Warta Kencana Edisi #15 2014

Page 1


MENU EDISI INI

4 | Warta Utama

20 | Warta Khusus

26 | Warta Daerah

Berbagi Peran Dalam Pembangunan KKB

Saatnya Mengadvokasi KKB dengan Bukti

Pangandaran Sambut Baik Genre

23 | Warta Jabar

27 | Warta Daerah

Kendalikan Penduduk, Cebah Human Trafficking

Pelayanan KB di Mal ala Kota Tasikmalaya

10 | Warta Utama Kambing Hitam Bernama Reformasi

13 | Warta Utama Isu Strategis Program KKB Jabar

16 | Sejuta Warta Parade Foto Kegiatan Program KKB Jabar

18 | Warta Utama Membaca Peluang, Berhitung Ancaman

2

24 | Warta Jabar

28 | Warta Daerah

Fasli Jalal Terima Anugerah FK Unpad Award

Modal R00 Ribu, UPPKS Prima Ros Jadi Jawara

26 | Warta Daerah

30 | Lembar Fakta

TMMD Subang Sediakan Pelayanan KB Gratis

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Mengendalikan LPP Kota Depok


WARTA REDAKSI WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Ir. Siti Fathonah, MPH. Dewan Redaksi Drs. Rahmat Mulkan, M.Si. Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Drs. Rudy Budiman Drs. Soeroso Dasar, MBA Pemimpin Redaksi Drs. Rudy Budiman Wakil Pemimpin Redaksi Elma Triyulianti, S.Psi., MM. Managing Editor Najip Hendra SP Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Bambang Dwi Nugroho, S.Ds. Chaerul Saleh Kontributor Ahmad Syafaril (Jabotabek) Akim Garis (Cirebon) Mamay (Priangan Timur) Yan Hendrayana (Purwasuka) Anggota IPKB Jawa Barat Rudini Fotografer Dodo Supriatna Tata Letak Litera Media Grafika Sirkulasi Ida Farida Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Percetakan Litera Media - 081320646821 www.literamedia.com

Berbagi Peran Membangun KKB

B

ahwa kependudukan merupakan titik sentral pembangunan sesungguhnya sudah menjadi pemahaman bersama. Atau, setidak-tidaknya sudah menjadi komitmen negara. Hal itu tertuang secara tegas dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK) maupun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Mengacu kepada UU PKPK, perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga berdasarkan prinsip kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan dan pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. Namun demikian, hal ini tidak disertai dengan kesadaran dan komitmen utuh pemangku kepentingan (stake holders) di berbagai tingkatan. Sejak bergulirnya otonomi daerah, perhatian dan komitmen pemerintah daerah terhadap program KB mengalami penurunan dibanding pada masa pemerintahan Orde Baru. Hal ini setidaknya tampak dari hasil analisis situasi yang dilakukan BKKBN dan UNFPA. Sampel 15 kabupaten dan kota di Indonesia menunjukkan komitmen pengalokasian APBD tingkat kabupaten dan kota untuk SKPD yang membidangi program KB hanya berkisar 0,04-0,2 persen dari APBD. Sangat kecil. Padahal, perubahan BKKBN dari sentralisasi menjadi desentralisasi diasumsikan kabupaten dan kota lebih mampu mengenali permasalahan dan memahami kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, kabupaten dan kota lebih mampu merumuskan program-program yang sesuai dengan kondisi riil di daerahnya. Sayangnya, tidak semua landasan teoritik itu terwujud. Inilah salah satu alasan digulirkannya model KKB Kencana mulai tahun ini hingga 2016 mendatang. Nah, KKB Kencana merupakan sebuah inisiatif baru untuk merevitalisasi program KKB. Inisiatif ini diharapkan mampu mengembangkan dan mendorong pelaksana program KKB di kabupaten dan kota untuk memahami dan meningkatkan komitmennya terhadap program KKB. KKB Kencana bertujuan menghasilkan model manajemen pelayanan KKB secara komprehensif dan terintegrasi dengan stake holders lainnya. Mari berbagi peran! Rudy Budiman Pemimpin Redaksi

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

3


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

KKB Kencana: Apa dan Bagaimana?

BERBAGI PERAN DALAM PEMBANGUNAN KKB WARTA UTAMA

Peserta baru program keluarga berencana (KB) terus bertambah. Menariknya, jumlah penduduk terus meroket. Seabrek kegiatan atau gelontoran duit tak lantas menunjukkan keberhasilan program KKB bisa dilihat kasat mata. Ikhtiar baru diluncurkan, KKB Kencana namanya.

A

pa kabar program KB atau sekarang menjadi kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di Indonesia? Apa yang dimaksud dengan KKB Kencana? Apa bedanya dengan KKB itu sendiri? Mengapa perlu ada KKB Kencana? Dan, banyak pertanyaan lainnya. Pertanyaanpertanyaan itu pula yang kerap mengemuka dalam sejumlah kesempatan. Beberapa di antaranya bertanya dengan nada penuh penasaran. Sebagian lagi sinis. Di antara mereka yang bertanya itu terdapat kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KB. Juga seorang

4

kepala bidang yang lagi-lagi membidangi program KB. Mari sejenak menengok masa lalu ketika program KB diperkenalkan. Lalu, bandingkan dengan saat ini. Bandingkan pula dengan 15 tahunan lalu. Jawabannya jelas. Indonesia mencapai kesuksesan secara dramatis dalam program KKB. Total fertility rate (TFR) yang pada dekade masih bertengger pada angka 5.6, kini turun dramatis hingga 2.6 secara nasional dan 2.5 untuk Jawa Barat. Jumlah kesertaan KB dari semula hanya 5 persen, kini sukses pada angka 57 persen untuk nasional dan 60,3 persen untuk Jawa Barat. Diakui atau tidak, sukses

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

besar tersebut merupakan buah dari komitmen kuat pemerintah dalam menjalankan program KB dan ditopang pertumbuhan ekonomi. Hasil moncer tersebut kini tinggal cerita. Perubahan politik dan pergeseran paradigma pembangunan dari sentralisasi ke desentralisasi berdampak buruk bagi program KB. Program yang sempat melambungkan nama Indonesia di pentas dunia tersebut kini mengalami stagnasi, atau bahkan terpuruk. (Baca: Kambing Hitam Bernama Reformasi) Tak mau tinggal diam, Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional (BKKBN) melakukan serangkaian studi dengan melibatkan sejumlah kalangan. Salah satunya berupa analisis situasi (AS) di 15 kabupaten dan kota di Indonesia. Hasilnya sangat nyata: inisiatif program yang berakar dari daerah untuk menjawab tuntutan masyarakat lokal kurang dapat diakomodasi secara memadai. Struktur kelembagaan di sebagian besar daerah belum jelas dan berdampak pada lemahnya kinerja pengelola program di kabupaten dan kota. Padahal, program KKB mendapat tantangan baru dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) per 1 Januari 2014. “KKB Kencana merupakan sebuah inisiatif baru untuk merevitalisasi program KKB. Inisiatif ini diharapkan mampu mengembangkan dan mendorong pelaksana program KKB di kabupaten dan kota untuk memahami dan meningkatkan komitmennya terhadap program KKB. KKB Kencana bertujuan menghasilkan model manajemen pelayanan KKB secara komprehensif dan terintegrasi dengan stake holders lainnya,” papar Siti Fathonah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat. Fathonah menjelaskan, pengembangan model ditempuh melalui empat tahap. Tahap pertama pada 2013 berupa penyiapan sistem dan institusi yang dilanjutkan dengan penguatan program di tahap kedua pada 2014. Pada 2015, model pendekatan akan direplikasi hingga tahun keempat (2016) dengan tujuan

akhir membawa KB sebagai kebutuhan dan gaya hidup. Revitalisasi, sambung dia, menjadi penting karena realitas di lapangan menunjukkan pencapaian peserta baru (PB) tidak memberikan kontribusi terhadap peserta aktif (PA). PB juga tidak memberikan dampak signifikan terhadap unmet need yang semua diharapkan hanya tersisa 5 persen pada 2014. Setelah ditelisik, ternyata pemicunya terletak pada komposisi peserta KB yang didominasi kontrasepsi jangka pendek dengan tingkat putuspakai tinggi. Buku Rencana Tindak Program KKB Kencana yang diterbitkan BKKBN menyebutkan, tingginya putus-pakai alat atau obat kontrasepsi dipicu beberapa hal. Sebut saja misalnya lemahnya pembinaan dan pemberian kontrasepsi ulangan, sistem rujukan dan distribusi kontrasepsi belum berjalanan sebagaimana mestinya, dan terbatasnya tenaga kompeten dalam memberikan pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). “Tentu semua permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan sendiri oleh BKKBN. Kerja sama dan komitmen politis

dari pemerintah daerah sangat diperlukan karena komitmen politis di tingkat pusat tidak akan banyak artinya manakala tidak diikuti dukungan pemerintah daerah. Hasil analisis situasi oleh BKKBN dan UNFPA menunjukkan lemahnya kemampuan tenaga dan kerangka kerja merupakan kendala terbesar untuk menciptakan efektivitas pelaksanaan program KKB di kabupaten dan kota,” Fathonah menjelaskan. Melalui model KKB Kencana, BKKBN merupaya menggunakan sumber daya tingkat nasional untuk mengembangkan atau revitalisasi kapasitas kabupaten dan kota dalam melaksanakan berbagai kegiatan prioritas nasional. Salah satunya menjawab kebutuhan daerah akan tenaga KB yang menguasai bidang tugasnya. Karena itu, KKB Kencana mengatur kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota.

Kerangka Pikir Holistik Jawaban atas sejumlah pertanyaan di awal belum tuntas. Untuk memahami apa dan bagaimana “mahluk” KKB

SITI FATHONAH

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

5


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Kencana, alangkah baiknya mencermati kerangka pikir inisiatif baru revitalisasi program KKB tersebut. Mengacu kepada dokumen rencana tindak, kerangka model KKB Kencana merupakan refleksi dari pemahaman holistik dari komponen dan dinamika sistem kesehatan, termasuk akses dan kualitas pelayanan KB. Model ini bisa diaplikasikan pada program di tingkat nasional, regional, dan kabupaten atau kota. “Pada kerangka pikir ini dapat dilihat bahwa kualitas interaksi klien-provider merupakan inti dari model KKB Kencana. Hal ini merupakan kunci penting dalam pemberian pelayanan. Interaksi berkualitas dapat terjadi apabila terdapat klien yang berpengatahuan dan mandiri serta didukung provider

pelayanan yang berada pada tempat pelayanan secara tepat,” jelas Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan belum lama ini. Interaksi klien dan provider berkualitas, papar Rakhmat, dapat dicapai dengan memfungsikan secara baik program supply side dan demand side melalui dukungan kebijakan dan linkungan program. Ada tiga komponen penyokong utama model KKB Kencana ini, yakni supply side, demand side, dan advocacy & program management. Model ini diadaptasi dari The ACQUIRE Project’s Program. (Ilustrasi kerangka pikir bisa dilihat dalam infografik)

KERANGKA PIKIR KKB KENCANA

6

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Rakhmat menjelaskan, komponen supply berupa penguatan subsistem pemberian pelayanan-pelatihan, supervisi, logistik, dan rujukan. Ini akan meningkatkan jumlah dan ketersediaan tenaga pelayanan KB yang terampil, berpengetahuan baik, termotivasi, dan terdukung secara memadai. “Pada saat tenaga pelayanan ini terintegrasi dalam sistem kesehatan dan tersebar di tempat pelayanan yang memiliki infrastruktur, komoditas, suplai, dan perlengkapan yang kuat, maka ini akan mampu memberikan konseling dan pelayanan klinis berkualitas. Tentu, subsistem lain seperti manajemen informasi, administrasi, dan finansial juga harus berfungsi dengan baik,”


juga misi pembangunan KKB, yakni mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.

jelas Rakhmat. Pada sisi demand, peningkatan pengetahuan dan akseptabilitas serta partisipasi pemangku kepentingan menjadi kata kunci. Informasi yang dapat dimengerti masyarakat diyakini mampu mengisi kesenjangan pengetahuan dan mengoreksi kesalahan mengenai motode pemakaian kontrasepsi, baik peserta aktif maupun mereka yang belum terlayani (unmet need). Informasi disediakan melalui berbagai saluran, baik interpersonal, masyarakat, maupun media massa. Informasi akurat diharapkan mampu meningkatkan citra positif pelayanan yang pada akhirnya mampu mendongkrak partisipasi masyarakat. Seiring dengan keterlibatan masyarakat dalam mendefinisikan KB sebagai kebutuhan, imbuh Rakhmat, maka hal ini akan meningkatkan peluang mengintegrasikan mereka dalam mengalokasikan sumber daya, merencanakan program, menentukan kebijakan, dan memastikan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan berkualitas. Supply dan demand tersebut menjadi satu kesatuan dengan advokasi dan manajemen program. Model ini menilai sistuasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih besar akan mempengaruhi kondisi dasar dan perluasan sumber daya manusia (SDM) dan sumber dana untuk program KKB. Dalam konteks pelayanan KB, advokasi memiliki peran untuk mengembangkan kepemimpinan efektif dan pengutamaan program KKB di berbagai tingkatan.

RAKHMAT MULKAN “Advokasi juga untuk mempromosikan kebijakan pelayanan yang rasional dan suportif berdasarkan bukti medis dan program terbaik yang tersedia. Juga untuk mengamankan SDM dan finansial yang lebih besar untuk pelayanan program KB berdasarkan estimasi kebutuhan. Hasilnya akan terlihat dari peningkatan program dan kebijakan program KKB yang lebih produktif, memiliki SDM lebih baik, lebih berkualitas, didukung secara luas, dan berkelanjutan,” jelas Rakhmat.

Revitalisasi Program, Penyerasian Kebijakan Apa bedanya KKB Kencana dengan program KKB reguler? Barangkali jawabannya tidak ada. KKB Kencana adalah program KKB itu sendiri. Visi KKB Kencana adalah visi program KKB itu sendiri, yakni mewujudkan penduduk tumbuh seimbang (PTS) yang ditandai dengan menurunnya TFR menjadi 2.1 dan net reproductive rate (NRR)=1. Misi KKB Kencana

Sebagai sebuah model, KKB Kencana merupakan ikhtiar percepatan dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata dan berkeadilan menuju Milenium Development Goals (MDGs) tujuan kelima poin (b) dan mencapai PTS pada 2015. Secara khusus, KKB Kencana bertujuan meningkatkan advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), meningkatkan kapasitas manajemen dan teknis di daerah, meningatkat akses dan kualitas pelayanan KB, peningkatan kemitraan, dan menjamin keberlanjutan program KKB. Guna merengkuh visi dan misi tersebut, arah kebijakan KKB Kencana 2013-2016 adalah merevitalisasi program KKB dan menyerasikan kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan. Arah kebijakan ini ditentukan untuk dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah. “Di tingkat pusat, kebijakan pertama adalah melakukan sinkronikasi regulasi atau kebijakan program KKB dengan kebijakan lainnya,” kata Siti Fathonah. Kebijakan pusat lainnya meliputi peningkatan kapasitas pelayanan KB berkualitas, peningkatan jejaring kemitraan, penguatan monitoring dan evaluasi program KKB. Pusat juga bertugas melakukan pengembangan survei antar Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Saat ini, SDKI dilakukan setiap lima

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

7


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Roadmap KKB Kenca

tahun sekali. Rentang waktu ini dianggap sebagian kalangan terlalu lama untuk mengukur efektivitas program KKB. Di level daerah, KKB Kencana memiliki empat kebijakan dengan dua di antaranya sama dengan kebijakan pusat. Selain penguatan jejaring, monitoring, dan evaluasi, di level daerah dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan program KKB dan peningkatan penggerakkan dan pelayanan KB berkualitas. Penguatan daerah menjadi isu sentral karena pada dasarnya model KKB Kencana merupakan upaya berbagi peran pembangunan KKB itu sendiri. Bila sebelumnya KKB identik dengan pemerintah pusat, melalui model KKB Kencana ini lebih diarahkan ke kabupaten dan kota. Fathonah menjelaskan, kebijakan tersebut ditelurkan dengan menerapkan enam strategi. Pertama, meningkatkan manajemen kinerja tenaga pengelola program KKB di pusat dan daerah. Kedua, meningkatkan jaringan penggerakkan masyarakat dan pembinaan kesertaan ber-KB. Ketiga, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB. Keempat hingga keenam ditempuh dengan membangun kemitraan, meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi terpadu, dan penelitian dan pengembangan. Arah kebijakan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam pokok-pokok kegiatan dan roadmap KKB Kencana tahun 2013-2016. Setiap kebijakan memiliki dua hingga tiga pokok kegiatan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sementara itu, roadmap berisi

8

- - - - - - - - -

TAHUN 1 – 2013 Penyiapan Sistem dan Kelembagaan

TAHUN 2 – 2014 Penyiapan Sistem dan Kelembagaan

Cakupan: 94 Kabupaten di 4 Provinsi

Cakupan: 94 Kabupaten di 8 Provinsi

Peningkatan kompetensi teknis dan manajemen pengelola program. Pengembangan kapasitas sistem manajemen. Pengembangan materi advokasi yang mengandung muatan lokal. Pelaksanaan advokasi secara intensif oleh tim advokasi. Pemetaan akses dan kualitas pelayanan KB. Penghitungan kebutuhan ber-KB kabupaten (alokon, layanan, dan program pendukung). Penyempurnaan mekanisme distribusi alokon. Membentuk forum komunikasi. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi terpadu.

- - - - - - - - - - - -

DOKUMENTASI LESSONS LEARNT DAN RENCANA KERJA TAHUN KEDUA

tahapan implementasi KKB Kencana selama empat tahun, 2013-2016. (Pokok-pokok kegiatan dan road map bisa dilihat pada infografik) Pada tahun pertama, model KKB Kencana diinisiasi di 94 kabupaten di empat provinsi. Tahun berikutnya berkembang di delapan provinsi. Menjelang tahun ketiga, KKB Kencana

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Pelaksanaan advokasi secara intensif oleh tim advokasi. Pelaksanaan Renstrada sebagai salah satu hasil advokasi. Perluasan penggerakkan peserta KB baru MKJP, terutama di wilayah khusus. Peningkatan kompetensi medis teknis petugas kesehatan. Penguatan mekanisme distribusi alokon. Kegiatan forum komunikasi. Perluasan penggerakkan kemandirian ber-KB. Perluasan penggerakkan lini lapangan (pembinaan kesertaan KB aktif). Optimalisasi kelompok-kelompok kegiatan dalam pembinaan kesertaan ber-KB. Pendekatan pelayanan KB, terutama MKJP di daerah dengan fasilitas kesehatan statis yang minim. Menyempurnakan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis teknologi informasi. Melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi terpadu.

EVALUASI CAPAIAN KB KENCANA

ditargetkan sudah mencapau 50 persen kabupaten. BKKBN menargetkan sudah bisa mereplikasi model tersebut di seluruh kabupaten dan kota pada 2016 mendatang. Dengan begitu, upaya berbagi peran pembangunan KKB benar-benar bisa dilaksanakan di seluruh wilayah di tanah air. Semoga. (NJP)


ana - - - - - - -

Periode 2013-2016

TAHUN 3 – 2015 Penyiapan Sistem dan Kelembagaan

TAHUN 4 – 2016 Replikasi Nasional

Cakupan: 50% Kabupaten di Indonesia

Cakupan: Semua Kabupaten di Indonesia

Penyusunan dokumentasi lessons learnt KB Kencana. Penyusunan grand design program KB Nasional 2015-2019. Replikasi strategi KB Kencana. Kegiatan forum komunikasi. Melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi terpadu. Pembinaan berkesinambunagn. Diseminasi Strategi KB Kencana secara nasional.

- - - -

Replikasi KB Kencana. Kegiatan forum komunikasi. Melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi terpadu. Pembinaan berkesinambunagn.

Penyempurnaan mekanisme distribusi alokon. 3. Peningkatan jejaring kemitraan • Meningkatkan kemitraan melalui kegiatan penggalangan dukungan dari berbagai mitra. 4. Pengembangan kapasitas monitoring dan evaluasi • Mengkaji dan merevisi mekanisme monitoring dan evaluasi; • Melakukan uji coba mekanisme monitoring dan evaluasi; • Mengembangkan kapasitas provinsi untuk meningkatkan kapasitas kabupaten dan kota dalam melakukan monitoring dan evaluasi. 5. Pengembangan survei antar SDKI • Mengkaji dan menyempurnakan mekenisme survei yang sudah ada; • Uji coba mekanisme survei; • Melaksanakan survei dan hasil akan dimanfaatkan sebagai baseline data. Pokok-pokok Kegiatan di Daerah

EVALUASI DAMPAK STRATEGI KKB KENCANA DAN DOKUMENTASI PROSES

Pokok-pokok Kegiatan KKB Kencana Pokok-pokok Kegiatan di Pusat 1. Sinkronisasi regulasi/kebijakan program • Peningkatan pemahaman bersama tentang situasi KKB; • Penetapann dan atau revisi regulasi/kebijakan program. 2. Peningkatan kapasitas pelayanan KB berkualitas

Pengkajian dan penyempurnaan mekanisme peningkatan kualitas pelayanan KB; Penyiapan kapasitas provinsi untuk mampu mendampingi kabupaten dan kota dalam meningkatkan kualitas pelayanan KB;

1. Meningkatkan manajemen kinerja tenaga pengelola program KKB di daerah • Peningkatan kompetensi teknis dan manajemen pengelola program KKB di daerah; • Pengembangan kapasitas sistem manajemen KKB bagi pengelola program KKB; • Penghitungan kebutuhan berKB kabupaten dan kota. 2. Meningkatkan advokasi kepada stake holders • Pengembangan materi advokasi yang mengandung muatan lokal; • Pelaksanaan advokasi secara intensif oleh tim advokasi. 3. Meningkatkan jaringan penggerakkan masyarakat dan pembinaan kesertaan ber-KB

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

9


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Perluasan penggerkkan peserta KB baru MKJP, terutama di wilayah khusus; • Perluasan penggerakkan kemandirian ber-KB; • Perluasan penggerakkan lini lapangan (pembinaan kesertaan KB aktif); • Optimalisasi kelompokkelompok kegiatan dalam pembinaan kesertaan ber-KB. 4. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB • Pemetaan akses dan kualitas pelayanan KB; • Identifikasi intervensi peningkatan kualitas pelayanan KB; • Peningkatan pelayanan KB, terutama KB MKJP; • Pendekatan pelayanan KB, terutama KB MKJP di daerah dengan fasilitas kesehatan statis yang minim; • Penguatan pelayanan KB statis; • Menjamin ketersediaan alokon di setiap fasilitas kesehatan/ klinik KB yang teregistrasi; • Peningkatan kompetensi medis teknis petugas kesehatan. 5. Membangun kemitraan • Membentuk forum komunikasi; • Meningkatkan kapasitas mitra kerja; • Meningkatkan keterlibatan mitra terkait. 6. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi terpadu • Menyempurnakan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis teknologi informasi; • Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi terpadu. 7. Penelitian dan pengembangan • Menyiapkan konsep penelitian dan sumber daya; • Melaksanakan kegiatan penelitian; • Melakukan pengembangan program.

10

KAMBING HITAM BERNAMA REFORMASI Piye Kabare? Penak Zamanku Toh?

T

ak sulit menemukan stiker bertuliskan bahasa Jawa kebanyakan tersebut. Artinya lebih kurang begini: Apa kabar? Lebih enak zamanku, kan? Sebagian di antaranya menempel pada kendaraan pribadi aneka jenis. Sedan, multipurpose vehicle (MPV) sebangsa Avanza atau Ertiga, pick up, hingga sepeda motor merupakan sebagian saja tempat di mana bisa ditemukan stiker yang dilengkapi dengan senyum khas mendiang mantan presiden Soeharto tersebut. Tentu, tulisan senada paling banyak ditemukan di bagian

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

belakang truk. Sindiran kepada pemerintah yang tengah berkuasa ini menjadi selingan dari tulisan “Biar Lambat Asal Selamat” hingga “Kutunggu Jandamu” atau “Tilas Tapi Raos.” Sama-sama menghibur, bukan? Lebih dari sekadar bertanya kabar, tebaran stiker bergambar Pak Harto –sapaan akrab Soeharto– dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk frustrasi masyarakat kebanyakan menghadapi ketidakmenentuan ekonomi yang berujung pada meroketnya sejumlah kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain, masyarakat merindukan suasana adem dan tenteram semasa rezim Soeharto berkuasa. Sebagian kalangan


RINDU SOEHARTO

GELOMBANG MASSA

percaya, Orde Baru adalah suatu masa ketika beras mudah didapatkan dengan mudah, bensin murah, kedelai melimpah, dan sebagainya. Wajar bila kemudian banyak yang merindukan zaman Soeharto. Terselip di antara belantara kerinduan publik itu ada kegundahan di antara pengelola program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) atau pada zaman Soeharto masih KB saja. Mereka gundah lantaran program pengendalian penduduk melalui pengaturan kelahiran ini tak kunjung menunjukkan arah menggembirakan. Sebaliknya, KB seolah meredup seiring pudarnya pesona Orde Baru. Bila sebelumnya KB menjadi

primadona pembangunan, kini tidak lagi. Tak banyak pemimpin daerah yang tertarik menyeriusi program KB. Bila dulu KB bernaung di bawah Kementerian Kependudukan, kini tak ada lagi. KB seolah cukup menjadi urusannya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tak lebih dari itu. “Kalau dulu cukup presiden yang diadvokasi tentang pentingnya program KB. Dengan kata lain cukup satu orang yang diadvokasi. Sekarang jutaan orang harus diadvokasi. Betapa beratnya program KB saat ini,” kata Soeroso Dasar, pengamat kependudukan dan KB, belum lama ini.

Soeroso menambahkan, “Dulu semua bicara KB, dari Presiden hingga Lurah. Mereka juru kampanye KB yang andal. Kini semuanya berubah. Hari ini, gambaran program tidak seperti dulu, semuanya terbalik. Baligobaligo KB sudah tidak kelihatan. Kalaupun ada yang tersisa di pinggir jalan, tampilannya lusuh dan berdebu. Pejabat mulai jarang bicara tentang KB, bahkan banyak yang gamang. KB seperti tertutup kabut tebal.” Perbandingan yang dilakukan Soeroso Dasar tampaknya berbanding lurus dengan hasil Analisis Situasi (AS) program KKB di 15 kabupaten dan kota di Indonesia. Hal itu pula yang menjadi salah satu alasan pentingnya revitalisasi program KKB. Dokumen Rencana Tindak Program KKB Kencana yang dirilis BKKBN dan badan kependudukan dunia UNFPA menyebutkan pencapaian program KKB juga dipengaruhi perubahan situasi politik pada 1998 dan desentralisasi pada 2004. Klaim ini ditandai dengan stagnasi angka fertilitas total atau total fertility rate (TFR) dan angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR).

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

11


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Marginalisasi program KKB pascareformasi juga tampak dari rendahnya komitmen anggaran daerah yang dialokasikan untuk program KKB. Laporan AS yang dilaksanakan BKKBN dengan bantuan teknis UNFPA menunjukkan anggaran program KB hanya berkisar 0,04-0,2 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding anggaran kesehatan yang berkisar 6-17 persen. Sudah barang tentu tak ada apa-apanya dibanding anggaran pendidikan yang sudah diamanatkan undangundang sebesar 20 persen dari APBD. Pada mulanya, demikian tertuang dalam latar belakang KKB Kencana, perubahan BKKBN dari sentralisasi menjadi desentralisasi diasumsikan kabupaten dan kota lebih mampu mengenali permasalahan dan memahami kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, kabupaten dan kota lebih mampu merumuskan program-program yang sesuai dengan kondisi riil di daerahnya. Sayangnya, tidak semua landasan teoritik itu terwujud. Alih-alih melipatgandakan kinerja, infrastruktur program KKB di kabupaten dan

kota melemah. “Komitmen pemerintah kabupaten dan kota bervariasi, kelembagaan program KB tidak seragam, dan kualitasnya tidak sama. Ada dinas, badan, kantor, merger, bahkan ada yang hilang. Tenaga lapangan banyak yang berpindah tugas sebagai tenaga administrasi, begitu pula aparat di kantor kabupaten dan kota,” kata Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (Adpin) Perwakilan BKKBN Jawa Barat Rudy Budiman dalam sebuah kesempatan. Rudy juga mengeluhkan tingginya frekuensi mutasi. Sumber daya manusia (SDM) yang sebelumnya sudah memiliki kompetensi dalam penggarapan program KKB berpindah ke bidang tugas lainnya. Akibatnya, kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi program KKB menjadi tidak terlayani. Selain itu, kabupaten dan kota tidak memberikan anggaran memadai. Kondisi ini diperparah dengan bertambahnya daerah otonom baru (DOB). Dokumen KKB Kencana mencatat, jumlah pemerintah daerah berlipat ganda dalam 10 tahun terakhir. Kabupaten dan kota yang mekar kekurangan tenaga berpengalaman karena pegawai

PENGHARGAAN PBB

12

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

berpengalaman cenderung memiliki kantor lama daripada hijrah ke daerah baru. Karena defisit tenaga berpengalaman, DOB menggunakan tenaga seadanya yang sebagian besar di antaranya tidak memiliki latar belakangan tentang KKB. Sudah barang tentu, terang Rudy, minimnya kapasitas ini telah mengakibatkan ketidakpastian, hilangnya peluang, dan kegiatan yang kurang berhasil. Pemerintah DOB lebih memfokuskan anggaran dan prioritasnya pada penyelenggaraan pemerintah baru dengan segala fasilitas, perlengkapan, dan sistem pengelolaannya. Sudah bisa ditebak, pelayanan KB maupun pelayanan sosial lainnya menderita. Boleh jadi, reformasi yang bermuara pada desentralisasi bukan satu-satunya pemicu menurunnya kinerja program KKB. Namun begitu, Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Sonny Harry Budiutomo Harmadi menilai sentralisasi program KKB adalah pilihan terbaik. Sonny mendesak pemerintah mengembalikan kebijakan KKB menjadi urusan pemerintah pusat. Desakan didasari atas pertimbangan bahwa selama otonomi daerah program KB mengalami stagnasi alias jalan di tempat. “Kebijakan dan institusi KB mau nggak mau harus sentralistis. Saya yakin tidak akan mengalami penolakan dari pemerintah daerah,” kata Sonny. “Program KB itu tidak menghasilkan uang, malah menghabiskan uang. Karena itu, tidak menarik bagi kepala daerah,” tandas Sonny.(NJP)


Isu Strategis Program KKB Jawa Barat

P

olitik desentralisasi tak bisa dimungkiri menjadi salah satu alasan kemunculan model KKB Kencana. Namun begitu, ada sejumlah isu strategis yang berkembang dan menjadi masalah dalam pelaksanaan program KKB, khususnya di Jawa Barat. Berikut isu-isu di Jawa Barat.

Jumlah Penduduk Terbesar Dirunut ke belakang, angka 43.053.732 jiwa pada Sensus Penduduk (SP) 2010 berarti jumlah penduduk bertambah lebih dari dua kali lipat dari 1971 lalu sebanyak 19 juta jiwa. Tentu, jumlah ini relatif moderat dibanding laju pertumbuhan penduduk (LPP) pada hasil SP 1980 yang berkutat pada angka 2,66 persen. Secara

KEMACETAN LALULINTAS

kuantitatif, LPP Jawa Barat relatif menurun. Kenaikkan LPP hanya tercatat pada SP 1980 tersebut. Sementara berdasarkan SP 2010, LPP Jawa Barat berada pada angka 1,9 persen. Jumlah penduduk yang besar menjadi isu menarik, baik secara demografis maupun politis. Dari sudut pandang demografis, menarik karena jumlah penduduk yang besar membutuhkan daya dukung yang besar pula. Secara sederhana, penduduk yang besar hampir pasti membutuhkan pangan yang besar dan meningkatnya kebutuhan ruang. Akibatnya, lahan-lahan pertanian terus tergerus. Pada saat yang sama, rasio manusia terhadap lahan (land man ratio) makin kecil. Akibatnya, tingkat kepadatan penduduk meningkat

disertai dampak susulan lain seperti kemacetan, banjir, dan kerawanan sosial terus meningkat. Secara politis, jumlah penduduk yang besar merupakan aset yang bisa dijadikan isu advokasi bagi para politisi untuk mendukung program KKB.

Disparitas Persebaran Penduduk Masalah kependudukan Jawa Barat tidak berakhir pada jumlah dan laju pertumbuhan. Hasil SP 2010 juga menunjukkan adanya disparitas atau kesenjangan jumlah maupun kepadatan (population density) antarkabupaten dan kota. Dari 43.053.732 jiwa, sebanyak 28.282.915 jiwa atau 65,69 persen tinggal diperkotaan.

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

13


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Sementara di daerah perdesaan hanya 14.770.817 jiwa atau 34,31 persen. Konsentrasi penduduk juga tidak merata untuk setiap wilayah. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten dan kota bervariasi dari yang terendah sebesar 0,41 persen di Kota Banjar hingga yang tertinggi sebesar 11,08 persen di Kabupaten Bogor. Persebaran merupakan isu strategis di tengah spirit pemerataan pelayanan program KKB. Disparitas seiring sejalan dengan kesenjangan akses untuk daerah-daerah tertinggl, terpencil, dan perbatasan.

TFR Masih Tinggi Angka fertilitas atau TFR Jawa Barat pada dasarnya menunjukkan tren penurunan dalam empat dekade terakhir. Hal itu tercermin dalam hasil SP dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada 1971 lalu, angka fertilitas Jawa Barat masih berkutat di angka 5,90 dan menurun menjadi 5,07 pada SP 1980. Ang TFR menurun pada SP 1990 dan 2000 menjadi 3,37 dan 2,51. Yang Menarik, angka TFR pada hasil SP 1990 berbeda dengan dengan hasil SDKI 1991 sebesar 3,37. Selanjutnya, SDKI mencatat penurunan yang lambat pada survei berikutnya yang dilaksanakan pada 1994, 1997, 2002/2003, 2007, dan 2012 menjadi 3,17, 3,02, 2,82, 206, dan 2,5.

usia subur (PUS) SDKI 2012 yang mengaku pernah mendengar suatu metode atau cara kontrasepsi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan jawaban remaja ketika ditanya hal yang sama. Sekitar 95 persen remaja perempuan dan 93 persen remaja laki-laki mengaku pernah mendengar atau mengetahui alat kontrasepsi. Ironisnya, pengetahuan tersebut tidak diiringi kesadaran utuh tentang pembatasan kelahiran. Sebuah pemetaan remaja di Jawa Barat menunjukkan bahwa sebagian besar remaja, dalam hal ini mahasiswa, mengaku menginginkan lebih dari dua anak.

Pemakaian Kontrasepsi Modern Stagnan Mengapa kontrasepsi modern penting? Jawabannya terletak tingkat akurasi dan kemudahan dalam kuantifikasi atau pengukuran tingkat efektivitas. Ini berbeda dengan kontrasepsi tradisional yang sangat personal sehingga menyulitkan dalam pengukuran tinkat efektivitas. Metode kontrasepsi modern meliputi sterilisasi wanita,

Di sisi lain, pemahaman masyarakat terhadap program KKB relatif baik. Hal ini dibuktikan dengan jawaban 99 persen responden pasangan

14

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

sterilisai pria, pil KB, IUD, suntik KB, susuk, kondom pria, intravag, diafragma, kontrasepsi darurat, dan metode amenorrhea laktasi (MAL). Cara tradisional meliputi pantang berkala (kalender), sanggama terputus, dan jamu. Menurut hasil SDKI 2012, pemakaian kontrasepsi modern di Jawa Barat masih stagnan pada angka 60,03 persen.

Unmet Need Naik Di tengah upaya revitalisasi program KKB, jumlah mereka yang belum terlayani (unmet need) di Jawa Barat malah meningkat. Kondisi seolah-olah mengoreksi capaian-capaian program KKB yang dilakukan dalam sekurang-kurangnya lima tahun terakhir. Laporan SDKI merilis angka unmet need program KB di Jawa Barat naik dari 10,2 persen pada 2007 menjadi 11 persen pada 2012. Dari persentase tersebut, 3,5 persen ingin menjarangkan, 7,5 persen ingin membatasi. Bila ditambahkan dengan jumlah peserta aktif (contraceptive prevalency rate) sebesar 62,2 persen, maka total kebutuhan

PELAYANAN MKJP


ARUS BALIK KB di Jawa Barat menjadi 73,2 persen. Sementara persentase kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi sekitar 85 persen.

Provinsi Idola Para Migran Jumlah penduduk Jawa Barat terus menanjak seiring dibangunnya sentra idustri strategis. Hal ini ditandai dengan tingginya LPP di daerah industri. Jumlah penduduk yang merupakan migran risen (recent migration) terus meningkat dari waktu ke waktu. Hasil SP 2010 mencatat 1.818.053 penduduk atau 4,7 persen penduduk merupakan migran masuk risen antar kabupaten/kota. Persentase migran masuk risen di daerah perkotaan 6,6 kali lipat lebih besar daripada di daerah perdesaan, masing-masing sebesar 6,6 dan 1,0 persen. Perlu menjadi perhatian bersama adalah kedatangan migran kerap diikuti kedatangan masalah kependudukan itu sendiri seperti disebutkan di awal.

Komitmen Politis dan Anggaran Komitmen pemangku kepentingan (stake holder) di kabupaten dan kota di Jawa Barat menunjukkan fakta berbeda. Parameter keterukuran bisa dilihat dari nomenklatur

kelembagaan dan dukungan anggaran terhadap program KKB. Dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, nomenklatur kelembagaan bervariasi dari mulai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) di Kabupaten Sukabumi hingga Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (KBPP) di Kota Tasikmalaya yang hanya dipimpin pejabat eselon III. Sementara di daerah lain, kelembagaan bergabung dalam sejumlah urusan wajib pemerintah lainnya. Penyatun

ekonomi yang disebabkan oleh penurunan rasio ketergantungan tersebut. Masalahnya, usia prduktif belum tentu bekerja semuanya. Hal tersebut dilihat dari fakta angka pengangguran di Jawa Barat. Di Indonesia, jumlah penduduk usia kerja diperkirakan akan meningkat drastis menjadi 170,9 juta pada tahun 2015, dan akan terus meningkat menjadi 195,2 juta pada tahun 2020, dan menurun menjadi 191,5 pada tahun 2050 nanti. Meski berpeluang menjadi daya ungkit kemajuan dan

PIRAMIDA PENDUDUK KB dan PP menempati urutan mayoritas. Ada juga yang menyatu dengan urusan wajib pemerintahan desa, perlindungan anak, dan lain-lain.

Dilema Bonus Demografi Bonus demografi berpotensi mendorong sesat pikir kolektif. Secara konseptual, bonus demografi berarti jumlah usia tanggungan yang dibebankan kepada jumlah usia produktif (15-64 tahun) sangat sedikit. Ini selalu dikatakan keuntungan

kemakmuran, pada saat yang sama bonus demografi bisa menjadi bencana kemanusiaan. Bonus demografi pada dasarnya adalah perubahan struktur atau proporsi usia penduduk. Faktanya, secara absolut kebutuhan terhadap daya dukung tetap tinggi. Semua manusia tetap memerlukan kebutuhan hidup. Selain bisa memicu unmet need program KKB, jumlah penduduk tinggi juga menjadi pemicu unmet need pendidikan, perumahan, dan lain-lain.(NJP)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

15


WARTA FOTO

KOREN NASIONAL

KOREN NASIONAL

PERTEMUAN TPD

GREBEG PASAR

ORIENTASI BABINSA

16

ORIENTASI BABINSA

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013 KUNJUNGAN MALUT KAMPANYE KESPRO

ORIENTASI BABINSA

TALKSHOW TV


CIREBON

SUKABUMI

SUKABUMI

Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI

BEKASI

GARUT

KARAWANG

PELABUHAN RATU

BEKASI

RSHS

SUKABUMI

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA PURWAKARTA

TASIKMALAYA

INDRAMAYU

17


WARTA UTAMA

KKB KENCANA: APA DAN BAGAIMANA?

Membaca Peluang, Berhitung Ancaman

M

odel KKB Kencana tak lepas dari hasil analisis situasi (AS) yang sebelumnya dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) atas bantuan teknis dari badan kependudukan dunia UNFPA. Analisis ditujukan pada isu-isu yang lebih operasional dan struktural yang akan mendukung atau menghambat pelaksanaan program KKB. Hasil tersebut disajikan berdasarkan kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman alias SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and Threats). Berikut petikannya.

SKPD kabupaten dan kota juga menyediakan kontrasepsi untuk fasilitas kesehatan swasta. Bahkan, beberapa kabupaten dan kota telah mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk penyediaan kontrasepsi.

Kelemahan 1. Kurangnya kapasitas para pengelola program KKB dalam manajemen dan teknis. 2. Para pengelola program tidak memiliki atau

menggunakan pedoman, alat bantu kerja, atau sistem pengelolaan untuk melakukan supervisi, penganggaran, perencanaan, penyusunan prioritas, rancangan kegiatan, implementasi, evaluasi, pengembangan tenaga, dan kerjasama dengan mitra. 3. Anggaran tidak mencukupi, kurangnya dukungan politik, kurangnya pemahaman tentang keuntungan ekonomis dan sosial. 4. Beberapa kabupaten dan kota tidak memiliki petugas lapangan keluarga

Kekuatan 1. Pada umumnya kesadaran dan kebutuhan masyarakat untuk ber-KB sudah ada. Situasi tersebut dapat dilihat dari trend peningkatan CPR di kabupaten dan kota. 2. SKPD KB berperan dalam mendistribusikan alat dan obat kontrasepsi yang disediakan BKKBN. Falisitas pemerintah dan beberapa

18

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

KEGIATAN PLKB


5.

6.

7.

8.

9.

berencana (PLKB) atau memiliki PLKB dengan jumlah terbatas. Lemahnya kemitraan dengan pihak lain. Sejumlah mitra yang sudah terjalin kurang dilibatkan secara aktif. Pada umumnya SKPD KB belum terlibat aktif dalam perencanaan di tingkat desa dan kecamatan, sehingga usulan kegiatan dari desa dan kecamatan hanya berupa penyiapan sarana dan prasarana atau perbaikan infrastruktur. SKPD KB belum membuktikan efetivitas program. Penggunaan data pada saat perencanaan masih sangat terbatas, salah satunya karena kompilasi data belum tersedia pada saat data tersebut dibutuhkan. Pada umumnya kabupaten dan kota belum memiliki strategi dan rencana kerja tahunan.

Peluang 1. Perguruan tinggi dapat membantu dalam pelatihan, evaluasi, desain program, jaminan mutu, operasi klinik, dan isu-isu teknis lainnya. Kerjasama dengan Dinas Kesehatan dapat membantu kedua instansi dengan advokasi, peningkatan permintaan, inovasi, dan penanganan bersama seperti meningkatnya pemakaian kontrasepsi. Kemitraan dengan pimpinan perusahaan dapat mengungkit sumber daya baru dan membuka

MOBIL DAK akses pada klien yang sulit dijangkau. 2. Ketersediaan bidan tidak lagi menjadi isu utama di kabupaten dan kota. Beberapa kabupaten dan kota justru memiliki jumlah bidan jauh lebih banyak dibanding jumlah desa itu sendiri. Tantangannya adalah distribusi yang tidak merata di beberapa kabupaten. 3. Pemilihan maupun penempatan kepala SKPD tidak terkait dengan kondisi politik daerah, sehingga latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja kadang tidak jadi pertimbangan utama.

3.

4.

5.

Ancaman 1. Proses persiapan pemilihan pemerintah daerah memerlukan dana besar membuat perubahan prioritas anggaran di daerah. 2. Adanya anggapan tidak tepat tentang dana alokasi khusus (DAK) yang dianggap dapat menggantikan dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program KKB. Padahal, kenyataannya

6.

kabupaten dan kota justru harus mengalokasikan dana pendamping sebesar 10 persen dari total DAK, sehingga DAK justru mengurangi alokasi anggaran untuk program KKB. Pemerintah daerah tidak memiliki sarana bantu dalam mengevaluasi rencana dan penganggaran, belum ada mekanisme supervisi dan penetapan prioritas program KKB di kabupaten dan kota. Tidak ada acuan jelas sebagai dasar dalam menentukan plafon anggaran, pada umumnya adalah berdasarkan acuan anggaran tahun sebelumnya. DAK yang digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana tetapi tidak untuk biaya operasional. Layanan yang memberlakukan tarif layanan KB berdasarkan peraturan daerah, surat keputusan atau nota kesepahaman. Meskipun ada kabupaten dan kota yang menyediakan layanan KB gratis tetapi pelaksanaannya masih ada fasilitas kesehatan yang tidak mematuhinya.(*)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

19


WARTA KHUSUS ADVOKASI KKB BERBASIS BUKTI

Saatnya Mengadvokasi Program KKB dengan Bukti Memasarkan sesuatu yang kasat mata memang lebih mudah. Calon pembeli bisa melihat secara nyata bentuk atau ukuran maupun warna setiap benda yang akan dibeli. Tanpa melihat bukti, tampaknya tak mudah menjual suatu barang. Pun dengan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB). Kini, dikembangkan suatu model advokasi KKB dengan cara menyodorkan bukti.

Y

ang pasti-pasti aja, deh! Kami butuh bukti, bukan janji. Itulah dua contoh pernyataan yang kerap mengemuka di tengah masyarakat, baik menyangkut janji-janji politik maupun serbuan iklan produk. Sebaliknya, mereka yang jumawa mengaku sukses kerap mengumbar kata-kata senada, “Kami beri bukti, bukan janji.� Ya, semua butuh bukti. Tak terkecuali para pemangku kepentingan membutuhkan bukti sahih manfaat program KKB bagi pembangunan daerahnya. Langkah advokasi

20

pun membutuhkan bukti (evidence based) sebagai bagian dari argumentasi yang kuat dan berorientasi pada efektivitas program. Dalam buku Panduan Pelaksanaan Advokasi Berbasis Bukti dijelaskan, tujuan advokasi program KKB adalah mendorong terjadinya keputusan, komitmen, dan kebijakan dalam meningkatkan pencapaian program KB. Perencanaan tersebut dilakukan terutama di tingkat kabupaten dan kota. Sekretaris Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Jawa Barat Ida Indrawati menjelaskan, aplikasi perangkat lunak yang digunakan untuk membuat perencanaan advokasi KKB adalah SmartChart. Di dalamnya mengandung instrumen perencanaan dengan menggunakan bukti-bukti yang didapat. Bukti-bukti tersebut terdiri atas data populasi seperti demografi dan situasi KB, data proyeksi biaya program KB, informasi terkait pengaruh jaring kerja, dan informasi kualitatif lainnya yang sengaja dikumpulkan untuk keperluan advokasi. Dengan menggunakan buktibukti itu, dapat membantu advokasi untuk membuat keputusan strategis terkait tujuan program, sasaran, dan isi pesan yang penting demi keberhasilan advokasi KB. Keputusan strategis dimulai dengan membuat keputusan program yang menjadi landasan untuk


melakukan langkah-langkah berikutnya secara berurutan. Adapun langkah-langkah yang dimaksud meliputi keputusan program, konteks, pilihan strategis, kegiatan advokasi, mengukur keberhasilan, dan kaji ulang. “Langkah pertama dalam membuat keputusan program yaitu dengan mengidentifikasi tujuan akhir (goals), tujuan, dan pembuat keputusan. Keputusan proggam harus menggunakan data dasar seperti populasi, demografi, dan situasi KB. Selain itu, menggunakan data dari proyeksi biaya dan informasi dari peta pengaruh jejaring kerja. Perencanaan komunikasi tidak bisa dilakukan sebelum keputusan tentang tiga hal itu ditentukan, disertai dengan tiga prinsip utama,� papar Ida. Pertama, menentukan tujuan jangka panjang atau tujuan akhirnya. Dalam program KB tujuan jangka panjang yang ingin dicapai seringkali ditetapkan dalam angka demografi, misalnya angka total fertility rate (TFR). Untuk mencapai tujuan jangka panjang, hal yang dilakukan dengan menguraikannya menjadi bagian yang lebih kecil. Misalnya, dengan meningkatkan pemakaian kontrasepsi,

JEJARING KEMITRAAN

meningkatkan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau merubah kebijakan untuk meningkatkan anggaran KB. Kedua, membuat langkah konkret dalam mencapai tujuan jangka panjang. Menetapkan tujuan merupakan komponen penting dari strategi. Bila tujuan terlalu luas, keputusan yang dibuatpun menjadi tak jelas. Akibatnya upaya yang dilakukan tidak akan efektif. Tujuan yang ingin dicapai dalam hal ini memiliki dua kategori, yaitu perubahan perilaku dan perubahan kebijakan. Keduanya memiliki tipe yang amat berbeda.

JEJARING PENGARUH

Ketiga, menentukan pembuat kebijakan akhir atau pihak yang bisa mewujudkan tujuan tersebut. Pembuat keputusan akhir merupakan pihak yang memiliki kekuasaan untuk mewujudkan apa yang diinginkan. Untuk menentukannya, dapat menggunakan informasi dari peta pengaruh jejaring kerja. Siapapun yang membuat keputusan akhir atau dapat mengubah suatu kebijakan, maka dialah pembuat keputusan yang dicari. Merekalah sasaran advokasi itu. Langkah kedua adalah konteks dengan membuat peta intenal dan eksternal. Pemetaan internal berguna untuk menilai aset dan tantangan organisasi atau kelompok peduli KB dari perspektif kapasitas yang dimiliki. Sementara pemetaan eksternal merupakan kesempatan terbaik dalam menilai lingkungan untuk kepentingan advokasi program. Langkah berikutnya adalah memilih strategi dengan menentukan kelompok sasaran

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

21


WARTA WARTAKHUSUS JABAR ADVOKASI KKB BERBASIS BUKTI terlebih dahulu. Tim advokasi dapat melakukan segmentasi kelompok sasaran ke dalam kategori yang lebih spesifik menurut demografi, geografi, dan kategori lain yang relevan dengan tujuan advokasi. Sebagian besar informasi tersebut bisa didapat dari peta pengaruh jejaring kerja. Menentukan kelompok sasaran yang berbeda akan menyebabkan perbedaan mendasar mengenai berbagai faktor, seperti apa saja kepentingan mereka dan dimana kelompok sasaran tersebut memperoleh informasi mengenai isu yang diusung Tim Advokasi. Dalam beberapa kasus, kelompok sasaran bisa saja sama dengan pembuat keputusan. Dalam kasus lain, bisa memilih kelompok sasaran yang dapat membantu untuk mempengaruhi pembuat keputusan. Masyarakat umum dan media tidak bisa dijadikan target atau kelompok sasaran. Mustahil menemukan suatu pesan yang bisa berpengaruh terhadap semua masyarakat karena

kemungkinan hasil dari pesan akan berlalu begitu saja dan tidak mempengaruhi siapapun. Begitu pula dengan media, jangakaunnya hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

ingin Anda katakan, melainkan apa yang dapat mereka dengar.” Dengan demikian, pesan yang disampaikan oleh tim advokasi kepada kelompok sasaran harus jelas dan mudah dimengerti.

Karena kelompok sasaran berfungsi sebagai rujukan bagi masyarakat suatu isu, maka pihak yang dijadikan kelompok sasaran yaitu orang-orang yang menjadi contoh bagi masyarakat dalam membentuk opini. Banyak organisasi lebih tergoda beradu pendapat denga kelompok penentang dibandingkan memfokuskan diri pada kelompok sasaran yang ada dalam jangkauan sebenarnya. Kelompok sasaran tersebut berpotensi memberikan dukungan terhadap permasalahan, meski hanya dengan sedikit upaya advokasi.

Langkah keempat adalah kegiatan advokasi atau melakukan komunikasi. Tim advokasi mengidentifikasi taktik, menentukan alur sesuai batasan waktu dan memberikan tugas kunci kepada orang yang akan membantu mengimplementasikan strategi tim. Ida menjelaskan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan dan ditetapkan, yaitu taktik, kerangka waktu, pembagian tugas, dan anggaran.

Setelah menetapkan kelompok sasaran, hal selanjutnya adalah pesan yang akan disampaikan. Dalam bahasa sederhananya, yaitu apa yang ingin dikatakan. Namun, ada sebuah nasehat yang juga penting untuk diperhatikan, yaitu “Yang penting bukan apa yang

JEJARING KOORDINASI

22

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

“Langkah berikutnya adalah mengukur keberhasilan. Untuk mengukurnya dengan menggabungkan antara upaya (output) dengan hasil. Output digunakan sebagai ukuran upaya tim advokasi dalam rangka untuk melangkah ke depan dalam melaksanakan strategi. Sementara hasil adalah perubahan yang terjadi karena proses output tersebut,”(RDN)

JEJARING KONSULTASI


WARTA JABAR

AKSI DAMAI

Kendalikan Penduduk, Cegah Human Trafficking

G

ubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengajak bintara pembina desa (Babinsa) di lingkungan Kodam III/Siliwangi terlibat penuh dalam pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Heryawan menekankan, pengendalian penduduk harus berjalan seirama dengan proses pembangunan agar hasil pembangunan bisa dinikmati bersama. Penduduk merupakan aset yang dapat memberikan sumbangan yang amat besar terhadap pembangunan. “Syarat utama pembangunan itu ada dua, yakni penduduk yang terkendali dan penduduk yang dididik agar menghasilkan penduduk berkualitas,” terang Heryawan dalam sambutannya pada Orientasi Program Kependudukan dan KB serta Human Trafficking Bagi Danramil dan Babinsa se-Jabar yang diselenggarakan BKKBN

Indonesia. Setiap tahunnya penduduk Jabar meningkat 1,66 persen atau 730 ribu jiwa setiap tahun. Jumlah tersebut, kata Heryawan, setara dengan jumlah penduduk negara Kuwait. AHMAD HERYAWAN Perwakilan Jawa Barat kerjasama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar di Gedung Sate, medio Oktober 2013. Orientasi tersebut dihadiri 160 Komandan Komando Rayon Militer (Danramil) dan 360 Babinsa. Turut hadir Panglima Kodam III/Siliwangi Mayjen TNI Dedi Kusnadi Thamim dan Ketua TP2TP2A Netty Prasetyani Heryawan, Kepala BKKBN Fasli Jalal, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Siti Fathonah. Heryawan mengungkapkan, saat ini penduduk Jabar mencapai 44,5 juta jiwa atau 18,9 persen dari total penduduk

“Angka 18,9 persen biasanya dibulatkan menjadi 20 persen. Itu artinya seperlima penduduk Indonesia berada di Jabar. Bila kualitas penduduk Indonesia tinggi, sama saja Jabar memberikan seperlima sumbangan pembangunan bagi negara,” tutur Heryawan. Menurut Heryawan, Jabar telah berhasil menekan pengendalian penduduk. “Sebelumnya laju pertambahan penduduk di Jabar mencapai lebh dari 2 persen, sekarang telah menurun,” ujarnya. Selain itu, Heryawan mengajak babinsa berperan aktif dalam memerangi perdagangan manusia (human trafficking). “Jabar paling banyak korban trafficking, tapi sekarang trennya mulai menurun,” ujarnya.(RDN)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

23


WARTA JABAR

Fasli Jalal Terima Anugerah FK Unpad Award Kiprah Fasli Jalal di bidang pendidikan tinggi kedokteran tak perlu diragukan lagi. Kepala BKKBN ini dianggap berjasa dalam pengembangan pendidikan kedokteran di Indonesia, khususnya peranannya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan gizi di Indonesia.

S

ebelum menjabat Kepala BKKBN, Fasli pernah mengemban tugas sebagai Wakil Menteri Pendidikan Nasional. Pada saat itulah Fasli berperan besar dalam pendirian Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran (Unpad)-Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Sederet peran itulah yang kemudian menjadi alasan kuat bagi Fakultas Kedokteran (FK) Unpad untuk menganugerahkan penghargaan khusus “FK Unpad Award”. Fasli yang merupakan guru besar bidang ilmu gizi ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang menerima FK Unpad Award. Sebelumnya

24

terdapat lima ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi di dunia yang didaulat menerima penghargaan serupa.

(Fakultas Kedokteran The University of British Columbia), dan Prof Andre Meheus (University Of Antwerpen Belgia).

Menyampaikan pidato sesaat sebelum penganugerahan, Dekan FK Unpad Tri Hanggoro Achmad menjelaskan, para penerima penghargaan merupakan tokoh bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan internasional. Mereka adalah Dr Samlee Plianbanchang (Direktur WHOSEARO), Prof Lokman Saim (Dekan Fakultas Perubatan Universiti Kebangsaan Malaysia), Prof Koyama (Fakultas Kedokteran Gunma University Jepang), Prof David Fairholm

“Penganugerahan ini sudah keenam kalinya, dan baru kali ini ada orang Indonesia yang menerima award. Pak Fasli ini berperan penting membangun pendidikan dan kesehatan, serta berkontribusi atas berdirinya RS Pendidikan Unpad. Prof Fasli juga mendorong FK Unpad berbagi dengan lingkungan yang lebih luas,” tutur Tri pada puncak peringatan Dies Natalis ke-56 FK Unpad di RS Pendidikan Unpad, Jalan Eyckman, Kota Bandung, 18 Oktober 2013.

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013


Dies Natalis ini dihadiri antara lain Rektor Unpad Ganjar Kurnia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr Alma Lucyati, Dirut RSHS dr Bayu Wahyudi, Dirut Cicendo dr Hikmat. Tampak hadir pula para mantan dekan FK dari geenrasi ke generasi. Auditorium FK Unpad juga dipenuhi sejumlah dokter dan mahasiswa FK Unpad. Di hadapan mereka itulah Fasli menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Tantangan Pendidikan Tinggi Kedokteran dalam Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa melalui Pengendalian Penduduk Menyongsong Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional”. Dalam paparannya, menyampaikan sejumlah fakta sebagaimana hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Sensus Penduduk (SP) 2010 serta data pendukung lain yang relevan dengan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana (KKB). “Kini kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa banyak di antara remaja usia 15-19 tahun sudah melahirkan. Bahkan, ada di antaranya adalah

BERSAMA REKTOR UNPAD anak usia 10-14 tahun sudah menikah. Tentu ini menjadi masalah karena semakin muda usia persalinan akan semakin membahayakan ibu maupun anak,” kata Fasli miris. Dia lantas menyampaikan laporan SDKI yang menyebutkan angka kematian ibu (IBU) di Indonesia masih berkutat pada angka 359 per 100 ribu kelahiran. Padahal target MDGs adalah 102 per 100 ribu kelahiran. Angka kematian bayi (AKB) juga masih berkutat pada angka 32 per 1.000 kelahiran dari target 23 per 1.000 kelahiran. Target total fertility rate (TFR) sebesar 2.1 pada tahun 2014 baru tercapai 2,6. ASFR 15-19 tahun sebesar 30/1.000

perempuan pada 2014 baru tercapai 48/1.000 perempuan. Belum lagi target pemakaian kontrasepsi atau contraceptive prevalence rate (CPR) sebesar 65 persen pada tahun 2014 tercapai 57,9 persen. “Penduduk berkualitas merupakan aset pembangunan. Namun bagaimana dengan kehamilan tidak diharapkan atau persalinan tidak aman? Menjadi tugas kita untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pengendalian penduduk. Saat ini, pumlah penduduk dunia diperkirakan sekitar 7 miliar. Mengacu kepada hitungan para ahli, kondisi ini sama dengan 1,5 bumi dalam kondisi ideal. Tanpa pengendalian, maka pada 2050 mendatang kita membutuhkan tiga bumi,” kata Fasli. Di sisi lain, menanggapi penghargaan yang diterimanya, Fasli mengaku terharu. Berbicara di hadapan hadiri, Fasli menilai penghargaan tersebut terlalu besar. “Saya sungguh terharu dan miris karena penghargaan ini terlalu besar untuk saya terima. Namun, ini amanah yang harus dijata terus menerus,” kata Fasli. Selamat ya, Prof! (NJP)

AWARD ISTIMEWA

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

25


WARTA DAERAH

TMMD Subang Sediakan Pelayanan KB Gratis

K

egiatan Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) Kabupaten Subang yang dibuka Kampung Panembong, Desa Tenjolaya, Kecamatan Kasomalang awal Oktober lalu turut memberikan pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta keluarga berencana (KB). Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Keluarga Berencana (BPMKB) mencatat 61 peserta KB baru, terdiri atas 31 implant dan 30 IUD. Kepala Sub Bidang Penguatan Jaringan Institusi dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) BPMKB Subang Soleh Wirahmana menjelaskan, peserta KB baru tersebut tidak hanya berasal dari Desa Tenjolaya, melainkan seluruh desa di Kecamatan Kasomalang dan

Kecamatan Cisalak. Pelayanan tersebut, terang Soleh, merupakan kerjasama BPMKB dan Dinas Kesehatan dibantu paramedis dari TNI Angkatan Udara Lanud Suryadharma Kalijati Subang. “Kegiatan pelayanan KB geratis ini tidak hanya selesai sampai di situ saja, tapi berlanjut secara berkesinambungan. Pelayanan akan hadir pada setiap momentum karena KB sendiri merupakan salah satu bagian dari pelayanan terhadap Masyarakat,” terang Soleh. Lebih jauh Soleh menjelaskan, pihaknya sudah mengagendakan pelayanan KB selama Oktober 2013. Khusus metode operasi wanita (MOW) dan metode operasi pria (MOP), pelayanan dari seluruh kecamatan

akan dipusatkan di Markas TNI Angkatan Udara Lanud Suryadharma Kalijati Subang. “Pada pembukaan TMMD ini kami tidak memiliki target peserta KB baru. Kegiatan ini semata-mata wujud integrasi kesatuan gerak PKK-KBKesehatan untuk mendukung program KB. Pelaksanaan akan berlangsung selama Oktober hingga Desember 2013 mendatang. Jadi, tidak berhenti hari ini,” tandas Soleh. Disinggung target, Soleh mengaku bisa mengetahui setelah adanya rapat koordinasi dan kesiapan setiap petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) di 30 kecamatan seKabupaten Subang. (Asep Imam/IPKB Subang)

Pangandaran Sambut Baik Generasi Berencana

S

iapa tak kenal Pangandaran. Sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di tanah air, nama Pangandaran sudah sangat familiar. Predikat itu pula yang mengantar Pangandaran sebagai salah satu daerah berisiko bagi penularan penyakit menular maupun penyakit sosial. Pangandaran pun menyambut bagik sosialisasi Generasi Berencana (Genre) yang diprakarsai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat beberapa waktu lalu. “Pangandaran itu merupakan objek wisata, banyak orang luar yang berkunjung ke wilayah ini untuk bersenang-senang. Oleh karenanya, kemungkinan

26

menyebarnya penyakit seksual dan HIV/AIDS cukup tinggi,” tutur Agus Triadi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 1 Pangandaran usai Genre di sekolahnya. Agus mengaku sangat terbantu dengan adanya program Genre untuk membantu memberikan pemahaman agar para siswa terhindar dari risiko seks bebas, narkoba, pernikahan usia dini, dan HIV/AIDS. Bagi Agus, sudah seyogyanya remaja sekolah memiliki perencanaan matang dalam membentuk kehidupan yang sehat demi masa depan mereka. “Di daerah ini, banyak remaja yang tidak sekolah dan tak

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

sedikit juga yang putus sekolah. Apa lagi yang mereka lakukan selain menikah di usia remaja. Melalui sosialisasi ini diharapkan remaja bisa terhindar dari seks bebas, Narkoba, HIV/AIDS, dan bisa menikah di usia dewasa,” tuturnya. Agus berharap ada tindak lanjut dari BKKBN dan Solution,Trust,and Advocation Remaja Jawa Barat (STAR Jabar) setelah sosialisasi tersebut. “Saya baru saja mendengar mengenai PIK Remaja, mudahmudahan remaja di sekolah ini dibantu untuk membentuk PIK Remaja,” ujarnya. Ia juga mengakui, baru pertama kali ada sosialisasi kesehatan reproduksi dan hal yang terkait Genre di sekolahnya.(RDN)


PELAYANAN KB

Pelayanan KB di Mal ala Kota Tasikmalaya

T

ernyata pelayanan kontrasepsi keluarga berencana (KB) taka hanya berlangsung di rumah sakit atau klinik dan bidan praktik. Berkat kreativitas Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (KKBPP) Kota Tasikmalaya, pelayanan kontrasepsi bisa berlangsung di sebuah pusat perbelanjaan alias mal. Ya, pertengahan September 2013 lalu KKBPP menggelar pelayanan KB di Plaza Asia, Kota Tasikmalaya. Kepala KKBPP Nunung Kartini menjelaskan, pelayanan KB berlangsung pada 17 september 2013 di halaman parkir Plaza Asia. Pelayanan ini dihelat dalam rangka peringatan ulang tahun ke-6 Plaza Asia. Dalam pelaksanaannya, KKBPP juga menggandeng Yayasan Setara dan Dinas Kesehatan. Hasilnya,

NUNUNG KARTINI pelayanan gratis ini berhasil menjaring 42 peserta KB baru dari warga sekitar maupun karyawan Plaza Asia. Sebelum pelayanan berlangsung, KKBPP terlebih dahulu memberikan penyuluhan dan konseling kepada warga di sekitar mal. Metode jemput bola ini dianggap efektif untuk mengajak warga dalam program KB. Masyarakat juga makin paham akan pentingnya program KB bagi kehidupan manusia. “Pelayanan KB ini untuk mengatur jarak kelahiran anak,

yaitu jarak ideal melahirkan 4-5 tahun. Kami terus bekerja keras menyosialisasikan pelayanan KB agar pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya dapat ditekan. Saat ini, laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya mencapai 1,86 persen per tahun. Angka tersebut terhitung cukup tinggi mengingat angka pertumbuhan penduduk yang ideal adalah 1,00 persen,” terang Nunung. Nunung menjelaskan, pelayanan KB gratis yang diadakan Plaza Asia sangat membantu dalam menjalankan program pemerintah untuk mengampanyeukan program KB. “Saya sangat mengapresiasi atas apa yang dilakukan (Plaza Asia) karena melalui kepedulian kegiatan seperti ini menjadi contoh perusahaan lain yang peduli terhadap pertumbuhan penduduk,” kata Nunung.(NJP)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

27


WARTA DAERAH

Modal Rp 500 Ribu, UPPKS Prima Ros Sukses Jadi Jawara Nasional

PRODUK UPPKS PRIMA ROS

Di tangan dingin Eha Julaeha, peta ekonomi keluarga Desa Cibugel, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang terbilang telah menuai kesuksesan. Melalui kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sehatera (UPPKS) Prima Ros, Eha mencoba memberdayakan sejumlah keluarga di sentra pembuatan aci alias tepung kanji tersebut. Hasilnya, perekonomian keluarga pun bergeliat.

B

uah kerja keras Eha ini lantas mengantarkannya menuju panggung nasional. Setelah sukses menyabet predikat juara pertama tingkat kabupaten dan provinsi pada April 2013 lalu, Prima Ros meraih juara kedua tingkat nasional. Prima Ros hanya kalah satu strip dari UPPKS Jawa Timur pada lomba yang diikuti seluruh provinsi di Indonesia itu.

Dengan nada dan tempo bicaranya yang cepat tapi bersahabat, Eha sedikit bercerita tentang awal pembentukan UPPKS Prima Ros. “UPPKS

28

ribu dari iuran anggota. Uang itu kami manfaatkan untuk membuat opak. Tentu saja kami tidak berpikir untung dulu, yang penting anggota kami aktif di kelompok UPPKS. Ya, meskipun antara kebutuhan dapur dengan usaha saling mendahului.”

EMMA SALMAH Prima Ros berdiri 21 Oktober 2011 lalu atas prakarsa Ibu Darmi selaku sesepuh di desa ini saat pertemuan di Posyandu ini (dusun Sirnarasa). Awalnya hanya bermodalkan Rp 500

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Berkat bimbingan dan arahan PLKB/PKB/TPD di lapangan, kelompok UPPKS Prima Ros berhasil meningkatkan usahanya. Pada tahun pembentukan itu juga, UPPKS diusulkan oleh BKBPP Kabupaten Sumedang untuk mendapatkan tambahan modal dari APBD Jawa Barat. Melalui


berbagai proses administrasi, kelompok UPPKS ini mendapatkan bantuan modal Rp 20 juta. Uang tersebut diedarkan kepada anggota UPPKS Prima Ros, masing-masing anggota menerima Rp 1 juta. Dengan tambahan modal itupun, produk yang dihasilkan semakin beragam. Mereka tak hanya memproduksi opak saja, tapi sudah merambah ke kue basah, hasil pertanian, dan kerajinan tangan. “Kalau ada hajatan di desa ini, kami sibuk membuat kue sesuai kebutuhan pesanan untuk hajatan,” tutur Eha Julaeha. Eha cukup lihai dalam mengatur para anggota untuk aktif dalam kegiatan UPPKS, sehingga setahap demi setahap bisa membantu ekonomi keluarga prasejahtera. Tak hanya lihai mengatur para anggotanya, Eha juga sangat rapi soal administrasi dan pembukuan. Kekaguman tak hanya muncul dari BKKBN Jabar saja, Kepala Desa Cibugel Rusman yang menyertai kunjungan pun menyampaikan kebanggaannya atas kiprah UPPKS Prima Ros. “Saya berharap ada seribu Bu Eha agar keluarga di desa Cibugel kesejahteraannya bisa meningkat,” Rusman menambah. Kesuksesan yang dicapai Eha terbukti saat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN) Jawa Barat, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Sumedang yang berkunjung ke Sekretariat UPPKS Prima Ros di Desa Cibugel pada Jumat (13/9)

pekan lalu. Semakin bergeliatnya aktvitas UPPKS tersebut, Rusman cukup menaruh harapan kepada Eha Julaeha dalam peningkatan pendapatan keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 di desa Cibugel, dengan memanfaatkan peluag usaha. Kepada Desa ini pun berjanji untuk turut membantu mengembangkan kelompok

sama akan nampak indah, tapi ini lebih bermanfaat,” ujarnya. Menjadi juara umum tingkat provinsi dan juara 2 tingkat nasional bukan berarti tak memiliki kendala yang saat ini dihadapi oleh UPPKS Prima Ros. “Kendala selalu ada, terutama kami belum bisa memenuhi pesanan opak dikarenakan cuaca yang tak mendukung dalam proses penjemuran bahan,” ungkap Eha Julaeha. Untuk mengatasi kendala

PRODUK UPPKS PRIMA ROS tersebut “Di desa ini ada 10 pabrik aci (tepung kanji, red), sementara singkongnya didatangkan dari Sukabumi dan Cianjur. Kami akan memanfaatkan lahan untuk menanam singkong, tapi singkongnya tidak akan dijual mentah, melainkan akan diolah agar mendapatkan nilai tambah. Kalau dijual mentah harganya jatuh, hanya Rp 60/kg,” tutur Rusman. Rusman juga berencana memberikan bibit, pupuk, dan pot kepada setiap anggota UPPKS. “Setiap anggota UPPKS akan mendapat lima pot. Pot ini akan ditanami cengek (cabe rawit) di halaman rumahnya. Dari pada menanam bunga, lebih baik menanam cengek, sama-

tersebut, UPPKS membutuhkan alat teknologi tepat guna (ATTG) oven, sehingga dapat membantu proses pengeringan opak di saat cuaca sedang tidak mendukung penjemuran opak. Meski begitu, Kasubid Pemberdayaan Ekonomi Keluarga BKKBN Jabar Emma Salmah merasa bersukur atas bantuan yang akan diberikan kepala desa kepada UPPKS di desa tersebut. Hal terutama agar pemerintah bisa menyediakan yang dibutuhkan oleh kelompok UPPKS ini. “UPPKS Sumedang itu juara pertama tingkat kabupaten dan juara kedua tingkat nasional. Kami berharap UPPKS Prima Ros mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah,” ujar Emma.(RDN)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

29


LEMBAR FAKTA

Mengendalikan LPP Kota Depok Depok merupakan salah satu kota di Jawa Barat dengan luas wilayah 200,29 kilometer persegi yang dihuni 1.898.567 jiwa pada 2012. Dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) mencapai 4,3 persen, Kota Depok menempati peringkat kedua tertinggi di Jawa Barat.

L

etaknya yang sangat strategis pada poros Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menjadikan Depok sebagai wilayah primadona untuk bermukim dan sekaligus menjadi salahsatu daerah tujuan migrasi penduduk. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk, terlebih penduduk yang bermigrasi ke Depok merupakan pasangan usia subur (PUS). Selain itu, tingginya LPP Kota Depok juga dipengaruhi total fertility rate (TFR) yang mencapai 2.067, pertambahan kelahiran 40.425 jiwa, migrasi masuk 29.428 jiwa, dan beberapa indikator lainnya. Pada 2012 lalu, contraceptive prevalence rate (CPR) sebesar 77,2 persen unmet need sebesar 15,6 persen. Agar LPP Kota Depok terkendali, maka kondisi di atas perlu dicarikan solusi terbaik dengan fokus pada pemecahan akar masalah dengan target yang dapat diukur secara kuantitatif. Di antaranya dengan cara menurunkan TFR dari 2,067 (2012) menjadi 1,87 (2014), meningkatkan CPR dari 77,2 persen (2012) menjadi 80 persen (2014), menurunkan unmet need dari 15,6 persen (2012) menjadi 11,4 (2014), mengendalikan jumlah kelahiran dan migrasi penduduk masuk. Diperlukan partisipasi seluruh stake holder untuk

30

WARTA KENCANA • NOMOR 15 TAHUN IV/2013

Penduduk Kota Depok Tahun 2011 dan 2012 Menurut Jenis Kelamin

Estimasi TFR dan Bayi Lahir Menurut Target CPR Meningkat dan CPR Stagnan Kota Depok Tahun 2010 - 2015


BURUH MIGRAN

merealisasikan hal tersebut, baik pemerintah, akademisi maupun civil society. Salah satunya melalui penguatan jejaring (NetMap), perhitungan secara akurat terhadap proyeksi dari setiap indikator kependudukan dan keluarga berencana (KKB), menghitung sumber daya yang dibutuhkan, dan yang yang tak kalah pentingnya melaksanakan advokasi kepada para pihak yang sangat berpengaruh dalam pemecahan isu. Selanjutnya, untuk mendukung keberhasilan dalam pemecahan masalah, analisis faktor internal dan eksternal organisasi memegang peranan penting dalam setiap pemecahan masalah. Dengan memperhatikan realita dalam organisasi, faktor internal dimaksud meliputi: (1) Aset/Dukungan yang terdiri atas adanya lembaga yang menangani, tersedianya SDM, tersedianya sarana pelayanan KB; (2) Tantangan/Hambatan, yang terdiri dari lemahnya koordinasi lintas sektoral, KKB belum menjadi program prioritas daerah, performance petugas penyuluh kurang, dan belum dimilikinya gudang alat kontrasepsi. Sedangkan faktor eksternal meliputi: (1) Peluang, yang terdiri atas adanya kebijakan BKKBN, tersedianya beragam media, dan adanya Standar Pelayanan Minimal KB; (2) Ancaman, yang terdiri atas migrasi penduduk kategori PUS tinggi, trend paradigma “jumlah anak tidak masalah�, dan adanya program televisi yang tidak mendukung. Dari hasil analisis seluruh dimensi dan dengan memperhatikan nilai-nilai yang berkembang dari seluruh stake holder yang terlibat dalam menyukseskan pengendalian penduduk, maka target jangka menengah yang akan dicapai

Proyeksi Penurunan Jumlah Bayi Lahir Bila CPR dan MKJP Meningkat Kota Depok 2010-2015

adalah LPP Kota Depok sebesar 3,67 persen pada 2018 yang didukung oleh keterlibatan civil society menjadi tenaga penggerak program KKB, komitmen pemenuhan alokasi anggaran KKB dengan menjadikan program KKB sebagai program prioritas daerah, dan pembentukan Task Force Pengendali LPP. Upaya tersebut pada hakikatnya dalam rangka mewujudkan peningkatan keluarga yang berkualitas dengan indikator capaian indek pembangunan manusia (IPM) yang pada 2012 telah mencapai 70,83 dan pada 2013 direncanakan tercapai sebesar 80. Maju terus program KKB, demi terwujudnya keluarga berkualitas lahir dan bathin! Dibuat oleh Tim Advokasi Kota Depok: Dadang Wihana, Enung Suhaeti, U. Noviyanto (BPMK), Novi (Dinkes), Atik (BPS)

NOMOR 15 TAHUN IV/2013 • WARTA KENCANA

31



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.