WARTA MENU EDISI UTAMA INI
D
4
WARTA UTAMA LINI LAPANGAN 2.0 MENGGERAKKAN PROGRAM KKBPK DARI DESA
7
WARTA UTAMA
9
WARTA UTAMA
Strategi Desa Mengepung Kota Kependudukan Isu Sentral Pembangunan Jabar
esa menjadi kata kunci dalam konsep lini lapangan yang diusung BKKBN Jabar. Bagi Fathonah, lini lapangan berkisar dari desa hingga ke bawah untuk kemudian menyentuh keluarga. Sementara kecamatan dan kabupaten dilibatkan pada sisi manajerial. Fokusnya adalah para sukarelawan di setiap desa. Mereka adalah Pos KB, sub-Pos KB, dan para kader lainnya.
19 WARTA UTAMA 27 WARTA DAERAH Kota Bekasi Janji Lebih Perhatikan Program KKBPK
Kesepakatan Rakerda KKBPK
28 WARTA DAERAH Mupen Movie on the Move!
11 WARTA UTAMA
22 WARTA JABAR 30 WARTA DAERAH
14
WARTA UTAMA
24
WARTA JABAR
18
WARTA UTAMA
26
WARTA DAERAH
Biar Bonus (Demografi) Tak Malah Hangus
2
Babak Baru Program KB Era JKN
2.000 TPD, 2 Juta Kesempatan Kerja
Tiap Desa Punya Profil Keluarga, Kembangkan Pojok KKBPK
Keluarga Butuh Antibodi
New Initiative BKB: Lebih Holistik, Lebih Integratif
Gedung Baru, Pelayanan Baru
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
31
WARTA LAPANGAN Teu Poekeun di Jalan
WARTA REDAKSI WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.
MEMBANGUN BANGSA DARI DESA
M
engapa harus dari desa? Setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Pertama, menyangkut akses masyarakat desa terhadap informasi dan pelayanan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Kedua, menyangkut nilai-nilai kultural yang masih melekat pada masyarakat perdesaan.
Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Ir. Siti Fathonah, MPH. Dewan Redaksi Drs. Rahmat Mulkan, M.Si. Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Drs. Rudy Budiman Drs. Soeroso Dasar, MBA Pemimpin Redaksi Drs. Rudy Budiman
Menimbang aspek pertama, dikotomi desa dan kota tetap relevan untuk menganalisis tingkat fertilitas yang berkorelasi dengan akses informasi dan pelayanan. Berdasarkan laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012), fertilitas perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Perempuan subur di desa memiliki fertilitas 2,8, sementara di perkotaan 2,6. Kelompok perempuan umur 30-34 tahun dengan tingkat pendidikan tinggi di perkotaan mempunyai pengetahuan tertinggi mengenai metode kontrasepsi. Sebaliknya, perempuan umur 15-24 tahun di perdesaan dan berpendidikan rendah memiliki pengetahuan rendah tentang metode kontrasepsi.
Wakil Pemimpin Redaksi Elma Triyulianti, S.Psi., MM. Managing Editor Najip Hendra SP Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Chaerul Saleh Agung Rusmanto
Dari dimensi kultural, Indonesia patut bersyukur masih memiliki keadaban yang lebih baik di perdesaan. Ketika masyarakat kota cenderung makin individualistis dan materialistis, di desa masih hidup nilai-nilai gotong-royong, ketulusan, dan tentu saja keikhlasan. Tak heran manakala kita menemukan kader-kader KKBPK yang militan, mendedikasikan diri untuk membangun masyarakat. Lalu, bandingkan dengan masyarakat perkotaan yang cenderung apatis dan menimbang segala sesuatu dengan uang. Kontras, bukan?
Kontributor Ahmad Syafaril (Jabotabek) Akim Garis (Cirebon) Mamay (Priangan Timur) Yan Hendrayana (Purwasuka) Anggota IPKB Jawa Barat Rudini Fotografer Dodo Supriatna
Nah, dengan menimbang dua aspek tadi menjadi jelas bagi kita mengapa harus kembali menengok ke belakang. Suatu masa ketika nilai-nilai budaya bangsa begitu hidup di masyarakat. Dan, nilai-nilai itu yang kini tetap hidup di masyarakat perdesaan Jawa Barat. Tak salah bila kemudian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar berupaya merevitalisasi denyut prograk KKBPK dengan mengambil starting point dari desa. BKKBN berkehendak menjadikan desa sebagai pusat kegiatan masyarakat.
Tata Letak Litera Media Grafika Sirkulasi Ida Farida
Upaya tersebut diwujudkan dengan niatan besar menjadikan 2014 sebagai Tahun Lini Lapangan. Pola penggarapan KKBPK ini menempatkan lini lapangan sebagai ujung tombak program. Kapasitas lini lapangan ditingkatkan, beragam kegiatan dihidupkan di tengah masyarakat. BKKBN juga melakukan redefinisi lini lapangan. Yakni, mereka para pengelola program KKBPK mulai dari desa ke bawah, hingga meyentuh keluarga. Kami menyebutnya Lini Lapangan 2.0. (*)
Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com
Rudy Budiman Pemimpin Redaksi
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
3
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT
Lini Lapangan 2.0 MENGGERAKKAN PROGRAM KKBPK DARI DESA
KIE PETA KELOMPOK KELUARGA
Singkatnya, semua cara sudah dilakukan. Toh, pencapaian program KB yang kini meluas menjadi KKBPK seolah “begitu-begitu saja”. Hasil SDKI menunjukkan, kinerja program KB lamban. Perlu ada koreksi untuk pengelola program. Terutama di lini paling depan, lini lapangan.
4
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • FEBRUARI EDISI 1 - 2014 2014
K
epala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Siti Fathonah setengah mengeluh ketika ditanya hasil eveluasi kinerja program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) tahun 2013. “Terus terang kita semakin sulit mencapai tuntutan kinerja program KKBPK 2014 ini. Terasa sekali bagi saya sangat sulit,” kata Fathonah ketika ditemui di sela Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program KKBPK di Hotel Karang Setra, Kota Bandung, 25 Februari 2014. Fathonah lantas merinci apa saja yang dianggapnya menghambat pencapaian kinerja program KKBPK di provinsi paling tambun di nusantara ini. Sumber daya manusia (SDM), sarana, dan anggaran merupakan tiga contoh yang disebut mantan Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat ini. Di sisi lain, berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi tantangan tersendiri
Kader inilah yang kita manfaatkan sebagai lini lapangan. Makanya konsep lini lapangan yang saya ambil adalah desa ke bawah.
bagi pengelola program di lapangan. “Bukan berarti saya give up, tapi memang kondisinya makin sulit. Banyak yang harus dikejar. Pada akhirnya saya berpikir bahwa kita harus mencari satu pola, bagaimana program itu bisa langsung dilaksanakan di lapangan tanpa kita bergantung pada kondisi di kabupaten atau bahkan provinsi dan nasional. Pemberdayaan di tingkat desa yang harus diangkat,” terang Fathonah. Desa menjadi kata kunci dalam konsep lini lapangan yang diusung BKKBN Jabar. Bagi Fathonah, lini lapangan berkisar dari desa hingga ke bawah untuk kemudian menyentuh keluarga. Sementara kecamatan dan kabupaten dilibatkan pada sisi manajerial. Fokusnya adalah para sukarelawan di setiap desa. Mereka adalah Pos KB, sub-Pos KB, dan para kader lainnya. Tak dapat dimungkiri selama ini para kaderlah yang memang menjadi ujung tombak program KKBPK. Para petugas inilah yang mengunjungi pintu demi pintu pasangan usia subur di perdesaan. Keikhlasan frontliner ini sudah terbukti dari tahun ke tahun, bahkan sejak kali pertama program KB digulirkan. Mereka bergerak dengan atau tanpa bantuan biaya operasional.
“Bayangkan, kader-kader ini kan gak ada yang dibayar. Kader inilah yang kita manfaatkan sebagai lini lapangan. Makanya
konsep lini lapangan yang saya ambil adalah desa ke bawah, bukan kecamatan. Saya tidak bicara tingkat kecamatan kalau lini lapangan,” jelas Fathonah. Sejalan dengan konsep yang diusungnya tersebut, BKKBN Jabar mengagendakan lebih banyak kegiatan yang di dalamnya melibatkan lini lapangan tadi. BKKBN Jabar mencoba menjadi katalisator bergulirnya kembali mekanisme operasional program KB yang dalam beberapa waktu belakangan melempem. (Mekanisme Operasional Lini Lapangan bisa dilihat pada infografik). Dari infografik tampak mekanisme ini berusaha melibatkan sejumlah pihak dalam program KKBPK. Rapat koordinasi tingkat desa misalnya, di sana melibatkan petugas lapangan (PLKB), pos KB, kelompok kegiatan, bidan desa, hingga kepala desa. Dengan begitu, program KKBPK merupakan hajat bersama untuk kepentingan bersama.
Tahun Lini Lapangan Revitalisasi program KKBPK melalui lini lapangan di Jawa Barat memang tidak serta merta. Juga bukan gawean BKKBN semata. Berbicara saat menyampaikan laporan penyelenggaraan Rakerda di hadapan Gubernur Jawa Barat yang diwakili Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Sekretaris Utama BKKBN, dan kepala SKPD KB Kabupaten dan Kota serta mitra kerja, Fathonah menegaskan bahwa penetapan 2014 sebagai Tahun
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
5
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT Lini Lapangan merupakan kesepakatan bersama. “Bapak Gubernur dan Ibu Sestama (BKKBN), rakerda hari ini telah diawali dengan kegiatan prarakerda kemarin pagi hingga malam. Prarakerda diikuti seluruh kepala SKPD kabupaten/ kota beserta sekretatis badan dan bidang keluarga sejahtera. Prarakerda menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya menetapkan tahun 2014 sebagai tahun lini lapangan. Sudah barang tentu ini mengandung konsekuensi terhadap strategi penggarapan yang mengarah pada kekuatan penuh di lini lapangan,” tandas Fathonah. Ditemui setelahnya, Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Jawa Barat Rudy Budiman menjelaskan, komitmen pemerintah daerah menjadi faktor determinan dalam pembangunan KKBPK. Dalam iklim desentralisasi, kabupaten dan kota memiliki kewenangan penuh dalam penyelenggaraan KKBPK. Faktanya, marginalisasi program KB pascareformasi juga tampak dari rendahnya komitmen anggaran daerah yang dialokasikan untuk program KB. Pada mulanya, jelas Rudy, perubahan BKKBN dari sentralisasi menjadi desentralisasi diasumsikan kabupaten dan kota lebih mampu mengenali permasalahan dan memahami kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, kabupaten dan kota lebih mampu merumuskan program-program yang sesuai dengan kondisi riil di daerahnya.
6
Sayangnya, tidak semua landasan teoritik itu terwujud. Alih-alih melipatgandakan kinerja, infrastruktur program KKB di kabupaten dan kota melemah. “Komitmen pemerintah kabupaten dan kota bervariasi, kelembagaan program KB tidak seragam, dan kualitasnya tidak sama. Ada dinas, badan, kantor, merger, bahkan ada yang hilang. Tenaga lapangan banyak yang berpindah tugas sebagai tenaga administrasi, begitu pula aparat di kantor kabupaten dan kota,” kata Rudy. Sadar suasana politik desentralisasi begitu adanya, Rudy menjelaskan, penggarapan lini lapangan berupaya melakukan intensifikasi koordinasi program tingkat desa dan kelurahan. Strategi lainnya melalui perluasan jejaring kerja di lapangan, intensifikasi penggerakan calon peserta KB metode kontrasepsi jangka
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
panjang (MKJP), intensifikasi pembinaan peserta MKJP, pendampingan pasangan usia subur (PUS) dengan materi 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu rapat, terlalu banyak). Upaya lainnya melalui intensifikasi KIE individu bagi PUS unmet need. Menyiasati kekuarangan PLKB di beberapa daerah, Rudy menyarankan agar tugas-tugas PLKB kepada pos KB yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Caranya, pos KB dengan kualifikasi PLKB tersebut diberi legitimasi dari pimpinan daerah dan didukung dengan insentif memadai, baik dari APBD maupun maupun APBN. “Agar mekanisme operasional ini bisa dilakukan secara optimal, maka perlu dukungan dana operasional dari APBD. BKKBN sendiri hanya mampu membiayai lima kegiatan dalam satu tahun. Berikutnya, perlu peningkatan pembinaan dan fasilitasi ke lini lapangan secara berjenjang, mulai kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan dusun atau RW,” papar Rudy.
ORATORIUM KKBPK
Strategi Desa Mengepung Kota
D
unia tak bisa melupakan teori ini. Ya, teori desa mengepung kota. Teori ini merupakan metode perjuangan duplikasi dari strategi yang dipraktikkan Partai Komunis Cina (PKC) yang mengawali kemenangannya. Strategi desa mengepung kota dilakukan untuk memperbaiki kegagalan Chiang Kai Sek dalam upaya mengubah sistem politik Cina di tahun 1930-an. Menurut catatan Barrington Moore, ada 12 langkah Mao Che Tung dan PKC untuk membentuk dan mengembangkan kekuasaan mulai dari pedesaan untuk kemudian menguasai perkotaan. Dimulai dari daerah pedesaan di kawasan utara dengan jalan memanfaatkan kelemahan orang kaya termasuk pelarian Kuomintang yang pro penjajah Jepang, mereka melansir program sosial yang masih moderat untuk mendapatkan simpati dari masyarakat yang anti penjajahan. Setelah beberapa tahun, kaum
revolusioner komunis masuk ke desa dekat Kanton bukan lagi dalam bentuk perlawanan rakyat kepada Jepang, akan tetapi berupa dorongan dari atas lewat kejutan oleh tentara nasional yang membelot untuk mendobrak pertahanan desa dan mengumumkan bubarnya pemerintah lama. Beberapa hari kemudian, tentara komunis pilihan memilih pejabat pemerintah baru setelah memberhentikan pejabat lama. Beberapa bulan kemudian
dibentuk kader land reform. Setelah itu revolusi bergulir terus menghancurkan rejim lama dan membentuk yang baru di bawah komando kekuasaan komunis. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari sejarah Tiongkok tersebut? Banyak hal tentunya. Salah satunya menyangkut cara pandang terhadap desa. Bagi Paman Mao, sapaan Mao Che Tung, desa adalah potensi besar untuk membangun kekuatan. Desa adalah pusat pemerintahan komunal yang
RUDY BUDIMAN
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
7
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT efektif untuk menggerakkan pembangunan. Kalau sudah begitu, aparat desa sama halnya dengan fontliner paling strategis. Nah, cara pandang ini linier dengan kebijakan lini lapangan yang digulirkan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat. Mengacu kepada dokumen Rapat Kerja Daerah Pembangunan Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang dihelat beberapa waktu lalu, kebijakan tersebut diwujudkan dengan mengeluarkan enam strategi. Dua di antaranya adalah intensifikasi koordinasi program tingkat desa/kelurahan dan perluasan jejaring kerja di lapangan. BKKBN Jabar menilai desa sebagai pusat kegiatan masyarakat, sehingga penting untuk menjadi garda terdepan pembangunan KKBPK. Konsekuensi logis dari kebijakan ini adalah digulirkannya berbagai kegiatan di tingkat desa. Pada saat yang sama, kapasitas dan kualitas pengelola program lini lapangan (below the line) terus ditingkatkan. Sampai akhir 2013 lalu, sumber daya lini lapangan Jawa Barat terbilang lumayan. BKKBN mencatat, Jabar memiliki 1.522 petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB), 1.506 tenaga penggerak desa/kelurahan (TPD/K) yang bersumber dari pembiayaan anggaran pendapatan dan
8
belanja daerah (APBD) provinsi, dan 175 TPD yang bersumber dari APBD kabupaten dan kota. Tahun ini, Gedung Sate menggenapkan jumlah TPD/K menjadi 2.000 orang. Menyimak angka di atas, berarti sampai 2013 saja Jabar sudah memiliki 3.203 lini lapangan di level desa atau kelurahan. Dibanding jumlah desa di Jabar sebanyak 5.957 desa, berarti rasio petugas terhadap desa/kelurahan sudah di bawah dua. Dengan angka sedikit berbeda, Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar mencatat rasio 1,86. Artinya, satu PLKB/PKB/TPD/K menggarap 1-2 desa. Angka ini sudah lebih baik dibanding standar pelayanan minimam (SPM) pelayanan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera (KB/KS) yang mensyaratkan rasio 1:2 pada 2014. Bahkan, Jabar juga melampaui SPM KB/KS untuk jumlah Pos KB Desa. Bila pada 2014 disyaratkan 1:1 desa yang berarti satu pos KB menangani satu desa atau kelurahan, sampai 2013 lalu Jabar sudah memiliki 7.766 pos KB. Jumlah ini di atas jumlah seluruh desa atau kelurahan di Jabar. Kekuatan ini belum ditambah 59.971 sub pos KB yang bergerak di tingkat rukun warga (RW). Sehingga, dengan rumus bahwa lini lapangan merupakan level desa ke bawah, saat ini Jawa Barat memiliki 70.795 petugas lini lapangan. Dibanding jumlah desa, berarti rata-rata 11 orang petugas lapangan menggarap satu desa atau kelurahan.
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
Ditemui di ruang kerjanya belum lama ini, Kepala Bidang Adpin BKKBN Jabar Rudy Budiman menjelaskan, kebijakan optimalisasi lini lapangan tidak lepas dari realitas bahwa sampai saat ini masih terjadi disparitas informasi maupun kesertaan program KKBPK antara perdesaan dan perkotaan. Merujuk pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) antara perdesaan dan perkotaan menunjukkan angka berbeda. TFR perkotaan pada angka 2,4, adapun perdesaan masih berkutat pada angka 2,8. Angka kesertaan tersebut tampaknya tidak lepas dari pengetahuan responden SDKI terhadap pilihan kontrasepsi dalam ber-KB. Rudy menilai pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan KB merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alat atau cara kontrasepsi yang tersedia. Ini juga menggambarkan kecenderungan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebagai pilihan kontrasepsi. “Secara umum, kelompok wanita umur 30-34 tahun yang berdomisili di wilayah perkotaan dan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan tertinggi mengenai metode kontrasepsi, baik metode kontrasepsi modern maupun tradisional. Sebaliknya, wanita kawin umur 15-24 tahun tinggal di perdesaan dan berpendidikan rendah memiliki pengetahuan yang rendah tentang metode kontrasepsi,” ungkap Rudy. (NJP)
AHMAD HERYAWAN
Gubernur: Kependudukan Isu Sentral Pembangunan Jabar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menunjukkan komitmen tegas tentang kependudukan. Meski mengakui isu kependudukan kurang menarik, Heryawan menegaskan bahwa pembangunan tentu tak bisa dilepaskan dari kependudukan. Pembangunan selalu melibatkan penduduk dalam berbagai aspek.
G
ubernur Heryawan memang tidak bisa hadir secara langsung untuk membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Hotel Karang Setra, Kota Bandung, 25 Februari 2014. Tapi tak perlu khawatir dengan komitmen dia soal yang satu ini. Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Ahmad Hadadi secara tegas disebutkan bahwa masalah kepedudukan merupakan isu sentral pembangunan, baik pusat daerah. “Sehingga keadaan sosial ekonomi menjadi isu strategis dalam program pembangunan yang dicanangkan, yakni keadaan kesehatan, tingkat pendidikan, angka pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Hal itu semua berkaitan erat dengan aspek kependudukan,” tandas Heryawan. Gubernur menjelaskan, prioritas pembangunan di bidang kependudukan mengarah terwujudnya pertumbuhan penduduk seimbang dan keluarga yang
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
9
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT
berkualitas. Penduduk Jabar yang cukup besar, perlu adanya perhatian yang khusus. Arah pembangunan Jabar menetapkan bahwa KKBPK merupakan salah satu prioritas. Keseriusan Gedung Sate tersebut diwujudkan setidaknya dalam tiga hal. Pertama, pembentukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang khusus menangani langsung program KB, yakni Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB). Lebih khusus lagi, telah dibentuk tim jaminan mutu pelayanan KB yang melibatkan seluruh elemen melalui surat keputusan gubernur. “Kedua, Pemprov Jabar sudah memberikan dukungan signifikan untuk mengatasi kekurangan
petugas lapangan KB. Maka di Jabar dibentuk TPD, tenaga penggerak desa dan kelurahan, yang jumlahnya 1.505 orang. Tahun 2014 ditambah menjadi 2000 orang. Kemudian, ketiga, dalam keberpihakan anggaran Pemprov Jabar berkomitmen kuat untuk mendukung program KB yang digambarkan dalam dana hibah yang diberikan kepada BKKBN Jabar, yaitu 2012 sebesar Rp 10,6 miliar dan pada 2013 sebanyak Rp 17,3 miliar. Ini adalah bukti konkret bahwa Pemprov Jabar memiliki komitmen untuk mengatasi masalah kependudukan,” tandas Gubernur. Dia menjelaskan, jumlah penduduk Jawa Barat saat ini mencapai 45,5 juta jiwa, di mana angka ini melebihi angka proyeksi sebesar 44,9 juta jiwa.
Dengan jumlah penduduk yang besar ini, imbuh Gubernur, sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan, air bersih, bahkan kerusakan lingkungan dan lain-lain. Apalagi, tantangan ke depan semakin kompleks. Heryawan bersyukur sejauh ini kerjasama pengelolaan program KKBPK telah terbukti sangat kuat pengaruhnya terhadap pencapaian program pembangunan di Jawa Barat. “Kita menyadari bahwa apa yang kita hadapi dalam mencapai keberhasilan program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga bukan hal yang mudah. Dengan kebersamaan, semangat, dan kerja keras dari kita semua, kita yakin apa yang kita harapkan dapat kita capai,” Heryawan optimistis.(NJP)
SASARAN KINERJA PROGRAM KKBPK JAWA BARAT TAHUN 2014
”
Dengan kebersamaan, semangat, dan kerja keras dari kita semua, kita yakin apa yang kita harapkan dapat kita capai. Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat
10
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
Biar Bonus (Demografi) Tak Malah Hangus Besarnya penduduk Jawa Barat tak hanya membuat puyeng pembuat kebijakan di level provinsi. Tak kurang dari Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ambar Rahayu turut deg-degan menyimak proyeksi penduduk provinsi tetangga ibu kota ini.
P
erempuan kalem ini tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya saat menyimpung jumlah populasi Jawa Barat ketika memberikan sambutan pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Hotel Karang Setra, Kota Bandung, 25 Februari 2014 lalu. Dia mewanti-wanti agar Jabar mempersiapkan betul terbukanya jendela peluang (windows of opportunity) alias bonus demografi tersebut.
“Saya juga orang Jawa Barat, tinggal di Depok. Dari hari ke hari saya menyaksikan kemacetan di jalan. Mau berangkat pagi pukul 05.00 sudah macet. Masuk tol susah, di dalam tol macet, keluar tol juga macet. Ini baru dari sisi lalulintas. Belum lagi pelayanan
AMBAR RAHAYU
dasar lain akibat pertumbuhan penduduk tersebut,” ujar Ambar. Mantan Kepala Biro Perencanaan BKKBN ini menegaskan, program KKBPK merupakan bagian integral dari pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi bangsa tidak bisa dipisahkan dengan sektor lainnya. Keberhasilan program KKPBK diyakini akan memberikan kontribusi berarti pada kualitas layanan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, Ambar mengajak segenap pemangku kepentingan di Jawa Barat untuk meningkatkan komitmen dan dukungan dalam mencapai sasaran KKBPK yang telah disepakati dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 dan Rencana Kerja (Renja) BKKBN 2014. Mengacu kepada proyeksi nasional, penduduk Jawa Barat
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
11
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT diperkirakan akan berjumlah sekitar 50 juta jiwa pada 2020 mendatang. Jumlahnya bakal meroket menjadi 57 juta jiwa pada 2035 atau 15 tahun kemudian. Proyeksi optimistis mendapat angka pembanding dari Koalisi Kependudukan Jawa Barat yang memperkirakan jumlah penduduk Jawa Barat pada 2035 mendatang berkisar pada angka 62-63 juta jiwa. Bagi Ambar, angka ini 63 juta ini sangat mengkhawatirkan karena akan berkonsekuensi pada berbagai aspek kehidupan. Meski was-was dengan dampak ledakan penduduk di Jawa Barat, Ambar optimistis salah satu dari 10 provinsi penyangga program KKB nasional ini mampu memanfaatkan bonus demografi. “Kami yakin dengan komitmen yang kuat semua pihak dalam mencapai sasaran tersebut akan memberikan peluang kepada kita untuk dapat memanfaatkan bonus demografi yang puncaknya akan terjadi pada 2031. Saat ini, beberapa provinsi telah memasuki masa bonus demografi ini. Mudah-mudahan Jabar akan mendapatkan peluang ataupun manfaat dari bonus demografi,” harap Ambar. Dia berpesan agar segenap pemangku kepentingan bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kinerja pada 2014. Alasannya, tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 serta menjelang berakhirnya MDGs 2015. Karena itu, program KKBPK harus mendapatkan
12
perhatian khusus dari seluruh pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan untuk membangun sinergi kebijakan pusat dan daerah. Ada yang membuat Ambar bangga ketika bercerita peran aktif pemerintah daerah di Jawa Barat. Menyinggung kegiatan rapat kerja nasional (Rakernas) program KKBPK yang dihelat sebelumnya, Ambar mengungkapkan bahwa Jawa Barat merupakan satusatunya provinsi yang memiliki peta daya dukung program KKBPK Jabar. Peta ini diyakini akan memudahkan peran aktif para pemangku kepentingan dalam melaksanakan program KKBPK. “Ini merupakan salah satu andalan. Pijakan untuk melakukan berbagai intervensi karena ini sudah sangat lengkap, baik sarananya, tenaga, serta sasaran-sasaran yang ingin dicapai. Kita bisa manfaatkan bersama di dalam dasar
PENGUNGSI KORBAN BANJIR
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
pelaksanaan operasional. Saya akan menjadikan peta daya dukung ini sebagai model nasional. Ini harus menjadi contoh bagi provinsi lain, bukan BKKBN-nya, tapi Jawa Baratnya,” tandas Ambar.
Bahaya Bonus Demografi Rupanya, kekhawatiran Ambar sudah menjadi kegelisahan Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Ganjar Kurnia. Dalam beberapa kesempatan, anggota Majelis Kependudukan Nasional pada Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan ini mengungkap ancaman nyata bonus demografi. Konsep bonus demografi, terang Ganjar, adalah manakala jumlah usia tanggungan yang dibebankan kepada jumlah usia produktif (15-64 tahun) sangat sedikit. Ini selalu dikatakan keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh penurunan rasio ketergantungan tersebut. “Masalahnya, usia prduktif belum tentu bekerja semuanya. Hal tersebut dilihat dari fakta angka pengangguran di Jawa
Barat. Di Indonesia saja, jumlah penduduk usia kerja diperkirakan akan meningkat drastis menjadi 170,9 juta pada tahun 2015, dan akan terus meningkat menjadi 195,2 juta pada tahun 2020, dan menurun menjadi 191,5 pada tahun 2050 nanti. Jumlah sebesar itu memerlukan kebutuhan hidup,” kata Ganjar. Karena itu, Ganjar secara tegas mengatakan bahwa bonus demografi kerap dimaknai secara keliru. Bila pada umumnya bonus itu menguntungkan, bonus demografi merugikan. Mengapa begitu? Karena bonus demografi pada dasarnya hanya berbicara proporsi. Dalam konteks itu, bonus demografi berarti rasio ketergantungan kecil. Artinya, jumlah usia produktif
lebih banyak dibanding usia nonproduktif seperti anakanak dan lanjut usia (Lansia). Proporsi memang kecil, tapi angka absolutnya tetap besar. Penduduk usia itu belum tentu bekerja. Investasi tetap besar. Pakar demografi ini mencontohkan, jumlah penduduk yang besar berbanding lurus dengan kebutuhan pangan yang berlipat. Di sisi lain, ketersediaan lahan makin tergerus. Karut marut tata ruang juga diyakini menjadi pemicu semakin amburadulnya wajah Jawa Barat. “Saya punya mengalaman menarik ketika menyaksikan penguburan seorang warga Cicadas, Kota Bandung. Saking padatnya, pasaran (keranda mayat, red) tidak bisa masuk
gang. Keranda dipindahkan dari atap ke atap rumah tetangganya. Barangkali ke depan mayat pun harus berjalan sendiri. Hehehe…,” ujarnya satir. Belum lagi ketersediaan pemakaman yang semakin sulit. Ini salah satu bahaya bonus demografi. Karena itu, Ganjar menilai istilah bonus demografi menyesatkan. Bila dalam pandangan umum bonus itu memberi keuntungan, bonus demografi justru membahayakan. Istilah “bonus” itu sendiri sering dianggap membawa manfaat. Padahal, efek dari bonus demografi tersebut acapkali mengancam dan berbahaya. Alih-alih memberikan bonus, keuntungan proporsi penduduk pun bisa hangus. Nah, lho…(*)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
13
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT
SOSIALISASI JKN
Babak Baru Program KB Era JKN
R
abu, 1 Januari 2014, menandai babak baru program keluarga berencana (KB) di Indonesia. Babak ini tidak lepas dari berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh warga negara melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bagaimana pelayanan KB di Jawa Barat setelah berlakunya JKN? Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Siti Fathonah mencoba menganalisis pelaksanaannya dalam dua bulan pertama 2014. Ditemui di sela Rapat Kerja Pembangunan Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Hotel Karang Setra, Kota Bandung, 25 Februari 2014, Fathonah mengklaim tidak adalah masalah serius
14
dalam pelaksanaan program KB setelah berlakunya JKN. Parameternya, setiap fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) di Jabar sudah siap memberikan pelayanan KB. “Puskesmas dan rumah sakit pemerintah tidak masalah karena menurut surat edaran Gubernur (seluruh fasyankes) wajib melaksanakannya. Yang masih ada gap itu adalah dari sisi bidan dan dokter praktik mandiri. Kami tidak bisa mendesak mereka,” kata Fathonah. “Bila dikaitkan dengan klinik KB, sebetulnya semua fasyankes, baik di tingkat pertama maupun di tingkat rujukan, akan memberikan pelayanan KB dengan levelnya berbeda. Misalnya di puskesmas, mereka akan memberikan pelayanan sebatas apa, mungkin baru pil, suntik, IUD, implant, dan kondom. Di RS, itu sudah pada
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
tindakan medis operatif, metode operasi pria (MOP) dan metode operasi wanita (MOW),” Fathonah melanjutkan. Disinggung mengenai masyarakat miskin, Fathonah menjelaskan bahwa peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Jaminan Persalinan (Jampersal), dan asuransi-asuransi yang disubsidi, mereka harus akses pelayanan ke tempat yang sudah kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sesuai Undangundang SJSN, program KB merupakan bagian dari program JKN. Kewajiban BKKBN adalah menyediakan seluruh alat kontrasepsi yang dibutuhkan, baik di fasilitas tingkat pertama maupun rujukan tadi. Member Country Engagement Working Group Family Planning
2020 ini mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemetaan fasyankes yang telah bekerjasama dengan BPJS. Hasilnya, dari 1.050 puskesmas di Jabar yang kerjasama dengan BPJS, 1.048 puskesmas di antaranya memiliki klinik pelayanan KB. Dua klinik yang tidak terdaftar semata-mata karena alasan teknis administratif. Pada saat pendataan, dua puskesmas tersebut tidak mengembalikan formulir isian K/0/KB alias kartu register klinik pelayanan KB. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya menyediakan alokn bagi masyarakat miskin, kini BKKBN menyediakan alkon bagi seluruh peserta JKN, baik masyarakat miskin penerima bantuan iuran (PBI) maupun bukan. Dengan begitu, BKKBN berkewajiban menyiapkan seluruh kebutuhan kontrasepsi. Artinya, masyarakat berhak mendapatkan pelayanan KB tanpa harus membayar lagi biaya alkon. “Ketika seseorang ikut JKN dan memperoleh alkon dari rumah sakit, dia tidak perlu mengeluarkan biaya karena dia sudah bayar melalui premi yang dibayarkan. BKKBN di sini bertanggung jawab terhadap penyediaan alkon,” terang Fathonah seraya menambahkan, pihaknya belum menghitung
berapa tambahan alkon yang dibutuhkan Jawa Barat untuk meng-cover seluruh peserta JKN. Mengacu kepada data pasangan usia subur (PUS), Fathonah memperkirakan kebutuhan alkon sama dengan jumlah PUS itu sendiri.
Alkon Mengalir Sampai Klinik Ketika alkon sudah tersedia, pekerjaan berikutnya adalah menyampaikan alkon ke seluruh fasilitas kesehatan yang tersebar di Jabar. Terlebih dengan berlakunya JKN yang mengamanatkan semua peserta program KB mendapat pasokan alkon. Mengenai hal itu, Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan mengaku masih menggunakan sistem yang berlaku selama ini sambil menunggu perubahan sistem yang sedang disusun. “Mekanismenya sudah baku, yaitu dari gudang alkon pusat dikirim ke gudang alkon Jabar. Dari Jabar dikirim ke kabupaten dan kota, kemudian didistribusikan ke tempat pelayanan. Itu adala tanggung jawab kabupaten dan kota untuk menyampaikannya. Tapi tentunya kita tidak bisa melepas begitu saja. Daerah-daerah tertentu perlu bantuan kita, apakah biaya untuk pengiriman atau mungkin fasilitas kendaraannya tidak ada untuk mengirim. Itu tetap harus kita dampingi,” terang Rakhmat.
SITI FATHONAH
Menyiasati kesulitan armada pengangkutan dari gudang kabupaten dan kota ke tempat pelayanan,
BKKBN mengalokasikan dana alokasi khusus (DAK) untuk pengadaan moda operasional alkon. Tahun ini, DAK diberikan kepada 22 kabupaten dan kota yang dianggap membutuhkan kendaraan untuk mendistribusikan alkon. BKKBN mengalokasikan biaya pembelian kendaraannya, sementara pemeliharaan dan operasional menjadi tanggung jawab kabupaten dan kota bersangkutan. Lebih jauh Rakhmat menjelaskan, alkon untuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) bisa diberikan bagi akseptor non-JKN yang dilayani di fasilitas kesehatan mandiri maupun pelayanan terpusat. Pelayanan KB non-JKN dapat dilakukan baik di faskes yang sudah bekerjasama dengan BPJS maupun pelayanan terpusat yang diselenggarakan BKKBN Jawa Barat bekerjasama dengan SKPD KB setempat dengan pemberitahuan ke Dinas Kesehatan dan BPJS Regional. “Untuk pelayanan KB bagi peserta JKN, klaim yang dapat diajukan ke BKKBN Jabar hanya biaya penggerakan, tanpa biaya medis. Bagi pelayanan KB nonJKN, klaim yang dapat diajukan ke BKKBN Jawa Barat adalah biaya penggerakan dan biaya medis,” papar Rakhmat. Walhasil, Rakhmat optimistis alkon bisa sampai di setiap tempat pelayanan KB. Dengan begitu, alkon bisa mengalir sampai jauh, sejauh titik pelayanan KB di Jawa Barat.(*)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
15
WARTA WARTAUTAMA FOTO
APRESIASI
PRANGKO KKBPK
NOTA KESEPAKATAN
RAKERDA KKBPK JAWA BARAT 2014 GELAR UPPKS SKPD KKBPK
SESTAMA BKKBN
PAPARAN BIDANG
SYUKURAN AUDITORIUM PRABU SILIWANGI
SOSIALISASI CLIKKB
16
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
SYUKURAN AUDITORIUM PRABU SILIWANGI
BAPPEDA - DINKES
TUKAR CINDERAMATA
MITRA ROAD JAWA TIMUR TO
CINDERAMATA IPKB
KOMPAK
PUNCAK ISENG AKRAB
HAPPY
BAKTI SOSIAL BAGI KORBAN BANJIR
PANEN
BERFOTO
SERAHKAN BANTUAN PELAYANAN
BERSAMA PENGUNGSI
MENEMBUS BANJIR POSKO BANTUAN
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT benar-benar belum bekerja. Karena itu, pelamar tidak diperkenankan bagi mereka yang sudah bekerja atau mahasiswa yang nota bene tidak masuk dalam kategori pengangguran terbuka.
PSIKOTES CALON TPD
2.000 TPD, 2 Juta Kesempatan Kerja
U
paya optimalisasi lini lapangan di Jawa Barat mendapat suntikan energi baru. Tahun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen menggenapkan jumlah TPD dari 1.506 menjadi 2.000 orang. Rudy menjelaskan, penambahan 496 TPD dialokasikan bagi 14 kabupaten dan dan kota yang selama ini rasio petugas terhadap desanya masih jomplang. Daerah tersebut termasuk kabupaten bungsu Jawa Barat, Kabupaten Pangandaran. Ke-15 daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Bekasi, dan Pangandaran. Satusatunya kota yang mendapat alokasi adalah Kota Bogor. Khusus Pangandaran, Rudy menyebutkan rasionya masih
18
sangat tinggi. Daerah otonomi baru (DOB) tersebut hanya memiliki dua PLKB. Setelah ditambah TPD, seorang petugas masih harus menggarap 3-4 desa. “Rekruitmen dilakukan secara terbuka melalui website resmi BKKBN Jabar. Penilaian dilakukan secara objektif terhadap semua pelamar yang memenuhi persyaratan. Kami mensyaratkan minimal SLTA, harus domisili kecamatan bersangkutan, usia maksimal 35 tahun sebelum April 2014, dan bagi yang sudah berkeluarga punya anak maksimal dua orang,” terang Rudy. Ada catatan khusus untuk penerimaan TPD tahun ini. Sebagai bagian dari skema pembukaan 2 juta kesempatan kerja Gubernur Ahmad Heryawan, maka peluang diberikan kepada mereka yang
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
Selain diharuskan memenuhi persyaratan administratif dan tes tertulis, terang Rudy, pelamar harus menjalani wawancara dan psikotes. Tahapan ini dilakukan untuk melihat motivasi kerja bersangkutan. Selanjutnya, 496 calon TPD akan menjalani pelatihan selama seminggu di Balai Pendidikan dan Pelatihan KKB Nasional yang tersebar di empat kota di Jabar. “Kalau kerja kurang greget, percuma saja. Makanya kita adakan psikotes,” Rudy menambahkan. Rudy menegaskan, semua peserta wajib mengikuti tahapan rekruitmen. Termasuk pelatihan selama sepekan tadi. Mereka yang absen pelatihan dianggap mengundurkan diri. Meski begitu, tidak ada sanksi bagi mereka yang mengundurkan diri. Pun dengan mereka yang mengundurkan diri setelah pelatihan. “Kalau di tengah tahun mereka mendapat peluang kerja, boleh mengundurkan diri. Mereka tak dikenakan penalti atau denda. Tujuan Pemprov juga kan tadinya membantu. Kalau ada (pekerjaan) yang lebih baik, kenapa tidak. Boleh mundur, silakan saja,” ungkap mantan Kepala Balai Diklat KKB Nasional Bogor tersebut. Dengan tambahan amunisi dan komitmen tinggi kepala daerah, Rudy optimistis kebijakan tahun lini lapangan mampu memberikan dampak signifikan bagi pembangunan KKBPK di Jawa Barat. Pembangunan yang melibatkan masyarakat secara aktif diyakini lebih efektif.(NJP)
KESEPAKATAN RAKERDA PROGRAM KKBPK JAWA BARAT Bandung, 24-25 Februari 2014
P
ra Rakerda dan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dilaksanakan pada tanggal 24 - 25 Februari 2014 di Hotel Karang Setra Bandung, dengan Tema “Pemantapan dan Pelaksanaan Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga Tahun 2014 Menuju Pencapaian RPJMN (2010-2014) dan MDG’s 2015”.
Keluarga sebagai berikut :
Rapat Kerja Daerah Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga tahun 2014 diikuti oleh Forum Komunikasi Daerah Provinsi Jawa Barat, Kepala BP3APKB Provinsi Jawa Barat, Asisten Kesra Kabupaten/ Kota, Kepala SKPD KB Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Ketua TP PKK Provinsi dan Kabupaten/Kota dan, serta Mitra Kerja terkait. Setelah mendengarkan arahan Gubernur Prov Jawa Barat yang diwakili Asisten III Bidang Kesra Prov. Jabar, Sambutan Kepala BKKBN yang diwakili Sekretaris Utama BKKBN serta dilanjutkan Panel Diskusi dari Kepala BAPPEDA Jawa Barat tentang : Arah Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga Dalam RPJMD 2013-2018 Jawa Barat, dan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat tentang : “Penguatan Pelaksanaan JKN yang terkait dengan Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga di Provinsi Jawa Barat tahun 2014”, maka rumusan Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
1. Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga merupakan program yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pembangunan yang berkelanjutan sulit dicapai jika berbagai sasaran Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga tidak tercapai dan kondisi dinamika kependudukan tidak diintegrasikan dan dijadikan acuan oleh berbagai sektor pembangunan. Bagaimanapun tingginya pembangunan ekonomi tidak akan berdampak banyak untuk kesejahteraan penduduk jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali dan berbagai ketimpangan yang ada di masyarakat tidak menjadi perhatian. Karena itu seluruh aspek pembangunan termasuk Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga, hendaknya mengacu pada dokumen Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035 dengan berbagai dinamikanya dan secara khusus mempertimbangkan masa dimana peluang pemanfaatan bonus demografi secara optimal benar-benar harus disadari oleh setiap lembaga dan daerah.
Disamping itu Grand Design Pembangunan Kependudukan harus dijadikan acuan oleh seluruh sektor pembangunan dan daerah, serta program KKB dan PK harus tetap dijadikan prioritas pembangunan nasional Indonesia. 2. Dalam satu dekade terakhir ini program KKB dan PK mengalami stagnansi. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan (1) TFR yang tetap pada tingkat 2.5 pada kurun waktu 20022012, (2) CPR yang hanya meningkat 0,5 persen selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini, (3) Unmet need yang masih pada tingkat 11 persen, (4) Laju pertumbuhan penduduk masih tinggi yaitu 1,66% per tahun, (5) Median usia kawin pertama perempuan masih berkisar 19,8 tahun pada tahun 2012,(6) Tingkat kelahiran di antara mereka yang berusia di bawah 20 tahun juga stagnan dan bahkan sedikit meningkat di daerah perkotaan dan (7) Isu kependudukan belum terintegrasi penuh dan dijadikan acuan dalam perencanaan berbagai sektor pembangunan di Indonesia. 3. Ada banyak penyebab mengapa terjadinya stagnansi program dalam satu dekade belakangan ini. Berbagai faktor tersebut terkait satu dengan lainnya. Faktor tersebut mulai dari tingkat individu/keluarga seperti usia kawin pertama,
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
19
WARTA UTAMA RAKERDA KKBPK JAWA BARAT tingkat pemakaian kontrasepsi, jumlah anak ideal, serta jumlah anak yang meninggal sampai pada faktor lingkungan/sosial seperti bentuk kelembagaan di kabupaten/kota, rasio PLKB per desa, dukungan anggaran dari pemerintah kabupaten/kota yang sangat terbatas, yang berdampak pada melemahnya manajemen program. Sebaliknya tingkat pemahaman masyarakat tentang kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sudah sangat tinggi,mendekati 100%.Namun tingginya tingkat pengetahuan dan pemahaman tersebut tidak serta merta terwujud dalam perilaku sebagaimana yang diharapkan. Dengan perubahan tata nilai dan sosial ekonomi masyarakat serta kemajuan teknologi maka upaya untuk merubah perilaku masyarakat tentang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga membutuhkan pendekatan yang baru. Upaya tersebut disesuaikan tidak saja dengan kebutuhan (need) masyarakat namun lebih dengan keinginan (desire) masyarakat yang sangat beragam. KIE harus di design untuk memenuhi keinginan masyarakat yang sangat beragam. Karena itu KIE tidak mungkin lagi bersifat universal dan memuat hal-hal yang bersifat umum. Perlu dikembangkan pesan-pesan KIE dengan cara mengubah pendekata nadvokasi dan KIE dari above the line menjadi below the line sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah
20
(local wisdom) walaupun pesan dasar secara nasional adalah sama. 4. Dengan melihat perkembangan data terakhir yang diperoleh dari SDKI 2012, sasaran RPJM 2010-2014 bidang Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga serta sasaran MDGs 2015 sangat berat untuk dicapai. Dalam sisa waktu 1 tahun terakhir ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus menurunkan Unmet Need dari 13,55 % menjadi 6,2 %, meningkatkan peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) dari 20,31% menjadi 22,7 %, meningkatkan peserta KB Baru MKJP dari 16,81 % menjadi 31,4%, menurunkan tingkat kelahiran di kalangan remaja (15-19 tahun) dari 48 per 1000 wanitamenjadi 30 per 1000 wanitamelahirkan, dan menjadikan isu kependudukan sebagai arus utama (mainstream) pembangunan. 5. Karena itu dalam tahun terakhir RPJM 2010-2014 ini, program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga difokuskan pada 5 isu strategis, yaitu: a. MenetapkanTahun 2014 sebagai “TAHUN LINI LAPANGAN” • Intensifikasi Koordinasi Program Tk. Desa/ Kelurahan • Perluasan Jejaring Kerja di Lapangan • Intensifikasi Penggerakan Calon Peserta MKJP • Intensifikasi Pembinaan Peserta MKJP • Pendampingan PUS Hamil dengan 4Terlalu • Intensifikasi KIE Individu bagi PUS Unmet Need b. Mendekatkan Akses dan Kualitas Pelayanan KB
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
• Menjamin ketersediaan Alkon di faskes yang bekerjasama dengan BPJS • Memfasilitasi sarana pelayanan KB di faskes yang bekerjasama dengan BPJS • Meningkatkan Jumlah Dokter dan Bidan Terlatih Pelayanan MKJP • Meningkatkan Akses Pelayanan KB, terutama bagi Keluarga Pra Sejahtera dan KS I Non JKN. c. Meningkatkan Kualitas Pembangunan Keluarga • Pengembangan BKB Holistik Integratif • Perluasan Pembinaan Remaja melalui Program GENRE (Generasi Berencana) • Perluasan dan Peningkatan Kualitas PPKS (Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera) d. Meningkatkan Kualitas Data danInformasi Kependudukan • Penyediaan dan Updating Profil Keluarga dan KB di Desa/ Kelurahan • Pengembangan Kerjasama Pendidikan Kependudukan • Peningkatan Kualitas Data dan Pelaporan Pelayanan KB • Peningkatan Kualitas Data dan Pelaporan Ketahanan Keluarga. 6. Penguatan lini lapangan difokuskan pada upaya memperbaiki kualitas data di tingkat lapangan baik data kesertaan ber KB maupun data kesertaan kelompok kegiatan keluarga sejahtera. Data tersebut merupakan bahan untuk melakukan diskusi program baik pada tingkat desa, kecamatan maupun mini lokakarya di Puskesmas
sertakunjungan petugas kepada keluarga. 7. Program Genre di arahkan untuk menjangkau anak muda yang ada di SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Untu kitu agar dibentuk PIK Remaja/ Mahasiswa Tegar Model yang nantinya akan dilengkapi dengan sarana dan Genre Kit yang didukung dengan dana DAK mapun dana APBN. 8. Program BKB Holistik Integratif merupakan program pengembangan anak usia dini lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anak secara menyeluruh, pada tahun 2014 di fokuskan pada 15 kabupaten /kota (Kab Bogor, Kab Cianjur , Kota Bekasi, Kab Subang, Kab Bandung Barat, Kab Garut, Kab Pangandaran, Kab Indramayu , Kab Kuningan, Kab Majalengka, Kota Bandung, Kab Bandung, Kab Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kota Tasikmalaya) 9. Untuk mencapai sasaran penguatan pelayanan KB di era JKN tersebut, seluruh pihak harus mengacu kepada Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan KB Era JKN yang saat ini sedang disusun. Beberapa kegiatan strategis yang perlu dilakukan pada tahun 2014, antara lain: a. Mendata dan meregistrasi fasilitas kesehatan KB dan data keluarga yang ada di masing-masing kabupaten/ kota. Untuk itu, perlu dilakukan sinkronisasi data dari BKKBN, TNP2K, dan BPJS. b. SKPD KB kabupaten dan kota mendorong faskes KB untuk bekerjasama dengan BPJS dengan memastikan alat kontrasepsi tersedia cukup di semua fasilitas kesehatan.
c. Prioritas pelayanan KB didorong kearah kontrasepsi MKJP, namun tetap memperhatikan pembinaan kepada peserta KB Non-MKJP. d. Seluruh Provinsi dan kabupaten/kota tetap melakukan pelayanan KB Bergerak, dengan fokus pada daerah terpencil tertinggal dan perbatasan serta daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan. Pelayanan KB Bergerak harus mengacu kepada kebijakan nasional yang akan segera dikeluarkan. e. Meningkatkan kemitraan dengan provider kesehatan, khususnya Bidan dalam memberikan KIE KIP/ Konseling, pelayanan dan pembinaan KB. 10. Penguatan kelembagaan di tingkat kabupaten dan kota mengacu kepada pada UU No. 52 tahun 2009, diarahkan untuk menambah pembentukan minimal 2 BKKBD di tiap provinsi. Upaya untuk membentuk BKKBD tingkat kabupaten dan kota, tidak harus menunggu revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, namun dapat merujuk kepada Undang-Undang No. 52 Tahun 2009. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan strategis tahun 2014, antara lain: a. Provinsi dan kabupaten/ kota perlu membangun kemitraan untuk penguatan advokasi kelembagaan. b. Tim Pusat dan Provinsi yang terdiri dari antar sector harus melakukan fasilitasi ke kabupaten dan kota.
3. Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk tahun 2014 mengacu pada menu yang disusun olehTim Pusat yang tertuang dalam Juknis. Namun demikian, prioritas penggunaan pada tahun 2014 difokuskan pada: a. Pengadaan alkes terkait pelayanan KB, b. Sarana transportasi untuk pelayanan maupun KIE, c. Pembangunan dan atau peningkatan sarana gudang penyimpanan alokon, dan d. Alat-alat KIE. 12. Target-target KKP agar menjadi acuan, dengan tetap memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan kebenaran data. a. Pembenahan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan sehingga kualitas data dapat ditingkatkan dan dijadikan acuan untuk pengembangan kebijakan. b. Peningkatan kualitas SDM pengelola program melalui berbagai mekanisme yang ada. Efektifitas dan efisiensi pelatihan perlu dievaluasi baik dari segi criteria pemilihan peserta, maupun dari segi pembelajaran (kurikulum). c. Memperkuat tenaga lapangan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas PLKB yang mekanismenya disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Misalnya: merekrut Tenaga Penggerak Desa/Kelurahan, Pos KB Desa, Sub Pos KB Desa dapat diperankan sebagai pengelola KB di lini lapangan.
Bandung, 25 Februari 2014 Ketua Tim Perumus
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
21
WARTA JABAR
Yudhi Suryadhi
Tiap Desa Punya Profil Keluarga, Kembangkan Pojok KKBPK
T
erbatasnya akses informasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di perdesaan menjadi salah satu perhatian utama Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat. BKKBN pun berencana
mengembangkan semacam kedai-kedai informasi yang di dalamnya menyajikan informasi seputar program KKBPK. Pada tahap awal, pojok informasi ini akan dikembangkan bersama antara BKKBN dengan 10 perguruan tinggi di Jawa Barat. Dari 10 perguruan tinggi tersebut, tujuh di antaranya berada di Bandung Raya yang sebelumnya sudah menjalin kerjasama dengan Perwakilan BKKBN Jabar. Adapun tiga lainnya tersebar di tiga simpul wilayah Jabar. “Tahun ini kami akan menjalin kerjasama dengan Universitas Swadaya Gunung Djati (Unswagati) di Cirebon, Universitas Siliwangi (Unsil) di Tasikmalaya, dan Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) di Karawang. Poin kerjasamanya masih sama dengan tujuh perguruan tinggi yang sudah terlebih dahulu bekerjasama dengan kami sejak 2012 lalu,” terang Kepala Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Jabar Yudhi Suryadhi di kantornya belum lama ini. Salah satu wujud konkret kerjasama tersebut, terang
22
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
Yudhi, berupa penyediaan pojok informasi KKBPK selama berlangsungnya kegiatan kuliah kerja nyata (KKN). KKN dianggap penting karena pada umumnya dilaksanakan di perdesaan. Daerah rural ini cocok dengan sasaran penyebaran informasi KKBPK. Selama ini, imbuh Yudhi, warga perdesaan memiliki keterbatasan terhadap akses informasi program atau sekadar pelayanan KB. Nah, peserta KKN di 10 perguruan tinggi tersebut akan mendapat pembekalan program KKBPK sebelum berangkat ke lokasi kegiatan. Selain mendapat informasi umum program, mereka akan langsung diarahkan untuk mengembangkan pojok informasi di masing-masing lokasi. “Kami tidak akan memaksa mereka untuk menyediakan seluruh informasi program (KKBPK) kepada masyarakat. Mereka cukup memilih beberapa saja. Misalnya, corner tentang bina keluarga balita (BKB), lansia, pemberdayaan ekonomi keluarga, remaja, kontrasepsi atau KB itu sendiri, dan lain-lain,” papar Yudhi.
Tentu, mahasiswa tidak serta-merta membentuk pojok KKBPK. Di daerah yang di sana telah terbentuk Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR), peserta KKN tidak harus membuat pojok remaja. Sebaliknya, mereka cukup memperkuat keberadaannya. Pun dengan keberadaan kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) maupun BKB.
ini lebih konkret dan terukur,” tandas Yudhi.
Profil Keluarga
“Target kami, corner-corner yang dibuat oleh mahasiswa tadi kelak menjadi prototipe bina-bina atau PIKR di lokasi kegiatan yang bersangkutan. Sementara bagi daerah yang sudah ada, kami hanya ingin memperkuatnya. Model kerjasama ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya bersifat penyuluhan dan pelayanan. Saya kira pembuatan corner KKBPK
Ada satu lagi gawean BKKBN di bidang pengendalian penduduk yang bakal dihelat pada 2014 ini. Yakni, membuat profil keluarga di seluruh desa. Profil ini melengkapi data monografi desa yang akan dipasang di kantor desa setempat. Melihat komponen informasi yang disajikan, boleh dibilang profil keluarga ini semacam rekap dari peta keluarga yang tersebar di kantor rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW). Dari formulir yang dirancang BKKBN, profil keluara ini meliputi 10 informasi utama keluarga di setiap desa. Profil diawali dengan nama desa, kecamatan, dan kabupaten. Berikutnya, data
disajikan dalam bentuk matriks. Di sana disajikan nama dusun atau RW, jumlah RT, jumlah keluarga, jumlah jiwa, kesertaan ber-KB, bukan peserta KB, jumlah keluarga menurut tahapan keluarga sejahtera (KS), kelahiran, kematian, dan mutasi keluarga. Data kesertaan KB meliputi penggunaan alat dan obat kontrasepsi, terdiri atas IUD, metode operasi wanita (MOW), metode operasi pria (MOP), implant, suntik, pil, dan kondom. Adapun data bukan peserta KB dirinci menjadi hamil, ingin anak segera, dan unmet need. Tahapan KS meliputi prasejahtera (Pra-KS), KS I, KS II, KS III, dan KS III+. Sementara jumlah keluarga dibagi ke dalam dua kelompok: pasangan usia subur (PUS) dan bukan PUS. Di luar itu, data disajikan berdasarkan kategori jenis kelamin: laki-laki dan perempuan. (NJP)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
23
WARTA JABAR
KEGIATAN BKB
New Initiative BKB: Lebih Holistik, Lebih Integratif
B
esarnya jumlah remaja dan anak di Jawa Barat menjadi perhatian serius Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat. Sejumlah agenda besar telah disiapkan guna mempersiapkan generasi emas tersebut. Salah satunya dengan mengembangkan inisiatif baru (new initiative) Bina Ketahanan Balita (BKB) dan Bina Ketahanan Remaja (BKR). Inisiatif anyar ini mengemas program pembinaan anak dan remaja secara holistik dan terintegrasi dengan pembinaan keluarga. Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Jabar
24
Teti Sabarniati menjelaskan, integrasi didasari atas temuan adanya sumbatan informasi antara orang tua dan remaja. Pemicunya, remaja dan orang tua mendapatkan informasi secara terpisah. Meski remaja mulai mengakses informasi secara terbuka, sebagian orang tua terjebak dalam pola pikir lama yang menabukan informasi kesehatan reproduksi kepada anaknya. “Ke depan, remaja diarahkan untuk mendapat inormasi melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR), sementara orang tua melalui BKR. Dengan demikian, informasi yang diterima selaras dan berkesinambungan,” kata Teti saat ditemui di sela Orientasi
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
BKR bagi Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kabupaten dan kota beberapa waktu lalu. Khusus mengenai BKB, ungkap Teti, BKKBN kini tengah mengembangkan pilot project BKB Holistik-Integratif (HI) di lima kabupaten dan kota. Kelima daerah itu terdiri atas Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kota Tasikmalaya. Adapun pengembangan BKB non-HI atau BKB dasar dilakukan di 10 kabupaten dan kota. Dalam kerangka pengembangan BKB itu, BKKBN mengagendakan pelatihan kepada sedikitnya 5.000
kader BKB. Teti merinci: 4.240 kader dari 848 kelompok BKB dasar dan 1.090 kader dari 218 kelompok BKB HI dengan masing-masing kelompok diwakili lima orang kader.
yang menjangkit balita, seperti gizi buruk, perkembangan terlambat, kurangnya kecerdasan. Nah, BKB HI ini mencoba memadukan program BKB dengan program pengembangan anak usia dini lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anak secara menyeluruh.
“Terus terang kita di Jawa Barat masih kekurangan kader (BKB). Idealnya setiap kelompok umur memiliki atau dikelola tiga kader. Usia 0-1 tahun oleh tiga kader, 1-2 tahun oleh tiga kader, dan seterusnya. Dengan demikian, idealnya setiap BKB memiliki 15 kader. Faktanya, di lapangan masih ada satu BKB yang hanya dikelola 3-5 orang,” papar Teti.
Integrasi PIKR-BKR
Lebih jauh Teti menjelaskan, berdasarkan laporan yang masuk ke kantornya, saat ini di Jawa barat terdapat sekitar 1.800 BKB. Setelah dilakukan validasi data, ternyata hanya sekitar 1.200 yang berkegiatan secara aktif. Dan, hanya sekitar 65 persen keluarga yang aktif dalam kelompok BKB. “Sisanya kita agendakan bisa dipenuhi selama 2014 ini. Secara keseluruhan, sampai Desember 2013 lalu terdapat 742.411 keluarga atau 65,53 persen yang aktif di BKB. Serarti kita masih harus mengaktifkan sekitar 600 ribuan lagi. Mudahmudahan dengan pelatihan kader ini mampu mendongkrak angka partisipasi keluarga dalam kegiatan BKB,” urai Teti. Bagi BKKBN Jabar, pengembangan BKB sangat penting karena jumlahnya yang signifikan. Berdasarkan hasil pendataan keluarga 2013, jumlah balita Jabar mencapai 2,622 juta atau 6.10 persen dari total jumlah penduduk. Yang menyedihkan, berbagai penelitian menunjukan masalah
Integrasi program tak hanya berlaku untuk BKBPAUD. Skema new initiative turut ditujukan untuk program Generasi Berencana (Genre). Intinya terletak pada integrasi program bina keluarga remaja (BKR) dengan pusat informasi konseling remaja (PIKR) atau mahasiswa (Pikma). Kedua entitas program tersebut mengusung delapan materi, meliputi fungsi keluarga, pendewasaan usia perkawinan (PUP), seksualitas, napza, HIV dan AIDS, pendidikan keterampilan hidup, advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), dan gender.
TETI SABARNIATI
Teti berharap inisiatif baru bisa memacu akselerasi pembentukan kelompok PIKR tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), pembentukan model PIKR Tegar, dan pengembangan BKR Paripurna. “Tidak ada pertentangan antara PIKR dengan BKR. PIKR atau Pikma itu kelompok anggota masyarakat berusia 10-24 tahun. Sementara BKR menggarap keluarga, lebih kepada peran orang tua dalam pengasuhan remaja,” terang Teti. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sekitar 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk adalah remaja. Fakta berbagai penelitian menunjukan remaja mempunyai permasalahan sangat kompleks, seperti seks bebas, narkotika, kawin muda, dan lain-lain. Nah, program Genre melalui PIK dan BKR membantu menjawab permasalahan remaja dengan pemberian akses informal dan penyuluhan kepada remaja dan orang tua tentang perencanaan keluarga dan PUP. Besarnya potensi remaja tersebut, sambung Teti, perlu dikelola secara optimal agar remaja mampu merencanakan masa depannya dengan baik. BKKBN menyebutnya sebagai generasi emas. Potret generasi emas tersebut ditandai dengai pencapaian pendidikan tinggi, memperoleh pekerjaan kompetitif, menikah terencana, aktif dalam kehidupan masyarakat, dan menjalankan pola hidup sehat sehari-hari. Integrasi BKR-PIKR bertujuan agar terdapat keselarasan antara kehidupan remaja di tengah masyarakat dengan pembinaan orang tua di dalam rumah. (NJP)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
25
WARTA DAERAH
MOH. SOFYAN
Gedung Baru, Pelayanan Baru
B
adan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Cirebon terus melakukan peningkatan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan berdirinya fasilitas gedung baru dan fasilitas mobil penerangan serta mobil pelayanan yang ada, BPPKB berupaya untuk yang terbaik dalam melayani masyarakat dan menginformasikan programprogram BPPKB ke seluruh lapisan masyarakat. BPPKB berkomitmen meningkatkan mutu pelayanan maupun standar operasional pelayanan kepada masyarakat. Kepala BPPKB Kabupaten Cirebon Moh Sofyan mengungkapkan, BPPKB Kabupaten Cirebon berupaya terus meningkatkan pelayanan dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang sudah modern sehingga masyarakat dapat lebih jelas dan memahami program pemerintah di bidang
26
Keluarga Berencana untuk menekan jumlah penduduk. “Dengan fasilitas gedung baru BPPKB Kabupaten Cirebon serta fasilitas mobil penerangan dan mobil pelayanan KB, bisa menginformasikan ke seluruh masyarakat dengan menggunakan mobil pelayanan maupun mobil penerangan serta fasilitas gedung baru juga dapat berpengaruh untuk meningkatkan SOP di BPPKB. Dengan itu, BPPKB akan terus memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat sehingga masyarakat dapat puas dengan semua pelayanan maupun program pemerintah melaluui BPPKB,” terangnya. Selain fasiltas pendukung, Sofyan juga terus berupaya untuk menyukseskan program pemerintah untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana untuk masyarakat Kabupaten Cirebon. Kemudian,
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
penyerasian kebijakan pengendalian penduduk, penetapan parameter penduduk, peningkatan penyediaan dan kualitas analisis data dan informasi, pengendalian penduduk dalam pembangunan kependudukan dan keluarga berencana, serta mendorong stake holders dan mitra kerja untuk menyelenggarakan pembangunan KB dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagai remaja, pemenuhan hakhak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga peserta KB. “Kami berupaya menciptakan penduduk berkualitas yang akan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan tujuan pembangunan di Kabupaten Cirebon. Dengan adanya program tersebut, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud dengan melaksanakan program KB,” ungkap Sofyan. (PELITA)
kepala keluarga (Pekka).
GEBYAR KKBPK
Kota Bekasi Janji Lebih Perhatikan Program KKBPK
K
omitmen dukungan pemerintah daerah terhadap program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) terus mengalir. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi misalnya, dia untuk lebih memperhatikan program yang digulirkan sejak 1970 tersebut. Rahmat mengungkapkan hal itu saat membuka Rapat Kerja Daerah Asosiasi Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (AKU) Kota Bekasi di Asrama Haji Embarkasi Jakarta, Kota Bekasi, beberapa waktu lalu. Suksesor Mochtar Mohammad ini berharap pengurus AKU Kota Bekasi turut berperan aktif dalam program pemerintah maupun pemerintah daerah. Dia juga mengaku turut bangga karena Badan Pengurus Cabang (BPC) AKU Kota Bekasi karena sudah resmi berbadan hukum.
“Pemerintah Kota Bekasi berupaya keras untuk lebih memperhatikan program KB sebagai bagian dari upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ini sesuai dengan visi Kota Bekasi, yakni maju, sejahtera, dan ihsan. Petugas KB harus tetap semangat memberikan KIE (komunikasi, infornasi, dan edukasi) kepada masyarakat,” ungkap Rahmat. Usai memberikan sambutan, Rahmat menerima perangko KKBPK berlogo Kota Bekasi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat melalui Kepala BP3AKB Kota Bekasi Riswanti. Pada saat bersamaan, turut diserahkan bantuan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit untuk Kelompok BKB Bunga Tanjung, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur dan alat-alat pembuatan kue untuk kelompok perempuan
Selain dihadiri Wali Kota Bekasi, Rakerda AKU juga mendatangkan narasumber dari Yayasan Damandiri Badan Pengurus Daerah (BPD) AKU Jawa Barat. Hadir pula sejumlah kader binaan dan mitra kerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi. Sebut saja misalnnya Paguyuban Bina-Bina, Pos KB, Generasi Berencana (Genre), dan lain-lain. Turut mewarnai kemeriahan Rakerda AKU antara lain kegiatan lomba hasil produk kelompok UPPKS se-Kota Bekasi. Aneka produk pun unjuk gigi, seperti makanan, minuman, kerajinan tangan, asesoris, dan lain-lain. Penilaian dipimpin Ketua TP PKK Kota Bekasi Gunarti Rahmat Effendi. Keluar juara I Kelompok UPPKS Mekar Sari yang diketuai oleh Naniek W dari Kelurahan Jatiluhur Kecamatan Jatiasih. Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah bersama melaksanakan program KKBPK di Kota Bekasi. Dia menilai berbagai masalah kependudukan masih akan cukup berat dan perlu dihadapi bersama. Terutama menyangkut pembangunan kesejahteraan masyarakat dan keluarga. Untuk itu, dikatakannya, pembangunan KKBPK perlu terus dilaksanakan secara konsisten sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM).(BEKASIKOTA. GO.ID)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
27
WARTA DAERAH
MUPEN Movie on the Move! Jurus Baru Optimalisasi Mupen ala Kota Bandung
P
ada mulanya, banyak pihak meragukan efektivitas mobil unit penerangan (Mupen) program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Terlebih di kotakota besar yang nota bene sangat mudah menemukan hiburan. Bioskop pun kini merasuki rumah-rumah warga. Meski begitu, toh Mupen tak lantas kehilangan taji. Di Kota Kembang, Mupen menjelma menjadi pusat aktivitas warga. Tak hanya menikmati hiburan, warga bisa mengembangkan kegiatan bersama. Semua berkumpul di arena Movie on the Move! Sesuai namanya, kegiatan komunal yang diprakarsai Badan
28
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung ini tetap menyajikan film layar lebar sebagai menu utama. Selebihnya merupakan pesta rakyat yang kemeriahannya bergantung kreativitas warga di mana hajat itu dihelat. Wajar bila kemudian di satu kecamatan acaranya superheboh sementara di kecamatan lain STD alias standar. “Tidak dapat dimungkiri sangat ditentukan oleh aparat kewilayahan, dalam hal ini camat setempat. Kami dari BPPKB hanya menyediakan Mupen dan kru serta perangkat kebutuhan nonton bareng. Acara selanjutnya milik kecamatan. Informasi yang disampaikan pun tak melulu program
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
NONTON BARENG
KKBPK, melainkan program Pemerintah Kota Bandung,” terang Aminudin, Kepala Bidang Keluarga Berencana (KB) BPPKB Kota Bandung di ruang kerjanya belum lama ini. Kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) melalui mupen memang mendapat angin segar setelah tokoh kreatif Ridwan Kamil menjadi orang nomor satu di Kota Bandung. Arsitek beken ini menilai nonton bareng (Nobar) yang selama ini rutin dilaksanakan BPPKB bisa menjadi salah satu jurus mendongkrak indeks kebahagiaan (index of happnines) warga. Tentu saja harus dikemas menarik. Nama Movie on the Move pun ternyata datang dari sang Wali Kota.
“Tidak lama setelah Pak Ridwan Kamil dilantik, kami menghadap beliau untuk audiensi program KB. Kami berusaha menjelaskan tentang program KB dan meyakinkan pentingnya keluarga untuk pembangunan. Kami jelaskan bahwa KB itu bukan hanya soal kontrasepsi, melainkan upaya menjalankan delapan fungsi keluarga. Alhamdulillah responsnya bagus. Beliau berkomitmen untuk mendukung program KB,” terang Aminudin yang saat ditemui Warta Kencana didampingi Kepala Sub Bidang Pelembagaan Keluarga Kecil BPPKB Kota Bandung Wuryani. Pada saat itulah tercetus nama Movie on the Move dari mulut Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil. Mantan Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) ini meminta BPPKB untuk meneruskan tradisi nobar melalui mupen. Tidak tanggungtangguang, Emil meminta BPPKB untuk menghelat 200 kali nobar dalam setahun. Wow! “Kami angkat tangan, tidak sanggup untuk melaksanakan Gerak Mupen hingga 200 kali. Bayangkan, dengan hari kerja efektif 10 bulan, bila 200 kali berarti dalam sebulan ada 20
kali nobar. Hampir tiap hari ada nobar. Tentu kami kewalahan,” Wuryani menambahkan. Akhirnya, setelah bernegosiasi atas pertimbangan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dan beban program secara keseluruhan, BPPKB disetujui “hanya” melaksanakan 60 kali nobar setahun. Nobar pun bukan semata tanggung jawab BPPKB. Ridwan Kamil langsung menyurati para camat untuk berpartisipasi dalam kegiatan Movie on the Move. Para camat kerkewajiban mengembangkan nobar menjadi kegiatan masyarakat. Tak lama setelah surat Balaikota meluncur ke kecamatan, BPPKB langsung menyusun jadwal nobar. Jadwal tersebut ditawarkan kepada masing-masing camat untuk dipilih waktu mana yang akan digunakan untuk menonton di kecamatannya. BPPKB mensyaratkan nobar hanya boleh dilaksanakan pada akhir pekan. Alasannya, kru mupen sebenarnya karyawan aktif BPPKB yang pada hari kerja terlibat dengan pekerjaannya. “Sampai September (2014) sudah terisi. Bahkan ada yang sebulan harus dilaksanakan
lebih dari enam kali. Kami makin bersemangat dengan pola kerja seperti ini. Terus terang, dulu kami merasa seperti bekerja sendiri. Untuk menyesuaikan dengan tuntutan jadwal, kini kami merekrut tenaga baru dari tenaga penggerak kelurahan (TPK),” terang Wuryani. Wuryani menjelaskan, dalam setiap perhelatan nobar, BPPKB mempersilakan dinas atau badan terkait untuk menyampaikan programnya kepada masyarakat. Sosialisasi program dilakukan pada saat jeda nonton atau sebelum nonton dimulai. Beberapa camat menyertakan kegiatan pentas seni, pameran kreativitas warga, hingga gelar dagang Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).
RIDWAN KAMIL
“Kalau iklan KKBPK terus wara-wiri sepanjang acara. Ini giliran yang lain menyampaikan program. Lagi pula setiap dinas atau lembaga pemerintah itu sebenarnya mendorong dijalankannya delapan fungsi keluarga. Dengan begini pekerjaan kita menjadi lebih mudah,” papar Wuryani.(NJP)
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
29
WARTA DAERAH
Keluarga Butuh Antibodi Pesan Netty Heryawan untuk PKK Kabupaten Cirebon “Saya berharap kehadiran PKK dapat mendorong keluarga Kabupaten Cirebon menjadi produktif, kreatif, dan mandiri. Sehingga upaya pencapaian delapan target Millenium Development Goal’s sehingga tahun 2015 dapat tercapai,” harapnya.
NETTY HERYAWAN
D
ewasa ini, membangun ketahanan keluarga sungguh tidak mudah. Kuatnya pengruh buruk dari lingkungan sekitar tak jarang meluluhlantakkan bahtera rumah tangga. Keluarga pun membutuhkan imunitas tingkat tinggi untuk menangkal pengaruh buruh tersebut. Begitu kata Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan saat memberikan sambutan pada pelantikan TP PKK Kabupaten Cirebon masa bakti 2014-2019 di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon beberapa waktu lalu. “Perlu dibentuk antibodi dan imunitas pada setiap keluarga agar terhindar dari pengaruh luar yang buruk. Pengaruh buruk itu antara lain pronografi, HIV/AIDS,
30
perdagangan manusia atau human trafickking dan narkoba. Penting untuk membangun kesejahteraan dan ketahanan keluarga dalam membentuk karakter bangsa,” ungkap Netty. Untuk itu, menurut Netty, peran dan tugas PKK memberikan informasi dan edukasi yang diperlukan oleh masyarakat. “Maka perlu ada peningkatan dalam wawasan mengenai PKK dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan andal,” tegasnya. Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan kualitas hidup dalam keluarga. Pada umumnya ditandai dengan kiprah perempuan dalam berbagai aspek sosial, ekonomi maupun politik.
WARTA KENCANA • NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1 - 2014
Sebelumnya dalam kesempatan berbeda, Netty mengungkapkan, keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat. Sebuah keluarga juga merupakan dasar pembentukan karakter yang mendukung berkembangnya sebuah negara. “Pola faktor utama dalam proses pengasuhan terdiri dari budaya yang berhubungan dengan lingkungan, pendidikan orangtua walaupun pendidikan tinggi juga menjamin dapat mendidik anak dengan baik dan status sosial ketika terimpit ekonomi maka tidak jarang timbul kekerasan,” jelas Netty. Lebih jauh Netty menjelaskan, keluarga merupakan institusi dan tempat di mana dimensi atau aspek-aspek kehidupan utama berlangsung. Karenanya, diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar keluarga. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam keluarga akan menentukan arah dalam keluarga yang merupakan panduan dalam mencetak generasi berprestasi. (NJP)
Yayu Farida Hidayati
Teu Poekeun di Jalan
K
ebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang, berapa pun. Begitulah kira-kira pernyataan tepat untuk menggambarkan perasaan Yayu Farida Hidayati saat dimintai tanggapannya tentang aktivitasnya sebagai tenaga penggerak desa (TPD) di Desa Padaasih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang. Dengan honor Rp 750 per bulan, sudah barang tentu masih jauh dari angka upah minimum kabupaten (UMK) Subang yang mencapai Rp 1,22 juta. Toh, Yayu merasakan kebahagiaan tak terkira. “Asik-asik saja. Enak banget lah karena kita kekeluargaan,” kata sarjana lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung ini saat ditemui di sela pertemuan lini lapangan pengelola program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) beberapa waktu lalu. Dia mencontohkan, salah satu kebahagiaan setiap kali berkunjung ke Desa Padaasih yang menjadi binaannya. Meski tidak tinggal di desa yang bersangkutan, ibu muda ini tak lantas dianggap tamu. Bahkan, kepala desa hingga kader dan pos KB menyambutnya dengan sukacita. Ajakan ngaliwet atau
sekadar ajakan mampir menjadi sapaan hangat setiap kali menyambangi rumah warga. “Pokona teu disaha-saha. Ke mana-mana kenal sama warga. Mereka menyambut dengan ramah. Moal poekeun di jalan. Alhamdulillah itu rejeki buat saya atau pengelola lini lapangan pada umumnya. Ini bukan soal uang, tapi bagaimana mereka menyambut kita, senyuman mereka, menerimanya mereka di tengah-tengah mereka,” Yayu menambahkan.
erat dengan pola komunikasi masyarakat. Seseorang pada umumnya lebih mudah menerima setelah mendapat contoh atau menerima penjelasan dari kalangan mereka sendiri. Pun sebaliknya, masyarakat mudah goyah bila menemukan adanya kasus kegagalan kontrasepsi. (NJP)
Melihat pembawaannya yang supel sekaligus murah senyum, tak heran bila kemudian perempuan yang menjadi TPD sejak 2011 ini mudah diterima warga. Apalagi, Yayu getol menyambangi tokoh agama maupun tokoh masyarakat guna menyosialisasikan program KKPBK. Walhasil, pengguna kontrasepsi dalam rahim atau IUD ini tak pernah menemukan resistensi dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat tersebut.
Sejauh pengalamannya mendampingi pasangan usia subur (PUS) di desa binaannya, Yayu mengaku lebih banyak mendapat hambatan dari pasangan calon peserta KB. Hambatan lainnya berkaitan
NOMOR 17 • TAHUN V • EDISI 1- 2014 • WARTA KENCANA
31