Keadilan Post Edisi Februari 2018
Informatif, Komunikatif, Aspiratif
Mengintip Pleno Tertutup Wakil Mahasiswa
DARI KAMI Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt serta selawat tercurahkan kepada junjungan Rasulullah Muhammad Saw atas terbitnya Keadilan Post Edisi Februari 2018 sebagai wujud bakti kami menyajikan media yang informatif, komunikatif, dan inspiratif. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada seluruh narasumber dan segenap rekan LPM Keadilan yang telah berkontribusi dalam penulisan, penyusunan, hingga terbitnya Keadilan Post Edisi Februari 2018 ini. Kami mewakili LPM Keadilan mohon maaf atas keterlambatan terbitnya Keadilan Post. Kami juga meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam terbitan ini. Pembaca dapat mengirimkan surat pembaca kepada kami, berupa permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia maupun di region Yogyakarta. Selain itu, kami juga menyambut hangat bagi mahasiswa, dosen, civitas Universitas Islam Indonesia, dan pembaca untuk menulis di berbagai produk LPM Keadilan dalam rubrik Opini dan Artikel. Terima kasih, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
EDITORIAL Memperoleh informasi ialah hak setiap masyarakat. Hal ini selaras dengan tujuan diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada Pasal 3 huruf a UU Nomor 14 Tahun 2008 bertujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan keputusan publik. Adanya keterbukaan informasi merupakan cerminan hidupnya demokrasi di Indonesia. Terbukanya informasi meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Peningkatan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik temasuk dalam tujuan adanya keterbukaan informasi. Berdasarkan hal tersebutlah badan publik wajib untuk menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi yang menjadi kewenangannya. Tak terkecuali lembaga legislatif Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII), namun hal tersebut tidak berjalan semestinya. Pasalnya, dalam Sidang Umum KM UII terdapat agenda musyawarah mufakat secara Pleno Tertutup. Pleno tertutup itu membahas tentang peleburan visi dan misi, program kerja, hingga menentukan struktur lembaga legislatif untuk satu periode kedepan. Visi dan misi dari masing-masing legislatif terpilih dilakukan peleburan sehingga tergambar arah jalannya lembaga legislatif KM UII. Padahal setiap legislatif terpilih memiliki visi misi unggulan tersendiri yang telah dipaparkan dalam kampanye. Pembentukan struktur dilakukan secara tertutup, hanya legislatif terpilih yang melakukan pembahasan. Tidak ada partisipasi mahasiswa dalam pembentukan struktur tersebut. Padahal salah satu tujuan diadakannya keterbukaan informasi ialah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat—dalam hal ini mahasiswa. Mahasiswa hanya dilibatkan dalam pemilihan anggota legislatif serta pembahasan peraturan dasar KM. Pemilihan Wakil Mahasiswa KM UII bukan sebagai pesta demokrasi, melainkan hanya sebagai jembatan untuk mengisi jabatan legsilatif. Lobi-lobi yang dilakukan legislatif terpilih harus bersifat terbuka. Sehingga mahasiswa juga dapat mengetahui kompetensi dari ketua lembaga legislatif untuk satu periode kedepan. Padahal pemilihan wakil mahasiswa dilakukan karena kompetensi yang dimiliki oleh para calon. Namun hal itu tidak memengaruhi penentuan struktur lembaga legislatif. Calon yang memperoleh suara terbanyak belum tentu menjadi ketua lembaga legislatif. Penentuan ketua dilakukan dengan lobi antar legislatif terpilih. Hal-hal yang tergambar di atas memperlihatkan bahwa demokrasi belum berjalan dengan baik di lingkungan KM UII. Sebab partisipasi dari mahasiswa yang cenderung dibatasi. Hanya dari laporan pertanggungjawaban yang dilaksanakan per tiga bulan mahasiswa mengetahui program kerja dari wakilnya di legislatif. Forum tersebut ialah Hearing, wadah pertanggungjawaban program kerja yang telah dan akan dilaksanakan. Seperti yang dikatakan oleh Idul Rishan—dosen hukum tata negara FH UII—bahwa demokrasi bukan sekadar membahas sistem yang dipergunakan, melainkan sejauh apa mahasiswa dipelibatkan. Demokrasi dapat tergambarkan melalui besar tidaknya mahasiswa terlibat dalam pengambilan kebijakan. Pada dasarnya, partisipasi mahasiswa sangat diperlukan guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, efektif dan efisien, serta akuntabel.
2
Keadilan Post Edisi Februari 2018
FOKUS UTAMA
Mengulik Keterbukaan Para Wakil Mahasiswa
Aldhyansah/Keadilan • Persiapan pembukaan Sidang Umum, FH UII. Dalam rangka menuju struktur kepengurusan baru (22/12).
Sistem pengambilan keputusan yang digunakan oleh DPM U dan DPM F dikritik tertutup dari mahasiswa. Timbul pertanyaan, apakah cara tersebut sudah tepat untuk mewakili mereka? mengatur pembatasan kekuasaan. “Arti sebenarnya dari demokrasi adalah yang Taman Siswa-Keadilan. “Bahwa paling penting dan paling esensial adalah bang-sa ini, di bawah tuhan, akan partisipasi”, paparnya. memiliki kelahiran baru kebebasan dan Paham demokrasi yang semakin bahwa pemerintahan yang dari rakyat, mengglobal kemudian menjangkau oleh rakyat, untuk rakyat, akan tidak Indonesia, yang diatur dalam beberapa binasa dari bumi”. Kalimat penutup peraturan perundang-undangan. Salah yang diucapkan oleh Abraham Lincoln satunya adalah Undang-Undang Nomor di hadapan masyarakat Gettysburg 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan tersebut ditujukan untuk mengakhiri Informasi Publik yang mengatur bahwa perang sipil Amerika Serikat. Pidato setiap informasi publik bersifat terbuka singkat tersebut kemudian menjadi salah dan dapat diakses oleh setiap masyarakat. satu konsep utama sistem pemerintahan Dituliskan dalam Pasal 3 demokrasi hingga saat ini. huruf a UU Keterbukaan Informasi Demokrasi kemudian ber- Publik bertujuan untuk menjamin kembang sangat pesat di era modern. hak warga negara untuk mengetahui Terlebih pasca kemenangan sekutu rencana pembuatan kebijakan publik, pada perang dunia kedua. Dikutip program kebijakan publik, dan proses dari ourworldindata.org, penganut sistem pengambilan keputusan publik, serta demokrasi meningkat pesat dari alasan pengambilan suatu keputusan 17 negara pada 1945—tahun publik. Keterbukaan informasi berakhirnya perang dunia publik ini kemudian yang kedua—hingga menjadi 87 menjadi isu tersendiri negara pada tahun 2010. dalam setiap kehidupan Pemaknaan birokrasi. demokrasi menurut Idul Tidak terkecuali daRishan, dosen Hukum lam lingkungan Student Tata Negara Fakultas Government Universitas Hukum Universitas Islam Indonesia (SG UII), Islam Indonesia (FH UII), melakukan pemilihan wakil merupakan sistem yang • Idul Rishan mahasiswa (pemilwa) secara Oleh: Aldhyansah Dodhy Putra
langsung. pemilwa ini dilaksanakan di setiap fakultas, tidak terlepas juga di FH UII. Pada Pemilwa yang dilakukan di FH terdapat 1.011 suara masuk, dengan seluruh calon berhasil memenuhi suara minimal un-tuk lolos menjadi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPM F). Proses penentuan jabatan pasca pemilwa kemudian menjadi perdebatan tersendiri. Pasalnya DPM F hingga Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) menggunakan sistem musyawarah mufakat dalam pleno tertutup sebagai ajang penentuan jabatan di kepengurusan. Sehingga, tidak setiap calon yang memperoleh suara terbanyak akan mendapatkan jabatan tertinggi. Musyawarah Mufakat oleh DPM Mawardi, selaku Wakil Ketua DPM U periode 2016-2017 mengatakan bahwa para calon yang terpilih dalam Pemilwa kemudian akan mengajukan diri atau diajukan untuk menjadi ketua. Jika ternyata terdapat beberapa calon ketua maka akan dilakukan musyawarah mufakat yang dilaksanakan dalam rapat pleno tertutup. Apabila dalam musyawarah mufakat tidak ditemukan jalan keluar maka para peserta akan
Keadilan Post Edisi Februari 2018
3
menggunakan penyelesaian lain, yaitu lobi. Mawardi menambahkan bahwa penggunaan musyawarah mufakat dilakukan untuk menghindari adanya ketua yang tidak kompeten. “Kita mencoba untuk mencari yang terbaik, istilahnya kita mencari ketua yang tidak hanya disetujui satu atau dua orang namun disetujui semua,” tambahnya. Sebab DPM U dan DPM F menganut asas kolegial, yang menganggap setiap individu setara tanpa melihat hasil perolehan suara. Hal tersebut diakui oleh Mohammad Agus Maulidi selaku Ketua DPM FH UII periode 2016-2017. Bahwa Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM) sendiri hanya mengatur adanya sistem musyawarah mufakat dan lobi sebagai cara pengambilan keputusan dalam lingkungan DPM U dan DPM F. Agus juga menambahkan bahwa terdapat 13 indikator dalam penentuan Ketua DPM F yang beberapa di antaranya adalah telah lulus Baca Tulis Al-Quran (BTAQ) hingga memiliki rekam jejak di organisasi kampus. Dijelaskan juga bahwa dari 13 indikator tersebut, tidak ada satupun yang mempertimbangkan suara terbanyak dalam Pemilwa sebagai kriteria menjadi ketua. Sehingga dalam musyawarah mufakat tersebut pemeroleh suara terbanyak akan dianggap setara dengan calon terpilih yang memiliki jumlah suara minimum. Penggunaan musyawarah mufakat sebagai cara menentukan struktur DPM U dan DPM F ini dikritisi oleh Ari Wijayanto, Mahasiswa FH UII angkatan 2014. Dia mengatakan bahwa sistem tersebut tidak cukup konsisten, mengingat pemilihan menggunakan sistem voting yang demokratis. Namun, ketua yang terpilih justru ditentukan secara tertutup serta tidak melibatkan mahasiswa. “Yang saya kritisi, ketika memang demokrasi ya udah siapa yang memperoleh banyak suara dia sebagai ketua DPM atau LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa) dan beserta anggotanya.” Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Padly, mahasiswa FH UII angkatan 2014. Menurutnya Pemilwa bukanlah bentuk dari demokrasi, melainkan hanya sebagai jembatan para calon untuk mengisi jabatan legislatif
4
di kampus. “Nah pada saat dia lolos sebagai legislatif, di situ baru ditentuin pemilihan yang mana yang megang jabatan eksekutif, yang megang jabatan legislatif,” paparnya. Menurut Padly, musyawarah mufakat secara Afif/Keadilan Arrasyid/Keadilan tertutup membuat visi dan misi para • M. Rasyid Ridho, saat diwawancarai di kantor LEM. (19/10) calon akan menjadi tidak berguna. yang dijalankan oleh LEM sebagai Karena pada akhirnya para calon yang penghubung mereka. Hubungan yang terpilih kelak hanya akan melakukan berjarak antara UKM dan DPM FH itu lobi untuk mendapatkan jabatan kemudian membuat dia tidak terlalu tahu strategis, bukannya demi mewujudkan dengan situasi dalam lembaga tersebut. visi dan misi kampanye. Lebih lanjut dia Teddy Irawan Saputra, menambahkan, “...lobi-lobinya terbuka Ketua UKM Sepak Bola FH UII di depan mahasiswa, kalau mau fair loh.” memiliki pendapat yang berbeda. Dia Mengenai ucapan tentang menganggap bahwa DPM FH sudah ketidak bergunaannya visi misi para cukup mensosialisasikan programnya. calon, Agus sendiri memiliki pendapat “Sejauh ini sudah cukup transparan, yang berbeda. Dia menuturkan bahwa DPM itu kan ada Hearing yang para calon yang terpilih kelak akan terikat melibatkan mahasiswa untuk melakukan dengan visi misi selama kampanye. “Visi penilaian. Menurut saya DPM sudah misi itu kan janji. Janji kepada konstituen, bagus”. Walaupun diakuinya juga bahwa janji kepada mahasiswa bahwa dia ketika UKM Sepak Bola sendiri tidak terlalu memang dipilih dia akan melaksanakan banyak berurusan langsung dengan targetnya itu,” jawabnya. DPM. Muhammad Rasyid Ridho— Rasyid memaparkan bahwa Ketua LEM FH UII periode 2016- hubungan garis instruksi antara 2017—memaparkan langkah yang akan DPM F dan LEM membuat lembaga digunakan untuk mengimplementasikan tidak terlibat secara langsung dalam visi dan misi di DPM FH. Menurutnya perumusan program. LEM sendiri lebih visi dan misi yang dimiliki oleh para bertugas sebagai pelaksana dari gagasan calon kemudian akan dibahas dalam yang dibuat oleh DPM F. sidang. Sidang yang membahas tentang Tidak transparannya DPM penyatuan pandangan para calon U sendiri diakui oleh Mawardi yang tersebut kemudian akan diakhiri dengan mengatakan bahwa DPM masih peleburan visi misi agar menjadi lebih minim berinteraksi dengan mahasiswa. sederhana. Sehingga visi misi yang Menurutnya, DPM U telah memiliki dibuat nanti tidak hanya mewujudkan Forum Aspirasi dan Hasil Kerja yang tujuan individu, tetapi juga lembaga direncanakan berlangsung setiap secara keseluruhan. tiga bulan sekali. Namun pada masa Perencanaan program tersebut periodenya, forum tersebut hanya sekali juga menjadi isu yang banyak disorot. terlaksana. “...dan itu menandakan kami Salah satu yang mengeluhkan hal ini kurang terbuka pada mahasiswa,” ucap adalah Tiara Anggraenny, Ketua Unit dia. Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Terpidana FH UII. Menurutnya DPM Upaya DPM U dan DPM F FH hanya mengandalkan forum Hearing Mawardi juga menambahkan sebagai ajang sosialisasi program bahwa DPM U sendiri sudah berupaya mereka. untuk lebih terbuka dengan membuat Menurut Tiara, hubungan wadah agar mahasiswa bisa mengajukan antara UKM dan DPM FH sejauh ini program secara daring. Sayangnya masih berupa garis instruksi semata hal tersebut urung terjadi pada masa
Keadilan Post Edisi Februari 2018
jabatannya. Hal tersebut dikarenakan sumber daya manusia yang dimiliki DPM U masih terfokus pada program masing-masing. Mengenai isu ini, Keadilan sudah mencoba untuk bertanya langsung ke Muhammad Petra selaku Ketua DPM U yang sayangnya menolak untuk diwawancara. Pandangan mengenai tidak efektifnya cara pengambilan keputusan yang digunakan DPM U dan DPM F sebenarnya pernah dipersoalkan oleh Agus. Dia menerangkan bahwa DPM FH sendiri sempat mengajukan agar sistem voting dapat menjadi cara
pengambilan keputusan lembaga, yang kemudian ditolak. Dengan hanya adanya musyawarah mufakat dan lobi sebagai cara pengambil keputusan yang diatur oleh PDKM, membuat DPM U dan DPM F di lingkungan UII hanya dapat menggunakan kedua sistem tersebut. Menanggapi isu tersebut, Idul Rishan mengatakan bahwa demokrasi dalam kampus tidak hanya dapat dinilai dari sistem seperti apa yang digunakan. Baik sistem voting maupun musyawarah mufakat sama-sama bisa digunakan selama masih melibatkan partisipasi mahasiswa.
Idul Rishan juga menambahkan bahwa perlu ada mekanisme bagi mahasiswa untuk memveto kebijakan DPM, sehingga penyelenggaraannya dapat terkontrol dengan baik. Sebab demokrasi juga membahas tentang pembatasan kekuasaan. Pembatasan tersebutlah yang diperlukan oleh DPM, mengingat status mereka sebagai pilihan mahasiswa. Reportase bersama: Arrasyid Nurazmi, Ade Putra F., Amir Makhruf N., Wahyu Prasetyo, Dimas Aulia Rahma, Tiara Robiatul A., Qurratu Uyun Ramadani Z., Syarif Afif.
LIPUTAN
Pemilihan Mahasiswa; Sistem yang Memobilisasi
“Dari Abu Dzar berkata, saya berkata “Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya berkata, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar,” HR Muslim: Nomor 3404 Dimas/Keadilan • Salah satu mahasiswa akan memasukan blangko yang sudah dia coblos, di hall gedung Fakultas Hukum (26/09).
Oleh: Qurratu Uyun Ramadani Z
Ajang Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Islam Indonesia (UII) diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) UII. Mengutip dari pemilwauii.blogspot.co.id, Pemilwa bertujuan untuk memilih wakil-wakil mahasiswa yang akan
menjabat di Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPM F). Pemungutan suara di Fakultas Hukum (FH) UII dilaksanakan dari tanggal 25 sampai 28 September 2017. Sistem yang digunakan KPU UII adalah pemungutan suara selama empat hari dengan perhitungan suara harian. Digunakannya sistem ini, diakui
Ronaldo Fajriansyah, Ketua Komisi 1 DPM U Masa Bakti 2016-2017, adalah pengulangan dari periode sebelumnya. “Yang saya tahu sih, mungkin dua tahun belakangan ya, sistemnya memang kayak gitu,” ujarnya. Setali tiga uang, Dicky Moallavi Asnil, Ketua KPU UII menjelaskan, “Sebetulnya dari tahun ke tahun seperti itu. Dilakukan selama empat hari, karena
Keadilan Post Edisi Februari 2018
5
kalau hanya sehari, takutnya banyak ungkapnya. yang berhalangan hadir atau tidak bisa Senada dengan Dicky, mengikuti pemilwa atau mencoblos Ronaldo juga tidak mempersalahkan di hari itu”. Menurutnya, sistem ini sistem tersebut, karena menurutnya cukup ideal untuk diterapkan kepada perhitungan suara harian merujuk mahasiswa. Hal ini dipertimbangkan pada sistem ketatanegaraan Indonesia. dari mobilitas mahasiswa yang berniat “Di mana-mana setiap hitungan suara untuk mencoblos, yaitu dalam hal ya pastinya tiap hari. Karena ya kita mempersiapkan, dan meluangkan sekarang rasional saja gitu. Siapa sih yang waktunya untuk memilih calon tidak mau lolos?”, tuturnya. pemimpin satu periode ke depan. Menanggapi diberlakukannya Ni’matul Huda, pakar sistem tersebut yang memicu terjadinya Hukum Tata Negara, berujar apabila bom suara. Dicky mengatakan, pertimbangan tersebut salah satunya “Saya pribadi sebetulnya gak ada untuk menarik minat mahasiswa. Padahal permasalahan tentang bom suara belum diteliti sebab minimnya partisipan dan sebagainya”. Menurutnya, hal itu mahasiswa terhadap Pemilwa, baik terjadi sebagai bentuk strategi calon karena apolitis, calonnya tidak menarik, dan para pendukungnya untuk lolos atau pun bentuk sosialisasi yang kurang ke legislatif terpilih. Namun, pendapat kreatif. “Jangan-jangan calonnya kok berbeda disampaikan Ronaldo, bahwa meng dodolan tok kae ki, bukan karakter terjadinya bom suara bisa sebagai bukti orang yang dikehendaki”, tegasnya. adanya kecurangan ke Panwasla (Panitia Seharusnya, KPU dapat menggugah Pengawas Pemilwa), dan calon legislatif apa pentingnya lembaga kemahasiswaan bersangkutan dapat didiskualifikasi. bagi mahasiswa, membuat kampanye Di samping itu, penghitungan yang menarik, tidak monoton dengan suara harian berimplikasi pada kampanye mimbar dan poster. Misal, terjadinya mobilisasi yang melanggar ditambah dengan sosialisasi ke masa tenang. Menanggapi hal tersebut, kelas, agar mahasiswa sebagai calon Mi’rajul Akbar selaku Ketua Komisi pemilih mengerti calon legislatifnya. 2 KPU UII menjelaskan bahwa masa Merujuk pada sistem yang tenang adalah dimulai dari berakhirnya mengulang dari beberapa periode masa kampanye hingga pemungutan sebelumnya, yaitu pemungutan suara suara selesai. Sedangkan bentuk selama empat hari. Ni’matul menyatakan kampanye dalam Pemilwa berupa keberatannya, “Jumlah mahasiswa per kampanye mimbar, poster, dan video. fakultas kan bisa dihitung, kenapa Artinya, bila membujuk seseorang harus empat hari? Wong kita aja secara personal untuk memilih yang nasional hanya sehari, saat pemungutan suara, berarti kan seharusnya bukanlah termasuk jenis bisa”. Menurutnya, kampanye, dan karenanya pemungutan suara setidak melanggar masa lama empat hari, rentan tenang. “Sebenarnya akan adanya tekananuntuk mengajak dan tekanan politik atau sebagainya tidak diatur, mobilisasi. yang penting tidak di Lebih lanjut, area pemilihan. Tapi pertimbangan diberkalau di luar, misalnya • Dicky Moallavi Asnil lakukannya perhitungan lagi nongkrong di burjo, suara harian, Dicky mengungkapkan dan itu memang mutlak terjadi kalau bahwa sistem tersebut untuk me- dalam urusan seperti itu. Jadi secara minimalisir berbagai indikasi ke- teknis bukan termasuk jenis kampanye,” curangan. Karena menurutnya, sistem tuturnya. tersebut merupakan cerminan dari Menanggapi bentuk-bentuk asas transparansi, sehingga mahasiswa kampanye saat pemungutan suara, harus tahu berapa rekapitulasi suara Suparman Marzuki, dosen FH UII per hari. “Bisa dibilang kalau masih ada menjelaskan bahwa kegiatan memaksa, manipulasi, atau melakukan tindakan merayu, atau pun menyuruh orang di luar aturannya, itu udah kebangetan, memilih saat pelaksanaan pemilu karena tiap hari itu udah dilaporkan”, adalah mobilisasi dan termasuk
6
Keadilan Post Edisi Februari 2018
pelanggaran. Kegiatan membujuk seseorang untuk memilih, baik sekadar mengirimkan pesan secara personal dengan media sosial, maupun bincangbincang di tempat makan adalah jenis kampanye. Karenanya, termasuk kampanye terselubung bila dilakukan saat pemungutan suara. Suparman menegaskan, “Masa pencoblosan itu kan sudah masa orang ngambil suara. Sudah tidak boleh ada lagi kampanye, itu jenis kampanye (meskipun secara personal) gak boleh. Etikanya gak bener.” Menurut Ni’matul Huda, seharusnya durasi pemungutan suara apabila tidak memungkinkan dilakukan sehari, maka laksanakan selama dua hari. Karena empat hari adalah durasi yang terlalu lama. Hal ini menjadi pekerjaan KPU UII untuk membuat lembaga mahasiswa itu menarik di mata mahasiswa. “Menurut saya nggak menarik gitu loh, gak menarik karena terlalu lama gitu, empat hari itu ngapain gitu ya,” tambahnya. Saat ditanya Keadilan mengenai bom suara, Ni’matul Huda berpendapat, bahwa hal tersebut terjadi karena durasi waktunya terlalu panjang. Sehingga calon legislatif beserta pendukungnya akan berupaya sekeras mungkin untuk memenuhi jumlah suara itu. Dia menambahkan bahwa bila bom suara terjadi, “Kita agak sulit untuk menilai si kandidat dari segi kualitas, kalau ujungnya hanya mobilisasi.” Ni’matul menyarankan agar kualitas calon legislatif dipertimbangkan dari segi nilai akademis dan diungkapkan rekam jejak sebelum lolos menjadi calon legislatif. Asas transparansi menjadi alasan pembenar diberlakukannya sistem perhitungan suara harian. Hal tersebut dipatahkan oleh Ni’matul Huda, karena seharusnya perhitungan suara dilakukan di akhir pemilihan, bukan setiap hari. “Kalau dihitung setiap hari, ini memberitahu kepada si calon kalau kamu (misal) belum dapet kursi,” ucapnya. Mengenai pertimbangan jaminan keamanan suara, Ni’matul berpendapat, bahwa banyak cara yang dapat dilakukan. Misalnya kotak suara tersebut digembok, dan kuncinya tersebut diberikan ke dekan. Dia juga menyarankan, “Kotak suaranya fakultas yang menyediakan dan kuncinya dipegang oleh fakultas, toh di situ juga
ada satpam, lalu kasih CCTV.” M. Fakhrurrozi, mahasiswa angkatan 2016 FH UII berpendapat, “Sistem pemilihan yang ada di universitas ini cukup lucu gitu lho perhitungannya”. Tambahnya, calon legislatif tersebut lolos bila memenuhi 60 suara. Jadi, bila jumlah suaranya kurang, calon legislatif bersangkutan hanya tinggal mencari pemilih lagi. “Jadi menurut saya, perhitungan suara itu ya di akhir pemungutan suara, bukan dilakukan setiap hari,” tuturnya. Fakhrurrozi juga mengungkapkan adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan pemilwa. Yaitu salah satu panitia yang mengarah-kan pemilih untuk mencoblos calon legislatif bersangkutan. “Maksudnya itu, saya dukung nomor ini, nomor ini ya diarahkan untuk memilih nomor ini.
Setahu saya panitia kan tidak boleh seperti itu,” ungkapnya. Menindaklanjuti kemungkinan kecurangan, Keadilan belum dapat mengkonfirmasi fakta tersebut, dikarenakan pihak Panwasla tidak dapat ditemui. Suparman Marzuki menyatakan bahwa bila terjadi kecurangan dalam Pemilwa, berarti mulai dari pelaksanaan hingga hasilnya telah cedera. Jika terjadi hal tersebut, maka siapa pun yang terpilih tidak punya basis kepercayaan kuat dari mahasiswa. “Maka siap-siap saja siapapun yang terpilih akan menimbulkan antipati, skeptis mahasiswa. Dan dampaknya bisa panjang. Orang lalu berikutnya gak akan ikut lagi acara-acara semacam itu. Itu berbahaya,” tegasnya. Mengenai sistem pemungutan suara pemilwa yang telah dilakukan bertahun-tahun. Ni’matul menyatakan
harapannya, “Ya reformasi dong, move on, anak sekarang kok konvensional, progresif dong”. Lebih lanjut, dia juga memberikan masukan bahwa seharusnya dapat dilakukan pemilihan berikutnya, yaitu putaran kedua, daripada suara dihitung setiap hari. Hal ini terjadi karena KPU UII tidak mempersiapkan untuk putaran kedua, sehingga diantisipasi dengan perhitungan per hari. “Kalau saya misalnya, empat hari dihitung hari keempat, sehingga kalau mau mobilisasi susah,” ungkapnya. Reportase bersama: Tiara Robiatul, M. Aldhyansah Dodhy P., Dandy Try Y., Dhieka Perdana C.U., Adrian Hanif, Topik Rohman, Rahadian Diffaul, Arif Rohman, Amir Makhruf Nst.
DIALEK
DPM baru sudah terbentuk ya? Kok gak terdengar pemilihan ketuanya? Visi misi kemarin bagaimana tindak lanjutnya? Pemilwa kemarin siapa yang dapat suara tertinggi? Ruang Sekber katanya penuh ya?
Kan musyawarahnya tertutup Sudah dilebur jadi visi misi baru, entah dilebur bagaimana Tidak penting, toh syarat suara sudah terpenuhi Sabar, sebentar lagi pindah
Keadilan Post Edisi Februari 2018
7
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LPM KEADILAN
8
Keadilan Post Edisi Februari 2018
FRAGMEN
Mengenal Tembang Jawa di Pamulangan Sekar Macapat Narator : Dhieka Perdana Citra Utami Reportase bersama: Aha Azadi, M.Ariel Fahmi, Salman Alparidji
Langit sore itu begitu kelabu saat menuju Jalan Rotowijayan No. 03 Yogyakarta pada hari Selasa tanggal 17 Oktober. Masuk di Alun-alun Utara, berjalan sekitar 50 meter ke selatan menuju arah Keraton Yogyakarta. Setelah melewati gapura berwarna putih, di kiri jalan akan menjumpai sebuah rumah bertuliskan “Kursus Macapat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Menerima Siswa Baru”. Tempat tersebut adalah tempat kursus belajar tembang macapat. Pamulangan Sekar Macapat adalah lembaga milik Keraton Yogyakarta di bawah kepengurusan Kawedanan Hageng Punakawan Krida Mardawa, sebuah bagian yang khusus mengurus kesenian. Sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya, khususnya tembang-tembang macapat. Dahulu hanya kerabat keraton yang diperbolehkan belajar macapat, namun setelah mendengar lantunan tembang tersebut para abdi dalem tertarik untuk mempelajarinya. Terhitung sejak tahun 1960, Pamulangan Sekar ini dibuka untuk umum meskipun bersifat stelsel pasif. Maksud dari stelsel pasif yaitu hanya bersifat menunggu peserta didik yang datang. Tempat belajar ini terbuka untuk umum. Beragam profesi seperti guru, mahasiswa bisa belajar di tempat ini. Lengkingan nada-nada khas jawa—tembang macapat—terdengar dari sebuah ruangan kecil berukuran sekitar tiga kali dua meter. Pencahayaannya hanya memakai lampu neon dan mengandalkan pantulan cahaya matahari. Kipas angin yang tertempel di dinding serta kardus berisi air mineral disuguhkan untuk para peserta didik. Di Pamulangan Sekar-lah tembang macapat berusaha dihidupkan dan dibagikan ilmunya ke semua orang yang ingin mempelajarinya. Ditambah lagi, belajar di tempat ini tidak perlu mengeluarkan biaya alias gratis. Sebab, segala biaya operasional ditanggung menggunakan dana keistimewaan. Pengajar awalnya berjumlah lima orang, namun sekarang hanya tersisa tiga orang dan belum ada kaderisasi. Siswa di sini terbagi dalam beberapa generasi: lansia, dewasa, hingga anak-anak. Setiap siswa pun tidak hanya berasal dari Yogyakarta saja, namun juga daerah lain, bahkan mancanegara. Alasan mereka belajar di Pamulangan Sekar bermacammacam, ada yang hanya mengisi waktu luang, hingga kebutuhan dalam bidang pendidikan. Lantunan nada-nada jawa itu dikumandangkan pada hari Senin sampai Sabtu mulai pukul 16.00 -17.30 WIB. Jadwal belajar nembang di Pamulangan Sekar terbagi menjadi tiga kelas yaitu Sekar Alit (Senin&Kamis), Sekar Tengahan (Selasa & Jumat) dan Sekar Ageng (Rabu & Sabtu). Kelas Sekar Alit biasa digunakan untuk pemula, sedangkan Sekar Tengahan dan Sekar Ageng untuk tingkat lanjut. Rama Pradja Suwarsono dan Rama Dwija Cipta Wandawa yang merupakan pengajar di Pamulangan Sekar, dengan sabar mengajari peserta didiknya agar mampu menembang. Mereka memberikan penjelasan tentang arti macapat, sebab terkadang orang mengartikannya berbeda-beda—dari yang bilang macane papatpapat, macane secara cepat, macane papat secara cepat dan macane cepat. Syair macapat berisi tentang sejarah, ajaran hidup, nasehat, dan doa. Cakupan cerita kehidupan dalam macapat meliputi masa manusia sebelum lahir sampai pada penantian ke surga. Dengan sebuah tongkat kecil Rama Projo, sang guru macapat menunjuk ke sebuah kertas yang ditempelkan di dinding. Perlahan dia menunjuk notasi angka sambil menyanyikannya dalam bahasa Jawa, “mo..lu..ro...ji..nem..mo...” kemudian siswa bergantian menyanyikan tembang, meskipun ada yang salah namun Rama Projo memakluminya. Perlahan dia membimbing mereka, “Monggo sesarengan golek i nada pi ne piyambak piyambak.” Tembang itu seolah memanggil kita untuk mau mempelajari seni tradisi macapat. Tembang macapat mengandung nasihat luhur, namun masih sulit diterima oleh anak-anak muda. Meskipun macapat kurang familier di telinga anak-anak sekarang, tapi diharapkan generasi muda bisa tertarik dengan macapat. Belajar nembang tidak ada batas waktunya seperti halnya belajar agama. “Saya sendiri saja masih terus belajar,” tutur Rama Pradja Suwarsono.
2
1
Aha/Keadilan
Dia pun ingin belajar
Instrumen
4
Fahmi/Keadilan
Rama Menuntun
7
6
Fahmi/Keadilan
Lembaran Petuah
Salman/Keadilan
Unggah-U
3
Aha/Keadilan
Aha/Keadilan
n Pengiring
Ungguh
Bobrok
5
Fahmi/Keadilan
Belajar Hingga Senja
8
Salman/Keadilan
Ruang Kincup
RESENSI
Mengritisi Stereotip Terhadap Wanita Oleh: Arrasyid Nurazmi
“Apakah gadis itu seorang kenalan, seorang teman, pacar, seorang PSK atau bahkan istri anda sendiri? Tidak, berarti tidak,” tegas Shegal. Pembukaan film dimulai dengan situasi kepanikan yang berbeda antara dua gerombolan pria dan wanita. Gerombolan pria panik karena salah satu dari mereka bercucuran darah di bagian wajah. Dengan tergesa-gesa mereka membopongnya menuju mobil dan turun di rumah sakit. Sedangkan gerombolan wanita terlihat panik memikirkan perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan terhadap salah satu pria itu. Kepanikan tersebut berawal dari sebuah konser musik, Minal (Taapsee Pannu), Falak (Kirti Kulhari), dan Andrea (Andrea Tariang) berkenalan dengan Rajveer (Angad Bedi) serta temantemannya. Kemudian Minal dan kedua temannya mengiyakan ajakan Rajveer untuk berkunjung ke sebuah resort di Skujviland. Mulanya semua berjalan wajar, mulai dari makan di restoran yang berlanjut dengan meminum minuman beralkohol di kamar Rajveer. Hingga sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi. Rajveer mulai menyentuh Minal namun ia menolak dengan mengatakan “tidak”. Minal mencoba melepaskan diri dari pelukan Rajveer tetapi kalah kuat. Tangan Minal pun mencari-cari botol lalu memukul ke arah kepala Rajveer dengan keras. Setelah malam naas tersebut, Minal dan dua orang temannya─Andrea serta Falak─ mendapatkan teror. Dimulai dari foto syur Falak yang dikirim ke kantor, ancaman verbal diterima Minal
Judul Sutradara Durasi Pemeran
12
: : : :
melalui telepon, serta teror video untuk Andrea. Setelah rangkaian teror, Minal pada akhirnya melaporkan Rajveer ke kepolisian. Namun Falak berusaha mengajak Minal untuk menempuh jalan damai dengan meminta maaf kepada Rajveer. Harapan mereka untuk berdamai pun sirna lantaran Rajveer berkata kasar. Falak pun tak dapat menahan emosi ketika sedang berbicara dengan Rajveer via telepon dan berkata, “Kau akan membusuk di penjara.” Puncak dari teror tersebut terjadi setelah Minal melaporkan kejadian yang ia alami. Teman-teman Rajveer menyekap Minal saat berada di taman dan membawanya dengan menggunakan mobil. Shegal (Amitabh Bachchan) melihat penculikan tersebut dan memperhatikan ke mana mobil tersebut pergi. Kemudian dia meminta bantuan temannya dari kepolisian untuk melacak di mana Minal berada, namun usahanya pun gagal. Pada saat disekap, teman-teman Rajveer melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Minal sebagai wujud balas dendam terhadap apa yang telah dilakukanya. Setelah puas dengan apa yang mereka lakukan, Minal pun dipulangkan ke rumah saat malam hari. Rajveer melaporkan Minal karena telah melakukan tindakan Pink pemukulan terhadapAniruddha Roy Chowdhury nya. Polisi langsung 132 menit mengajukan berkas Taapsee Pannu dari Rajveer tanpa mengindahkan Angad Bedi laporan Minal seAmitabh Bachchan belumnya kepada
Keadilan Post Edisi Februari 2018
doc.
pengadilan. Kemudian persidangan memperlihatkan sikap penuntut umum yang memberikan beberapa pernyataan bersifat stereotip. Diantaranya pakaian yang seharusnya digunakan wanita, wanita yang pulang larut malam di anggap buruk, serta bahasa tubuh wanita dalam merespon seorang lelaki yang di anggap murahan. Stereotip sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Di film tersebut Minal sebagai salah satu korban stereotip, yaitu wanita yang meminum minuman beralkohol dianggap bisa diajak melakukan apapun. Berbanding terbalik jika pria yang di posisi seperti wanita meminum alkohol yang hanya dapat menyebabkan gangguan penyakit. Pada film ini terlihat bahwa opini publik menjadi alat diskriminasi terhadap jenis kelamin, ras, dan etnisetnis tertentu. Pemikiran Rajveer sama dengan stereotip yang berkembang di masyarakat tersebut. Padahal Minal sudah menolak, tetapi Rajveer tetap memaksakan keinginannya. Penolakan terlihat jelas saat Minal memukul kepala Rajveer sebagai bentuk perlindungan diri. Pada hakikatnya manusia sebagai pemilik tubuh berhak untuk melindungi dirinya dari hal apapun yang dia tidak setujui. Shegal pun memperjelas hal ini dalam pernyataan terakhirnya di dalam kesimpulan persidangan. “Apakah gadis itu seorang kenalan, seorang teman, pacar, seorang PSK atau bahkan istri anda sendiri. Tidak, berarti tidak,”
doc.
tegasnya. Pada adegan persidangan terlihat jelas aktor dan aktris memainkan peran yang sangat baik. Mulai dari penggambaran seorang penuntut umum dalam mengajukan pertanyaan yang menekan tersangka. Tersangka memperlihatkan emosional yang alami. Para pemain juga dapat menjiwai peran seperti dalam persidangan nyata. Hal itu tampak saat para pihak tertekan karena pertanyaan penuntut umum dan pengacara yang menunjukan sisi kecerdasan dalam membela klien atas nama keadilan. Sheegal sebagai pengacara
menunjukkan kecerdasannya dengan tidak terjebak pada stereotip yang dibangun penuntut umum. Ditambah dengan keberanian Sheegal menyampaikan pertanyaan yang dapat menjadi bumerang bagi dia dan kliennya. Seperti apakah Minal sudah tidak perawan lagi atau pengakuan bahwa kliennya melakukan perbuatan tersebut di luar kesadarannnya. Hal ini menjadikan adegan persidangan terasa hidup. Selama menonton tidak terlalu terlihat kekurangan film ini. Namun dalam beberapa hal─seperti penyebutan jabatan kepolisian dan berkas-berkas
persidangan─tidak ada penjelasan sebagai informasi kecil terhadap istilah yang digunakan di India. Hal tersebut dikarenakan perbedaan peristilahan di Indonesia. Jika kita melihat beberapa contoh di belahan dunia─terkhusus Indonesia─stereotip seperti dalam film ini masih menjadi persoalan. Pemikiran kita─sebagai masyarakat─mengangap beberapa stereotip yang ada menjadi sebuah kebenaran. Padahal apabila kita melihat dari berbagai sudut pandang, belum tentu stereotip tersebut masih menjadi suatu kebenaran. Seharusnya kita mengubah pemikiran yang tidak relevan lagi dengan kenyataan di masyarakat saat ini. Film ini dapat menjadi pilihan di antara keluaran produksi Bollywood lainnya. Selain itu, film garapan Aniruddha Roy Chowdhury ini dapat menjadi sebuah refleksi dalam menilai suatu keadaan. Kita seharusnya melihat sesuatu tidak hanya dari satu sudut pandang saja, namun perlu memperhatikan sisi-sisi lainnya yang mungkin selama ini diabaikan. Dengan penilaian 8,5 dari salah satu situs reviewer terbesar, Internet Movie Database, Pink bisa menjadi salah satu film yang wajib dimasukan ke dalam daftar untuk ditonton.
Mengawinkan Adat dan Kapitalisme Oleh: Wahyu Prasetyo
Sebagai seorang sastrawan, Faisal Odang terkesan ingin menampilkan pesan secara tersirat. Ia seperti ingin menyampaikan jika musuh sejati umat beragama bukanlah sesama umatnya. Puya ke Puya, berasal dari bahasa suku Toraja, yang berarti surga ke surga. Novel ini mencitrakan adat dan budaya di tanah Toraja dengan segala dinamika di dalam menghadapi arus westernisasi yang bergelora. Itulah kesan pertama yang didapat ketika menelusuri kisah di dalamnya. Faisal Odang mengisahkan adat dan budaya daerahnya sebagai latar cerita. Ia pernah mendapat penghargaan ASEAN Young Writers Awards tahun 2014 dari pemerintah Thailand. Selain itu ia menjadi penulis cerpen terbaik Kompas 2014 dan berhasil menjadikan novelnya—Puya ke Puya—sebagai
pemenang IV Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Novel Puya ke Puya Pengarang menceritakan pertentangan anJudul tara adat Toraja Penerbit dengan kultur kapitalisme. A n g g a p a n adat istiadat Tebal yang bersifat Tahun konservatif juga Cetakan kaku ditentang oleh gaya hidup liberal. Di mana
bagi sebagian orang, gaya hidup liberal diartikan kemajuan. Pertentangan dua
: Faisal Odang : Puya ke Puya : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) : 215 Halaman : 2015 : Pertama
Keadilan Post Edisi Februari 2018
13
hal ini menjadi kelebihan sekaligus kekurangan dari novel ini. Pengemasan alur cerita yang sulit diprediksi menjadikan isu konflik kebudayaan—yang kurang menarik dibahas—justru membentuk suatu bacaan penuh imajinasi bagi pembaca. Perseteruan antara adat dengan relevansi perkembangan zaman dikemas dalam kehidupan religi. Perselisihan tersebut tidak hambar karena penyertaan kisah roman dan konflik gengsi antar kelompok mengakar kuat dalam strata sosial. Inilah kelebihan yang dimiliki Faisal Odang sebagai penulis. Perseteruan sosial dan konflik batin, begitulah yang mungkin dirasakan Allu Ralla, tokoh imajinatif yang digunakan Faisal Odang untuk melawan adat istiadat Toraja dalam Puya ke Puya. Allu Ralla adalah anak kepala adat Kampung Kete. Di dalam novel ini, Kampung Kete merupakan permukiman yang nyata keberadaanya. Kini kampung tersebut menjadi objek wisata desa adat di tanah Toraja lengkap dengan passiliran-nya. Perseteruan sosial, sebagaimana dimaksud di atas, merupakan permasalahan yang sering terjadi pada masyarakat Indonesia dewasa ini. Permasalahan itu hanyalah pilihan antara mengikuti adat istiadat dengan konsekuensi memberatkan, atau mengingkarinya demi kehidupan yang juga tidak lebih ringan. Itulah yang terjadi di Kampung Kete dalam cerita ini. Ketika dihadapkan persoalan seperti di atas, masyarakat zaman ini akan lebih memilih pilihan yang kedua karena beragam kemudahan hidup yang ditawarkan. Begitupun Allu Ralla yang sempat mengeluarkan argumennya di tongkonan—nama rumah masyarakat adat Toraja—dalam rapat keluarga. ”Kebudayaaan adalah produk manusia, manusia dan kebudayaan itu dinamis sesuai ruang dan waktu dan relevansi dengan zaman sangat penting sebagai acuan untuk mempertahankan sebuah tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan itu. Acuan untuk tetap melakukanya atau tidak....”, ujarnya. Begitulah sepenggal dialog yang diucapkan Allu Ralla ketika berdebat dengan pamanya, Marthien tentang permasalahan tersebut. Logika dan kegigihan Allu Ralla
14
untuk tidak melaksanakan adat istiadat sebagai bagian dari kebudayaan sukunya ternyata tak konsisten ia pertahankan. Di bagian ini, Faisal Odang mulai memainkan unsur roman. Kisah asmara Allu Ralla dengan Mallema, adalah alasan Allu Ralla berkeinginan mengikuti adat dan budaya masyarakat Toraja yang memberatkan baginya. Meski Mallema kelak menjadi kekasih yang mengkhianati Allu Ralla. Itulah gambaran dari permasalahan yang dihadapi sosok Allu Ralla. Ia harus memilih antara mempertahankan adat istiadat daerahnya atau mengikuti kapitalisme yang berkembang. Padahal, sejatinya adat istiadat dan kapaitalisme tidak jauh berbeda. Keduanya sama berbahaya layaknya
Ilustrasi oleh: Pras/Keadilan
pisau. Disebabkan adat dan kapitalismelah tanah adat milik Kampung Kete akhirnya harus berpindah tangan kepada pemilik tambang. Karena keharusan untuk menikah dan memakamkan jenazah ayahnya secara adat—yang membutuhkan biaya tidak sedikit—maka Allu Ralla terpaksa menjual tanah adat kepada pemilik tambang. Begitulah yang dikisahkan dalam novel ini. Sehingga baik buruk penerapan adat istiadat dan kapitalisme bergantung kepada siapa yang menerapkannya. Penggambaran itu begitu apik dikemas oleh Faisal Odang.” Namun terdapat beberapa cerita yang cenderung tidak masuk akal. Hal ini tercermin dari penggambaran
Keadilan Post Edisi Februari 2018
Faisal Odang akan percakapan dan kehidupan para arwah di alamnya. Selain itu, terdapat juga penggambaran proses arwah-arwah yang akan berjalan menuju puya (surga) bagi masyarakat suku Toraja. Novel ini juga kental istilahistilah dalam bahasa Toraja sehingga pembaca harus mengerutkan dahi. Pembaca memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam memahami istilahistilah tersebut. Terutama pembaca yang jarang bersentuhan dengan budaya Toraja. Faisal Odang mampu menggambarkan bahwa adat istiadat, budaya, dan paham-paham ideologi sejatinya dapat ‘berteman’ bahkan ‘dikawinkan’. Selagi di antara mereka masih terdapat persamaan dengan menggemanya nilai-nilai ketuhanan. Sebagai seorang sastrawan, Faisal Odang terkesan ingin menampilkan pesan secara tersirat. Ia seperti ingin menyampaikan jika musuh sejati umat beragama bukanlah sesamanya. Dengan kata lain sesama umat beragama tidaklah pantas untuk bermusuhan. Faisal Odang, dalam buku ini, juga membawa pembaca untuk bertanyatanya mengapa surga diciptakan. Tentunya untuk mengapresiasi manusia yang percaya akan keberadaan surga. Bahkan mengajak pembaca untuk lebih terbuka dalam memandang apa itu surga. Begitulah kiranya jawaban yang disajikan. Namun jawaban tersebut tidaklah mutlak. Berbeda pembaca maka lain pula hasil jawabannya. Mengingat dua pertanyaan yang disajikan memang dibuat tanpa jawaban yang memuaskan. Faisal Odang terkesan bermaksud untuk menarik perhatian dan menciptakan rasa penasaran dikalangan pembaca. Tentunya dapat mempengaruhi pembaca agar tertarik untuk membaca. Secara umum buku ini cocok untuk semua kalangan masyarakat Indonesia. Buku ini menyajikan permasalahan yang akrab dalam kehidupan kita. Namun faktor usia dapat membuat tingkat pemahaman pembaca terhadap permasalahan berbeda. Meski begitu buku ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak. Karena terdapat beberapa pengambaran cerita yang mengarah pada ‘adegan dewasa’.
AKSARA
WASIAT WANITA TUA
Ilustrasi oleh: Rahadian/Keadilan
Kekasihku, Kekasihku, Kekasihku! Bila kau tetap memilih api. Baiknya menyingkir dari pandangku. Pergi. Pergi! Membawa hati yang berapi-api. Biar daku bersimpuh biar ku semakin berdebu. Teronggok di pinggir jalan dilindas truk muatan. Tertimbun tumpukan tuntutan. Terseret oleh ratapan berjuta anak kerontang, anak-anak yang dibonsai! Yang lunglai menuruti segala petuah bapak-bapaknya, yang pula tak tentu nasib zaman. Kekasihku, tak usah kau gusar, khawatir. Aku percaya padamu. Aku percaya pada anak-anak kita. Aku percaya, tetap setia pada sunyi rahim ibunya tercipta, cumbu aku dan kau telanjang jiwa. Saling bermuka. Yang pada itu, kita merdeka sepanjang malam menggigilkan sayap-sayap kebahagiaan. Bagai burung yang memeluk bumi. Tapi kekasihku, sekejap itu kau menimbah ingatan-ingatanmu. Kau singkap sejarah kelam!
Keadilan Post Edisi Februari 2018
15
Tentang serigala malam, tentang setan yang sebenarnya kau cipta sendiri! Menjadi mitos-mitos. Menjelma pantangan-pantangan Tuhan. Anak-anak pun kini semakin ciut terpenjara oleh impian. Setankan dapat bersarang di dadanya. Menyihir malam semakin kelam. Buta pada kejahatan. Kebatilan ... Anak ku, anak-anak ku, anak-anak ku. Anak-anak ku....! Anak-anak ku, Ingatkah aku? Adalah ibu dari bahasa dalam bangsa. Bangsa adalah rumah bagi kita! Sejak peradaban para raja hingga raja-raja. Ingatlah suatu hal tentangku! Ini ibumu yang kian tenggelam. Kelak kan menjadi sebuah hikayat paling di rindu, anak ku. Mungkin. Jangan khawatir denganku. Bila kau bertemu tubuhku yang menyusut rebah di jalanan. Tegurlah aku! Ku kan menyatu pada juangmu! Kekasihku dan anak-anakku Ku sampaikan wasiat. Sebelum aku mati abadi: ada yang musti dijaga! Bukan gemerlap bintang yang bertengger di tembok-tembok kota yang angkuh. Melainkan sebab musabab perseteruan yang harus di akhirkan dan memikirkan arah yang lebih gemilang. Persatuan yang utama! Menyelesaikan tuntutan yang mangkrak di meja kerja! Serta harapan yang cocok dengan rumah dan pekarangannya. Janganlah kalian saling meracuh! Janganlah kalian saling menyumpah serapah! Janganlah kalian menjerit! Mendengung se-isi rumah seakan topan memporak poranda. Kekasihku dan anak-anak ku! Aku hanya bisa termangu menatap peristiwa baru, rambutku telah beruban, tubuhku tak mampu setegap dulu, suaraku tak dapat meyisip pada dada-dadamu serta pikiranmu. Yang kini engkau mampu membeli teori baru yang diimpor. Mengirim kabut menuju rumah. Kekasihku dan anak-anakku karena manusia mesti hidup dan mati, karena matahari terbit dan tenggelam. Bila wasiatku telah hambar dan kau asingkan. Bila telah khidmat kegilaan yang tak mampu dirampungkan Terimalah segala kutukan. Rumah kita kan menjadi sebuah hikayat!
Yogyakarta, September 2017 R.Iqbal Mahasiswa FH UII. Bergiat di dunia kesenian pertunjukan dan kepenulisan sastra Yogyakarta serta di kampung halamannya, Gresik.
16
Keadilan Post Edisi Februari 2018
OPINI
Dilema UKM sebagai Wadah Pengembangan Minat dan Bakat Mahasiswa
Ilustrasi oleh: Topik/Keadilan
Oleh: Muhammad Addi Fauzani*
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Melalui UKM inilah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) dapat menyalurkan dan meningkatkan minat serta bakatnya. Lingkungan FH UII setidaknya memiliki 11 UKM yang terbagi dalam tiga cabang jenis minat bakat. Seperti UKM yang fokus pada pengembangan akademis, seperti Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH), Komunitas Peradilan Semu, serta Student Assosiation of International Law. Kemudian yang fokus pada olahraga seperti UKM Futsal, Sepak bola, Basket, dan lain-lain, serta yang terakhir fokus dibidang seni seperti Sanggar Terpidana dan UKM musik TM 158. Melalui 11 UKM inilah minat dan bakat mahasiswa FH UII akan ditumbuh kembangkan.
Selain menjadi tempat pengembangan minat serta bakat mahasiswa, UKM merupakan garda terdepan apabila terdapat event-event antar kampus atau umum di tingkat regional, nasional, dan bahkan internasional. Event tersebut dapat berupa kompetisi akademis (law fair), olahraga, dan seni. UKM menjadi wajah kampus karena seberapa jauh kemampuan mahasiswa FH UII khususnya akan diperbandingkan dengan kampus-kampus lain yang mengikuti event tersebut. Sebagai wajah dan ujung tombak kampus, UKM semestinya mendapat perhatian lebih. Apalagi, pada kenyataanya apabila kita melihat 11 UKM ini, banyak sekali kontribusi yang telah diberikan kepada fakultas. Melalui 11 UKM ini nama FH UII harum semerbak dengan menjadi juara di event tingkat nasional bahkan internasional yang raihannya tidak dapat disebutkan satu-satu, entah itu event kompetisi akademis (law fair), olahraga, maupun seni.
Saat ini, masih banyak kendala yang harus segera dicarikan solusinya untuk mendukung UKM agar dapat menyelenggarakan pengembangan minat dan bakat mahasiswa dengan baik serta dapat menjadi ujung tombak kampus yang mumpuni. Ada dua kendala yang urgent. Kendala pertama, tentang fasilitas sekretariat yang sangat minim. Fasilitas sekretariat bersama (Sekber) yang diberikan kampus saat ini, penggunaannya cenderung tidak efektif karena 11 UKM harus berbagi sekretariat dan berbagi pula penggunannya. Padahal Sekber tersebut hanya berukuran kurang lebih sekitar tiga kali 11 meter. Bisa dibayangkan bagaimana berdesakdesakannya apabila 11 UKM mempunyai agenda yang sama dan memerlukan pemakaian sekber secara bersamaan. Bahkan, acap kali justru menimbulkan masalah apabila UKM dalam memakai Sekber tidak bertanggung jawab. Apalagi banyak inventaris masing-masing UKM yang semestinya diletakkan di gudang
Keadilan Post Edisi Februari 2018
17
khusus yang sekarang disatukan dalam sekber tersebut. Inventaris-inventaris UKM sangat banyak, seperti FKPH FH UII banyak inventarisnya, berkasberkas legislative drafting, karya tulis ilmiah dan dokumentasi lainnya yang terpaksa harus ‘diungsikan’ di tempat tinggal beberapa pengurus yang pasti menggangu kenyamanan pengurus yang sebenarnya fasilitas penyimpanan tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak fakultas. Beberapa UKM memilih untuk tidak menggunakan Sekber karena keberadaan Sekber justru menimbulkan masalah seperti banyaknya inventaris yang rusak atau bahkan hilang yang lagi-lagi disebabkan oleh penyediaan sekretariat untuk 11 UKM yang ditumpuk dalam satu tempat. Itu sekber ‘sepi’ atau bisa useless. Bagaimana UKM bisa maju? Kalau sekretariat yang merupakan penopang utama untuk menjalankan roda suatu organisasi saja tidak punya. Kendala yang kedua, fasilitas izin yang masih belum mencerminkan
keadilan. Hal ini terbukti dengan permasalahan izin yaitu tidak diberikannya fasilitas ujian susulan kepada delegasi lomba. Solusi yang diberikan kampus adalah dengan mengikuti ujian remediasi. Hal inilah yang tidak adil karena delegasi lomba harus membayar uang remediasi apalagi apabila bertepatan dengan Ujian Akhir Semester maka materi pun harus menyesuaikan dengan materi dari sebelum Ujian Tengah Semester. Padahal delegasi lomba sejatinya adalah utusan yang membawa nama FH UII. Kebijakan FH UII yang demikian ‘menyandera’ kemauan dan kemampuan dalam mengembangkan minat bakat. Apalagi lomba-lomba yang prestigious diadakan ketika FH UII mengadakan ujian. Terlebih apabila membandingkan dengan kebijakan di fakultas-fakultas lain, seperti Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Agama Islam, Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya, Fakultas Teknik Industri, dan bahkan kebijakan di tingkat universitas delegasi lomba diberikan
KARIKATUR
18
Keadilan Post Edisi Februari 2018
fasilitas ujian susulan. Sejatinya permasalahan tersebut telah diupayakan penyelesainnya lewat koordinasi antara UKM dengan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FH UII. LEM FH UII yang merupakan lembaga pelaksana aspirasi mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menyenjahterakan UKM dan menjembatani penyelesaian permasalahan ini. Upaya LEM FH UII dalam menyelesaikan permasalahan UKM di atas memang sudah ada. Seperti audiensi dengan dekanat. Tetapi lagi-lagi jawaban dekanat terhenti pada jawaban seperti tidak adanya ruang dan masih ada solusi lewat ujian remediasi yang pada kenyatannya sebenarnya bukanlah suatu solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan di atas.
*Direktur Forum Kajian dan Penulisan Hukum Fakultas Hukum UII Periode 2016/2017
Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Inspiratif
PEMIMPIN UMUM: DIMAS AULIA RAHMA SEKRETARIS UMUM: ARRASYID NURAZMI BENDAHARA UMUM: DANDY TRY YACOBY PIMPINAN REDAKSI: ADE PUTRA F. HARAHAP REDAKTUR KEADILAN POST: RAHADIAN D. B. SUWARTONO SYARIF AFIF NURUL AULIA* YUNIAR DWI ASTUTI TEGAR DWI PERMATA* REDAKTUR KEADILAN ONLINE: ALDHYANSYAH DHODY. P. DHIEKA PERDANA CITRA U. FARZAN SIRAJUDDIN FAJRI NUR IMAM AISYAH HUMAIDA* FOTOGRAFI DAN DESAIN: TOPIK ROHMAN RONALDO ALLEN AKBAR ARIF ROHMAN ARYO BUDI PRASETYO INA RACHMAN N.*
Keadilan Post Diterbitkan Oleh LPM Keadilan
PIMPINAN LITBANG: TIARA ROBIATUL A. STAF LITBANG: ADRIAN HANIF N. M. AUNUR RAVIQ QURRATUUYU RAMADANI AMIR MAKHRUF N. M. ARIEL FAHMI SEHABUDDIN A. PIMPINAN PENGKADERAN: AHA AZADI A. G. STAF PENGKADERAN: WAHYU PRASETYO CHANDRA IZMI PAISAL SALMAN A. ZEIN RAHMATULLAH SURAYYA AZZUHRA S.* FALUTHI F.* REPORTER: SELURUH PENGURUS KEADILAN
JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA TELP (0274) 377043 – 379171 / HP 085736629140 Website: www.lpmkeadilan.org Instagram: lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan Twitter: keadilanpress Email: lpmkeadilanfhuii@Yahoo.co.id Line: @rjn3117b
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LPM KEADILAN
Keadilan Post Edisi Februari 2018
19