itu tidak ada artinya untuk menurunkan fertilitas. Ingat, karena umur akseptor sudah tua, varitasnya tinggi. Lebih baik pakai

Haryono itu meliputi Ketuhanan Yang Maha Esa, budaya, cinta kasih, perlindungan, kesehatan dan KB, pendidikan, wirausaha, dan lingkungan hidup. Dana Kependudukan PBB, UNFPA, juga tak luput dari kritik manta Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan rezim Orde Baru tersebut. Hadirnya UNFPA pada 2005 dianggapnya turut menggagalkan program KB karena mengurangi atensinya terhadap keluarga berencana. Revitalisasi program KB tapi disalahkartikan denga

“Saya masih sering terjun ke desa dan melihat teman-teman di desa. Di desa tidak acuh lagi terhadap program KB. Petugaspetugas lapangan yang tadinya melebihi 30 ribu, sekarang sekitar 20 ribu atau kurang. Dinamikanya semakin lambat dibanding periode 1970-2000. Akibatnya, keluarga Indonesia menjadi makin dinamis. Ini menjadi tantangan kita semua,” ungkap Haryono. Haryono mengajak IPADI dan BKKBN untuk turut terlibat aktif dalam mengejewantahkan visi dan misi Presiden Jokowi yang dikenal dengan nama Nawa Cita. Inti Nawa Cita, sambung Haryono, adalah menjadikan desa sebagai pusat pemberdayaan dan pembangunan. (NJP)

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

15


WARTA WARTAUTAMA FOTO

LAUNCHING DESA PERCONTOHAN TKI

Dari Semarak Jambore hingga Kehangatan di Lapangan

KOTA BANDUNG JAWARA MDGS

BAKTI SOSIAL KARAWANG

SANG JUARA JAMBORE

16

SOSIALISASI KESPRO PURWAKARTA

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

KUNJUNGAN DPR RI


WARTA FOTO

KIE KKBPK BERBASIS SENI BUDAYA

JAWARA RAP NASIONAL

KUNJUNGI BKB HI

KOMPAKNYA MEDIA

TEMU ILMIAH KEPENDUDUKAN

TEMU PLKB

CAPACITY BUILDING PLKB

JAMBORE ANAK

PELANTIKAN IPKB

TALKSHOW RADIO KOMUNITAS

OFF ROAD BKL

FESTIVAL KIE

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

17


WARTA KHUSUS

Indonesia Butuh Roadmap Kependudukan IPADI-BKKBN Gelar Pertemuan Ilmiah Nasional Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan

I

katan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) kembali menggelar pertemuan ilmiah nasional kependudukan di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor, Jawa Barat. Para demografer ini saling berbagi hasil penelitian, mengkaji masalah, hingga merumuskan solusi seputar wacana kependudukan dan pembangunan berkelanjutan selama tiga hari, 26-28 November 2014. Pertemuan ilmiah dibuka Rektor Unpad Ganjar Kurnia didampingi Sekretaris Utama Badan Kependdukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ambar Rahayu, Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Feraris, dan Ketua IPADI Prijono Tjiptoherijanto di Bale Sawala, kampus Unpad. Prijono menjelaskan, acara ini diikuti pengurus pusat IPADI dan seluruh perwakilan IPADI provinsi di Indonesia. Di luar itu, pertemuan

18

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

PERTEMUAN ILMIAH KEPENDUDUKAN

ilmiah juga menghadirkan 84 pemakalah dari berbagai perguruan tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pusat Statistik (BPS), serta beberapa lembaga penelitian dan pengembangan kementerian. Bahkan, sebagian pemakalah berasal dari sejumlah perguruan tinggi di luar negeri. “Sesuai dengan ketersediaan waktu dan sumber daya yang ada, panitia memilih 64 makalah yang dipresentasikan secara oral dan 20 makalah yang dipresentasikan dalam bentuk poster. Di samping itu, panitia mengundang 11 pembicara pada sesi utama atau plenary,” terang Prijono. Sejumlah narasumber terdiri atas Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Emil Salim, pimpinan Haryono Center Haryono Suyono, Rektor Universitas Diponegoro (Undip)


WARTA KHUSUS Sudharto P Hadi, guru besar Universitas Indonesia (UI) Suahasil Nazara, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Riwanto Tirtosudarmo, Rektor Unpad Ganjar Kurnia, Kepala BKKBN Fasli Jalal, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Siswanto Agus Wilopo, Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian PPN/Bappenas Suharti. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional cum Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof A Chaniago yang semula diagendakan menjadi keynote speaker urung hadir. Dicegat di sela pertemuan, Prijono menjelaskan, temu ilmiah para ahli demografi ini diharapkan mampu menghasilkan peta jalan (road map) pembangunan kependudukan di Indonesia. Dia menegaskan, kependudukan merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan berkelanjutan. Pada pertemuan Rio + 20 di Brasil pada 2012, kepala negara dan kepala pemerintahan dalam dokumen The Future We Want menyepakati bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang berpusat pada manusia. “Sesuai dengan arahan dari Prof Emil (Salim) tadi, kita ingin membantu pemerintah menunjukkan roadmap yang harus dilakukan untuk pembangunan kependudukan. Selama ini kita belum punya peta ke arah sana,” kata Prijono.

Butuh Roadmap Kependudukan Berbicara membawakan topik Dinamika Kependudukan Indonesia dan Pembangunan Berkelanjutan, begawan ekonomi Emil Salim menegaskan pentingnya peta jalan (roadmap) kependudukan. Roadmap diperlukan untuk memandu kebijakan pembangunan secara aktual dan berkesinambungan. Naik turunnya pembangunan kependudukan harus disikapi secara cepat dan tepat. Di sinilah Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan III 1978-1983 ini menilai perlunya pendekatan politik dalam kebijakan kependudukan. BKKBN tidak lagi cukup menjalankan aktivitasnya pada taktis meningkatkan

kesertaan ber-KB atau menurunkan kelahiran, tetapi memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Pembangunan kependudukan memerlukan reorentasi. “Jadi, BKKBN kalau berbicara, juga harus pandai berbicara dalam bahasa politik. Dia tidak berdiri sendiri. Dia tidak hanya pembanguan demografi, it’s total football. Ada dimensi ekonomi, politik, sosial, lingkungan, dan lainlain. Berarti, IPADI dan BKKBN dari sekarang harus melakukan reorientasi berpikir. IPADI dan BKKBN harus punya roadmap mau ke mana kita menuju tahun 2030?” tegas Emil. Mengapa harus IPADI dan BKKBN yang merumuskan? Emil menegaskan dua institusi inilah yang dianggapnya mengetahui persoalan kependudukan di Indonesia. Maka, lembaga ini pula yang mengetahui kondisi apa yang diinginkan dalam beberapa tahun ke depan. Peta jalan kependudukan harus menjawab ketimpangan yang ditimbulkan dinamika kependudukan di Indonesia Timur dan Barat maupun ketimpangan antara desa dan kota. Mengapa perhatian harus diberikan kepada periode 2015-2035? Karena pada kurun itulah Indonesia mencapai periode puncak bonus demografi. “Kita mengambil 2015-2030 karena ada bonus demografi, jumlah usia muda jauh lebih besar dari jumlah penduduk tua dan anak. Logikanya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas masyarakat usia 15-65 tahun. Tidak perlu diperdebatkan bonus demografi itu kapan, it’s nonsense, bukan itu masalahnya. Masalah kita adalah bagaimana memproduktifkan bonus demografi ini, dan bonus demografi ini tidak merata. Menumpuk di Jawa, Bali, Sumatera, tapi zero di Timur. Bagaimana inequaluty rural-urban juga diatasi, sehingga urbanisasi bisa dicegah,” tandas Emil.

Jadi, BKKBN kalau berbicara, juga harus pandai berbicara dalam bahasa politik. Dia tidak berdiri sendiri. EMIL SALIM

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

19


WARTA KHUSUS

GANJAR KURNIA

Mengembalikan Gerakan KB Di tempat yang sama, Ganjar Kurnia menyebutkan perlunya sebuah gerakan untuk pengarusutamaan kependudukan maupun keluarga berencana (KB) dan pembangunan keluarga. Gerakan ini melibatkan semua kalangan, baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat. Tanpa itu, maka mainstreaming tidak akan berhasil. “Mungkin gagasan yang paling tepat, program KB menjadi gerakan yang melibatkan semua pihak, dari presiden sampai bawah. Kalau tidak, tidak bisa. Saya bagian dari gerakan itu. Mungkin kalau tidak ada itu, maka tidak akan ada yang peduli dengan kependudukan ini. Karena itu, semua harus digarap, seperti pesantren, Pramuka, tentara, dan lain-lain,” tandas Ganjar. Bekas atase pendidikan di Paris, Prancis, ini mengklaim Unpad sendiri selalu bergairah setiap kali berbincang tentang kependudukan. Sebagai rektor, Ganjar kerap menjadi narasumber di banyak tempat yang di dalamnya menyoroti masalah kependudukan. Di banyak tempat itulah Ganjar getol menyampaikan bahaya yang bakal timbul manakala jumlah penduduk tidak dikendalikan. Ganjar pun dengan lantang menyebut bonus demografi sebagai bahaya. Menurutnya, banyak orang sebenarnya tidak paham bonus demografi. “Indonesia sebetulnya sedang bermasalah dalam kependudukan. Masalah ini berpilin-pilin sehingga akan berdampak pada aspek lain. Saat ini kita dihadapkan pada masalah yang sangat serius tentang kependudukan,” kata anggota dewan penasehat IPADI ini.(NJP)

20

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

Grand Design Kependudukan Dibuat Seenaknya?

K

etua IPADI Prijono Tjiptoherijanto melancarkan kritik pedas terhadap dokumen Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) 2011-2035 yang diluncurkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (kini Kementerian K oordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) pada 2012 lalu. Guru besar Universitas Indonesia (UI) ini menganggap GDPK dibuat terburu-buru dan tidak serius. “Grand Design (Pembangunan Kependudukan) yang diterbitkan Kemenko Kesra itu nggak bener. Bikinnya seenak-enaknya saja. Harus dibikin lagi yang lebih sistematis dan lebih jelas lagi,” kata Prijono. “Kayaknya kemarin terburu-buru dan Menko Kesra juga nggak serius. Kalau sudah ada kan sebenarnya Pak Emil (ekonom Emil Salim, red) gak akan bilang begitu,” tambahnya merujuk pada permintaan Emil Salim saat menjadi narasumber membawakan topik Dinamika Kependudukan Indonesia dan Pembangunan Berkelanjutan di forum yang sama. Siang itu Emil Salim meminta BKKBN dan IPADI merumuskan roadmap pembangunan kependudukan 2015-2030 untuk merespons periode puncak bonus demografi Indonesia. Prijono yang pernah menjadi Sekretaris Wakil Presiden dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini berjanji IPADI bakal menyusun grand design kependudukan yang di dalamnya dilengkapi dengan peta jalan (roadmap) yang jelas dan terukur. Inilah yang dianggapnya membedakan dengan GDPK yang sudah terlebih dahulu meluncur ke publik. Dia juga berjanji IPADI memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memperkuat BKKBN sebagai lembaga nonkementerian yang bertanggung jawab


WARTA KHUSUS dalam kependudukan dan keluarga berencana (KB). Doktor bidang ekonomi dari University of Hawaii ini mengaku pasrah ketika Presiden Jokowi memilih tak membuat kementerian kependudukan dalam Kabinet Kerja yang dipimpinnya.

Grand Design yang diterbitkan Kemenko Kesra itu nggak bener. Bikinnya seenak-enaknya saja. Harus dibikin lagi yang lebih sistematis dan lebih jelas lagi.

“Ya sudah tidak bisa diapa-apakan. Kita cuma bisa berharap BKKBN ditingkatkan statusnya menjadi setingkat kementerian. Ini masih memungkinkan dilakukan,” tandas penulis disertasi bertajuk The Economic Benefit of Tuberculosis Control Program in Indonesia: Effect of Chemotherapy tersebut. Dia lantas menyebut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai contoh lembaga nonkementerian yang memiliki brand lebih mentereng. Apakah itu berarti BKKBN lebih rendah dari BKPM dan BNP2TKI? “Sekarang tidak lebih rendah, tapi tidak dipandang orang saja,” tegas Prijono. Yang lantas menurunkan gengsi BKKBN, imbuh Prijono, adalah posisinya yang berada di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. Penempatan ini dianggapnya tidak tepat karena BKKBN tak melulu mengurus program KB, melainkan menjadi penanggung jawab program pengendalian penduduk. Sementara itu, Menko Kesra Kabinet Indonesia Bersatu II Agung Laksono dalam sambutannya menjelaskan, GDPK selain diperlukan sebagai arah bagi kebijakan kependudukan di masa depan, juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Master Plan Percepatan dan

Prijono Tjiptoherijanto Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) sehingga merupakan bagian integral dari dokumen pembangunan tersebut. GDPK disusun untuk merespon tantangan tiga aspek penting dalam kebijakan kependudukan di Indonesia saat ini. Pertama, secara internal, dinamika kependudukan di Indonesia memasuki fase yang sangat krusial yang ditandai dengan perubahan kondisi demografi “di luar perkiraan”. Hal itu tampak dari perubahan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang keduanya cenderung stagnan. Terlepas dari perbedaan interpretasi mengenai keadaan tersebut, kondisi ini perlu dicermati dan diantisipasi dengan kebijakan kependudukan yang tepat. Kedua, kebijakan kependudukan di Indonesia belum sepenuhnya menjadi bagian integral dari kebijakan pembangunan. Hal ini tidak selaras dengan hasil ICPD (International Conference on Population and Development) tahun 1994 di Kairo, yang mengamanatkan pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam kebijakan pembangunan. Ketiga, pada waktu yang bersamaan dinamika kependudukan di Indonesia sedang mengarah ke fase windows of opportunity yang datangnya hanya sekali dan yang akan memberikan peluang untuk memperoleh bonus demografi. (NJP)

DISTRIBUSI PENDUDUK INDONESIA

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

21


WARTA JABAR

Remaja Kunci Indonesia Sejahtera 700 Remaja Hadiri Jambore Nasional PIKR/M 2014 Jargon Indonesia Sejahtera atau Indonesia Hebat yang diusung duet Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya bisa diraih manakala keluarga di Indonesia sudah sejahtera. Ini tidak lepas dari posisi keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Dengan begitu, manakala keluarga sejahtera, maka masyarakat akan sejahtera, dan pada akhirnya Indonesia akan sejahtera.

22

D

emikian benang merah pernyataan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso yang disampaikan pada tiga kesempatan berbeda saat berlangsungnya Jambore Nasional Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIKR/M) 2014 di Grand Hotel Lembang, Kabupaten Bandung Barat, 29-31 Oktober 2014. Doktor jebolan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini memberi catatan khusus pada keberadaan remaja Indonesia yang saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 70 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, sambung Sudibyo, maka mereka itulah yang akan

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

menjadi tulang punggung utama Indonesia pada saat memasuki bonus demografi. Periode bonus ini sudah mulai masuk dan mencapai puncaknya pada 2028-2035 mendatang. Pada tahun-tahun itulah remaja Indonesia saat ini akan berada pada pundak usia produktifnya. “Remaja kita hampir 70 juta. Remaja ini yang mengisi bonus demografi. Tetapi kalau remaja itu plonga-plongo, culang-cileung, maka Indonesia hanya akan mengalami disaster demografi. Bila remaja tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka kesempatan ini akan diambil orang lain. Bonus demografi hanya membawa sengsara karena remaja kita banyak mengangur karena pekerjaanpekerjaan diisi dari negara lain,” tandas Sudibyo.


WARTA JABAR lagi, terdapat sekitar 5 persen perempuan Indonesia melahirkan pada usia 10-14 tahun. Dua pemicu utama tingginya angka fertilitas, terang Sudibyo, adalah pernikahan dini dan kehamilan di luar nikah. Alih-alih turun, malah menunjukkan trend peningkatan. Repotnya lagi, angka kelahiran remaja di perdesaan dua kali lipat lebih banyak ketimbang perkotaan.

SEMARAK JAMBORE PIKR/M

tantangan makin berat karena struktur penduduk Indonesia tidak menguntungkan. Saat ini terdapat sekitar 24 juta balita, 70 juta remaja, dan sekitar 21 juta penduduk lanjut usia (Lansia). Jumlah lansia diproyeksikan makin membengkak karena angka harapan hidup terus naik. Proyeksi memperkirakan jumlah lansia akan menyalip jumlah balita pada 2018 mendatang. “Jumlah lansia terus menumpuk. Lansia makin susah mati. Padahal, penduduk yang telanjur lansia itu kesejahteraannya rendah. Karena itu, mereka terus bekerja, bahkan berkompetisi mencari pekerjaan dengan penduduk usia produktif,” ujar Sudibyo.

Fertilitas Remaja Tinggi Di sisi lain, remaja Indonesia yang jumlahnya lebih dari enam kali lipat jumlah penduduk Singapura tersebut terus dibekap sejumlah masalah. Yang paling kentara misalnya berupa tingginya angka kelahiran. Mengacu kepada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, age spesific fertility rate (ASFR) 15-19 tahun masih berkutat pada angka 48 per 1.000 kelahiran. Parahnya

“Terus terang saja, remaja kita ini makin mengkhawatirkan. Sekitar 95 persen dari mereka terekspose menonton pornografi melalui berbagai medium, baik warung internet, telepon seluler, dan lainlain. Persentasenya sangat tinggi, terlebih Indonesia terkenal sebagai peretas internet di dunia. Pengguna internet di Indonesia juga sangat tinggi,” ungkap dia. Mengutip hasil penelitian, Sudibyo mengungkap, alasan remaja mengakses pornografi mengaku tidak sengaja. Celakanya, “ketidaksengajaan” tersebut terjadi tiap hari. Bila hal itu dibiarkan, Sudibyo meyakini menjadi pemicu meluasnya perilaku seks bebas. Kelahiran pada usia remaja berdampak luas fertilitas itu sendiri maupun dinamika kehidupan keluarga. “Kita terus bekerja keras. Karena tidak berwenang memberikan kontrasepsi, satu-satunya cara adalah memfasilitasi sekolah dan universitas, termasuk persantren, untuk memehami pentingnya kesehatan reproduksi. Kami membekali remaja tentang

kesehatan reproduksi sehingga bisa melakukan kegiatan positif dan bertanggungjawab terhadap organ reproduksinya,” paparnya.

Jambore Nasional PIK Remaja/Mahasiswa Sejalan dengan itu, Sudibyo menilai pentingnya remaja di seluruh daerah di Indonesia bertemu dan berbagi pengalaman. Upaya tersebut difasilitasi melalui Jambore Nasional PIKR/M yang dihadiri tidak kurang dari 700 remaja dari berbagai daerah di Indonesia. “Jambore penting agar remaja bisa share pengalaman, dari Papua sampai Aceh. Permasalahan remaja berbeda antara satu provinsi dengan lainnya. Misalnya di Papua terkenal HIV/AIDS-nya seperti endemik, menular di antara keluarga. Dengan begitu, pendekatannya berbeda dengan provinsi lain,” kata Sudibyo. Direktur Ketahanan Remaja BKKBN Temazaro Zega menjelaskan, jambore yang dihelat rutin setiap tahun tersebut diisi aneka kegiatan berupa lomba maupun pengembangan kapasitas dan kegiatan dinamika kelompok. Setelah itu, peserta ditantang untuk unjuk gigi berupa pentas seni menampilkan kesenian daerah maupun kontemporer. Peserta juga ditantang adu keren yel-yel antarprovinsi. Terakhir, mereka diajak berkompetisi melalui ajang Smart Genre.(NJP)

PEMBUKAAN JAMBORE

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

23


WARTA JABAR

Biar Akses KIE Lebih Dekat kepada Masyarakat BKKBN Jabar Gelar Festival KIE 2014 Selalu ada yang baru di Jawa Barat. Menyempurnakan KIE yang saban tahun dilaksanakan, tahun ini BKKBN Jawa Barat mengemasnya dengan cara berbeda. Lahirlah “Festival KIE Jawa Barat 2014” untuk menggabungkan sejumlah kreativitas dalam sosialisasi dan edukasi program KKBPK.

D

ihelat selama dua hari di dua tempat berbeda, festival ini memadukan agenda capacity building hingga praktiknya di tengah masyarakat. Tak tanggung-tanggung, panitia memboyong peserta dari 22 kabupaten dan kota se-Jawa Barat ke arena pesta rakyat cum pasar kaget di kawasan Brigade Infanteri (Brigif) 15 Kujang, Kota Cimahi. Di sini, panitia menyediakan tiga booth dengan tema berbeda: remaja, balita, dan orang tua. Melengkapi festival, BKKBN juga menghadirkan sebuah panggung KIE kreatif yang diselingi hiburan rakyat.

POJOK KIE BALITA

24

“Mungkin orang tua tidak secara sengaja datang untuk mendapatkan informasi tentang program KKBPK. Namun begitu, ketika anaknya asyik bermain di booth alat permainan edukatif atau APE, maka petugas kita dari BPMPPKB Kota Cimahi mengajak orang tuanya berbincang tentang pengasuhan hingga masalah keluarga. Sementara di booth remaja, pengunjung diajak bermain Monopoli Genre berupa permainan game interaktif tentang program pendewasaan usia perkawinan dan kesehatan reproduksi,” terang Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat Elma Triyulianti di sela riuh rendah festival.

Model KIE Terpadu Festival yang mengusung tema Hari Ibu tersebut didesain menjadi pintu gerbang KIE program KKBPK kepada masyarakat. Elma menyebut festival tersebut sebagai upaya mendekatkan akses KIE kepada khalayak. Mereka yang selama ini belum tersentuh atau kurang tergarap optimal bisa memperoleh akses terhadap

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

informasi program. Selanjutnya, giliran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) program KKBPK di kabupaten dan kota masingmasing untuk menindaklanjutinya secara tepat. “Kami ingin mengembangkan model KIE terpadu. Keramaian seperti pasar kaget di Brigif ini pasti ada di setiap daerah. Tentu dengan variasi yang khas satu sama lain. Nah, dengan dibawanya pengelola program advokasi dan KIE dari seluruh kabupaten dan kota ke sini, kami berharap mereka bisa mengembangkannya di daeran masing-masing,” Elma menjelaskan. Lebih jauh Elma menjelaskan, festival yang digelar kali pertama di Jawa Barat ini juga mengundang kader KB terbaik dan perwakilan remaja dari kapaten dan kota se-Jawa Barat. Kader yang dalam bahasa resmi program KKBPK disebut Pembantu Pembina keluarga Berencana Desa (PPKBD) ini mendapat pembekalan soft skill untuk mendukung kegiatan mereka mengedukasi masyarakat.


WARTA JABAR

KEMERIAHAN FESTIVAL KIE JABAR

Ujung tombak pengelola program di lini lapangan ini dilatih secara khusus oleh para comic alias stand up comedian. “Mengepa waktunya singkat? Kami menilai karena para kader yang dikirim merupakan yang terbaik di kabupaten dan kota, maka secara substansi program mereka sudah memahami. Di sini kami hanya membekali mereka mengenai bagaimana meningkatkan kepercayaan diri ketika menghadapi audiens dan bagaimana membuat humorhumor segar yang relevan dengan program KKBPK,” terang Elma.

Aneka Lomba, Aneka Media Remaja beda lagi. Perwakilan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mitra MQTV di Jawa Barat ini mendapat pembekalan tentang teknik pembuatan film pendek dengan tema KKBPK dan Hari Ibu. Tentu, mereka juga mendapatkan pembekalan substansi program KKBPK. Substansi itulah yang diharapkan menjadi spirit mereka dalam

mengkreasi film pendek. Selanjutnya, remaja-remaja ini ditantang untuk menghasilkan sebuah iklan pendek tentang keluarga, dengan bahasa dan dunia remaja di dalamnya. Ada lagi pengembangan kapasitas KIE bagi pengelola radio komunitas (Rakom) di Jawa Barat. Hasil pembekalan ini, pengelola rakom ditantang menghasilkan iklan layanan masyarakat (ILM) tentang Hari Ibu dan pendataan keluarga yang akan dilaksanakan pada 2015 mendatang. Para pemenang, baik ILM maupun iklan remaja, diumumkan pada 22 Desember 2014 bertepatan dengan puncak peringatan Hari Ibu tingkat Provinsi Jawa Barat. Daftar pemenang lihat infografik. “Intinya kami ingin menyentuh kalangan berbeda dengan cara dan media berbeda pula. Untuk mengedukasi remaja, kami menggunakan tangan remaja. Alasannya, hanya remaja yang memahami dunia remaja. Biarkan mereka mengemasnya dengan cara khas mereka,” ujar Elma. (NJP)

Yang Terbaik di Festival KIE ILM Monolog Program KKBPK Judul : 4 Terlalu Radio : M3 FM (KBB) ILM Monolog Hari Ibu Judul : Hari Ibu Radio : Bhuana FM (Kab. Cirebon) ILM Dialog Judul : Risiko Kehamilan Radio : Giri Asih FM (Kab. Tasikmalaya) Kategori Spot/Jingle KKBPK Judul : Ayo Ikut KB! Radio : Swara Waditra (Kab. Tasikmalaya) Kategori Spot/Jingle Muatan Lokal Judul : Hayu Urang Milu KB! Radio : Caraka FM (Kab. Majalengka) Film Pendek Keluarga Terbaik I Judul : Doa Bunda Sekolah : SMK TI Muhammadiyah Karawang (Kab. Karawang) Terbaik II Judul : Kami Ingin Diselamatkan Sekolah : SMKN 1 Surade (Kab. Sukabumi) Terbaik III Judul : Piagam Ibu Sekolah : SMK Pasim Plus Sukabumi (Kota Sukabumi) Tiga Terbaik Stand Up Kader KKBPK Kabupaten Karawang Kabupaten Subang Kabupaten Bandung Barat

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

25


WARTA DAERAH

Indramayu Model Pembinaan Keluarga TKI

K

epala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal tak memungkiri tingginya sumbangsih tenaga kerja Indonesia (TKI) bagi perekonomian tanah air. Sayangnya, remiten tinggi devisa tersebut harus mengorbankan ketahanan keluarga di kampung halaman. Inilah yang kemudian mendorong BKKBN untuk turun tangan ambil bagian dalam meminimalisasi dampak negatif bagi keluarga melalui pengembangan model Integratif Solusi Strategik Keluarga TKI. Model Integratif Solusi Strategik Keluarga TKI tersebut diluncurkan di Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, pada 15 Oktober 2014. Melalui model ini, Fasli berharap para TKI mampu mengatrol martabat mereka di hadapan majikan maupun bangsa lain. Para TKI diharapkan mampu bernegosiasi saat membuat kesepakatan kerja dengan para majikan. Dengan begitu, perlindungan terhadap TKI makin meningkat. Mereka terlindungi dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan sewenangwenang.

“Karena itu, kita harus mendukung kesejahteraan dan tumbuh kembang anak dalam keluarga TKI, para pejuang devisa tersebut. Kita yang harus bertanggung jawab karena mereka sudah menunaikan kewajibannya. Mereka membuka lapangan kerja, tidak membebani tenaga kerja dalam negeri yang sangat sempit, memberikan dana segar yang mampu memperkuat rupiah kita. Anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya itu kini menjadi tanggung jawab kita,” ungkap Fasli. Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Suyono Hadinoto menjelaskan, berdasarkan data BNP2TKI, jumlah tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di berbagai negara dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2012 berjumlah 1.657.215 jiwa dengan jumlah tenaga kerja wanita (TKW) mencapai angka yang sangat besar, yakni mencapai 78 persen. Angka ini cukup mengkhawatirkan mengingat perubahan peran perempuan sebagai pemelihara rumah menjadi pencari nafkah utama keluarga berperan besar terhadap perubahan struktur keluarga secara luas.(*)

DI GARUT, DPR RI Minta Hotline Service KB

S

ulitnya akses masih menjadi kendala utama partisipasi masyarakat untuk menjadi peserta program keluarga berencana (KB). Padahal, kesadaran masyarat untuk ber-KB boleh dibilang tinggi. Inilah yang kemudian dianggap menjadi penghambat naiknya kesertaan ber-KB di daerah-daerah terpencil seperti di pesisir selatan Jawa Barat maupun daerah lain yang memiliki karakteristik sama. Sementara untuk meningkatkan pelayanan, BKKBN disarankan membuka pusat layanan pengaduan (hotline service). Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Siti Mufattahah mengungkapkan hal itu saat ditemui usai talkshow Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Local Education Center (LEC) Garut, Kabupaten Garut, pada 13 November 2014. Talkshow diikuti sedikitnya 300 orang dari berbagai kalangan, seperti remaja, penggerak masyarakat, dan keluarga peserta KB. “Pengetahuan masyarakat terhadap program KB

26

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

sebenarnya sudah cukup baik. Cuma saja, selama ini mereka kesulitan untuk mengakses tempat pelayanan (kesehatan) atau mendapatkan alat dan obat kontrasepsi. Sebagian masyarakat di daerah terpencil mengaku belum pernah mendapatkan pelayanan KB secara gratis. Mungkin sebenarnya (KB gratis) belum menjangkau mereka tadi,” kata Siti Mufattahah. Politisi Partai Demokrat ini menyayangkan belum adanya pusat pengaduan pelayanan KB. Layanan aduan ini penting bagi kedua belah pihak, baik masyarakat maupun BKKBN. Masyarakat memiliki saluran pengaduan, BKKBN memiliki instrumen penting untuk mengetahui pelayanan KB sekaligus mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program KB. “Belum lama ini saya menerima keluhan dari peserta KB implant. ‘Bu, saya pakai implant tapi gagal. Kemudian implannya hilang. Sudah bolak-balik harus ke pelayanan tapi tetap hilang.’ Nah, selama ini mereka menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa bantuan dari pemerintah. Nah, ini harus menjadi perhatian BKKBN,” tegas Siti Mufattahah.(*)


WARTA DAERAH

Ini Dia Jurus Karawang “Lindungi” Orang KB

K

eberhasilan Kabupaten Karawang dalam menggenjot kepesertaan program keluarga berencana (KB) rupanya tak lepas dari jurus jitu Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) dalam memagari para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) agar tak tergiur pindah ke instansi lain. Jurus itu mengemuka saat media gathering Perwakilan BKKBN Jabar dan Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jabar di Bandung, 22 Desember 2014. “Kalau daerah lain para petugas (PLKB) sudah ke mana-mana, Alhamdulillah untuk Kabupaten Karawang masih solid. Ini tidak lepas dari komitmen Pemerintah Kabupaten Karawang terjadap program KB sangat tinggi,” kata Kepala Bidang KB BKBPP Kabupaten Karawang Sri Mulyani bangga. “Saur bahasa Sunda mah, keun orang KB urang pager. Petugas KB mah mahal, unik. Keun ulah dikamana-manakeun,” tambah Sri Mulyani menirukan ungkapan Bupati Karawang ihawal pentingnya sumber daya manusia (SDM) dalam pembangunan KKBPK.

Dia menegaskan, kesuksesan program KB atau KKBPK sangat ditentukan SDM itu sendiri. Alasannya, hanya SDM yang memahami dengan baik program KB yang mampu menjalankan program dengan baik. Tanpa itu, maka program KB tidak akan jadi apa-apa. Tuntutan SDM menjadi demikian penting mengingat di pusat “hanya” ditangani sebuah badan. “Padi punya menteri, ikan punya menteri, kependudukan tidak punya (menteri). Ini menjadi tantangan bagi daerah untuk memperkuat kelembagaan. Alhamdulillah, BKBPP Kabupaten Karawang yang memiliki empat bidang, hanya satu yang membidangi perempuan, sisanya berkaitan dengan keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan advokasi. Ini tidak lepas dari komitmen kuat dari kepala daerah terhadap program KB,” ungkap Mul. Bupati maupun Wakil Bupati juga sepakat untuk melindungi “orang KB” agar tidak pindah ke unit kerja lain di luar BKBPP. Kepala daerah selalu berpesan agar para petugas tetap berkonsentrasi pada pengendalian penduduk dan pembangunan keluarga. Bahkan, dukungan juga mengalir deras dari lembaga legislatif.(*)

IPKB Kota dan Kab. Bogor Resmi Terbentuk

J

ejaring kemitraan pembangunan KKBPK di Bogor Raya makin nyata. Hal ini ditandai dengan dilantiknya dua Pengurus Cabang Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB), Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, di kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor pada 30 Oktober 2014.

Kementerian Kependudukan yang digadang-gadang bakal hadir dalam Kabinet Kerja ternyata isapan jempol belaka. Dengan lemahnya kelembagaan tersebut, sambung Soeroso, maka agenda pembangunan KKBPK ke depan kian berat. Tantangan terbesarnya adalah meyakinkan pemangku kepentingan bahwa penduduk merupakan sentral pembangunan.

Pelantikan dipimpin Ketua IPKB Jawa Barat Soeroso Dasar dan turut disaksikan Sekretaris BPMKB Kota Bogor serta sejumlah pejabat terkait. Pengurus Cabang IPKB Kota Bogor dan Pengurus Cabang Kabupaten Bogor akan menjalankan tugasnya untuk lima tahun ke depan. Dalam menjalankan misinya, IPKB Kota Bogor dipimpin oleh Agus Rustandi, salah seorang jurnalis senior di Bogor Raya. Adapun Kabupaten Bogor dipimpin oleh Khairunnas, seorang penulis yang sehari-hari bertugas di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor.

“Upaya yang dilakukan IPKB jabar selama ini adalah memberikan advokasi program (KKBPK) kepada kepala daerah dan stake holders lainnya. IPKB terlibat aktif dalam perencanaan kependudukan di Jawa Barat. IPKB juga aktif menyuarakan pentingnya program KB melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Bahkan, IPKB menerbitkan buku Dicari Menteri Kependudukan untuk menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan,” kata Soeroso.

Soeroso mengungkapkan pentingnya peran serta pelaku media dan aktivis pemberdayaan masyarakat untuk bersama-sama membangun KKBPK. Terlebih

Sejalan dengan itu, Soeroso meminta secara khusus pengurus IPKB Kota Bogor dan Kabupaten untuk aktif mengadvokasi program KKBPK melalui media massa. Permintaan ini sejalan dengan strategi IPKB Jabar yang menjadikan IPKB kabupaten dan kota sebagai ujung tombak advokasi melalui media massa.(*)

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

27


WAWANCARA

Wawancara Khusus dengan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar

BKKBN Jangan Rugi Bandar Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Jawa Barat memiliki segudang masalah. Butuh sentuhan ekstra agar roda program KKBPK bisa berputar kencang. Nah, apa yang akan dilakukan Perwakilan BKKBN Jawa Barat dalam beberapa waktu ke depan? Berikut petikan wawancara dengan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat ditemui di sela pertemuan ilmiah kependudukan di kampus Universitas Padjadjaran belum lama ini. Setelah dilantik menjadi Kepala BKKBN Jabar, apa yang sudah Anda lakukan? Selama ini saya terus turun ke lapangan untuk melihat dari dekat pelaksanaan program (KKBPK). Saya menemui para petugas lini lapangan, apakah PLKB, KPB, TPD sampai pos KB. Saya berkesimpulan teman-teman di lapangan luar biasa semangat dan dedikasinya. Namun, ada satu titik yang harus digali lebih dalam lagi. Kelihatannya mereka kurang tersentuh mengenai substansi program itu. Mereka sudah tahu apa sih peran PLKB/PKB, tetapi tupoksi belum mendarat di lapangan. Substansi apa yang menurut Anda belum tersentuh? Selama ini mereka sibuk mengejar peserta KB. Nah, dari mana peserta KB itu didapat, itu yang harus diperdalam lagi. Kami menyarankan back to basic. Seorang PLKB harus punya data. Misalnya jumlah penduduk, rasio laki-laki-perempuan, sampai masalah kependudukan makro di desa tersebut. Berikutnya, data diolah dan dianalisis secara tajam, sehingga bisa benar-benar menjadi bekal operasional. Petugas bisa melihat jumlah penduduk, kepala keluarga, kondisi pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Data KB bisa melihat jumlah PUS, PA, calon PA, siapa saja mereka. Pada umumnya mereka tahu tapi kurang menggigit. Teman-teman perlu dibekali teknik KIE-nya. Tugas mereka menggerakkan, bagaimana masyarakat terlibat aktif dalam program KKBPK. Hasil temuan diapakan? Sambil membenahi itu semua, tahun depan kita rencanakan bersama kita dengan kepala-kepala SKPD kabupaten dan kota supaya orientrasi kepada

28

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

PLKB/PKB secara seksama, baik substansi program maupun semangat kerja. Kita coba galakkan kembali. Tahun ini juga banyak pelatihan. Substansinya kita alihkan untuk lebih mengarah kepada tupoksi mereka. Kami ingin data benarbenar akurat, sehingga bisa menjadi bekal operasional di lapangan. Jangan sampai kita ini rugi bandar. Capaian PB atau peserta baru KB kita misalnya 1 juta per tahun. Sayangnya, angka drop out (DO) bisa sampai 1,2 juta. Kalau begini caranya, kita rugi bandar. Data ini yang harus kita benahi. Apa hambatan program KKBPK di lapangan? Kesertaan KB Jabar tinggi, di atas 60 persen. Harusnya bila di atas 60 persen itu memang mendongkrak penurunan TFR. Angka 60 persen bisa dipertahankan dan akseptor itu menjadi akseptor lestari. Jangan sampai mereka DO. Itu yang harus kita jaga. Ketersediaan kontrasepsi di setiap lini tempat pelayanan harus tersedia sebaik-baiknya. Jangan sampai mereka ingin disuntik ulang atau pil ulang tetapi tidak ada pilnya atau suntikannya. Ini sangat krusial, sehingga alat dan obat kontrasepsi harus benar-benar dipantau. Jangan sampai DO gara-gara alkon tidak tersedia.


WAWANCARA Pada saat yang sama, mendorong penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang atau MKJP. Kalau DO akibat menopause, itu nggak masalah. Itu memang seharusnya begitu, berhenti menjadi peserta KB. Yang jadi masalah adalah DO akibat penggunaan kontrasepsi jangka pendek. PB naik terus terus, tapi PA tidak naik signifikan. Jabar getol melakukan revitalisasi dan percepatan program, apa hasilnya? Akselerasi dilakukan dengan pergerakkan semua pihak, baik provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, desa, dan seterusnya. Yang tidak kalah penting, jangan sampai kita akselerasi terus akselerasi tetapi tidak melihat data yang ada. Kami ingin data yang ada konkret dan berkualitas. Kalau ada peserta KB baru dicatat baru, kalau ulangan kita catat ulangan. Ganti cara, laporkan ganti cara. Jangan

sampai misalnya karena akselerasi, yang peserta KB ganti cara dilaporkan sebagai PB. Itu yang kita tidak harapkan. Kita ingin akselerasi itu bukan hanya mengejar PB, tapi juga sekaligus membenahi data. Akseptor baru bisa tercapai, keberlangsung terjaga, ketersediaan kontrasepsi disiapkan. Di samping itu, ketahanan keluarga juga diperhatikan. Sejauhmana hasilnya? Kita sekarang sedang keliling, 1-2 bulan ini kerjasama dengan kabupaten dan kota. Hasilnya belum bisa diukur, sekian ribu desa gak bisa secara tiba-tiba. Ini bisa dilihat dalam laporan rutin kita nanti, laporan bulanan, laporan tahunan. Kita akan mengetahui hasilnya pada akhir tahun nanti. Fokus BKKBN Jabar ke depan seperti apa? Salah satunya lini lapangan. Apalagi tahun ini sudah dicanangkan tahun lini lapangan. Karena itu, bagaimana kita memperkuat lini lapangan supaya kuat, PLKB/Pos KB/Sub Pos KB/IMP/Kader kuat dalam memantapkan program. Saya menyarankan semua jajaran di provinsi maupun kabupaten kota bersama-sama datang ke daerah, ke desa, berdiskusi denga teman-teman di lapangan. Di sanalah kita melakukan revitalisasi program. Supaya benar-benar apa yang diharapkan itu tergambar dengan nyata dan bisa mengena dengan baik. Mengenai rencana Pendataan Keluarga 2015? Data itu sebagai bekal kita melaksanakan program di lapangan. Kalau seorang PLKB tidak punya data, maka itu akan berabe sekali. Oleh sebab itu, untuk punya data itu tadi kita mempersiapkan perangkatnya supaya PLKB ketika mendata itu benar-benar dibekali, apa yang harus didata? Siapa yang harus didata? Bagaimana caranya? Pendataan keluarga sudah diamanatkan Undangundang Nomor 52 tahun 2009 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2014. Pendataan dilakukan door to door oleh kader setempat untuk melihat sejauhmana performa program KKBPK dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari sana kita bisa mengetahui di mana posisi sebuah keluarga dalam tahapan keluarga. Kita bisa mengetahui berapa jumlah keluarga prasejahtera atau miskin misalnya. Lalu, ditentukan intervensi apa yang bisa dilakukan. Hasilnya bisa digunakan untuk program perlindungan sosial oleh pemerintah? Itu tergantung (pemerintah). Dijadikan atau tidak tergantung membutuhkan atau tidak. Kalau membutuhkan, kita siap. Tidak dibutuhkan pun ini tetap jadi bekal BKKBN sendiri, PLKB sendiri, karena pendataan itu tidak semata-mata untuk keluarga miskin, melainkan melihat program KB itu sendiri.(*)

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

29


OPINI

Implementasi Peran APIP dalam Perencanaan Anggaran Oleh: Herman Melani, SH

Auditor Inspektorat Utama BKKBN

Mulai tahun 2013, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian Negara/Lembaga diberikan tugas baru dalam pengawasan, yaitu Reviu Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L).

D

asar hukumnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 tahun 2013 tanggal 28 Juni 2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L yang selanjutnya diperbaharui dengan PMK Nomor 194 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 tahun 2013 tanggal 28 Juni 2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L. Kemudian terbitnya Surat Edaran MenPAN RB Nomor 7 tahun 2012 antara antara lain menyatakan bahwa Pimpinan Instansi memberi tugas APIP untuk melakukan peningkatan pengawasan dalam rangka penyusunan rencana kerja anggaran dan Surat Menpan RB kepada Menteri Keuangan Nomor B/2362/M.PAN-RB/2012 tanggal 23 Agustus 2012 hal Kebijakan Menteri Keuangan tentang Reviu RKA-K/L oleh APIP. Maksud Reviu RKA-K/L adalah

30

WARTA KENCANA • NOMOR 21 • TAHUN V • 2014

untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa RKA-K/L telah disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (Renja K/L), dan Pagu Anggaran serta kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja yang direncanakan, dalam upaya membantu Menteri/ Pimpinan Lembaga untuk menghasilkan RKA-K/L yang berkualitas. Sedangkan tujuan Reviu RKA-K/L adalah untuk memberi keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan bahwa informasi dalam RKA-K/L sesuai dengan RKP, Renja K/L, dan Pagu Anggaran serta kesesuaian dengan standar biaya dan dilengkapi dokumen pendukung RKA-K/L. Ruang Lingkup Reviu RKA-K/L adalah konsistensi pencantuman sasaran kinerja dalam RKA-K/L dengan Renja K/L dan RKP, kesesuaian total pagu dan rincian sumber dana dalam RKAK/L dengan Pagu Anggaran K/L,


OPINI Kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah penganggaran antara lain penerapan SBM dan SBK, kesesuaian jenis belanja, hal-hal yang dibatasi atau dilarang, pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang didanai dari PNBP, PHLN, PHDN, BLU, kontrak tahun jamak, dan pengalokasian anggaran yang akan diserahkan menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN dan kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L antara lain: RKA Satker, TOR/ RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian APIP dalam reviu RKA-K/L yaitu: 1. Efesiensi Anggaran berupa pembatasan dan pengendalian perjalanan dinas (harus selektif dan efisien), pembatasan dan pengendalian paket meeting luar kota (minimal melibatkan eselon I lainnya) dan penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan oeprasional.

eselon I dan bermanfaat minimal untuk tahun anggaran selanjutnya, dapat dikendalikan, dan kelak akan menjadi aset tetap atau aset tak berwujud. 5. Dan, banyak pertimbangan lainnya sesuai kondisi dan karakteristik lainnya. Peran APIP yang strategis dalam proses perencanaan penganggaran dengan melakukan reviu RKA-K/L dan dokumen pendukungnya merupakan wujud dari quality assurance, sehingga dapat meminimalisasi adanya kekeliruan dalam pelaksanaan anggaran dan meminimalisasi terjadinya pemborosan atau penggunaan anggarananggaran yang tidak mendukung tupoksi. Oleh karena itu, kompetensi dan pengetahuan APIP dalam perencanaan anggaran menjadi penting untuk ditingkatkan karena dengan APIP yang kompeten, maka hasil reviu RKA K/L akan menjadi lebih optimal yang pada akhirnya akan mendorong satuan kerja untuk menghasilkan RKA/KL yang berkualitas.

Begitu juga dengan di Lingkungan BKKBN, APIP dalam hal ini Inspektorat Utama BKKBN telah berperan dalam mengawal perencanaan anggaran. Setelah pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Anggaran (Koren), baik Koren I maupun Koren II, maka Inspektorat Utama melakukan reviu atas RKA-K/L seluruh satuan kerja di lingkungan BKKBN. Hasil reviu disampaikan kepada kepala satuan kerja dan perencana komponen untuk diperbaiki sebagaimana saran dari Inspektorat Utama. Sejauh ini hasil reviu RKA-K/L menunjukkan pengaruh positif dalam pelaksanaan anggaran karena tingkat kesalahan dan pemborosan anggaran sudah mulai terminimalisasi. Harapan ke depan tentunya dengan pelibatan APIP dalam perencanaan anggaran, maka RKA-K/L BKKBN akan lebih berkualitas dan pelaksanaan program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga berjalan secara efisien, efektif, ekonomis, dan akuntabel.

2. Mendeteksi duplikasi anggaran untuk gedung yang dipakai bersama atau kegiatan yang sama. 3. Memperhatikan beberapa jenis kegiatan yang pokok perlu didanai, kegiatan yang perlu dibatasi, bahkan kegiatan yang dilarang. 4. Mengendalikan beberapa Pengadaan yang akan diadakan (belanja modal atau belanja jasa konsultan atau belanja jasa lainnya) yang harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi

KOREN II BKKBN 2015

NOMOR 21 • TAHUN V • 2014 • WARTA KENCANA

31



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.