5 minute read
KINERJA TERBAIK PENURUNAN sTUNTING
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program
Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) yang dihelat di Auditorium Kantor Pusat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 25 Januari 2023 lalu menjadi momen yang ditunggu para pemangku kepentingan (stake holders) program percepatan penurunan stunting di tanah air. Bukan semata karena turut dihadiri Presiden Joko Widodo, melainkan pada hari itulah diumumkan hasil SSGI 2022. Hasilnya boleh dibilang sesuai harapan. Angka prevalensi stunting nasional turun sebesar 2,8 persen, dari semula 24,5 persen menjadi 21,6 persen.
Advertisement
Penurunan prevalensi Jawa Barat lebih dramatis lagi. Meski tak masuk dalam tiga besar provinsi dengan penurunan paling ekstrem, penurunan Jabar lebih cepat dari nasional. Dari semula 24,5 persen berdasarkan hasil SSGI 2021, setahun kemudian turun menjadi 20,2 persen. Artinya, selama periode survei tersebut mengalami penurunan sebesar 4,3 persen. Jika penurunan berlaku konstan, maka target prevalensi 14 persen seperti dipatok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 menjadi sangat mungkin bakal tercapai. Bahkan melampaui target.
Secara keseluruhan, tercatat ada 11 kabupaten dan kota dengan prevalensi stunting di atas ratarata angka provinsi. Sisanya, 16
WAHIDIN kabupaten dan kota di bawah angka provinsi. Kabupaten Sumedang tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi stunting tertinggi di Jawa Barat, yakni mencapai 27,6 persen. Angka ini menunjukkan kenaikkan tajam dari sebelumnya sebesar 22 persen pada 2021 lalu. Daerah lain yang memiliki prevalensi terbesar adalah Kabupaten Sukabumi sebesar 27,5 persen dan Kabupaten Bandung Barat sebesar 27,3 persen.
Sebaliknya, tiga daerah dengan prevalensi stunting terendah adalah Kota Bekasi (6 persen), Kota Depok (12,6 persen), dan Kabupaten Cianjur (13,6 persen). Tiga daerah ini sekaligus mencatatkan diri sebagai daerah dengan prevalensi lebih rendah dari target nasional sebesar
14 persen. Adapun Kabupaten Karawang tercatat menjadi daerah dengan prevalensi sama persis dengan target nasional, 14 persen.
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin tampak berbinar saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Dia mengaku sangat bahagia dengan hasil SSGI 2023. Capaian ini sejalan dengan ekspektasinya saat menjadi motor penggerak percepatan penurunan stunting di provinsi dengan jumlah penduduk paling besar di Tanah Air tersebut.
“Penurunanya cukup signifikan. Bagi kami, ini yang terbagus dalam beberapa tahun,” ujarnya sumringah.
Meski begitu, Wahidin menilai pekerjaan menurunkan angka stunting masih terbilang berat. Butuh perjuangan luar biasa untuk memenuhi target nasional. Terlebih terdapat empat daerah di Jawa Barat masih memiliki prevalensi cukup tinggi di atas angka psikologis 25 persen.
“Sumedang, Kabupaten Sukabumi, Bandung Barat, dan Kabupaten Tasikmalaya masih memiliki prevalensi 27 persen. Sementara Garut, Majalengka, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bandung masih di atas 23 persen. Dengan jumlah penduduk yang besar di daerah-daerah tersebut, jumlah absolutnya tentu masih tinggi. Butuh kerja keras untuk menuntaskan target kita pada 2024 mendatang,” kata Wahidin.
Komitmen dan Kolaborasi
Di bagian lain, Wahidin menilai keberhasilan Jabar dalam menurunkan prevalensi stunting tidak lepas dari kolaborasi dari sejumlah pemangku kepentingan. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa aksi konvergensi yang dilakukan Jawa Barat berjalan dengan baik. Dia bahkan menggarisbawahi komitmen pimpinan daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, yang dianggapnya telah menunjukkan komitmen tinggi pada upaya percepatan penurunan stunting
“Selain kesiapan petugas dan kesadaran masyarakat, percepatan penurunan stunting ini sangat bergantung pada komitmen kepala daerah. Di Jawa Barat, komitmen ini terbukti dengan sudah
Stunting Jabar
terbentuknya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di seluruh kabupaten dan kota,” ungkap Wahidin.
Menyinggung Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Wahidin menegaskan bahwa komitmen dan visi kepemimpinan daerah merupakan salah satu dari lima pilar Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Dengan demikian, komitmen para kepala daerah merupakan sebuah keniscayaan.
Empat pilar lainnya meliputi komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat; konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di pusat dan daerah; ketahanan pangan dan gizi; serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. Wahidin menyebut adanya lompatan strategis pada pilar pertama terkait komitmen kemimpinan daerah di Jawa Barat.
Lebih dari sekadar pembentukan, Wahidin menilai komitmen pimpinan daerah juga ditunjukkan dengan terlaksananya dua kali pertemuan TPPS kabupaten dan kota se-Jawa Barat sepanjang 2022 kemarin. Dalam pertemuan tersebut, Wakil Gubernur selaku Ketua TPPS Provinsi Jawa Barat hadir langsung dan memimpin jalannya pertemuan.
“Walaupun belum maksimal, sudah ada pergerakan yang semakin baik dan diikuti kabupaten/kota. Tahun ini kita juga dua kali mengundang kabupaten/kota yang dihadiri oleh Pak Wakil Gubernur,” ujar Wahidin.
Momentum lain yang dianggapnya menjadi wujud komitmen dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah inisiasi Jawa Barat untuk menggelear Jabar Stunting Summit (JSS) 2022 pada tengah
Desember 2022 lalu. Kegiatan ini turut dihadiri Kepala BKKBN Hasto
Wardoyo, Menteri Kesehatan
Budi Gunadi Sadikin, dan Direktur
Jenderal Bina Pembangunan
Daerah Kementerian Dalam
Negeri Teguh Setyabudi yang hadir mewakili Menteri Dalam Negeri.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Budi menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya
JSS 2022 yang digelar di Gedung
Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Budi menyampaikan, kedatangannya tak lain untuk melihat inovasi yang dilakukan Jabar dalam menurunkan prevalensi stunting.
Koordinasi Tpps
Ketua TPPS Jawa Barat bersama Ketua TPPS Kabupaten dan Kota pada pertemuan koordinasi teknis di Grand Panghegar Hotel.
“Jabar penduduknya yang paling banyak, balitanya juga paling banyak. Jadi kalau Jabar sukses, nasional juga akan sukses menurunkan stunting dari 24 persen ke 14 persen,” kata Budi.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada Pemprov Jabar atas komitmennya untuk menurunkan prevalensi stunting. “Saya terima kasih sekali karena tim Pak Gubernur dan Jabar itu luar biasa sekali komitmen mereka untuk menurunkan stunting. Saya hadir di sini bukan hanya untuk mendukung beliau, menyemangati beliau dan Jawa Barat, tapi juga untuk belajar dan meniru,” jelasnya.
“Tadi saya sudah izin ke Pak Gub, ‘Pak, boleh ya idenya dipakai, dicontek, dibagikan ke daerah lain supaya bisa diterapkan,” sambungnya.
Menurutnya, apabila semangat dan komitmen Jabar ditiru di provinsi lain, maka target nasional yakni 14 persen penurunan stunting bisa segera tercapai. “Kalau semangatnya sama, daerah lain mendekati Jabar, insyaallah target 14 persen secara nasional bisa,” tutur dia.
Di tempat yang sama, tuan rumah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, dengan jumlah penduduk yang mencapai 50 juta, per tahunnya ada 800 ribuan bayi yang lahir. Dengan angka kelahiran yang tinggi, provinsi memiliki sejumlah strategi agar angka stunting bisa turun.
“Jabar ini penduduknya paling besar mendekati 50 juta ya, per tahun menurut Pak Hasto hampir 800 ribuan bayi lahir di Jabar karena produktivitas fertilitas tinggi. Baru setahun menikah, sudah pada hamil,” kata Ridwan Kamil.
Pria yang akrab disapa Emil itu menyebut, untuk mencegah stunting pada balita, Pemprov fokus mengedukasi para ibu. “Sesuai arahan Pak Menteri, jangan salah kaprah. Prioritas terpenting mengatasi stunting bukan bayinya tetapi ibu hamilnya dan ibu sebelum menikah. Kalau itu bisa dicegah diawal, dicegat insyaallah bayi-bayinya bisa lebih sehat, ketimbang fokus sama bayi sudah lahir,” jelasnya.
Emil optimistis, tahun ini angka prevalensi stunting di wilayahnya menurun, dilihat dari kinerja dan upaya yang dilakukan berbagai pihak. “Saya senang surveinya bukan lima tahunan, tetapi setahunan. Feeling saya sih turun karena kerja-kerja menurut saya sangat luar biasa dari provinsi hingga kepala daerah jadi insyaallah membaik,” ujarnya.
Stunting Nasional
Dari sisi konvergensi, Wahidin menilai masing-masing pihak sudah mulai terlibat secara aktif. Intervensi spesifik maupun sensitif tak melulu urusan BKKBN atau Dinas Kesehatan di daerah. Kegiatannya juga tak lagi terbatas pada kegatan seremonial, melainkan langsung menukik kepada kelompok sasaran.
Wahidin mencontohkan, Dinas Pendidikan di Jawa Barat kini aktif mendorong agar pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri usia sekolah bukan sekadar diberikan, namun pada saat yang sama lansung diminum di tempat. Denga demikian, tidak ada lagi peluang kasus munculnya remaja yang membuang TTD.
“Kalau kita melihat RAN PASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia), di situ jelas ada target masingmasing kementerian dan kalau di-breakdown ke provinsi turunnya ke dinas. Udah ada targetnya, kemudian ya kegiatanya menyesuaikan,” ungkap Wahidin.
“Tapi saya kira kegiatan yang cukup bagus tahun kemarin itu misalnya minum tablet tambah darah. Jadi setiap sekolah itu bukan hanya membagi, tetapi sekarang sistemnya minum bersama. Ini bisa dilaksanakan dengan adanya kolaborasi antara teman teman di Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan. Jadi, saya melihat aksi konvergensi ini sudah berjalan,” tambah Wahidin. n NJP