24
WARTA UTAMA
Membangun Kampung KB, Membangun Peradaban
5 8
WARTA UTAMA
34 WARTA JABAR
WARTA UTAMA
36 WARTA JABAR
17
WARTA UTAMA
Peserta KB Jabar Stabil, TFR makin Prima
Bersama Membangun Kampung KB Jawa Barat
Rakornis, Bersama Mitra Membangun KKBPK Jawa Barat
32 WARTA UTAMA
Harganas Gelorakan Ketahanan Keluarga
Cover Story Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso berbincang dengan Kepala Bappeda Jawa Barat Yerry Yanuar saat meninjau salah satu kampung KB di Kabupaten Cirebon. Kampung KB menjadi salah satu ikhtiar membangun peradaban.
TPD Garda Terdepan Program KKBPK
Hari Kontrasepsi Sedunia di Arena Car Free Day
38
WARTA JABAR
41
WARTA JABAR
600 Kampung KB di Provinsi Pelopor
Arsitektur Baru Penyuluh Keluarga Berencana
Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUKARYO TEGUH SANTOSO, IDA INDRAWATI, DODDY H. GANDAKUSUMAH, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Plt. Pemimpin Redaksi DODDY H. GANDAKUSUMAH Plt. Wakil Pemimpin Redaksi AGUNG RUSMANTO Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, HIKMAT SYAHRULLOH Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www. literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail. com Website: www.duaanak.com
WARTA KENCANA • NOMOR 33 • TAHUN VIII • 2017
3
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
4
Warta Kencana
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Peserta KB Jabar Stabil, TFR Makin Prima Kinerja KKBPK Jawa Barat 2017
“
Wajah pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) Jawa Barat sepanjang 2017 terbilang stabil. Tak ada lompatan, namun juga tak mengecewakan. Klaim stabil ini bisa diambil manakala membandingkan proporsi pencapaian kinerja 2017 dengan 2016 lalu.
Jumlah peserta KB di Jawa Barat rupanya bergeming pada angka 7 juta orang. Setiap tahun selalu begitu. Ada kalanya sedikit di atas seperti pada akhir 2016 lalu, kadangkala di bawah seperti pada akhir 2017. Pada Desember 2016 lalu, Jawa Barat tercatat memiliki peserta KB aktif sebanyak 7,129 juta, naik sedikit dari 2015 sebanyak 7,114 juta. Nah, jumlah peserta KB aktif sedikit melorot pada 2017, menjadi 6,9 juta orang.
Meski secara absolut turun, namun angka kepesertaan atau contraceptive prevalency rate (CPR) menunjukan adanya kenaikan. Pada akhir 2016 lalu, CPR Jawa Barat berada angka 74,56 persen. Setahun kemudian naik menjadi 74,91 persen. Anomali ini muncul akibat penurunan pasangan usia subur (PUS) di Jawa Barat, dari 9.521.667 pasangan pada 2016 menjadi 9.252.815 pasangan pada akhir 2017. Prevalensi ini dengan sendirinya memberikan justifikasi membaiknya performa KKBPK Jawa Barat. Bila dicermati lebih jauh, capaian kepesertaan tersebut tampak belum beranjak dari sebaran penggunaan alat dan obat kontrasepsi. Suntik yang dari tahun ke tahun terus mendominasi kembali terjadi sepanjang 2017. Dari 6,9 juta peserta KB aktif, rupanya 3.6 juta di antaranya merupakan pengguna suntik. Dengan kata lain, 52,76 atau lebih dari setengah peserta KB di Jawa Barat menggunakan suntik. Angka ini nyaris sama dengan 2016 lalu sebanyak 52,75 persen.
Warta Kencana
5
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang digadang-gadang mampu menjaga keberlangsungan penggunaan kontrasepsi juga tak kunjung menunjukkan kinerja menggembirakan. Dari hampir 7 juta peserta KB aktif, tercatat hanya 1,5 juta yang memilih menggunakan MKJP, meliputi IUD, metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi, metode operasi pria (MOP) atau vasektomi, dan implant. Memang jumlah ini melebihi perkiraan permintaan masyarakat (PPM) atau target yang dipatok pada awal tahun sebanyak 1,46 juta.
Capaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
797.923
IUD
Di antara empat jenis kontrasepsi tersebut, tampak hanya MOW yang gagal memenuhi target capaian. Dari PPM sebanyak 302.355 orang, peserta MOW hanya terpenuhi 194.580 atau 64,35 persen saja. Capaian ini berbanding terbalik dengan MOP yang mendekati angka dua kali lipat, 183,86 persen. Meski begitu, angka absolut MOP yang mencerminkan partisipasi pria dalam ber-
6
Warta Kencana
194.580 MOW
44.345 MOP
KB masih sangat rendah, tidak sampai 1 persen dari total peserta KB aktif di Jawa Barat. Bahkan, ketika digabungkan dengan jumlah pengguna kondom sebagai alat kontrasepsi pun, peserta KB pria masih tetap rendah. Hingga akhir Desember 2017, tercatat pengguna kondom hanya 117.536 orang. Sehingga, total peserta KB pria di Jawa Barat hanya berhasil menyentuh angka 161.881 orang atau 2,34
469.214 Implant
persen dari total peserta KB aktif sepanjang 2017. Stagnasi jumlah peserta KB aktif ini makin kontras manakala melihat jumlah peserta KB baru atau PB yang dilayani sepanjang 2017. Laporan rutin pelayanan KB yang masuk ke Perwakilan BKKBN Jawa Barat menunjukkan jumlah PB mencapai 1,1 juta orang. Menariknya, tambahan peserta KB anyar tidak berbanding lurus dengan tambahan jumlah
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
peserta KB aktif pada tahun yang sama. Alih-alih nambah 1,1 juta orang, jumlah peserta KB aktif Jawa Barat pada 2017 malah menunjukkan adanya penurunan bila dibandingkan dengan akhir tahun 2016 lalu. Dilihat dari proporsi pilihan kontrasepsi, PB maupun peserta KB aktif (PA) menunjukkan tren yang sama. PB KB suntik tampak mendominasi perolehan PB sepanjang 2017. Dari 1,1 juta orang peserta KB anyar, 595.617 atau 53,88 persen di antaranya merupakan pengguna suntik. Sebaliknya, pria yang memilih menjalani vasektomi hanya 1.052 orang atau 0,1 persen dari total peserta KB anyar pada 2017. Yang menarik dari dari sajian laporan rutin pelayanan juga menyangkut pasangan usia subur yang belum terlayani (unmetneed). Dari total 9,25 PUS, terdapat 2,32 juta di antaranya yang bukan menjadi peserta KB. Memang tidak bisa serta-merta dianggap tidak terlayani karena ada di antara mereka yang hamil atau secara sengaja tidak ber-KB karena ingin segera mendapatkan anak. Secara keseluruhan, selama 2017 terdapat 342.109 perempuan hamil atau sekitar 3,7 persen dari total PUS. Sementara yang menginginkan anak segera ada 799.650 orang atau sekitar 8,64 persen dari total PUS. Nah, nonpeserta KB di luar dua kategori itulah yang kemudian dikenal sebagai unmetneed alias kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani. Jumlahnya masih terbilang besar, 1.180.207 atau 12,76 persen dari total PUS. Dengan kata lain, dalam setiap 10 PUS di Jawa Barat terdapat 1-2 PUS yang belum terlayani.
Angka-angka di atas merupakan data agregat dari laporan rutin bulanan yang dilakukan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat bersama satuan kerja perangkat daerah yang membidangi program KKBPK di kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Data ini yang kemudian menjadi bekal operasional para pengelola program KKBPK di berbagai tingkatan. Tentu, di luar laporan rutin tersebut terdapat pula data pembanding yang berasal dari rupa-rupa survei dan penelitian.
Survei RPJMN Salah satu yang menjadi acuan pengukuran kinerja program KKBPK adalah Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dilakukan secara mandiri oleh BKKBN. Survei ini mengacu kepada rencana strategis KKBPK sebagaimana digariskan dalam RPJMN. Merujuk pada survei ini, Jawa Barat patut berbangga. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso mengklaim capaian Jawa Barat termasuk menggembirakan. Acuannya pada capaian angka fertilitas total atau total fertility rate (TFR) maupun CPR. “Saya ambil salah satu indikator adalah TFR. TFR ini menjadi core bussiness BKKBN melalui program KKBPK. Pada 2017, BKKBN mendapat target dari pemerintah memenuhi TFR 2,33. Hasilnya, kita bisa mencapai angka lebih bagus dari target, yakni 2,24. Jadi, terdapat penurunan rata-rata kelahiran total di Jawa Barat. Ini yang kita tuju sebenarnya seperti itu. Namun demikian, ini belum bisa mencapai sasaran akhir karena nanti diharapkan pada akhir 2019 TFR kita seharusnya 2,1. Seperti itu,”
papar Teguh dalam senuah wawancara khusus di ruang kerjanya belum lama ini. Dari sisi CPR, sambung Teguh, Jawa Barat juga menunjukkan performa lumayan menggembirakan. Dari target RPJMN sebesar 65,6 persen, capaian berdasarkan hasil survei sebesar 63,8 persen. Melihat angka ini, boleh dibilang sudah hampir tercapai. “Ini memang belum tercapai, karena ada beberapa faktor pada saat itu keterlambatan persediaan kontrasepsi kita. Namun karena kesadaran berKB masyarakat Jawa Barat cukup baik, maka angka kelahiran itu turun,” tandas Teguh. Kemudian rata-rata usia kawin. Rata-rata usia kawin pertama perempuan Jawa Barat meningkat dengan baik. Dari semula 19,7 tahun, saat ini sudah mencapai 20 tahun. Angka ini merupakan usia ideal bagi seorang perempuan untuk menapaki jenjang pernikahan. (*)
Warta Kencana
7
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Bersama Membangun Kampung KB Jawa Barat Rakorda KKBPK 2018 Momentum Integrasi Pembangunan KKBPK
Kampung keluarga berencana atau lebih dikenal sebagai Kampung KB saja menjadi tema sentral rapat koordinasi daerah (Rakorda) pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) Jawa Barat 2018. Tema besar itu yang kemudian bakal diturunkan menjadi sejumlah sub pokok bahasan Rakorda yang diikuti seluruh pemangku kepentingan program KKBPK Jawa Barat tersebut. “Penguatan Program Integrasi Kampung KB Dalam Mempercepat Terwujudnya Kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat yang Maju dan Sejahtera� itulah tema besar tersebut. Secara lebih spesifik, Kampung KB dalam kaitannya dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat. Sementara Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat akan mengupasnya dari sisi peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di Jawa Barat. Adapun Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat lebih khusus menyoroti penguatan
8
Warta Kencana
Kampung KB dalam rangka meningatkan derajat kesehatan masyarakat Jawa Barat. Di samping itu, Rakorda yang rencananya bakal dibuka resmi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan tersebut juga didesain sebagai ajang diseminasi atau penyebarluasan informasi kebijakan pembangunan KKBPK nasional pada 2018. Topik ini akan disampaikan sevara khusus oleh Pelaksana Tugas Kepala BKKBN dan Deputi Kepala BKKBN Bidang Keluarga Berencana. Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
(BPS) Jawa Barat akan menjadi salah satu narasumber dikusi terkait isu kependudukan, KB, dan kesehatan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016.
BKKBN juga turut mengundang sejumlah mitra kerja provinsi, perwakilan penyluh KKBPK ahli madya, dan perwakilan tenaga pernggerak desa (TPD) kabupaten/kota.
Sejumlah pihak yang dihadirkan pada saat Rakorda antara lain SKPD yang membidangi KKBPK di kabupaten/kota, kepala Bappeda kabupaten/ kota, kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota, ketua TP PKK kabupaten/kota, kepala bidang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi pada masing-masing SKPD KB di kabupaten/kota. Di samping itu,
“Rakorda ini merupakan momentum penting bagi kita para pengelola program KKBPK di Jawa Barat. Mengapa penting, karena pada saat Rakoda ini kita akan berbagi tugas dengan para pemangku kepentingan di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Lebih dari itu, Rakorda 2018 ini menjadi sangat penting karena turut
menghadirkan pada kepala Bappeda se-Jawa Barat,� terang Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso saat dimintai keterangan terkait penyelenggaraan Rakorda KKBPK Jawa Barat 2018. Bagi Teguh, kehadiran para kepala Bappeda memiliki makna penting karena mereka itulah yang secara teknis menjadi perencana pembangunan di daerah. Kehadiran para perencana ini diharapkan mampu mengintegrasikan program KKBPK, lebih khusus lagi Kampung KB, ke dapam dokumen
Warta Kencana
9
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
perencanaan pembangunan. Sebut saja misalnya rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). “Bappeda itu dapur perencanaan pembangunan sebuah daerah. Keberadaannya sangat penting. Terlebih Jawa Barat dan sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Barat akan menyusun RPJMD baru seiring perhelatan pemilihan kepala daerah pada 2018 ini. Para kepala daerah anyar yang dipilih rakyat pada pemilihan kepala daerah langsung tersebut butuh masukan dari para perencana
10
Warta Kencana
maupun lembaga teknis terkait. Nah, kepada para perencana ini kami titipkan Kampung KB di Jawa Barat,” papar Teguh. Di bagian lain, Teguh menilai pembangunan KKBPK Jawa Barat dihadapkan pada tiga tantangan. Tantangan pertama yaitu jumlah penduduk yang besar. Laju penduduknya pun masih terlampau tinggi, yaitu berkisar pada angka 1,89 persen. Selain itu, persebaran penduduk turut belum merata di seluruh daerah Jawa Barat. Serta, yang tak kalah penting adalah kualitas penduduk itu sendiri.
“Menghadapi 2018 ini kita memang dihadapkan pada berbagai tantangan, baik aspek kependudukan, KB, maupun pembangunan keluarga. Jadi, kita perlu membentengi keluarga keluarga kita dengan baik agar generasi generasi kita menjadi generasi yang sehat,cerdas, dan tangguh. Kita perlu melindungi anggota keluarga kita dari berbagai gangguan yang akan merongrong ketahanan keluarga kita,” tandasnya. Kampung KB Lebih khusus mengenai Kampung KB, Teguh
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
menjelaskan program tersbeut digenjot dalam menyukseskan agenda prioritas nasional Nawacita. Spirit yang dibangun dalam program kampung KB berasal dari agenda Nawacita ke-3, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Kemudian, agenda ke-5 Nawacita, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Juga agenda ke-8, revolusi karakter bangsa melalui keluarga. Teguh mengapresiasi komitmen pemerintah daerah dalam menyambut program Kampung KB. Perkembangan Kampung KB di Jawa Barat menunjukkan peningkatan yang cukup progresif. Dalam segi kuantitasnya saja, jumlah Kampung KB di tahun 2017 kemarin sudah meningkat pesat yaitu mencapai 1.154 kampung yang tersebar di berbagai daerah. Kampung KB, sambung Teguh, merupakan sebuah upaya nyata dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Barat. Maka, pada 2018, keberadaan program Kampung KB sudah sepantasnya menjadi prioritas kerja yang harus semakin digencarkan. Terlebih Kampung KB adalah upaya bersama seluruh komponen, seluruh sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik ditinjau dari pendekatan fisik maupun nonfisik. “Seluruh pelayanan yang diberikan BKKBN akan kita turunkan ke kampung KB. Baik itu berbicara KB, berbicara pembangunan keluarga, berbicara kependudukan, berbicara advokasi dan KIE,” tegasnya.
Dalam hal ini, wilayah yang menjadi sasaran Kampung KB di antaranya adalah keluarga dengan kategori prasejahtera, lalu wilayah dengan tingkat kesertaan ber-KB rendah, lingkungan yang padat penduduk, wilayah tempat bersemayamnya kantong kantong kemiskinan, hingga wilayah dimana aksesibilitas terhadap pembangunan tidak berjalan dengan baik. Maka masalah kependudukan seperti ini menurut Teguh harus diselesaikan secara gotong-royong, salah satunya dengan mensukseskan program Kampung KB. “Maka kampung KB ini harus kita sukseskan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan kegotongroyongan,” lanjut Teguh.
yang lebih gencar, optimalisasi komunikasi program KKBPK sampai ke akar rumput, hingga pembinaan lini lapangan untuk meningkatkan operasional. “Di tahun 2018 kita lebih memfokuskan, Kampung KB yang sudah terbentuk ini betul betul harus dirasakan manfaatnya oleh keluarga. (KKBPK,-red) Tidak hanya yang bersifat lini atas tetapi juga sampai ke lini bawah, menyentuh sasaran utama kita di lapangan,” tandasnya.(*)
Sejalan dengan itu, strategi pelaksanaan program KKBPK terus mengalami penguatan dan pengembangan. Strategi yang harus ditingkatkan yaitu meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi supaya lebih merata, peningkatan advokasi dan KIE
Warta Kencana
11
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Sejauhmana pencapaian kinerja program KKBPK 2017 di Jawa Barat? Jadi kalau kita mlihat performance program KKBPK di Jawa Barat sampai dengan 2017, kita telah mencapai beberapa indikator yang sudah ditetapkan di dalam rencana strategis atau Renstra BKKBN. Hasilnya cukup menggembirakan. Saya ambil salah satu indikator adalah TFR (total fertility rate, Red), ya. TFR ini menjadi core bussines BKKBN melalui program KKBPK. Pada 2017 ini kita ditargetkan oleh pemerintah untuk mencapai TFR 2,33. Nah, realisasinya berdasarkan survei RPJMN 2017 berada pada angka 2,24. Jadi, terdapat penurunan rata-rata kelahiran total di Jawa Barat. Ini yang kita tuju sebenarnya
12
Warta Kencana
seperti itu. Namun demikian, ini belum bisa mencapai sasaran akhir karena nanti diharapkan pada akhir 2019, TFR kita seharusnya 2,1. Seperti itu. Nah, kita akan upayakan. Kemudian, indikator kedua adalah kesertaan berKB di Jawa Barat. Diharapkan 2017 itu mencapai 65,6 persen. Jadi, seluruh pasangan usia subur yang saat ini menggunakan metode kontrasepsi presentase targetnya 65,6 persen. Realisasinya 63,8 persen. Ini memang belum tercapai, karena ada beberapa faktor pada saat itu keterlambatan persediaan kontrasepsi kita. Namun karena kesadaran ber-KB masyarakat Jawa Barat cukup baik, maka angka kelahiran itu turun. Berikutnya, rata-rata usia kawin. Rata-rata usia kawin pertama perempuan Jawa Barat ini juga
Wawancara Khusus
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Drs. S. Teguh Santoso, M.Pd
MENEBAR MANFAAT
B K g n u p m Ka Terhitung dua tahun sejak dicanangkan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Cirebon pada 2016 lalu, maka sudah sepatutnya masyarakat merasa lebih memiliki sekaligus merasakan manfaat keberadaan Kampung KB di daerah mereka. Dengan demikian, Kampung KB menjadi bagian dari denyut nadi kehidupan masyarakat setempat. Aspek kebermanfaatan itulah yang menjadi perhatian Sukaryo Teguh Santoso memasuki tahun ketiga episode Kampung KB. Berikut petikan wawancaranya.
meningkat dengan baik, ya. Yang semula 19,7 tahun, saat ini sudah mencapai 20 tahun rataratanya. Ini angka ideal sebenarnya karena memang rata-rata kawin pertama perempuan kan 20 tahun. Kalau laki-laki 25 tahun. Itu kondisi program KKBPK yang ada di Jawa Barat sampai dengan 2017.
belum tercapai sebenarnya, dari pemakaian kontrasepsi jenis MKJP. Memang ini akan rentan terhadap keberlangsungan penggunaan kontrasepsi. Artinya drop out KB ini sangat terpengaruh pola penggunaan kontrasepsi apakah jangka panjang atau pun jangka pendek.
Ketika CPR sudah cukup bagus, bagaimana dengan sebaran metode kontrasepsi yang dipilih? Apakah sudah sesuai target capaian MKJP?
Unmetneed tinggi, berarti banyak yang belum terpapar program atau pelayanan. Bagaimana bisa terjadi?
Pada 2017 itu ditargetkan 21,7 persen dari peserta KB menggunakan MKJP. Seperlimanya lah, ya. Seperlima dari kesertaan ber-KB yang presentasenya 63,8 tadi, itu 21,7 persen MKJP. Tapi apa yang terjadi, di Jawa Barat itu masih berkutat pada angka 15,7 persen. Jadi masih
Unmetneed kita juga memang belum tercapai. Idealnya 10 persen. Tetapi saat ini baru mencapai 14 persen. Jadi masih ada pasangan-pasangan usia subur yang seharusnya ber-KB dalam arti menggunakan salah satu metoda kontrasepsi, tidak terpenuhi
Warta Kencana
13
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
itu. Ini banyak faktornya sebenarnya. Bisa karena memang tidak terpapar oleh informasi program KB dengan baik atau juga karena aksesibilitas atau juga karena ketersediaan alat kontrasepsi kita yang mengalami keterlambatan. Ini kita masih tinggi. Ini PR kita juga kedepan.
Melihat capaian tersebut, Anda sudah merasa puas? Ya. Saya belum puas ini. Kenapa, karena TFR ini kan memang hasil akhir dari perjuangan program KKBPK dari sudut pendekatan demografis. Hasil akhir kita tuh kan kesejahteraan. Jadi, keluarga yang tidak cukup kecil, tetapi juga kualitasnya sejahtera. Nah, yang perlu kita waspdai dari TFR 2,24 Jawa Barat 2017. Angka itu naik sebenarnya kalau kita bandingkan dengan kondisi 2016. Pada 2016, TFR Jawa Barat itu 2,05. Nah, itu sudah bagus itu sebenarnya 2016. Meskipun naik, namun kenaikan masih di bawah rata-rata nasional. Nah, karena persoalan tadi peserta KB kita tidak cukup dipertahankan dengan baik, sehingga untuk mencapai 65 sekian persen tadi kita butuh kerja keras lagi. Angka drop out kita juga masih tinggi. MKJP kita juga yang seharusnya itu 21 persen, kita kondisinya masih 15 persen. Termasuk yang unmetneed tadi. Yang targetnya mestinya 10 persen, malah kondisinya sekarang ini 14 persen. Kalo ini tidak kita antisipasi betul, maka bisa jadi 2018 nanti kondisi TFR kita malah akan naik dari 2,24 menjadi di atas itu. Jadi memang kita harus kerja keras menghadapi situasi seperti ini.
14
Warta Kencana
Dari aspek pengendalian penduduk, Anda melihat seperti apa? Jawa Barat ini sudah memiliki grand design kependudukan. Dari tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Ini sebuah hal yang cukup baik. Memang kalau kita lihat, dari aspek kependudukan, Jawa Barat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan itu sendiri. Yang pertama, jumlah penduduk kita ini memang tertinggi di Indonesia. Saat ini kurang lebih 47 juta jiwa dengan laju penduduk yang mendekati 2 persen, tepatnya 1,89 persen. Persebaran yang tidak merata, ini kenapa karena ada sebuah dinamika kependudukan yang dipengaruhi pertumbuhan alamiah dan aspek migrasi. Nah, migrasi ini cukup tinggi. Terutama yang migrasi masuk ke Jawa Barat. Itu menjadi sebuah tantangan tersendiri. Belum lagi dihadapkan oleh kualitas penduduk itu sendiri. Itu menjadi tantangan kita sebenarnya.
Terkait keberadaan Kampung KB, apakah selama dua tahun ini sudah sesuai harapan? Ya. Yang dimandatkan oleh negara kepada pemerintah daerah untuk pembentukan Kampung KB ini kan sampai dengan 2017 itu satu kecamatan, satu kampung KB. Jadi, kalau Jawa Barat ada kurang lebih 625 kecamatan, namun luar biasa realisasinya sudah 1.154 kampung KB. Artinya, lebih dari satu kecamatan satu kampung KB. Nah, ini karena komitmen yang baik dari pemerintah daerah menerima program kampung KB ini sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Ya, 2018 ini sudah kita singgung tantangan dalam aspek kependudukanya. Persoalan jumah penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. Nah, jumlah penduduk yang tinggi itu kan juga di dalamnya jumlah keluarganya juga tinggi, bertambah juga. Jumlah keluarga bertambah, maka jumlah pasangan usia subur juga bertambah. Jumlah anak muda juga bertambah.
strategi pertama kita meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih merata. Kedua, peningkatan advokasi dan KIE itu harus lebih gencar lagi. Strategi komunikasi program KKBPK harus sampai ke akar rumput. Tidak hanya yang bersifat lini atas tetapi juga sampai ke lini bawah, menyentuh sasaran utama kita di lapangan. Kemudian, pembinaan lini lapangan untuk meningkatkan operasional. Jadi, kegiatan kegiatan KB itu sesungguhnya keberhasilannya ditentukan di lapangan itu sendiri. Kegiatan operasional seperti kordinasi, pendekatan pendekatan tokoh formal atau informal, penyuluhan di desa desa, itu harus kita gencarkan. Itu lini lapangan.
Kita dihadapkan 2018 pada tiga persoalann kependudukan yang krusial. Penduduk usia produktif, remaja, dan penduduk lansia. Ketiga segmen ini populasinya naik. Ini harus kita waspadai bersama. Contoh penduduk usia produktif, ini penduduk usia kerja. Di dalamnya juga pasangan usia subur. Kalau jumlah PUS di Jawa Barat ini tidak terproteksi, atau tidak terpapar pelayanan KB yang berkualitas, maka bisa jadi pengaturan kelahiran kita gagal. Kehamilan akan bertambah banyak. Ini tantangan kita.
Selain itu, kita tetap mengoptimalkan Kampung KB sebagai sebuah pendekatan, percepatan, program KKBPK yang bersinergi dengan seluruh sektor pembangunan yang ada. Terakhir, strategi kita adalah tetap meningkatkan dan melakukan pemantauan terhadap dukungan manajemen yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terkait program KKBPK. Nah, sasaran yang kita capai untuk 2018 diharapkan memang TFR kita 2,31. Kalau tadi sebenarnya target kita 2,33, di Renstra kita 2,31. Angka 2,31 ini nanti akan diukur kembali.
Belum lagi berbicara tentang kesertaan ber-KB, unmetneed kita, drop out, penggunaan MKJP kita yang belum tercapai ini menjadi tantnagan kita tersendiri. Karena itu, kebijakan kita 2018, tetap melanjutkan apa yang sudah diterapkan pada Renstra kita sampai dengan 2019. Dengan
Kemudian untuk kesertaan ber-KB, tetap kita pertahankan menjadi 65,8 persen dengan angka unmetneed kita harus mencapai 10.14 persen dan MKJP kita tetep harus mencapai kurang lebih 22,3 persen. Ini baru kita kondisi program KB nanti 2019 akan tercapai dengan
keluarga, terutama mereka yang berada di wilayah-wilayah pinggiran. Wilayah yang kumuh, padat penduduk, banyak keluarga prasejahtera, dan yang kesertaan KB-nya rendah.
Apa yang menjadi prioritas pada 2018?
Warta Kencana
15
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
kita sampai dengan 2019 bertekad untuk menyukseskan sembilan agenda prioritasnya. Salah satunya adalah agenda prioritas yang ketiga yaitu membangun indonesia dari pinggiran, dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Kampung KB itu salah satunya untuk menyukseskan itu. Kedua, kampung KB ini juga sekaligus dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan di wilayah-wilayah prioritas juga. Karena wilayah wilayah yang menjadi sasaran kampung KB berkarakter prasejahteranya tertinggi, kesertaan ber-KB terendah, lingkungannya padat penduduk, wilayah di mana itu kantongkantong kemiskinan, kemudian wilayah-wilayah di mana aksesibilitas terhadap pembangunan itu tidak berjalan dengan baik. Maka, kampung KB ini harus kita sukseskan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan kegotong-royongan.
Apa saja yang menjadi ukuran keberhasilan Kampung KB?
baik karena performance 2018 seperti itu. Program prioritas 2018, kita akan menjadikan kampung KB sebgai sebuah upaya bersama seluruh komponen, seluruh sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Baik itu pendekatannya fisik, maupun nonfisik. Pendekatan nonfisik itu berarti berbicara pemberdayaanya, kualitas keluarganya, berbicara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Berbicara nonfisik berarti pendekatan kampung KB ini bagaimana menata lingkungan agar performance lingkungan Kampung Kb juga semakin baik. Persediaan air bersih, jalan jalan yang ada di kampung KB dan sarana pembangunan yang lainnya. Itu untuk program prioritas di kampung KB. Dan BKKBN, telah menyiapkan untuk operasional kampung KB ini, sudah clear! Artinya seluruh pelayanan yang diberikan BKKBN akan kita turunkan ke kampung KB. Baik itu berbicara KB, berbicara pembangunan keluarga, berbicara kependudukan, berbicara advokasi dan KIE.
Mengapa Kampung KB harus menjadi prioritas? Kampung KB ini kan menjadi sebuah pendekatan bagaimana menyukseskan agenda prioritas nasional: Nawacita. Pemerintahan
16
Warta Kencana
Pada 2018 ini kita lebih memfokuskan kampung KB betul-betul harus dirasakan manfaatnya oleh keluarga. Karena itu, lebih fokus pada yang sudah ada ini. Betul-betul operasionalnya di kampung KB ini betul-betul berjalan dengan baik. Seluruh sektor yang ada di wilayah kabupaten dan kota turun ke kampung KB. Dalam arti programnya netes di Kampung KB. Sarana dan prasarana kampung KB berjalan dengan baik. Sehingga pada saatnya nanti kampung yang awalnya tidak layak, menjadi kampung yang baik. Dari infrastrukturnya, lingkungannya tertata, kehidupan masyarakatnya juga baik, perekonomian juga berjalan dengan baik, termasuk kesehatan dan pendidikanya juga baik. Semua sektor kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi. Jadi betul-betul warga masyarakatnya menjadi sejahtera dan berkualitas. Tidak hanya mengejar aspek kuantitas. Kuantitas itu cukup. Nanti kita akan pilah kembali mana kampung KB yang termasuk wilayah tertinggal atau tidak. Kenapa dipilah, karena di 2018 ini lima puluh persen, jumlah desa tertinggal yang ada di Indonesia ini termasuk di dalamnya Jawa Barat harus membentuk Kampung KB. Nah akan kita pilah dulu yang ada ini apakah sudah termasuk desa tertinggal terpapar kampung KB atau tidak. Nah, kalau belum, berarti ada upaya penambahan kampung KB kembali. Tapi prinsipnya kita akan lebih memfokuskan pada mengelola kampung KB agar manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat.(*)
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Rakornis, Bersama Mitra Membangun KKBPK Jawa Barat KKBPK Jabar Catat Capaian Kenerja Positif
BKKBN menyadari betul bahwa keberhasilan pembangunan KKBPK sangat ditentukan oleh sejauh mana kemitraan dapat dibangun dan dikembangkan. Itulah yang kemudian mendorong diusungnya kemitraan sebagai tema sentral pada rapat koordinasi BKKBN tahun ini. Baik di pusat, maupun di daerah. Penegasan pentingnya kemitraan itulah yang dikemukakan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sugilar (kini
sudah purnabakti, red) saat menyambut kehadiran peserta rapat koordinasi teknis (Rakornis) program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Bandung pada 21-22 Februari 2017 lalu. Rapat yang diikuti sejumlah mitra kerja BKKBN ini mengusung tema “Melalui Rapat Koordinasi Teknis dan Kemitraan Kita Dukung Program KKBPK untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat”. “Tugas dan fungsi BKKBN tidak mungkin hanya dilakukan oleh BKKBN. Jadi tidak bisa hanya BKKBN, namun kebersamaan dalam mencapai tujuan harus melalui kemitraan. Itu yang sangat dibutuhkan,” tegas Sugilar. Sugilar menjelaskan, saat ini
program KKBPK mengadapi banyak tantangan. Untuk mendukung sasaran program pemerintah yang telah ditetapkan, tidak ada jalan lain selain meluaskan jangkauan kemitraan. “Keberhasilan program tersebut sangat ditentukan oleh semua pihak, baik dari unsur pemerintah, swasta, LSM, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Upaya penggerakan lini lapangan harus kita pertahankan sebagai salah satu kegiatan yang akan menggairahkan dinamika penggarapan program KKBPK di lini lapangan,” ujar Gilar, sapaan akrab Sugilar. Hadir sebagai narasumber utama Rakornis, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan bahwa program keluarga berencana dan
Warta Kencana
17
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
pembangunan keluarga sangat penting dalam pembangunan. Alasannya sehebat apapun pembangunan, hasil akhirnya adalah bagaimana menghadirkan kesejahteraan bagi penduduknya. Karena itu, pengendalian penduduk menjadi sangat penting agar pembangunan bisa dinikmati secara optimal. Pembangunan harus berimbang dengan laju pertumbuhan penduduk. “Sebab, persoalannya adalah manakala pembangunan yang kita lakukan, yang menikmatinya adalah penduduk. Kemudian, untuk menggerakkan pembangunan membutuhkan penduduk berkualitas. Manakala SDM tidak berkualitas, maka pembangunannya pun tidak berkualitas,” kata Heryawan. Gubernur menegaskan bahwa program keluarga berencana atau famliy planning sangat penting untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Alasannya, bonus demografi yang diharapkan menjadi berkah bisa menjadi sia-sia manakala tidak diimbangi dengan kualitas
18
Warta Kencana
penduduk itu sendiri. Karena itu, penduduk harus dikendalikan guna memelihara momentum bonus demografi tersebut. “Penduduk penting karena menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Ketika menghadapi penduduk yang semakin banyak akan jadi menjadi modal pembangunan jika berkualitas. Tapi bila tidak berkualitas malah akan menjadi sebaliknya. Ini yang harus kita rencanakan. KB atau family planning itu esensinya di situ: merencanakan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari,” tandas Heryawan. Heryawan secara tegas mengatakan bahwa pembangunan kependudukan merupakan prasyarat utama pembangunan sebuah bangsa. Dalam hal ini, kependudukan dalam makna seluas-luasnya. Ketika berbicara kependudukan, sambung Heryawan, maka pada dasarnya seluruh sektor pembangunan tersebut adalah pembangunan kependudukan.
Dia mencontohkan, pembangunan infrastruktur atau penataan lingkungan pada hakikatnya adalah mendukung atau memenuhi kebutuhan penduduk. Sektor pendidikan juga tidak lepas dari domain kependudukan karena pendidikan merupakan sebuah upaya membangun atau menciptakan penduduk berkualitas. Demikian juga dengan kesehatan dan sektor lainnya. “Bahkan ketika berbicara air bersih atau penataan sampah misalnya, hal itu tidak lepas dari kependudkan. Jarang sekali orang berbicara air bersih. Padahal, air memiliki nilai yang sangat tinggi. Memelihara atau mengolah air bersih tujuannya untuk menjaga keberlangsungan kehidupan manusia atau penduduk. Jadi, ini juga kependudukan,” kata Heryawan lagi. Penerima Satyalencana Pembangunan Bidang Kependudukan dan KB ini menyayangkan kependudukan kurang diminati para calon
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana dan para kepala bidang di dalamnya. Rakornis juga menghadirkan sejumlah mitra kerja terkait guna menyelaraskan pembangunan KKBPK dengan sektor lain di daerah.
kepala daerah. Ini ditandai dengan jarangnya calon kepala daerah yang memasukkan isu kependudukan atau pengendalian penduduk ke dalam materi kampanyenya. Pada umumnya, terang Heryawan, calon lebih tertarik bicara pendidikan dan kesehatan. “Jadi, bicara kependudukan itu berarti kita berbicara aspek pembangunan yang sangat luas. Karena itu, lembaga kependudukan harus diperkuat. BKKBN itu harus jadi lembaga pemerintah yang kuat dan besar. Mestinya ada dua lembaga yang kuat di tingkat nasional. Pertama Bappenas atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kedua BKKBN. Bappenas dapurnya perencanaan, BKKBN dapurnya sumber daya manusia atau penduduk,” tegas Heryawan. “Amat sangat luas program kependudukan itu. Program kependudukan adalah bagaimana membangun penduduk yang tangguh. Karena
itu, harus dirancang. Merancang keluarga, merancang jumlah anak, dan seterusnya. Bukan hanya jumlah, tapi juga kualitas,” tambah Heryawan. Khusus mengenai pengendalian penduduk, Heryawan menilai sangat penting karena keberadaan penduduk berkaitan dengan kebutuhan pangan. Kemudian, penduduk juga membutuhkan lahan untuk hunian, membutuhkan sarana pendidikan, kesehatan, dan sarana pendukung lainnya. Nah, BKKBN harus menegaskan posisinya pada titik yang mana. “BKKBN memgambil yang khas, yang tidak diambil oleh sektor lain,” tegas Heryawan.
Kinerja KKBPK Jawa Barat Sementara itu, Rakornis Program KKBPK Jabar secara khusus melakukan evaluasi dan perencanaan program. Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar menyampaikan, Rakornis diikuti para kepala
Di bagian lain, Sugilar menjelaskan, pencapaian program 2016 masuk kategori “rapor biru” alias berkinerja baik karena berhasil membukukan capaian positif. Kinerja moncer tersebut tercermin dari raihan peserta KB baru maupun KB aktif sepanjang 2016 lalu. Sampai akhir Desember 2016, Jawa Barat sukses menggaet 1.304.809 peserta KB baru. Jumlah ini melampui target atau perkiraan permintaan masyarakat (PPM) sebanyak 1.239.380 peserta. Dibandingkan dengan target tersebut, capaian Jabar menyentuh angka 105,28 persen. Dari jumlah tersebut, 52,75 persen atau lebih dari setengahnya merupakan pengguna KB suntik. Sementara proporsi pengguna pil pada angka 28,14 persen. Peserta KB aktif malah lebih menggembirakan bila dibandingkan dengan target yang sudha terlebih daulu dipatok pada aal tahun. Dari target 5.820.220 peserta, Jabar berhasil membukukan angka 7.129.900 peserta KB aktif atau 122,5 terhadap target. Dari jumlah tersebut, 21,53 persen di antara merupakan peserta KB untuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Capaian MKJP ini sedikit mengalami kenaikkan bila dibandingkan dengan proporsi MKJP pada akhir 2015 lalu sebesar 21,53 persen. Menarik bila capaian KB aktif
Warta Kencana
19
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
2016 ini bila dibandingkan dengan kondisi existing pada akhir 2015 lalu. Pada Desember 2015 lalu, tercatat peserta KB aktif di Jawa Barat berjumlah 7.114.256 peserta. Adapun jumlah pasangan usia subur (PUS) kala itu berjumlah sebanyak 9.541.148 keluarga. Dengan demikian, angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) Jabar mencapai 74,56 persen. Setahun kemudian, jumlah peserta KB aktif Jabar menjadi 7.129.900 peserta atau sekitar 74,88 persen dibandingkan dengan jumlah PUS sebanyak 9.521.667 pasangan. Membandingkan dua angka tersebut cukup menarik. Meski mendapat 1,304 juta peserta KB “baru”, rupanya total peserta KB aktif dalam satu tahun terakhir hanya bertambah 15.644 peserta. Berarti kehadiran peserta KB baru hanya mampu menambah 0,19 persen PA. CPR juga terdongkrak bukan semata-mata karena meroketnya capaian PA, melainkan karena adanya penurunan PUS dari 9.541.148 pasangan menjadi 9.521.667 pasangan.
“Kita tetap bersyukur, Alhamdulillah. Meskipun sedikit, PB tetap memiliki kontribusi terhadap PA. Beberapa provinsi lain ada yang capaian akhirnya malah turun bila dibandingkan dengan PA sebelumnya,” kata Gilar.
Kemitraan Strategis Di tingkat nasional, pentingnya kemitraan juga ditegaskan Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty saat memberikan sambutan pada acara rapat koordinasi nasional (Rakornas) KKBPK yang dihelat dalam waktu berbeda dengan Jawa Barat. Menurut Surya, BKKBN sangat menyadari bahwa BKKBN tidak dapat melaksanakan program KKBPK sendirian. BKKBN membutuhkan dukungan komitmen, kepedulian tinggi, partisipasi, dan kerja sama dari para pemangku kepentingan dan mitra kerja di seluruh tingkatan wilayah di Indonesia. Pertemuan yang dihadiri oleh para pejabat pimpinan tinggi madya BKKBN, para pejabat pimpinan tinggi pratama BKKBN, para pemangku kepentingan
program KKBPK dan mitra kerja BKKBN, baik yang berasal dari unsur pemerintah, swasta, maupun masyarakat serta para pejabat administrator BKKBN pusat perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia ini mengambil tema “Peningkatan Peran Pemangku Kepentingan dan Mitra Kerja dalam Penggarapan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga.” Di hadapan para mitra tersebut, Surya menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada segenap pemangku kepentingan KKBPK serta mitra kerja BKKBN atas dukungan komitmen dan partisipasi aktif dalam penyelenggaraan Program KKBPK selama ini. “Rakornis Kemitraan ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Koordinasi Nasional Program KKBPK. Secara khusus, Rakornis Kemitraan diselenggarakan untuk memberikan penekanan kepada peningkatan peran pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam operasionalisasi Program KKBPK. Untuk itu, Rakornis Kemitraan tahun 2017 bertujuan untuk mengoptimalkan peran serta pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam operasionalisasi Program KKBPK pada umumnya, khususnya di Kampung KB dan daerah legok, serta menyusun rencana tindak lanjutnya,” papar Surya. Kemitraan dengan para pemangku kepentingan dan mitra kerja yang dibangun BKKBN diwadahi dalam Nota Kesepahaman Bersama atau Memorandum of Understanding (MoU). Berdasarkan data BKKBN tahun 2016, terdapat sebanyak 110 Nota Kesepahaman Bersama antara BKKBN dan para pemangku kepentingan/mitra kerja. Tujuan penyelenggaraan
20
Warta Kencana
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Rakornis Kemitraan tahun 2017 ini sejalan dengan upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga berencana sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Sasaran-sasaran tersebut di antaranya menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dari 2,6 menjadi 2,28 anak per wanita, meningkatkan pemakaian alat/obat kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/ CPR) dari 61,9 persen menjadi 66,0 persen, dan menurunkan kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani (unmet need) dari 11,4 persen menjadi 9,91 persen pada tahun 2019. Tentunya, untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut diperlukan upaya ekstra dari BKKBN dengan dukungan para pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam pelaksanaan Program KKBPK ke depan. Surya memaparkan bahwa dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga berencana di atas, maka arah kebijakan dan strategi BKKBN dalam menyelenggarakan pembangunan kependudukan keluarga berencana dan pembangunan keluarga tahun 2015-2019 telah dirumuskan sebagai berikut: 1) peningkatan akses dan pelayanan KB yang merata dan berkualitas; 2) penguatan advokasi dan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) KKBPK; 3) peningkatan pembinaan ketahanan remaja; 4) peningkatan pembangunan keluarga; dan 5) penguatan regulasi, kelembagaan, serta data dan informasi. Surya menambahkan, pada 2017 ini BKKBN akan kembali menyelenggarakan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). SDKI merupakan evaluasi terhadap kinerja Program KKBPK sehingga hasil SDKI 2017 akan menjadi rapor penyelenggaraan Program KKBPK di Indonesia selama 5 tahun berjalan. BKKBN tidak ingin mengulang hasil yang ditunjukkan dua SDKI terdahulu (2007 dan 2012), yaitu TFR di Indonesia, yang tertahan pada angka 2,6 anak per wanita sejak SDKI 2002-2003. Sekaitan dengan itu, Surya mengharapkan kesediaan para mitra kerjauntuk memperkuat koordinasi operasional dan memberikan fokus perhatian terhadap Program KKBPK di wilayah kerja masing-masing. Hal ini termasuk dukungan dan perhatian terhadap pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan KB pascapersalinan. Sebagai lembaga pemerintah, BKKBN turut berupaya mewujudkan 9 Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) pemerintahan Jokowi-JK Dimension 2015-2019. BKKBN turut berperan melaksanakan
Strategi Pembangunan Nasional 2015-2019 dengan fokus penggarapan pada Dimensi Pembangunan Kesehatan serta Mental/Karakter (Revolusi Mental) yang diintegrasikan ke dalam Program KKBPK. Untuk itu, Program KKBPK dan berbagai kegiatan prioritas di dalamnya senantiasa diarahkan untuk mewujudkan Nawa Cita, terutama Cita ke-3 “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”, Cita ke-5 “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”, dan Cita ke-8 “melakukan revolusi karakter bangsa” yang diawali dengan Revolusi Mental. Salah satu bentuk upaya nyata di lapangan yang telah dilakukan untuk mewujudkan ketiga Cita tersebut adalah pembentukan Kampung KB. Sejak dicanangkan oleh Presiden Jokowi di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, pada 14 Januari 2016, berdasarkan Laporan Pelaksanaan Program dan Kegiatan di Kampung KB Triwulan IV Tahun 2016, sampai dengan bulan Januari 2017, Kampung KB telah dicanangkan di 487 dari 514 kabupaten dan kota (95 persen) di seluruh Indonesia. Di akhir sambutannya, Surya berharap melalui Rakornis Kemitraan ini, seluruh pemangku kepentingan dan mitra kerja dapat menghasilkan rencana tindak bersama dalam implementasi Program KKBPK di lapangan. Hal ini demi tercapainya sasaran Program KKBPK tahun 2017 sehingga akan mempercepat pencapaian sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga berencana dalam RPJMN 20152019.(*)
Warta Kencana
21
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
22
Warta Kencana
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Warta Kencana
23 23
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Membangun Kampung KB, Membangun Peradaban Bappeda Siap Kawal Kampung KB dalam RPJMD
B
lusukan setengah hari ke Desa Sigong, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon memberikan sebuah sudut pandang baru tentang pembangunan bagi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Yerry Yanuar. Yakni, keberadaan kampung KB atau kampung keluarga berencana. Yerry pun tiba pada sebuah kesimpulan bahwa kampung KB memiliki peran penting dalam membangun peradaban sebuah bangsa. Yerry menyatakan secara gamblang mengenai penilaiannya tersebut saat melangsungkan dialog bersama warga Kampung KB Suka
24
Warta Kencana
Mampir, RW 05, Desa Sigong, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon belum lama ini. Penegasan serupa mengemuka saat dimintai secara khusus mengenai penilaian Bappeda terhadap kampung KB. Pernyataan lugas ini langsung mendapat aplause sejumlah warga yang sore itu hadir di salah satu sekolah di kawasan kampung KB. “Jadi ketika berbicara kampung KB, tentunya ini menjadi sangat strategis bagi Jawa Barat. Kenapa, karena Kampung KB ini menjadi bagian dalam membangun suatu peradaban. Intinya membangun peradaban adalah membangun kesejahteran warga. Itu pertama. Kedua, membangun sumber daya manusianya. Ada dua
hal yang saya lihat. Pertama membangun secara kuantitas, kedua membangun secara kualitas. Kualitas di sini dalam arti bagaimana kita lihat memberikan edukasi terhadap delapan aspek yang ini tadi menjadi fungsi keluarga,� tandas Yerry. Hal ini menjadi penting karena Jawa Barat menghadapi periode bonus demografi pada 2035 mendatang. Bagi Yerry, ini menjadi salah satu pemicu baik atau tidaknya satu generasi. Sehingga, Kampung KB merupakan suatu kampung yang membangun peradaban. Dia berharap program kampung bisa bersinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah serta masyarakat.
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
“Kita ketahui bersama bahwa sekarang ada dana desa yang cukup besar. Sekitar Rp 5 triliun akan berputar di Jawa Barat. Ini tentu merupakan potensi besar. Hingga pertanyaannya adalah bagaimana kita memprogram keberpihakan kepada masyarakat sekaligus juga menyinergikan programprogram OPD yang ada serta sektoral dalam satu tempat spasial. Jadi, pendekatanya mungkin kita akan membuat pilot project yang fokus berdasarkan berbagai karakter daerah,” kata Yerry. Yery meyakini alih generasi merupakan sebuah keniscayaan. Karena itu, Kampung KB harus mampu memerankan diri sebagai salah satu fondasi pembangunan peradaban baru yang sesuai dengan perubahan generasi tersebut. Dalam hal ini, membangun peradaban melalui keluarga. Dalam arti, ketahanan keluarga untuk pola asuh. Jadi pola asuh menjadi penting. “Membangun manusia pasti dari keluarga. Kita maknai bahwa ketika bicara kewajiban orang tua membina anak-anaknya dengan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti, kita terjemahkan dan jewantahkan dalam kampung KB ini. Kita berikhtiar membangun generasi baru ke depan yang lebih baik,” ungkap Yerry. Saat disinggung mengenai peran Bappeda dalam mengembangkan kampung KB, Yerry menegaskan Bappeda akan melakukannya dalam dua hal. Pertama, mengawal perencanaan. Kedua, bagaimana menjadikan perencanaan terimplementasi. Artinya, apa yang jadi kebijakanya daerah dalam membangun kampung KB tersebut. Lebih teknis lagi
adalah memasukkan kampung KB ke dalam dokumen perencanaan daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMB). “Nah, pada saat ini kebetulan di 27 kabupaten kota ada 16 pilkada kabupaten/kota dan satu provinsi. Hampir 55 persen. Pemerintahan baru diwajibkan nantinya menyusun RPJMD. Ini nantinya akan dipetakan untuk mengikat janji gubernur atau pemerintah kabupaten kota terpilih. Momentum ini akan saya manfaatkan untuk menyusun program yang betul-betul sesuai perencanaan tapi juga sukses implmentasi. Ukurannya, masyarakat sejahtera melalui pembinaan kampung KB yang tadi,” tegas Yerry. Menindaklanjuti komitmen tersebut, Yerry berjanji bakal memfasilitasi pertemuan antara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan Bappeda kabupaten dan kota se-Jawa Barat maupun badan usaha di Jawa Barat. Secara kelembagaan, sambung dia, Bappeda mendorong agar dana sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CRS) bisa turut mengalir ke kampung KB. Dengan begitu, biaya program tidak melulu menyandarkan diri pada anggaran daerah. Melainkan buah kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. “Jadi kalau kita berbicara anggaran, dalam kebijakan pemerintah ada empat hal, yaitu Jabar Masagi. Kita coba Kolaborasi. Jadi pendekatan desa membangun yang sedang kita kerjakan sekarang dengan Rektor Unpad, misalnya ada profesor masuk desa. Untuk apa? Yaitu untuk bagaimana mengaplikasikan keilmuannya
dengan menularkan edukasi ke masyarakat yang sifatnya praktis. Karena persoalan mendasar Jawa Barat ini adalah rata rata usia sekolah masih rendah. Berarti harus ada terobosan program untuk bagaimana ini masyarakat memiliki suatu kemampuan yang bisa beradaptasi terhadap perubahan,” paparnya. Lebih jauh Yerry menjelaskan, tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), ada 17 tujuan, denan 169 indikator di dalamnya. Ini yang kemudian diterjemahkan melalui Perpres 59 tahun 2017 tentang tentang Pelaksanaan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pada intinya, membangun peradaban yang secara tidak langsung peradaban ini memiliki daya saing terhadap adaptasi perubahan yang terjadi. “Secara regional sampai tingkat nasional, kita dihadapkan pada masalah komptensi. Nah, kompetensi ini harus diikuti dengan peningkatan sumber daya manusianya. Jadi human capital akan menjadi program utama kita. Pada 15 tahun ke depan ini akan menentukan negara kita akan maju atau sebaliknya. Kampung KB menjadi bagian dari edukasi estafet dari generasi ke generasi. Membangun bangsa dalam arti peradaban. Sangat strategis, karena pola asuh berkaitan dengan sistem nilai. Jadi kita membangun peradaban itu sesungguhnya membangun suatu nilai. Nilai ilahiah, nilai budaya, dan nilai keilmuan yang akan kita satukan dalam program kebijakan daerah,” pungkas Yerry.(*)
Warta Kencana
25
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Menuju Penyuluh KKBPK Lebih Sejahtera Potret perjalanan PKB/PLKB -sekarang Penyuluh KKBPK- dalam menggarap program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di daerah tidak semulus yang dibayangkan. Mengutip penuturan mantan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar dalam rmoljabar.com pada tahun 2017 lalu, dalam skala nasional saja jumlah PKB/PLKB sempat berguguran drastis sejak masa desentralisasi 2003 silam. Kala itu, dari sekitar 40.000 personil PKB/ PLKB yang diserahkan BKKBN pusat kepada seluruh pemerintah kabupaten kota, jumlahnya turun menjadi 15.458 personil. Tak terkecuali di Jawa Barat. Dari 13.000 personil yang diserahkan, pada Mei 2017 dilaporkan hanya tersisa 1.370 personil dari 27 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat.
26
Warta Kencana
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
S
ugilar kala itu berasumsi, setidaknya ada tiga penyebab yang mendorong jumlah personil PKB/PLKB menurun. Tiga faktor tersebut adalah lemahnya komitmen dan “gagal-paham” nya pemerintah daerah dalam pengelolaan program KB di wilayah, serta menurunya motivasi petugas karena penghargaan yang minim atas beban kerjanya. PKB/PLKB atau Penyuluh KKBPK merupakan ujung tombak pengelola KB di lini lapangan. Namun bak angan lalu paham bertumbuk. Secara teoritis tugas dan peranya sangat mudah dirumuskan, namun realisasi di lapangan tak semudah dibayangkan. Profesi Penyuluh KKBPK tidak sesempit menyoal alat kontrasepsi saja. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, Penyuluh KKBPK bertugas memberikan penyuluhan terkait program KKBPK di lini lapangan masing-masing. Kepada tim Warta Kencana seorang Penyuluh KKBPK asal Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon Supriyatna menuturkan suka dukanya. Tantanganya selama bertugas adalah program KB masih dianggap “sebelah mata” oleh masyarakat. Namun berbarengan dengan hal itu, status dirinya pun sebagai PKB/PLKB seperti di “anak tiri”kan. Dijejali berbagai tugas dari berbagai dinas namun tak imbang dengan hak yang ia dapatkan. “Selama ini istilahnya kita disuapi, tetapi kayak anak tiri. Program KB di kami itu karena sedikit, jadi dipandang sebelah mata,” ungkapnya. Gayung pun bersambut. Menjawab sekelumit persolan PKB/PLKB di berbagai daerah, pemerintah menelurkan konstitusi berbuah “angin
segar”. Melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan, Pengelolaan Tenaga Penyuluh KB/PLKB Menjadi Kewenangan Pemerintahan Pusat, pemerintah menetapkan bahwa pengelolaan PKB/PLKB “ditarik” kembali ke rumah lamanya.
Dari sisi operasional, PKB/PLKB akan lebih fokus melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai standar yang telah ditetapkan. Meski memiliki area kerja di daerah, mereka tidak terlalu memikirkan muatan lokal sebagai imbas dari kebijakan kabupaten dan kota setempat. Dalam hal ini, penilaian akreditasi fokus pada tugas pokok dan fungsi.
Berita Acara Serah Terima (BAST) PKB/PLKB pun telah dilakukan kala peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 14 Juli 2017 lalu di Bandar Lampung. Beriringan dengan hal itu, sesuai pernyataan mantan Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty dalam pidato sambutanya di laman keluarga. indonesia.id, PKB/PLKB pun berganti nama menjadi Penyuluh KKBPK.
Pengalihan PKB/PLKB menjadi pegawai pusat pun melahirkan sejumlah tantangan, baik kepegawaian maupun operasional. Dari sisi kepegawaian, harus diakui pengembangan karir dan promosi sangat terbatas karena tidak bisa mendapat promosi untuk jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Kondisi ini berpotensi memicu kejenuhan yang dikhawatirkan berakibat pada penurunan kinerja. Padahal, selama ini banyak PKB/PLKB yang menduduki jabatan di berbagai instansi.
“Mulai saat ini menyebut PKB/ PLKB, sebagai Penyuluh Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK),” tegasnya. Menyikapi hal ini Tim perwakilan BKKBN Jawa Barat mengeluarkan kajian. Dilansir dalam laman duaanak.com, tim perwakilan BKKBN Jawa Barat menuturkan dari sisi kepegawaian, pengalihan PKB/ PLKB ke pusat diyakini bakal menjadikan penjenjangan karir khusus, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mereka tidak terbatas dengan kuota di kabupaten/kota yang bersangkutan. Jenjang karir ini pun didukung dengan fasilitas memadai karena pemerintah pusat memiliki kekhususan dalam pembinaan kesejahteraan. Pegawai pusat juga nantinya tidak terpengaruh dengan adanya mutasi pegawai, terutama kemungkinan pindah ke instansi lain.
Tantangan berikutnya, rentang kendali penilaian akreditasi sangat jauh dan membutuhkan birokrasi panjang. Pengalaman selama ini, ketika akreditasi dilakukan di tingkat provinsi, banyak ketidaksesuaian antara indikator provinsi dengan penilaian atasan setempat. Apalagi bila kemudian PKB/ PLKB merasa sebagai pegawai pusat. Sebagai contoh, pusat bisa saja lebih menitikberatkan pada karya ilmiah. Di sisi lain, kabupaten dan kota lebih cenderung pada operasional pembinaan di desa. Di samping itu, penempatan PKB Ahli Madya ke atas yang sudah tidak layak bertugas di desa akan berbenturan dengan struktur yang dimiliki kabupaten/kota. Walhasil, pemerintah daerah akan sulit menempatkan PKB/ PLKB sesuai dengan pangkat dan golongan yang dimiliki.
Warta Kencana
27
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Menyoal fasilitas, pemerintah pusat tidak dapat dipastikan memberikan fasilitas lebih memadai dari pemerintah daerah. Sekadar contoh, tunjangan daerah DKI Jakarta jauh lebih tinggi dari fasillitas yang diberikan pemerintah pusat. Di samping itu, ada beberapa kabupaten/kota yang memberikan fasilitas lebih tinggi dan terus meningkat. Pada tataran tantangan operasional yaitu menyangkut munculnya dualisme kepemimpinan. Secara administratif, PKB/ PLKB bertanggungjawab kepada permintah pusat. Namun, secara operasional bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten/kota. kabupaten/kota tidak bisa langsung memberikan reward dan punishment tanpa melalui pemerintah pusat. Hal ini
28
Warta Kencana
dianggap bakal menyulitkan pembinaan pegawai. Sisi pembiayaan operasional di tingkat desa juga akan terhambat manakala tetap dibebankan kepada daerah. Selama ini pendanaan kegiatan di tingkat desa yang dilaksanakan lembaga vertikal tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), melainkan mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Benang makin kusut bila dihubungkan dengan nomenklatur kelembagaan. Di kabupaten dan kota, pada umumnya perangkat daerah yang membidangi kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) tidaklah berdiri sendiri, melainkan menyatu dengan urusan lain. Pada saat yang sama
PKB/PLKB khusus untuk program KKBPK. Bila kemudian pemerintah daerah mengangkat petugas lain, muncul kekhawatiran terjadinya tumpang tindih satu sama lain. Patut mendapat perhatian juga keberadaan kepala unit pelaksana teknis (UPT), pengawas, koordinator PLKB yang nota bene merupakan pegawai daerah. Jalur komando yang menyimpang antara daerah-pusat dikhawatirkan tidak efektif manakala pegawai pusat tidak merasa bahwa target yang ditetapkan pemerintah daerah bukan menjadi tanggung jawabnya. Pada saat yang sama, pada umumnya rasio PKB/PLKB dan jumlah desa tidaklah berimbang. Ini menyulitkan manakala daerah berkeinginan menambah pegawai.
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Karena itu, apabila pemerintah pusat mengembalikan program KKBPK menjadi kewenangan pusat, sejatinya seluruh kewenangan termasuk kelembagaan di kabupaten dan kota turut ditarik ke pusat. Bila yang ditarik hanya PKB/ PLKB, maka yang kemudian bakal muncul adalah kebijakan dan operasional di daerah. Bila kemudian hanya PKB/ PLKB yang ditarik ke pusat, maka pemerintah berkewajiban menyediakan jumlah petugas memadai, baik jumlah maupun profesionalitasnya. Saat ini, wacana penarikan PLKB menjadi pro dan kontra cukup serius. Pihak yang menyatakan setuju pada umumnya datang dari mereka yang tidak mendapat promosi di kabupaten dan kota. Sedangkan penolakan datang dari mereka yang menikmati berkah otonomi daerah.
Menanti Tunainya Janji Sejatinya kokok ayam 1 Januari 2018 lalu menjadi penanda kepastian status kepegawaian para PKB/PLKB
atau Penyuluh KKBPK. Karena, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) menyatakan segala hak-hak PKB/PLKB, baik itu hak-hak keuangan maupun kepegawaiannya beralih ke BKKBN pusat sejak saat itu pula. Sesuai dengan amanat konstitusi, bahwa saat ini pemerintah pusat akan bertanggung jawab mulai dari menyangkut pengembangan karir, peningkatan kompetensi, hingga kenaikan gaji. Bersamaan dengan itu pula, Desember 2017 lalu Plt Kepala BKKBN Sigit Priohutomo telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BKKBN 2018. Dikutip dari nasional.sindonews.com, jumlahnya mencapai Rp. 5,54 triliun, dengan alokasi khusus gaji PKB/PLKB sebesar Rp. 2,1 triliun. Dari lini lapangan sendiri, tunainya janji itu tetap dinanti. Seorang Penyuluh KKBPK asal Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan Yeti Cahyati berharap pengalihan
status tersebut dapat berdampak positif pada profesi yang dijalankannya. Menurutnya, kenaikan gaji atau pun tunjangan usai pergantian status ini sangat membantunya di lini lapangan.” Satu sisi kan kami kerja selaku penyuluh KB. Selain mendapatkan hasil kerja kan kami ada untuk capeknya, alhamdulillah banget kalau jadi gitu,” ungkapnya. Senada dengan Yeti, Penyuluh KKBPK asal Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon Supriyatna juga menuturkan ihwal harapan kenaikan tunjangan dan gajinya. Menurutnya, dana operasional di lapangan merupakan salah satu kebutuhan sekaligus dapat menjadi hambatan apabila jumlahnya minim. Hal tersebut dikarenakan satu penyuluh acapkali jomplang dengan wilayah yang dikelolanya. “Anggaran pada saat itu minim. Sekarang begitu peralihan, maka kelihatannya kita (akan) mendapat angin segar,” katanya.
Warta Kencana
29
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Menyemai Kesuksesan Kampung KB di Sumedang Bupati Kabupaten Sumedang, Eka Setiawan nampaknya sadar betul pengaruh keberadaan Kampung KB. Karena kiprahnya, puluhan Kampung KB sudah berdiri dan berkembang di tanah “sumedang larang�nya ini. Sebut saja beberapa nama Kampung KB seperti Kampung KB di Desa Citimun Kecamatan Cimalaka, Desa Galudra Kecamatan Cimalaka, Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor, Desa Sukapura Kecamatan Wado, Desa Sindanggalih Kecamatan Cimanggung, dan lain-lain.
30
Warta Kencana
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
D
i berbagai daerah pembentukan Kampung KB, Eka tak luput hadir serta turut memberi sambutan. Dalam sebuah sambutannya yang dikutip dari laman jabarprov. go.id, Eka Setiawan pernah berujar, “Kampung KB ini bertujuan untuk menekan angka pertumbuhan penduduk dalam setiap tahunnya. Sekarang ini penduduk dunia sudah mencapai 7 milyar. Mengapa perlu dibatasi, karena sumber daya energi juga semakin terbatas.” Sambutannya ini ia sampaikan saat pembentukan Kampung KB di RW.05 Dusun Cicabe, Desa Sindanggalih, Kecamatan Cimanggung, di medio Oktober 2017 lalu. Berangkat dari tekad, berbuah itikad. Kampung KB pun disambut hangat oleh para aparatur desa dan masyarakat. Kepala Desa Sukamaju Asep Suhendi misalnya. Dalam duaanak.com, Asep menuturkan apresiasinya kepada masyarakat yang telah semangat dalam berupaya meningkatkan kualitas hidup, salah satunya dengan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Kaluarga (KKBPK).”Kami berharap pembangunan keluarga dengan sektor terkait bisa mewujudkan keluarga kecil berkualitas,” ungkapnya.
sampah, mendirikan pojok baca dengan layanan online, membentuk kampung KB, memberikan pelayanan air bersih melalu program Pansimas, membentuk lembaga Bina Keluarga, serta membentuk layanan-layanan masyarakat lainnya dari berbagai sektor,” ungkapnya dalam sebuah kesempatan di acara peresmian Kampung KB desanya. Kampung KB memang banyak berdiri di Sumedang. Dalam laman resmi setda. sumedangkab.go.id Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Nasam dalam sebuah acara Temu Kerja Petugas Lini Lapangan KB mengatakan, bahwa kampung KB di Kabupaten Sumedang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sehingga Kampung KB di Kabupaten Sumedang ini dinobatkan menjadi Kampung KB yang terbaik diantara wilayah yang lainnya. Nasam menuturkan hal ini didasarkan pada hasil survei terhadap 26 Kampung KB di Kabupaten Sumedang yang dilakukan oleh IPB tentang pencapaian Program KB. Hasilnya beberapa capaian indikator program KKBPK pun
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. “Capaian peserta KB aktif Metode KB Jangka Panjang (MKJP) meningkat menjadi 19,85% dari target 19,21%, kemudian capaian CPR (Contraceptive Prevalence Rate) pun meningkat dari target 81,57% menjadi 82,58%,”katanya. Di kesempatan yang sama, Eka setiawan pun mengatakan sambutannya. Dalam sambutannya ia menuturkan bahwa kedudukan petugas lini lapangan KB berfungsi sebagai motor penggerak Program KB serta memiliki fungsi yang strategis dalam menunjang keberhasilan Program KB. “Mudah-mudahan, para petugas KB tetap bersemangat dan solid dalam melaksanakan tugasnya membantu program pemerintah dalam pengendalian penduduk di Kabupaten Sumedang,”ujarnya pada acara yang dihelat pada 16 Januari 2018 itu. “Kita harus bersyukur, karena program KB di Kabupaten Sumedang dari tahun ke tahun menunjukan progres yang cukup baik, oleh karna itu, program ini menjadi program andalan yang harus mendapatkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat,”tandas Eka mengakhiri sambutanya. (*)
Kepala Desa Citimun, Kecamatan Cimalaka Dadan, juga turut mengungkapkan kebanggaanya telah menjalankan Kampung KB. Menurutnya seperti yang dikutip dalam laman resmi jabarprov.go.id keberadaan kampung KB adalah salah satu bentuk kemajuan yang telah dicapai desanya. “Ada banyak kemajuan yang telah kami raih, baru-baru ini kami telah berhasil melakukan pengelolaan
Warta Kencana
31
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Harganas Gelorakan Ketahanan Keluarga Perhelatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-24 2017 tingkat Provinsi Jawa Barat di kawasan olahraga terpadu Arcamanik, Kota Bandung, Minggu 30 Juli 2017, menjadi momentum penting bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Terutama menyangkut pembangunan ketahanan keluarga di Jawa Barat. Hal ini tidak lepas dari pernyataan Gubernur Ahmad Heryawan ketika menyampaikan sambutan terkahir pada perhelatan tahunan keluarga Jawa Barat tersebut. Menyampaikan pidato Harganas terakhirnya, pria yang akrab disapa Kang Aher tersebut merasa tak perlu bicara berlama-lama. Ya, Harganas terakhir. Mengacu kepada masa jabatan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada 13 Juni 2018, maka sangat kecil kemungkinan bagi Aher untuk kembali menyampaikan pidato Harganas yang ditetapkan pada 29 Juni setiap tahunnya.
32
Warta Kencana
Aher menilai banyak hal penting yang sudah disampaikan pemberi sambutan sebelumnya. Karena itu, Gubernur Heryawan hanya perlu menyimpulkan sekaligus menegaskan dari sederet sambutan yang disampaikan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat Netty Prasetiyani, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ipin Zaenal Arifin Husni, dan Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu. “Kesimpulannya: ketahanan keluarga harus kita bangun karena dari ketahanan keluarga itu akan lahir dan tumbuh kembang anak-anak Indonsia yang hadir di Jawa Barat. Kesimpulan itu kan? Tahan suami-istri, tahan sebagai anakanak. Itulah perlindungan anakanak dan keluarga yang paling baik,” tandas Heryawan.
Heryawan mengajak hadiri untuk tidak mempersoalkan latar belakang seseorang. Bagi Aher, latar belakang atau orang tua merupakan sesuatu yang given pemberian Allah swt. Tidak ada seorang anak pun yang bisa memilih untuk dilahirkan dari seorang ibu atau orang tua pilihannya. “Siapapun kita, tidak perlu mempersoalkan. Tidak perlu mempersoalkan latar belakang kita. Apapun latar belakang kita, orang tua kita, itu sudah given dari Allah. Yang penting adalah mari kita bangun Jawa Barat dengan ketahanan keluarga yang tangguh!” pekik Aher. Heryawan menilai ketahanan keluarga merupakan satu-satunya jalan untuk menghadirkan anak-anak dengan tumbuh kembang yang hebat. Pria kelahiran Sukabumi ini optimistis anak-anak yang lahir dari keluarga tangguh mampu menjadi andalan atau tulang punggung pembangunan Jawa Barat di kemudian hari. Contoh anak-anak tangguh tersebut misalnya hadir pada
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
sosok-sosok duta generasi berencana (Genre) dan duta anak Jabar yang siang itu hadir di tengah peringatan Harganas yang dirangkaikan dengan peringatan Hari Anak Nasional. Kepada para kepala daerah, Aher mengajak untuk menghadirkan programprogram kerja yang konkret bagi pembangunan keluarga dan anak. Aher sendiri menjamin untuk memberikan perhatian penting pada tumbuh-kembang anak-anak Jawa Barat. Namun, itu saja tidak cukup. Diperlukan sebuah kemitraan strategis di antara pemangku kepentingan (stake holders). “Saya mengajak untuk membangun kemitraan satu sama lain dan setiap program dibuat secara detail. Setiap urusan harus kita pahami bersama-sama, baik oleh para bupati, para penyelenggara negara, maupun para pejabat eselon di bawah bupati dan wali kota atau provinsi. Silakan lakukan perdetailan sampai ke akar-akarnya. Capai tujuan sampai ke tingkat yang paling tinggi sesuai tujuan kita. Lari untuk mencapai tujuan masa depan,” tandas Heryawan. Selumnya, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Heryawan mengajak para pemangku kepentingan untuk berpihak kepada pembangunan keluarga, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak. Salah satu keberpihakan tersebut diwujudkan dengan mengalokasikan anggaran memadai untuk programprogram pembangunan keluarga, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak. Di tempat yang sama, Ipin Zaenal Arifin Husni yang berbicara atas nama Kepala BKKBN menyampaikan
harapannya agar peringatan Harganas mampu menjadi tambahan energi untuk mewujudkan keluarga berketahanan. Keluarga berketahanan, sambung Ipin, merupakan tema sentral peringatan Harganas ke-24 secara nasional. Ipin yang juga Wakil Ketua Umum Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) menandaskan, peringatan Harganas menjadi momentum bagi setiap keluarga Indonesia untuk kembali berkumpul bersama keluarganya, berinteraksi dengan keluarganya bercengkrama, bertukar pengalaman secara langsung dengan komunikasi yang berkualitas setelah sibuk dengan segala aktivitas. Juga menjadi momentum untuk memberdayakan lingkungan di sekitar keluarga dengan keluarga berdaya dapat lebih mengandalkan segala potensi yang ada dalam dirinya, baik berupa keterampilan, olah pikir, dan pengetahun sehingga mampu melakukan pengasuhan anak yang baik. “Semoga peringatan Harganas menjadi momentum untuk mengarungi kehidupan masa depan yang semakin membahagiakan, sejahtera lahir dan batin. Sesuai tema Harganas ke-24 tahun ini, ‘Dengan Harganas 2017 kita bangun karakter bangsa melalui keluarga yang berketahanan’. Dengan pesan inti: keluarga berketahanan, Indonesia sejahtera,” ungkap Ipin. Di bagian lain, Ipin memaparkan pada peringatan Harganas ke-24 turut dilangsungkan serah terima petugas lapangan KB (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Serah terima PLKB/PKB secara nasional
telah dilakukan pada ada 14 Juli 2017 di Bandar Lampung, bersamaan dengan malam penganugerahan penghargaan Manggala Karya Kencana dan Darma Karya Kencana. Ipin tidak memungkiri serah terima personel tidak berjalan mulus. Alih kelola PLKB/PKB tertunda selama satu tahun. Keterlambatan ini terkait keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah pusat dan sejumlah benturan regulasi yang terkait dengan keuangan negara. Khusus pangalihan status PLKB/ PKB dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, Ipin menjelaskan hanya berlaku untuk alih status kepegawaian. Sementara sarana tidak diserahkan, tetap menjadi aset pemerintah kabupaten/ kota. Namun demikian, aset tersebut tetap digunakan untuk kepentingan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). “Alih kelola PLKB dan PKB berlaku terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2018. Artinya, segala hak PKB/ PLKB, baik keuangan maupun kebpegawain tetap menjadi tanggungan pemerintah daerah, dan akan beralih kepada BKKBN per 1 Januari 2018,” papar Ipin. Menandai pidato Harganas terakhirya, Heryawan menganugerahkan sejumlah penghargaan kepada sejumlah pihak yang selama ini berperan besar dalam pembangunan KKBPK di Jawa Barat. Penerima penghargaan terentang mulai pejabat publik hingga keluargakeluarga Jawa Barat yang dianggap mengispirasi keluarga lain melembagakan ketahanan keluarga. (Daftar penerima penghargaan bisa dilihat pada infografik.(*)
Warta Kencana
33
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
TPD Garda Terdepan Program KKBPK
T
enaga Penggerak Desa/ Kelurahan atau TPD merupakan garda paling depan pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan sanjungan ini saat menyapa sedikitnya 2.000 TPD di Youth Center Arcamanik, Kota Bandung, Kamis 21 Desember 2017 lalu. Siang itu, Gubernur hadir secara khusus untuk menyapa TPD Jawa Barat bersama Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Jawa Barat Netty Prasetyani Heryawan. Tampak Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sunaryo Teguh Santoso dan sejumlah anggota forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Provinsi Jawa Barat. “Tim inilah bertugas menjadi garda terdepan pemerintah dalam menyukseskan program KKBPK. Kinerja TPD ini sungguh luar biasa. TPD ini sangat penting untuk
34
Warta Kencana
meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui sosialisasi delapan fungsi keluarga,’ tandas Ahmad Heryawan. Heryawan menuturkan, potret kependudukan Jabar menunjukkan bahwa struktur penduduk memiliki angka pertumbuhan yang tinggi, jumlah yang besar, persebaran tidak merata, dan struktur usia muda yang tinggi. Itu semua adalah tantangan pembangunan, khususnya kependudukan yang dihadapi Jabar. Menjawab tantangan tersebut, imbuh Heryawan, isu KKBPK menjadi sangat strategis, penentu keberhasilan pembangunan di Jabar. Dengan demikian, lanjut Heryawan, program keluarga berencana (KB) seyogyanya tidak dipahami dalam konteks yang sempit, hanya sebatas kontrasepsi. KB adalah sebuah perspektif perencanaan keluarga untuk menjawab berbagai tantangan kependudukan yang ada. “Tantangan kependudukan ini tentu saja tidak bisa dihadapi oleh BKKBN sendirian. BKKBN harus bekerja sama,
bergandengan tangan dengan seluruh pemangku kebijakan terkait. BKKBN harus berkolaborasi dalam menyelesaikan berbagai masalah kependudukan di Jawa Barat. Karena itu, keberadaan tenaga lini lapangan berupa penyuluh KB, TPD/K, pos KB dan sub pos KBmenjadi sangat penting,” ungkap Heryawan. Tenaga lini lapangan itu yang menjadi andalan Heryawan, menjadi garda terdepan, KKBPK di lapangan. Mereka inilah yang berperan besar untuk menggerakkan seluruh potensi masyarakat. Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Teguh Santoso menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan ajang silaturahim antara pimpinan daerah dengan tenaga lini lapangan KKBPK di Jawa Barat. Dengan pertemuan tersebut Teguh mengingatkan masih banyak permasalahan kependudukan yang harus disentuh melalui program keluarga berencana. Terlebih usia kawin muda di Jawa barat masih tinggi yang berdampak secara signifikan terhadap rata rata angka kelahiran di Jawa
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Barat. Meski demikian, BKKBN maupun Gedung Sate bekerjasama untuk mengatasi permasalahan kependudukan di Jabar. Salah satunya, pada tahun 2010 lalu Gubernur Heryawan telah mengambil sebuah kebijakan dalam upaya memperkuat pengelolaan program KKBPK di lini lapangan. Yakni mengangkat tenaga penggerak program KKBPK pada desa/kelurahan yang dikenal dengan TPD. Pengangkatan TPD tersebut menjadi sebuah solusi menurunnya jumlah PLKB/ PKB Jawa Barat, yang semula sebanyak 3.500 pada 2000an, menurun menjadi hanya setengahnya pada 2007. Akibatnya, rasio petugas terhadap desa tak lagi ideal, mencapai 1:5. Padahal mereka adalah garda terdepan program KKBPK di lapangan. Pada tahun pertama, Pemberintah Provinsi Jawa Barat mengangkat 250 orang TPD. Jumlahnya terus bertambah sehingga pada 2017 mencapai 2.000 orang TPD dan TPK. Di luar itu, terdapat sejumlah kabupaten dan kota yang mengangkat petugas serupa dengan tugas pokok dan fungsi sama dengan TPD. “Posisi program KKBPK Jawa Barat saat ini cukup baik. Namun, jika mencermati dinamika kependudukan Jawa Barat saat ini, ke depan program KKBPK dihadapkan pada sebuah tantangan cukup berat. Karena itu, keberadaan 2.000 TPD adalah sebuah keniscayaan,” tegas Teguh. Di bagian lain, Netty Heryawan menambahkan, pemberdayaan TPD merupakan program unggulan sejak 2010. Dengan TPD/K ini menjadi garda terdepan untuk menyukseskan
program KB di Jabar. Buktinya angka fertilitas Jabar turun dari 2,6 menjadi 2,4. “Ini angka yang menggembirakan. Peserta KB pun meningkat jadi 69 persen. Ini bukti TPD/K benar-benar signifikan,” ujar Netty bangga. Sementara itu, selain mendapat sanjungan dari orang nomor satu di Jawa Barat, ribuan TPD juga mendapat suntikan motivasi dari motivator Hamry Gusman Zakaria. “Motivasi yang saya berikan bertujuan untuk meningkatkan sinergitas dan kemandirian tenaga lapangan KB. Sebab, para petugas TPD ini menjadi garda terdepan pemerintah dalam menyukseskan program,” papar Hamry di sela kegiatan tersebut. Melalui materi motivasi yang disampaikan, tutur motivator yang menulis buku 5 Pilar Revolusi Mental ini, semangat juang mereka untuk membangun kesejahteraan masyarakat, dibangun hingga titik kesadaran. Menurutnya, Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi pejuang-pejuang keluarga tangguh seperti anggota TPD Jawa Barat ini. “Mereka itu pejuang keluarga. Merekalah yang selama ini membina lebih dari 46 juta warga Jawa Barat. Semangat ini yang harus terus dijaga, terus dimotivasi,” papar Hamry. Dengan motivasi, lanjut dia, para petugas TPD harus mampu fokus pada solusi permasalahan terkait program KKBPK, bukan fokus pada masalah pribadi. Fokus yang dimaksud adalah meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Jawa Barat. “Jadi, jangan fokus pada kekurangan, honor yang kecil, ekonomi yang kurang, atau segala keterbatasannya,” tegas
Hamry. Anggota TPD yang ditugaskan di dua desa di Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu, Suhaeti mengaku bangga menjadi petugas TPD. Ia pun mengaku senang menyimak penuturan yang berisi motivasi dari Hamry Gusman. “Ya, senang. Di tengah beratnya beban yang ditanggung, kami diberikan pencerahan terhadap perjuangan yang kami lakukan,” ungkap wanita setengah baya ini. Suhaeti mengaku, dirinya mengabdikan diri kepada masyarakat sejak 2007 lalu di kantor desanya, Desa Kroya. Sementara tugas TPD demban sejak tujuh tahun lalu dengan kewajiban memberikan pendampingan bagi masyarakat di dua desa, yakni Desa Kroya dan Desa Sukamelang. “Kalau cari akseptor itu saya kadang harus keluar masuk hutan. Karena jaraknya kejauhan, saya sampai kemalaman di jalan. Desa saya kan di wilayah perbatasan Indramayu-Sumedang,” ungkapnya. Meski honor yang diterimanya tak lebih dari 1 juta perbulan, lanjut dia, namun dirinya tetap menikmati tugas kemanusiaan tersebut. Ia berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya program KB demi kehidupan yang lebih baik. “Kita juga berharap, pemerintah lebih memperhatikan nasib kita, honor kita. Saya kerja pakai motor butut (jelek), uang bensinya pun diambil dari honor yang kita terima. Kita berharap pemerintah meningkatkan perhatiannya kepada kita sebagai petugas lapangan,” harap Suhaeti.(*)
Warta Kencana
35
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
Hari Kontrasepsi Sedunia di Arena Car Free Day Perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia atau World Contraception Day (WCD) 2017 membawa kemeriahan baru di arena car free day (CFD) Dago, Jalan Djuanda, Kota Bandung pada 23 September 2018. Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat secara khusus menghadirkan penyiar kocak Dora Dori untuk berbagi keceriaan bersama pengunjung CFD yang menyemut sepanjang pagi hingga menjelang siang tiba. 36
Warta Kencana
Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Doddy Hidayat Gandakusumah yang pagi itu turut berbaur bersama warga Kota Kembang mengaku secara sengaja memboyong perayaan WCD ke arena CFD untuk mengangkat kesadaran masyarakat mengenai kontrasepsi dan meningkatkan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksual. Kampanye ini mengajak masyarakat, khususnya pasangan usia subur (PUS), untuk dapat mengenal lebih mengenal tentang pilihan-pilihan metode kontrasepsi modern, sekaligus mengenal metode apa yang tepat bagi dirinya atau pasangannya. Menyesuaikan dengan suasana CFD yang santai, peringatan WCD tahun ini dikemas lebih menghibur untuk meraih atusiasme pengunjung. Diawali senam aerobik bersama ratusan pengunjung CFD. Acara selanjutnya dipandu Dora Dori, lengkap dengan dongeng
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
dan guyonannya. Dalam aksinya Dora Dori berhasil mengocok perut pengunjung CFD dengan leluconnya yang bermuatan informasi dan edukasi seputar program program KB. Ia juga mengajak pengunjung turut serta bernyanyi dan berjoget bersama. Selain itu, panitia juga menyediakan pojok konseling dan pelayanan KB gratis. “Agar kita selalu sadar dan ingat bahwa kontrasepsi adalah kebutuhan utama keluarga dalam rangka membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera,” kata Doddy. Doddy juga menilai peringatan WCD relevan dengan spirit pembangunan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Semangat WCD menjadi momentum penyadaran pentingnya pengendalian penduduk dan keluarga berencana, mengingat penduduk Jawa Barat kini telah mencapai 46,7 juta jiwa, dengan 9,5 juta di antaranya merupakan PUS. “Ini momentum bagi para pengelola program KB untuk menggugah kesadaran masyarakat akan penggunaan kontrasepsi untuk pengendalian kelahiran, demi kesehatan reproduksi, ketahanan dan kesejahteraan keluarga,” tandasnya. Terkait dengan kesadaran masyarakat dalam berKB, Doddy menjelaskan bahwa tingkat kesadaran masyarakat Jabar sudah relatif baik, namun perlu ditingkatkan. Ini tercermin dari 9,5 juta peserta KB aktif di Jabar. Jumlah ini menunjukkan prevalensi mencapai 66,27 persen. Namun demikian, Doddy mengkhawatirkan terjadinya drop out peserta KB, mengingat mayoritas PUS di Jabar lebih menyukai metode kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik. Di bagian lain, BKKBN Jabar mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyukseskan program KKBPK. Komitmen tersebut hadir secara jelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2013-2018, dimana kebijakaan revitalisasi program KB dan kesejahteraan keluarga dilaksanakan melalui program pelayanan KB dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas kesertaan program KB, juga dengan menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, pengokohan ketahanan keluarga juga dilakukan melalui pendewasaan usia perkawinan.
sedirinya mempercepat proses reproduksi dari setiap pasangan yang menikah. “Yang terlanjur menikah dini, kita sarankan dapat penundaan anak pertama (PAP). Caranya dengan menggunakan kontrasepsi tadi,” pungkasnya. Sementara itu, Hari Kontrasepsi Sedunia diluncurkan kali pertama di seluruh dunia pada 26 September 2007. Empat tahun sebelumnya, pada 2003 lalu WCD diiniasi di Uruguay. Inisiatif datang dari Schering atau sekarang menjadi Bayer dan Centro Latinamerico Salud de la Mujer (CELSAM). Namun demikian, Hari Kontrasepsi Dunia mulai rutin diperingati mulai 2007. Penetapan Hari Kontrasepsi Dunia bertujuan mengangkat kesadaran mengenai kontrasepsi dan meningkatkan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Kampanye global diprakarsai oleh badan kesehatan seksual dan reproduksi global Marie Stopes International (MSI), the European Society of Contraception (ESC), CELSAM, the International Federation of Pediatric and Adolescent Gynecology (FIGIJ), the Asia Pacific Council on Contraception (APCOC), dan didukung oleh Bayer Schering Pharma AG.Peringatan Hari Kontrasepsi Dunia, kini didukung oleh 16 Lembaga Internasional. Dalam situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terungkap bahwa Hari Kontrasepsi Sedunia (WCD) merupakan momen yang tepat untuk mempromosikan program keluarga berencana. Adalah penting untuk memastikan akses yang luas untuk penggunaan metoda kontrasepsi yang sesuai bagi perempuan, khususnya, dan pasangan usia subur. Program ini tentu saja akan berdampak pada peningkatan kesehatan keluarga, dan lebih jauhnya lagi pada pemberdayaan masyarakat. Tentu saja hal ini berdampak sifgnifikan pada upaya memutus rantai kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (WHO, 2017).(HK/dari berbagai sumber)
Pendewasaan usia perkawinan menjadi sangat penting karena pernikahan muda dengan
Warta Kencana
37
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
600
Kampung KB di Provinsi Pelopor Inisiatif itu datang dari Perwakilan BKKBN Jawa Barat. Dalam rangka menggerakkan program KB (kini meluas menjadi KKBPK), pada awal 2010 lalu BKKBN memprakarsai pembentukan Kampung Keluarga Berencana (KB) di kabupaten dan kota. Responsnya beragam, ada yang menyambut antusias atau alakadarnya. Kampung KB kemudian melejit setelah Presiden Joko Widodo mencanangkannya sebagai salah satu program prioritas pemerintahannya. Hasilnya bisa dilihat sampai sekarang. Kampung KB tumbuh bersama masyarakat. 38
Warta Kencana
Lini lapangan (below the line) menjadi tema sentral pembangunan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat sejak 2010-an. Sejumlah kegiatan monumental digulirkan. Pada saat yang sama, kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat digalakkan. Kampung KB termasuk salah satu terobosan yang didesain khusus untuk menggerakkan program KKBPK di tingkat dusun alias kampung. “Ibarat pohon yang daunnya rindang tapi akarnya jarang, lambat laun akan tumbang. Tapi bila akarnya kuat, daunnya akan lebat dan buahnya padat,” ungkap Rukman Heryana, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat saat itu sekaligus inisiator Kampung KB, dalam sebuah wawancara dengan Majalah Warta Kencana beberapa waktu lalu.
“Program KB pun demikian. Walaupun kebijakannya cukup mapan, strateginya terinci, namun bila lini lapangan tidak punya kekuatan. Ini akan sangat berpengaruh pada peningkatan kelahiran. Penduduk tak dapat dikendalikan,” Rukman menambahkan. Nah, spirit membangun KKBPK dari akar itulah yang kembali ditegaskan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso dalam setiap kesempatan. Dan, Kampung KB merupakan instrumen utama jargon tersebut. Berbicara dalam sebuah focus group discussion (FGD) dalam FGD Penguatan Keberadaan Kampung KB di Jawa Barat belum lama ini, kependudukan Jawa Barat dutandai dengan tingkat kelahiran yang tinggi yang kemudian terus memacu pertumbuhan penduduk di Indonesia.
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Teguh mengungkapkan, gairah dan upaya dalam rangka memperkuat dan menggelorakan kembali keluarga berencana dan pembangunan keluarga perlu dikembalikan pada khittah-nya. Untuk itu, sejak diresmikan pada permulaan tahun 2016 lalu, Teguh mengingatkan bahwa program Kampung KB sejatinya bukan hanya sekadar program, melainkan sudah menjelma menjadi gerakan nasional pemerintah. Kampung KB diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam menyikapi isu stragis soal kependudukan. “Ini hal yang sangat strategis karena Kampung KB sendiri memang sudah menjadi gerakan nasional, yang ditandai dengan pada 2016 oleh Bapak Presiden di Mertasinga, Kabupaten Cirebon. Sebagai tanda upaya pemerintah dalam rangka memperkuat kembali Program KB dan Pembangunan Keluarga. Saat ini, Jawa Barat sudah memiliki 600 Kampung KB. Tentu, kami tidak berhenti pada jumlah. Namun, bagaimana menggulirkan pembangunan KKBPK ini dari kampung KB,” ujarnya. Teguh mengatakan, permasalahan kependudukan di Indonesia merupakan hal yang krusial. Karena berbicara persoalan kependudukan juga menurutnya tidak hanya menyangkut pertumbuhan dan pengendaliannya saja, melainkan juga persoalan kualitas penduduk itu sendiri. Sejak diresmikan, Kampung KB dicanangkan Presiden Jokowi untuk menjadi salah satu wadah strategis dalam upaya menyelaraskan programprogram lintas sektor. Melalui berbagai program dan kegiatan, diharapkan masyarakat di Kampung KB memperoleh
fasilitas dan pembinaan yang berkelanjutan dalam membangun keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Dia juga mengingatkan bahwa persoalan kependudukan amat erat kaitannya dengan era bonus demografi yang sedang dan akan dihadapi di masa mendatang. Keberadaan kampung KB dalam hal ini memiliki fungsi untuk mempertahankan dan mengendalikan struktur piramida penduduk. Maka ketika dimensi kependudukan ini tidak diindahkan, artinya sama dengan “menyengsarakan” generasi berikutnya. “Kalo penduduk usia produktif ini tidak kita selamatkan, tidak kita persiapkan, aspek kualitasnya maka bisa jadi usianya produktif, tetapi tidak produktif. Artinya tidak bisa menghasilkan apa-apa. Justru akan menjadi ketergantungan yang tinggi, dan harusnya mereka mendapatkan lapangan kerja yang baik. Untuk itu, dibutuhkan tingkat pendidikan yang baik, juga terkait dengan kesehatan yang baik. Karena itu, tiga hal itu menjadi concern dalam menyikapi bonus demogafi,” tandas Teguh. Kampung KB, imbuh Teguh,
merupakan konsep terpadu program KB dengan program pembangunan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Sebagai gerakan nasional, Kampung KB juga hadir dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pembinaan ketahanan keluarga. Kemiskinan diukur dengan indikator keluarga prasejahtera atau kategori keluarga yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Hasil pendataan keluarga (PK) 2015 menunjukkan, dari 11.633.000 keluarga, 9,7 persen di antaranya masuk kategori prasejahtera. Dalam aspek membina ketahanan keluarga, Teguh menuturkan, Kampung KB menjadi jembatan sekaligus pintu untuk masuknya semua sektor dalam pembangunan. “Sesuai dengan amanat Presiden, Kampung KB itu didesain dalam rangka percepatan untuk mewujudkan agenda prioritas nasional atau Nawacita,” tegasnya. Sejak tahun 2016 lalu, Kampung KB gencar dibentuk di beberapa provinsi di Indonesia. Dalam hal ini semangat BKKBN mendapat dukungan Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP). Direktur YCCP Inne Silviane mengungkapkan,
Warta Kencana
39
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
pembangunan tidak akan berjalan apabila kualitas penduduk tidak diperhatikan. Untuk itu, YCCP giat membantu masyarakat khususnya dalam teknis di bidang pelatihan advokasi dan penyusunan rencana kampung KB yang sudah dibentuk bersama BKKBN.
termasuk di Jawa Barat. Dalam menjalankan programnya, YCCP membentuk kelompok kerja (Pokja) dari tingkat provinsi hingga tingkat desa dan kelurahan. “Di Jawa Barat segera dibentuk kelompok kerja di tingkat provinsi. Saya kira itu adalah potensi yang bisa dioptimalkan,” katanya.
“Saya sepakat dengan Pak Teguh ini bukan main kalau (Kampung KB) bisa dilakukan di seluruh Indonesia. Ini bukan program, tapi suatu gerakan. Di mana kita membangun desa dari pinggiran dan memperkuat lagi program KB,” tandas Inne.
Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Barat Ferry Hadiyanto mengatakan, Kampung KB merupakan instrumen yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Khusus di Jawa Barat, ia menyoroti kebijakan pembangunan yang tidak merata ke seluruh pelosok. Belum lagi, berbagai sektor seperti pendidikan, dan kesehatan di Jawa barat yang belum menunjukkan perubahan yang lebih baik. Untuk itu,
Ihwal kontribusinya, Ine menuturkan sampai saat ini YCCP sudah mendapingi 212 Kampung KB yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia,
40
Warta Kencana
sebagai instrumen yang mampu menyentuh berbagai sektor pembangunan, ia berharap Kampung KB mampu memberdayakan seluruh kampung atau daerah yang ada di Jawa Barat. “Kalo berbicara kebijakan pembangunan, ya fertility bisa dihantam oleh kampung KB. Mortality bisa dihantam kampung KB. Nah, migrasi yang paling sulit. Kita mengharapkan dengan kerja keras pembangunan Kampung KB itu 10 tahun mendatang itu tidak ada lagi urbanisasi besarbesaran karena kampungnya bisa diberdayakan. Dengan ini tuh (Kampung KB) sudah sangat komprehensif sekali,” ujar Ferry.(*)
NOMOR 33 - TAHUN - 2017 | WARTA UTAMA
Arsitektur Baru Penyuluh Keluarga Berencana Penyuluh KKBPK Resmi jadi Pegawai BKKBN Senin, 1 Januari 2018, menjadi tanggal bersejarah bagi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) di tanah air. Mulai hari tersebut, tidak kurang dari 15 ribu PLKB/ PKB di Indonesia resmi kembali ke rumah lama: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Ya, kembali. Sebelum babak otonomi bergulir, para penyuluh memang berstatus pegawai pemerintah pusat. Di Jawa Barat, terdapat 1.370 PLKB/PKB yang akan pindah rumah dari kabupaten dan kota masing-masing menjadi pegawai BKKBN.
Seremoni peralihan status kepegawaian penyuluh Jawa Barat berlangsung dalam iringan upacara adat Sunda sesaat sebelum peringatan puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) XIV di kompleks olahraga Arcamanik, Kota Bandung. Serah terima dilakukan antara perwakilan kepala daerah di Jawa Barat dengan BKKBN Pusat yang diwakili Kepala Pusat Pendidikan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana Ipin Zaenal Arifin Husni. Turut menyaksikan antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari, dan sejumlah pejabat terkait di Jawa Barat. Ditemui di ruang kerjanya belum lama ini, Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Doddy Hidayat Gandakusumah menjeaskan, pengalihan PKB/
PLKB ke pemerintah pusat diharapkan dapat memperkuat kembali program KKBPK. Dengan kembalinya pengalihan kewenangan tersebut, BKKBN optimistis pengelolaan PKB/ PLKB akan kembali ideal, terutama menyangkut formasi dan kompetensi. Doddy menjelaskan lebih jauh, PKB dan PLKB adalah pegawai negeri sipil yang jadi penyuluh program KKBPK. Bedanya, PKB adalah pejabat fungsional yang punya tunjangan fungsional, sedangkan PLKB belum diangkat sebagai pejabat fungsional. Sesuai UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, tugas PKB/PLKB kian berat. Mereka wajib mendampingi semua keluarga Indonesia dalam semua siklus kehidupannya, mulai dari janin
Warta Kencana
41
WARTA UTAMA | NOMOR 33 - TAHUN - 2017
sampai lanjut usia. Saat desentralisasi, sekitar 40 ribu PKB/PLKB dari seluruh daerah di Indonesia dialihkan pengelolaannya ke pemerintah kabupaten/kota. Namun, jumlah PKB/PLKB pada Mei 2017 tersisa 15.458 orang akibat melemahnya komitmen, salah tafsir, dan variasi penafsiran program KB oleh pemerintah daerah, serta motivasi turun akibat penghargaan yang minim. Pengalihan itu berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebenarnya, pengalihan itu sudah direncanakan pada 2016. Keterbatasan anggaran membuat tahapan pengalihan baru bisa dilakukan tahun ini. Namun usai beralih kelola ke Pemerintah Pusat nanti, PKB/ PLKB akan tetap bertugas di daerah, karena fungsi pendayagunaan PKB/PLKB tetap ada pada pemerintah kabupaten/kota. Pengalihan ini juga akan membuat pemda sulit memindahkan PKB/PLKB ke satuan kerja lain. Apalagi, mereka adalah petugas yang dibekali kemampuan dan peralatan khusus sehingga tak bisa diganti sembarang orang. Hal itu juga memungkinkan BKKBN membuat standar kerja nasional PKB/PLKB. Standar itu akan menempatkan PKB/PLKB di balai penyuluhan kecamatan yang menyosialisasikan 60 persen kebijakan KKBPK nasional dan 40 persen program sesuai kebutuhan daerah. Dan, dengan sertifikasi tersebut, ke depan diharapkan para PKB/ PLKB akan memiliki keterampilan dengan standar yang sama sebagai PKB/PLKB.
Arsitektur Baru Lebih dari sekadar alih status,
42
Warta Kencana
perubahan tata kelola petugas lini lapangan merukan sebuah transformasi kelembagaan penyuluh KB. Perubahan ini sekaligus menjadi momentum mendefinikan kembali penyuluh KB. Kini, tak ada lagi PLKB atau PKB. Yang ada adalah penyuluh KKBPK, yakni PNS dengan jabatan fungsional tertentu yang terkualifikasi dan kompeten untuk diberi tugas, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan dan penggerakan program KKBPK. Dari sisi manajemen, perubahan meliputi tata kelola menyeluruh, mulai penyusunan dan penetapan kebutuhan hingga perlindungan. Manajemen lengkapnya bisa dirinci sebagai berikut: 1) Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan; 2) Pengadaan; 3) Pangkat dan Jabatan; 4) Pengembangan Karir; 5) Pola Karir; 6) Promosi; 7) Mutasi; 8) Penilaian Kinerja; 9) Penggajian dan Tunjangan; 10) Penghargaan; 11) Displin; 12) Pemberhentian; 13) Pensiun dan Jaminan Hari Tua; 14) Perlindungan. Sekretaris Utama BKKBN Nofrijal menjelaskan, idealnya seorang penyuluh KKBPK menangani 1-2 desa. Setidaknya ada tiga pertimbangan mengapa harus 1-2 desa. Pertama, aspek demografi yaitu jumlah keluarga. Kedua, aspek wilayah teritori yaitu jumlah desa/kelurahan. Ketiga, aspek geografi yaitu daerah perkotaan, pedesaan dan pedesaan geografis yang tertinggal, terpencil, dan daerah perbatasan. “Mengacu kepada Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ada relasi pengelolaan dan pendayagunaan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Jadi, walaupun tata kelola diurus
BKKBN sebagai pemerintah pusat, namun pendayagunaan menjadi kewenangan kabupaten dan kota,” papar Nofrijal saat ditemui di sela seminar kependudukan di Jatinangor, Sumedang.
Harapan Baru Arus Bawah Terkait hal ini, berbagai reaksi dan respon pun bermunculan. Seorang PKB/PLKB asal Cirebon Marzuki mengatakan bahwa alih kelola ini baginya adalah hal yang positif bagi kelancaran program KB. Sebagai penyuluh, dia menilai hal ini memberikan tantangan baru karena nantinya muatan yang dilaksanakan tidak hanya terkait dengan Keluarga Berencana (KB) tapi juga menyangkut aspek Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Marzuki berharap, semua sektor memberikan perhatian penuh terhadap Kampung KB. “Kalau lihat soal tes (sertifikasi) kemarin, dampaknya mungkin bagi kita jadi bisa mengukur sudah sejauhmana pemahaman kita untuk merefresh tugas dan fungsi pokok kita terhadap kelancaran program. Kalo dulu PKB itu penyuluh KB, sekarang muatanya lebih luas, Penyuluh KKBPK. Dimana meliputi aspek Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga. Walaupun leadier sektornya kita, PLKB, diharapkan juga dari sektor yang lain itu memberikan perhatian penuh,” ujarnya. Hal senada diungkapkan oleh PKB/PLKB Kelurahan Larangan dan Kelurahan Kalijaga Kecamatan Rajamukti, Kabupaten Cirebon Supriyatna. Alih kelola ini menurutnya adalah sebuah keuntungan bagi Kabupaten/Kota Cirebon. Bagi PKB/PLKB seperti dirinya, alih status ini membuat kerjanya lebih terarah, terjamin, terkontrol, serta terfasilitasi dengan baik.(*)