MAJALAH WARTA KENCANA EDISI #30-2016

Page 1



4

WARTA UTAMA

RAPOR KINERJA KKBPK JABAR 2016 4 12 WARTA UTAMA WARTA UTAMA

Pasang Surut Peserta KB Aktif

23 WARTA JABAR Pembentukan Karakter Dimulai dari Keluarga

Tarik Ulur Status Petugas Lapangan KB

15

WARTA UTAMA Siasat Legokan Menyambut SDKI 2017

20 WARTA UTAMA Getok Tular Generasi Berencana

Cover Story Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyampaikan Salam Genre kepada peserta Gebyar Ketahanan Keluarga Indonesia 2016 di Bukit Golf Cibodas, Kabupaten Cianjur. Acara ini berlangsung meriah diikuti sejumlah keluarga Jawa Barat.

30 WARTA JABAR LAPORAN KHUSUS 31 IPKB Ganti Nama?

Kampung KB, Kampung Harapan

Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR, IDA INDRAWATI, DODDY H. GANDAKUSUMAH, YUDI SURYADHI, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Plt. Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

3


WARTA UTAMA

Peserta KB baru untuk kontrasepsi IUD

PASANG SURUT PESERTA KB AKTIF • Peserta KB Aktif Jabar Kini Jadi 7,129 Juta • Peserta KB Baru 1,304 Juta, Setengahnya Suntik Tahun 2016 terbilang “berat” bagi pengelola program KKBPK. Di Jawa Barat maupun nasional. Alat dan obat kontrasepsi (Alokon) kembali menjadi alasan ketidakberdayaan pengelola dalam menggerakkan program. Meski begitu, Jabar termasuk tangguh. Capaian hingga akhir tahun menunjukkan angka di atas 100 persen, baik peserta baru maupun peserta aktif.

4

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA

K

epala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sugilar sumringah ketika ditanya capaian akhir program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) sepanjang 2016. Ditemui di ruang kerjanya belum lama ini, Gilar –sapaan akrab Sugilar– mengaku bersyukur pencapaian program 2016 masuk kategori “rapor biru” alias berkinerja baik karena berhasil membukukan capaian positif. Kinerja moncer tersebut tercermin dari raihan peserta KB baru maupun KB aktif sepanjang 2016 lalu. Sampai akhir Desember 2016, Jawa Barat sukses menggaet 1.304.809 peserta KB baru. Jumlah ini melampui target atau perkiraan permintaan masyarakat (PPM) sebanyak 1.239.380 peserta. Dibandingkan dengan target tersebut, capaian Jabar menyentuh angka 105,28 persen. Dari jumlah tersebut, 52,75 persen atau lebih dari setengahnya merupakan pengguna KB suntik. Sementara proporsi pengguna pil pada angka 28,14 persen. Peserta KB aktif malah lebih menggembirakan bila dibandingkan dengan target yang sudha terlebih daulu dipatok pada aal tahun. Dari target 5.820.220 peserta, Jabar berhasil membukukan angka 7.129.900 peserta KB aktif atau 122,5 terhadap target. Dari jumlah tersebut, 21,53 persen di antara merupakan peserta KB untuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Capaian MKJP ini sedikit mengalami kenaikkan bila dibandingkan dengan proporsi MKJP pada akhir 2015 lalu sebesar 21,53 persen.

Menarik bila capaian KB aktif 2016 ini bila dibandingkan dengan kondisi existing pada akhir 2015 lalu. Pada Desember 2015 lalu, tercatat peserta KB aktif di Jawa Barat berjumlah 7.114.256 peserta. Adapun jumlah pasangan usia subur (PUS) kala itu berjumlah sebanyak 9.541.148 keluarga. Dengan demikian, angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) Jabar mencapai 74,56 persen. Setahun kemudian, jumlah peserta KB aktif Jabar menjadi 7.129.900 peserta atau sekitar 74,88 persen dibandingkan dengan jumlah PUS sebanyak 9.521.667 pasangan. Membandingkan dua angka tersebut cukup menarik. Meski mendapat 1,304 juta peserta KB “baru”, rupanya total peserta KB aktif dalam satu tahun terakhir hanya bertambah 15.644 peserta. Berarti kehadiran peserta KB baru hanya mampu menambah 0,19 persen PA. CPR juga terdongkrak bukan semata-mata karena meroketnya capaian PA, melainkan karena adanya penurunan PUS dari 9.541.148 pasangan menjadi 9.521.667 pasangan. “Kita tetap bersyukur, Alhamdulillah. Meskipun sedikit, PB tetap memiliki kontribusi

terhadap PA. Beberapa provinsi lain ada yang capaian akhirnya malah turun bila dibandingkan dengan PA sebelumnya,” kata Gilar tanpa merinci provinsi yang dimaksud.

Alokon Tersendat Ya, Jabar memang pantas bersyukur mengingat perjalanan 2016 yang mengharu-biru gara-gara tersendatnya pengadaan alokon. Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jabar Rahmat Mulkan bercerita, setidaknya ada dua alasan yang berkaitan dengan melempemnya kontribusi PB terhadap PA. Pertama, tersendatnya pengadaan alokon yang kemudian berimbas pada tata kelola distribusi. Kedua, pencatatan dan pelaporan masih menyisakan bolong. “Analisisnya banyak faktor. Kalau alokon sudah tersendat, otomatis kita kelabakan. Keterlambatan mulai awal tahun 2016, kita sudah kekurangan. (Alokon) Baru masuk lagi Mei, baru bisa pelayanan MeiJuni. Juni-Juli sudah masuk bulan puasa. Kemudian kegiatan besar seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang cukup menyita waktu. Setelah itu, (alokon) baru masuk lagi Oktober, terutama untuk pil dan suntik,” kata Rahmat

Stok persediaan IUD di gudang BKKBN

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

5


WARTA UTAMA

Capaian Kinerja Program KKBPK Jawa Barat 2016 PESERTA KB BARU S.D. BULAN INI PPM

ALOKON

PESERTA KB AKTIF

PENCAPAIAN

PPM

% MIX

JUMLAH

% THD PPM

% MIX

JUMLAH

% MIX

JUMLAH

% THD PPM

% MIX

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

IUD

106.520

8,59

96.741

90,82

7,41

433.760

7,45

841.841

194,08

11,81

MOW

20.000

1,61

16.096

80,48

1,23

287.890

4,95

197.699

68,67

2,77

MOP

780

0,06

876

112,31

0,07

15.600

0,27

50.608

324,41

0,71

180.040

14,53

96.947

53,85

7,43

274.520

4,72

444.647

161,97

6,24

KONDOM

55.200

4,45

38.750

70,20

2,97

127.800

2,20

129.010

100,95

1,81

SUNTIKAN

583.870

47,11

688.224

117,87

52,75

3.071.290

52,77

3.703.583

120,59

51,94

(1)

IMPLANT

PIL TOTAL

292.970

23,64

367.175

125,33

28,14

1.609.360

27,65

1.762.512

109,52

24,72

1.239.380

100,00

1.304.809

105,28

100,00

5.820.220

100,00

7.129.900

122,50

100,00

PUS

9.142.259

CU / PUS PRIA WANITA MKJP

63,66

9.521.667

74,88

55.980

4,52

39.626

70,79

3,04

143.400

2,46

179.618

125,26

2,52

1.183.400

95,48

1.265.183

106,91

96,96

5.676.820

97,54

6.950.282

122,43

97,48

307.340

24,80

210.660

68,54

16,14

1.011.770

17,38

1.534.795

151,69

21,53

URAIAN

PPM

JML PUS

JML PEST KB

%

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

PA / PUS ANGGOTA POKTAN BKB

77,70

664.721

519.973

PA / PUS ANGGOTA POKTAN BKR

73,30

356.467

266.522

74,77

PA / PUS ANGGOTA POKTAN BKL

64,90

216.715

156.879

72,39

57,10

101.611

83.569

82,24

PA / PUS ANGGOTA POKTAN UPPKS

saat berbincang bersama Warta Kencana di ruang kerja Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar baru-baru ini.

6

PENCAPAIAN

JUMLAH

Apakah ketika PB tinggi tapi kontribusi rendah berarti angka drop out (DO) tinggi? Rahmat maupun Sekretaris BKKBN Jabar Doddy Hidayat Gandakusumah yang siang itu sama-sama turut berbincang menyebut frasa baru “DO administratif”. Yakni, DO bukan semata-mata berhenti menjadi peserta KB, namun hanya berhenti menggunakan satu alokon untuk kemudian memilih alokon baru. Dengan demikian, baik DO maupun PB sebenarnya lebih didominasi administrasi ketimbang benarbenar DO atau benar-benar PB.

ke implant dicatat sebagai PB, padahal sebelumnya juga mereka sudah menjadi peserta KB. Akibatnya muncul DO, tapi administratif. Ini yang ingin kami benahi. Ke depan, kalau ganti cara ya ganti cara, PB ya PB,” tandas Doddy diiyakan Rahmat.

“Banyak yang menjadikan ganti cara (kontrasepsi) sebagai PB. Pengguna suntik yang beralih

Bahkan, Rahmat menyimpulkan bahwa mereka peserta KB tubektomi atau metode

Sugilar

78,22

operasi wanita (MOW) hampir bisa dipastikan ganti cara. Sementara implant atau IUD masih terdapat peserta KB yang benar-benar baru. Penulisan alih cara sebagai PB rupanya sudah meniadi “tradisi” yang mengakar dalam pencatatan dan pelaporan di kabupaten dan kota. Buktinya, meski PB terus bertambah setiap tahun, PA tak pernah naik signifikan. Sebagai perbandingan, dalam lima tahun terakhir peserta KB aktif hanya bertambah 9.509 orang, dari 7.120.391 peserta pada 2012 menjadi 7.129.900 peserta saja pada 2016. “Sebenarnya itu ganti cara, bukan PB. Tapi kabupaten dan kota memasukkannya sebagai PB. Sehingga kalau kita hitung, PB itu tidak signifikan terhadap penambahan PA. Dan, itu secara administrastif terjadi DO. Untuk 2017 mendatang, kami BKKBN

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA akan fokus membenahi itu. PB dicatat PB, ganti cara itu ganti cara,” kata Rahmat. Apalagi, imbuh Rahmat, pada 2017 mendatang penilaian hanya untuk PA. Stagnan atau naik. Inilah yang disebut sebagai additional user KB. Hanya yang benar-benar tambahan PA yang dianggap PB. Walaupun begitu, memang PA tidak bisa tanpa PB. Maklum, selalu ada DO, baik karena berakhirnya usia reproduksi pada perempuan sehingga tidak perlu lagi menggunakan kontrasepsi maupun PUS yang memutuskan berhenti ber-KB untuk kemudian memiliki anak. Pada kasus kedua ini, PUS memilih menjadi peserta KB untuk menjarangkan kelahiran. Ihwal minimnya kontribusi PB terhadap PA, Gilar beralasan karena pada dasarnya peserta KB memang fluktuatif dari tahun ke tahun. Ada kalanya peserta KB naik sigfikan, ada kalanya turun cukup tajam. Gilar mencontohkan, dalam lima tahun terakhir terjadi fluktuasi peserta KB aktif. Pada 2012 lalu, PA Jabar berjumlah 7.120.391 orang. Jumlahnya kemudian 7.071.978 orang pada 2013. Setahun kemudian, 2014, PA

kembali turun menjadi 6.998.177 peserta. Tahun berikutnya, 2015, PA naik menjadi 7.114.256 orang dan bertambah lagi menjadi 7.129.900 orang pada 2016. “Tambahan sekitar 15 ribu PA itu lumayan. Dalam beberapa tahun malah kita pernah minus. Instilahnya rugi bandar. Mendapat PB sekian orang, tapi DO lebih dari PB. Akibatnya, PA jadi turun,” kilah Gilar.

Efisiensi Anggaran Selain sengkarut alokon, performa kurang prima program KKBPK di Jawa Barat juga turut dipicu adanya kebijakan pemotongan anggaran pada tahun berjalan 2016. Doddy mengungkap, pemotongan anggaran alias efisiensi di Jabar mencapai Rp 48 miliar. Akibatnya, sejumlah kegiatan terpaksa ditiadakan. “Praktis kita tidak bisa melakukan pembinaan di lapangan. Pembinaan untuk menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi terpaksa ditiadakan. Salah satunya berupa mendorong pengalihan metode kontrasepsi dari pil dan suntik menjadi MKJP. Praktis ini menghambat kinerja para

Calon peserta KB tubektomi/MOW

Rahmat Mulkan

pengelola program KKBPK di lapangan,” keluh Rahmat. “Efisiensi juga berdampak pada pengolahan hasil Pendataan Keluarga (PK) 2015. Mestinya ada dua kegiatan yang dilakukan pada 2016 berkaitan dengan tindak lanjut PK 2015. Pertama, updating data dan pendataan ulang untuk sejumlah KK yang validitasnya tidak teruji. Kedua, mestinya pada 2016 ini hasil PK 2015 sudah dicetak menjadi Kartu Keluarga Indonesia. Ini juga tidak bisa dilakukan akibat pemotongan anggaran tadi,” Doddy menambahkan. Secara nasional, Doddy menambahkan, pemotongan anggaran atau efisiensi anggaran BKKBN mencapai Rp 305 miliar. Jumlah ini setara dengan 7,9 persen dari total pagu anggaran BKKBN pada tahun anggaran 2016 sebesar Rp 3,8 triliun. Meski begitu, Jawa Barat terlibang beruntung. Anggaran honorarium dam pembinaan tenaga penggerak desa atau kelurahan (TPD/K) tidak terpengaruh pemotongan anggaran. Nasib TPD selamat karena selama honorarium dan biaya operasional TPD bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN) Jawa Barat. Keberadaan TPD ini yang kemudian menjadi pendukung utama ketahanan program KKBPK di Jawa Barat.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

7


WARTA UTAMA

Capaian Indikator KKP Jawa Barat 2016 NO

INDIKATOR KONTRAK KINERJA PROVINSI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Angka Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi (CPR) Presentase Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmet Need) Jumlah Peserta KB Baru (Juta) a. IUD b. MOW c. MOP d. Implant Jumlah Peserta KB Aktif (Juta) % Peserta KB dengan menggunakan MKJP % Kesertaan KB Aktif Pria (MOP + Kondom) % PUS yang memiliki pengetahuan dan pemahaman semua jenis kontrasepsi modern % PUS Anggota Poktan BKB, BKR, BKL, UPPKS yang ber-KB : a. % PUS Anggota BKB yang ber-KB b. % PUS Anggota BKR yang ber-KB c. % PUS Anggota BKL yang ber-KB e. % PUS Anggota UPPKS yang ber-KB Indeks Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) % Sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi Angka Kelahiran pada Remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19) % Masyarakat yang mengetahui isu kependudukan % Provinsi, Kabupaten/Kota yang memasukan isu kependudukan ke dalam Renstrada Laporan Realisasi Triwulanan Kabupaten/Kota penerima DAK tahun 2015 % Kabupaten/kota membangun data base PK 2015 dgn cakupan minimal 90% KK Laporan Keuangan dan Pengelolaan BMN % Temuan eksternal dan internal yang selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan Jumlah Mitra Kerja dan tenaga lini lapangan yang dilatih : a. Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat b. Refreshing PLKB/PKB (PNS dan Non PNS) c. Pelatihan Teknis bagi PLKB/PKB d. Pelatihan Teknis IUD dan Implant bagi dokter e. Pelatihan Teknis IUD dan Implant bagi bidan f. Pelatihan Teknis MOP bagi dokter g. Pelatihan Teknis MOW bagi bidan Pemetaan Urusan Pengendalian Penduduk dan KB dalam Penguatan Program KKBPK

Bila menyimak lebih jauh laporan kinerja 2016 tentu ada yang membuat penasaran. Yakni, rendahnya peserta ber-KB yang memilih kondom sebagai alat kontrasepsi. Padahal, kondom termasuk yang paling mudah ditemukan di hampir setiap minimarket dan apotek. Nyatanya, peserta KB aktif untuk kondom hanya 129.010 orang atau 1,81 persen dari total peserta KB aktif. Angka ini terlampau jauh bila dibandingkan dengan pil apalagi suntik.

8

Praktis pengguna kondom hanya lebih banyak dari pria yang memilih vasektomi alias metode operasi pria (MOP) sebanyak 50.608 orang atau 0,71 persen. Bila digabungkan, kesertaan ber-KB untuk pria tersebut hanya 2,52 persen. Sementara sisanya sebanyak 97.48 persen adalah perempuan. “Kondom laku di pasaran. Namun, permintaan riil terhadap kondom sebagai alat kontrasepsi masih rendah. Berikutnya,

SASARAN 63,5 8,6 1.239.380 106.520 20.000 780 180.040 5.820.220 17,4 2,5 14,2 77,7 73,3 64,9 57,1 47,3 5,0 49,8 39,0 40,0 100 100 100 100 160 1.200 1.210 150 420 36 36 50

CAPAIAN 74,88 12,93 1.304.809 96.741 16.096 876 96.947 7.129.900 21,53 2,52 78,51 74,61 70,95 82,18 91,19

% 118,01 105,28 90,82 80,48 112,31 53,85 122,50 123,83 102,25 101,04 101,78 109,31 143,92 91,19 -

kabupaten dan kota tidak melaporkan hasilnya. Kemudian, angka kredit KIE kondom kecil. Terus terang kita kesulitan mendapatkan laporan. Tapi kalau hasil survei, pengguna kondom itu banyak,” kata Rahmat. Dia menambahkan, sosialisasi kondom juga belum maksimal. Petugas tidak bisa menjelaskaan dengan baik. Misalnya apa perbedaan aroma atau tekstur kondom, manfaatnya maupun sasaran penggunanya. (NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA

Mobilitas penduduk perlu penataan serius

Gairah Baru LANGKAH Pengendalian Penduduk Bangkitkan Lagi Grand Design Kependudukan

K

ehadiran Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa gairah baru bagi program pengendalian penduduk. Gairah ini tidak lepas dari adanya penegasan dalam undang-undang tersebut tentang adanya urusan pemerintah bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Dibanding undang-undang pemerintah daerah sebelumnya, jelas munculnya urusan konkuren nonpelayanan dasar tersebut sebagai lompatan besar.

Yudhi Suryadhi

Urusan pengendalian penduduk kian kuat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. PP turunan

UU 23/2014 ini semakin mengokohkan urusan fungsi pengendalian penduduk yang kudu diurus pemerintah daerah. Hasilnya, kini Jawa Barat memiliki 22 satuan kerja perangkan daerah (SKPD) yang secara eksplisit mencantumkan pengendalian penduduk. Sementara sisanya, pengendalian penduduk menjadi bagian dari tugas dan fungsi bidang yang membidangi keluarga berencana. Perubahan ini yang kemudian membuat Kepala Bidang Pengendalian Pendduduk (Dalduk) Perwakilan Badan Kependudukan

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

9


WARTA UTAMA dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Yudhi Suryadhi bungah. Bagi Yudhi, kehadiran struktur anyar SKPD di kabupaten dan kota menjadi modal besar untuk lebih mengoptimalkan upaya pengendalian penduduk di daerah. “Sebelumnya kami di BKKBN mengalami kesulitan karena tidak memiliki ‘kaki’ di kabupaten dan kota. Selama ini masih nempel dengan bidang KB. Praktis sebelum ini hanya Kabupaten Sukabumi yang memiliki bidang khusus pengendalian penduduk,” terang Yudhi saat ditemui Warta Kencana bersama Sekretaris BKKBN Jabar Doddy Hidayat Gandakusumah dan Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Rahmat Mulkan belum lama ini. Tentu, Yudhi tidak menafikan keberadaan SKPD yang membidangi KB di kabupaten dan kota. Meski tidak eksplisit menyebut pengendalian penduduk, kegiatan tidak berlangsung. “Kelihatannya tumpang-tindih dengan urusan KB. Padahal kalau sudah bicara tugas dan fungsi tidak ada tumpang tindih. Selama ini kami tetap bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota. Cuma, dengan nomenklatur baru ini jelas membuat kita makin bergairah dalam menggerakkan program pengendalian penduduk,” tegas Yudhi. Yudhi mencontohkan salah satu bukti kerjasama antara BKKBN dengan kabupaten dan kota adalah penyusunan grand design pengendalian penduduk. Sampai akhir 2016, tercatat 11 kabupaten dan kota sudah memiliki grand design pengendalian penduduk tersebut. Sementara sisanya masih mandek karena kurangnya dukungan sektor terkait dan sumber daya yang memili kemampuan melakukan pengukuran parameter

10

Sub Urusan Pengendalian Penduduk Pemerintah Pusat

1.

Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian kuantitas penduduk.

2.

Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secara nasional.

Provinsi

1.

Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah provinsi dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk.

2.

Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan Daerah provinsi.

pembangunan kependudukan sejatinya bukan semata-mata BKKBN, melainkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappea). Pengendalian penduduk sendiri sebenarnya hanya aspek mikro dari sebuah rencana besar. “Motornya harus Bappeda. Selama ini masih terlalu fokus ke pengendalian penduduk dari aspek fertilitas melalui program KB. Harusnya bangun dulu

Kabupaten/Kota

1.

Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah provinsi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk.

2.

Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan Daerah kabupaten/ kota. Bahan ajar kependudukan untuk SSK

atau penghitungan proyeksi pertumbuhan penduduk. “Grand design macet selama dua tahun. Pada dasarnya membuat grand design itu mudah kalau ada keterlibatan dari sektor lain. Selain menyangkut fertilitas dan mortalitas, penyusunan grand design membutuhkan partisipasi sektor kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, statistik, dan lain-lain. Ini perencanaan pembangunan kependudukan. Sudah barang harus dilakukan bersama-sama dengan pihak lain yang berhubungan dengan kependudukan,” ungkapnya. Sekretaris BKKBN Jabar Doddy Hidayat Gandakusumah menambahkan, grand design

makronya, baru ke KB. Peran Bappeda juga menjadi sangat sentral karena grand design pada akhirnya harus menjadi rujukan pembangunan kependudukan secara keseluruhan. Tidak cukup hanya menjadi dokumen semata. Karena itu, grand design kependudukan membutuhkan komitmen bersama segenap pemangku kepentingan di daerah,” papar Doddy. Idealnya, sambung Doddy, pada saat pemerintah daerah mengucurkan anggaran, maka yang harus diacu adalah grand design kependudukan tadi. Perencanaan program harus berbasis kondisi kependudukan. Berapa penduduk saat ini dan berjambah menjadi berapa pada

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA tahun yang akan datang. Hal itu hanya bisa diketahui manakala sebuah daerah memiliki rencana induk kependudukan. Sayannya, selama ini kependudukan belum menjadi acuan, baik di daerah maupun di tingkat nasional. Sepengatahuan Yudhi, Bappeda Jawa Barat kini tengah merampungkan Grand Design Kependudukan Jawa Barat. Grand design tersebut merupakan kelanjutan atau penyempurnaan

kita memfaslitasi lah. Terutama menyangkut penghitungan angka-angka proyeksi dan parameter kependudukannya,” ungkap Yudhi. Keberadaan nomenklatur baru pengendalian penduduk dan KB menjadi jembatan untuk kembali membangkitkan kembali grand design yang menguap dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini cukup beralasan mengingat dalam nomenklatur

pemerintah kabupaten atau kota dalam urusan pengendalian penduduk dan KB tadi. Ini penting untuk menghindari tumpangtindih kewenangan di kalangan pemerintah sendiri,” papar Yudhi.

Sekolah Siaga Kependudukan Disinggung kelanjutan nasib Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) yang digenjot setahun terakhir, Yudhi menjelaskan sampai saat ini sudah pilot project di 54 sekolah di Jawa Barat. Ke54 sekolah tersebut terdiri atas satu sekolah menengah pertama (SMP dan satu sekolah menengah atas (SMA) di masing-masing kabupaten dan kota. BKKBN Jabar menargetkan untuk melipatgandakan jumlah SSK dari 54 menjadi 108 pada 2017 mendatang. Angka ini mengacu kepada jumlah sekolah yang sudah terlebih “dikunjungi” BKKBN melalui kegiatan Genre go to School beberapa waktu. Dengan demikian, ketika memasuki sekolah sasaran, warga sekolah tidak terlalu asing dengan program KKBPK, khususnya kependudukan.

dari Grand Design Kependudukan yang diterbitkan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Barat beberapa tahun sebelumnya. Yudhi menilai rencana induk yang disusun BP3AKB tersebut masih terlalu kental dengan nuansa pengendalian penduduk, kurang komprehensif merencanakan aspek kualitas maupun sebaran dan sistem informasi kependudukan. “Target Bappeda selesai 2017. Untuk kabupaten dan kota sejatinya memang ada intervensi khusus. Walaupun begitu, kami di BKKBN hanya bisa mendorong. Kalaupun mereka tidak menganggarkan,

anyar tersebut banyak pihak belum terlalu aware dengan pengendalian penduduk. Dalam beberapa waktu terakhir Yudhi mengaku kerap menerima pertanyaan dari kabupaten dan kota ihwal tugas dan fungsi bidang pengendalian penduduk di daerah. “Banyak kabupaten dan kota bertanya, ‘Apa sih tugasnya pengendalian penduduk itu?’ Ini menjadi kesempatan kita untuk mengingatkan kembali grand design tadi. Apalagi tugas dan fungsinya jelas dalam UU 23/2014. Kita mencoba memberikan pemahaman mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan

Yudhi menargetkan, SSK tidak semata-mata menargetkan masuknya muatan kependudukan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Lebih dari itu, pihaknya menginginkan agar guru membuat formulasi agar siswa terjun langsung ke tengah masyarakat. Dengan begitu, siswa benar-benar memahami secara nyata aspek-aspek kependudukan. “Terus terang kami belum melakukan evaluasi penyelenggaraan program SSK ini. Tahun 2016 kan baru pada tahap rintisan pembentukan, sehingga belum bisa diukur tingkat keberhasilannya,” kilah Yudhi.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

11


WARTA UTAMA

Jambore PLKB

Tarik Ulur Status Petugas Lapangan KB

Doddy H. Gandakusumah

12

Salah satu yang menyita perhatian para pengelola program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) setahun terakhir adalah rencana pengalihan para petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) dari semua pegawai daerah menjadi pegawai pusat. Rangkaian kegiatan berupa pemetaan, pemberkasan, dan lain-lain menjadi kesibukan BKKBN sejak diundangkannya Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tersebut.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA pemindahan, promosi masih menjadi kewenangan kabupaten dan kota,” kata Doddy. Surat Menteri Keuangan yang dimaksudnya Doddy tersebut adalah sepucuk surat yang dilayangkan Menteri Sri Mulyani Indrawati pada 9 September 2016. Surat bernomor S-757/ MK.02/2016 tentang Usulan Penyediaan Tambahan Alokasi Belanja Belanja Pegawai Tahun 2017 sebagai Tindak Lanjut Rencana Pengalihan Status Pegawai Atas Pelaksanaan undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini merupakan jawaban atas surat Kepala BKKBN Nomor 1612/RC.600/B1/2016 tentang perkiraan kebutuhan gaji dan tunjangan PLKB/PKB pada 17 Juni 2016.

L

alu, bagaimana akhirnya? Ditemui Warta Kencana belum lama ini, Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Doddy Hidayat Gandakusumah menilai rencana tersebut sebagai status quo. Artinya, sampai benar-benar menjadi pegawai pusat, maka PLKB/PKB tetap menjadi pegawai daerah. Dengan begitu, mutasi dan promosi PLKB/PKB sebagai pegawai daerah masih bisa dilakukan daerah setempat. “Ditangguhkan. Kami sudah mendata ada 1.425 PLKB di Jawa Barat. Kami juga sudah disampaikan kepada BKD dan BKD sudah memproses SK untuk pengalihan. Hanya karena ada surat Menteri Keuangan, sekarang ditangguhkan. Mutasi,

Dalam suratnya, bekas Managing Director International Monetary Found (IMF) ini menegaskan penyediaan alokasi gaji dan tunjangan PLKB/PKB tersebut belum dapat dipertimbangkan. Alasannya, sesuai arahan Presiden Jokowi pada rapat kabinet terbatas beberapa waktu sebelumnya tidak memperkenankan dilakukan pengalihan status pegawai dari daerah ke pusat. Di sisi lain, peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar hukum pengalihan status pegawai belum ditetapkan. “Alokasi anggaran untuk belanja pegawai berkenaan Tahun Anggaran 2017 tetap dialokasikan melalui APBD sampai dengan adanya kejelasan status dan dasar hukum pelaksanaan pengalihan. Atas perhatian dan kerjasama Saudar, kami usapkan terima kasih,” demikian bunyi Surat yang diteken langsung Menkeu Sri Mulyani tersebut. Selain ditujukan kepada Kepala

BKKBN, surat juga ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Kepala Badan Kepegaiawan Negara. Akibat penangguhan tersebut, Doddy menerima laporan adanya sejumlah petugas lini lapangan yang kini menduduki jabatan struktural di organisasi perangkat daerah (OPD) setempat. “Ada beberapa kabupaten dan kota yang melakukan biding sehingga menjadikan mereka (PLKB/PKB) menjadi (pejabat) struktural. Kabupaten dan kota juga tidak memiliki dasar untuk menolak. Kalau BKD berpegang kepada surat BKN, harusnya mejadikan pertimbangan. Contoh Kabupaten Cirebon, sejak awal kepala unit pelaksana teknis (UPT) tidak boleh untuk pindah (ke pusat),” papar Doddy. Daerah lain yang juga mengangkat PLKB/PKB sebagai pejabat struktural adalah Kota Bandung. Belum lagi daerah lain yang belum memberikan laporan kepada BKKBN. Doddy mengaku pasrah karena pada dasarnya para petugas tersebut merupakan pegawai daerah. Yang pasti, ke depan pihaknya harus kembali melakukan pendataan dan pemetaan. Pemetaan ulang menjadi penting karena terjadi perubahan cukup signifikan di daerah. Selain karena mutasi dan promosi, perubahan jumlah petugas juga terjadi karena adanya petugas yang bakal memasuki purnatugas atau pensiun. Pemetaan sendiri baru akan dilakukan manakala kepastian status PLKB/PKB sudah jelas dan definitif. “Dari semua 1.427 orang, dua meninggal. Ada beberapa yang mau pensiun dan beberapa pindah ke setruktural. Sampai saat ini masih terus dibahas di

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

13


WARTA UTAMA BKN dan Kemendagri sesuai dengan hasil rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR RI. Kami menunggu saja hasilnya seperti apa.” Ungkap Doddy. Lebih jauh Doddy menjelaskan, polemik atau tarik ulur petugas lini lapangan ini cukup pelik lantaran bersentuhan dengan sejumlah undang-undang. Salah satunya menyangkut perimbangan keuangan pusat dan daerah yang menjadi dasar penetapan dana alokasi umum (DAU) yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Bila PLKB/ PKB dan sejumlah tenaga fungsional sektor lain benarbenar dialihkan menjadi pagawai pusat, maka harus ada revisi undang-undang tersebut. “Dari sisi penggajian, DAU tidak mungkin ditarik kepusat. Kalau gaji ditarik ke pusat, harus ada revisi undang-undang juga. Ada wacana juga malah Undangundang 2/2014 yang direvisi. Itu yang kemungkinan akan meluluskan pengalihan tersebut,” terang Doddy. Dampak dari tarik ulur status kepegawaian ini terasa di sejumlah daerah. Meski pada umumnya para PLKB/PKB tidak mempermasalahkan status kepegawaian, namun kini mereka menerima terpaksa kenyataan bahwa tunjangan kinerja mereka hilang. Di beberapa daerah, kabupaten dan kota kadung menghapus anggaran tunjangan bagi para PLKB/PKB. “Beberapa kabupaten dan kota yang tidak mengusulkan tunjangan. Apakah 2017 mengusulkan gaji dan tunjangan? Kita akan melakukan pernghitngan ulang. Itu baru gaji. Belum tunjangan kinerja dan tujangan jabatan fungsional yang didasarkan pada bobot kerja. Harus dihitung bobot kerjanya,” Doddy menambahkan.

14

Sub Urusan Keluarga Berencana

Pemerintah Pusat 1. Penyusunan desain program dan pengelolaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi pengendalian penduduk. 2. Pengelolaan tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB). 3. Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional. 4. Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga. 5. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pengendalian pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Provinsi 1. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal. 2. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat Daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Kabupaten/Kota 1. Pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal. 2. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/ PLKB). 3. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di Daerah kabupaten/kota. 4. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB.

Disinggung keberadaan kepala UPT KB di kecamatan, Doddy menjelaskan adanya ketentuan yang menjadi acuan dalam pengangkatan kepala UPT. Sebagai penghubung antara petugas lapangan yang menjadi pegawai pusat, kepala UPT dipersyaratkan memenuhi bobot kerja tertentu. Penghitungan ini penting karena antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya memiliki kondisi berbeda, termasuk jumlah petugas yang harus diurusnya. “Salah satu daerah yang sudah menerapkan kebijakan tersebut adalah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Subang. Dua daerah tersebut mengangkat kepala UPT berdasarkan beban kerja di wilayah bersangkutan,” pungkas Doddy. Bila diperhatikan, UU 23/2014 memang menjadikan PLKB dan PKB mutlak sebagai kewenangan pemerintah pusat. Baik sub urusan KB maupun sub urusan standardisasi dan sertifikasi, semuanya menempatkan petugas lapangan tersebut berada di bawah kendali pemerintah pusat. Bahkan, untuk seluruh sub urusan sekalipun. Boleh dibilang, kabupaten dan kota “hanya” sebagai pelaksana atau pendayaguna. Dalam Lampiran N UU 23/2014, sub urusan KB misalnya secara eksplisit menyebutkan “Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/ PLKB)” sebagai kewenangan pusat. Demikian pula dengan “Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB)” mutlak dilakukan pusat. Adapun kabupaten dan kota berwenang dalam “Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB).” Sementara pemerintah provinsi sama sekali tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan PLKB/PKB tersebut.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA

Citra hasil PK 2015 berdasarkan Devinfo BKKBN

Siasat Legokan Menyambut SDKI 2017 Ada satu agenda besar terkait dengan kependudukan dan kesehatan pada tengah tahun 2017 mendatang: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Bagi BKKBN dan Kementerian Kesehatan, SDKI ibarat meja penghakiman atas dua lembaga dalam lima tahun terakhir. Melalui survei itulah kinerja BKKBN dan Kementerian Kesehatan bakal diukur.

S

DKI 2017 akan menentukan rapor BKKBN. Apakah rapornya merah, kuning, hijau atau biru. Pelaksanaannya diperkirakan berlangsung pada Juni-Juli 2017 mendatang. Untuk menyiasati, tepatnya mempersiapkan, kami BKKBN akan akan melakukan penajaman sasaran dalam beberapa bulan ke depan,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat ditemui Warta Kencana di ruang kerjanya belum lama ini. Pernyataan senada datang dari Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Rahmat Mulkan.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

15


WARTA UTAMA Gilar, sapaan akrab Sugilar, menjelaskan, penajaman sasaran dilakukan dengan memanfaatkan hasil Pendataan Keluarga (PK) 2015 lalu. Analisis menggunakan perangkat lunak Devinfo yang mirip dengan data geographic information system (GIS). Melalui software ini bisa diketahui secara spesifik kondisi sebuah wilayah. Dengan memasukkan data hasil PK 2015, maka bisa diketahui potret pemakaian kontrasepsi maupun indikator lain yang terdapat dalam PK 2015. Sebelumnya, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk

menilai apakah desa tersebut untuk variabel-variabel tertentu sudah mencapai target program atau masih dianggap kurang. Misalnya angka dari kepesertaan ber-KB atau pemanfaatkan alat kontrasepsi,” jelasnya seusai kegiatan. Dia mencontohkan, ketika hasil PK 2015 sebuah kabupaten menunjukkan warna biru, maka para pengolah data bisa mempersempitnya menjadi kecamatan hingga desa. Hampir dipastikan dari sebuah kabupaten yang memiliki warna hijau misalnya, bakal kecamatan

dengan kegiatan intervensi. Daerah merah atau kuning itu akan menjadi sasaran bersama penggarapan program,” terang Yudhi. Bagaimana strateginya? BKKBN menyebut daerah-daerah fokus sasaran tersebut sebagai legokan. Daerah legokan ini menjadi bidikan utama keberlangsungan kontrasepsi. “Apapun kontrasepsi yang digunakan, yang penting tidak terputus. Kalau sudah lestari di pil atau suntik ya sudah, yang penting jangan drop out (DO). Kalau yang pindah diarahkan ke MKJP,” terang Gilar.

Jawa Barat dalam laman Siga BKKBN

(Dalduk) BKKBN Jabar Yudhi Suryadhi menjelaskan, Devinfo merupakan software kerja sama antara BKKBN dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Sistem ini berfungsi untuk menghimpun data sekaligus memetakan capaian program KKBPK dari tingkat desa/kelurahan. Melalui Devinfo tersebut, akan terhimpun data-data keluarga yang terbaru dan sesuai dengan variabel-variabel program yang direncanakan oleh BKKBN. “Dari Devinfo itu diharapkan dapat dimasukkan data-data variabel pendataan keluarga untuk

16

berwarna merah atau kuning. Hal ini terjadi karena warna kabupaten atau kota merupakan angka rata-rata sebuah daerah. Artinya, di sebuah kabupaten tersebut terdiri atas kecamatan merah, kuning, hijau, dan seterusnya. “Kalau kita klik misalnya Kabupaten Majalengka, warnanya biru. Lalu kita klik per kecamatan, maka akan beragam. Bisa saja Kecamatan Lemahsugih hijau, Kecamatan Cikijing Kuning, Kecamatan Kadipaten Biru, dan seterusnya. Nah, yang merahmerah tadi akan ditindaklanjuti

Tidak lama setelah rapat koordinasi teknis (Rakornis) dengan kabupaten dan kota, Gilar mengaku bakal langsung terjun ke daerah. Daerah-daerah merah dan kuning berdasarkan hasil Devinfo tersebut bakal didatangi ramai-ramai melibatkan lintas sektor yang berkaitan dengan progeam pengendalian penduduk dan KB. “Langsung tancap gas,” Gilar menandaskan. Rahmat Mulkan menambahkan, menjadi bagian dari siasat penajaman sasaran tersebut

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA adalah menuju langsung kepada pasangan usia subur (PUS) yang tidak terlayani KB (unmetneed). Hal ini menjadi penting mengingat sulitnya menurunkan angka unmetneed selama bertahun-tahun. Padahal, peserta KB baru terus bertambah setiap tahun. Angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) juga menunjukkan angka menggembirakan, di atas 70 persen. Dalam lima tahun terakhir, unmetneed di Jabar sulit beranjak dari angka 13 persen. Pada 2011, unmetneed berada pada angka 13,49 persen. Jumlahnya melonjak naik menjadi 14,79 persen pada Desember 2012 untuk kemudian perlahan menurun menjadi 13,68 persen pada Desember 2013. Satu tahun kemudian, Desember 2014, unmetneed kembali naik menjadi 13,95 persen. Angka unmetneed barulah turun hampir satu digit menjadi 13,03 pada akhir Desember 2015 dan turun lagi menjadi 12,93 persen pada akhir 2016. Penurunan dua tahun terakhir ini cukup menarik karena pada tahun tersebut terjadi keterlambatan alat dan obat kontrasepsi. Di samping itu, perkembangan PK 2015 juga sebenarnya bisa diakses Sistem Informasi Keluarga (Siga) melalui laman resmi BKKBN. Caranya, dengan masuk ke alamat siga.bkkbn. go.id. Di halaman ini pengunjung bakal mendapat suguhan menu berupa jumlah individu, jumlah keluarga, jumlah formulir yang berhasil dihimpun hingga daerah mana yang hasil pendataannya sudah dicetak. Untuk mengetahui Jawa Barat misalnya, pengunjung cukup mengklik bulatan berupa balon yang menandai daerah Jawa Barat. Pencarian dini cukup mudah karena berbasis peta geografis, sehingga tidak

asing lagi dengan keberadaan setiap provinsi dalam peta. Untuk memperbesar tampilan, pengunjung cukup melakukan scrolling ke bawah. Sementara untuk mengecilkan tampilan tinggal mengubah arah scrolling sebaliknya. Berdasarkan laman Siga tersebut dapat diketahui bahwa saat ini Jawa Barat dihuni 44.930.407 penduduk dalam 13.092.910 keluarga berbeda. Selama PK 2015 kemarin, Jawa Barat berhasil mengumpulkan 7.559.496 formulir F1PK. Dari jumlah tersebut belum ada satu pun yang diproduksi menggunakan dana pemerintah pusat.

kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Keterangan yang dikumpulkan SDKI sama dengan DHS (Demographic and Health Surveys) Internasional sehingga hasilnya dapat dibandingkan antarnegara. DHS juga dilaksanakan di Amerika Latin, Asia, Afrika dan Timur Tengah. Selain keterangan yang sama dengan DHS, pada SDKI terkandung keterangan spesifik (lokal) Indonesia. SDKI sudah dilakukan delapan kali di Indonesia. Survei pertama adalah Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia yang dilakukan pada tahun 1987, kedua sampai kelima adalah SDKI 1991, SDKI 1994,

Pelaksanaan PK 2015

“Ada beberapa daerah seperti Kabupaten Bogor yang melakukan pencetakan sendiri menggunakan APBD setempat. Tahun 2016 ini mestinya BKKBN melakukan pencetakan. Namun karena adanya efisiensi anggaran, akhirnya pencetakan kartu keluarga berdasarkan PK 2015 jadi tertunda,” ungkap Kepala Sub Bidang Data dan Informasi BKKBN Jabar Irfan Indriastono.

Tentang SDKI 2017 Sementara itu, SDKI merupakan suatu sampel survei nasional yang dirancang untuk mengumpulkan informasi mengenai tingkat kelahiran,

SDKI 1997, SDKI 2002-2003, SDKI 2007, dan SDKI 2012. SDKI 2017 adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan. Hasil SDKI menunjukkan bahwa program KB telah mengubah pola sosial demografi masyarakat Indonesia secara bermakna. Tingkat kelahiran kini sudah berada pada level yang rendah. Program kesehatan juga telah memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat. Salah satu indikasinya ialah angka harapan hidup yang meningkat, sejalan dengan tingkat kematian yang menurun. (NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

17


WARTA UTAMA

18

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

19


WARTA UTAMA

Perkemahan Wirakarya rasa Genre

Getok Tular Generasi Berencana Dede Yusuf Sosialisasi Genre di Perkemahan Wirakarya Pramuka

20

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat getol menyosialisasikan program Genre atau Generasi Berencana kepada generasi muda. Sejumlah potensi pemuda pun menjadi sasaran BKKBN. Gerakan Pramuka salah satunya.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA UTAMA Dalam pertemuan tersebut, BKKBN mengajak anggota Pramuka untuk secara aktif menyosialisasikan kepada teman sebaya di lingkungan sekitarnya, baik di sekolah maupun masyarakat. Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Jawa Barat Pintauli Romangasi Siregar menjelaskan, Genre mengusung tiga pesan utama: katakan tidak pada pernikahan dini, seks pranikah, dan narkoba. “Sosialisasi di tengah kegiatan ini bukan yang pertama kali dilakukan BKKBN, baik pusat maupun daerah. Setiap even serupa, BKKBN selalu menyelipkan programprogramnya, kepada anak-anak Pramuka khususnya,” kata Pintauli di area perkemahan. Pintauli menjelaskan, sosialisasi dilakukan kepada Pramuka karena Pramuka memiliki tujuan yang jelas dalam dalam pembinaan generasi muda. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, “Gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilainilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.” Tujuan ini, sambung Pintauli, sangat relevan dengan program Genre yang diusung BKKBN.

B

elum lama ini, BKKBN Jawa Barat turut ambil bagian dalam Perkemahan Wirakarya Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat yang berlangsung di Dusun Saga, Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, awal November lalu. Sebagai catatan, Perkemahan Wirakarya atau kerap juga disebut Kemah Bakti merupakan pertemuan Pramuka Penegak atau Pandega berbentuk perkemahan besar, dalam rangka mengadakan integrasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Ini

Pintauli R. Siregar

berbeda dengan jambore atau raimuna yang lebih bernuansa “pesta” Pramuka.

“Jadi si anak yang telah dibina melalui sosialisasi Genre ini dapat menyampaikan ke temantemannya kelak, baik teman dalam organisasi maupun teman-teman di luar organisasi

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

21


WARTA UTAMA mereka. Bahkan, hingga tahap keluarga mereka. Dengan demikian, acara ini memiliki efek getok tular atau viral. Alhasil, makin banyak generasi muda yang memahami program Genre dan memiliki kesadaran untuk menjalankan pesan-pesannya,” jelas Pintauli. Dia mencontohan, jika dari sepuluh orang saja mendapat pemahaman tentang Genre dan mereka menyebarkan ke temanteman bahkan keluarganya, maka bangsa Indonesia akan mendapatkan generasi-generasi yang baik ke depannya. Efek viral atau getok tular ini menjadi modal besar bagi penyebaran program Genre.

dengan program organisasi masyarakat, sehingga ketika anggota Pramuka mengikuti kegiatan Pramuka, mereka para anggota ini akan mendapat informasi berkenaan programprogram yang ada,” ujarnya. Lebih juah Dede menjelaskan, Genre bertujuan agar remaja atau mahasiswa memiliki pengetahuan, bersikap, dan berperilaku sebagai remaja atau mahasiswa yang mampu menyiapkan dan perencanaan dengan matang dalam kehidupan berkeluarga. Yakni, remaja yang mampu melangsungkan jenjang-jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara

Ketua Pelaksana Perkemahan Wirakarya Jawa Barat Ridwan Syahputra menjelaskan, selain acara sosialisasi Genre, ada beberapa kegiatan penting yang melibatkan ribuan peserta dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Salah satunya adalah bakti sosial dan membantu masyarakat sekitar dari berbagai aspek, seperti aspek kemanusiaan, aspek budaya dan aspek pembangunan. “Jadi banyak kegiatan pada hari terakhir yang melibatkan hampir seribu peserta yang berbaur bersama warga sekitar untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi warga di di sini,” katanya. Sementara itu, berdasarkan laporan statistik rutin, sampai Desember 2016 terdapat 3.831 Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR), dengan 3.713 di antaranya dilaporkan kepada BKKBN. Jumlah tersebut terdiri atas 2.565 PKR tahap tumbuh, 759 tahap tegak, dan 507 tahap tegar.

Lembar informasi Genre

Di tempat yang sama, Ketua Kwarda Jawa Barat sekaligus Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf Macan Effendi menyampaikan, Genre merupakan program pemerintah yang menekankan remajaremaja untuk mempersiapkan masa depan mereka dengan cara menghindari hal-hal yang negatif melalui kegiatan positif. “Nah Pramuka ini adalah salah satu kegiatan positif. Saya selaku Ketua Kwarda Pramuka Jawa Barat mencoba menyatukan antara program pemerintah

22

terencana, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Tantangan program Genre saat ini, lanjut Dede Yusuf, yaitu maraknya pernikahan dini di usia 16-18 tahun yang masih terjadi di masyarakat. Hal ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Karena itu, maka pemerintah dan DPR RI memiliki program untuk mengurangi angka pernikahan dini tersebut dengan menggelar sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat.

Pada saat yang sama, dilaporkan terdapat 7.801 kelompok bina keluarga remaja (BKR) di Jawa Barat. Adapun jumlah keluarga yang terdaftar sebagai anggota BKR sebanyak 529.782 keluarga. Jumlah tersebut masih jauh di bawah keluarga sasaran sebanyak 2.047.720 keluarga. Meski begitu, tidak berarti semua anggota aktif dalam pertemuan kelompok. Tercatat hanya 390.271 keluarga atau sekitar 73,67 persen dari total anggota kelompok. Dirinci lebih jauh lagi, jumlah anggota BKR yang berstatus PUS berjumlah 356.467 keluarga. Dari jumlah tersebut, 266.522 keluarga atau sekitar 74,77 persen di antaranya menjadi peserta KB. Persentase ini sedikit di atas target atau PPM 2016 sebanyak 73,30 persen. (PR/NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA JABAR

Gebyar Ketahanan Keluarga Indonesia 2016

Pembentukan Karakter Dimulai dari Keluarga Gubernur Heryawan Hadiri Kemah Keluarga Indonesia

P

eran keluarga sebagai pilar pembangunan senantiasa mendapat perhatian Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Setiap kali berbicara di hadapan masyarakat, Aher hampir tak pernah absen untuk mengingatkan kembali pentingnya ketahanan keluarga. Hal itu pula yang disampaikan Gubernur Heryawan saat

menghadiri Gebyar Ketahanan Keluarga Indonesia 2016 di Bukit Golf Cibodas, Kabupaten Cianjur, beberapa waktu lalu. Sebagai institusi sosial terkecil di masyarakat, tegas Heryawan, keluarga menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan. Ya, pembangunan karakter pun dimulai dari keluarga. Keluarga memiliki posisi strategis dengan

delapan fungsi utama yang diembannya, meliputi; fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan. “Jika delapan fungsi keluarga berjalan dengan baik, tentu ini sebuah jaminan akan baiknya masyarakat kita. Jika

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

23


WARTA JABAR masyarakat dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan baik, maka negara pun akan berjalan dengan baik. Segalanya bermula dari keluarga,” ungkap Heryawan. Aher –demikian Ahmad Heryawan biasa disapa– mengatakan bahwa ketahanan keluarga menjadi titik mengatasi berbagai sejumlah persoalan moral ataupun sosial di masyarakat. Melalui pembenahan fungsi keluarga, dan dengan menyelesaikan masalah yang ada secara kekeluargaan pula, merupakan cara membenahi karakter masyarakat dari akarnya, yakni keluarga. “Ketahanan keluarga menjadi segalanya sebab ketika hadir ketahanan keluarga, maka hadir pula ketahanan masyarakat,” tambahnya.

24

Aher mengungkap sejumlah cara membangun ketahanan keluarga yang bahagia, harmonis, dan sejahtera. Pertama kata Aher, yakni seseorang memiliki pasangan hidup yang baik. Kedua, memiliki tempat tinggal yang memadai. “Artinya segala sesuatunya diorganisasi atau diatur senyaman mungkin,” katanya. Ketiga, yakni keluarga perlu memiliki kendaraan yang baik. “Tentu dalam konteks kemasyarakatan kini bisa diwakili transportasi publik. Ini tentu pemerintah harus menyediakan,” imbuhnya. Keempat, keluarga memiliki tetangga yang baik sebagai fungsi lingkungan. Jadi ketika hidup di lingkungan yang baik, dan kedepan anak- anak pun tumbuh di lingkungan yang baik, maka karakter baik pun akan terbentuk.

Senada Heryawan, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia Surya Chandra Surapaty mengatakan, berbagai fenomena kemasyarakatan dapat diperbaiki melalui fungsi keluarga. Karena itu, Surya berharap agar seluruh keluarga Indonesia memiliki komitmen untuk melakukan delapan fungsi keluarga tersebut. “Perkembangan kependudukan juga harus dilakukan melalui keluarga. Di mana, perkembangan bukan hanya dilihat dari segi kuantitas saja, tapi juga dari segi kualitasnya,” ujar Surya Chandra. “BKKBN bukan hanya mengurusi angka kelahiran, tapi juga bagaimana meningkatkan kualitas keluarga dan masyarakat Indonesia,” tutur Surya.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


WARTA JABAR

Konsolidasi nasional IPKB

IPKB Ganti Nama? Bila tak ada aral melintang, Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) bakal menghelat musyawarah nasional (Munas) pada Mei 2017 mendatang. Perubahan nama organisasi menjadi salah satu wacana yang mencuat menjelang acara yang semestinya dilaksanakan setiap lima tahun sekali tersebut. Sejumlah opsi nama baru mengemuka saat berlangsungnya konsolidasi nasional IPKB di Jakarta pada 7-9 Desember 2016 lalu.

B

ukan tanpa asalan. Wacana perubahan nama mengemuka atas sejumlah pertimbangan. Dua di antaranya menyangkut revitalisasi organisasi dan adanya kemiripan nama dengan organisasi lain. Penguatan atau revitalisasi menjadi salah satu upaya menyesuaikan diri dengan dinamika pembangunan kelurga berencana (KB) yang kini bertransformasi menjadi kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Di sisi lain, kemunculan Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) berbuntut pada kesulitan sejumlah pihak dalam membedakan antara organisasi para penulis KB dengan asosiasi profesi para fungsional penyuluh KB.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

25


WARTA JABAR “Perubahan nama penting untuk memperluas ruang gerak organisasi. Tidak harus mengikuti nama program, tapi setidaknya turut memasukkan matra kependudukan. Namun demikian, perubahan nama ini bergantung kepada peserta Munas nanti,” kata Ketua Umum IPKB Bambang Sadono saat memimpin pertemuan konsolidasi organisasi pada jurnalis dan penulis yang selama ini menaruh perhatian pada program KB tersebut. Konsolidasi diikuti 23 pengurus provinsi, pengurus pusat, dan para sesepuh IPKB. Pernyataan Bambang ini tidak lepas dari sentilan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty saat membuka acara. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari partai berkuasa ini menaruh harapan besar agar IPKB turut memberikan dukungan kepada pembangunan KKBPK. Seiring perluasan program dari yang semula “melulu” urusan KB dan kini menjadi KKBPK, Surya mengusulkan agar IPKB juga bertransformasi menjadi IPKKBPK, singkatan dari Ikatan Penulis Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. “Tentu saya hanya mengusulkan. Selanjutnya menjadi hak temanteman IPKB dalam menentukan nama dan arah organisasinya ke depan seperti apa,” kata Surya. Sontak lontaran Surya memicu bisik-bisik di kalangan pegiat IPKB. Sebagian mengaku setuju IPKB perlu memperluas daya jangkaunya dengan cara menyesuaikan diri dengan dinamika program KB. Sebagian lagi menilai dinamika program tidak harus disikapi reaksioner dengan langsung mengubah nama organisasi. Namun demikian, sebagian besar di antara peserta konsolidasi cenderung setuju IPKB berubah nama.

26

“Untuk pergantian nama saya mengikuti kehendak forum saja. Yang penting saat ini adalah melakukan revitalisasi organisasi secara keseluruhan. Saat ini IPKB seperti mati suri. Hidup segan, mati tak mau. Banyak IPKB di daerah vakum. Begitu juga di pusat,” kata Suparmin, Ketua IPKB Jambi. “IPKB itu identik dengan KB, keluarga berencana. Sementara program sudah berkembang menjadi KKBPK, sehingga tidak laku ‘dijual’ untuk program kependudukan dan non-KB lainnya,” Sekretaris Jenderal IPKB Heru Subroto menimpali. Beda lagi dengan Ketua IPKB Daerah Instimewa Yogyakarta Arie Gijarto. Jurnalis perempuan Harian Bernas ini menilai nama IPKB memiliki ikatan sejarah yang melekat dengan perjalananan organisasi. Karena itu, perluasan program tidak serta-merta harus diikuti dengan perubahan nama. Perluasan gerak bisa dilakukan dengan cara menambahkan ruang lingkup organisasi dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). “Dulu itu yang dibentuk IPKB, bukan yang lain. Di hati ini ada IPKB. Rasanya tidak rela kalau harus diganti,” ungkap jurnalis senior yang puluhan tahun malang-melintang menulis program KB ini. Pada akhirnya, seluruh peserta konsolidasi sepakat memberikan mandat kepada pengurus pusat IPKB untuk membentuk sebuah tim adhoc yang bertugas menyempurnakan AD/ART yang di dalamnya menyangkut perubahan nama organisasi. Tercatat sedikitnya terdapat tiga opsi perubahan nama organisasi yang diusulkan, yakni: tetap IPKB, IPKKB (Ikatan Penulis Kependudukan dan KB), dan IPKKBPK. Khusus pilihan kedua, sebagian peserta mengusulkan penulisan IPKKB

turut menggunakan numerik menjadi IPK2B. “Angka dua ini identik dengan KB: dua anak cukup. Dengan begitu IPK2B memiliki spirit yang sama dengan program KB atau KKBPK. Mudah-mudahan tim yang dibentuk IPKB Pusat turut mempertimbangan nama ini,” kata Muhammad Dahlan Abubakar, Ketua IPKB Sulawesi Selatan. Sebagai catatan, IPKB didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1973 silam. IPKB merupakan organisasi profesional dan independen yang bertujuan memperjuangkan tercapainya cita-cita, tujuan, dan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini, terwujudnya suatu masyarakat adil dan makmur melalui penulisan kependudukan dan keluarga berencana serta pemberdayaan masyarakat. IPKB beranggotakan penulis KB serta para peminat lain yang memiliki aspirasi terhadap program kependudukan dan KB. Sementara itu, enam bulan menjelang Munas pada Mei 2017 mendatang IPKB bakal mulai berbenah. Selain membentuk tim adhoc untuk merumuskan tata kelola organisasi, IPKB Pusat berjanji terus melakukan konsolidasi dan memperkuat keberadaan IPKB di daerah. Salah satunya melalui bekerjasama dengan Kepala BKKBN untuk membantu fasilitasi penataan organisasi IPKB. “Pengurus provinsi diharapkan sudah clear sebelum Munas. (IPKB Provinsi) yang vakum dihidupkan lagi. Yang masa baktinya kepengurusannya sudah kedaluwarsa diperbarui lagi. Yang belum terbentuk sama sekali segara dibentuk dalam enam bulan ke depan. Kami akan bekerjasama dengan Kepala BKKBN untuk bersurat kepada Kepala BKKBN Provinsi untuk memfasilitasi organisasi IPKB di daerah,” kata Bambang.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

Kampung KB, Kampung Harapan Profil Kampung KB Sauyunan Desa Campakawarna, Kecamatan Campakamulya, Kabupaten Cianjur

Ada yang menarik dari arah pembangunan yang diusung Presiden Jokowi, yakni membangun dari pinggiran. Konsep ini menjadi semacam antitesis dari pembangunan Indonesia selama ini yang bias urban, hanya menitikberatkan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan. Sebaliknya, desa, kawasan pesisir, dan perbatasan luput dari perhatian pemerintah. Dalam konteks pembangunan KKBPK, konsep itu diwujudkan melalui Kampung KB.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

27


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

B

agi Jawa Barat, tentu Kampung KB bukanlah hal baru. Jauh sebelum dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, pada 14 Januari 2016 lalu, Jawa Barat justru sudah melahirkan Kampung KB tak lama setelah program keluarga berencana (KB) digulirkan pemerintah pada awal dekade 70-an. Tersebutlah sebuah kampung bernama Genereh di Desa Genereh, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang yang pada 1972 silam menjadi cikal bakal Kampung KB. Kala itu, Genereh terpilih menjadi pusat kegiatan KB dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap alat kontrasepsi pil. Di kampung tersebut dibentuk kelompok akseptor yang bertugas dalam menjaga persediaan pil sebelum disalurkan kepada peserta KB. Setiap hari dari beberapa kampung sekitar datang ke Genereh untuk mengambil pil KB. Nah, ketika warga yang kebetulan berpapasan bertanya mau ke mana, pada umumnya mereka menjawab, “Bade ka lembur KB, bade ngabantun pel” (mau ke kampung KB, mau mengambil pil KB). Sejak itulah Genereh terkenal sebagai lembur KB alias Kampung KB. Dengan demikian, Kampung KB bukan terlahir dari ide atau program. Melainkan lahir sebagai produk budaya masyarakat perdesaan dalam menjalankan program KB. Tentu, Genereh belum bisa dijadikan sebuah label Kampung KB yang berlaku umum. Dalam perkembangannya, Kampung KB terus berstransformasi sekaligus menyesuaikan diri dengan kekhasan daerah masing-masing. Sebut saja misalnya Kampung KB di Kota Banjar yang berkembang hampir di setiap desa dengan ikon Bale Sawala atau balai pertemuan dan menjadikan jenis alat kontrasepsi sebagai nama-nama gang. Ada lagi Kampung Keluarga Kecil Berkualitas (Kampung KKB) di Kabupaten Sukabumi yang sudah terlebih dulu mempraktikkan pembangunan kependudukan yang terintegrasi dengan sektor pembangunan lainnya. Tentu, ada sentuhan berbeda lainnnya di beberapa daerah yang belum banyak terendus media massa. Nah, pada edisi ini secara khusus menyuguhkan profil berbeda dari yang selama ini eksis di media maupun tayangan-tayangan presentasi di ruangruang pertemuan. Kali ini Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat menghadirkan unggulan baru penggarapan Kampung KB, yakni Kampung KB Sauyunan di RW 2, Desa

28

Campakawarna, Kecamatan Campakamulya, Kabupaten Cianjur. Kampung KB Sauyunan sengaja dipilih untuk mengimbangi provinsi lain yang nota bene baru mengenal konsep Kampung KB setelah adanya pencanangan di Desa Mertasinga oleh Presiden Jokowi. Dengan demikian, terdapat kecenderungan yang sama antara Jawa Barat dengan provinsi lain dalam mengembangkan Kampung KB. Sebagai catatan, Kampung KB Sauyunan baru diresmikan oleh Bupati Cianjur pada November 2016.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

dengan rata-rata suhu 23 derajat celclius. Daerah ini bisa ditempuh sekitar 2 jam dari pusat Kota Cianjur atau lebih kurang 4 jam dari pusat Kota Bandung. Desa Campakawarna berbatasan dengan Kecamatan Campaka di sebelah utara dan Desa Campakamulya di sebelah selatan. Kemudian sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sukanagara. Sementara sisi timur desa berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat. Secara administratif, Desa Campakawarna terdiri atas tiga dusun atau kampung, enam rukun warga (RW), dan 26 rukun tetangga (RT). Satu dari enam RW tersebut dipilih sebagai Kampung KB Sauyunan. Keberadaan Kampung KB Sauyunan sangat mudah dikenali berkat kehadiran gapura Kampung KB bernuansa biru tepat di mulut jalan kampung tersebut. Secara normatif, Desa Campakawarna sangat sesuai dengan kriteria baru Kampung KB versi “Membangun dari Pinggiran” ala Presiden Jokowi. Dalam definisi baru tersebut, sebuah Kampung KB bisa diartikan sebagai pusat dari pusaran kemiskinan di satu sisi dan partisipasi ber-KB yang rendah. Dibanding daerah lain di Cianjur, Campakwarna memiliki jumlah keluarga prasejahtera atau miskin di atas rata-rata. Hasil Pendataan keluarga (PK) 2015 menunjukkan, 273 dari 401 keluarga di RW 2 masuk dalam kategori prasejahtera dan keluarga sejahtera I atau miskin. Dengan semikian, 68 persen dari total keluarga dalam kondisi miskin. Kemiskinan ini kemudian berjalin kelindan dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan kepala keluarga sebagaimana hasil PK 2015. Dari 401 kepala keluarga (KK), 364 orang atau 90 persen di antaranya merupakan lulusan SD. Tercatat, hanya lima KK yang merupakan lulusan perguruan tinggi.

Selain itu, pemilihan Kampung KB Sauyunan juga dilakukan untuk menunjukkan adanya kemiripan daerah tersebut dengan karakteristik wilayah Jawa Barat pada umumnya. Secara geografis, Desa Campakawarna terletak di lereng pegunungan dengan dominasi tanah pertanian dan hutan lindung. Desa ini berjarak lebih kurang 65 kilometer dari pusat kota Cianjur atau sekitar sepertiga jalan menuju batas pesisir Samudera Hindia yang menjadi batas paling selatan Kabupaten Cianjur. Dibanding desa lain di Kecamatan Campakamulya, Desa Campakawarna menempati wilayah tertinggi dengan 998 meter di atas permukaan laut (mdpl)

Pada saat yang sama, kesertaan KB untuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) rendah dan keluarga yang belum terlayani (unmet need) juga tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya angka nikah muda yang disinyalir turut dipicu akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Meski tak berada di tepian, Campakawarna juga boleh dibilang terpencil bila memperhatikan akses jalan menuju ke kawasan tersebut. Jalan utama menuju daerah ini hanya cukup dilintasi satu unit mobil berukuran sedang dan belum sepenuhnya beraspal. Malah, jalan penghubung ke lokasi Kampung KB sama sekali tidak bisa dilintasi kendaraan roda empat. Lokasi ini hanya bisa ditempuh menggunakan sepeda motor atau jalan kaki.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

29


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

Kondisi Umum 1. Kondisi Kependudukan/Keluarga Wajah Kampung KB Sauyunan di Desa Campakawarna menjadi penggambaran umum dari kondisi kependudukan dan keluarga di Kecamatan Campakamulya maupun Kabupaten Cianjur pada umumnya. Hal ini tercermin dari sebaran profesi yang didominasi sektor pertanian. Merujuk pada profil Profil Desa Kabupaten Cianjur Tahun 2015, keluarga yang menggantungkan diri pada sektor pertanian mencapai 95 persen. Secara keseluruhan, Penduduk Kecamatan Campakamulya sebanyak 24.279 orang, terdiri atas 12.415 laki-laki dan 11.864 perempuan. Kepadatan penduduk 406 orang per kilometer persegi dengan laju pertumbuhan 0.51 dan rata-rata anggota keluarga 3 orang. Desa Campakawarna dihuni 5.358 jiwa, terdiri atas 2.871 laki-laki dan 2.487 perempuan. Proporsi ini menunjukkan sex ratio 115,44 yang berarti dari setiap 100 perempuan di desa tersebut terdapat 115-116 laki-laki. Jumlah tersebut terbagi menjadi 1.826 keluarga, dengan 1.467 di antaranya merupakan keluarga petani atau sekitar 93,9 persen. Jumlah ini lebih rendah dari rata-rata keluarga petani di tingkat kecamatan sebanyak 95,3 persen. Dibandingkan dengan luas wilayah 11,2 kilometer persegi, berarti kepadatan penduduk Desa Campakawarna berada pada angka 478 jiwa per kilometer persegi. Angka ini cukup untuk angka kepadatan perdesaan, termasuk untuk Kecamatan Campakamulya yang memiliki kepadatan 391 jiwa per kilometer persegi. Adapun RW 2 yang dipilih menjadi lokasi Kampung KB dihuni 1.263 jiwa yang berhimpun dalam 401 keluarga. Potret pendidikan Desa Campakawarna juga tercermin dari masih minimnya fasilitas pendidikan di daerah tersebut. Untuk satu kecamatan misalnya, Kecamatan Campakamulya memiliki 19 Sekolah Desa

Angka kemiskinan yang tinggi di daerah ini sejalan dengan rendahnya pendidikan di RW 2. Dengan kualifikasi KK didominasi lulusan SD, maka peluang terjadinya mobilitas vertikal tampaknya memang sulit. Hanya sedikit pilihan bagi mereka untuk menentukan masa depannya di luar pertanian. Adapun pertanian itu sendiri masih berkutat pada kebiasaan lama nirkualifikasi tertentu. Yang paling kentara dari kemiskinan juga misalnya bisa dilihat dari kondisi rumah tinggal warga. Sebanyak 352 rumah tinggal masih mengandalkan bambu sebagai bagian terluas dinding. Hanya ada 32 keluarga yang memiliki dinding terluas rumah berbahan tembok. Di samping itu, terdapat 357 rumah yang menjadikan papan atau tembok sebagai alas. Hanya ada 38 rumah yang memiliki alas ubin/keramik/marmer. Sementara satu rumah lain masih beralaskan tanah.

2. Potensi dan Permasalahan Letak geografis yang terletak di lereng pegunungan sudah barang tentu mendorong masyarakat untuk mengoptimalkan sektor pertanian sebagai mesin penggerak utama ekonomi desa. Terlebih lebih dari 93 persen warga bergerak di sektor pertanian, termasuk di dalamnya pemanfaatan lahan sawah. Hampir seperempat dari total wilayah Desa Campakawarna merupakan lahan sawah sehingga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi beras atau tanaman yang membutuhkan lahan basah lainnya.

Jenis Kelamin

Jumlah

Sex Ratio

(3)

(4)

(5)

2.871

2.487

5.358

115,44

3.059

3.002

6.061

101,90

3. Sukabungah

2.474

2.302

4.776

107,47

4. Cibanggala

1.435

1.366

2.801

105,05

5. Sukasirna

2.238

2.183

4.421

102,52

Jumlah

12.077

11.340

23.417

106,50

Laki - Laki

Perempuan

(2)

1. Campakawarna 2. Campakamulya

(1)

30

Dasar/sederajat, 7 SMP, 1 SMA, dan 2 SMK. Walhasil, lebih dari 70 persen dari warga desa hanya berhasil menamatkan SD. Sampai akhir 2015 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur merilis di Kecamatan Campakamulya terdapat 3.317 orang murid SD/MI, 922 siswa SMP, 690 siswa SMA/SMK. Jumlah sekolah tersebut diperkuat 137 guru SD/MI, 70 guru SMP/MTs, 12 orang guru SMK/MA. Adapun fasilitas kesehatan meliputi satu puskesmas, satu lokasi praktik dokter, dan tujuh titik bidan praktik.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

hasil Pendataan Keluarga (PK) 2015. Dari 401 keluarga yang ada di RW 2, tercatat 288 di antaranya merupakan pasangan usia subur (PUS). Partisipasi ber-KB tampaknya sudah sangat menggembirakan dengan adanya 212 PUS yang tercatat sebagai peserta KB modern atau sekitar 73,61 persen dari total PUS. Terlebih kesertaan dalam KB MKJP relatif baik, sebesar 30,19 persen. Angka ini jauh di atas persentase MKJP Provinsi Jawa Barat sebesar 16,14 persen pada akhir 2016. Namun demikian, masih terdapat 13,89 persen PUS yang sejatinya menjadi peserta KB tetapi belum terlayani.

Di sisi lain, Desa Campakawarna menyimpan sejumlah permasalahan yang memerlukan sentuhan menyeluruh dalam bingkai penyelenggaraan model Kampung KB. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Cianjur merinci sejumlah masalah yang kemudian menjadi salah satu alasan dipilihnya daerah tersebut sebagai lokasi Kampung KB. Salah satunya menyangkut rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS yang salah satunya ditandai dengan belum tersedianya tempat pembuangan sampah memadai yang bisa digunakan masyarakat. Belum lagi tingkat pendidikan masyarakat yang masih didominasi lulusan SD. Dari 401 kepala keluarga di Kampung KB Sauyunan, 90 persen di antaranya hanya mengenyam pendidikan SD. Sebagai daerah yang sudah mendeklarasikan diri sebagai kabupaten agamis, partisipasi warga dalam kegiatan pengajian juga menjadi catatan khusus. Tercatata hanya sekitar 45 persen warga yang selama ini aktif berkecimpung dalam kegiatan keagamaan. Partisipasi rendah juga bisa dilihat dalam kegiatan gotong royong. Hal yang sama berlaku dalam keterlibatan dalam program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Pada saat yang sama, potensi pertanian yang nota bene menjadi keunggulan desa tidak mampu disiasati dengan inovasi teknologi pertanian.

3. Kondisi Program KKBPK dan Program Lainnya Pelaksanaan program KKBPK di Kampung KB Ssauyunan terekam jelas dalam laporan

Sayangnya, performa kesertaan ber-KB jempolan tersebut belum diimbangi dengan keterlibatan keluarga dalam program ketahanan keluarga. Dari 401 KK, baru 117 keluarga yang terlibat aktif dalam program bina keluarga, baik bina keluarga balita (BKB), bina keluarga remaja (BKR), bina keluarga lansia (BKL), maupun kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Terlebih kelompok UPPKS yang baru diikuti satu keluarga di RW bersangkutan. Sementara remaja yang bergabung dalam Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR) berasal dari tujuh keluarga. Program Generasi Berencana (Genre) patutu menjadi catatan tersendiri bila melihat ang usia kawin pertama (UKP) di Kampung KB Sauyunan. Dari 288 PUS yang ada di RW 2, hampir seluruhnya menikah di bawah usia 21 tahun. Tepatnya, 275 perempuan atau 95 persen dari total istri PUS. Sementara laki-laki, usia kawin pertama relatif berimbang bagi yang menikah di bawah usia 21 dan di atas 21 tahun, masing-masing 43 persen dan 57 persen. Sementara itu, program lain di luar KKBPK pada umumnya berjalan seperti pada umumnya sudah menjadi karakteristik masyarakat perdesaan. Kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu) pada dasarnya sudah berjalan rutin namun hanya berkutat pada kegiatan umum seperti penimbangan balita dan atau pemberian makanan tambahan untuk meningkatkan gizi anak. Namun demikian, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dikembangkan usaha perekonomian berbasis masyarakat dan usaha perekonomian pedesaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelompok simpan pinjam kelompok perempuan (SPKP), kelompok usaha bersama (Kube) yang bergerak dalam usaha pengrajin, pertanian, dan home industry.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

31


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

PESERTA KB

BUKAN PESERTA KB

MOW

MOP

IUD

IMPLAN

SUNTIK

PIL

KONDOM

TRADISIONAL

HAMIL

INGIN ANAK SEGERA

INGIN ANAK DITUNDA

TIDAK INGIN ANAK LAGI

0

1

3

12

19

6

0

0

4

5

3

4

1

0

2

7

44

5

0

0

2

9

3

10

0

1

4

20

10

3

0

0

2

4

2

4

0

0

0

1

27

0

0

0

0

9

2

5

0

0

0

3

25

1

0

0

2

6

0

1

0

0

0

0

17

0

0

0

2

3

1

5

1

2

9

43

142

15

0

0

12

36

11

29

Pelaksanaan 1. Pembentukan dan Pencanangan Kampung KB RW 2 Desa Campakawarna Kecamatan Campakamulya Kabupaten Cianjur pada dasarnya sudah ditetapkan sejak 12 Mei 2016 seiring keluarga surat penunjukan dari Bupati Cianjur Nomor 843.4/ Kep. 145-bkbpp/2016 tentang Penunjukan Kampung Panyindangan Rw. 02 Desa Campakawarna Kecamatan Campakamulya sebagai Kampung Keluarga Berencana Tahun 2016. Namun demikian, pencanangannya baru berhasil dilakukan beberapa bulan kemudian setelah dilakukan serangkaian koordinasi bersama para pemangku kepentingan (stake holder) terkait mulai kabupaten hingga masyarakat. Di tingkat kabupaten, persiapan diawali dengtan penyusunan rencana program pembinaan Kampung KB dan dukungan anggaran Kampung KB baik melalui pendanaan khusus dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun anggaran melalui lintas sektoral, baik horizontal maupun vertikal. Langkah ini diikuti dengan pemberian pemahaman tentang konsep Kampung KB termasuk indikator-indikator keberhasilan yang harus dicapai dan sosialisasi rencana program dan kegiatan yang telah disusun. Pada saat besamaan, penataan administrasi menyangkut dokumen perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan terus dipersiapkan sebelum kemudian berkoordinasi dengan lintas sektor lain di luar leading sector. Setelah itu, barulah dilangsungkan pembinaan dan pelatihan kepada kelompok kerja (Pokja) dan kelompok-kelompok kegiatan di Kampung KB.

32

Persiapan serupa juga berlangsung di tingkat kecamatan dan desa. Di tingkat kecamatan diselenggarakan rapat koordinasi yang diikuti SKPD, lembaga terkait, dan unsur pemerintah desa dan pengurus Kampung KB untuk menyusun rencana kegiatan dengan target semua SKPD dan lembaga terkait di Tingkat Kecamatan terlibat dalam pembinaan dan memfasilitasi Kampung KB. Sementara di tingkat desa diselenggarakan rapat koordinasi yang diikuti unsur pemerintah desa, BPD, LKMD, tokoh masyarakat, tokoh agama, PLKB, bidan desa, guru sekolah, penggerak PKK, Pos KB Desa, kader dan Karang Taruna untuk menyusun rencana kegiatan dan Anggaran Kampung KB melalui dana desa.

2. Program Intervensi Apalah artinya pembentukan atau pencanangan manakala tak mampu ditindaklanjuti dengan implementasi kegiatan di lapangan. Sadar akan hal itu, tim Pokja Kampung KB Sauyunan langsung terjun ke tengah masyarakat tidak begitu lama setelah ditetapkannya daerah tersebut dicanangkan sebagai Kampung KB. Penggarapan efekif dilakukan mulai awal semester kedua 2016 lalu. Apa saja yang dilakukan dan siapa saja yang terlibat, berikut rangkumannya. Guna menandai keberadaan Kampung KB Sauyunan di Desa Campakawarna, pemerintah setempat mulai membangun Gapura Kampung KB sekaligus identitas di RT 1 RW 2 yang berbatasan dengna kampung Kebon Karet di sebelahnya. Langkah ini diikuti dengan pembangunan Bale Sawala, semacam ruang pertemuan dengan mengusung konsep terbuka berbentuk saung di RT 3. Tim pokja juga mulai menggagas pembentukan

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

tempat pembuangan sampah di setiap RT. Pada saat bersamaan, dibangun tempat-tempat cuci tangan di sejumlah titik yang kerap dijadikan pusat konsentrasi anak-anak kampung sebagai arena bermain. Di tempat berbeda dibangun sarana umum mandi, cuci, kakus (MCK). Di luar tim pokja, turut dilakukan penyuluhan budidaya ternak oleh dokter hewandari Dinas Perternakan dan program zakat dan infak dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cianjur dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat. Ada lagi pelatihan kebun biji di pekarangan rumah yang diprakarsai Dinas Pertanian dan penyuluhan generasi sehat dan cerdas oleh Dinas Pendidikan, serta rehab rumah tidak layak huni oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Dinas Pertanian kembali menyambangi Kampung KB ketika memberikan pelatihan penyemaian dan peberian bibit unggul. Adapun Dinas Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat getol mendorong kegiatan kerja bakti kebersihan lingkungan. Tim Penggerak PKK sendiri bahumembahu dengan Dinas Perkebunan dalam mamberikan pelatihan pembinaan pemanfaatan halaman pekarangan dengan tanaman obat keluarga dan apotek keluarga. Dinas Kesehatan terjun untuk memberikan pelatihan gizi keluarga dan menu seimbang. Dinas Perindustrian dan Perdagangan turut memberikan pelatihan kader ekonomi produktif bagi masyarakat. Khusus BKBPP yang menjadi ujung tombak Kampung KB terus menggenjot pembinaan kelompok bina keluarga dan kelompok UPPKS dan penyuluhan KB. Beririsan dengan kegiatan tersebut adalah posyandu dan pelayanan KB yang diprakarsai Dinas Kesehatan. Tak cukup sampai di situ, Pokja Kampung KB Sauyunan terus mendorong

partisipasi aktif dalam kegiatan mengaji bagi anakanak selepas salat magrib serta menggalakkan salat berjamaah di masjid bagi kaum pria. Di samping itu, Pokja Kampung KB juga berhasil melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan di tingkat desa. Salah satu indikatornya adalah masuknya sejumlah kegiatan sebagai bagian yang dibiayai melalui dana desa. Sejumlah kegiatan yang bersumber dari dana desa antara lain: pembangunan jalan poros kampung, pembangunan MCK, penembokan pinggir jalan, pembangunan pos keamanan lingkungan (Poskamling), dan lain-lain. Intervensi lain di luar yang telah disebutkan di atas di antaranya adalah bantuan penyediaan pengeras suara dari Komisi IX DPR RI, pelayanan pembuatan akta kelahiran keluarga miskin, pembuatan akta nikah, dan pembuatan dokumen kependudukan lainnya.

3. Mitra Kerja Sebagaimana telah didesain sebagai sebuah kolaborasi dalam membangun desa, Kampung KB Sauyunan berhasil dibangun berkat kerjasama dan partisipasi sejumlah pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) aktif menggulirkan program sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD tersebut. Beberapa mitra kerja yang selama ini aktif dalam mengembangkan Kampung KB Sauyunan di RW 2 Desa Campakawarna, Kecamatan Campakamulya, Kabupaten Cianjur antara lain: a. Pemerintah Desa Campakawarna b. Puskesmas Campakamulya c. Dinas Kesehatan d. Dinas Pendidikan e. Dinas Pertanian

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

33


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

Pemandangan tak kalah sejuk bila melirik ke pekarangan-pekarangan warga. Tampak tanaman produktif berupa sayuran maupun tanaman obat tumbuh di atas pot maupun karus bekas dan plastik polibag. Hal serupa juga bisa ditemukan di beberapa ruas lahan kosong yang sebelumnya terbengkalai. Kini, nyaris tak ada lahan kosong yang dibiarkan tak terurus di seluruh penjuru kampung. Penampakkan kampung juga lebih bersih berkat kerja bakti rutin yang dilakukan warga saban pekan. Warga tak perlu kerepotan mencari tempat untuk membuang sampah karena di beberapa titik kini tersedia tempat-tempat sampah. Anak-anak juga bebas bermain dalam lingkunga sehat berkat kehadiran tempat mencuci tangan sederhana yang terpasang di pusat-pusat konsentrasi bermain mereka.

f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas Pariwisata Pariwisata Dinas Sosial Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kantor Kementerian Agama Dinas Bina Marga Dinas Tata Ruang dan Permukiman Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia Dinas Perkebunan Kantor Urusan Agama Kecamatan Campakamulya Tim Penggerak PKK PNPM Perdesaan

Sejumlah rumah warga yang sebelumnya kurang layak untuk dijadikan rumah tinggal ini lebih nyaman dan bersih. Aksi rehab rumah yang digagas Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Yang menarik, masyarakat secara swadaya membangun sebuah Tugu KB yang di dalamnya menampilkan salam KB dengan menunjukkan dua jari ke atas. Tugu menjadi bagian dari bentuk kegiatan swadaya di luar pembangunan Posko Kampung KB yang juga mengandalkan dana dari masyarakat. Partisipasi aktif ini menjadi bukti bahwa pembangunan kolaboratif yang melibatkan warga sebagai subjek dan objek pembangunan merupakan model terbaik dalam pembangunan daerah. Budaya gotong-royong sebagai mana tercermin dalam kegiatan kerja bakti atau kegiatan bersama-sama menunaikan salat berjamaah menjadi sebuah cara menghidupkan kembali budaya luhur bangsa.

Kondisi Pasca Pelaksanaan Bagaimana wajah RW 2 di Desa Campakawarna setelah dicanangkan sebagai Kampung KB? Bila ada waktu senggang, singgahlah barang sesaat. Terlebih bagi mereka yang sebelumnya pernah berkunjung ke Kampung Panyindangan, nama resmi kampung, maka ada perubahan besar yang dapat dirasakan. Poros jalan desa yang sebelumnya masih berupa jalan tanah, kini berubah menjadi jalan yang sudah diperkuat dengan beton sehingga sepeda motor bisa lebih laluasa melintas tanpa harus repot memilih jalan. Badan jalan juga lebih lebar, meski tetap tidak cukup untuk menampung badan kendaraan roda empat. Sementara di kanan-kiri jalan tampak terhampar sawah dan sebagian lagi kebun menghijau.

34

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016


LAPORAN KHUSUS KAMPUNG KB UNGGULAN

Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Tak berlebihan bila Kampung KB Sauyunan di RW 2 Desa Campakawarna, Kecamatan Campakamulya, Kabupaten Cianjur diproyeksikan sebagai Kampung KB Unggulan Jawa Barat. Perubahan yang tampak setelah dicanangkannya sebagai Kampung KB benarbenar menunjukkan sebuah kerjasama harmonis antarpemangku kepentingan dengan masyarakat. Di kampung ini, masyarakat bukan hanya objek, melainkan aktif memberdayakan diri sebagai subjek dari pembangunan daerahnya. Sejumlah kegiatan yang bergulir di Kampung KB benar-benar merupakan inisiatif sekaligus partisipasi warga, baik berupa pembangunan fisik maupun aktivitas sosial. Tentu, sebagai proses kebudayaan, keberadaan kampung KB tidak bisa serta-merta bisa dilihat hasilnya. Terutama menyangkut peningkatan indeks pembangunan manusia yang di dalamnya melibatkan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Pun dengan pembangunan KKBPK yang baru bisa diukur beberapa tahun kemudian. Namun, kehadiran Kampung KB berhasil membangun pondasi pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat atau penduduk setempat. Kampung KB menjadi miniatur pembangunan berwawasan kependudukan, dengan menjadikan penduduk sebagai sentral pembangunan. Kampung KB merupakan sebuah harapan bagi terwujudnya pembangunan manusia Indonesia yang unggul menyongsong bonus demografi yang bakal tiba tak lama lagi. Kampung KB adalah kampung harapan.

2. Saran Keunggulan Kampung KB Sauyunan bukan berarti meniadakan kelemahan atau tantangan yang menanti esok hari. Salah satu tantangan besar adalah bagaimana menjaga kesinambungan program. Kampung KB lebih dari sekadar gerakan atau agenda pemerintah. Lebih dari itu, Kampung KB adalah gerakan budaya yang keberlangsungannya sangat ditentukan oleh sejauhmana masyarakat bersedia terlibat di dalamnya. Karena itu, Kampung KB haruslah didesain untuk bisa dijalankan mandiri di kemudian hari. Dengan demikian, ketika pemerintah daerah mengalihkan sasaran programnya tidak akan menggentikan program yang sudah bergulir tersebut. Khusus menyangkut program KKBPK, patut menjadi catatan adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ketahanan keluarga seperti Tri Bina dan Kelompok UPPKS. Hal ini penting mengingat kesertaan KB yang tinggi menuntut adanya pembinaan berkelanjutan melalui program ketahanan keluarga tadi. Apalagi, sebagian besar peserta KB masih menggantungkan diri pada pil KB dan suntik yang rawan terjadinya putus pakai (drop out). Pada saat bersamaan, pembinaan remaja melalui program Generasi Berencana patut menjadi perhatian untuk menekan angka pernikahan muda sekaligus mendongkrak usia kawin pertama. Usia kawin bagi perempuan patut menjadi catatan tersendiri mengingat 95 persen atau hampir seluruh istri para PUS di Kampung KB menikah di bawah usia 21 tahun. Dengan demikian, panjangnya rentang masa reproduksi perempuan tanpa dukungan kesertaan ber-KB jangka panjang berpotensi terus menambah angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) sebagai inti dari program pengendalian penduduk. Peningkatan usia kawin pertama menjadi pilihan utama bila dihubungkan dengan trend berKB jangka pendek yang menjadi pilihan masyarakat perdesaan.

WARTA KENCANA • NOMOR 30 • TAHUN VII • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2016

35



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.