4
WARTA UTAMA
KB DI DAERAH, LEMBAGAMU KINI 8 10 WARTA UTAMA WARTA UTAMA 13 16 WARTA UTAMA 20 WARTA JABAR WARTA UTAMA
Satu Dinas, Dua Kali Tarik Napas
Langkah Penyuluh KB Tersandung di Kemenkeu
Begini Bila PLKB Jadi Pegawai Pusat
Utamakan Karakter di Atas Kompetensi
Ilustrasi gedung perkantoran menjulang tinggi ke udara untuk menggambarkan aneka bentuk nomenklatur kelembagaan urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB. Desain disediakan oleh freepik.com dengan perubahan seperlunya.
Tolak Kekerasan di Sekolah!
Saka Kencana Jabar Terbaik Nasional
Nasib BKKBN Provinsi
Cover Story
22 WARTA JABAR 30 WARTA JABAR WARTA DAERAH 31 WARTA DAERAH 33 34 WARTA DAERAH Bonus Demografi Perlu Daya Dukung Lingkungan
Kabupaten Sukabumi Hemat Ratusan Miliar
Berubah Setelah Jadi Kampung KB
Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR, IDA INDRAWATI, DODDY H. GANDAKUSUMAH, YUDI SURYADHI, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Plt. Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
3
WARTA UTAMA
KB di Daerah, Lembagamu Kini 4
Upaya memperkuat kelembagaan KB kembali gagal. Setelah sempat digadang-gadang bakal memiliki kementerian tersendiri pada saat gonjangganjing penyusunan kabinet dua tahun ke belakang, urusan KB akhirnya gigit jari. BKKBN kembali ke pangkuan Kementerian Kesehatan. Kini, ketika undang-undang anyar secara eksplisit menyebutkan kelembagaan, tak seluruh daerah patuh. Pun dengan Jawa Barat.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar. “Hal ini tindak lanjut dari undangundang dan PP tersebut. Undangundang ini kan dengan sejumlah paradigma dan perubahan yang baru yang mengakibatkan struktur di pemerintahan daerah, baik itu provinsi maupun kabupaten dan kota, berubah. Lebih efisien,” kata Heryawan usai rapat paripurna.
BKKBD Kabupaten Sukabumi, kini jadi DPPKB
D
ua bulan menjelang akhir tahun, harapan adanya penguatan kelembagaan yang membidangi pengendalian penduduk dan keluarga berencana (KB) di Jawa Barat sempat membuncah. Tepatnya ketika Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyampaikan nota pengantar Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah dalam rapat paripurna DPRD Jawa Barat di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro Nomor 27, Kota Bandung, pada Rabu 31 Oktober 2016. Dalam draft tersebut, gubernur penerima Satyalencana
Pembangunan Bidang Kependudukan dan KB ini secara eksplisit mengusulkan nomenklatur anyar yang secara khusus membidangi pengendalian penduduk dan KB. Namanya Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana. Rujukannya jelas: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Plus Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 yang berimplikasi pada perubahan susunan organisasi, serta tugas dan fungsi perangkat daerah. UU pemerintahan daerah versi terbaru ini mengelompokkan pengendalian penduduk dan KB sebagai urusan wajib nonpelayanan dasar. Ini
Heryawan menjelaskan, susunan perangkat daerah ini ditetapkan berdasarkan tipologi Perangkat Daerah yang diklasifikasikan ke dalam tipe A, B, dan C yang ditentukan melalui variabel beban kerja yang terdiri dari variabel umum dengan bobot 20 persen dan variabel teknis dengan bobot 80 persen. Berdasarkan UU tersebut, Jawa Barat akan memiliki asisten daerah yang semula berjumlah empat akan menjadi tiga orang asisten daerah, tenaga atau staf ahli gubernur yang semula berjumlah lima akan menjadi tiga orang, serta biro yang semula 12 diciutkan menjadi maksimal sembilan biro. Selain merger, Pemprov Jawa Barat juga mengusulkan dinas baru untuk memperlancar tugas, kinerja, dan teknis kewenangannya. Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) semula akan dibagi menjadi dua, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana. “Dinas Kependudukan provinsi akan berfungsi menjadi koordinator Dinas Kependudukan
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
5
WARTA UTAMA Kabupaten/Kota. Ditambah penguatan Keluarga Berencana,” tambah Aher kala itu.
Cuma Ganti Baju Usulan tinggal usulan. Asa penguatan kelembagaan perlahan menguap seiring lemahnya daya tawar kependudukan dan KB di meja legislatif. Harus diakui urusan KB memang kurang seksi untuk “dijual” di ruang paripurna. Hasilnya, tak ada nomenklatur Dinas Kependudukan dan KB atau Dinas Pengendalian Penduduk dan KB pada Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat. Mengacu kepada regulasi yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Seri 3 tertanggal 22 November 2016 ini, perangkat daerah Jawa Barat terdiri atas sekretariat daerah tipe A, sekretariat DPRD tipe A, inspektorat tipe A, 26 dinas daerah, dan delapan badan daerah tipe A. Khusus dinas daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tercatat sebagai satusatunya dinas dengan klasifikasi tipe C. Sementara sisanya merupakan dinas daerah provinsi dengan klasifikasi tipe A. Bagaimana dengan urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB? Hmmm... Seperti disinggung di bagian atas, urusan ini belum “laku” untuk dijual sebagai dinas daerah. Walhasil, urusan pengendalian penduduk masih satu rumpun dengan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Praktis kelahiran perda anyar ini hanya mengubah Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana. Entah, nomenklatur baru ini akan
6
disingkat menjadi apa. Sampai majalah ini diterbitkan belum ada pengumuman called name dinas anyar tersebut. Juga, belum jelas apakah ada perubahan tugas pokok dan fungsi kelembagaan setelah BP3AKB ganti baju menjadi dinas. Bila mengacu kepada regulasi sebelumnya, maka pengendalian penduduk dan KB hanya akan menempati satu dari empat bidang yang ada. Keempat bidang tersebut meliputi: 1) Bidang Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan; 2) Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kerjasama; 3) Bidang Kesejahteraan dan Perlindungan Anak; 4) Bidang Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Keluarga. Mengingat hanya “ganti baju”, maka kecil kemungkinan adanya perubahan kelembagaan untuk level eselon III dan IV. Padahal, menyimak hasil analisis beban kerja yang dilakukan sebelum pengajuan raperda, Jawa Barat masuk kategori provinsi dengan beban kerja besar. Dengan skor hingga 900, Jabar layak untuk menyandang tipe A untuk urusan pemerintah bidang pengendalian penduduk dan KB. Tercatat hanya Kabupaten Bogor yang membukukan beban kerja di atas Jawa Barat. Kabupaten paling tambun di Jabar ini memiliki skor 1.000, terpaut delapan poin dari Kota Surabaya di Jawa Timur yang membukukan skor 992 poin. Kabupaten Bogor sendiri merupakan satu-satunya daerah yang memiliki skor hingga empat digit. Nah, kalau saja klasifikasi tersebut benar-benar menjadi acuan pembentukan kelembagaan, maka Jabar bakal memiliki dinas tipe A dengan empat bidang di dalamnya. Merujuk kepada Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nomor 163 Tahun 2016 tentang
Pedoman Nomenklatur, Tugas, dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dinas daerah provinsi tipe A memiliki bidang sebagai berikut: a) Sekretariat; b) Bidang Advokasi, KIE dan Penggerakan; c) Bidang Keluarga Berencana; d) Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga; e) Bidang Pengendalian Penduduk. Faktanya, adanya penggabungan urusan pengendalian penduduk dan KB dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka beban kerja empat bidang tersebut diperas menjadi satu bidang saja. Beban kerja ini jauh lebih besar ketimbang dinas daerah tipe B atau C sekalipun yang berdiri sendiri. Mangacu kepada regulasi yang sama, dinas daerah provinsi tipe B memiliki tiga bidang dan tipe C memiliki dua bidang.
BP3AKB Provinsi Jawa Barat
Yang menarik, Perda Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2016 tidak menjadikan Perka BKKBN 162 dan 163 Tahun 2016 sebagai bahan pertimbangan. Perda yang diteken Gubernur Heryawan pada 14 November 2016 ini hanya mencantumkan delapan peraturan-perundangan, baik
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA undang-undang maupun peraturan pemerintah (PP) dan perda Jawa Barat. Wajar bila kemudian tidak menampakkan jejak Perka BKKBN dalam Perda yang diundangkan 22 November 2016 tersebut. Fenomena “ganti baju” juga tampak dalam nomenklatur kabupaten dan kota di Jawa Barat. Sebagian besar nomenklatur baru yang membidangi urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB tidak mengalami perubahan berarti dibandingkan nomenklatur sebelumnya. Namun demikian, terdapat 11 daerah yang memiliki nomenklatur pengendalian penduduk dan KB berdiri sendiri alias tanpa digabungkan dengan urusan pemerintahan lainnya. Daftar nomenklatur kelembagaan urusan pengendalian penduduk dan KB di kabupaten dan kota bisa dilihat pada infografik.
keluarga (KKBPK). Dibanding UU sebelumnya, jelas ini merupakan lompatan besar. Bila dicermati, UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemda sama sekali tidak memasukkan program KB, apalagi pengendalian penduduk. Program KB baru masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Di sana diatur urusan KB berada satu rumpun dengan keluarga sejahtera (KS). Urusan KB lebih jauh diatur dalam PP Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Di sini, urusan KB disaturumpunkan dengan urusan pemberdayaan perempuan. PP inilah kemudian menjadi salah satu alasan pemerintah daerah menerbitkan nomenklatur kelembagaan yang menyaturumpunkan KB dengan pemberdayaan perempuan melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB). Dalam UU Pemda versi terbaru, urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana masuk dalam klasifikasi urusan wajib nonpelayanan dasar. Ini merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar.
Gairah Baru Sementara itu, sebagaimana pernah ditulis dalam duaanak. com, Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebenarnya membawa gairah baru bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan
Lebih spesifik pembagian urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana dijelaskan dalam matriks pada lampiran UU tersebut. Mengacu kepada matriks tersebut, urusan pengendalian penduduk dan KB meliputi empat sub urusan, meliputi:
1) Pengendalian penduduk; 2) Keluarga berencana; 3) Keluarga sejahtera; 4) Standardisasi dan sertifikasi. Dari empat sub urusan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan paling besar, terutama dalam KB dan standarisasi dan sertifikasi. Bahkan, poin keempat ini mutlak urusan pemerintah pusat. Khusus sub urusan KB, pemerintah pusat memiliki kewenangan dan bertangung jawab atas lima aspek, pemerintah provinsi dua aspek, dan pemerintah kabupaten/kota sebanyak empat aspek. Pemerintah provinsi “hanya” berwenang dalam 1) Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal; 2) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Di sisi lain, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan pasangan usia subur (PUS) nasional. Sementara pemerintah kabupaten dan kota bertanggung jawab dalam pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di Daerah kabupaten/kota. Secara umum, UU anyar ini menjadi semacam jalan ke arah pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangunan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK). Terlebih bila kehadiran Kementerian Kependudukan benar-benar menjadi kenyataan. (NJP)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
7
WARTA UTAMA
SOTK KB Kota Cimahi
Satu Dinas, Dua Kali Tarik Napas H Seluruh daerah di Jawa Barat sudah merampungkan nomenklatur kelembagaan yang membidangi urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana (KB). Memang tak hanya urusan KB karena seluruh daerah di Indonesia membongkar ulang perangkat daerahnya. Bagaimana postur baru nomenklatur kependudukan dan KB di Jawa Barat, berikut ringkasannya.
8
arus diakui terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diikuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah membawa angin segar bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Apalagi, hasil
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA penghitungan beban kerja yang menjadi dasar penentuan tipologi kelembagaan menunjukkan Jawa Barat dan 15 kabupaten dan kota memiliki beban kerja besar. Artinya, sangat berpeluang menjadi dinas daerah mandiri dengan klasifikasi tipe A. Sayangnya, asa tak selalu berjodoh dengan kenyataan. Dari satu dinas provinsi dan 27 kabupaten/ kota, hanya 11 daerah yang berdiri sendiri sebagai Dinas Pengendalian Penduduk dan KB. Itu pun tidak seluruhnya memiliki tipe A. Tercatat lima daerah memiliki dinas berdiri sendiri tipe A, lima tipe B, dan satu daerah tipe C. Sementara 17 daerah lainnya merger dengan urusan pemerintahan lain, baik tipe A maupun tipe B. Rinciannya, 14 tipe A gabungan dan tiga tipe B gabungan. Rincian nomenklatur dan tipologi lembaga bisa dilihat pada infografik. Yang menarik, terdapat daerah dengan nomenklatur kelembagaan ekstrapanjang. Sudah barang tentu panjangnya nomenklatur menggambarkan banyaknya urusan pemerintahan yang mesti ditangani. Sebut saja misalnya Kota Sukabumi yang menggabungkan lima sub urusan ke dalam satu nomenklatur: Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat. Seabrek urusan ini disingkat menjadi Dinas Pengendalian Penduduk, KB, P3A, dan PM dengan dinas tipe A. Saking panjangnya nomenklatur, seorang peserta Pertemuan Konsultasi Program KKBPK dan Pemetaan Kelembagaan di sebuah hotel belum lama ini berkelakar nama dinas tak cukup diucapkan dalam satu napas. “Harus dua tarikan napas,” ujarnya disambut gelak tawa peserta lain dari kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Sekretaris Perwakilan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat Doddy Hidayat Gandakusumah yang saat itu tengah memaparkan peta nomenklatur di daerah turut tertawa lebar. Ada lagi Kota Cimahi yang lagilagi menetapkan lima sub urusan ke dalam satu nomenklatur. Berbeda dengan Kota Sukabumi yang menggandeng sub urusan pemberdayaan masyarakat, Cimahi memilih urusan sosial. Semua itu dibungkus menjadi Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak atau disingkat menjadi Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk dan KB, PP, PA. Gemuk dari sisi urusan, Kota Cimahi malah kerdil dari tipologi dinas. Lima urusan tersebut berdesakan dalam tiga bidang karena hanya menjadi dinas daerah tipe B. Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 18/2016, tipologi mencerminkan beban kerja dan postur nomenklatur. Tipe A memiliki beban kerja besar, diatur memiliki satu sekretariat dan sebanyak-banyaknya empat bidang. Tipe B memiliki beban kerja sedang, diatur memiliki satu sekretariat dan tiga bidang. Tipe C memiliki beban kerja kecil, diatur memiliki satu sekretariat dan dua bidang. Setiap bidang diatur memiliki sebanyak-banyaknya tiga seksi. Secara keseluruhan, sebagian besar kabupaten dan kota menggabungkan urusan pengendalian penduduk dan KB dengan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PP dan PA). Ini tercermin dari 13 kabupaten dan kota yang menggunakan nomenklatur Dinas Pengendalian Penduuduk, KB, PP, dan PA atau mempertukarkan posisi urusan-urusan tersebut. Contoh pertukaran tersebut tampak misalnya di Kabupaten
Bogor yang memilih nama Dinas PP dan PA, Pengendalian Penduduk dan KB. Kota Depok malah menempatkan perlindungan anak di awal dan keluarga di bagian akhir menjadi Dinas Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, dan Keluarga (tanpa embelembel berencana). Selebihnya menempatkan pengendalian penduduk dan KB di bagian depan. Merger urusan pengendalian penduduk, KB, PP, dan PA ini menunjukkan tidak adanya perubahan berarti dalam nomenklatur KB. Sebelumnya, hampir seluruh kabupaten dan kota menggabungkan urusan tersebut dalam sebuah badan. Hanya Kabupaten Sukabumi yang sebelum keluarnya UU 23/2014 memiliki nomenklatur Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Nomenklatur terakhir ini sesuai dengan nama yang diatur dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK).
DPPKB Kabupaten Indramayu
Tentu tak salah dengan penggabungan sejumlah urusan pemerintahan dalam satu nomenklatur kelembagaan. Penggabungan sendiri sudah atur dalam PP 18/2016 yang menjadi rujukan dalam penyusunan perangkat daerah. Pasal 18 PP tersebut menyebutkan bila perhitungan nilai variabel suatu urusan pemerintahan tidak memenuhi syarat untuk dibentuk
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
9
WARTA UTAMA dinas daerah, maka urusan digabung dengan dinas lain. Penggabungan didasarkan pada perumpunan urusan pemerintahan, dengan kriteria kedekatan karakteristik dan keterkaitan antarpenyelenggaraan urusan pemerintahan. Nah, urusan pengendalian penduduk berada dalam satu rumpun dengan urusan pemerintahan bidang kesehatan, sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil serta pemberdayaan masyarakat dan desa. Bila diperhatikan, memang penggabungan yang dilakukan di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota tidak keluar dari rumpun di atas. Hanya saja, postur dan tipologi perangkat daerah akan sangat berpengaruh terhadap program dan orientasi kebijakan daerah. “Kegagalan menjadikan urusan pengendalian penduduk dan KB sebagai dinas berdiri sendiri sebenarnya bisa dimengerti bila kita menyimak perjalanan pengusulan raperda tentang perangkat daerah. Meski sudah mendapat dukungan dari banyak pihak, leading sector urusan tersebut malah tidak mampu menjelaskan sekaligus meyakinkan anggota legislatif pada saat rapat-rapat pembahasan. Malah yang lebih fight itu urusan PP dan PA,” ujar seorang sumber Warta Kencana. Beberapa waktu sebelumnya, Deputi Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Abidinsyah Siregar sempat melemparkan sindiran kepada daerah yang hanya menjadikan urusan KB sebagai pelengkap. Sindiran tersebut dikemukakan di hadapan para jurnalis dan penulis program kependudukan dan KB di Jakarta. “Meski Undang-undang 52/2009 sudah dengan tegas memerintahkan pembentukan BKKBD, pada pelaksanaannya banyak daerah hanya menjadikan KB sebagai dinas atau badan ‘Dan’. Letaknya di belakang pula. Jadi, jangan heran kalau di daerah ada nama Badan PP dan KB atau Badan PP, PA, dan KB atau Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan KB. Pokoknya KB itu ‘dan’. Dan ini dan itu,” tandas Abidinsyah disambut tawa para pewarta.(NJP)
Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat
Pada akhirnya Jabar memang belum kesampaian memiliki Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di tingkat provinsi. Meski begitu, tak perlu khawatir akan nasib pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK).
DPPKB Kota Bogor
10
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA BKKBN pusat,” terang Surya saat berlangsungnya Temu Kemitraan Media Wilayah untuk Pembangunan KKBPK Jawa Barat di Cirebon beberapa waktu lalu.
Nasib BKKBN Provinsi
J
auh-jauh hari, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty memastikan untuk mempertahankan perpanjangan tangannya di tingkat provinsi. Surya beralasan perwakilan BKKBN provinsi tetap diperlukan untuk mengeksekusi program KKBPK di tingkat provinsi. Perwakilan BKKBN berbeda dengan Dinas Kependudukan dan KB. Sebagaimana halnya dinas daerah, sambung Surya, Dinas Kependudukan dan KB tidak bisa langsung
mengeksekusi program kepada masyarakat. Melainkan hanya bersifat fasilitasi kabupaten dan kota. Ini berbeda dengan perwakilan BKKBN yang bisa melaksanakan pelayanan langsung kepada masyarakat. “Tidak akan berubah. Perwakilan (BKKBN) tetap ada. Undangundang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah sudah jelas mengatur pembagian tugas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten dan kota. Nah, perwakilan BKKBN provinsi bertindak sebagai kaki atau perpanjangan tangan
Merujuk kepada undang-undang tersebut, urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, provinsi, dan kebupaten/ kota. Urusan tersebut meliputi sub urusan pengendalian penduduk, keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/ PLKB). Dari keempat sub urusan tersebut, pemerintah pusat menangani 10 kewenangan, provinsi enam kewenangan, dan kabupaten/kota delapan kewenangan. Khusus sertifikasi dan standarisasi merupakan mutlak kewenangan pemerintah pusat. Surya yang sore itu datang didampingi sejumlah pejabat eselon I dan II BKKBN mengaku tidak ingin lembaga yang dipimpinnya bernasib sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Karena Kemenkes tidak memiliki “kaki” berupa kantor perwakilan, maka pembangunan kesehatan terkesan berjalan sendirisendiri. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini menilai program kesehatan tidak sukses karena Kemenkes tidak bisa mengeksekusi program secara langsung di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota. Mengaku ingin fokus kepada pengelolaan kewenangan, Surya berkeinginan agar ke depan struktur perwakilan BKKBN dibuat lebih ramping dan fungsional. Struktur yang ada saat ini dianggapnya terlalu gemuk dengan beberapa bidang di antaranya tidak diperlukan.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
11
WARTA UTAMA Surya mengunginkan struktur perwakilan BKKBN provinsi mirip dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Struktur BKKBN di provinsi jangan sama dengan BKKBN pusat, harus beda. Ke depan kalau bisa harus seperti Badan POM, seperti UPT (unit pelaksana teknis, red) besar, sehingga bisa mengeksekusi uang yang dipegang ke bawah. Kalau sekarang lewat apa? Tidak bisa. Itu persoalan kelembagaan kita,” tandas pejabat yang memilai karier sebagai peneliti kependudukan di Universitas Sriwijaya (Unsri) tersebut.
sambung dia, merupakan tanggung jawab daerah dalam hal ini provinsi, bupati, dan wali kota untuk mengendalikan jumlah penduduk. Perangkat daerah dibentuk berdasarkan hasil pemetaan beban kerja dan tipologi nomenklatur. Jawa Barat misalnya, sebagian besar daerah memiliki beban kerja besar. Dengan demikian, provinsi yang dihuni hampir 20 persen penduduk Indonesia ini sebenarnya sangat layak memiliki dinas daerah tipe A untuk urusan pengendalian penduduk dan KB. Kriteria tipologi perangkat daerah ini
Surya Chandra Surapati
“Tahu nggak di BKKBN provinsi itu masih ada bidang pengendalian penduduk, keluarga sejahtera, dan lainlain? Tidak perlu lagi itu, harus dikecilkan. Mungkin bentuknya nanti hanya memerlukan bidang pelayanan atau motivasi dan data kependudukan. Di pusat pun terlalu banyak. Harus dikecilkan mestinya, terlalu lebar. Begitu eselon II jadi tumpangtindih,” tambah Surya. Di sisi lain, Surya menegaskan penguatan kelembagaan yang membidangi kependudukan dan KB penting seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Pembentukannya,
12
sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. PP mengatur kriteria tipologi perangkat daerah untuk menentukan tipe perangkat daerah berdasarkan hasil pemetaan urusan pemerintahan dengan variabel umum dengan bobot 20 persen dan teknis dengan bobot 80 persen. Kriteria variabel umum terdiri atas indikator jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah bersangkutan.
Perwakilan BKKBN Provinsi merupakan salah satu amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. Pasal 55 Perpres era Susilo Bambang Yudhoyono tersebut mengatur bahwa Perwakilan BKKBN Provinsi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas BKKBN di provinsi. Apa saja tugas BKKBN dalam Perpres? BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Yang patut menjadi catatan, nasib perwakilan BKKBN provinsi ditentukan berdasarkan pembentukan badan kependudukan dan keluarga berencana daerah (BKKBD). Tepatnya, “... sampai dengan terbentuknya semua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah Provinsi dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.” Untuk Jawa Barat, eksistensi perakilan BKKBN sepertinya masih akan bertahan lama. Faktanya, dengan hanya mengandalkan UU Nomor 52/2009, praktis hanya Kabupaten Sukabumi yang sukses melahirkan BKKBD. Bila kemudian dinas-dinas daerah yang membidangi pengendalian penduduk dan KB berdiri sendiri muncul setelah terbitnya UU Pemda anyar, itu juga baru 11 kabupaten dan kota. Dengan begitu, nasib Perwakilan BKKBN Jawa Barat tak perlu diragukan lagi eksistensinya.(NJP)
Sebagai catatan, keberadaan
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA
Pelayanan KB
Langkah Penyuluh KB Tersandung di Kemenkeu
Sejatinya kokok ayam perdana pada 1 Januari 2017 mendatang menjadi penanda peralihan status pegawai para penyuluh dan petugas lapangan KB. Namun, alih status tersebut gagal gara-gara pemerintah pusat belum mengalokasikan belanja pegawai bagi ribuan ASN tersebut. Menteri Keuangan menilai belum ada pijakan hukum kuat yang mendasarinya.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
13
WARTA UTAMA
D
ibanding kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) lain, boleh jadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) paling serius menyikapi pelimpahan tenaga fungsional penyuluh. Maklum, BKKBN merasa kedodoran dalam menggerakkan program gara-gara kehilangan kendali terhadap pengelolaan para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh KB (PKB) sejak dimulai babak desentraliasasi satu dekade silam. Keseriusan itu diwujudkan dengan segera dimulainya pemetaan sebagai bagian dari tahapan terima personel, pendanaan, dan dokumentasi (P2D) PKB/PLKB. Hasilnya, Jawa Barat memiliki 1.425 PKB/PLKB yang tersebar di 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Dokumen 1.425 PKB/ PLKB itu seluruhnya sudah diserahkan kepada kepada BKKBN pusat. Sebanyak itu pula yang kini berharap-harap cemas menunggu kepastian status kepegawaian. Sebagai catatan, pelimpahan penyuluh dari daerah kembali ke pusat tersebut merupakan salah satu konsekuensi dari perubahan pembagian kewenangan sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mengacu kepada Lampiran N undang-undang tersebut, urusan pengendalian penduduk dan KB meliputi empat sub urusan, meliputi: 1) Pengendalian penduduk; 2) Keluarga berencana; 3) Keluarga sejahtera; 4) Standardisasi dan sertifikasi. Dari empat sub urusan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan paling besar, terutama dalam KB
14
dan standarisasi dan sertifikasi penyuluh dan petugas lapangan KB. Bahkan, poin keempat ini mutlak urusan pemerintah pusat. Khusus sub urusan KB, pemerintah pusat memiliki kewenangan dan bertangung jawab atas lima aspek, pemerintah provinsi dua aspek, dan pemerintah kabupaten/ kota sebanyak empat aspek. Pemerintah provinsi “hanya” berwenang dalam 1) Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal; 2) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Langkah cepat BKKBN juga tidak lepas dari keluarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/ Sj tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan. Edaran tersebut menekankan bahwa serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) harus segera dilakukan untuk menghindari stagnasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berakibat pada terhentinya pelayanan kepada masyarakat. Mengacu kepada Pasal 404 Undang-undang 23/2014, serah
terima P3D urusan konkuren pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan paling lama dua tahun terhitung sejak UU tersebut diundangkan pada 2 Oktober 2014. Sebelumnya, Lampiran II Undang-undang Nomor 23/2014 mengatur secara rinci Manajemen Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren. Substansi urusan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota termasuk kewenangan dalam pengelolaan unsur manajemen (yang meliputi sarana dan prasarana, personel, bahan-bahan, metode
kerja) dan kewenangan dalam penyelenggaraan fungsi manajemen (yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, penganggaran, pengawasan, penelitian dan pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi) dalam substansi
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA urusan pemerintahan tersebut melekat menjadi kewenangan masing-masing tingkatan atau susunan pemerintahan tersebut.
Mentok di Tangan Menkeu Sri Pada mulanya semua berjalan lancar. Sampai kemudian perjalanan PLKB/PKB ke rumah lama tersandung sepucuk surat yang dilayangkan Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati pada 9 September 2016. Surat bernomor S-757/MK.02/2016 tentang Usulan Penyediaan Tambahan Alokasi Belanja Belanja Pegawai Tahun 2017 sebagai Tindak Lanjut Rencana Pengalihan Status Pegawai Atas Pelaksanaan undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini merupakan jawaban atas surat Kepala BKKBN Nomor 1612/RC.600/B1/2016 tentang perkiraan kebutuhan gaji dan tunjangan PLKB/PKB pada 17 Juni 2016. Dalam suratnya, bekas Managing Director International Monetary Found (IMF) ini menegaskan penyediaan alokasi gaji dan tunjangan PLKB/PKB tersebut belum dapat dipertimbangkan. Alasannya, sesuai arahan Presiden Jokowi pada rapat kabinet terbatas beberapa waktu sebelumnya tidak memperkenankan dilakukan pengalihan status pegawai dari daerah ke pusat. Di sisi lain, peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undangundang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar hukum pengalihan status pegawai belum ditetapkan. “Alokasi anggaran untuk belanja pegawai berkenaan Tahun Anggaran 2017 tetap dialokasikan melalui APBD sampai dengan adanya
Pembahasan PLKB dan Kelembagaan KB
kejelasan status dan dasar hukum pelaksanaan pengalihan. Atas perhatian dan kerjasama Saudar, kami usapkan terima kasih,” demikian bunyi Surat yang diteken langsung Menkeu Sri Mulyani tersebut. Selain ditujukan kepada Kepala BKKBN, surat juga ditembuskan ke sejumlah kementerian terkait seperti Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Kepala Badan Kepegaiawan Negara. Apa boleh buat. Kewenangan penganggaran memang menjadi domain Kementerian Keuangan. BKKBN pun tak mampu berkutik. Menindaklanjuti “penolakan” Menkeu tersebut, BKKBN langsung melayangkan surat kepada para kepala daerah berisi permintaan agar tetap mengalokasikan belanja pegawai dan tunjangan bagi PLKB/ PKB di daerah masing-masing. Pengalihan bakal dilakukan setelah memiliki dasar hukum tetap.
Hanya Tertunda Lalu, bagaimana selanjutnya? Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto mengungkapkan pelimpahan status kepegawaian PLKB/PKB hanya soal waktu. Pada akhirnya,
seluruh PLKB/PKB akan menjadi pegawai pemerintah pusat. Alasannya, alih status PLKB/PKB merupakan amanat undangundang. “Ini amanat Undang-Undang, jadi hanya tertunda. BKKBN akan terus mengawal proses pengalihan PKB/PLKB ke pusat,” tegas Wendy saat membuka Rapat Penelaahan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Provinsi Jawa Barat Bandung baru-baru ini. Menurut Wendy, penundaan terjadi karena undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telanjur disahkan. Dengan demikian, usulan penambahan anggaran untuk belanja ASN PKB/PLKB tidak bisa lagi dianggarkan karena dana alokasi umum (DAU) yang telanjur diserahkan ke kabupaten/kota tidak mungkin ditarik kembali. Untuk itu, Wendy meminta seluruh pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KKBPK di kabupaten/kota untuk dapat menjelaskan perihal ini kepada seluruh PKB/PLKB di wilayahnya masing-masing. Juga kepada bupati atau wali kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.(NJP/HK)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
15
WARTA UTAMA
Pembinaan Lini Lapangan
Begini Bila PLKB Jadi Pegawai Pusat
U
ndang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah seperti membukakan pintu bagi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) untuk kembali ke rumah lama. Rumah yang ditinggalkan seiring bergulirnya babak desentralisasi yang menjadikan mereka sebagai pegawai daerah. Mari kita lihat plus dan minus kembalinya PLKB/PKB menjadi pegawai pusat. Dalam kondisi pegawai daerah seperti saat ini, status para PLKB tetap sebagai petugas KB dan jabatan fungsional tidak hilang.
16
Adapun PKB sebagai jabatan fungsional hilang, sehingga statusnya menjadi staf biasa. Meski begitu, tetap melaksanakan tugas sebagai penyuluh. Dalam banyak kasus, PKB dialihtugaskan ke berbagai instansi di daerah tanpa memperhatikan keahlian yang dimiliki. Tentu, ada juga PKB yang mendapat kesempatan promosi menduduki jabatan eselon IV, III, dan eselon II.
Pemerintahan Pusat. Sementara daerah mempunyai tugas pendayagunaan tenaga PKB/PLKB. Hal ini dikhawatirkan memicu tarik-ulur kepentingan antara manfaat dan tantangan. Berikut catatan hasil kajian tim BKKBN Jawa Barat yang diungkapkan Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar melalui Kepala Sub Bidang Hubungan Antarlembaga dan Bina Lini Lapangan Iman Hikmat.
Nah, dengan terbitnya Undangundang 23/2014 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan, pengelolaan tenaga Penyuluh KB/PLKB menjadi kewenangan
Tim BKKBN Jabar mengkaji secara khusus alih satus dari sisi kepegawaian dan opersional. Dari sisi kepegawaian, pengalihan PKB/PLKB ke pusat diyakini bakal menjadikan penjenjangan karir khusus, sesuai dengan
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA tugas pokok dan fungsinya. Mereka tidak terbatas dengan kuota di kabupaten dan kota yang bersangkutan. Sebagai contoh, Kabupaten Bandung memiliki kuota untuk PKB Ahli Madya 10 orang. Apabila kuota sudah terpenuhi, maka pegawai di bawahnya tidak bisa naik golongan sampai adanya kekosongan. Jenjang karir ini didukung dengan fasilitas memadai karena pemerintah pusat memiliki kekhususan dalam pembinaan kesejahteraan. Pegawai pusat juga tidak terpengaruh dengan adanya mutasi pegawai, terutama kemungkinan pindah ke instansi lain. Dari sisi operasional, PKB/PLKB akan lebih fokus melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai standar yang telah ditetapkan. Meski memiliki area kerja di daerah, mereka tidak terlalu memikirkan muatan lokal sebagai imbas dari kebijakan kabupaten dan kota setempat. Dalam hal ini, penilaian akreditasi fokus pada tugas pokok dan fungsi. Meski begitu, pengalihan PKB/ PLKB menjadi pegawai pusat memiliki sejumlah tantangan, baik kepegawaian maupun operasional. Dari sisi kepegawaian, harus diakui pengembangan karir dan promosi sangat terbatas karena tidak bisa mendapat promosi untuk jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Kondisi ini berpotensi memicu kejenuhan yang dikhawatirkan berakibat pada penurunan kinerja. Padahal, selama ini banyak PKB/ PLKB yang menduduki jabatan di berbagai instansi. Tantangan berikutnya, rentang kendali penilaian akreditasi sangat jauh dan membutuhkan birokrasi panjang. Pengalaman selama ini, ketika akreditasi dilakukan di tingkat provinsi, banyak ketidaksesuaian antara indikator provinsi dengan penilaian atasan setempat. Apalagi bila kemudian PKB/PLKB
merasa sebagai pegawai pusat. Sebagai contoh, pusat bisa saja lebih menitikberatkan pada karya ilmiah. Di sisi lain, kabupaten dan kota lebih cenderung pada operasional pembinaan di desa. Di samping itu, penempatan PKB Ahli Madya ke atas yang sudah tidak layak bertugas di desa akan berbenturan dengan struktur yang dimiliki kabupaten/kota. Walhasil, pemerintah daerah akan sulit menempatkan PKB/PLKB sesuai dengan pangkat dan golongan yang dimiliki. Menyoal fasilitas, pemerintah pusat tidak dapat dipastikan memberikan fasilitas lebih memadai dari pemerintah daerah. Sekadar contoh, tunjangan daerah DKI Jakarta jauh lebih tinggi dari fasillitas yang diberikan pemerintah pusat. Di samping itu, ada beberapa kabupaten/kota yang memberikan fasilitas lebih tinggi dan terus meningkat. Tantangan oerasional tak kalah besarnya. Kali ini menyangkut munculnya dualisme kepemimpinan. Secara administratif, PKB/PLKB bertanggungjawab kepada permintah pusat. Namun, secara operasional bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten/ kota. Di sini, kabupaten/kota tidak bisa langsung memberikan reward dan punishment tanpa melalui pemerintah pusat. Hal ini dianggap bakal menyulitkan pembinaan pegawai. Sisi pembiayaan operasional di tingkat desa juga akan terhambat manakala tetap dibebankan kepada daerah. Selama ini pendanaan kegiatan di tingkat desa yang dilaksanakan lembaga vertikal tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, melainkan mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Benang makin kusut bila dihubungkan dengan nomenklatur kelembagaan. Di kabupaten dan kota, pada
umumnya perangkat daerah yang membidangi kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) tidaklah berdiri sendiri, melainkan menyatu dengan urusan lain. Pada saat yang sama PKB/PLKB khusus untuk program KKBPK. Bila kemudian pemerintah daerah mengangkat petugas lain, muncul kekhawatiran terjadinya tumpang tindih satu sama lain. Patut mendapat perhatian juga keberadaan kepala unit pelaksana teknis (UPT), pengawas, koordinator PLKB yang nota bene merupakan pegawai daerah. Jalur komando yang menyimpang antara daerahpusat dikhawatirkan tidak efektif manakala pegawai pusat tidak merasa bahwa target yang ditetapkan pemerintah daerah bukan menjadi tanggung jawabnya. Pada saat yang sama, pada umumnya rasio PKB/ PLKB dan jumlah desa tidaklah berimbang. Ini menyulitkan manakala daerah berkeinginan menambah pegawai. Karena itu, apabila pemerintah pusat mengembalikan program KKBPK menjadi kewenangan pusat, sejatinya seluruh kewenangan termasuk kelembagaan di kabupaten dan kota turut ditarik ke pusat. Bila yang ditarik hanya PKB/PLKB, maka yang kemudian bakal muncul adalah kebijakan dan operasional di daerah. Bila kemudian hanya PKB/ PLKB yang ditarik ke pusat, maka pemerintah berkewajiban menyediakan jumlah petugas memadai, baik jumlah maupun profesionalitasnya. Saat ini, wacana penarikan PLKB menjadi pro dan kontra cukup serius. Pihak yang menyatakan setuju pada umumnya datang dari mereka yang tidak mendapat promosi di kabupaten dan kota. Sedangkan penolakan datang dari mereka yang menikmati berkah otonomi daerah.(*)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
17
WARTA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, DAN KELUARGA BERENCANA
KABUPATEN CIREBON
PROVINSI JAWA BARAT Kategori Tipologi Skor Perda KABUPATEN BANDUNG
: : : :
Besar A Gabungan 900 No. 6 Tahun 2016
: A Gabungan
Skor
: 874
Perda
: -
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA : A Gabungan
: Besar
Skor
: 862
Tipologi
: A Gabungan
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Skor
: 874
Perda
: No. 12 Tahun 2016
KABUPATEN Nomenklatur : Dinas Pengendalian INDRAMAYU Penduduk dan KB Kategori
: Besar
Tipologi
: C
: Besar
Skor
: 892
Tipologi
: A
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Skor
: 804
Perda
: No. 70, 71 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB
KABUPATEN Nomenklatur : Dinas Pengendalian KARAWANG Penduduk dan KB
Tipologi
: A Gabungan
Skor
: 788
Perda
: -
KABUPATEN KUNINGAN
Kategori
: Besar
Tipologi
: A
Skor
: 820
Perda
: No. 14 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA
Kategori
: Besar
Tipologi
: A
Kategori
: Sedang
Skor
: 808
Tipologi
: A Gabungan
Perda
: No. 5 Tahun 2016
Skor
: 718
Perda
: No. 8 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk KB,PP & PA Kategori
: Besar
Tipologi
: A Gabungan
Kategori
: Besar
Skor
: 802
Tipologi
: A Gabungan
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Skor
: 886
Perda
: No. 8 Tahun 2016
KABUPATEN TASIKMALAYA
18
Tipologi
Tipologi
KABUPATEN Nomenklatur : Dinas PP,PA, dan KB MAJALENGKA Kategori : Sedang
KABUPATEN CIANJUR
: Besar
: Besar
Kategori
KABUPATEN CIAMIS
Kategori
Kategori
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA Kategori
KABUPATEN BEKASI
KABUPATEN GARUT
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA
KABUPATEN BOGOR
Nomenklatur : Dinas PMD, PA & KB
Nomenklatur : Dinas PP dan PA, Pengendalian Penduduk dan KB
Kategori
: Besar
Kategori
: Besar
Tipologi
: A Gabungan
Tipologi
: A Gabungan
Skor
: 862
Skor
: 1.000
Perda
: No. 16 Tahun 2016
Perda
: No. 12 Tahun 2016
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA UTAMA KABUPATEN PURWAKARTA
KABUPATEN SUBANG
KABUPATEN SUKABUMI
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB : Sedang
Kategori
: Sedang
Tipologi
: B
Tipologi
: B
Skor
: 674
Skor
: 664
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Perda
: No. 7 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA Kategori
: Besar
Tipologi
: A Gabungan
Skor
: 868
Perda
: No. 7 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB
KOTA CIREBON
KOTA DEPOK
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kategori
: Sedang
Tipologi
: B
Skor
: 629
Perda
: -
Nomenklatur : Dinas PA, PM, & Keluarga
Kategori
: Besar
Kategori
: Sedang
Tipologi
: A
Tipologi
: A Gabungan
Skor
: 832
Skor
: 669
Perda
: -
Perda
: No. 10 Tahun 2016
KOTA SUKABUMI
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, P3A & PM
: Besar
Kategori
: Sedang
Tipologi
: B
Tipologi
: A Gabungan
Skor
: 844
Skor
: 673
: No. 11 Tahun 2016
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Kategori
Perda
KABUPATEN Nomenklatur : Dinas KB, PP dan PA PANGANDARAN Kategori : Sedang
KOTA BEKASI
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB
Kategori
KABUPATEN Nomenklatur : Dinas Pengendalian SUMEDANG Penduduk dan KB
KOTA BANDUNG
KOTA BOGOR
Tipologi
: B Gabungan
Skor
: 610
Perda
: No. 31 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk & KB
KOTA CIMAHI
Nomenklatur : Dinas Sosial, Pengendalian
Penduduk & KB, PP, PA
Kategori
: B
Tipologi
: B Gabungan
Skor
: 695
Perda
: No. 9 Tahun 2016
KOTA TASIKMALAYA
Nomenklatur : Dinas KB,PP DAN PA Kategori
: Sedang
Kategori
: Besar
Tipologi
: A Gabungan
Tipologi
: A
Skor
: 682
Skor
: 812
Perda
: No. 9 Tahun 2016
Perda
: No. 8 Tahun 2016
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk, KB, PP dan PA
KOTA BANJAR
Nomenklatur : Dinas Pengendalian Penduduk dan KB
Kategori
: Sedang
Kategori
: Sedang
Tipologi
: B Gabungan
Tipologi
: B
Skor
: 713
Skor
: 684
Perda
: -
Perda
: -
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
19
WARTA JABAR
Utamakan Karakter di Atas Kompetensi Kepala BKKBN Berikan Kuliah Umum di Kampus IPDN
20
Manakah yang lebih penting antara karakter dan kompetensi? Boleh jadi jawabannya samasama penting. Namun bila pertanyaan tersebut diajukan kepada Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty, maka jawabannya tegas: karakter lebih penting daripada kompetensi.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA JABAR upaya peningkatan kualitas penduduk. Berdasarkan struktur umur penduduk, Indonesia kini tengah memasuki bonus demografi, di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya lebih besar dari pada penduduk anak-anak dan lansia. Kondisi ini memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, dengan syarat penduduknya harus kualitas,” papar Surya.
Kampus IPDN Jatinangor
B
ertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke88 tahun 2016, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty memberikan kuliah umum di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor. Di hadapan ribuan praja, sebutan mahasiswa IPDN, Surya menyampaikan tema “Gerakan Revolusi Mental dalam Membentuk Karakter Pemuda Indonesia yang Berdaya Saing”. “Upaya pengendalian kuantitas dan mobilitas penduduk perlu dilakukan berbarengan dengan
Surya mengklaim, bonus demografi tidak lepas dari hasil kinerja BKKBN menekan total fertility rate (TFR) alias angka kelahiran total dari 5,6 anak per wanita pada 1970-an menjadi 2,6 anak per wanita pada 2010. Walau sebuah peluang, Surya juga mengingatkan bonus demografi tidak otomatis membawa kesejahteraan. Bonus demografi menurutnya harus didukung dengan kualitas sumber daya manusia berdaya saing, terlebih Indonesia juga terikat dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), di mana tidak hanya produk-produk barang dan modal saja yang bisa masuk ke Indonesia, tetapi juga tenaga kerja asing. Karena itu, Surya menekankan pentingnya pembangunan karakter dan kompetensi manusia Indonesia. Secara kompetensi, Indonesia masih relatif rendah karena rata-rata lama sekolah orang Indonesia kurang dari delapan tahun, atau tidak tamat SMP. Pun demikian dengan karakternya yang masih lemah, bermental negatif dan tidak suka bekerja keras. “Situasi ini menurutnya membutuhkan pembangunan mental dan karakter lebih utama dari pada kompetensi. Sebagaimana disampaikan Presiden Pertama RI Sukarno bahwa membangun jiwa bangsa adalah hal yang utama sebelum membangun ekonomi dan
pertahanan. Pandangan inilah yang kemudian mendasari lahirnya gagasan Revolusi Mental yang tertuang dalam Nawacita atau sembilan agenda prioritas pemerintah pada 2014-2019,” tandas Surya. Surya memastikan BKKBN berkomitmen mendukung terwujudnya Nawacita tersebut. BKKBN melalui pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) turut andil mewujudkan cita ke3, 5, dan 8. Pada cita ke-3, program KKBPK dilaksanakan berdasarkan asas pemerataan dan kewilayahan yang secara konkret diimplementasikan melalui program Kampung KB sebagai bentuk intervensi program KKBPK secara lintas sektor di wilayah sasaran khusus, yang terpencil dan tertinggal, termasuk daerah-daerah miskin perkotaan dan padat penduduk. Cita ke-5 dilakukan melalui pemberian pelayanan KB berkualitas sepanjang siklus usia reproduksi, melakukan investasi pada balita dan anak melalui optimalisasi tumbuh kembang anak dan mendorong Gerakan Menjadi Orang Tua Hebat, melakukan investasi pada remaja melalui program Generasi Berencana, serta memaksimalkan potensi lansia melaui program Lansia Tangguh. Sementara Cita ke-8 diawali dengan melakukan revolusi mental berbasis keluarga. Keluarga dinilai sebagai unit terkecil dalam masyarakat sekaligus sebagai wahana pertama dan utama bagi penyemaian karakter bangsa. Kuliah umum turut dihadiri Wakil Rektor IPDN Erliana, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, Ambar Rahayu, Direktur Bina Ketahanan Remaja, Siti Fatonah, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sugilar.(HK)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
21
WARTA JABAR
TOLAK KEKERASAN DI SEKOLAH! Provinsi Jawa Barat menegaskan komitmennya untuk menolak segala bentuk kekerasan di lembaga pendidikan. Penegasan tersebut disampaikan melalui Apel Besar Jabar Tolak Kekerasan yang dipimpin Gubernur Ahmad Heryawan berlangsung di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Pemilihan waktu tersebut bertepatan dengan hari pertama masuk sekolah untuk tahun ajaran 2016-2017. Apel yang diikuti ratusan pelajar seKota Bandung ini turut dihadiri pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) dan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat.
22
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA JABAR
G
ubernur Heryawan mengungkapkan kembali harapannya agar jangan ada tindak kekerasan terhadap para siswa, perempuan, termasuk tindak kekerasan terhadap anak di Jawa Barat. “Tidak ada kekerasan berupa memarahi, mempolototi, atau menghukum secara fisik, baik di sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat,” harap Heryawan. Heryawan tidak memungkiri dulu Jabar dikenal sebagai provinsi dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami penurunan signifikan seiring menguatnya peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat. Bahkan, kini Jawa Barat menjadi rujukan utama penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di tanah air. “Sekarang, terutama setelah dibentuknya P2TP2A, Jawa Barat menjadi percontohan penanganan tindak kekerasan di Indonesia,” ujar Heryawan bangga. Di hadapan peserta apel besar, Heryawan sempat meneriakkan yel-yel berisi pesan penolakan terhadap kekerasan. “Kasih sayang, Yes! Kekerasan, No!” pekik Heryawan diikuti peserta apel. Gubernur juga menuliskan pesan-pesan berisi penolakan terhadap kekerasan di atas spanduk rentang diikuti para pelajar siswa dan pimpinan OPD. Melengkapi kampanye Jabar Tolak Kekerasan, Gubernur Heryawan melepas rombongan roadshow belasan mobil unit penerangan (Mupen) keluarga berencana milik Perwakilan BKKBN Jabar dan sejumlah kendaraan taruna siaga bencana (Tagana) milik Dinas Sosial Jawa
Video Converence Pelajar
Barat. Roadshow juga diikuti tim Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Bapusipda) Jawa Barat dan sejumlah OPD lain.
Telekonferensi Apel besar saja tidak cukup. Gedung Sate juga melakukan pemantauan langsung ke sejumlah sekolah di Kota Bandung dan sekitarnya melalui telekonferensi. Telekonferensi atau video conference ini dipimpin Ketua P2TP2A Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan dengan para siswa di sejumlah sekolah, di antaranya SMA Negeri 11 Bandung, dan SMA Negeri 20 Bandung, dan SMA Badan Perguruan Indonesia (BPI) 1 Bandung. Saat konferensi tersebut bertanya tentang pelaksanaan masa orientasi siswa atau Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) di sekolah bersangkutan. Salah satunya menyangkut tugas-tugas yang biasanya diberikan senior maupun perkenalan menggunakan buku berisi daftar senior yang harus dimintai tandatangan. Di luar itu, Netty menyoroti masalah penggunaan ponsel cerdas alias
gadget di kalangan siswa selama berada di sekolah. Netty lantas meminta secara khusus agar pihak sekolah untuk turut mengawasi penggunaan gadget oleh siswa di sekolah. Bila perlu, tegas Netty, dibuatkan tempat penyimpanan khusus ponsel selama jam pelajaran. Pembatasan penggunaan ponsel penting untuk mencegah akses pelajar terhadap konten pornografi yang marak di dunia maya. “Konten pornografi hampir ada di seluruh medsos dan susah menghindarinya. Kita (siswa) yang harus memfilternya,” ujar salah seorang siswa dalam dialognya. “Caranya, yaitu dengan mem-block akun mendsosnya,” tambahnya. Telekonferensi berlangsung selama kurang lebih satu jam. Di bagian akhir, para siswa di masing-masing sekolah menyatakan mendukung gerakan Jabar Tolak Kekerasan. Siswa yang sebagian besar pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dari kelas XI dan XII tersebut juga berusaha meyakinkan pemerintah
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
23
WARTA JABAR bahwa di sekolahnya tidak ada kekerasan atau perpeloncoan selama proses PLS.
Mupen Goes to School Perwakilan BKKBN Jawa Barat memastikan diri turut ambil bagian dalam hajat besar Gerakan Jabar Tolak Kekerasan yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Salah satunya dengan menggelar kampanye tolak kekerasan melalui roadshow mobil unit penerangan (Mupen) ke 10 sekolah di Kota Bandung dan sekitarnya. Kerennya, sebut saja mupen goes to school. Mupen dilepas Gubernur Heryawan usai Apel Besar Jabar Tolak Kekerasan di halaman Gedung Sate. Selanjutnya, kendaraan khas program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) ini langsung menuju 10 sekolah sasaran. Ke10 sekolah tersebut terdiri atas SMA Negeri 14 Bandung, SMA Negeri 20 Bandung, SMA Negeri 3 Bandung, SMK PU Bandung, SMA Negeri 15 Bandung, SMA Negeri 11 Bandung, SMK Negeri 3 Bandung, SMK Negeri 4 Padalarang, dan SMA Negeri 1 Padalarang. Di sekolah, tim roadshow menyajikan topik khusus tentang program Generasi Berencana (Genre) yang di dalamnya turut mengampanyekan penolakan terhadap kekerasan. Tim roadshow juga aktif memantau jalannya kegiatan pengenalan lingkungan sekolah (PLS) atau sebelumnya dikenal dengan masa orientasi sekolah (MOS) maupun jalannya telekonferensi antara Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar Netty Prasetiyani Heryawan dengan para siswa di sekolah yang bersangkutan.
24
“Sejak awal BKKBN sangat concern pada upaya-upaya pemberantasan kekerasan di kalangan remaja maupun keluarga. Untuk remaja misalnya, kampanye penolakan kekerasan terhadap kekerasan dikemas melalui program Genre yang fokus pada pencegahan narkoba, seks pranikah, dan HIV/AIDS. Fokus kami pada bagaimana mengatakan ‘tidak’ pada tiga hal tadi. Dalam pandangan BKKBN, seks pranikah berkaitan erat dengan kekerasan seksual,” terang Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) BKKBN Jabar Elma Triyulianti saat ditemui sebelum roadshow mupen.
beberapa waktu lalu.
Lebih jauh Elma menjelaskan, dukungan terhadap gerakan Jabar Tolak Kekerasan merupakan sinergi berkelanjutan antara BKKBN dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan P2TP2A Jabar. Sebelumnya, BKKBN juga memberikan dukungan aktif dalam programprogram yang dihelat Gedung Sate dan P2TP2A maupun pemangku kepentingan lain yang berhubungan dengan program KKBPK. Sebut saja misalnya “Gerakan 20 Menit Mendampingi Anak” yang sudah diluncurkan
sangat relevan dengan program BKKBN,” jelas Elma.
“Domain BKKBN tidak semata-mata program KB, melainkan sangat luas menyangkut kependudukan dan pembangunan keluarga. Dalam kerangka pembangunan keluarga tersebut, BKKBN konsisten dalam mendukung dan mengampanyekan delapan fungsi keluarga. Selain fungsi reproduksi yang identik dengan KB tadi, ada tujuh fungsi lain yang harus menjadi perhatian keluarga: agama, pendidikan, cinta kasih, perlindungan, sosial dan budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dengan demikian, gerakan Jabar Tolak Kekerasan
Sekolah Bebas Kekerasan Ditemui terpisah di sela roadshow, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA Negeri 11 Bandung Dhiah Kuswarini menjamin masa pengenalan sekolah melalui kegiatan PLS terbebas dari praktik kekerasan. Bahkan, sambung Dhiah, aksi perpeloncoan sudah lama hilang dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA JABAR “Saya berani pastikan dan saya jamin tidak akan ada tindakan kekerasan atau perpeloncoan apapun di SMA 11 (Bandung). Semua program PLS diawasai ketat oleh para guru. Kami tidak menyerahkan sepenuhnya ke siswa senior, tetapi diawasi guru secara ketat. Kalaupun ada keterlibatan siswa dalam hal ini pengurus OSIS, itu sifatnya hanya membantu,” tegas Dhiah. Dhiah yang memiliki portofolio tujuh tahun menjadi pembina organisasi siswa intra sekolah (OSIS) mengaku sangat menghargai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 18
Hanya tugas-tugas yang dianggap relevanlah yang boleh diberikan kepada siswa baru. “Sebelum memberikan tugas kepada siswa baru, kami pihak sekolah duduk bareng dengan pengurus OSIS. Mana tugas yang relevan dan mana yang tidak relevan. Setelah disepakati, barulah diberikan kepada siswa baru. Misalnya ada nama makanan yang dianggap tekatekinya terlalu menyulitkan, langsung kami coret. Jadi, sebetulnya tidak mengada-ada. Selama ini sekolah tidak lepas tangan,” jelas Dhiah. Namun demikian, Dhiah memahami kehawatiran
Ikrar Pelajar Tolak Kekerasan
Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru. Namun demikian, tanpa mengurasi rasa hormat terhadap pemerintah, Dhiah menilai keluarnya Permendikbud memunculkan kesan adanya ketidakpercayaan terhadap pihak sekolah dan organisasi siswa. Tanpa Permendikbud tersebut, sambung Dhiah, praktik-praktik perpeloncoan sudah lama hilang di sekolah. Adapun penugasan yang diberikan kepada siswa baru senantiasa didiskusikan antara OSIS dengan sekolah.
masyarakat terhadap kemungkinan adanya praktik perpeloncoan di sekolah. Keluarnya Permendikbud 18/2016 merupakan respons pemerintah atas kekhawatiran masyarakat tersebut. Menjawab kekhawatiran tersebut, sambung Dhiah, pihak sekolah mempersilakan para orang tua untuk turut memberikan pengawasan jalannya kegiatan PLS. Apalagi, tahun ini orang tua disarankan untuk mengantar anak pada hari pertama sekolah.
Pengakuan serupa diungkapkan dua siswa SMA Negeri 11 Bandung yang ditemui di sela kegiatan PLS, Mustika Nur dan Naufal Arya. Siswa kelas XI ini mengaku tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar atau penugasan aneh selama pengenalan sekolah. Beberapa tugas yang diterima dapat dikategorikan wajar dan tidak sampai menimbulkan cedera fisik maupun nonfisik. Mengutip Permendikbud 18/2016, pemerintah melarang sejumlah contoh penggunaan atribut dalam pelaksanaan PLS. Beberapa di antaranya sebagai berikut: 1) Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya; 2) Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris dan sejenisnya; 3) Aksesoris di kepala yang tidak wajar; 4) Alas kaki yang tidak wajar; 5) Papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya dan/ atau berisi konten yang tidak bermanfaat; 6) Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran. Selain itu, Permendikbud juga melarang sejumlah aktivitas sebagai berikut: 1) Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu; 2) Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat (menghitung nasi, gula, semut, dsb); 3) Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru; 4) Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti menyiramkan air serta hukuman yang bersifat fisik dan/ atau mengarah pada tindak kekerasan; 5) Memberikan tugas yang tidak masuk akal seperti berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta membawa barang yang sudah tidak diproduksi kembali; 6) Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.(DUAANAK. COM)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
25
WARTA JABAR
Pelayanan KB Terpusat
Membangun Budaya Kerja Cetak Tegas
M
erosotnya wibawa bangsa, lemahnya sendi perekonomian bangsa, intoleransi, dan krisis kepribadian bangsa menjadi masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Kondisi ini kemudian melahirkan gerakan revolusi mental yang digagas langsung Presiden Jokowi. Semangat revolusi mental kemudian secara konkret tertuang pada cita ke-8 Nawa Cita Pemerintahan JokowiJK, yakni melakukan revolusi karakter bangsa. Oleh BKKBN nilai-nilai revolusi mental ini kemudian dijabarkan
26
kedalam budaya kerja Cerdas, Tangguh, Kerjasama, Integritas dan Ikhlas (Cetak Tegas). Cetak Tegas adalah komitmen BKKBN dalam mendukung gerakan Revolusi Mental. Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga BKKBN Chamnah Wahyuni mengatakan gerakan revolusi mental selaras dengan visi BKKBN untuk menjadi lembaga yang andal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan membentuk keluarga-keluarga Indonesia berkualitas. “Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong
sebagaimana nilai-nilai revolusi mental,” ucap Chamnah pada kegiatan Orientasi Internalisasi Budaya Kerja Cetak Tegas bagi ASN di Lingkungan Perwakilan BKKBN Jabar baru-baru ini. Saat ini, jelas Chamnah, BKKBN dihadapkan pada sejumlah tantangan pembangunan kependudukan, seperti stagnasi total fertility rate (TFR) pada angka 2,6. Sementara idealnya TFR ada pada angka 2,1 atau setidaknya turun menjadi 2,28 pada 2019. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk (LPP) juga cenderung stagnan dalam 15 tahun terakhir diangka 1,49 persen. Selain faktor kuantitas, kualitas sumber
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA JABAR
daya manusia Indonesia juga mengkhawatirkan. Chamnah menyebut bahwa indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang hanya menempati posisi ke 111 dari 188 negara. Situasi ini yang kemudian memerlukan semangat revolusi mental agar BKKBN dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Untuk itu, BKKBN berupaya mengadopsi nilai-nilai revolusi mental tadi dalam suatu budaya kerja yang bisa menjadi tuntunan bagi setiap ASN di lingkungan BKKBN, sehingga dirumuskanlah apa yang disebut budaya kerja Cetak Tegas. Cetak Tegas merupakan singkatan dari Cerdas, Tangguh, Kerjasama, Integritas dan Ikhlas, yakni nilai- nilai yang diyakini dapat mewujudkan visi dan misi BKKBN. “Kita ingin setiap ASN memiliki komitmen perseorangan tentang apa yang dimaksud dengan cerdas, tangguh, kerjasama, integritas, dan ikhlas,” kata Chamnah. Dijelaskannya dengan bekerja cerdas, setiap ASN BKKBN diharapkan mampu bertindak optimal secara efektif dan efisien dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Sementara “Tangguh” diartikan sebagai semangat kerja pantang menyerah dalam meraih suatu tujuan. Selanjutnya “Kerjasama” diartikan sebagai perilaku untuk membangun jejaring dengan prinsip saling menghargai melalui komunikasi yang kondusif dalam mencapai tujuan bersama. Kemudian dengan “Integritas” akan terbangun perilaku yang jujur, konsisten antara perkataan dan perbuatan. Terakhir “Ikhlas” adalah suatu prilaku tulus dan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab. (HK)
Penta Loka Saka Kencana
Saka Kencana Jabar Terbaik Nasional
F
orum Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) Jawa Barat sukses menjadi yang terbaik pada ajang Pentaloka Saka Kencana Nasional di Highland Resort Hotel Bogor baru-baru ini. Tim Saka Kencana Jabar yang diwakili duo Tuti Alawiyah dan Salim berhasil meraih predikat sebagai Tim Terbaik dan Saka Kencana Inovasi Tinggi. Menyusul di peringkat berikutnya berturut-turut Forum Saka Kencana DKI Jakarta, Lampung, dan Sumatera Barat. Saka Kencana merupakan satuan karya pramuka yang mewadahi kegiatan dan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan praktis dan bakti masyarakat dalam bidang keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan pengembangan kependudukan. Satuan karya ini dibentuk untuk membina anggota Gerakan Pramuka agar dapat menjadi tenaga kader pembangunan dalam bidang
keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan pengembangan kependudukan guna memantapkan pelembagaan norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS) sebagai cara yang layak dan bertanggung jawab dari seluruh keluarga dan masyarakat Indonesia. Bersamaan dengan ajang Pentaloka Saka Kencana, juga dilaksanakan Pemilihan Duta Generasi Berencana (Genre) tingkat Nasional. Dalam pemilihan ini, duta Jabar Syfa Alsakina dari PIK Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berhasil meraih juara harapan I untuk kategori putri. Sedang untuk kategori putra, Jawa Barat yang diwakili oleh Rizki Nugraha dari PIK Mahasiswa President University Kabupaten Bekasi harus kandas di babak 10 besar. Adapun yang terpilih sebagai Duta Genre terbaik tingkat nasional adalah perwakilan dari Provinsi Sulawesi Selatan yang berhasil menjuarai kategori putra maupun putri.(HK)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
27
WARTA DAERAH
Keberadaan Kampung Keluarga Berencana (Kampung KB) di perkampungan nelayan Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, cukup membuat penasaran para peliput yang sehari-hari bertugas di Cirebon dan sekitarnya. Mereka pun tampak antusias menyimak paparan seputar Kampung KB saat berlangsungnya Temu Kemitraan Media Wilayah untuk Pembangunan KKBPK Jawa Barat di kantor Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BKPP) Wilayah III Cirebon, Jalan Siliwangi Nomor 14 Cirebon, pada September lalu.
T
emu media yang diprakarsai Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat ini menghadirkan tiga narasumber utama, terdiri atas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapati, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cirebon Elan Jaelani, Deputi BKKBN Bidang Pengendalian Penduduk Wendy Hartanto, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar, Ketua IPKB Jawa Barat Dadi Ruswandi, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan
28
Temu Media Mitra KKBPK
Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Cirebon Supadi Priyatna, Direktur Advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) BKKBN Sugiyono, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN Eli Kusnaeli, dan sejumlah pemangku kepentingan terkait. Dari unsur media, tampak hadir para kontributor media cetak dan elektronik nasional maupun jurnalis lokal se-Cirebon Raya. Sementara dari unsur IPKB tampak para koordinator wilayah (Korwil) se-Jawa Barat, antara lain Korwil Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek), Korwil Priangan
Timur, dan Korwil Cirebon Raya. Selain itu, hadir pula Ketua IPKB Kota Banjar, Ketua IPKB Kabupaten Kuningan, pengurus IPKB Kabupaten Majalengka, dan perwakilan IPKB Jawa Barat. Dalam paparannya, Kepala BKKBN Surya Chandra menjelaskan, Kampung KB merupakan sebuah miniatur pembangunan manusia Indonesia. Surya menilai selama ini pembangunan Indonesia melulu berdimensi fisik, belum menyentuh aspek kemanusiaan. Karena itu, membutuhkan sebuah revolusi karakter bangsa melalui revolusi mental yang mengakar
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA DAERAH bersama sektor terkait lainnya, seperti kesehatan, pendidikan, perumahan dan lingkungan, supaya nanti mereka akan lebih sejahtera dan berbahagia dengan dua anak cukup,” terangnya lagi. Menurut Surya, kampung KB dibuat untuk menyukseskan Nawa Cita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat pedesaan. Program ini juga sesuai cita kelima untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan cita kedelapan untuk merevolusi karakter bangsa.
Jurnalis Cirebon Antusias Diskusi Kampung KB pada masyarakat, termasuk masyarakat miskin dan terpinggirkan. Tanpa adanya revoluasi mental, imbuh Surya, masyarakat miskin tidak akan mampu keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini menjeratnya. “Salah kalau ada yang menyebut masyarakat miskin butuh makan, sehingga tidak butuh revolusi mental. Justru mereka ini butuh revolusi mental. Jangan sampai orang miskin terus menerus tidak berdaya dengan kemiskinannya dan terus mereproduksi kemiskinan. Orang tua miskin melahirkan anak miskin untuk kemudian
menikah dengan anak miskin lagi. Hasilnya ada keluarga miskin yang kelak melahirkan anak miskin lagi. Paradigma ini perlu diubah,” tegas Surya Chandra. Sejalan dengan itu, Surya menjelaskan, Kampung KB diterapkan di daerah kumuh, miskin, dan banyak terdapat anak. Dengan begitu, nantinya pembangunan berwawasan kependudukan dilaksanakan di tempat itu bersama warga setempat. “Jadi situ dibuat perencanaan program kependudukan KB dan pembangunan keluarga
“Hingga saat ini sudah 400 kampung KB, bahkan mendekati target 536 kampung KB, karena satu kabupaten satu kampung KB. Bahkan direncanakan pada 2017 mendatang, satu kecamatan satu kampung KB,” ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Bappeda Kabupaten Cirebon Elan Jaelani menjelaskan, Kampung KB merupakan salah satu program unggulan Kabupaten Cirebon. Meski secara teknis dikelola BPPKB, namun manajemen pengelolaan umumnya melibatkan pemangku kepentingan lain. Di Kampung KB yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Januari 2016 lalu tersebut setiap dinas atau badan daerah menggulirkan kegiatan masingmasing yang dikelola secara terpadu oleh sebuag kelompok kerja. “Kabupaten Cirebon telah menetapkan bahwa Kampung KB merupakan salah satu program prioritas daerah. Dari 18 program prioritas, salah satunya adalah Kampung KB. Tahun ini kami menargetkan pembentukan 10 Kampung KB. Sementara yang sudah terbentuk ada tiga Kampung KB,” jelas Elan. (DUAANAK.COM)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
29
WARTA DAERAH
Penyerahan Bibit
Bonus Demografi Perlu Daya Dukung Lingkungan
B
onus demografi 20202035 menjadi peluang yang sangat strategis bagi Indonesia untuk menjadi pemain dunia atau global player dalam melakukan percepatan pembangunan dan menempatkan diri untuk sejajar dengan bangsabangsa maju lain. Namun, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan hal tersebut bisa saja terhambat bila tak dibarengi dengan daya dukung lingkungan yang baik. Kemajuan yang akan dicapai Indonesia tidak akan terlepas dari dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Pada
30
saat yang sama, daya dukung lingkungan tak bisa dipisahkan darinya. Daya dukung lingkungan menjadi sangat penting karena menunjang keberlangsungan hidup SDM yang akan menjadi motor kemajuan. Pun daya dukung lingkungan hidup ditentukan oleh kapasitas alam dalam menyediakan sumber daya, dan juga ruang bagi kelangsungan hidup manusia, serta makhluk lainnya. Sehingga diperlukan kelestarian alam untuk menjaganya. “Tahun 2020-2035 Indonesia punya bonus demografi, yaitu 64 persen penduduk Indonesia
adalah anak muda berusia produktif. Sementara sisanya 46 persen lainnya adalah usia anak-anak dan lansia. Nah, maka SDM ini harus kita persiapkan dari sekarang. Salah satu tantangannya daya dukung lingkungan. Sekarang kalau daya dukung lingkungannya buruk, anak-anak mau sekolah tapi sekolahnya rusak karena daerahnya terjadi bencana, mau bagaimana?” ungkap Wagub Deddy Mizwar pada acara Ngaruwat & Ngarawat Cikuray di SMP & SMK Persada Bayongbong, Kabupaten Garut, baru-baru ini. Karena itu, setiap pembangunan yang ada perlu dibarengi
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA DAERAH kelestarian lingkungan. Ini penting untuk menjaga keseimbangan alam sekaligus meminimalisasi terjadinya bencana. Wagub menyambut baik acara yang diikuti siswa dan siswi SMP dan SMK Persada Bayongbong Garut ini. “Setiap waktu bertambah manusia, perlu rumah, perlu sarana pendidikan, sarana transportasi, jalan-jalan dibangun, semuanya harus memperhitungkan lingkungan. Di samping itu, kita harus membuat kesadaran bagaimana membangun daya dukung lingkungan supaya tidak terjadi bencana,” katanya. Pelestarian lingkungan juga perlu dilakukan menyeluruh mulai hulu hingga hilir. Di hilir bisa dilakukan dengan normalisasi sungai atau menghindari pencemaran sungai, ataupun pembenahan drainase. Di hulu, penanaman pohon di lahan kritis menjadi hal yang perlu diusahakan. Juga pada daerah serapan air perlu diperhatikan tanaman yang sesuai. Deddy pun mengajak anak-anak pelajar peserta kegiatan untuk cinta lingkungan, dan gemar menanam pohon.
bahwa mulai 2020 sampai 2035 usia produktif atau usia 16 sampai 30 tahun warga Indonesia akan mencapai 150 juta jiwa. Jumlah ini sekitar 64 persen dari total jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa. Selama kisaran waktu 15 tahun tersebut, Indonesia akan menikmati masa emas atau era langka yang disebut dengan Bonus Demografi, dimana jumlah usia produktif Indonesia diproyeksikan berada pada grafik tertinggi dalam sejarah bangsa ini. “Bonus demografi ini harus kita manfaatkan agar dalam global player Indonesia bisa berada di peringkat ketujuh dunia. Karena itu, kita harus persiapkan pendidikan, penguasaan IT, dan pengetahuan bagi generasi muda kita agar bisa berbuat sesuatu yang membanggakan bagi Indonesia di kancah dunia,” kata Wagub saat memimpin peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-88 Tingkat Provinsi Jawa Barat di halaman Gedung Sate. Untuk itu, momentum peringatan Hari Sumpah menjadi salah satu tonggak kebangkitan generasi muda menyongsong menjelang
tibanya bonus demoghrafi. Deddy mengatakan, Indonesia harus segera menyiapkan generasi muda yang unggul agar bonus demografi ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bonus demografi menjadi kesempatan satu-satunya untuk memastikan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia menjadi negara maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya. Dalam hal ini, generasi muda merupakan tulang punggung pada periode bonus yang hanya datang sekali dalam sejarah kebangsaan sebuah negara. “Di depan mata kita ada MEA dan Perdagangan Bebas Asia dan Dunia. Saatnya pemuda Indonesia, khususnya pemuda Jawa Barat, membangun visi yang besar menatap dunia,” pesannya. Dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-88 ini, Pemprov Jabar memberikan penghargaan bagi para pemuda pelopor di Jawa Barat dan memberikan uang pembinaan sebesar Rp 20 juta. Uang pembinaan juga diserahkan kepada organisasi kepemudaan berprestasi di Jawa Barat.(*)
“Mulai sekarang Anak-anaku sekalian, andai kata besok kiamat dan sekarang kita genggam benih pohon, tetap harus kita tanam hari ini,” kata Deddy pada para pelajar. Pun pada kegiatan tersebut, ditanam sebanyak 1000 pohon oleh komunitas pecinta lingkungan, bersama para pelajar SMP dan SMK Persada Bayongbong Garut, terdiri dari bibit aren, bibit mahoni, bibit karet, bibit albasiah, bibit ekaliptus, serta tanaman pohon lainnya.
Tulang Punggung Dalam kesempatan terpisah, Wagub Deddy mengingatkan
Penyerahan Penghargaan Pemuda
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
31
WARTA DAERAH
Peresmian Kampung KB Kota Depok
Depok Siapkan Cimpaeun Jadi Kampung KB Percontohan
K
eberadaan Kampung Keluarga Berencana atau Kampung KB di Jawa Barat terus bertambah. Belum lama ini, Kota Depok menampah satu nama lagi dalam daftar setelah diresmikannya Kampung KB Cimpaeun di RW 09, Kelurahan Cimpaeun, Kecamatan Tapos. Pencanangan juga sekaligus meresmikan pembentukan kelompok kerja (Pokja) KB di wilayah tersebut. Acara dihadiri Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (BPMK) Kota Depok Eka Bachtiar, Kepala Diklat Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Bogor Abdullah, Lurah Cimpaeun Tri Susanto, dan sejumlah pemangku kepentingan
32
terkait. Eka menjelaskan, Kampung KB merupakan salah satu bentuk implementasi program unggulan Kota Depok, yakni program ketahanan keluarga. Eka menegaskan, untuk menciptakan ketahanan keluarga maka tiap keluarga harus memiliki kualitas, baik dalam norma agama, pendidikan, dan lain-lain. Nah, Kampung KB diperlukan sebab keberhasilan program KB akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga prasejahtera untuk menuju yang lebih baik. “Kota Depok menargetkan setiap kecamatan memiliki satu Kampung KB. “RW 9 ini merupakan percontohan. Nantinya kami akan membentuk di tiap kelurahan satu
Kampung KB. Untuk itu, diharapkan partisipasi dari tiap OPD (organisasi perangkat daerah), camat, lurah, dan juga masyarakat untuk mendukung program ini,” ungkap Eka. Di tempat yang sama, Lurah Cimpaeun Tri Susanto mengaku bersyukur wilayahnya mendapatkan kesempatan terpilih menjadi kampung KB. Pemilihan ini sendiri merupakan hasil rapat dan survei dari pihak BPMK Kota Depok dan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat. “Kami selalu support program yang dicanangkan pemerintah. Saya berharap kami bisa menjadi percontohan yang baik bagi wilayah lainnya,” ujarnya.
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA DAERAH Sebelumnya, Kepala Bidang KB dan Pengendalian Kependudukan BPMK Kota Depok Lizanova menjelaskan Kampung KB diperlukan di seluruh desa di Indonesia. Sebab, keberhasilan program KB akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan kesejahteraan keluarga prasejahtera untuk menuju yang lebih baik. “Kampung KB akan membangun masyarakat yang sejahtera dari tingkat keluarga. Selain itu, pencanangan Kampung KB ini juga merupakan amanah Presiden Jokowi yang terdapat dalam sembilan prioritas atau Nawacita,” jelas Liza. Menurut Liza, hal terpenting dari pencanangan Kampung KB adalah gerakan dari program-program KB yang mampu bersinergi dengan program pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Guna menyukseskannya yaitu dengan cara melakukan sosialisasi, komunikasi, edukasi tentang program KB kepada masyarakat, serta pelayanan KB. Kampung KB dibangun guna meningkatkan kualitas suatu wilayah melalui program kependudukan, KB, dan pembangunan sektor terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Pencanangan kampung KB ini juga didesain untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap pengolahan program KB. “Intinya kami ingin memberikan akses pelayanan kepada masyarakat dan informasi program keluarga berencana secara optimal,” lanjutnya. Liza berharap, dari satu wilayah percontohan ini bisa menularkan semangat kepada RW atau kelurahan lainnya. Sehingga program KB ini bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat. (DEPOK.GO.ID)
KIE di Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sukabumi Hemat Ratusan Miliar Berkat Keberhasilan Program KB
Tak banyak pihak yang memahami pentingnya pengendalian penduduk dan keluarga berencana (KB). Pemicunya, hasil program tersebut tidak bisa dilihat dalam waktu cepat. Nah, Kabupaten Sukabumi menemukan fakta sebaliknya. Benefit program KB ternyata luar biasa besar bila dilihat dari cost saving yang bisa dilakukan daerah.
K
epala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKBD) Kabupaten Sukabumi Ade Mulyadi mengungkapkan hal itu di Gedung Pendopo Negara Sukabumi, pertengahan Oktober 2016 lalu. Ade memastikan program KB berhasil menekan potensi kelahiran penduduk di Kabupaten Sukabumi. Kondisi yang sudah berjalan beberapa tahun ini berimbas kepada penghematan hingga ratusan miliar.
Ade menjelaskan, potensi kelahiran di Kabupaten Sukabumi sekitar 47 ribu per tahunnya. Padahal, sebelum adanya program KB potensi kelahiran di kabupaten terluas se-Jawa dan Bali ini mencapai 123 ribu orang. Penekanan potensi kelahiran penduduk itu berimbas kepada penghematan anggaran. Berdasarkan hasil penelitian pada 2015, untuk satu kelahiran minimal memerlukan biaya sebesar Rp 6 juta. Rinciannya, untuk asumsi biaya penyediaan
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
33
WARTA DAERAH pelayanan dasar kesehatan Rp 2,5 juta dan pelayanan pendidikan dasar Rp 3,5 juta untuk setiap anak yang lahir. “Bila dilakukan penghitungan sekarang ini maka nilainya bisa meningkat menjadi Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per satu kelahiran. Jika tetap mengacu pada hitungan Rp 6 juta per satu kelahiran saja, penghematan anggaran bisa mencapai Rp 400 miliar per tahun,” terang Ade seperti dikutip Poskotanews. Tentu, keberhasilan penekanan potensi kelahiran ini bukan sematamata berkat kerja keras BKKBD. Ade mengaku terus bekerjasama dengan dengan instansi terkait lainnya untuk menggulirkan program KB yang terintegrasi dengan pembangunan lainnya. Salah satunya melalui pengembangan program Kampung Keluarga Kecil Berkualitas (Kampung KKB) yang di dalamnya melibatkan hampir seluruh stake holder pembangunan di daerah. Di tempat terpisah, Neneng Permatasari, asal Desa Cibolang, Kecamatan Gunungguruh mengaku sudah lima tahun terakhir menjadi peserta KB. Neneng memutuskan berKB lantaran menganggap sudah cukup memiliki tiga anak. “Begitu anak ketiga lahir, saya putuskan ikut KB. Cukup tiga anak saja. Saya sadar, nantinya anak-anak membutuhkan biaya. Apalagi untuk biaya pendidikan,” ungkapnya.(*)
34
Mural di Kampung KB Kota Cimahi
K
ota Cimahi sudah memiliki Kampung KB sejak delapan bulan lalu. Diresmikan pada April 2016 lalu, RW 12 di Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara, kini mulai berubah. Perubahan terlihat jelas bila dikontraskan dengan kondisi sebelum ditetapkan sebagai Kampung KB mengingat daerah tersebut dikenal kumuh. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kota Cimahi Erick Yudha mengklaim, selama delapan bulan mengembangkan program Kampung KB, banyak perubahan yang terjadi di RW 12. Yang
tadinya kesadaran masyarakat mengenai KB kurang, sekarang menunjukkan peningkatan. “Kondisi awalnya kan tidak seperti itu. Setelah ada pembinaan selama delapan bulan, dari April sampai saat ini, perubahannya drastis. Yang tadinya tidak ada kelompok binaan lansia, balita, maupun remajanya, sekarang terbentuk,” kata Erick seperti dikutip Cakrawalamedia. Lebih jauh Erick menjelaskan, Kampung KB dibangun sebagai salah satu bentuk implementasi program prioritas Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan Nawacita. Yakni, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
WARTA DAERAH
Berubah Setelah Jadi Kampung KB Kota Cimahi Siapkan Kampung KB di Tiap Kecamatan dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Jawa Barat sendiri terpilih menjadi daerah pertama tempat dicanangkannya Kampung KB oleh Presiden Joko Widodo pada awal Januari 2016 lalu, tepatnya di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon.
Erick, karena kondisi wilayah tersebut yang bisa dikatakan kumuh. Partisipasi masyarakat dalam ber-KB juga rendah. “Sehingga kita masuk ke sana, wilayah itu menjadi lebih baik dan masyarakatnya pun ikut berpartisipasi dalam program KB,” ujarnya.
“Pembentukan (Kampung KB di Kota Ciamahi) itu April sekalian verifikasi. Bergerak selama delapan bulan sampai sekarang. Kampung KB itu dari Nawacita, pencanangannya di Jawa Barat, terus dikembangkan,” terang Erick di kantornya, Oktober lalu.
Bagi Erick, sebetulnya Kampung KB tidak jauh berbeda dengan Program Peningkatatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera, sehingga di Cimahi disinergikan. “Mungkin berbeda dengan tempat lain, kami kenapa disatukan dengan P2WKSS, supaya programnya terpadu,” katanya.
Pemilihan lokasi Kampung KB di RW 12 Pasirkaliki, papar
Ke depannya, terang Erick, pihaknya menargetkan minimal di setiap kecamatan terdapat Kampung KB. Hal tersebut dilakukan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya kaum perempuan betapa pentingnya KB. “Kita berharap, paling tidak tahun ini nambah dua Kampung KB,” imbuhnya. Ketua RW 12 Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi Edi Siswanti mengatakan, sejak dibentuknya program Kampung KB di wilayahnya, kesadaran masyarakat mengenai kondisi lingkungan dan KB semakin meningkat. “Kesejahteraan sudah meningkat. Ada perubahan kebersihan fisik,” katanya.(*)
WARTA KENCANA • NOMOR 28 • TAHUN VII • 2016
35