Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif
Edisi Juni 2015
Faluthi /Keadilan • Aulia Riza saat menyampaikan visi misinya sebagai Calon Legislatif Universitas KM UII pada saat Kampanye Mimbar pemilwa di depan kantor LEM FH UII (21/05). Pemilwa sebagai agenda besar tahunan KM UII ini ditunjukan untuk keberlanjutan tongkat estafet kepengurusan dari sistem Student Government UII.
FOKUS UTAMA
Prematurnya Perdek Perizinan Perdek Perizinan ‘dilahirkan’ dalam waktu yang singkat, kesiapan jiwa, dan raganya patut dipertanyakan. Pembuat kebijakan sebagai ‘orangtuanya’ berharap anaknya dapat bermanfaat untuk berbagai golongan tanpa sekat, ataukah justru hanya membahayakan orang kebanyakan? Oleh: Paisal Salman Alparidji
Yogyakarta-Keadilan. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) maka perlu adanya sebuah kebijakan pendidikan untuk mengaturnya. H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik, mengartikan kebijakan pendidikan sebagai keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari
visi dan misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk satu kurun waktu tertentu. Untuk membuat suatu kebijakan pendidikan yang menguntungkan berbagai pihak, setidaknya ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Pertama, yakni keterbukaan. Proses pendidikan sebagai pemanusiaan terjadi dalam interaksi sosial, artinya pendidikan milik masyarakat. Apabila pendidikan itu milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai tingkat perumusan,
pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu mendengarkan suara dan saran-saran dari masyarakat. Kebijakan pendidikan yang bisu dari suarasuara dalam masyarakat adalah ‘penggerhanaan’ dari hakikat pendidikan itu sendiri. Kemudian aspek yang berikutnya adalah didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan bukanlah sesuatu yang abstrak tetapi menjadi pilihan dari berbagai alternatif sehingga perlu dilihat output dari kebijakan tersebut dalam praktik.
Keadilan Post Edisi Juni 2015
1
Fahmi/Keadilan
Kebijakan pendidikan juga harus diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. Proses pendidikan terjadi dalam situasi dialogis. Dari situasi tersebut peserta didik semakin berdiri sendiri sehingga tugas pendidik menuntun pesertanya dari belakang. Pada akhirnya akan mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang kreatif dan pelaku dalam perubahan masyarakat. Aspek yang terakhir adalah kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi kepada kebutuhan peserta didik. Menyadari bahwasanya pendidikan itu erat kaitannya dengan kekuasaan, sebaiknya kekuasaan itu diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik tetapi untuk memfasilitasi dalam pengembangan kemerdekaan peserta didik Pada tanggal 15 September 2014 dekanat mengeluarkan sebuah Peraturan Dekan (Perdek) Nomor 01/PD-Dek/ Div.URT/60/H/IX/2014 tentang Izin Tidak Mengikuti Kuliah Pada Program Studi S-1 FH UII. Pengesahan tersebut didasarkan pada Keputusan Rektor Nomor 01/PER.UNIV/BAAK/ VII/2005 tentang Penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar, dan Keputusan Rektor Nomor 33/Rek/PR/20/DA/ XII/2011 tentang Kehadiran Mahasiswa dalam Perkuliahan pada Program Studi S-1. Moh. Hasyim, Sekretaris Program Studi (Sekprodi) mengatakan, “Peraturan Dekan itu dibuat supaya ada ketertiban dalam penyelenggaraan
2
perkuliahan, misal- Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII nya ada pembatasan mengatakan undangan dari dekanat yang tetap bagaimana hanya untuk sosialisasi, karena lembaga izin itu diberikan ini kemahasiswaan diundang setelah Perdek harus ada batasan- disahkan. Namun hal yang berbeda nya, sebab kalau tidak disampaikan oleh Hasyim, “Ya sebelum • Aunur Rahim Faqih ada batasannya nanti dikeluarkan peraturan itu sudah ada di ruang bisa tidak terkendali komunikasi dengan mahasiswa, hadekan (27/05). untuk perkuliahan”. nya waktu itu saya lupa tanggalnya,” Sebagai dekan FH D i t e r b i t k a n n y a paparnya. UII mengaku Perdek ini erat ka- Amar sangat menyayangkan dalam terbitnya Perdek ini ada itannya dengan ma- proses pembuatannya tidak melibatkan hubungannya salah akreditasi, me- mahasiswa. “Sebelum membuat perdengan nurutnya selain bagian aturan itu lebih mengomunikasikan deakreditasi. dari pengendalian ngan mahasiswa dalam Perdek ini, bisa penyelenggaraan per- juga melalui perwakilan mahasiswa. Jakuliahan, jika persen- di pembahasan itu jelas, mereka mau tase kehadiran maha- membuat peraturan untuk mahasiswa, siswa tinggi maka ya mereka harus melibatkan mahasiswa. akan membuat baik Jadi konkret, apa sih yang dibutuhkan. penilaian akreditasi. Nah kalau mereka jalannya enggak Setali tiga uang dengan Hasyim, seiringan dengan kita itu bisa jadi Aunur Rahim Faqih selaku Dekan FH masalah,” jelasnya. Menurutnya juga UII mengakui diterbitkannya Perdek peraturan ini belum aplikatif, karena ini ada hubungannya dengan akreditasi, ketika dibenturkan dengan realita tidak “Ini kaitannya dengan akreditasi. Jadi bisa diaplikasikan dengan adil. kan dosen pun juga kan dilihat itu. Kalau Ada beberapa poin yang meitu tidak tertib maka akreditasi kita akan nurutnya menjadi permasalahan, misalturun gara-gara ini kan jelek sekali tha. nya izin sakit, hanya diberikan satu kali Makanya kita tertibkan”. Namun, tidak untuk mata kuliah dua, tiga ataupun lama setelah disahkannya Perdek, muncul empat Sistem Kredit Semester (SKS). pro-kontra di kalangan mahasiswa. Hal ini menjadi bermasalah ketika mata Banyak mahasiswa merasa dirugikan kuliah yang tiga atau empat SKS dan tidak sedikit pula yang berlangsung dalam satu hamendukung berlakunya ri. “Misalkan begini, jam Perdek. Audiensi pun pertama enggak bisa dilakukan antara pihak datang karena sakit, dekanat dengan lemmasa jam kedua dia baga kemahasiswaan datang, kan enguntuk mencari jalan gak mungkin. Nah tengahnya. itu kemarin mereka Perdek sebagai (dekanat) sebenarnya suatu kebijakan penjuga bilang iya. Cudidikan dibuat guna ma itulah, masih bamencapai visi, misi, dan nyak mereka ini yang • Diah Ayu A. tujuan sebagaimana disebutkesepakatan di meja, belum dikan di atas. Namun, masa pembuattransformasikan,” terang Amar. annya yang singkat yakni hanya dua Frasa yang menyebutkan ‘dan bulan, menjadikannya kurang optimal. sebagainya’ dalam pasal sakit juga Hal ini dikonfirmasi oleh Hasyim, bermasalah. Menurut Amar, frasa ‘dan “Memang untuk itu yang penting kan sebagainya’ bisa saja disalahgunakan ada regulasi yang segera dibuat, su- oleh mahasiswa dengan alasan malas paya ada aturan sebagai dasar hukum kuliah. “Nah yang kedua itu, misalnya mengenai bagaimana sebetulnya meng- pas sakit. Sakit itu kan diberi waktu implementasikan keputusan rektor.” sehari. Itu gimana logikanya? Ketika Pada proses pembuatannya ti- hari ini sakit diberi izin, berarti besok dak melibatkan mahasiswa ataupun dia sudah enggak boleh sakit lagi, sudah perwakilan dari mahasiswa. Andzar harus sembuh, sudah harus kuliah, itu Amar selaku Ketua Komisi II Dewan kan jadi masalah,” lanjutnya.
Keadilan Post Edisi Juni 2015
Munculnya pembatasan izin sakit dikarenakan banyak mahasiswa yang memalsukan surat keterangan sakit dan memanipulasi tanggalnya. Hal ini disambut positif oleh A. Akbar Ghafar, “Ya, kalau setahu saya sih memang banyak yang kayak gitu, memalsukan surat keterangan dokter dan lain-lain itu memang banyak, tapi kalau sebisa mungkin menurut pendapat saya itu harusnya dikenakan sanksi yang tegas, jadi insya Allah enggak akan terulang lagi,” ujar mahasiswa FH UII angkatan 2013 tersebut. Senada dengan Akbar, Yulio Thoyibah mahasiswa FH UII angkatan 2014, merasa tidak adil ketika mahasiswa yang tidak pernah mengikuti perkuliahan, tapi tiba-tiba bisa mengikuti ujian akhir semester (UAS). Namun permasalahan izin sakit belum selesai sampai di situ, muncul pertanyaan kemudian, bagaimana untuk sakit yang lebih dari empat minggu, misalnya karena harus dirawat di rumah sakit. Permasalahan seperti ini tidak sedikit terjadi di kalangan mahasiswa. Hal ini dibenarkan oleh Supartono, koordinator bagian presensi. Tidak sedikit dia menemui mahasiswa yang bermasalah seperti itu. Dia menyarankan untuk menemui sekprodi untuk mendapatkan keringanan. Sebab tidak ada peraturan tertulis untuk sakit rawat inap. Hal ini terjadi pada Diah Ayu Ambasari, Mahasiswi FH UII angkatan 2013. Dia terpaksa harus absen mengikuti perkuliahan karena sakit selama satu bulan. Setelah mengajukan izin ke pihak presensi ditolak, dia pun diarahkan untuk menemui sekprodi. Ternyata izinnya masih tidak diterima walaupun sudah membawa surat keterangan lengkap dari rumah sakit. Akhirnya Diah
• Andzar Amar selaku Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII (2/06).
Sehab/Keadilan
memilih mengadu ke Departemen Politik, Jaringan, dan Advokasi (Pajak) Lembaga Ekskutif Mahasiswa FH UII, barulah suratnya ditembuskan ke Ketua Program Studi (Kaprodi). Tidak hanya dibuat bingung, dia menunggu waktu lama untuk di-acc. “Aku nunggu sampai seminggu. Berhari-hari aku ke dekanat. Tapi, mungkin karena Pak Hasyim-nya sibuk juga ya, ya sudah sampai hampir detik-detik mau UAS, kayaknya tiga hari sebelum verifikasi absen, nah itu baru didisposisikan sama beliau. Aku yang mengantarkan ke presensi,” tambahnya. Kejadian yang hampir sama juga menimpa Aditta Nursitaresmi Alfiati, mahasiswi FH UII angkatan 2013, pengajuan izin sakitnya ke kaprodi ditolak. Hanya untuk satu kali izin yang diproses, tetapi dirinya mengaku beruntung, karena mata kuliah yang diambilnya belum kurang dari 75 persen. Namun menjelang UAS, dia ditawari izin khusus oleh kaprodi untuk mata kuliah yang kehadirannya di bawah 75 persen. “Nah itu, kemarin waktu aku lima kali enggak masuk (mata kuliah tiga SKS), Data Litbang LPM Keadilan
N=1455
*N: Jumlah Mahasiswa aktif FH UII Angkatan 2012-2014
itu berarti masih sisa satu kan, nah itu dikasih izin satu, berarti masih bisa dua kali lagi enggak masuk. Nah itu bapaknya bilang diusahakan masuk ya, jangan sampai enggak masuk,” tuturnya. Menanggapi hal ini Aunur mengatakan, “Ya kaprodi akan melihat, jadi sakit dia itu apakah sama sekali enggak kuliah. Kalau sama sekali enggak kuliah kan gimana mau mengerjakan soal, ya enggak bisa tha”. Pendapat Aunur tersebut diperjelas kembali oleh Hasyim, “Memang lalu ada kebijakan, kebijakan untuk mahasiswa yang sakit dengan rawat inap, itu kemudian juga diberi izin khusus, tapi dasarnya kebijakan karena di peraturan yang lama belum ada,” terangnya. Kemudian menurutnya, untuk yang sakit biasa maupun sakit rawat inap lebih ditekankan untuk memanfaatkan jatah 25 persen sebelum mengajukan izin. Pada saat masa penyusunannya, riset yang dilakukan oleh pihak dekanat hanya sebatas melihat kejanggalankejanggalan peraturan lama. Aunur menerangkan, “Ada riset, karena itu kan dibuatnya itu karena muncul peraturan yang lama. Periode masa lalu, kok begini, kok banyak kejanggalan, dan banyak mahasiswa yang komplain, maka dibuatlah peraturan yang itu.” Selama berlangsungnya audiensi antara mahasiswa dengan dekanat, ada beberapa kesepakatan yang dicapai, misalnya pergantian kata ‘kali’ untuk haji dan umroh menjadi ‘minggu’. Juga terjadi kesepakatan terkait kuliah pengganti, mahasiswa harus dianggap hadir. Namun kenyataannya, pada kuliah pengganti masih banyak dosen yang tidak menerapkan kebijakan itu. Aunur
Keadilan Post Edisi Juni 2015
3
Data Litbang LPM Keadilan
Data Litbang LPM Keadilan
N=1455 N=1455
*N: Jumlah Mahasiswa aktif FH UII Angkatan 2012-2014
*N: Jumlah Mahasiswa aktif FH UII Angkatan 2012-2014
berdalih sudah menyosialisasikannya kepada dosen-dosen yang lain dan merasa tidak ada permasalahan dengan kebijakan tersebut. Amar mengatakan, kewajiban seorang dosen adalah mengajar, dan bagi mahasiswa hadir dalam perkuliahan. Sedangkan haknya mendapatkan perkuliahan. Jika dosen berhalangan dan menggantinya pada hari lain, itu bukan lagi menjadi kewajiban mahasiswa, dia punya hak untuk datang atau tidak. “Itu sebenarnya sudah diangkat juga, nah itu mau kita tanya lagi. Karena kemarin itu masalahnya adalah sistem. Di sistem itu mengatakan kalau di presensi nanti absensi mereka itu enggak ada. Cuma mereka dihitung ada, itu sistemnya enggak bisa terima. Itu makanya nanti mau kita tanyakan lagi, gimana tindak lanjutnya,” tambahnya. Selain menimbulkan pro dan kontra, sosialisasi atau akses untuk mendapatkan informasi mengenai Perdek juga sulit. Terbukti setelah diberlakukan kurang lebih selama sembilan bulan, masih banyak mahasiswa yang belum mengetahuinya. Berdasarkan data polling Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Keadilan dengan tingkat kepercayaan 90 persen, mahasiswa yang tahu adanya Perdek sebesar 76 persen, sedangkan sisanya yakni 24 persen tidak tahu menahu dengan Perdek perizinan. Dari 76 persen jumlah sampel yang tahu, kebanyakan sumber informasi didapat dari teman dengan presentase 45 persen. Kemudian diikuti oleh sumber dosen dan sosialisasi dengan masing-masing 32 persen dan 22 persen. Satu persen lainnya mengetahui ketika mempunyai permasalahan dengan perizinan. Litbang Keadilan juga melakukan polling terkait tindak lanjut dari permasalahan perizinan, sebesar 46 persen da-
4
ri sejumlah sampel hasilnya ada tindak lanjut atau penyelesaian. Dan sisanya, yakni 54 persen tidak mendapat-kan penyelesaian. Sedangkan cara penyikapan mahasiswa terbesar dengan melakukan komplain pada presensi se-besar 64 persen, melapor kepada DPM sebesar 24 persen, dan sisanya 12 persen mengadu kepada lainnya, yaitu dosen dan kaprodi. Angka komplain terbesar terhadap presensi dibenarkan oleh Supartono. Dirinya mengaku sering menerima komplain. Namun, dia mengatakan presensi sebatas mengurus masalah teknis, jadi hanya menerapkan yang sudah tertulis. Juga terkadang luput transformasi dari dekanat ke pihak presensi. “Ya artinya pengennya kalau saya sebagai orang lapangan yang di bagian presensi, ya perubahan atau aturan ya segera diberi tahu paling enggak dibikin apa rapat bareng dikondisikan ini aturan baru dengan lembaga yang sudah audiensi kan gitu. Jadi kita menjalankan itu sesuai memang sesuai aturan yang ada gitu lho,”
terangnya. Pada dasarnya, segala kekurangan dan kelemahan Perdek sudah disadari oleh pihak dekanat. Aunur mengatakan, “Nah sekarang sedang ada perbaikan itu, beberapa peraturan itu harus diperbaiki terutama yang berkaitan dengan lembaga atau aktivis mahasiswa, ketika dia harus terlibat dalam suatu kegiatan itu yang diadakan oleh lembaga atau yang diadakan oleh universitas ataupun fakultas.” Melihat Bayangan Perdek Baru Untuk memperbaiki Perdek dekanat membentuk sebuah tim, “Kita perbaiki lalu kita bentuk tim. Timnya di antara lain kaprodi dan sekprodi itu sendiri, kemudian Pak Zairin yang ahli dalam legal drafting. Kalau anda ingin tahu secara detail, bisa tanya kepada sekprodi, atau Pak Syarif, atau Pak Zairin. Dan ini seharusnya sudah jadi. Nah peraturan ini dibuat sama-sama dengan lembaga, jadi kita undang lembaga,” pungkas Aunur. Sebetulnya pembentukan tim yang
• Zairin ketika diwawancarai di ruangannya (27/05). Dia sebagai salah satu tim penyusun Perdek Perizinan.
Keadilan Post Edisi Juni 2015
Fajri/Keadilan
diketuai oleh Zairin Harahap terhitung terlambat, karena penunjukan baru dilakukan sekitar awal April. “Karena kayaknya pimpinan itu butek. Kita ngeyel, mereka juga ngeyel. Sama-sama keras. Berapa kali kita ketemu pimpinan itu sampai sore, kita bahas, itu baru dapat empat pasal lima pasal, besoknya lanjut lagi. Mereka kan lama-lama jadinya, ya enggak tahu juga, mereka juga mungkin banyak kerjaan juga. ‘Sudahlah kita bikin tim saja’,” ungkap Amar. Selama masa liburan, tim yang dibentuk oleh pihak kampus membahas Perdek di internalnya sendiri. Setelahnya baru dikomunikasikan dengan perwakilan mahasiswa. Dalam membuat draft Perdek yang baru baik Zairin ataupun Syarif Nur Hidayat yang tergabung di dalam tim, tidak mau tergesa-gesa dalam proses pembuatannya. “Saya sama Pak Zairin hanya keukeuh, ini kalau peraturan dibuat tergesa-gesa hasilnya tidak akan maksimal. Sehingga ya sudah kita jalankan supaya masukan dari berbagai pihak bisa terakomodir. Bukan berarti kompromistis tapi berarti terakomodir dan ternormakan dengan baik,” papar Syarif. Menurutnya, jangan sampai kemudian peraturan dibuat lama lalu ada pihak yang tidak puas, karena
satu plus 25 persen, semuanya hanya menggunakan 25 persen. Kemudian untuk izin umroh ditiadakan, karena diasumsikan umroh bisa memilih tanggal yang bertepatan dengan liburan, dan ibadahnya bersifat sunah. Sedangkan untuk izin haji, tugas dari rektor atau dekan selama melaksanakan tugasnya, bukan dibatasi oleh hari lagi. Poin-poin tersebut diberi penekanan pada kebebasan yang 25 persen, jika masih bisa menggunakan tidak perlu mengajukan izin atau dispensasi. Dan terkait izin sakit yang rawat inap rencananya akan dinormakan dalam Perdek yang baru. Untuk sakit rawat inap diberikan dispensasi selama dia dirawat. “Jadi tidak ada lagi batasan satu atau dua kali. Secara manusiawi, secara moral, dia kan tidak ingin sakit jadi diberikan dispensasi. Nanti kalau misalnya dia bisa mengejar materi dan bisa lulus ujian, maka itu menjadi hak dari dirinya,” jelas Syarif. Untuk permasalahan izin lembaga menjadi sangat alot dikarenakan dari pihak mahasiswa menginginkan tidak ada batasan, sedangkan dari pihak dosen mengatakan tetap harus ada batasannya. Dalam hal ini, Zairin mengaku sependapat dengan mahasiswa, memberikan kebebasan Data Litbang LPM Keadilan
N=1455
*N: Jumlah Mahasiswa aktif FH UII Angkatan 2012-2014
pendapatnya belum dipertimbangkan. Sebab tidak semua pendapat harus diakomodir, yang terpenting sudah didengarkan dan dipertimbangkan. Terkait pembentukan Perdek yang baru, disampaikan oleh Syarif sudah hampir final. Hanya tinggal poin untuk izin lembaga saja yang belum tercapai kesepakatan. Sisanya sudah didapat kesepakatan. Beberapa perubahannya diantara lain, tidak ada lagi kelonggaran
untuk mengatur perizinannya sendiri. Namun dirasa perlu adanya filter dalam memberikan dispensasi izin pada anggota-anggotanya. Agar sebuah acara itu tidak hanya ramai-ramai saja, tapi digilir antar anggota supaya rata. Inilah yang menurutnya peraturan harus menganut asas edukatif. Dalam pembuatan Perdek yang baru diakui oleh Syarif ataupun Zairin tidak menggunakan riset semacam
Fahmi/Keadilan • Syarif Nur Hidayat ketika diwawancarai di ruangannya (28/05). Syarif sebagai salah satu tim penyusun Perdek Perizinan.
polling, namun menggunakan penelitian sederhana. Syarif menjelaskan, pembahasan yang sudah hampir satu semester ini dikarenakan pembahasan yang cukup alot. Hampir semua elemen kampus dilibatkan dalam pembuatannya, mulai dari mahasiswa, lembaga, dan dengan prodi–yang bertanggungjawab secara langsung dengan perkuliahan. Juga dengan mempertimbangkan beberapa masukan informal dari dosen. “Jadi kita memang tidak melakukan perbandingan secara langsung dengan peraturan yang lain, tapi kita melihat fakta. Kegiatan mahasiswa seperti apa, praktek perizinan selama ini bagaimana, bagaimana persoalan-persoalan yang selama ini ada sudah ter-record di kaprodi. Jadi berdasarkan itulah kita membuat peraturan yang baru,” tambah Syarif. Beberapa asas menjadi perhatian tim pembuat Perdek agar tujuan peraturan jelas antara lain, asas proporsional artinya dispensasi diberikan kepada orang yang patut diberikan. Kemudian asas edukatif, bertujuan memberikan pembelajaran kepada mahasiswa. Aktivitas dalam kelas tidak selalu lebih baik daripada di luar, tidak mutlak kegiatan dalam kelas dilaksanakan, jika hal di luar lebih baik. “Jadi tetap ada edukatifnya,” tegas Syarif. Dari data yang diperoleh dari polling Litbang Keadilan, sebanyak 92 persen responden merasa mahasiswa perlu dilibatkan dalam pembuatan Perdek. Hal ini ditanggapi dingin oleh Aunur, menurutnya dilibatkan atau tidaknya
Keadilan Post Edisi Juni 2015
5
bukan hal penting. Baginya yang terpenting substansinya, bahwa kegiatan kelembagaan bisa berjalan dengan baik tanpa ada hambatan. Sedikit berbeda dengan Aunur, Zairin berpendapat walaupun melibatkan banyak pihak, tidak menjamin hasilnya lebih baik. Setidaknya kampus sudah memberikan contoh berdemokrasi yang baik kepada mahasiswa. Menurutnya lagi, ini hal penting yang belum tentu didapatkan di ruang kelas. Aunur selaku Dekan FH UII berharap banyak pada Perdek yang baru, walaupun memang harus ‘mengor-
bankan’ mahasiswa untuk sementara waktu, menggunakan Perdek yang ada dengan segala kekurangannya. Dia berharap dengan adanya Perdek perizinan yang baru, geliat berorganisasi mahasiswa kembali meningkat, ju-ga sesuai dengan misinya untuk memberantas keapatisan agar dinamika di kampus semakin hidup. Harapan Amar, pihak kampus lebih jeli lagi dalam melihat persoalan. Jangan seperti kasus izin palsu, orangorang yang benar-benar membutuhkan izin malah terkena imbasnya. Bukan justru mencari cara agar tidak bisa izin
lagi, tapi menemukan mekanisme untuk membendung surat palsu itu. “Itu kan ibaratnya, ada tikus di rumah, bukan tikusnya yang dibunuh, tapi rumahnya yang di bakar itu loh,” tegasnya. Reportase bersama: Fajri N. Imam, Nurul Aulia, Sehabuddin Ardiansyah, Surayya Azzuhra S., M. Ariel Fahmi
EDITORIAL
Menjelang akhir tahun 2014 tepatnya pada tanggal 15 September, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) ‘melahirkan’ sebuah peraturan baru bernama Peraturan Dekan (Perdek) tentang Izin Tidak Mengikuti Kuliah pada Program Studi Strata Satu FH UII. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Keputusan Rektor Nomor 01/PER.UNIV/ BAAK/VII/2005 tentang Penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar dan Keputusan Rektor Nomor: 33/Rek/PR/20/DA/XII/2011 tentang Kehadiran Mahasiswa dalam Perkuliahan pada Program Studi Strata Satu. Dengan tujuan awal untuk menertibkan izin perkuliahan bagi mahasiswanya, kampus mengesahkan Perdek Perizinan. Akan tetapi kenyataannya jauh berbeda. Kehadiran Perdek sedari awal malah banyak melahirkan polemik di kalangan mahasiswa. Banyak kejanggalan dan ketidakharmonisan di dalam isinya. Parahnya lagi, pembuatan Perdek tersebut tidak melibatkan mahasiswa. Kemudian daripada itu, minimnya sosialisasi dari pihak kampus juga menjadi kendala tersendiri. Mahasiswa yang memiliki kepentingan untuk mengetahui dan memahami Perdek izin, kerap kali mendapatkan kesulitan atas keberadaannya. Padahal subjeknya sendiri ialah mahasiswa. Bahkan sampai detik ini, masih banyak mahasiswa yang tidak mengetahui keberadaan Perdek tersebut. Kebanyakan dari mereka mengetahuinya dari teman ataupun setelah mengalami permasalahan sendiri dengan Perdek itu. Seharusnya pihak kampus lah yang memberikan informasi dan penyuluhan atas hadirnya Perdek Perizinan, karena mereka yang dinilai berwenang melakukan hal tersebut. Permasalahan tidak berujung sampai disitu. Mahasiswa yang tidak dapat hadir karena sakit dalam perkuliahan yang memiliki dua sesi pertemuan dalam satu hari, hanya mendapatkan izin satu sesi saja. Sebab Perdek cuma memberikan izin satu kali. Peraturan tersebut juga diamini oleh pihak presensi selaku pekerja lapangan, mereka hanya menjalankan apa yang telah tertera di atas kertas. Tapi, dalam pelaksanaannya terkadang berbeda. Mahasiswa yang bermasalah dengan izin dan tahu ‘cara’ mengatasinya—karena paham aktor di balik Perdek Perizinan itu—dapat langsung mengadu kepada dekanat. Jika ‘beruntung’ mendapatkan keterangan izin. Hal demikian terus terjadi dalam kurun waktu kurang lebih sembilan bulan. Terhitung dari disahkannya Perdek Perizinan, hingga sekarang. Meski pihak kampus khususnya dekanat, telah mengetahui berbagai polemik yang terjadi setelah ada pertemuan dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII. Sebelumnya pihak kampus memiliki alasan bahwa salah satu latar belakang peraturan izin sakit hanya satu kali ialah dari banyaknya mahasiswa yang memalsukan surat izin sakit. Saat ini, setelah pihak kampus menyadari bahwa Perdek tersebut banyak menuai masalah, mereka mencoba mencari solusi dengan merencanakan pembuatan Perdek pengganti. Namun, dalam penyelenggaraan dan penggodokan Perdek baru, juga masih menuai banyak permasalahan. Bahkan
6
Keadilan Post Edisi Juni 2015
perdebatan tidak hanya terjadi antara pihak kampus dengan DPM FH UII, tetapi juga dalam internal pihak kampus. Hal ini yang membuat program pembuatan Perdek Perizinan masih sebatas rencana. Dalam proses penggarapan Perdek baru, pihak kampus juga tidak melakukan riset mendalam, melainkan dengan cara sederhana. Hal ini membuat banyak opini di kalangan mahasiswa yang menganggap kampus tidak serius dalam melakukan pembenahan diri, terutama pada izin perkuliahan. Beberapa permasalahan di atas kebanyakan disebabkan dari dalam Perdek Perizinan tersebut. Padahal kampus memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan rasa nyaman dalam perjalanan aktivitas belajarmengajar. Sampai berlakunya Perdek baru yang dapat memberikan rasa adil bagi seluruh mahasiswa FH UII, maka Perdek yang berlaku sekarang dinilai masih bermasalah.
LIPUTAN
Pemilwa UII untuk Siapa? “Jadi mending informasinya dipersiapin, lah. Jangan mepet. Kasih dua minggu sebelum pembukaan pendaftaran itu ditempel sudah diinfokan. Jangan cuma sosmed. Pemilwa ini diselenggarakan untuk kebaikan KM UII. Maka panitia juga harus berani ‘susah’,” ujar Agung. Oleh: Surayya Azzuhra Sinaga
Pemilihan Wakil Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (Pemilwa UII) berlangsung. Pesta demokrasi Keluarga Mahasiswa UII (KM UII) yang berdasarkan Pasal 61 Ketetap--an Sidang Umum KM UII ini merupakan pemilihan wakil mahasiswa di tingkat universitas (Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas) dan pemilihan wakil mahasiswa di tingkat fakultas (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas). Ini adalah saat di mana mahasiswa UII menyalurkan suaranya untuk memilih perwakilannya di tingkat kelembagaan KM UII. Yogyakarta-Keadilan.
Namun, keberlangsungan pemilwa kali ini menuai kebingungan dari beberapa mahasiswa. Pasalnya, mereka— mahasiswa—‘kaget’ bahwa saat ini adalah saat pemilihan Calon Legislatif (Caleg) KM UII. Mereka bingung dengan adanya mimbar yang tiba-tiba terpasang di depan masing-masing fakultas dan beberapa suara yang terdengar lantang menyuarakan visi-misi. Saat itu, barulah mereka tahu bahwa ada pelaksanaan pemilwa. Hal ini dibenarkan oleh Muafiq Inayah, mahasiswa Fakultas Hukum
UII (FH UII) angkatan 2012. Dia manku yang tahu (melihat), ‘Loh kok ada memang mengetahui bakal adanya tenda?’, ‘Itu kampanye pemilwa’. Loh pemilwa. Namun untuk tahun ini dirinya kapan mereka koar-koarnya?” ungkaptidak mengetahui kapan tepatnya pe- nya. Dia juga menambahkan, walaupun milwa akan berlangsung. Muafiq baru sehari sebelumnya sudah diadakan kammengetahuinya ketika kampanye mim- panye poster, mahasiswa yang tidak mau bar dilaksanakan, “Pemilwanya ya, itu melihat mading tidak akan tahu pemilwa pada saat ribut-ribut itu, pada saat pesta dan kaget dengan tenda yang tiba-tiba demokrasi lah istilahnya. Pada saat para didirikan. caleg memaparkan visi-misinya. Ya pada Agung yang saat itu ingin mendaftar saat itu juga saya tahu,” ujarnya. juga baru mengetahui informasi me Selain itu, Muafiq manambahkan ngenai diadakannya pemilwa karena terkait sosialisasi. Menurutnya, bentuk inisiatifnya sendiri untuk mencari inforsosialisasi poster merupakan hal biasa masi, dan bukan dari pengumuman yang yang sudah termindset pada mahasiswa. dilakukan oleh panitia. “Ibaratnya yang Sosialisasi ini menjadi kelihatan tahu itu internal temannya KPU, tidak menarik, apalagi sosialisama ‘organ’ itu sendiri yang sasi poster itu dilakukan tahu. Jadi mereka sudah ketika caleg sudah disiap. Sedangkan orang tentukan atau terpilih. yang di luar teman KPU Dia berharap mahasiswa atau apapun, belum tahu tahu, bahkan sebelum sama sekali, jadi telat. terpilihnya caleg, “Siapa Jadi, ‘Wah pengen ikut tahu saja ada mahasiswa nih’. Lihat tanggalnya, yang mau ikut menjadi ‘Ah sudah mepet, enggak legislatif tetapi dia enggak jadi’,” ujar Agung. mendapatkan informasinya. • Agung Yandifa P e m b e r i t a h u a n Kan kasihan,” tuturnya. mengenai pemilwa juga diketahui Hal yang sama juga disampaikan baru-baru ini oleh Ryan Kharisma Agung Yandifa, mahasiswa FH UII ang- Akbar, mahasiswa FH UII angkatan katan 2012 yang mengundurkan diri da- 2014. Dia mengatakan, “Tahunya baru ri pencalonan pemilwa, “Kurang saja waktu ada pemilwa ini sih, dan paling sosialisasinya. Tiba-tiba, kebanyakan te- enggak seminggu yang lalu waktu salah
Keadilan Post Edisi Juni 2015
7
Anggi/Keadilan
satu teman-teman kita yang dari ikut organisasi tuh kasih tahu. ‘Eh itu ada pemilwa’, dan kita diajak buat ikut kasih suara.” Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terbentuk dari Musyawarah KM UII dalam pleno terbuka ini difasilitasi oleh Dewan Permusyawaratan Mahasiswa UII (DPM UII). Komisi yang memiliki wewenang teknis terkait pemilwa tersebut dianggap kurang memberikan sosialisasi kepada mahasiswa. Ryan menyebutkan, dia malah tidak mendapatkan info apapun terkait pemilwa dari lembaga-lembaga kampus. Dia beranggapan bahwa sosialisasi memang dirasa belum cukup. “Khususnya teman-teman organisasi yang ini yang baru-baru itu, yang angkatan aku enggak ada ngasih misal-nya, ‘Eh itu ada sosialisasi loh dari apa namanya, DPM kenapa enggak ikut?’ Nah itu belum ada,” jelasnya. M. Dzar Azhari Mutahhar menuturkan bahwa kurangnya sosialisasi KPU kepada mahasiswa. Hal ini bisa dilihat dari sedikitnya minat mahasiswa yang datang ketika kampanye mimbar berlangsung. Ditambah lagi belum adanya pemasangan banner saat kampanye mimbar berlangsung sehingga membuat mahasiswa merasa kebingungan. “Saat kami baru koar-koar, barulah mereka tahu. Tapi kan kesannya lucu, jadi terkesan kami tuh maju tanpa ada alasan, dianggap orang enggak ada alasan. Cuma kan jadi aneh ketika itu ribut-ribut. Cuma mahasiswa enggak tau itu ada apa di situ,” jelasnya. Sosialisasi yang dilakukan KPU
8
terhadap caleg sendiri pun kurang akibat kurangnya sosialisasi, dianggap kurang. Dzar me- “Panitia itu sibuk dengan hanya untuk nuturkan bahwa sempat ter- menyuarakan untuk dicoblos gitu, ya. jadi permasalahan terkait Kesannya disuruh bukan dari internal jadwal, mulai dari jadwal pribadi pemilih sendiri jatuhnya,” tamkampanye yang tidak jelas bah Fikri. • Ryan Dia juga mengatakan bahwa terkait dan jadwal wawancara yang sebagai tidak tahu kapan akan ber- dengan bakal calonnya memang dari sisi salah satu langsung. “Sosialisasinya kemanusiaan dia sudah matang dengan mahasiswa mengakui memang betul-betul ku- bukti mereka telah melaksanakan tepat sosialisasi rang. Tambah lagi kan oke waktu terkait pencoblosan, namun dari mengenai pemilwa belum lah KPU punya website, para peserta pemilwa kesannya mereka cukup (27/05). blogspot. Tapi dari blogspot memilih karena ada dorongan dari ekssendiri updateannya kurang. ternal. “Itu termasuk bukti dari tidak Terlalu jauh, jadi betul-betul mengenanya sosialisasi pemilwa itu tadi sehingga ya itu tadi kesadaran dari para mepet,” ungkap Dzar. “Sebab-sebab telat mahasiswa yang lain itu untuk memilih itu ya mungkin karena dari itu enggak ngena gitu,” ujar Fikri lagi. tempat print ya itu. Selain Terkait dengan partisipasi peserta, jarak tempat printnya ternyata agak lama Muafiq mengatakan mengena atau sedikit sehingga ada yang telat sedikit,” tidaknya sosialisasi ini bisa dilihat dari jelas Muhammad Fathurrohman selaku jumlah pemilih yang menyumbangkan Ketua KPU terkait telatnya pemasangan hak suaranya. Jika memang nantinya banner, terutama di FH UII. Namun, partisipasi peserta itu banyak, maka Agung membandingkan dirinya ketika dapat dikatakan sosialisasi dalam wakmenjadi kepanitiaan suatu lembaga— tu singkat ini mengena di kalangan bagian Publikasi dan Dokumentasi. mahasiswa. Kurangnya sosialisasi ini Dia mengatakan bahwa masalah telat memang akhirnya membuat beberapa tidaknya publikasi itu merupakan ben- mahasiswa memutuskan untuk metuk dari kesiapan panitia itu sendiri. milih, namun bukan karena visi-misi “Alasan mereka saja. Tapi kalau yang yang disampaikan oleh para caleg. Ryan itu, walaupun jauh FH dengan kampus mengatakan dia mencoblos orang yang atas enggak masalah sih. Paling cuma dikenalnya ketika ospek berlangsung. Bahkan dia mengaku memilih 45 menit, bukan alasan (itu caleg berdasarkan feeling saja. terlambat),” tembaknya. Kurangnya sosialisasi Dari tanggal yang ini ternyata diakibatkan tertera di pemilwakmuii. oleh rentangan waktu blog-spot.com, disebutkan pembentukan panitia bahwa tanggal sosialisasi pemilwa dengan tanggal ke tiap-tiap fakultas mepencoblosan itu sendiri. mang dijadwalkan pada Ketua DPM UII, Muhammad 28-29 April. Namun seRedho Teguh, menyebutkan perti yang terjadi di FH UII, • Muhammad Fathurrohman pembentukan panitia—baik itu pemasangan banner saja baru dilaksanakan pada tanggal 7 Mei. Ketua KPU, Panitia Pengawasan Pemilihan Panwasla mengatakan bahwa terkait so- Mahasiswa (Panwasla), dan Badan Pesialisasi memang dilakukan maksimal kerja (BP)—dibentuk Maret lalu pada Rapat Pleno Terbuka KM UII. Namun tanggal 5-6 Mei. Dari sisi mahasiswa yang memilih justru terjadi kemoloran diakibatkan oleh bentuk-bentuk sosialisasi yang selama delegasi yang dikirimkan oleh lembaga. ini diberikan KPU untuk mahasiswa Redho menambahkan banyak lembagayang berupa selebaran-selebaran, media lembaga yang hanya mengirimkan satu sosial, banner, dan poster dianggap ma- atau dua orang delegasinya, padahal sih belum mumpuni bagi mahasiswa. yang dibutuhkan adalah tiga orang dari MHD Zakiul Fikri, mahasiswa FH setiap lembaga yang ada di KM UII. UII angkatan 2013 mengatakan bahwa Terkait pengiriman delegasi ini, minimnya persiapan peserta diakibatkan Redho mengatakan bahwa beberapa kurangnya sosialisasi. Yang terlihat orang yang didelegasikan ternyata meadalah persiapan peserta yang sangat nolak dengan berbagai alasan. “Ada yang
Keadilan Post Edisi Juni 2015
Anggi/Keadilan
kendala dengan KKN, ada yang kendala dengan yang mau wisuda. Ya segala macam, jadi perlu lobby, lobby, lobby lagi,” ungkap Redho. Ananda Gusti Pangestu, mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan selaku Ketua Panwasla membenarkan pernyataan Redho tersebut. “Ada yang tidak mengirimkan. Kalau aku dari Panwasla awalnya 23 kalau dihitung semuanya. Tetapi ada yang tidak mengirimkan FE (Fakultas Ekonomi), LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa) FE contohnya,” tutur mahasiswa yang akrab disapa Gusti ini. KPU yang menjalankan teknis Pemilwa secara keseluruhan menyebutkan bahwa jarak waktu yang sempit ini tidak telalu menghambat pekerjaan mereka. Menurut Ketua KPU, waktu ini dianggap cukup karena pembahasan secara pure telah dilaksanakan selama satu bulan. Mereka—KPU—bekerja dengan maksimal tahun ini. “Maka hampir tiap pagi itu kita sampai jam lima pagi, jam empat pagi. Udah hal yang biasa di kita,” ungkap Redho. Untuk masalah waktu, jika dibandingkan dengan pemilwa tahun lalu—yang memiliki rentang waktu yang lebih banyak dari tahun ini—terkait pembentukan tim dan waktu pencoblosan, Ketua DPM UII mengatakan bahwa waktu persiapan memang lebih singkat dan itu merupakan hasil kesepakat-an pleno terbuka. Dia menuturkan dasarnya adalah agar tim bekerja lebih efektif dan efisien. “Tapi yang tahun ini itu karena mereka mengejar target waktu juga, jadi
apa yang bisa dilakukan mereka lakukan enggak bisa, apa lambat segala macem. Penyusunan segala macam jadi untuk betulbetul maksimal kerjanya,” • Ananda tambahnya. Gusti Pangestu saat Hal ini juga yang diwawancarai disampaikan Fathurrohdi FTSP man. Dia menyatakan renUII (27/05). tang waktu—yang kurang Dia sebagai Ketua lebih sa-tu bulan ini—sudah Panwasla di menjadi kesepakatan. Dari Pemilwa UII 2015. BP sendiri menyebutkan ketika pleno ter-buka yang membahas terkait pemilwa kemarin, dia berkata, “Kemarin ada rengrengannya, sebenarnya pembentukan itu dari Februari, tapi karena ada sesuatu hal yang tidak bisa dikontrol sama kita (DPM), jadi pembentukan itu baru di April, April tengah. Pleno terbukanya pun baru di April awal kalau enggak salah. Terus di awal Mei langsung bes bes bes. BP sendiri baru bekerja 20-an April.” Namun, Dzar mengaku kecewa terkait penyelenggaraan pemilwa tahun ini. Dia menilai KPU terkesan terburu-buru. Hal ini dapat dilihat dari jadwal yang bisa dibilang padat—hanya satu bulan. Pengumuman terkait pencalonannya sendiri terhitung mepet. “Permasalahannya di situ, jadi bisa dibilang ya DPM yang mendaftar pada tahun ini itu buru-buru semua gitu, loh.” Menurut perspektifnya, dia yakin seluruh fakultas merasakan hal yang sama. Kampanye—yang hanya kampanye poster— dilaksanakan selama tiga hari. Sementara itu, kampanye mimbar di universitas hanya dilaksanakan dua hari. Satu hari tersisa untuk debat. Berbeda dengan jangka waktu kampanye pemilwa tahun kemarin yang relatif panjang. Berbeda dengan yang diungkapkan Gusti, menurutnya waktu pembentukan tim ini berbeda dengan rentang waktu tahun lalu karena terjadi dari internal DPM UII sendiri. “Pemilwa ini yang mengurusi Komisi I. Nah Komisi I ini contohnya saja si Muhsin, Shaar juga udah jarang, juga si Sadat itu juga dia lagi ngurusi koasnya. Nah sebenarnya sudah dirancang semuanya, tetapi awalnya Ketua KPU itu si Sadat. Nah kalau moloran itu kalau di dalamnya itu ada lost contact gitu, kita jadi miscommunication, itu aja,”
tutur Gusti. Pemilwa menurut Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa UII memang sangat penting. Pemilwa diselenggarakan untuk memilih dewan-dewan perwakilan yang nantinya akan memimpin mahasiswa dalam student government. Ryan mengganggap pemilwa penting karena menurutnya ini adalah gambaran kecil dari suatu negara yang nantinya akan memajukan kampus. Harapan pemilwa yang lebih baik juga menjadi impian dari UII. “Artinya gini adalah bagaimana menumbuhkan rasa di kalangan maha-siswa untuk mengabdi, bukan hanya tataran grassroad (mahasiswa pada umumnya) tetapi kalangan elite kampus. Karena kita kan butuh pemimpin,” tutur Redho. Harapan yang lain juga disampaikan oleh Agung, “Jadi mending informasinya dipersiapin, lah. Jangan mepet. Kasih dua minggu sebelum pembukaan pendaftaran itu ditempel udah diinfokan. Jangan cuma sosmed. Pemilwa ini diselenggarakan untuk kebaikan KM UII. Maka panitia juga harus berani ‘susah’.” Agung menambahkan, penggunaan pamflet yang hanya dapat dipasang di beberapa titik seharusnya bisa diantisipasi menggunakan flyer yang harganya relatif murah dan diberikan kepada personal-personal. Hal ini untuk mengantisipasi mahasiswa yang tidak suka membaca. Cara lain bisa dengan sosialisasi berupa ajakan, atau yang sering disebut dengan ‘koar-koar’. Terkait persiapan pemilwa, Fikri berharap agar tahun depan bisa lebih matang dan agar lebih diperbaiki lagi. Sosialisasi dirasa tidak cukup apabila hanya dengan media brosur tulisan, karena tidak semua mahasiswa gemar membaca. Beberapa mahasiswa terkadang bahkan menganggap mading hanya sebagai hiasan belaka. Hal ini da-pat diupayakan dengan kegiatan lain. Misal dengan penggabungan bersama anak musik.
Reportase bersama: M. Ariel Fahmi, Rizma Rosyta
Keadilan Post Edisi Juni 2015
9
FRAGMEN
Pelajar ‘Istimewa’ di Kota Istimewa Walau terbata-bata dan terkadang salah dalam penulisan kata, mereka tetap tidak gentar untuk melanjutkan presentasi. Hal ini dikarenakan mereka sudah dibiasakan oleh para pendidik untuk selalu tidak takut melakukan kesalahan. Pada dasarnya bila anak sudah merasa melakukan kesalahan adalah hal yang buruk, mereka akan selalu takut untuk mencoba. Jadi walau para siswa melakukan kesalahan, tetap mendapatkan apresiasi dari teman serta lingkungan sekitar mereka. Tak hanya berkecimpung dalam pendidikan umum, pa-ra siswa-siswi di Sekolah Luar Biasa Negeri 2 Yogyakarta ini juga mendapatkan beberapa pendidikan keterampilan seperti keterampilan kayu, busana, dan tata boga. Pendidikan keterampilan ini diadakan karena tidak ada jenjang pendidikan yang dapat ditempuh setelah lulus dari sekolah ini. Para siswa mau tidak mau harus kembali ke masyarakat, sehingga mereka diberikan bekal agar bisa mandiri dalam menjaga dan me-rawat dirinya. Hasil-hasil keterampilan para siswa di SLBN 2 Yogyakarta ini juga dijual untuk umum, seperti mainan edukasi yang terbuat dari kayu, pakaian hasil jahitan para pelajar, serta enam jenis makanan yang sudah didaftarkan ke departemen kesehatan. Hasil penjualan produksi siswasis-wi tersebut dikembalikan untuk memutar modal, dan laba penjualan ditabungkan oleh sekolah untuk modal tambahan saat kelak mereka lulus dari sekolah ini nanti. Tak sekadar melakukan pembelajaran di dalam sangkar, mereka juga menyabet beberapa prestasi, seperti menjadi juara umum pameran se-SLB tingkat nasional, dan juga sempat mengalahkan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan—sekolah umum—dalam barisan harapan 2 pa-da salah satu ajang lomba. Tak hanya itu para pelajar ‘istimewa’ di sini juga berprestasi di bidang grafis dan mengikuti Olimpiade Sains Nasional. Memang benar, para penimba ilmu di sekolah ini tidak bisa digeneralisasikan. Khalayak juga tidak boleh memandang sebelah mata terhadap para difabel ini, karena ketekunan dan usaha mereka terkadang cenderung melebihi orang pada umumnya yang memiliki fasilitas lebih dalam berbagai aspek.
Faluthi/Keadilan
1
Kegiatan Belajar Mengajar
Faluthi/Keadilan
2
Persiapan Sebelum Presentasi
Narasi : Aryo Budi Prasetyo Foto
: Aryo Budi Prasetyo Faluthi Faturahman
Faluthi/Keadilan
3
Melayani Dengan Hati
6 Sulaman Anak Bangsa
Aryo/Keadilan
Faluthi/Keadilan
4 Pak Eko Menunjukkan Hasil Karya Muridnya
5 Memajang Baju Hasil Jahitan Sendiri Faluthi/Keadilan
7 Aryo/Keadilan
Pulang
OPINI
Ironi Pembangunan dalam Barisan ‘Gubuk Jelata’ di Negeri Sultan Oleh: Chandra Khoirunnas*
T
idak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sangat dibutuhkan demi kemajuan dan perkembangan kehidupan manusia. Disadari atau tidak, selain membawa dampak positif, pembangunan juga membawa efek negatif yang da-pat merugikan sebagian besar masyarakat. Hampir di seluruh provinsi Indonesia Ilustrasi oleh: Faluthi/Keadilan melakukan aktivitas pembangunan seba-gai bentuk ke- wisata, yang banyak diminati oleh mandirian daerah, guna pengaturan dan wisatawan asing maupun domestik. pengelolaan wilayahnya, namun terka- Berbeda kondisi jika kita melihat dang kurang memperhatikan dampak dari kehidupan masyarakat Kota Yogyakarta. Sebagian besar warga merasa dari pembangunan itu sendiri. Laju pembangunan tidak hanya terdesak dengan tidak terkontrolnya melibatkan investor dalam negeri, tetapi perkembangan pembangunan hotel, juga penanam modal asing. Begitu juga apartemen, dan pusat perbelanjaan dengan pembangunan di Daerah Isti- modern yang keberadaannya berada mewa Yogyakarta (DIY) yang banyak di sekitar masyarakat. Lebih dalam lagi memikat investor untuk mengembang- jika kita mengamati bahwa semakin kan industri perhotelan, apartemen, dan menjamurnya pembangunan tersebut, pusat perbelanjaan modern. Karena membuat lahan di Yogyakarta semakin dinilai sebagai salah satu kota wisata, tergerus dan tak jarang banyak menimbulkan sengketa. pendidikan, dan kebudayaan. Berdasarkan data Badan Pusat Sta- Implikasi lain adalah permasalahan tistik DIY, pada tahun 2013 terdapat lingkungan yang mulai bermunculan 1.100 hotel kelas melati dengan 12.660 akhir-akhir ini yaitu banjir yang terjadi kamar dan 60 hotel berbintang dengan di Yogyakarta, antara lain di Jalan Magelebih 6000 kamar. Pertumbuhan hotel lang, Sisingamangaraja, dan sekitaran pada tahun 2014 Yogyakarta mencapai Tugu. Serta tak jarang di lingkungan 399 hotel, 43 hotel berbintang dan 356 pemukiman masyarakat yang berdiri non bintang, dapat dibayangkan berapa gedung-gedung kokoh tersebut, memtotal hotel yang ada pada tahun 2015 di buat persediaan air sumur menjadi DIY? Lalu bagaimana dengan jumlah menipis. Hal ini membuat beberapa hotel yang ada di daerah Kabupaten daerah di Yogyakarta menjadi kering, Kulonprogo, Bantul, Sle-man dan seperti daerah sekitaran Fave Hotel yang Wonosari? Dimana daerah tersebut terletak di Jalan Kusumanegara. Sebenarumumnya merupakan tempat destinasi nya Pemerintah Daerah (Pemda) telah
12
Keadilan Post Edisi Juni 2015
menerbitkan Peraturan Walikota (Perwal) Yogyakarta Nomor 77 tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, namun sayangnya langkah bijak Pemda terkesan terlambat, dan Peraturan ini hanya berlaku efektif tertanggal 1 Januari 2014. Sedangkan terkait permohonan perizinan ke Dinas Perizinan Yogyakarta per 16 Januari 2015, ada 127 surat yang masuk, dan 77 izin yang telah dikeluarkan untuk mendirikan bangunan hotel. Sebanyak 44 hotel da-lam proses pembangunan dan tujuh hotel sudah selesai. Namun dengan berlakunya peraturan ini, seharusnya Pemda melakukan pembatalan atau penang-guhan izin pembangunan hotel bagi yang telah memenuhi pensyaratan. Sebab bisa jadi para investor semakin berlombalomba untuk memasukkan perizinan. Cukup melengkapi semua data-data dan hanya menunggu penerbitan izin tan-pa penangguhan maupun penolakan atas perizinannya. Namun Perwal ini seolaholah penghibur bagi mayoritas masyarakat Yogyakarta yang gelisah akan pembangunan hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan modern. Jika dilakukan perhitungan mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pembangunan hotel terhadap persediaan air sumur, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dengan jumlah kamar hotel sebanyak 3000 ruang. Maka masingmasing kamar hotel memerlukan 380 liter, sedangkan untuk hajat rumah tangga hanya membutuhkan 300 liter
air. Penyedotan air yang berlebihan oleh pihak hotel menyebabkan sumur-sumur warga menjadi kering. Selain hal tersebut bertambahnya pembangunan hotel di sekitar pemukiman warga akan merusak fungsi air tanah dangkal yang menjadi kebutuhan utama warga. Struktur bangunan hotel, apartemen, pusat perbelanjaan modern ,dan gedung-gedung yang memiliki bagian basement membelokkan aliran air tanah dangkal menuju aliran air dalam. Seharusnya Badan Lingkungan Hidup memberikan pertimbangan pada Dinas Perizinan Yogyakarta, sebagai pihak pemberi izin terkait faktor lingkungan dan akibat yang akan ditimbulkan dari pembangunan hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan modern. Banyaknya pengusaha hotel dan investor yang kurang memperhatikan pentingnya menjaga lingkungan di sekitar hotel, mengakibatkan air sumursumur warga sekitar habis. Kemudian limbah yang dihasilkan hotel mengalir langsung menuju sungai. Hal ini menyebabkan pencemaran air sungai dan mengganggu warga yang berada di bantaran sungai. Selain permasalahan tersebut, problematika utama yang harus menjadi perhatian bersama adalah kesenjangan dan kesejahteraan sosial. Jika kita lihat
di sudut gedung-gedung masih banyak kalangan menengah ke bawah mengalami kesulitan dalam memperoleh kehidupan yang layak. Bahkan penulis pernah menemukan pemukiman warga yang tidak layak dengan luas tempat tinggal hanya 4x6 meter per kepala keluarga. Berbeda dengan masyarakat menengah ke atas, mereka mendiami rumah-rumah mewah dengan kondisi pantas dengan persediaan air yang memadai. Sebaliknya yang harus dinikmati oleh sebagian masyarakat lain adalah kekeringan dan pemukiman kumuh dengan sejuta ton tumpukan limbah. Jangan sampai keuntungan yang tidak seberapa malah menguntungkan beberapa pihak membuat lunturnya keistimewaan Yogyakarta. Walaupun pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan modern tersebut, memiliki kontribusi yang relatif cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto DIY, yang umumnya rata-rata mencapai 21 persen. Namun dengan menjamurnya pembangunan tersebut dari tahun ke tahun, justru dapat menjadi ancaman yang bisa menggerus karakter keistimewaan Yogyakarta. Karena di dalam proses dan pelaksanaan pembangunan tidak memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu banyaknya pembangunan hotel, apartemen, dan pusat
perbelanjaan modern menimbulkan permasalahan baru yang dapat merugikan masyarakat dan status keistimewaan Yogyakarta. Rakyat sebagai masyarakat yang berbudaya dan ‘mengistimewakan’ pemimpin, memiliki hak untuk mengontrol pembangunan. Terlebih jika pembangunan hanya digunakan untuk menguntungkan beberapa golongan. Dalam hal ini sultan selaku gubernur, pemerintah daerah, dan dinas-dinas yang menangani dan mengurus perizinan terkait pembangunan hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan modern harus melakukan evaluasi kerja. Hal ini dibutuhkan untuk merencanakan aktivitas pembangunan secara matang, memperhatikan tata ruang, dan tetap mempertahankan keistimewaan Yogyakarta yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.
*Penulis adalah mahasiswa FH UII angkatan 2013
DARI KAMI
Assalamu’alaikum Wr. Wb Salam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam terhanturkan untuk baginda Nabi Besar Muhammad SAW atas terbitnya Keadilan Post edisi Juni 2015. Kami berupaya menyajikan informasi aktual dan berimbang bagi para pembaca sekalian. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada seluruh narasumber dan pengurus LPM Keadilan yang turut andil dalam proses penulisan dan penyusunan Keadilan Post edisi Juni 2015 ini. Atas nama LPM Keadilan kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam terbitan ini. Pembaca dapat mengirim surat pembaca kepada kami, berupa permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia dan sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami selalu menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan berikutnya. Selain itu, kami juga membuka peluang untuk mahasiswa, dosen atau pembaca sekalian untuk menulis di LPM Keadilan dalam rubrik Opini dan Artikel. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Keadilan Post Edisi Juni 2015
13
PROFIL
Yang Tak Pernah Berhenti Mengubah “Siapapun bisa menjadi penggerak literasi,” Dauzan Farook, pejuang literasi.
Oleh: Aisyah Humaida
S
iapa sangka bangunan tua di penghujung jalan RT 08, Sidorejo, Ngestiharjo, Kasihan, Kabupaten Bantul menyimpan banyak harta kekayaan. Berderet-deret buku berjejer rapi dalam rak-raknya, tersusun sesuai bidang-bidangnya. Sekitar 6.000 buku memenuhi setiap sudut ruangan. Dari sosial, agama, hingga pojok khusus untuk buku anak-anak. Di tempat itu-lah Rumah Baca Komunitas (RBK) berkegiatan. RBK bukanlah komunitas gerakan literasi pertama di Indonesia, tetapi perkumpulan ini memiliki sisi menarik sebagai paguyuban pemanusiaan dan buku, sehingga membedakannya dengan komunitas-komunitas lain. Berdiri pada tanggal 21 Mei 2012, diprakarsai oleh David Efendi dan kawankawannya. Yakni Ahmad Sarkawi, Fida Ahmad, juga Irfa. Mereka memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Di Universitas Gadjah Mada, David menyelesaikan program strata satu di jurusan ilmu pemerintahan dan Irfa di jurusan psikologi. Ahmad dan Fida menyelesaikan Jurusan Filsafat dan Sastra Arab di Universitas Islam Sunan Kalijaga. Perbedaan mereka menambah lengkap arah gerak komunitas. David Efendi, pria kelahiran Lamongan, 23 Februari 1983 memiliki ketertarikan yang sangat kuat terhadap dunia literasi ini, enggan menganggap RBK hasil murni idenya. Baginya membangun RBK merupakan sebuah simbol perwujudan dari inisiasi banyak orang dan situasi banyak hal. Dengan alasan itulah, dia berharap komunitas ini dapat dimiliki banyak orang dan digerakkan bersama-sama. Dia menilai buku adalah suatu hal yang sangat penting untuk memajukan
14
pemikiran dirinya, tidak hanya berdasar pada imajinasi masa depannya. Pria yang mengambil magister di University of Hawaii ini juga belajar pada sejarah bangsa, betapa tulisan-tulisan mampu menggerakkan kesadaran manusia. Seperti tulisan: Pramoedya Ananta Toer, Tan Malaka, dan Tirto Adhi Soerjo. Mereka membuktikan, melalui tulisan dapat menyadarkan bangsa sehingga cita-cita untuk merdeka bisa dicapai. “Saya sangat yakin, sangat-sangat percaya bahwa buku itu bisa membawa bangsa lebih maju,” ucap David. Sebab itu RBK tidak hanya mengajak untuk gemar membaca tetapi juga membangun kesadaran dan mentalitas pembaca guna bergerak memajukan diri sendiri, mengadvokasi orang lain, hingga bergerak memajukan bangsa. Pada era yang penuh tantangan ini David melakukan banyak strategi untuk membangun kesadaran masyarakat dengan melakukan hal-hal sederhana. Tiga semangat yang ditanamkan dalam komunitas ini, yakni semangat membaca, menulis, dan menanam.
Awal berdiri, RBK memiliki 300 buku yang berasal dari hibah para pendirinya. Hingga sekarang, komunitas ini tidak pernah menerima dan meminta pemerintah untuk membantu laju pergerakan literasi. “Sebisa mungkin memang tidak bergantung pada negara dan tidak boleh menghabiskan energi untuk merongrong negara. Kita juga harus melakukan sesuatu,” tegas David. Dia menanamkan mental yang kuat pada seluruh pegiat RBK, untuk memperdayakan kekuatan sendiri bukan kekuatan orang lain. Tanpa seolah mendikte pegiat yang lebih muda, David dan pegiat lainnya berhasil menjadikan RBK sebagai rumah bersama, tempat tinggal manusia yang paling ideal. Tempat untuk saling mengapresiasi, menghargai, dan memanusiakan. Dengan komunitas ini mereka membuktikan pada masyarakat, di era modern masih ada per-kumpulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme. Selain itu, dengan berasaskan kepercayaan, semua orang dari berbagai kalangan dapat membaca buku di RBK tanpa melengkapi syarat apapun. Membawa pulang buku yang belum dibaca dan mengembalikan setelah selesai. Tanpa ada jangka waktu sedikit pun. Menjadi bagian dari RBK bukanlah hal yang sulit, tidak ada prosedur pen-
• David Efendi (dari kanan), bersama Ahmad Sarkawi (Direktur RBK) dan beberapa pegiat (27/05).
Keadilan Post Edisi Juni 2015
Aryo/Keadilan
daftaran khusus. Mencintai buku dan senang terhadap dunia literasi adalah alat penyambung dengan perkumpulan ini. Komunitas ini melebarkan pertemanan dan persaudaraan tanpa sekat. Orangorang yang membaca buku ‘diam-diam’ tanpa melibatkan diri dalam perkumpulan pun, dianggap menjadi bagian dari RBK. Gerakan-gerakan literasi dunia, seperti di Afghanistan, Pakistan, Bangladesh, dan Malaysia, juga menjadi bagiannya. Sebab hal seperti itulah yang menjadikan RBK semakin kuat, sehingga merasa tidak berjuang sendiri. Secara sturuktural RBK terdiri dari penasihat, pembina, direktur, wakil direktur, dan beberapa divisi, yaitu divisi pengembangan sumber daya manusia, divisi riset, divisi kampanye dan informasi, divisi rumah tangga, serta divisi penanggungjawab sosial. David Efendi sendiri sebagai pembina bersama dengan Heni Romdlaningrum dan Husni Amriyanto Putra, salah satu Dosen Jurusan Hubungan Internasioanal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, namun dengan struktur ini tidak menyebabkan adanya batasan yang menimbulkan kecanggungan. David meyakini, “Salah satu faktor yang bisa mewadahi adalah kerelawanan yang kita kembangkan. Jadi, kita merasa di sini ini kita sendiri yang menentukan rumah baca ini, tidak ada founding yang mengintervensi kita harus melakukan apa.” Tiga agenda mingguan yang dimiliki RBK, Diskusi Reboan setiap hari Rabu, diskusi Jumat sore, biasa disingkat
Aryo/Keadilan • David Efendi sebagai Pembina RBK (27/05).
Aryo/Keadilan • Salah satu sudut khusus buku anak-anak (27/05).
“Dijure” pada hari Jumat, berupa kegiatan bedah buku. Serta RBK on the street setiap hari Minggu di Alun-alun Kidul. Tidak hanya membuka lapak untuk meminjamkan buku-buku, RBK on the street akan dengan senang hati mendukung dan menggilir bukubukunya bagi pengunjung yang punya inisiatif untuk melakukan hal serupa. Harapannya akan banyak gerakangerakan literasi yang dilakukan di daerahdaerah, tidak hanya terpusat pada satu titik saja. Tak lupa David sedikit menyinggung kondisi mahasiswa masa kini. Dalam pandangannya mahasiswa saat ini sudah sangat jauh dari masyarakat. Kesempatan berinteraksi dengan masyarakat hanya sebatas Kuliah Kerja Nyata (KKN) saja. Tidak heran selepas program KKN selesai, masyarakat merasa ditinggal oleh kaum terdidik. Dengan alasan tidak ingin masyarakat merasa dipisahkan dengan mahasiswa, RBK on the street adalah solusi yang ditawarkan. Lokasi yang dipilih pun ialah Alun-alun, sebagai simbol dan tempat masyarakat berpusat. “Saling berkumpul, saling berinteraksi, saling menyapa, saling mendukung, saling mengapresiasi,” jelas David. Salah satu program divisi penanggung jawab sosial RBK for kids. Kegiatan ini mengajak anak-anak kampung untuk gemar membaca dan mencintai tanah air. Lokasi RBK yang masih belum menetap, membuat para pegiatnya berkeinginan untuk meninggalkan hal berguna di lingkungan yang pernah ditinggali. “Jadi mimpi kita kalau sean-
dainya meninggalkan kampung ini, anak-anak mencintai kampung dan mempunyai semangat membaca,” ujar Ahmad Sarkawi. Keberadaan RBK di daerah Sidorejo ini sangat disukai anak-anak. Guntur Pancasakti, siswa SMP Mataram menceritakan banyaknya anak-anak SD yang sering berkunjung ke RBK. Bahkan adiknya yang masih duduk di kelas 4 SD sering belajar dan menghabiskan waktu di RBK. Kebebasan berkarya yang dipersilahkan RBK memiliki kenyamanan tersendiri bagi penggunanya. Dinding-dindingnya tidak hanya dipenuhi buku-buku, tetapi juga hasil lukisan-lukisan, kalimat-kalimat motivasi, bahkan ungkapan-ungkapan apresiasi untuk RBK, turut memenuhi setiap jengkal dindingnya. Tidak hanya meneladani sosok Pramoedya, Tan Malaka, dan Tirto Adhi Soerjo. David menghadirkan sosok Ahmad Syafii Maarif atau yang kerap dikenal Buya Syafii, mengajak para pegiat untuk menjadikannya inspirator. Juga menghadirkan sosok Munir, beberapa tempelan-tempelan poster yang berfotokan Munir bersemboyan “Membaca menolak lupa”. Dari Munir, David belajar bahwa rasa memihak kepada orang lemah itu tidak boleh dihilangkan dalam pikiran. Sembari mengutip tulisan Pram, David berujar, “Kita melakukan sesuatu, adil sejak dalam pikiran itu dalam praktek begitu. Meneladani Munir bukan berarti kita mengadakan festival ramai-ramai. Dalam pikiran kita harus punya keberpihakan”.
Keadilan Post Edisi Juni 2015
15
Banyak batas yang diterabas habis oleh David dan RBK, memberi kepercayaan penuh kepada pembaca tanpa jaminan dan tidak khawatir buku akan hilang. Tak henti berpikir positif bahwa buku akan terus bertambah. Tidak perlu mengemis dana dari orang lain, karena mengandalkan kekuatan sendiri pasti bisa. Jangan pernah sekadar membaca, tetapi bangunlah kesadaran pada alam pikir agar lahir perubahan. Dia memilih agar RBK tumbuh dengan alami, tanpa hiruk pikuk ketenaran dan sorotan media. Dengan jalan ini RBK bisa lebih banyak memberi pada masyarakat dan terus ber-gerak membangun masyarakat. Menjaga independensi dan kepopuleran para pegiat adalah perihal keras yang dijaga David. Undangan untuk berkompetisi selama tiga tahun dengan nominal hadiah sebesar 54 juta rupiah oleh Majalah Tempo ditolaknya. Tidak
bermaksud menyombongkan dan mematok harga diri yang tinggi, tapi dia dan RBK tidak ingin dianggap sebagai komunitas yang besar tanpa melakukan hal yang banyak. Menerima tawaran Tempo menjadi kekhawatirannya, mengerdilkan pegiat-pegiat literasi lain yang menganggap bergerak dalam dunia literasi diperlukan banyak dana dan relawan. Padahal yang ingin David tularkan, energi positif dan mengandalkan kekuatan sendiri adalah kunci membangun komunitas literasi. Bagi David menekuni dunia literasi memberinya ruang untuk berefleksi, menjaga tingkat kewarasan dan kesadaran. Dengan berefleksi dapat berpikir, seberapa banyak hal yang diperbuat untuk sesama, sudahkah membangun suatu hal yang bernilai dan berguna. Bergerak dengan literasi, ja-lan yang dia pilih. Memutuskan untuk menghidupkan
lilin, lebih baik daripada berteriak minta lilin. ‘Berbuat sesuatu’ ialah kalimat yang tidak henti diucap-kannya. Perjuangan David bersama RBK masih panjang, impian sederhananya belum tuntas tercapai. Masyarakat harus bergeliat dengan buku, tidak pandang keluarga setengah miskin, miskin, bahkan miskin sekali. Dengan adanya buku di rumah-rumah mereka menandakan sebuah kesadaran tinggi yang luar biasa. David menilai buku adalah simbol, dengan buku orangorang dapat digolongkan, “Orang ini terdidik, mendapatkan pendidikan yang baik, mempunyai kesadaran yang baik sehingga bisa lebih mandiri”. Reportase bersama: Aryo Budi Prasetyo
RESENSI
Ketika Binatang Berkuasa “Binatang Inggris, binatang Irlandia. Binatang di setiap negeri dan musim. Dengarkan kabar gembiraku. Tentang masa keemasan di hari mendatang. Cepat atau lambat saatnya akan tiba. Tirani manusia akan ditumbangkan. Dan ladang subur Inggris. Akan ditapaki oleh binatang saja,” lirik Binatang Inggris- Animal Farm. Oleh: Himahinayah
G
eorge Orwell yang mempunyai nama asli Eric Arthur Blair, merupakan salah satu penulis yang banyak menelurkan pelbagai penghargaan terhadap hasil karyanya. Retro Hugo Award (1996) dan Prometheus Hall of Fame Award (2011) merupakan dua dari banyak penghargaan yang pernah diterimanya. Buku Animal Farm merupakan novel alegori politik, termasuk salah satu karya yang memasyhurkan namanya. Bermula pada suatu malam, di Peternakan Manor terjadi musyawarah besar binatang ternak yang dipimpin oleh seekor babi tua bernama Major. Forum ini terjadi pada tengah malam, di mana Pak Jones dan sang istri, si empunya peternakan sedang terlelap. Seluruh penghuni peternakan tanpa
16
terkecuali hadir pada rapat yang dipelopori oleh tetua mereka, si tua Major. Dalam orasinya Ia memberikan penyadaran kepada kawan-kawannya bahwa manusia merupakan musuh yang harus dilawan. Menurutnya tidak adil jika manusia hidup nyaman dengan memanfaatkan jerih payah para hewan, sementara mereka terus-menerus hidup di bawah kesengsaraan. Pertemuan tersebut merupakan awal pemberontakan kaum binatang terhadap manusia. Melalui pertemuan tersebut, lagu kebangsaan berjudul Binatang Inggris akhirnya tercipta. Semua binatang menyenandungkannya setiap saat, khususnya pada pertemuan rutin dan upacara pengibaran bendera. Ada dua hal besar yang diwariskan Major kepada teman-temannya, yaitu semangat
Keadilan Post Edisi Juni 2015
pemberontakan terhadap manusia dan lagu Binatang Inggris. Keduanya terus dipegang teguh para penghuni Peternakan Manor, sehingga diam-diam mereka mengadakan kegiatan rahasia pada tengah malam. Di antara para binatang, kaum babi merupakan binatang paling pintar, disusul dengan anjing diperingkat kedua. Sehingga tidak heran jika kedua jenis binatang tersebut memiliki posisi istimewa di antara yang lain. Dua babi cerdas bernama Napoleon dan Snowball mengambil kendali kepemimpian. Dengan semangat juang tinggi, keduanya menyampaikan ide demi kemerdekaan para binatang. Dalam pertemuan rutin setiap minggu, babi tersebut sering kali melakukan perdebatan yang membingungkan binatang lainnya. Jika Napoleon yang berkhotbah, binatang lainnya menyetujui gagasannya, begitu pula ketika Snowball berbicara. Apabila Snowball mengajukan gagasan, sudah pasti Napoleon akan menyanggahnya, begitu juga sebaliknya. Di samping kedua babi tersebut ada seekor babi betina yang juga cerdas, ke-tika berbicara tidak ada yang mampu
Ilustrasi oleh: Faluthi/Keadilan
melawan argumentasinya. Ia bernama Squealer. Ketiga babi inilah yang paling vokal memperjuangkan prinsip-prinsip yang diajarkan Major. Kemudian mereka menyebutnya sebagai prinsip Binatangisme yang berpaham bahwa, binatang berkaki empat adalah teman dan berkaki dua adalah musuh. Awalnya menyatukan pikiran tentang ajaran tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Sisa-sisa mental perbudakan masih melekat pada kebanyakan binatang. Sebagian dari mereka mengatakan secara lantang, bahwa Jones adalah tuan mereka. Jadi, ada kekhawatiran perlawanan terhadap Jones menyebabkan para binatang tidak mendapat jatah makan. Berbeda dengan dua ekor kuda penarik kereta, Boxer dan Clover adalah yang paling loyal. Tanpa banyak bicara, mereka selalu patuh pada perkataan Napoleon dan Snowball. Pada suatu hari Jones dirundung permasalahan hukum, dia kerap kali pulang dalam keadaan mabuk. Para binatang menjadi terlantar dan kelaparan karena tidak diberi makan. Hal tersebut membuat mereka marah dan memutuskan melakukan pemberontakan. Menyadari perlawanan para binatang, Jones dan karyawannya pergi ketempat keributan dan memberikan cambukan pada binatang yang membangkang. Keributan dan hiruk-pikuk terjadi di Peternakan Manor dalam beberapa saat. Peperangan itu di-
menangkan oleh para binatang, yang belakangan dinamai Peperangan Lumbung. Dalam pemberontakan ini, kepemilikan peternakan resmi berpin-dah pada para binatang. Setelah itu peternakan tersebut berubah nama lagi menjadi Peternakan Binatang. Sebuah nama yang menguatkan identitas bagi para warga peternakan. Dalam novel ini diceritakan bahwa, para binatang menjalankan peternakannya sendiri tanpa campur
Judul Pengarang Penerjemah
: Animal Farm : George Orwell : Bakdi Soekamto
Negara
: Britania Raya
Penerbit
: Bentang
Tahun
: 2015
Tebal
: 144
tangan manusia. Selanjutnya perubahanperubahan lantas terjadi di peternakan tersebut. Konflik yang terus berlangsung antara Snowball dan Napoleon berujung pengusiran Snowball secara licik. Kemudian tampuk kepemimpinan binatang secara mutlak dan otoriter dikuasai oleh Napoleon. Tentu saja beserta antekanteknya yang setia yaitu Squealer, puluhan biri-biri, dan sembilan anjing penjaga didikannya. Dibawah komando Napoleon prinsip Binatangisme perlahan mulai
pudar. Jam kerja semakin bertambah, sementara ransum mereka semakin berkurang. Sebuah kenyataan pahit bagi para binatang karena harus bekerja berpeluh-peluh tanpa kata pensiun. Tujuh Perintah suci yang selalu dijunjung pun satu persatu berbalik makna. Tujuh Perintah merupakan tujuh perbuatan yang dilakukan manusia dan haram dilakukan binatang. Disisi lain, kejayaan Peternakan Binatang sudah menggaung diseluruh Britania Raya. Hal tersebut mengundang kecemasan manusia, terutama para pemilik peternakan. Mereka khawatir jikalau binatang ternaknya akan melakukan perlawanan yang sama. Berbagai cara dilakukan manusia untuk merusak pencapaian kaum binatang. Diantaranya melakukan penyerangan dan penghancuran kincir angin yang dibangun oleh para binatang selama bertahun-tahun. Ketika membaca novel ini pembaca mungkin bertanya-tanya, apa akhir cerita dan pesan yang ingin disampaikan Orwell. Pertanyaan tersebut akan terjawab pada akhir cerita dengan peribaratan yang cerdas dan indah. Tokoh babi sangat ditonjolkan dengan watak kepemimpinannya yang cerdas, namun picik dan serakah. Anjing dengan sifat kerasnya dan kuda cenderung sebagai pekerja keras. Tokohtokoh yang ditulis dalam novel ini sebenarnya adalah simbol dari kehidupan nyata manusia. Ketika manusia berkuasa, sangat mungkin akan berperilaku seperti tokoh babi pada novel ini. Tidak segan menyingkirkan kawannya dengan cara apapun, seperti yang terjadi antara Napoleon dan Snowball. Cerita ini sarat pesan politik, dimana kejadian-kejadian yang digambarkan penulis sesuai dengan fenomena para pemimpin di negeri ini. Banyak mengobral janji, namun lupa atau sengaja melupakan ketika mendapat kekuasaan. Sesuai dengan kriterianya yang merupakan novel politik, bukan hanya pesan moral diselipkan Orwell kedalam tulisannya tersebut. Dalam untaian kisah yang ditorehkannya terdapat taktik politik, dimana hukum yang diciptakan
Keadilan Post Edisi Juni 2015
17
adalah yang menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya. Menciptakan berbagai manipulasi kekuasaan, tanpa kehilangan pengikut setianya. Sehingga binatang bawahan terus bekerja setiap saat, namun keuntungannya dikeruk oleh para pemimpin. Sebuah pesan menggelitik, fenomena kehidupan yang sangat nyata seperti terjadi pada kehidupan bermasyarakat saat ini. Secara keseluruhan pesan penulis dapat tersampaikan dengan baik. Meski-
pun novel ini adalah novel terjemahan, bahasa yang digunakan cukup luwes dan mudah dimengerti. Selain itu bahasan politik dikemas dengan ringan, sehingga pesan-pesan yang disampaikan tepat sasaran. Disisi lain novel ini memiliki kekurangan yaitu kisah yang disampaikan terlalu singkat, membuat akhir cerita menjadi antiklimaks. Novel ini sangat disarankan dibaca bagi kalangan pelajar atau mahasiswa sesuai fungsi mereka sebagai agent of change. Karena pesan yang
terkandung di dalamnya mengingatkan kepada pembaca untuk menjadi orang yang cerdas dan kritis. Sehingga sadar akan hak-haknya, dan tidak hanya diam serta menerima apapun yang dilakukan penguasa.
Keadilan Post
Informatif, Komunikatif, Aspiratif KEADILAN POST DITERBITKAN OLEH LPM KEADILAN PEMIMPIN UMUM : IRKHAM ZAMZURI SEKRETARIS UMUM : MOHAMMAD ZEIN R BENDAHARA UMUM : SEKAR SANTI NASTITI PIMPINAN REDAKSI : KAUSAR WILDANTIO ARDEN REDAKTUR PELAKSANA : LALU SUBANDARI SEKRETARIS REDAKSI : INA RACHMA N. KOOR. KEADILAN POST : FAJRUL UMAM AR. KOOR. KEADILAN ONLINE : TEGARI DWI PERMATA DESAIN
: YUNIAR DWI ASTUTI RENDU SAADAN THANDI IDA ELSHA NASTITI RIZMA ROSYTA
EDITOR BAHASA
: SRI DEVI ANNISA FITRI RINI WINARSIH FAJRI NUR UMAM NURUL AULIA
AISYAH HUMAIDA ADITYA PRATAMA PUTRA
FOTOGRAFI
: FALUTHI FATURAHMAN ARYO BUDI PRASETYO HIMAHINAYAH AUSSY NURBANI DIHAR DEVI TRIANA
PIMPINAN LITBANG STAF LITBANG
: ISMAIL SANI ALI MANGGALA : PUTRI AYU PRAYOGO DIAN RACHMANINGSIH MUHAMMAD ARIEL FAHMI SEHABUDDIN ARDIANSYAH KAUKAB RAHMAPUTRA JEFREI KURNIADI
PIMPINAN PENGKADERAN : MADA PUDYATAMA STAF PENGKADERAN : GANDAR MAHOJWALA P MEILA NURUL FAJRIAH
REDAKSI LPM KEADILAN • Menerima tulisan berbentuk opini, artikel dan surat pembaca bertemakan bebas • Tulisan dapat dikirim langsung ke sekretariat LPM Keadilan atau via e-mail • Tulisan yang dikirim akan dimuat setelah melalui proses editing
18
Keadilan Post Edisi Juni 2015
SISKA NOVISTA PAISAL SALMAN ALPARIDJI SURAYYA AZZUHRA SINAGA MUDZAKIR RANU RAHMAN AKHTAR
REPORTER : SELURUH PENGURUS KEADILAN JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 55515 TELP (0274)377043 - 379171 / 082120986712 lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id
KARIKATUR
Keadilan Post Edisi Juni 2015
19
DIALEK
• Kok sekarang ngurus izin susah sih? Ya iya lah, wong peraturannya aja gak jelas… • Lho, pimpinan FH UII buat peraturan gak jelas? Mereka dikejar deadline… • Ehh… ada pemilwa ya? Masa sih? Kampus “sepi-sepi” aja tuh…
Bang Alek • Lek Di
20
Keadilan Post Edisi Juni 2015
• Pertama dimulai pemilwa sepi, hari terakhir baru ramai... Kejar setoran mungkin. • UII punya portal baru lho, terus warga lewat mana? Yaa… Biar warga pake jalan lain…