MENU EDISI INI
4 | Warta Utama Lebih MKJP, Lebih Berkesinambungan
8 | Warta Utama
18 | Warta Jabar
Kawal Terus Proyeksi Kampanye KKB Perlu Penduduk Jabar! Tiru Iklan Rokok
10 | Warta Khusus
19 | Warta Jabar
Biar PLKB Tak Jadi Jago Kandang
Wayang Golek di Antara Jurus Komunikasi 360 Derajat
13 | Warta Khusus
Bupati Sukabumi: Ada 21 | Warta Jabar yang Salah dengan Lewat Musik Rap, Cara Kerja Kita Genre Menyapa 14 | Warta Foto Remaja Parade Foto
17 | Warta Jabar Lebih Segar, Lebih Berkualitas
22 | Warta Jabar
Jabar Juara Favorit Pentas Komedi Genre
23 | Warta Daerah Ciamis Kini Punya Tim Jaga Mutu KB
24 | Warta Daerah Raperda Kependudukan Sumedang Tinggal Ketuk Palu
26 | Warta Daerah Garda Terdepan Program KB, Relawan 1 Juta Biopori
27 | Warta Daerah Warga Kabupaten Bogor Nikmati KB Gratis
WARTA REDAKSI WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Ir. Siti Fathonah, MPH. Dewan Redaksi Drs. Rahmat Mulkan, M.Si. Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Drs. Rudy Budiman Drs. Soeroso Dasar, MBA Pemimpin Redaksi Drs. Rudy Budiman Wakil Pemimpin Redaksi Elma Triyulianti, S.Psi., MM. Managing Editor Najip Hendra SP Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Bambang Dwi Nugroho, S.Ds. Chaerul Saleh Kontributor Ahmad Syafaril (Jabotabek) Akim Garis (Cirebon) Mamay (Priangan Timur) Yan Hendrayana (Purwasuka) Anggota IPKB Jawa Barat Rudini Fotografer Dodo Supriatna Tata Letak Litera Media Grafika Sirkulasi Ida Farida Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Percetakan Litera Media - 081320646821 www.literamedia.com
Babak Baru Program KKB Sudah Dimulai
P
rogram berkualitas lahir dari data berkualitas. Kalau rumusnya begitu, maka hadirnya data berkualitas menjadi sebuah keniscayaan. Bila rumus itu benar, maka pencapaian kinerja program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) yang mencatatkan adanya kecenderungan stagnasi tak harus membuat pusing tujuh keliling. Poin pentingnya adalah data yang dimunculkan betul-betul pantulan realitas di masyarakat. Harus diakui bahwa pemahaman masyarakat alat dan obat kontrasepsi seolah tak pernah beranjak dari pil dan suntik. Potret itu benar adanya. Itu otentik. Selain bukti kualitatif menunjukkan adanya kecenderungan itu, hasilnya pencapaian kinerja juga linier dengan pemahaman tadi. Wajar bila kemudian 80 persen peserta KB aktif masih menggantungkan diri pada pil dan injeksi. Pelajaran berharga dari penggalan pengalaman di lapangan menjadi bahan belajar baru bagi pengelola program KB di setiap lini, di pusat maupun di daerah. Fakta di atas menjadi bahan ajar untuk menemukan metode baru dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat. Boleh jadi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang selama ini dilakukan sudah saatnya ditinjau kembali. Pendekatan-pendekatan baru menjadi begitu penting dihadapkan pada aneka rupa tantangan program KKB di masyarakat. Terlebih dalam kaca mata orang kebanyakan masih menganggap bahwa program KKB merupakan urusan pemerintah. Program KKB belum mampu menyandang predikat kebutuhan, apalagi gaya hidup. Upaya pembaruan terus digulirkan. Kalaupun hasilnya tak kunjung menggembirakan, maka benar klaim dari Bupati Sukabumi. Ada yang salah dengan cara kerja kita selama ini. Perlu ikhtiar terus menerus. Mudah-mudahan, peningkatan kualitas data menjadi awal yang baik bagi pembangunan KKB di Jawa Barat. Hanya dengan data yang baik bisa dihasilkan program yang baik pula. Menyikapi ancaman ledakan penduduk yang hadir di depan mata mau tidak mau harus bermula dengan data berkualitas. Data itulah yang bisa digunakan untuk menyusun proyeksi terukur dan menyeluruh. Lepas dari semua itu, pencapaian kinerja 2013 patut membuat kita bangga. Ada kecenderungan baru di masyarakat untuk memilih kontrasepsi jangka panjang. Inilah babak baru program KKB Jabar. Berkulitas dalam data, berkualitas dalam kontrasepsi. Rudy Budiman Pemimpin Redaksi
WARTA UTAMA
KINERJA PROGRAM KKB JABAR 2013
SIMULASI IUD
LEBIH MKJP, LEBIH BERKESINAMBUNGAN Trend Positif Dalam Kinerja Program KKB Jabar Tahun 2013 Sebuah tradisi baru telah dimulai. Bila dulu berlomba-lomba mencari peserta KB baru, kini selangkah lebih maju. Pengelola program fokus pada pembinaan peserta KB aktif. Peserta baru pun tak lagi masuk dalam indikator kinerja utama program KKB.
A
i Hasanah hanya mengulum senyum ketika seorang petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) bertanya jumlah anak dan menggunakan jenis kontrasepsi yang digunakan. Warga RW 4, Kampung Cigadog, Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi ini mengaku menjadi peserta KB sejak lama. Pilihannya pil. Sebelumnya sempat menggunakan suntik. Dilihat rentang kelahiran lima anaknya tampaknya memang perempuan kelahiran Juni 1970 ini memang akseptor setia. Anak pertama pasangan usia
4
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
subur (PUS) ini lahir pada 1989, berikutnya 1992, 1996, 2000, dan 2009. Jarak kelahiran yang relatif ideal. Tak ada kelahiran sebelum jeda tiga tahun. Jawaban menarik datang ketika Ifa, PLKB yang siang itu datang dari kampung sebelahnya. “Da abdi mah terangna pil sareng suntik wungkul,” jawab Ai polos. Jawaban senada muncul di sejumlah rumah yang didatangi. Juga ketika petugas mengumpulkan belasan ibu perempuan usia subur di depan sebuah rumah warga yang lumayan lapang. Alasan lainnya karena takut akan datangnya efek samping. Para suami juga diakui turut menjadi penentu
”
dalam memilih alat atau obat kontrasepsi.
Masih tingginya KB non-MKJP ini rawan bagi kesinambungan kesertaan ber-KB.
Jawaban Ai Hasanah atau kerumuman di sebuah halaman rumah dan posyandu di depan Kantor Desa Sukasirna boleh jadi belum mewakili potret penggunaan kontrasepsi di Jawa Barat. Meski begitu, melihat hasil capaian kinerja program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di Jabar sepanjang 2013 atau tahun-tahun sebelumnya ada korelasi menarik. Dari total 1.541.590 peserta baru, 801.585 di antaranya merupakan pengguna suntik. Berarti lebih dari setengah peserta KB baru memilih suntik sebagai pilihan kontrasepsi, 52 persen. Jumlah peminum pil tak kurang jumbo, 439.880 atau 28,53 persen.
Rudy Budiman
Kepala Bidang Adpin BKKBN Jawa Barat Barat tidak memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Nah, KB non-MKJP inilah yang dianggap Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Rudy Budiman memicu tingginya putus pakai atau drop out kesertaan KB di provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di tanah air ini.
Bila dua pilihan kontrasepsi jangka pendek ini digabung, maka lebih dari 80 persen peserta KB baru di Jawa
Proporsi peserta KB baru tersebut rupanya setali tiga uang dengan peserta KB aktif atau PA. Rudy lantas menunjukkan laporan kinerja program KKB 2013. Hasilnya, dari 7.071.978 peserta aktif, hanya 1.435.982 peserta yang menggunakan MKJP. Berarti, sisanya masih setia dengan metode jangka pendek. “Masih tingginya KB non-MKJP ini rawan bagi kesinambungan kesertaan ber-KB. Targetnya memang tidak terlalu muluk. Secara nasional, target KB MKJP itu 27 persen, jauh di bawah total PA. Kenyataannya susah mendongkrak persentase MKJP ini. Dibandingkan dengan total PA, peserta MKJP di Jawa Barat baru 20 persen. Untuk Jawa Barat, angka 7 persen ini sangat besar karena jumlahnya PUSnya besar,” kata Rudy belum lama ini.
Indikator Kinerja Utama Program KKB Jawa Barat Tahun 2013
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
5
WARTA UTAMA
KINERJA PROGRAM KKB JABAR 2013
Meski proporsi masih kecil, Rudy menilai adanya peningkatan signifikan dalam kesertaan MKJP di Jabar. Angka 1.435.982 peserta sebenarnya di atas ekspektasi awal tahun lalu yang mematok perkiraan permintaan masyarakat (PPM) atau target pencapaian sebanyak 1.358.980 peserta KB aktif baru. Dibanding PPM tadi, berarti tahun 2013 ini pengelola program KKB di Jawa Barat berhasil mencatatkan angka 105,67 persen dari target. Ada 77.002 peserta KB aktif di luar target 2013.
semula 87.030 PA, hingga Desember 2013 hanya berhasil menggaet 60.709 atai 69,76 persen saja. “Untuk implant ini kita tertolong dengan adanya momentum Pekan Gebyar Jabar Tengah. Ini bisa terlihat dari perkembangan peserta KB implant dari bulan ke bulan. Peningkatan signifikan tampak terjadi pada SeptemberOktober. Ini bisa dimengerti karena Pekan Gebyar Jabar Tengah dilaksanakan akhir September hingga awal Oktober. Selama kurun waktu itu pula
PEMASANGAN IMPLANT
Hasil Nyata Pekan Gebyar Jabar Tengah Dari 1.435.982 peserta MKJP, IUD menjadi favorit dengan 841.835 peserta. Berikutnya implant alias susuk 353.609 peserta. Pencapaian IUD ini lebih moncer dibanding implant. Dari target 688.610 PA, raihannya mencapai 122,25 persen. Sebaliknya, implant rada melempem dengan hanya mencatatkan 78,81 persen dari target semula 448.660 PA. Kinerja paling jeblok sudah bisa ditebak: KB pria. Dari target
6
diadakan sejumlah pelayanan dalam ranka peringatan Hari Kontrasepsi Dunia. Hasilnya menggembirakan,” ujar Rudy. Pada September 2013, peserta baru implant mencapai 19.437 orang atau 22,26 persen dari total peserta implant dalam satu tahun. Sementara pada Oktober berhasil ditambah lagi 11.487 atau 13,16 persen. Padahal, sejak Januari hingga Agustus peserta baru implant tidak pernah menyentuh angka 10 ribu. Yang terjelek, pada Juli 2013 hanya berhasil menambah 3.432 orang. Tak pelak
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
penyelenggaraan Pekan Gebyar Jabar Tengah pun mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, dari pemerintah daerah hingga BKKBN pusat. Berbicara saat menutup rangkaian Pekan Gebyar Tengah di Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Asisten Kesejahetraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi menyampaikan apresiasinya atas gerakan kolektif membangun masyarakat Jawa Barat tersebut. Membacakan sambutan Gubernur Heryawan, Ahmad Hadadi mengungkapkan, Pekan Gebyar Jabar Tengah merupakan sebuah upaya menggugah kesadaran masyarakat dalam menggunakan kontrasepsi sebagai bagian dari upaya pengendalian angka kelahiran dan keselamatan, ketahanan, dan kesejahteraan keluarga. “Melalui program ini diharapkan segenap lapisan masyarakat Jawa Barat memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku hidup sehat dan berakhlak untuk membangun keluarga berencana. Juga peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam menggunakan kontrasepsi dan program KB lainnya seperti pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Ini sangat bermanfaat bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas,” ungkap Ahmad. Ditemui usai pembukaan Konsolidasi Program dan Anggaran Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2014
Pusat dan Provinsi (Koren) II di Hotel Horison pertengahan Oktober 2013 lalu, Kepala BKKBN Fasli Jalal mengaku sangat mengapresiasi inisiasi Jawa Barat dalam melakukan percepatan kesertaan ber-KB. Bagi Fasli, angka 10 ribu dalam sepekan merupakan raihan fantastis untuk program KB.
secara bertahap, kabupaten dan kota mulai merapikan data itu. Pembenahan ini tampak menurunkan pencapaian, tapi tidak apa-apa. Data berkualitas lebih baik dibanding data yang amburadul. Data akurat penting untuk pengambilan kebijakan,” kata Rudy. Disinggung perbedaan data antara hasil mutasi data keluarga (MDK) dengan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Rudy menilai hal itu terjadi karena perbedaan dalam metode. Lebih dari itu, SDKI dilaksanakan di sejumlah sampel daerah, sementara MDK berlangsung di seluruh kabupaten dan kota.
FASLI JALAL “Saya bangga dan berharap kiprah Jawa Barat dalam upaya mengakselerasi program KKB ini diikuti daerah lain di Indonesia. Sama halnya ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menginisiasi penambahan tenaga lini lapangan melalui tenaga penggerak desa atau TPD yang kemudian diikuti beberapa daerah di provinsi lain atau kabupaten dan kota,” ujar Fasli bangga.
“Ada perbedaan data SDKI dengan data yang kita miliki, itu mungkin beda metode. Kita tidak bisa mengklaim mana yang benar dan mana yang salah. Data SDKI menunjukkan itu berarti tantangan kita untuk menunjukkan bahwa kita harus bersungguh-sungguh karena TFR dan LPP kita masih tinggi. Kita melihat perbedaan itu sebagai acuan untuk berbenah,” tandas Rudy seraya menambahkan bahwa pihaknya
Kualitas Data untuk Kualitas Program
berusaha menyeleraskan metode pendataan dengan SDKI. “Di awal tahun kan kita inginnya peningkatan kualitas data, berarti sasaran pun ke arah pada kualitas data yang baik. Makanya akhirnya dampaknya jelas, ke target yang kita sampaikan ke kabupaten dan kota. Kita mulai membenahi kualitas data mulai dari tingkat RT, desa, hingga kecamatan. Proses ini terus mengalami penyempurnaan, termasuk di dalamnya mengeliminasi kemungkinan duplikasi data,” tambah Rudy. Dengan pembenahan di berbagai sisi, Rudy sudah cukup bungah dengan raihan 1.541.590 atau “hanya” 99,76 persen dari target 1.545.306 PB. Apalagi bila dibandingkan dengan raihan KB aktif yang mencapai 128,76 persen dan KB MKJP yang menyentuh angka 105,67 persen dari target awal tahun. Moncernya pencapaian peserta aktif, terlebih MKJP, menjadi jaminan awal bagi kesinambungan program KKB itu sendiri. Lebih berkualitas bukan? (NJP)
Ada lagi yang membuat Rudy bangga. Paradigma pengelolaan program KKB di kabupaten dan kota kini lebih cerdas. Pengelola tidak lagi terjebak pada kejar-kejaran target yang berakibat pada manipulasi data. Wajar bila kemudian jumlah PA relatif menurun di akhir tahun dibanding awal atau pertengahan tahun. “Sekarang seiring peningkatan kualitas data
PETA KELUARGA
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
7
WARTA UTAMA
KINERJA PROGRAM KKB JABAR 2013
P
engamat kependudukan Saut PS Munthe mengkhawatirkan ledakan penduduk Jabar bakal tiba lebih cepat dari proyeksi. Ada banyak implikasi yang bakal timbul dari mereoketnya jumlah penduduk tersebut. Dalam bingkai bonus demografi atau windows of opportunity sekalipun. Saut mencontohkan, mangacu pAda Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, pada 2020 mendatang penduduk Jabar akan mencapai 50 juta jiawa. Sementara data 2010 saja sudah 43,7 juta jiwa. “Pertambahan penduduknya sangat cepat. Angka 50 juta bisa dicapai sebelum tahun 2020, mungkin tahun 2019 atau 2018 karena kita lihat trend pembangunan Jabar ini sangat cepat,” tutur,” kata Saut. Alasannya, kata Saut, di Jabar ada rencana pembangunan bandara, pelabuhan dan berbagai insfrastruktur yang mungkin bisa mendorong bertambahnya penduduk Jabar lebih cepat dari yang diproyeksikan. “Kalau kita lihat proyeksi tahun 2035 menurut proyeksi yang dibuat nasional, penduduk Jabar ke angka 57,2 juta. Kalau sampai 2020 ini meleset, mungkin 2035 angkanya akan melampui angka 60 juta. Ini suatu persoalan sangat serius,” terang pengurus Koalisi Kependudukan Pusat ini. Persoalan serius selanjutnya adalah jumlah penduduk Jabar yang terbanyak di Indonesia. Menariknya lagi, tahun 2015 penduduk Jabar akan didominasi oleh penduduk usia produktif. Penduduk usia produktif Jabar berada pada kisaran 68-69 per 100 penduduk Jabar. Pada tahun 2015, dari 100 penduduk Jabar adalah 68 penduduk usia
8
Kawal Terus Proyeksi Penduduk Jawa Barat! Angka proyeksi penduduk Indonesia, tentu saja di dalamnya ada Jawa Barat, menyimpan sejumlah kekhawatiran.
SAUT MUNTHE produktif, 27 anak-anak tidak produktif, dan hanya lima lansia. Sementara pada 2035, dari 100 penduduk Jabar terdiri atas 69 usia produktif, 21 anak-anak, dan 10 lansia. “Lansianya meningkat sangat cepat. Ini juga fenomena yang sebetulnya menarik untuk dicermati dari sekarang karena mempersiapkan usia lansia ini tidak bisa dalam waktu pendek,” tuturnya. Baginya, yang menjadi persoalan dalam proyeksi penduduk di Jabar adalah implikasi yang besar. Ia menjelaskan empat implikasi berkaitan dengan proyeksi
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
penduduk Jabar, yaitu lapangan kerja, pangan, energi, dan sampah. “Bertambahnya satu juta penduduk saja punya implikasi yang amat besar. Kalau satu juta dikalikan dengan kebutuhan beras, perumahan, dan lainnya, tentu saja kita harus menyediakan beribu-ribu ton beras setiap tahun. Berapa hektar sawah yang harus dikonversi menjadi hunian? Belum lagi harus membuat jalan, sekolah, dan insfrastruktur yang mendukung hunian serta pertambahan penduduk itu,” papar Saut. Penduduk usia produktif membutuhkan pangan yang lebih banyak. Mereka lebih banyak makan dari anak-anak dan lansia. Manusia produktif juga perlu bahan energi yang lebih banyak, perlu menghabiskan bensin lebih banyak dari pada anak-anak dan lansia karena mobilitasnya tinggi. “Usia produktif juga memproduksi sampah lebih banyak,” kata Saut.
BURSA KERJA
”
Begitu pula terhadap produksi sampah. Ia mengatakan, kalau 50 juta penduduk dengan produksi sampah tinggi tidak dikelola dengan baik akan terjadi bencana serta kerusakan lingkungan. “Sampah masa depan itu makin bervariasi. Kalau dulu sampah itu kebanyakan daun, sebentar lagi telepon seluler jadi sampah, akan banyak (ponsel) terserak dalam bentuk sampah,” jelas Saut.
Usia produktif juga memproduksi sampah lebih banyak. Saut PS Munthe
Koalisi Kependudukan
Sebagai persiapannya, lanjut Saut, maka bidang pendidikan, agama, kesehatan harus mempersiapkan 50 juta penduduk tadi agar mereka produktif. Bukan hanya produktif berdasarkan usia semata. Bagi Saut, bila banyaknya usia produktif atau bonus demografi di Jabar tidak dioptimalkan, maka akan banyak bermunculan lansia yang rentan karena mereka tidak memiliki jaminan kesehatan yang baik.
penduduk. “Komplikasi sosialnya akan sangat luar biasa. Oleh karena itu, program KKB di Jabar harus serius,” ujarnya. Saut menegaskan, hal pertama yang harus dilakukan pemerintah kabupaten dan kota dalam mempersiapkan proyeksi di tahun 2020 dan 2035 yaitu harus mencermati data kependudukan tiap tahunnya. ”Jangan sampai ada kabupaten dan koa yang tidak punya data kependudukan lengkap,” tuturnya. Kedua, lanjutnya, Pemda harus membuat kebijakan pembangunan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK) yang menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan. “Kalau mau
Ia berharap, proyeksi yang dibuat itu tidak meleset terlalu jauh. Itu semua bergantung pada keberhasilan program KKB. “Kalau program KKB sampai tahun 2020 sukses, melesetnya bisa kurang dari 1 juta,” kata Saut. Tetapi, sambungnya, kalau program KKB amburadul, melesetnya bisa sampai 5 juta
membangun jalan, yang harus ditanya adalah berapa banyak penduduk yang memanfaatkan jalan itu. Kalau mendirikan pabrik, berapa banyak penduduk yang bisa ditampung menjadi tenaga kerja. Kalau memproduksi pangan, berapa banyak penduduk yang menikmati pangan itu,” papar Saut. Menurutnya, pemerintah kabupaten kota harus memiliki dua mata tombak kebijakan dalam persiapan proyeksi penduduk, yaitu responsif dan mempengaruhi. Ia memberikan satu kebijakan yang responsif, yakni model perumahan yang harus dibuat saat ini dalam menangani pertumbuhan penduduk. “Kalau perumahan di Jabar selalu horizontal, habislah sawah kita. Rumah di Jabar harus mulai vertikal, bertingkat. Hal ini untuk untuk menekan luas tanah yang semakin sempit,” terangnya. Kedua, lanjut Saut, adalah influencing atau mempengaruhi. “Jabar juga harus memperhatikan net migration-nya minus. Caranya kerjasama dengan pemprov lain karena Jabar punya keunggulan, sehingga bisa mengirimkan orang-orang yang unggul ke provinsi mereka,” paparnya.(RDN)
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
9
WARTA KHUSUS
RAPSUS KKB SUKABUMI
BIAR PLKB TAK JADI JAGO KANDANG BKKBD Kabupaten Sukabumi Garap Khusus 14 Desa dalam Sepekan
Menjadi rujukan nasional dalam transformasi kelembagaan tak lantas membuat BKKBD Kabupaten Sukabumi jumawa. Satusatunya BKKBD di Jawa Barat ini terus berupaya memacu kinerjanya. Kali ini melalui penggarapan khusus di tujuh zona pembangunan di kabupaten terluas se-Jawa dan Bali tersebut.
I
stilah saya jangan hanya jago kandang,” ujar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) Kabupaten Sukabumi Ade Mulyadi saat ditanya alasan dilakukannya penggarapan khusus dengan menggunakan metode refreshing and crossing di Kantor Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi pada 12 Desember 2013 lalu. “Jangan sampai seperti Persib. Menangnya di kandang,” imbuh Ade terkekeh. Inisiator transformasi kelembagaan yang membidangi program kependudukan dan keluarga berencana (KKB)
10
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
ini tampak semangat saat menjelaskan penggarapan khusus yang dihelat di 14 desa se-Kabupaten Sukabumi tersebut. Selain di Sukasirna, kegiatan serupa dilaksanakan di 13 desa lain di tujuh wilayah eks kewedanaan. Setiap wilayah diwakili satu kecamatan. Setiap kecamatan diwakili masingmasing dua desa. Hasil mondokmoek selama sepekan ini akan dijadikan bahan analisis untuk melaksanakan kegiatan serupa di seluruh kecamatan pada 2014 mendatang. “Sederhananya kami ingin melihat lebih dekat pelaksanaan pembangunan KKB di
DATA KELUARGA
masyarakat. Para PLKB dan TPD ikut menginap di rumah-rumah warga. Ada yang menginap di rumah Pak RT, Pak RW, Pak Kades, ada juga yang di rumah tokoh masyarakat. Bahkan, ada juga yang menginap di rumah ibu hamil. Tujuannya, pengelola program KB di lini lapangan ini bisa melihat dan mempelajari secara utuh bagaimana program KB berjalan di masyarakat,” papar Ade. Para petugas tadi, terang Ade, berasal dari wilayah atau kecamatan lain yang berbeda dengan daerah sasaran. Dia mencontohkan, para petugas yang melakukan penggarapan khusus di Desa Sukasirna yang nota bene berada di wilayah II berasal dari mereka yang seharihari bertugas di wilayah III. Sementara petugas dari wilayah II melakukan penggarapan serupa di wilayah V. Refreshing dan crossing ini sengaja dipilih agar proses mekanisme
”
Tujuannya, pengelola program KB di lini lapangan ini bisa melihat dan mempelajari secara utuh bagaimana program KB berjalan di masyarakat. Ade Mulyadi
Kepala BKKBD Kabupaten Sukabumi operasional pelayanan KB berlangsung alami tanpa ada kecanggungan antara masyarakat dan petugas. Data yang dihasilkan juga benarbenar objektif.
Model Holistik Pembangunan Apa yang dilakukan selama sepekan atau tepatnya selama
empat hari kerja tersebut? Pada dasarnya adalah menjalankan mekanisme operasional. Di kalangan pengelola KB lini lapangan populer dengan sebutan 10 Langkah PLKB. Bedanya, kali ini mereka diminta mengonfirmasi data yang sebelumnya telah dimiliki dari hasil mutasi data keluarga (MDK). Skema kerja ini dibagi ke dalam tiga rumpun, meliputi kondisi existing, hasil verifikasi atau pengecekan ulang, dan kesenjangan data antara antara keduanya. Sambil menunjuk ke panelpanel data yang terpampang di aula utama Kantor Desa Sukasirna, Ade menunjukkan pemetaan kesertaan KB hingga pendidikan. Di sana terpampang indikator wania usia subur (WUS), pasangan usia subur (PUS), peserta KB aktif (PA), bukan peserta KB, ibu hamil, unmet need, dan kemandirian. Indikator ini
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
11
WARTA KHUSUS
RAPSUS KKB SUKABUMI
diapit dua kolom di sisi kanan dan kiri. Sisi kini berisi kondisi faktual, sayap kanan berisi hasil pengecekkan. Sementara kolom data kesenjangan diletakkan di bagian bawah. Setiap kolom berisi dua keterangan, masingmasing jumlah dan persentase. “Kesenjangan ini bukan berarti negative thinking menuduh adanya manipulasi data. Kolom ini disediakan selain mengantisipasi kekeliruan data, juga untuk melihat dinamika
terjadi DO. Selama rapsus ini, para petugas diminta untuk melakukan pendataan secara akurat dan menyeluruh. Ya, menyeluruh. Tak melulu mendata peserta KB, para petugas juga melakukan pendataan administrasi kependudukan dan sipil, usia pendidikan, status pendidikan, kehamilan, kematian ibu, dan lain-lain. Dalam perspektif pembangunan kependudukan, Ade menilai semua komponen
KIE INDIVIDU kesertaan ber-KB itu sendiri. Misalnya dari pada pada kondisi faktual di sebuah RT tercatat 70 PA. Sementara pada saat pengecekan hanya ditemukan 65 orang. Perubahan ini bisa terjadi salah satunya karena kehamilan atau penambahan usia dari subur menjadi tidak subur,” papar Ade. Nah, tugas petugas itulah mencari tahu mengapa kesenjangan terjadi. Bila perubahan itu akibat kehamilan, maka langkah berikutnya adalah melakukan pendampingan bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan hingga persalinan. Sementara bila perubahan PA akibat drop out (DO), maka petugas harus mencari lebih jauh mengapa sampai
12
tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Dia mencontohkan, tingkat pendidikan berkorelasi dengan kualitas dan pilihan kontrasepsi. “Ada kecenderungan, mereka yang pendidikannya baik memilih kontrasepsi jangka panjang. Sebaliknya, mereka yang pendidikannya rendah cenderung memilih suntik atau pil. Bahkan tidak menggunakan alat kontrasepsi sama sekali. Ini juga berkaitan dengan pilihan dalam melakukan edukasi kepada masyarakat. Pendekatan kepada masyarakat miskin dengan pendidikan rendah tidak bisa disamakan dengan masyarakat yang pendidikannya relatif tinggi. Media komunikasi yang digunakan juga berbeda,” jelas Ade.
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
Optimalisasi Sumber Daya dan Pelayanan Rapsus alias penggarapan khusus lebih dari sekadar menghimpun data. Pada hari terakhir kegiatan, BKKBD melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Para akseptor merupakan PUS yang terjaring selama proses pendataan. Semua berlangsung cepat. Mekanisme operasional berlangsung dalam empat hari. Bila pada hari pertama petugas mendapat arahan mengenai kegiatan, hari kedua mereka sudah terjun ke tengah masyarakat. Hasil pendataan tersebut ditindaklanjuti dengan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). KIE berlangsung paralel, sebagian dilakukan secara individual, sebagian lainnya secara berkelompok. Petugas pun door to door bertemu warga. Setiap keluarga ditanya seputar kesertaan berKB, jenisnya, alasannya. Adapun KIE kelompok berlangsung di halaman warga yang kebetulan terdapat ruang kosong atau di halaman kantor dan lapangan. Salah satunya di halaman kantor PNPM di Desa Sukasirna. Sore hari menjelang hari pelayanan keesokan harinya, para petugas kembali mendatangi rumah PUS. Mereka yang pada hari pertama KIE masih ragu kembali diberikan pemahaman mengenai alasan pentingnya menjadi peserta KB. Bagi para petugas, fase pemantapan ini menjadi sangat penting karena bisa saja mereka yang sebelumnya sudah berniat ber-KB tiba-tiba mengurungkan niatnya. Bahkan, tidak jarang petugas lapangan KB alias PLKB menjemput ke rumah-rumah
warga pada saat hari pelayanan. “Kami berupaya mengoptimalkan segenap sumber daya untuk mengajak PUS yang belum ber-KB agar mau menjadi peserta KB. Kalau alasannya transportasi, kami bahkan menjemput menggunakan sepeda motor PLKB. Kami juga meminjam kendaraan operasional untuk digunakan menjemput calon peserta KB,” kata David, salah satu kepala UPTB KB yang pada hari kedua rapsus mengantar Warta Kencana bertandang ke rumah warga di RW 4 Desa Sukasirna. Berbekal restu Camat Cibadak, David juga mengajak kepala puskesmas hingga kepala Kantor Urusan Agama (KUA) untuk ambil bagian dalam rapsus. Catatan perkawinan di KUA menjadi data penting melihat usia kawin pertama perempuan. Mereka juga dilibatkan dalam melakukan advokasi dan KIE kepada kelompok tertentu yang sebelumnya resisten terhadap program KB. Sementara pihak puskesmas diminta bantuan untuk mengerahkan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan KB pada hari terakhir rapsus. Semua terlibat, semua bekerja.(NJP)
SUKMAWIJAYA
Bupati Sukabumi: Ada yang Salah dengan Cara Kerja Kita
S
uasana Islamic Center Cisaat, Sukabumi, mendadak hening ketika Bupati Sukmawijaya meminta salah seorang camat menyebutkan empat penyebab kematian ibu saat melahirkan. Peserta pertemuan baru sadar kalau orang nomor satu di kabupaten dengan daerah paling luas di Jawa dan Bali tersebut serius menginginkan jawaban tepat dari setiap kepala yang ada di seantero ruangan. Sejumlah camat dan kepala desa tampak saling memandang seolah meminta bantuan jawaban mengantisipasi pertanyaan sejenis dilemparkan kepada mereka. Jawaban pun meluncur sekenanya. Sukma kecewa. Dia meminta camat mencari jawaban dari kolegenya. Pertanyaan terus meluncur kepada sejumlah hadirin dan bahkan kepala dinas dan
badan yang duduk satu deret dengan peraih penghargaan prestisius Satyalencana Wirakarya Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana tersebut. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) memang tengah menjadi sorotan Sukma. Dia pun getol melakukan evaluasi setiap bulannya. Semua bidang yang berhubungan dengan AKI dan AKB harus hadir. “Yang mendasarinya adalah realitas. Faktanya kematian ibu di Kabupaten Sukabumi merupakan yang tertinggi di Jawa Barat. Perlu terobosan untuk mengubah cara kerja kita. Berarti ada yang salah dengan cara kerja kita selama ini. Saya juga jujur baru menyadari saat ini. Selama ini kita lebih percaya saja sama dinas. Sudahlah yang penting targettarget tercapai. Ternyata tidak cukup, perlu ada terobosan,” kata
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
13
WARTA FOTO
LOMBA POSTER
EVALUASI PROGRAM
RAPSUS KKB
KOMEDI GENRE
KUNJUNGAN KERJA
KUNJUNGAN KERJA
VERIFIKASI BKB
KUNJUNGAN PPKS
SOSIALISASI GENRE
PELATIHAN IPKB DUAANAK.COM
BERMAIN ANGKLUNG
BERMAIN ANGKLUNG
KOMEDI GENRE
GELAR BUDAYA
WAYANG GOLEK
JAMBORE PLKB/IMP
KUNJUNGAN SIKIB
KAMPUNG KB
SILATURAHMI POS KB
KUNJUNGAN SIKIB
JAMBORE PLKB/IMP
BKKBN MENDENGAR
BKKBN MENDENGAR BAKTI TNI BAKTI TNI BKKBN MENDENGAR
SEMINAR LAKTASI LOMBA RAP
LOMBA RAP
VERIFIKASI BKB
KAMPUNG KB
WAYANG GOLEK
SALAM GENRE
WARTA KHUSUS
RAPSUS KKB SUKABUMI
Sukmawijaya saat dicegat usai melakukan evaluasi massal tersebut di Islamic Center Cisaat, Sukabumi, 12 Desember 2013 lalu. Sukma pun memutuskan memimpin langsung “perang” melawan kematian ibu dan bayi. Dia yakin perlu ikhtiar besar dari semua kalangan, termasuk kepala daerah. Modalnya adalah pemahaman yang utuh terhadap masalah itu sendiri. “Gak bisa sendiri, harus sinergi. Mulai saya sebagai bupati, camat, dan kepala desa. Kemudian lintas sektornya. Kesehatan tidak bisa berjalan sendiri. Semua harus seirama, satu greget. Mereka harus memahami banyak hal. Tak bisa bekerja tranpa memiliki pemahaman yang baik tentang AKI dan AKB misalnya. Harus tahu penyebabnya agar bisa memotong mata rantainya. Juga harus berkelanjutan, tidak bisa hanya mengandalkan momentum,” tandas Sukmawijaya. Selain berjanji melakukan evaluasi setiap bulan, Sukma memerintahkan bawahannya untuk melakukan evaluasi di tingkat desa dan kecamatan. “Kalau ada kejadian atau kasus
berulang, ada penyebabnya? Mengapa bisa terjadi? Ada apa ini? Harus diusut penyebabnya. Kalau irama kerja ini dijaga, semangat tidak kendur, saya optimistis Kabupaten Sukabumi pada akhir 2014 tidak akan jadi yang terbanyak dalam jumlah AKI. Dalam tiga tahun terakhir jumlah kasus kematian ibu terus naik. Dari 40 kasus pada 2010, naik menjadi 70 kasus pada 2012 dan sekarang 76 kasus,” kata Sukma lagi. Kontrol ketat menjadi pilihan Sukma dalam menekan jumlah kasus. Lebih dari itu, Sukma mewanti-wakti bahwa program keluarga berencana (KB) merupakan solusi utama menekan jumlah kematian ibu dan bayi. Bagi Sukma, sejumlah penyebab langsung kematian merupakan dampak dari masalah sebelumnya. “Misalnya kematian itu karena pendarahan, keracunan, komplikasi, dan lain-lain. Ujungujungnya mereka mengalami kasus tersebut karena terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering, dan terlalu banyak melahirkan. Bagaimana itu bisa dicegah? Ya KB jawabannya. Yang mudah, tangguhkanlah sampai usianya cukup kalau memang tidak bisa
VERIFIKASI DATA
16
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
”
Ujung-ujungnya mereka mengalami kasus tersebut karena terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering, dan terlalu banyak melahirkan. Bagaimana itu bisa dicegah? Ya KB jawabannya. Sukmawijaya
Bupati Sukabumi menangguhkan perkawinan hingga 20 tahun. Terlalu tua, apalagi anaknya banyak, stop saja. Sudahlah jangan punya anak lagi karena berisiko pada ibunya. Demikian juga karena terlalu sering. Barangkali kalau kaya, okelah. Kalau miskin, apa mau diwariskan kemiskinannya? Ini berisiko,” Sukma menegaskan. Demikian juga keterlambatanketerlambatan dalam penanganan persalinan. Kepercayaan masyarakat pada paraji alias dukun beranak sudah saatnya digiring untuk lebih memanfaatkan tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter. Di luar itu, perjalanan menuju te,pat pelayanan juga harus dijamin lancar. “Hitungannya bukan hari bukan jam, tapi detik hitungan menyelamatkan nyawa ibu ini. Kades dan camat harus tahu peta kehamilan berisiko. Lalu menyiapkan langkah antisipasinya. Misalnya mengondisikan kendaraan yang akan membawanya ke rumah sakit dan lain-lain,” Sukma kembali mengingatkan anak buahnya.(NJP)
PEMASANGAN IMPLANT
Lebih Segar, Lebih Berkualitas
T
erjebak dalam rutinitas tentu saja membosankan. Bertemu orang yang sama setiap hari juga lama-lama membosankan. Nah, menghindari jebakan kebosanan itu pula yang menjadi salah satu alasan BKKBD Kabupaten Sukabumi melakukan penggarapan khusus (Rapsus) dengan metode refreshing and crossing (RC).
“Staff meeting harus memenuhi indikator ini, ini. ini. Bulan sekadar kumpul. Harus ada peningkatan pengetahuan, evaluasi, dan rencana tindak lanjut. Tugas pokok dan fungsi PLKB ini harus terus-menerus dilakukan. Dengan suasana baru melalui RC ini diharapkan lebih segar. Di sini kita menyegarkan kembali ingatan, kegiatan, dan mekanisme yang sebenarnya sudah biasa dilaksaanakan,” kata Ade Mulyadi, Kepala BKKBD Kabupaten Sukabumi, ihwal pertukaran petugas selama Rapsus KKB.
“Dari sisi SDM, para petugas berusaha terus memahami tupoksi sebagai PLKB, apa yang sudah dilakukan? Apa yang harus dilakukan, dan seterusnya. Dari sarana dan prasarana, apa yang kurang? Jangan sampai ada pelayanan dengan tikar. Misalnya tahun depan harus obgyn bed. Ini urusan jaga mutu. Ini urusan pelayanan berkualitas,” tambah Ade lagi. Birokrat yang sebelumnya berkecimpung di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) ini menekankan pentingnya peningkatan kualitas manajerial para petugas KB. Para kepala UPTB diharapkan mampu mampu me-manage PLKB dan tenaga penggerak desa (TPD). Dengan cara begitu, mekanisme pelayanan KB bisa “kembali” ke masyarakat. Ade tidak memungkiri upaya membumikan kembali mekanisme operasional ini makin
berat dari waktu ke waktu. Karena itu, perlu dikemas agar senantiasa segar dalam benak masyarakat. Selain PLKB, BKKBD juga memboyong nyaris semua stafnya terlibat aktif dalam kegiatan rapsus. Setiap bidang mendapat tugas khusus sesuai dengan tupoksi bidangnya. Bidang Data dan Informasi terlibat aktif dalam pemutakhiran data. Bidang Pengendalian Penduduk melihat jumlah, kepadatan, dan persebaran penduduk. Bidang KB bertanggung jawab atas mekanisme dan pelayanan KB. Bidang Kesejahteraan Keluarga terjun dalam kegiatan Tribina dan UPPKS. “Semua untuk ditindaklanjuti 2014. Apa yang harus mereka lakukan 2014 berdasarkan data yang diperoleh pada 2013 ini. Apalagi pada 2014 mendatang seluruh kecamatan melaksanakan rapsus ini,” kata Ade.(NJP)
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
17
WARTA JABAR
BKKBN MENDENGAR
KAMPANYE KKB PERLU TIRU IKLAN ROKOK Ledakan penduduk menjadi acaman nyata bagi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk lebih dari 43 juta jiwa dan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,9 persen, setiap tahunnya diperkirakan lahir sekitar 900 ribu bayi. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dan langkah nyata para pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Dibutuhkan perencanaan pembangunan yang menjadikan kependudukan sebagai titik sentral.
18
D
emikian salah satu simpulan diskusi bertajuk “BKKBN Mendengar: Menggagas Kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Jawa Barat” yang dihelat di Hotel Santika Bandung, Jalan Sumatera, Kota Bandung, pada 22 November 2013 lalu. Acara yang digagas Pengurus Daerah Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat ini menghadirkan sejumlah narasumber kunci program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) dan media massa di Jawa Barat. Pengamat kependudukan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Ishak Somantri menyoroti tingginya LPP Jawa Barat dalam satu dekade terakhir. Ishak menilai migrasi
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
menjadi salah satu pemicu utama tingginya migrasi di provinsi yang berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010 tercatat dihuni 43.053.732 jiwa. Dia mendesak adanya langkahlangkah tegas dari pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk. “Persoalan Jawa Barat saat ini adalah migrasi penduduk yang tinggi dari luar Jabar. Ini menjadi ancaman. Kondisi ini memerlukan penanganan serius dari pemerintah da erah. Kita harus belajar kepada Singapura yang menerapkan kebijakan ultimate growth population, penduduk Singapura dibatasi pada angka 5 juta jiwa. Pemerintah Singapura menyadari bahwa mereka tidak mampu membiayai penduduk lebih dari 5 juta jiwa,” tandas Ishak.
Siti Fathonah mengaku terus berupaya melakukan akselerasi program KKB. Sebagai lembaga negara yang mendapat tugas dalam pengendalian penduduk, Fathonah mengaku deg-degan setiap kali mencermati angka kelahiran di Jawa Barat. Angka 900 ribu bayi setiap tahun jelas menjadi perhatian serius BKKBN. “Anggaran pemerintah untuk program KKB sebenarnya terus naik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kenaikkan tersebut tidak selalu berkorelasi positif dengan keberhasilan program. Alasannya, jumlah pembagi akibat kelahiran baru terus bertambah,” kata Fathonah.
Pengurus Koalisi Kependudukan Daerah Jawa Barat ini mengkritik pola-pola kampanye program KKB yang dianggapnya terlalu halus, tidak tegas. Kampanye program KKB tidak menunjukkan adanya ancaman bahaya ledakan penduduk. Pesan program KKB juga bergeser dari pembatasan kelahiran menjadi kesejahteraan keluarga. Bagi Ishak, hal ini kontraproduktif dengan pesan inti pengendalian penduduk. “Iklan KB itu harus seperti iklan rokok. (Pesan iklan) langsung menunjukkan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Masyarakat harus didorong untuk menyadari bahaya ledakan penduduk,” tandas Ishak.
BKKBN perlu melakukan terobosan agar kependudukan dianggap sebagai masalah penting bagi pengambil kebijakan. Menanggapi moderatnya pesan program KKB, Fathonah mengaku lembaganya menghadapi dilema. Di satu sisi, pengendalian penduduk menjadi sebuah keniscayaan. Di sisi lain, pembatasan kelahiran secara ketat berpotensi memicu resistensi dari sejumlah kalangan yang selama ini resisten terhadap program KB. Selain kalangan agamawan, pegiat HAM juga terusik dengan adanya larangan melahirkan. “Menyikapi kondisi tersebut, kami di BKKBN mencoba merumuskan program yang lebih mengarah kepada pembangunan kesadaran masyarakat untuk mengikuti program KKB. Pola-pola pemaksaan seperti pernah terjadi di masa lalu tidak relevan lagi dengan situasi saat ini,” Fathonah beralasan.(NJP)
Pernyataan Ishak lantas diamini Ketua Harian Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja. Pengamat pertanian ini memunculkan data pergeseran lahan dalam 10 tahun terakhir. Bila sebelumnya lahan-lahan pertanian tergusur industri, dalam 10 tahun terakhir lahan produktif tersebut mulai tergeser permukiman. “BKKBN perlu melakukan sebuah terobosan agar kependudukan dianggap sebagai masalah penting bagi pengambil kebijakan. Dengan demikian, setiap perencanaan pembangunan harus berlandaskan situasi dan kondisi penduduk,” tegas Entang. Menanggapi hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat
YUNUS P NOYA
Wayang Golek di Antara Jurus Komunikasi 360 Derajat
B
adan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan beragam cara dalam mengampanyekan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) kepada khalayak. Kali ini melalui pergelaran seni tradisional wayang, baik wayang golek maupun wayang kulit. Pergelaran wayang berlangsung di enam kota di Pulau Jawa dan Kalimantan. Di Jawa Barat, wayang golek digeber semalam suntuk di Lapangan Tegallega Kota Bandung, 23 November 2013. “Wayang dipilih karena seni tradisional ini paling digemari kalangan menengah ke bawah. Sementara pertunjukkan wayang sendiri relatif jarang dihelat di perkotaan. Inilah yang kemudian menjadikan alasan kami menggelar Gelar Seni Budaya Tradisional Program KKB 2013. Seni juga mengandung nilai universal, semua orang
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
19
WARTA JABAR menyukainya,” terang Direktur Advokasi dan KIE BKKBN Yunus Patriawan Noya Kota Bandung sebelum pergelaran wayang golek. “BKKBN melakukan komunikasi 360 derajat kepada masyarakat. Setiap ada kesempatan, kami berusaha mengenalkan program KKB. Salah satunya dengan pendekatan seni. Wayang dipilih karena kearifan lokal sangat penting. Kita harus memahami di setiap wilayah di Indonesia ada kearifan lokal yang bisa kita masuki,” Yunus menambahkan. Lebih jauh Yunus menjelaskan, Jawa Barat dipilih sebagai salah satu tempat pergelaran karena daerah ini merupakan provinsi yang mendapat perhatian khusus dari BKKBN. Bersama sembilan provinsi lainnya, Jabar merupakan 10 provinsi penyangga utama program KKB di Indonesia. Sejumlah strategi khusus dilakukan daerah penyangga utama tersebut. Melalui wayang, sambung Yunus, pihaknya menitipkan pesan kepada dalang ihwal pentingnya
pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Wayang juga diharapkan mampu mengemas pesan secara mengakar dengan masyarakat setempat. Hal ini penting karena salah satu hambatan program KKB adalah kebudayaan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bila bagi sebagian kalangan memiliki anak banyak merupakan sebuah “investasi”. Wajar bila kemudian muncul idiom banyak anak banyak rejeki. “Nilai anak bagi masyarakat kita berbeda satu sama lain. Kami ingin mengedukasi dengan cara-cara yang populer dan mengakar dengan budaya setempat. Menyikapi idiom banyak anak banyak rejeki misalnya, kami ingin mengingatkan masyarakat bahwa kalimat itu belum tuntas. Itu baru kota. Lengkapnya adanya banyak anak banyak rejeki yang harus dicari,” terang Yunus. Tentu, edukasi program KKB tak melulu dilakukan melalui pementasan wayang. Yunus menjelaskan, pihaknya menggunakan aneka cara dan
saluran untuk mengenalkan program KKB melalui seni. Saat wayang golek dipentaskan dalang Dadan Sunandar Sunarya di Bandung, pada saat yang sama tengah berlangsung penilaian lomba poster tingkat nasional di Jakarta. Ada lagi lomba stand up comedy beberapa hari kemudian. “Seni itu universal. Secara sadar atau tidak, kita bisa larut dalam sebuah pertunjukkan seni atau irama musik. Bahkan, orang yang tidak suka dangdut pun bila mendengar irama melayu tersebut secara tidak sadar mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai mengikuti irama musik. Intinya, semua orang suka seni,” tandas Yunus. Khusus di Jawa Barat, sambung Yunus, perhelatan wayang juga dipadukan dengan berbagai kesenian tradisional, seperti tari jaipong kontemporer dan rampak kendang dari Lingkung Seni Mojang Priangan. Ada lagi penampilan Adeng yang merupakan replika Darso. Selain itu, pengunjung juga bisa menikmati sajian kuliner aneka jajanan khas nusantara.(NJP)
WAYANG GOLEK
20
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
LOMBA RAP
Lewat Musik Rap, Genre Menyapa Remaja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat menyelenggarakan Rap Competition 2013 tingkat Provinsi Jawa Barat dengan tema “Persiapan Remaja Jawa Barat Berkualitas dengan Menghindari Seks Bebas, Narkoba, dan HIV/AIDS” di Metro Indah Mall Bandung, awal November 2013 lalu. Kompetisi diikuti remaja dari 20 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Perlombaan tersebut melibatkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Barat.
P
erlombaan menyanyi rap ini diikuti oleh para remaja tingkat Jawa Barat, ada 20 grup musik rap dari masing-masing kabupaten dan kota,” ujar Kasubbid Bina Ketahanan Remaja BKKBN Jawa Barat Linda Herliany. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya dalam menyosialisasikan Generasi Berencana (Genre) kepada para remaja melalui musik rap. Dalam lirik-lirik lagu yang disampaikan pada musik rap oleh para peserta, terdapat pesan-pesan tentang Genre. “Musik rap ini dijadikan sebagai media penyampai pesan-pesan yang berkaitan dengan Genre agar mudah diterima oleh para remaja,” terang Linda. Musik rap merupakan aliran musik yang disukai khususnya oleh golongan usia muda atau kalangan remaja. Apalagi dalam rap tersebut berisikan lirik-lirik tentang pesan-pesan Keluarga
Berencana, Pendewasaan Usia Perkawinan, Triad KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja), dan Stop Diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS. Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan mengatakan, musik rap sangat cocok dijadikan media penyampai pesan tentang Genre. “Dengan menyelenggarakan perlombaan rap ini, kami berharap para remaja bisa memahami tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, bahaya HIV/AIDS dan Narkoba, sehingga para remaja bisa tercegah dari berbagai risiko dari seks bebas, Narkoba, dan HIV/AIDS,” papar Rakhmat. Rakhmat Mulkan menjelaskan, lomba rap tersebut sebagai salah satu upaya konkret untuk mengajak generasi muda agar menghindari seks bebas, Narkoba, dan pencegahan terhadap penularan penyakit HIV/ AIDS.(RDN)
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
21
WARTA JABAR
KONTINGEN STAND UP
Jabar Juara Favorit Pentas Komedi Genre Duo wakil Jabar “Sepuluhtura” sukses menjadi favorit juri grand final Pentas Komedi Genre 2013 yang berlangsung di Piaza Gandaria City, Jakarta, pada 6 Desember 2013. Sepuluhtura menjadi satu-satunya peserta grup yang sukses mengangkat trofi stand up comedy yang diprakarsai BKKBN tersebut. Sementara sisanya merupakan peserta individu.
S
ementara itu, wakil Jawa Timur berhasil meraih predikat juara umum semua kategori setelah sesaat sebelumnya dinobatkan menjadi juara I kategori usia di atas 22 tahun. Adapun wakil Bali menyabet juara I kategori usia di bawah 22 tahun. Ditemui usai pengumuman pemenang, salah satu pentolan Sepuluhtura, Us us, mengaku cukup puas. Dia mengakui para comics yang unjuk gigi di hajat tahunan BKKBN tersebut memang memiliki kualitas jempolan. “Pinginnya sih juara pertama, tapi ya penilaian juri kan lain. Kami percaya juri memberikan
22
penilaian objektif. Sekarang kami bersyukur karena menjadi juara favorit,” kata Us us diamini Ian, pasangan duet Sepuluhtura. Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BKKBN Jabar Elma Triyulianti yang terus mendampingi para comics asal Jabar mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, apa yang diraih Sepuluhtura merupakan hasil upaya maksimal yang dilakukan duo Jabar tersebut. Sejak awal memang pihaknya tidak memberikan target juara. Elma hanya meminta wakil Jabar menunjukkan kemampuan terbaiknya. “Kami, BKKBN Jabar, memberikan apresiasi sekaligus
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
mengucapkan terima kasih atas upaya maksimal yang ditunjukkan seluruh wakil Jabar. Kemenangan bukan segalanya. Lebih penting bagi kami adalah bagaimana memanfaatkan stand up comedy sebagai salah satu metode sosialisasi program KKB kepada masyarakat,” ungkap Elma. Bagi Elma, para comics yang mewakili Jabar dalam pentas tersebut merupakan sumber daya sekaligus mitra BKKBN dalam menyosialisasikan program. Mereka inilah yang kelak menjadi perpanjangan tangan BKKBN untuk menyentuh sasaran program KKB melalui jalur seni, khususnya komedi. Elma berjanji untuk terus menjalin kemitraan dengan sejumlah pihak. Ditemui terpisah, Soleh Solihun yang menjadi salah satu juri grand final menilai adanya peningkatan kualitas pengelenggaraan Pentas Komedi Genre tahun ini. Dibanding tahun lalu, Soleh menilai pesan program maupun lawakan jauh lebih berbobot.(NJP)
WARTA DAERAH
Ciamis Kini Punya Tim Jaga Mutu KB
S
adar tak bisa bekerja sendirian dalam memberikan pelayanan keluarga berencana, Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemerintahan Desa (BKBPMPD) Kabipaten Ciamis menggandeng sejumlah pemangku kepentingan untuk membentuk Tim Jaga Mutu Pelayanan Keluarga Berencana (TJMPKB). Pertemuan pertama TJMPKB berlangsung di sebuah hotel di Ciamis, awal Desember 2013. Kepala BKBPMPD Kabupaten Ciamis Dodon Rudiana menjelaskan, tim bentukkannya tersebut melibatkan sejumlah pihak. Sebut saja misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Ada juga Dinas Kesehatan, Humas Pemkab Ciamis, Bagian Kesejahteraan Rakrat, Bagian Hukum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ciamis, dan lain-lain. Selanjutnya, TJMPKB akan melakukan monitor dan evaluasi kegiatan pelayanan KB di masyarakat.
”
Organisasi profesi dan mitra kerja BKBPMPD dijadikan tim jaga mutu. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan lebih besar dalam pelayanan KB. Dodon Rudiana Kepala BKBPMPD Kabupaten Ciamis
Dondon menjelaskan, sepanjang 2013 kegagalan dan indikasi KB hanya terjadi dua kasus. Itu pun bukan karena alat kontrasepsi. Kasus lebih diakibatkan perilaku akseptor yang tidak melaksanakan arahan dari petugas KB.
“Organisasi profesi dan mitra kerja BKBPMPD dijadikan tim jaga mutu. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan lebih besar dalam pelayanan KB,” kata Dondon sebagaimana dikutip jawabaratnews.com.
Ke depan, sambung dia, setelah pembentukan TJMPKB tingkat kabupaten akan dibentuk tim tingkat kecamatan yang diketuai kepala pusat kesehatan mayarakat (Puskesmas). Sementara di rumah sakit diketuai direktur rumah sakit bersangkutan. Di samping itu, BKBPMPD juga menilai keberadaan pos KB dan sub pos KB desa memiliki peran besar dalam pelayanan KB. Mereka merupakan ujung tombak peningkatan pelayanan KB kepada masyarakat. Dondon menjelaskan, pembentukan TJMPKB bertujuan memfasilitasi peningkatan kualitas pelayan KB kepada masarakat. “Ending-nya tidak ada masyarakat yang tidak terlayani atau mengalami kegagalan karena kualitas pelayanan KB jelek,” pungkas Dondon. (jawabaratnews.com)
MENUJU POSYANDU
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
23
WARTA DAERAH
PELAYANAN MOBILE
Raperda Kependudukan Sumedang Tinggal Ketuk Palu Selalu ada cara untuk mengarusutamakan kependudukan dalam pembangunan daerah. Kabupaten Sumedang memilih dengan cara menggodok rancangan peraturan daerah (Raperda). Isinya mengusung spirit Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK). Ada muatan kearifan lokal di dalamnya.
B
ila tak ada aral melintang, Raperda PKPK yang kini tengah digodok panitia khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumedang segera memasuki babak final. Kepala Bidang KB BKBPP Kabupaten Sumedang Hoerul mengklaim tak ada lagi perdebatan subtansial dalam pembahasan raperda tersebut. Targetnya, akhir Februari 2014 raperda sudah diketuk menjadi peraturan daerah (Perda).
24
“Saat ini sudah memasuki pembahasan lanjutan. Mengacu kepada jadwal persidangan yang dirilis Sekretariat DPRD, penyelarasan akhir raperda akan dilaksanakan akhir Februari. Memang masih ada kemungkinan sedikit perubahan, namun demikian, kecil kemungkinan sampai mengubah substansi,” kata Hoerul di sela sosialisasi KKB Kencana di kawasan wisata Kampung Toga, Sumedang, beberapa waktu lalu.
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
Bila raperda ini disahkan menjadi perda, maka ini perda PKPK juga menjadi pertama dan satu-satunya di Jawa Barat. Hoerul berharap dengan kelak disahkannya raperda menjadi perda bisa menjadi acuan kebijakan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di daerah yang lekat dengan julukan Puseur Budaya Sunda tersebut. “Kalau sudah ada perdanya, siapa pun yang menjalankan pemerintahan di daerah akan mengacu pada perda ini dalam pengendalian kependudukan dan pembangunan keluarga. Dengan demikian, pembangungan keluarga di Sumedang dapat terukur dan terkendali,” Hoerul penuh harap. Hoerul tidak memungkiri raperda yang diusungnya tidak
mengadopsi utuh UU PKPK yang diundangkan sejak lima tahun lalu. Alasannya, pemerintah daerah terbentur pada sejumlah peraturan perundangan yang berhubungan dengan otonomi daerah, seperti pembagian urusan wajib hingga satuan organisasi dan tata kerja (SOTK). Karena itu, raperda PKPK menjadi semacam kompromi terhadap UU PKPK dan kebijakan desentraliasi. Intinya, sambung dia, pelimpahan wewenang KKB dari pusat kepada daerah. “Salah satu kewenangan pemda dalam urusan itu adalah pembiayaan atau anggaran untuk menjalankan perda yang akan disahkan itu. Kala perda ini sudah ada, daerah berkewajiban dalam pembiayaan operasional untuk program pengendalian kependudukan dan pembangunan keluarga. Meski saat ini pembiayaannya sudah ada, tetapi porsi pembiayaannya akan lebih besar setelah diperkuat dengan perda PKPK,” terang Hoerul.
nomenklatur kelembagaan KB di Kabupaten Sumedang yang digandengkan dengan pemberdayaan perempuan. Wajar bila kemudian dalam raperda PKPK juga memasukkan unsur pemberdayaan perempuan. Yang penting, imbuh Hoerul, substansi program KKB sudah terwadahi dalam perda. “Kalau idealnya untuk mengendalikan pendudukan dan pembangunan keluarga seusai dengan UU 52 tahun 2009, yang diwadahi BKKBD. Sementara ini kami fokus pada substansi program. Sementara urusan kelembagaan diatur melalui peraturan lain karena urusan kelembagaan sudah barang tentu memiliki irisan dengan lembaga lain,” dalih Hoerul.
”
Nilai-nilai operasional SPBS tersebut merupakan warisan luhur budaya Sunda. Nilai-nilai abadi, tidak lekang dimakan zaman.
Hoerul memaparkan, bahwa pembiayaannya dialokasikan melalui pagu indikatif kewilayahan yang usulan kegiatannya disesuaikan dengan kebutuhan permintaan dari tingkat terbawah, mulai tingkat desa, kecamatan, lalu masuk ke tingkat kabupaten. Hal itu disesuaikan dengan kebutuhan masarakat. Kehadiran perda, selain untuk memperkuat, juga menjadi instrumen penyerasian atau sinkronisasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan KKB.
Hoerul
Kabid KB BKBPP Sumedang
Kearifan Budaya Sunda
Hoerul mafhum UU PKPK memang mengharuskan dibentuknya Badan Kependudukan dan Keluarga Daerah (BKKBD). Amanat tersebut sulit direalisasikan mengingat
Selain memasukkan unsur pemberdayaan perempuan, Raperda PKPK juga memiliki cita rasa berbeda. Yakni, masuknya muatan kearifan budaya Sunda. Maklum, sejak rezim Don Murdono lalu Sumedang getol mempromosikan diri sebagai pusat kebudayaan (puseur budaya) Sunda. Sebutan populernya SPBS, Sumedang Puseur Budaya Sunda.
Nah, spirit SPBS dalam Raperda PKPK tertuang jelas dalam pasal 75. Pada ayat (1) tertulis, “Kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilaksanakan dengan memperhatikan kearifan lokal yang berlandaskan nilai-nilai operasional SPBS Dasa Marga Raharja.” Nilai operasional adalah perilaku atau sifat yang harus dimiliki masyarakat Sumedang untuk dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sehingga dapat memberikan daya guna dan hasil guna. Kesepuluh nilai tersebut meliputi: (1) Taqwa; (2) Someah; (3) Surti; (4) Jembar; (5) Brukbrak; (6) Guyub; (7) Motekar; (8) Tarapti, taliti, ati-ati; (9) Jununjucung; (10) Punjul-luhung. Hoerul mencontohkan sejumlah sifat sebagai terjemahan dari nilai operasional tadi. Jembar, misalnya. Nilai ini diwujudkan dalam bentuk berwawasan luas, demokratis, mudah memberi maaf dan tidak keras hati, menghargai kelebihan orang lain dan mendorong orang lain untuk berkembang, dan tawakal serta sabar. “Nilai-nilai operasional SPBS tersebut merupakan warisan luhur budaya Sunda. Nilai-nilai abadi, tidak lekang dimakan zaman. Nilai ini juga relevan dengan nilai-nilai modern yang berkembang saat ini. Dalam konteks pembangunan kependudukan misalnya, tujuan akhirnya adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Nah, kesejahteraan ini berarti linier dengan nilai raharja dalam Dasa Marga,” pungkas Hoerul.(RDN)
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
25
WARTA DAERAH
MENUJU POS KB
Garda Terdepan Program KB, Relawan 1 Juta Biopori Di era kepemimpinan Wali Kota Bandung Ridwal Kamil, pos KB lebih dari sekadar ujung tombak program kependudukan dan keluarga berencana (KKB). Lebih dari itu, pos KB juga menjadi relawan tangguh untuk mewujudkan Bandung Juara.
W
ali Kota Bandung Ridwan Kamil berharap Forum Pos KB dapat menjadi garda terdepan sebagai pelopor program KB. Dengan anggota yang tersebar di tiap RT seKota Bandung, Forum Pos KB diharapkan mampu menjadi satu kekuatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Bandung.
anggota Pos KB, secara kuantitas cukup memadai. Namun yang lebih penting peran dan fungsinya seperti penyuluhan, konseling hingga pelayanan KB harus terus ditingkatkan. “Semoga Forum Pos KB ini dapat lebih meningkatkan perannya terhadap masyarakat dalam membangun pemahaman masyarakat tentang program KB,” ujar Kang Emil.
“Forum Pos KB ini sangat bagus. Tapi tentunya tidak hanya mengurus KB saja, namun mampu menjadi garda terdepan dalam memberi pemahaman kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Itu yang penting,” jelas Ridwan Kamil di sela Silaturahmi Akbar Kader Pos KB se-Kota Bandung seperti dikutip Pelita.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung Popong W Nuraeni menjelaskan, silaturahmi akbar dihadiri sedikitnya 1.400 Pos KB. “Idealnya anggota Forum Pos KB itu berjumlah 9.900 orang. Ini menjadikan suatu kekuatan untuk membangun keluarga berkualitas. Saya yakin, geng motor, anak jalanan, pengemis
Dia melanjutkan, jumlah
26
WARTA KENCANA • NOMOR 16 • TAHUN IV • DESEMBER 2013
tidak akan ada di Kota Bandung jika ketahanan keluarganya sudah kuat. Karena itu, mari sama-sama kita membangun kota Bandung dimulai dari keluarga yang kuat, sehat dan sejahtera,” kata Popong.
Relawan 1 Juta Biopori Dalam kesempatan berbeda, Ridwan Kamil menyatakan, relawan dari unsur kader KB siap bantu membuat lubang biopori di seluruh wilayah di Bandung. “Kita mempunyai ribuan relawan untuk membuat lubang biopori,” kata Ridwan Kamil seusai meluncurkan Gerakan Sejuta Biopori di Taman Tegalega, 20 Desember 2013, seperti dikutip Kompas. Ridwan mengatakan, pihaknya sudah mempunyai tiga kelompok relawan. Pertama adalah kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kota Bandung, kader Keluarga Berencana (KB), dan relawan yang mendaftar via SMS serta online.(Pelita/Kompas)
D
emi menyukseskan program keluarga berencana (KB), Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Bogor memberikan pelayanan KB dengan metode operasi wanita (MOW) secara gratis kepada seluruh akseptor KB yang merupakan warga Kabupaten Bogor. Pelayanan KB ini sendiri merupakan program rutin dari BPPKB Kabupaten Bogor yang dilaksanakan setiap bulannya.
DATA KB
Setelah sebelumnya dilaksanakan di rumah sakit Atang Senjaya Semplak, Kota Bogor, kali ini BPPKB memberikan pelayanan gratis kepada para akseptor KB di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Sentosa, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, 23 November 2013. “Pada pelayanan hari ini kita memiliki target sebanyak 75 akseptor KB mendapatkan pelayanan MOW,” terang Kasubid Jaminan Pelayanan KB BPPKB Kabupaten Bogor Nanang Barnas seperti dikutip website resmi Pemerintah Kabupaten Bogor.
Warga Kabupaten Bogor Nikmati KB Gratis rekan-rekan seperti para Kader KB, kader PKK, serta unsur pemerintahan desa kami libatkan di lapangan,” ujarnya.
Sejauh ini, Nanang mengklaim Kabupaten Bogor berhasil melampaui target yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Target dari provinsi dalam setahun sekitar 600 lebih, saat ini di Kabupaten Bogor sudah terlampaui sekitar 900 lebih para akseptor KB yang menerima pelayanan ini,” ungkapnya. Menurutnya, keberhasilan tersebut diraih dikarenakan adanya kerjasama yang baik dari seluruh pihak. “Semua
Disinggung mengenai kesadaran masyarakat Kabupaten Bogor akan pentingnya program KB, Nanang menilai kini kesadaran masyarakat Kabupaten Bogor jauh lebih baik dari sebelumnya. Meski begitu, Nanang tidak memungkiri masih ada anggapan negatif masyarakat mengenai KB, terutama di daerah-daerah terpencil. “Tapi itu sudah sedikit persentasenya. Kami menganggap itu merupakan tantangan bagi kami untuk lebih bekerja keras lagi dalam mensosialisasikan program KB kepada masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, salah seorang akseptor KB asal Kecamatan Cibinong, Masniati (38), mengaku dirinya mengikuti program KB merupakan keinginannya sendiri. “Anak saya sudah empat, jadi saya memutuskan untuk ikut KB ini, dan suami juga tidak keberatan dengan MOW,” katanya. Sebelumnya, Masniati mengaku pernah memakai metode KB lain. Kini, dia mengaku lebih mantap untuk dilakukan sterilisasi alias tubektomi. MOW sendiri merupakan metode sterilisasi melalui operasi dengan cara mengikat atau memotong salah satu bagian rahim wanita, yaitu saluran telur agar tidak dapat dibuahi sehingga tidak terjadi kahamilan. (www.bogorkab.go.id)
NOMOR 15 • TAHUN IV • DESEMBER 2013 • WARTA KENCANA
27