Keadilan Post Edisi April 2014

Page 1

Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif

Edisi April 2014

FOKUS UTAMA

Irkham/Keadilan • Kantor Program Internasional di Gedung Prof. Sardjito, UII Terpadu (11/04).

Satu Fakultas, Dua Pembuat Kebijakan

Seiring perkembangan waktu, diintegrasikannya International Program memang terasa apik, terutama untuk peningkatan nilai akreditasi. Bagai dua sisi mata pisau, program yang dirancang Edy Suandi Hamid pada tahun 2011 lalu, juga menimbulkan kebingungan mahasiswa IP khususnya di bidang administrasi seiring dengan munculnya istilah ‘Dean of International Program’.

Oleh: Mohammad Zein R.

Tamansiswa–Keadilan. Terdapat tiga fakultas di Universitas Islam Indonesia (UII) yang berbasis program internasional. Tiga fakultas tersebut terdiri dari Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ekonomi (FE), dan Fakultas Teknik Industri (FTI) yang dilebur menjadi satu melalui proses integrasi pada tahun ajaran 2011/2012. Mulanya, program ini adalah sebuah program unggulan dan diperuntukkan bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih dalam berbahasa asing tanpa harus kuliah di luar negeri. Menurut Jawahir Thontowi selaku pencetus ide didirikannya program internasional di FH UII, kelas internasional bukan hanya

berkemampuan berbahasa Inggris. Tetapi, kelas tersebut juga didukung oleh sebuah content kuliah yang dapat diterima secara global oleh dunia kerja dan mampu menyesuaikan perkembangan sains dan teknologi. Terdapat tiga faktor yang sangat penting untuk mendirikan program internasional. Pertama, hanya sedikit alumni dari FH UII yang bekerja di institusi dalam negeri maupun departemen luar negeri. Kedua, karena tantangan arus globalisasi. Sehingga, pihak fakultas mendatangkan para ahli untuk mengajar di kelas internasional. Ketiga, untuk menghadapi persaingan global. Dengan diadakannya program internasional di FH UII, diharapkan

lulusannya tidak hanya sekedar berpikir atau berbicara tentang hukum saja. Namun berpikir atau berbicara tentang moralitas, agama dan tentunya nilainilai luhur ke-Islaman. Meskipun pada awal pembentukannya menemui pro dan kontra. Ini terbukti dari banyaknya dosen yang tidak setuju. Alasannya cukup signifikan. Salah satunya program internasional itu akan memiliki biaya lebih mahal yang akan mengalahkan program regular. Mengingat jumlah mahasiswa program unggulan yang sedikit, pembiayaannya pun harus dipersiapkan secara khusus. Tidak bisa semuanya dibebankan kepada mahasiswa. Oleh karenanya, pihak fakultas, universitas, termasuk Keadilan Post April 2014 | 1


badan wakaf harus menyediakan da- yang berkompeten dalam memahami na khusus. “Dan empat tahun terbukti persoalan. Sehingga, upaya rektorat bahwa lulusan-lulusan IP tidak hanya untuk membawa UII menjadi pergurumenduduki bank-bank konvensional, an tinggi yang bertaraf internasional, tapi juga bank internasional hingga semakin bisa ditingkatkan dari waktu ke departemen luar negeri. Dilihat dari segi waktu. Ide pengintegrasian IP UII ini, output, juga sudah mengibarkan bende- diimplementasikan dengan membentuk ra sampai hari ini, program internasi- tim. Pihak kampus membuat IP UII onal dan memang tentu saja pada wak- dibawah pimpinan yang setara dengan tu pendirian banyak orang yang tidak dekan dan kemudian disebut Dean of setuju,” tutur Jawahir. IP yang berarti Dekan IP UII. Pihak Disatu sisi lain, program rektorat mengajukan ke senat. Saat ini dinilai memberatkan. Karena disenat, juga terdapat pro dan kontra. otomatis yang akan menjadi dosen Ketika itu, Edy masih menjabat sebagai atau dekan adalah mereka yang memi- rektor dan menganggap itulah kelebihan liki kemampuan komunikasi berbaha- UII sebagai Perguruan Tinggi Swasta sa asing. Konsekuensinya, para do- (PTS). “Kita harus think out of the sen kelas internasional mendapatkan box. Berpikir yang diluar kelaziman. penghasilan tambahan dua kali lipat. Perguruan Tinggi Negeri nggak bisa Berbeda dengan dosen-dosen yang seperti itu, karena mereka terpaku oleh tidak bisa berbahasa asing, hal itulah birokrasi yang sangat ketat. Keunggulan faktor yang menjadikan ketidaksetujuan PTS itu adalah fleksibility,” ujar Edy. mereka. Kemudian, karena memang mereka yang pihak tidak setuju, takut ada semacam pelayanan atau perlakuan yang khusus pada mahasiswa program internasional. Walaupun ketidaksetujuan mereka terbukti, tetapi output antara pihak yang tidak setuju dibanding pihak setuju, sekarang sudah bisa dibuktikan. Akhirnya mereka yang tadinya mau menutup program internasional di FH • Wiryono Raharjo ketika diwancarai di ruangannya (11/04). menjadi setuju. “Saya kira program internasional harus tetap ada di UII. Fleksibilitas itu harus Meski menjadi beban, tetapi beban dimanfaatkan. Sehingga menurutnya, itu mestinya harus disikapi dengan hal-hal yang terkait dengan kerjasama kebijakan-kebijakan yang tentu bisa internasional, mengundang mahasiswa dibedakan secara umum,” jelas Jawahir. asing, untuk Memorandum of Understan Pada tahun ajaran 2011/2012, ding (MoU), dan tamu-tamu asing, IP dari FH, FE, dan FTI UII semuanya dikoordinasi oleh Dekan IP diintegrasikan sesuai yang diwacanakan guna memanfaatkan fleksibilitas tersebut oleh Edy Suandi Hamid selaku mantan dengan cara mencari jaringan. Jadi, apa Rektor UII. Dia mengaku bahwa yang sudah diprogramkan oleh IP tidak pengintegrasian IP UII ini adalah sebuah berkaitan dengan program yang dibuat amanat. Menyesuaikan dengan yang ada oleh fakultas. Kemudian mahasiswa dalam rencana statuta UII dan visi dan juga dapat diintegrasikan ke program IP misi yaitu menuju World Class University. tersebut. Jika ingin menjadi prodi fakultas dunia, Nantinya, diharapkan wawasan tentu tidak bisa hanya bermain di level universitas menjadi lebih internasional. regional atau nasional. Mengingat se- “Gimana kita mengatakan UII go tiap semester yang mengambil program international, dekannya aja tidak pernah internasional menjadi semakin banyak. ke luar negeri, tidak pernah melihat Setelah tersentralisasi melalui prodi asing. Sekolah Srata 1, 2, dan 3-nya integrasi, IP UII lebih tersistem dengan di dalam negeri semua,” ungkap Edy. baik dan ditangani oleh orang-orang

Integrasi masih bermasalah Integrasi dari ketiga IP UII ini, tidak serta merta berjalan mulus sesuai rencana. Ada beberapa kendala yang berimbas pada kelangsungan administrasi mahasiswa IP, tak terkecuali mahasiswa IP FH UII. Terutama setelah IP UII dipimpin oleh seorang dekan yang menjabat secara tiba-tiba dan langsung membawahi ketiga fakultas tersebut. Asma’i Ishak menjabat sebagai Dekan IP UII dan Wiryono Rahardjo menjabat sebagai Wakil Dekan IP UII. Jika melihat pada Statuta UII tahun 2009 Pasal 42 butir 1, berbunyi “Pimpinan Fakultas terdiri dari seorang dekan dan sekurang-kurangnya satu orang wakil dekan”. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada kenyataan di lapangan terkait penyebutan Dekan IP UII. Sedangkan pada sisi lain, IP UII juga tidak bisa dinyatakan sebagai fakultas. Karena dari namanya saja adalah sebuah program, bukan fakultas. Tetapi rektor ketika itu menilai perlu ada dekan. Perlu ada pemimpin yang diberi nama dekan untuk ukuran IP itu. Kemauan rektor tersebut disetujui oleh anggota senat. “Nah kebetulan Pak Asma’i itu sangat dekat dengan rektor, waktu itu ya ditetapkan untuk jadi dekanat,” ujar Rusli. Dia juga mengatakan, banyak yang mengusulkan kata dean diganti dengan direktur. Penamaan dean pada saat itu juga agak ramai dibicarakan. Apakah layak dengan jumlah mahasiswa yang sangat kecil dipimpin oleh seorang dekan. Kemudian pada akhirnya terjadi sebuah kesepakatan di Senat Universitas, yaitu kata dean diganti menjadi direktur. Tapi kemudian, waktu kesepakatan di senat, suara untuk menempatkan dekan lebih banyak. Sehingga, disepakati bahwa pimpinan IP UII ini adalah seorang dekan dan dibantu satu wakil. Menurut Wiryono, IP UII merupakan unit setara fakultas. Tapi, tidak diartikan fakultas secara utuh karena staf-staf IP UII tidak sebanyak fakultas. Sedangkan bedanya adalah IP UII tidak bisa melakukan akreditasi. Karena akreditasi itu menginduk pada fakultas masing-masing. IP UII adalah unit yang membantu tiap-tiap fakultas yang memiliki IP untuk memajukan IP UII dengan menjadikannya satu. Keadilan Post April 2014 | 2


“Kita sebetulnya itu, tidak terpisah mengintegrasikan, tapi terjadi tiba-tiba. berbentuk fakultas sendiri ataukah hadengan fakultas lain. Kalau fakultas Yang terjadi ini kelihatannya agak politis, nya terpisah dari sistem pengelolaanya lain kan benar-benar terpisah. FE dan sehingga kemudian program integrasi saja. Kan menurut saya lebih bagus kalo FH-kan terpisah. Tapi, kalau disini dibuat (terasa) terhambat,” jelasnya. IP pusat itu lebih condong kepada satu (IP) manajemennya tidak bisa terpisah, Adanya Dean of IP yang membawahi lembaga yang bersifat kantor pengelokarena kita mengelola masing-masing beberapa fakultas, akan menampakkan la kerjasama internasional saja, bukan sumber daya yang ada di fakultas itu semacam sentralisasi dari pembagian fakultas gitu,” tambahnya. untuk mengajar di IP. Itu intinya, unit tugas dan keuangan. Sementara di IP FTI UII setara fakultas, tapi bukan fakultas,” tusebelum diintegrasi, IP FTI UII tur Wiryono. Program ini dapat dikata- Permasalahan IP FH UII memiliki jenjang tersendiri perihal status kan sebagai suatu hal yang baru, oleh Terkait dengan koordinasi IP dalam struktur fakultas. “Dulu masih karena itu masih banyak kendala da- antara Dekan IP UII dengan Dekan bareng FTI atau induknya. Kalau FTI lam perkembangannya. “Karena ini kita Fakultas, menurut Rusli selaku Dekan UII berbeda dengan FH UII, kita perproses membangun, ini kan proses yang FH UII tidak ada hubungan apa-apa den- nah dibawah fakultas habis itu dibawah belum selesai sepenuhnya. Memisahkan gan Dekan IP UII. Kalau ada persoalan- jurusan, baru sekarang dibawah IP Pusat. manajemen keuangan itu kan ada sistem- persoalan yang berkaitan dengan IP Selain masalah keuangan, masih sama,” sistem yang harus diselesaikan. itu butuh UII akan dirundingkan bersama. Tapi, ujar Diana selaku Staff administrasi IP waktu yang cukup panjang,” tambahnya. kalau dalam konteks struktur, tidak ada FTI UII. Edy kembali menyatakan bahwa hubungan. Untuk persoalan wisuda, Senada dengan Diana, Herawati Dekan Fakultas dengan Dekan Fakultas mahasiswa-mahasiswa IP UII diwisuda selaku dosen IP FTI UII menjelaskan, IP sudah setara, namun tidak terkait oleh dekan yang sama yaitu Dekan Manajemen IP FTI UII terkait kurikulum hubungan langsung dengan Direktorat masing-masing Fakultas. masih dibawah jurusan, namun tidak Jenderal Pendidikan Tinggi untuk administrasi umum. “IP (DIKTI). Bagi DIKTI, yang FTI UII memiliki nomor surat penting itu ada Ketua Program sendiri, kop surat sendiri, belajar Pendidikan (Kaprodi). Karena mengajar sendiri, hanya untuk sebenarnya suatu fakultas tidak kurikulum dan key-in masih di masalah apabila tanpa dekan. fakultas,” tuturnya. Dosen FTI Adanya dekan supaya lebih UII ini juga mengaku belum mudah melakukan koordinasi. pernah menerima komplain. Tetapi, pada kenyataannya Namun jika terdapat komplain, Dekan IP tidak memiliki prodi, IP FTI UII memiliki fasilitas karena prodi masih berada di sistem pengaduan komplain bawah fakultas induk. Dalam yang bisa melalui sms, email, konteks administrasi ke DIKTI, dan sebagainya. “Mahasis• Ahmad Budiharjo saat memberikan jawabannya pada keadilan di ruangannya (11/04). itu melalui fakultas masingwa tidak terlalu mencampuri masing. Sebelum integrasi, pengelola- urusan administrasi. Tahunya mereka Sementara penjabatan dekan an administrasi umum dan keuangan datang kuliah selesai lancar, tidak dan wakil dekan IP UII ini diajukan itu bertanggung jawab terhadap FH terlalu mencari tahu karena mereka melalui Surat Keputusan (SK) Rektor UII, tapi sekarang menginduk di IP udah banyak tugas dan praktikum, jadi yang kemudian diserahkan ke senat. pusat. Jadi, anggaran dan sebagai- mereka tidak ada waktu untuk mencari Selanjutnya senat mengusulkan ke badan nya yang menyangkut pengelolaan tahu. Selama proses belajar mengajar wakaf untuk diangkat menjadi dekan keadministrasian umum di bawah itu lancar, mereka dapat apa hak yang dan wakil dekan IP. Namun, ketika kelola IP Pusat. Juga terkait mengurusi mereka miliki,” tambah Herawati. Keadilan memintai bukti fisik terkait masalah akademik, seperti perkuliahan Menurut Ahmad Budiharjo SK Rektor tersebut kepada Wiryono, dan ujian. Muhammad Setiawan selaku selaku staff akademik IP FE, sebelum dia mengatakan bahwa SK Rektor staf administrasi akademik IP FH UII adanya integrasi masih berada dibawah tentang pengangkatan itu ada di badan mengaku kesulitan dalam sisi koordinasi. Kaprodi. Namun setelah terintegrasi, wakaf. Berbeda halnya dengan Edy “Karena, disatu sisi kita kan tenaga sekarang IP FE UII menjadi fakulyang mengatakan jikalau keputusan SK akademik ataupun sumber daya manusia tas sendiri yang berdiri secara manRektor ada pada Wiryono. akademik itu kan milik FH, sementara diri. Dalam keadministrasian, IP di Jawahir Thontowi menutur- diluar akademik dibawah kendali IP kampusnya mengurusi hal-hal yang kan bahwa keberadaan dekan IP UII pusat,” ujarnya. terkait dengan keuangan dan akademik. ini terlihat sangat politis. Akibatnya IP Jika dilihat, IP tidak memiliki Namun selama menjabat staf akademik FH UII tidak fokus, tidak mampu mela- sumber daya manusia sendiri. Dosen yang IP FE UII, Ahmad mengaku merasa yani, dan tidak mampu memperlaku- mengajar di IP milik FH UII. “Jadi, ya- kesulitan terkait tentang birokrasi. Hal kan program-program di luar fakultas ng paling dirasakan itu ya kalo saya cuma yang sepele namun sangat berpengayang selama ini eksis. “Jadi, saya pada koordinasi yang masih kurang. Karena ruh secara signifikan. Terutama terwaktu itu belum punya cita-cita untuk juga kejelasan statusnya IP itu apakah kait administrasi pelayanan mahasiswa Keadilan Post April 2014 | 3


dan tenaga pengajar di IP FE yang dirasa belum maksimal. Selain tentang pelayanan, staf administrasi akademik IP FE ini juga sering merasa kurangnya komunikasi terhadap Dekan IP akibat jarak antar lokasi FE dan kantor IP Pusat. Jika dilihat dari kondisi yang ada, integrasi ini berdampak negatif terhadap mahasiswa. Salah satu mahasiswa IP FH UII angkatan 2010, Muhtar Yogasara mengaku bahwa terkait hak mahasiswa banyak yang termarjinalkan. “Intinya kalau aku melihat, ini ada suatu proses transisi yang kita nggak bisa memaksakan ideal banget. Dan ujungujungnya kita harus memaklumi. Tetapi, kalau itu sampai mempersulit kita, itu nggak bisa ditolerir,” tutur mahasiswa IP yang berperawakan tinggi ini. Berbeda keluhan dengan Yoga, Uni Tsulasi yang juga mahasiswa IP FH UII angkatan 2012 menyatakan bahwa pada awal kuliah dulu terdapat sedikit kendala. Pernah ada kebingungan terkait administrasi. “Kita ini sebenarnya ada di bawah siapa, FH atau IP?” ujar Uni dengan kebingungannya. Iqbal selaku mahasiswa IP FH UII, dia merasa setelah adanya integrasi ini hubungan antara FH dan IP FH UII menjadi renggang. “Ya kayak semacam kurang komunikasi atau bagaimana nggak

mengerti. Dan juga terkesan ini adalah keputusan satu pihak untuk menjadikan IP memiliki tempat tersendiri. Dengan dekannya sendiri yang kemungkinan besar mungkin ya nggak diketahui oleh petinggi FH UII,” ujar Iqbal mahasiswa angkatan 2010. Rusli Muhammad menjelaskan, IP FH UII perlu dilengkapi dalam struktur organisasinya kalau memang mau dijadikan sebuah program studi sendiri. Jadi, nantinya akan banyak lahir program-program studi hukum. “Kalau bisa menunjukkan dengan memperlihatkan peningkatan jumlah mahasiswa, kemudian aktivitas-aktivitas baik dibidang akademik, dibidang kerjasama, itu cukup meningkat ya saya pikir diteruskan. Tapi kalau tidak memperlihatkan kemajuan seperti itu ya ngapain gitu kan ya,” imbuhnya. Menurut Jawahir, dari berjalannya IP FH UII belum terlihat ada perubahan-perubahan yang besar, hanya dibuktikan beberapa alumnialumni. Program reguler dan program internasional harus saling melengkapi. Ada posisi yang memang diberikan pada program reguler di wilayah domestik. Hal itu harus disadari oleh semua pihak seperti dosen, karyawan, dan mahasiswa. “Nah sekarang udah mulai, jadi open the eyes untuk mengembang-

kan universitas dan fakultas ini dengan memiliki kemampuan komunikasi termasuk mendorong mahasiswanya memiliki modal utama seperti bahasa asing. Itulah saya katakan bahasa asing ini menjadi salah satu faktor yang sangat determinan untuk melakukan perubahan cara berpikir, dan cara membuka dunia kepada mahasiswa,” imbuhnya. Jawahir juga menambahkan, program integrasi ini memang haruslah dilakukan betul-betul dengan melihat kondisi. Misalnya, integrasi itu dilakukan ketika program-program internasional dari berbagai fakultas itu sudah siap untuk diintegrasikan. Program integrasi juga harus didukung oleh adanya penggabungan tempat. Dalam mengintegrasikan program internasional, konsekuensinya juga mengintegrasikan kampus termasuk mahasiswa reguler. Sedangkan dari beberapa mahasiswa menyatakan bahwa kampus hukum tidak memiliki ruang cukup untuk memberikan pelayanan pada mahasiswa. Dengan kata lain, integrasi itu akan berhasil jika program internasional dan program regular juga mengintegrasikan tempat perkuliahannya. Reportase bersama: Mohammad Zein R., Irkham Z., Sri Devi A.F., Putri Prayoga

LIPUTAN

Tidak Siapnya Pelaksanaan Aturan Baru

Penerapan aturan yang tidak didukung oleh penunjang yang memadai, serta ketidakjelasan aturan, sehingga penerapan menjadi belum optimal.

Oleh: Lalu Subandari

Tamansiswa-Keadilan. Pada (19/11/ 2013), peraturan mengenai kawasan bebas rokok di lingkungan kampus telah dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII). Namun peluncurannya baru dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret, berbarengan dengan berubahnya sistem perpustakaan. Secara historis, awal mula pembentukan aturan rokok yakni dengan munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003, pemerintah telah mengizinkan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melarang warganya merokok dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda). Pasalnya, peraturan ini berlandaskan pada tiga konsideran, yakni Undang-Undang

(UU) No. 32/2002 tentang Penyiaran, UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan. Inilah PP pertama yang melarang warganya mengkonsumsi tembakau. Munculnya PP Nomor 19 Tahun 2003 tersebut, dianggap bisa memberikan kewenangan kepada daerah untuk menerapkan larangan merokok, karena isinya memuat bagian tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hal ini secara khusus tertera pada Pasal 25 yang berbunyi, “Pemerintah Daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, di wilayahnya.” Pasal 25 inilah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujud-

kan Kawasan Tanpa Rokok. Kemudian berbondong-bondong diikuti oleh berbagai instansi untuk membuat kawasan bebas rokok, tidak terkecuali universitas. Rusli Muhammad selaku Dekan FH ketika diwawancarai Keadilan pada Sabtu (12/4) lalu menyatakan, peraturan ini dibentuk atas dasar keinginan kampus untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Karena sehat adalah suatu kebutuhan, sedangkan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia itu adalah kesehatan. Dia juga mengatakan orang yang menerima dampak dari asap rokok itu justru lebih berbahaya dari perokok. Pernyataannya ini merupakan hasil analisa kesehatan. Jadi istilahnya ada perokok aktif dan Keadilan Post April 2014 | 4


tidak aktif, dan perokok tidak aktif ini- kampus, tetapi juga pola penegakannya lah yang lebih terancam kesehatannya. dilakukan dengan arif dan bijaksana.” Saifudin, selaku Wakil Dekan Disamping penegakannya FH UII juga mengungkapkan, area yang masih belum optimal, dilihat dakampus diarahkan ke arah green campus, ri pembentukan peraturan ini sendiri yaitu kampus yang hijau dan bersih. Green seperti belum ada control apriori atau campus ini pemahamannya tidak hanya pengawasan dan upaya yang dilakudibatasi pada warna hijau dari tanaman, kan sebelum dikeluarkannya kebijakan tetapi green disini juga memiliki arti yang untuk mencegah aturan ini dilanggar. luas, yaitu udara kampus yang bersih. Justru terlihat penerapan pengawasan Melihat gejala fenomena secara umum, banyak kampus di Yogyakarta menerapkan aturan ini. Sementara kampus sendiri tidak bisa menerapkan aturan yang serupa. Penerapan aturan ini sendiri dilakukan untuk mendapatkan udara yang sehat dan untuk mengatur internal kampus, bukan melarang hak untuk merokok. “Silakan merokok, tapi di luar kampus dan memang ini tidak bisa langsung berubah begitu saja. Semuanya butuh pro• Himbauah bebas rokok di kawasan Fakultas Hukum UII (12/04). ses,” tutur Saifudin. Namun setelah aturan itu lebih bersifat control aposteriori, dimana berlangsung beberapa minggu, tetap pengawasan ini lebih bersifat perbaikan saja banyak masyarakat kampus, baik jika ada kekurangan, setelah aturan ini itu dosen, tenaga kependidikan, dan diterapkan. mahasiswa yang masih melanggar Dalam penerapannya sendiri, aturan tersebut. Bahkan mahasiswa aturan ini belum ditunjang fasilitas yang mengaku tidak mengetahui siapa yang memadai. Namun Saifudin mengatasecara khusus menegakkan aturan ini, kan, “Ini yang menjadi persoalan lalu. sehingga aturan ini bisa ditegakkan. Kawasan ini menyeluruh, jadi semua Yang mereka tahu hanya dekanat dan area kampus bebas asap rokok. Dulu dosen. Yoga Febriansah, juga biasa pernah terpikir di lantai satu harus ada, dipanggil Yoga, mahasiswa angkatan di lantai dua harus ada, lantai tiga harus 2013 juga mengatakan, “Penegakan ada, di kantin harus ada, di parkiran itu belum intensif, penegakan itu dari harus ada. Kemudian keputusannya, pihak kampus saja, tapi dari kalangan kawasan berarti menyeluruh.” mahasiswa responnya kurang dalam Namun hal itu tidak senada menanggapi peraturan tersebut. Karena dengan penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU mahasiswa itu masih banyak yang No. 36/2009 tentang Kesehatan yang melanggar, masih banyak yang merokok berbunyi: “Khusus tempat kerja, tempat di lingkungan kampus, biar pun ada umum dan tempat lainnya menyediakan peraturan untuk dilarang merokok”. tempat khusus untuk merokok”. Rusli mengungkapkan, “Kami Peraturan ini mewajibkan setiap gedung telah membuat tim untuk mengawal menyediakan tempat khusus merokok. aturan ini. Semacam komisi, seperti Memang sebelumnya terdapat kata kalau korupsi itu ada KPK. Aturan itu “dapat” yang memiliki makna “boleh kalau tidak ada daya paksanya tidak bisa menyediakan” atau “boleh tidak ditegakkan.” menyediakan”. Tetapi setelah Mahkamah Saifudin juga menambahkan, Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh “Kami mengadakan tim penegak yang permohonan Judicial Review dari diketuai Pak Rohidin dengan satpam. Komunitas Kretek terhadap penjelasan Satpam itu kita berikan tugas untuk pasal 115 ayat (1) UU No 36/2009, kata mengingatkan untuk ikut menjaga “dapat” dihapuskan. jangan sampai ada yang merokok di Eko Riyadi selaku dosen FH

juga mengatakan, “Yang termasuk kategori Hak Asasi Manusia (HAM) adalah lingkungan yang sehat, sehingga yang harus dilindungi dalam konteks orang merokok adalah orang yang tidak merokok. Merokok juga hak, tetapi juga bukan HAM, sehingga mereka tidak perlu dilindungi. Yang perlu dilindungi adalah mereka yang tidak merokok, maka ketentuan dilarang merokok itu benar dalam konteks hukum”. Eko juga menambahkan yang seharusnya dilakukan oleh FH UII bukan melarang merokok, tetapi membuat tempat khusus merokok. Sehingga bagi mereka yang ingin merokok, bisa merokok di tempat itu dan menjadi pilihan bebas. Keadaan fasilitas yang ada di FH memang jauh dari kata siap untuk menjadi bagian dari penegakan aturan bebas rokok. Hal ini diungkapan mahasiswa angkatan 2011, Uqbaddar Apran Fitrian, atau yang biasa dipanggil Rian, “Jelek, kalau menurutku, ya mungkin banyak yang tidak tahu mengenai fasilitas di sana itu khusus untuk merokok. Mungkin terlalu jauh dengan tempat-tempat ruang perkuliahan, padahal aktivitas itu ada di dalam. Sedangkan parkiran itu sudah termasuk di luar, tempatnya itu jauh dan orang malas untuk ke sana”. Sujitno, selaku dosen FH juga membenarkan bahwa fasilitas tempat merokok sangat tidak nyaman, seperti tempat duduk yang keras dan tidak adanya kipas, sehingga tempatnya menjadi panas. Jika ruang merokok itu nyaman, dilengkapi kipas angin dan fasilitas lainnya, maka ruangan tersebut akan dimanfaatkan. Disamping itu ketika ditanya mengenai kelayakan tempat perokok, Sujitno menjawab, “Tidak sama sekali, karena dana yang dimiliki fakultas itu banyak dan lebih, mestinya bisa membuat tempat yang lebih bagus. Itu berarti bukan salah perokoknya”. FH UII memiliki kesamaan dengan Balai Kota Yogyakarta yang menerapkan kebijakan serupa. Namun bedanya sebelum mengeluarkan kebijakan, pihak balai kota memastikan terlebih dahulu bahwa fasilitas bagi perokok sudah terpenuhi, seperti yang Keadilan Post April 2014 | 5


diberitakan oleh Lensa Indonesia tertanggal (18/05/2012). Juga dibandingkan dengan kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Luwu, Palopo, Sulawesi Selatan, yang rela merogoh kantong sebesar Rp 60 juta untuk menyediakan fasilitas bagi para perokok agar aturan itu bisa terlaksana dengan baik, seperti diliput oleh Tempo News (14/10/2013). Tempat untuk merokok di FH sendiri cukup tersembunyi dan tidak banyak yang mengetahui. Bahkan papan ruangan khusus merokok sudah hilang. “Mestinya ada ruangan yang layak untuk merokok. Orang merokok dianggap penyakit dan sampah masyarakat. Tujuannya apa? Untuk kampus hijau, bersih dan sebagainya? Sekarang lihat saja kamar mandi dan WC. Kenapa yang dibersihkan orang merokoknya dulu, kenapa tidak kamar mandinya dulu,” ungkap Sujitno. Semangat dari

kampus untuk menciptakan udara bersih perlu didukung oleh semua masyarakat kampus agar tercapainya tujuan itu. Namun, semangat itu jangan membuat kampus lupa bahwa masih ada hal lain juga yang perlu diperbaiki. Disamping itu, masih banyak yang mempertanyakan mengenai kejelasan sanksi. Ketika diklarifikasi Keadilan, Rusli selaku orang yang mengesahkan peraturan tersebut mengakui bahwa ia kurang mengeta-hui secara jelas mengenai hal tersebut. Senada dengan Rusli, Saifudin juga mengelak memberi penjelasan terkait sanksi. Pihaknya menyatakan Bagian Umum lebih mengetahui persoalan tersebut karena mereka yang menyusun. Dalam Peraturan Dekan Pasal 8 No. 01/2013 tentang Kawasan Bebas Rokok, tertulis bahwa ada tiga tahapan sanksi. Pertama, teguran lisan. Kedua,

teguran tulisan. Dan ketiga sanksi akademik bagi mahasiswa. Namun dalam aturan tersebut tidak terdapat penjelas, sehingga banyak mahasiswa yang berasumsi sendiri mengenai sanksi itu. “Kita akan tegur secara baik, dicatat, masih terus, kita minta kartu mahasiswanya. Kalau sudah diingatkan, jika masih terus kita ajak bicara. Tetapi semuanya butuh proses dan dukungan semua pihak,” ungkap Saifudin. Memang jika hanya sekedar aturan tertulis, tidak cukup seperti yang diungkapkan Rian. “Sebuah peraturan itu alangkah lebih baiknya bila dibuat dengan solusi yang diberikan. Jadi setelah itu bisa diberikan suatu sanksi atau denda bagi siapa yang melanggarnya, jadi bukan macan kertas. Ini keliatan secara mentah di dalamnya,” tambahnya. Reportase bersama: Kaukab R., M. Adhika R., Mada P., Faluthi F., Dian R., Yuniar D.A.

DARI KAMI Assalamualaikum Wr. Wb Salam sejahtera bagi kami semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW kita haturkan atas terbitnya Keadilan Post edisi April 2014. Kami menyampaikan informasi yang berimbang dan teraktual bagi segenap pembaca. Kami haturkan terima kasih kepada narasumber dan tak lupa kepada seluruh pengurus yang turut andil dalam penulisan dan penyusunan Keadilan Post edisi April 2014. Atas nama LPM Keadilan kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam terbitan ini. Pembaca pun dapat mengirimkan surat pembaca kepada kami, baik itu permasalahan di lingkup UII dan sekitar Yogyakarta. Kami juga selalu menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan selanjutnya. Selain itu kami membuka peluang untuk mahasiswa, dosen, ataupun publik untuk menulis di Keadilan Post dalam rubrik Opini. Wassalamualaikum Wr. Wb

DIALEK Masa kampanye di Jogja kok rame banget? Iya lah, pada pakai knalpot blombongan Foto caleg banyak yang dipaku di pohon pinggir jalan Kenapa nggak calegnya aja, biar pemilih pada kenal

Bang Alek

Lek Di

Sekarang semua orang pake kendaraan pribadi Lha transportasi umumnya kurang memadai kok IP kok ada dekannya sih? Fakultas nggak sanggup ngurus sendiri kali... Peraturan kawasan bebas asap rokok di FH sudah disahkan Tapi sanksinya nggak jelas tuh! Ruang merokoknya nggak dipake tuh! Siapa pula yang mau ngerokok disitu

Keadilan Post April 2014 | 6


EDITORIAL Pada dasarnya pengintegrasian atau penggabungan Internasional Progam (IP) menjadi satu fakultas dibawah kepemimpinan dekan tersendiri, memang sebuah langkah awal guna menyesuaikan pada Statuta dan Visi Misi UII. Hal tersebut yakni menuju World Class University seperti yang direncanakan oleh Edy Suandi Hamid saat tahun ajaran 2011/2012. Untuk itu integrasi IP pun dibuat, meskipun saat ini IP hanya terdapat di tiga fakultas yakni Ekonomi, Hukum dan Teknik Industri. Akan tetapi, nampaknya langkah tersebut tidak dibarengi dengan pengelolaan dan perencanaan yang matang. Banyak masalah yang timbul karenanya. Munculnya permasalahan, dilihat dari banyak keluhan mahasiswa program internasional. Adanya ketidakjelasan status pengelolaan IP, hal itu baik dari segi administrasi, maupun urusan terkait akademik. IP di FH contohnya, masih ada perdebatan terkait masalah pengelolaan IP. Apakah setelah adanya integrasi IP ini merupakan fakultas tersendiri atau terpisah hanya terkait pengelolaannya saja? Hal ini menjadi pokok permasalahan yang ditimbulkan. Sedang dari ketiga IP tersebut, terkait masalah kurikulum dan key-in masih menginduk pada fakultas masing-masing. Untuk segi administrasi, IP FH tidak ada pengaturan yang jelas untuk hal tersebut. Kemudian dari segi akademik, adanya perbedaan pengaturan dari prodi yang tidak jelas pun membuat mahasiswa IP sendiri kebingungan. Kemudian pada tenaga pengajar pun masih ada permasalahan, terkait penggunaan pengantar bahasa Inggris. Berbeda dengan IP FE dan IP FTI, mereka tampaknya dalam segi sistem lebih siap untuk melayani keperluan mahasiswanya. Adanya pembedaan pengurusan administrasi yang jelas untuk masalah keuangan. Dengan demikian universitas sudah seharusnya melihat perkembangan, karena IP sendiri membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu ketika terjadi pengintegrasian. Fasilitas tersebut baik dalam hal administrasi maupun akademik. Pengintegrasian memang IP baru berjalan tiga tahun. Sebelum ada integrasi, pengelolaan IP masih dibawah fakultas, justru memiliki kefokusan dalam urusan administrasi. Akan tetapi setelah IP diintegrasi, sistem yang direncanakan sudah berjalan dengan baik. Namun, pengelolaan yang tidak maksimal masih saja membuat mahasiswa bingung. Adanya pembedaan dalam sistem administrasi malahan menjadikan kebingungan para mahasiswanya dalam melakukan administrasi keuangan. Alangkah baiknya pengintegrasian IP yang sudah dicanangkan harus dibarengi pengelolaan yang tepat. Sehingga untuk menuju World Class University sebagaimana yang di cita-citakan dapat terlaksana. Bukan hanya dengan persiapan yang seadanya, tapi dengan persiapan yang matang baik dari segi administrasi dan akademik. Walhasil UII sebagai salah satu universitas ternama di Indonesia pun dapat bersaing dalam lingkup nasional maupun internasional. Keadilan Post April 2014 | 7


FRAGMEN

Si Manis yang Tetap Bertahan

Sudah 15 tahun lamanya Mamat berjualan gulali. Berkeliling dari tempat ke tempat. Mulai dari pukul sembilan pagi, di sekitar Keraton dan Malioboro Yogyakarta. Bermodal alat-alat sederhana dan dengan bantuan bambu yang dihaluskan seperti tusuk sate, gulali yang mulanya hanya lelehan gula, dilekatkan dan mulai dibentuk. Dia dapat membentuk gulali sesuai pesanan pembeli. Membuat gulali sangat sederhana. Hanya gula pasir yang dicampur sedikit air kemudian dipanaskan hingga meleleh. Untuk empat kilogram gula pasir hanya membutuhkan satu setengah gelas air. Sedangkan untuk mendapatkan warna, dapat ditambahkan pewarna makanan secukupnya. Tetapi, gulali hanya dapat dibuat menggunakan gula pasir kualitas terbaik. Jika tidak begitu gulali akan gagal. Gulali dapat bertahan hingga seminggu lamanya walau pun tanpa pengawet. Pendapatan Mamat dalam sehari tak menentu. Jika sedang ramai, satu wajan gulali yang ia bawa bisa habis dalam satu hari. Gula yang sudah dibentuk beraneka ragam ia jual seharga lima ribu rupiah. Pendapatannya hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan sedikit uang untuk keluarga di kampung. Zaman terus berubah. Manisnya gulali pun terus tergerus. Namun ia tetap semangat untuk terus bertahan menjajakan gulali. Memberikan manisnya gula pada setiap pembeli.

Yogi/Keadilan

Awal pembuatan

Elsha/Keadilan

Mengaduk adonan


Elsha/Keadilan

Memajang ‘si manis’ Yogi/Keadilan

Mawar merah

Yogi/Keadilan

Menunggu Pelanggan

Narasi: Yogi Wiranugraha Foto : Yogi Wiranugraha & Ida Elsha Nastiti

Yogi/Keadilan

Menjual gulali


SEKITAR KITA

Rehabilitasi dan Reklamasi Untuk Bumi Pertiwi

Reklamasi dan rehabilitasi terhadap kerusakan tanah yang disebabkan dari kegiatan pertambangan maupun gejala alam menjadi tugas bangsa.

Oleh : Ina Rachma Noermawati

Yogyakarta-Keadilan. Minggu (12/04/ lebih luas terhadap gambaran lahan yang 14) sekitar Pukul 08.00, ruang seminar terdegradasi. Untuk menambah wawasan Fakultas Teknologi Mineral (FTM) mulai mahasiswa dalam perkembangan yang dipenuhi peserta Studium Generale yang baru sebagai diskusi atau interaksi antar berasal dari mahasiswa Fakultas Teknik mahasiswa. Lingkungan dan Fakultas Agrotekno- Dimoderatori Eni, acara dimulogi Universitas Pembangunan Nasio- lai dengan penjelasan-penjelasan singkat nal “Veteran” Yogyakarta, Fakultas mengenai rehabilitasi dan reklamasi tanah Kehutanan Universitas Gajah Mada, yang terdegradasi. Kemudian dilanjutkan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan oleh Nurcholis yang merupakan salah (STTL) dan dari peserta umum. satu dosen ahli bidang pertanahan di Sembari menunggu kedatangan Indonesia, sebagai pemateri pertama dia pemateri yang yang terlambat dari jam menjelaskan secara gamblang mengenai yang ditentukan, peserta terlihat memba- overburden dan rehabilitasi terhadap lahan. ca materi yang diberikan panitia. Akhirnya pada Pukul 09.00 acara dimulai kemudian diakhiri pada Pukul 13.00. Acara ini merupakan program kerja dari Bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HTML) UPN “Veteran” Yogyakarta. Dengan tema besar “Rehabilitasi Lahan Dengan Memanfaatkan Overburden Menjadi Media Tanam Pada • moderator dan pemateri pada studium general (12/04) Lahan Terdegradasi” merupakan bentuk Overburden yakni batuan pekeprihatinan mahasiswa terhadap lahan nutup—batuan yang berada di atas batu yang terdegradasi akibat pertambangan bara—tetapi tidak mengandung unsur yang dilakukan oleh perusahaan tambang hara. Ini merupakan bahan yang tidak telah merubah relief dan topografi mempunyai nilai ekonomi dan menutupi tanah. material atau mineral yang mempunyai Dengan menghadirkan dua nilai ekonomi. Menurutnya kerusakan pemateri yaitu Dr. Ir. H. M. Nurcholis, tanah disebabkan oleh erosi, longsor, M. Agr dan Ardila Yuliani, ST, dengan pengurusan tanah yang tidak baik, dimoderatori oleh Eni Muryani, compaction, pencemaran, pengusikan, dan S.Si, M.Sc. Herwin Lukito, ST, M. Si. salinisasi menjadi alasan diadakannya Sekretaris Ketua Program Studi Teknik rehabilitasi maupun reklamasi terhadap Lingkungan UPN “Veteran” Yogyakar- tanah yang terdegradasi. Bukan hanya ta selaku perwakilan kampus, membuka karena penambangan yang dilakukan acara ini dengan sambutan hangat dan oleh perusahaan-perusahaan tambang. menjelaskan pentingnya rehabilitasi Pemateri kedua Ardila sebagai konservasi atau perlindungan menjelaskan terkait teknologi yang terhadap sumber daya alam kita yang digunakan dan penerapannya dalam terbatas. Herwin juga menambahkan rehabilitasi. Sebagai Direktur Utama acara seminar ini dibuat agar mahasiswa PT Breksido Pratama Duta, dia mendapat pencerahan dan gambaran mempunyai pengalaman yang mumpuni

dalam rehabilitasi dan reklamasi lahan. Kemudian memaparkan betapa pentingnya reklamasi terhadap lahan yang tidak bisa digunakan untuk generasi yang akan datang, agar dapat diolah dengan baik. “Reklamasi adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak, kritis agar dapat berfungsi secara optimal,” ungkapnya. Dia juga memberikan contoh kepada peserta terkait keadaan lahan yang terdegradasi di Indonesia, baik yang telah dilakukan rehabilitasi maupun belum. Banyaknya lahan yang sudah rusak bahkan tercemari menjadi dampak dari aktifitas tambang yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan. Tidak semua perusahaan bertanggungjawab atas kerusakan tanah tersebut juga menjadi alasan diadakannya acara ini. Setelah penyampaian materi selesai acara dilanjutkan dengan sesi diskusi antara peserta dengan pemateri. Terlihat peserta sangat antusias terhadap acara ini, terbukti dari banyaknya peserta yang bertanya. Selain itu panitia juga menyiapkan hadiah bagi penanya terbaik, juga menambah semangat peserta untuk bertanya. Hanya ada delapan peserta yang dapat bertanya kepada pemateri karena terbatasnya waktu yang diberikan oleh panitia. Acara ini sangat penting guna menghadapi masalah kerusakan tanah yang ditimbulkan dari pelbagai kegiatan pertambangan maupun gejala alam. Dengan materi yang diberikan oleh kedua pemateri tersebut hendaknya peserta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan mampu mengoptimalisasikan tanah yang telah rusak. Ketua Panitia, Siti Muthoharoh memaparkan tujuan studium generale ini Keadilan Post April 2014 | 10


untuk menghadapi masalah yang sama di masa depan dengan menggunakan pemanfaatan overburden. “Tujuannya adalah menambah wawasan sebagai mahasiswa, agar kita lebih terbuka, bahwa overburden itu bisa dimanfaatkan dengan teknologi,” ungkapnya. Siti juga berharap, dengan diadakannya acara seperti ini menambah wawasan mahasiswa. “Semoga dapat mengaplikasikan, kita harus mengembangkan ilmu yang dijabarkan oleh pemateri dan semoga dapat diimplementasikan di masa depan nanti,” harap Siti. Ahmad Muiz, peserta acara seminar ini juga berharap agar peserta bertambah wawasan dan bertambah pengetahuan dan juga pihak-pihak yang diundang oleh HMTL akan ada

kerjasama yang berkelanjutan. Meskipun acara ini dikenakan biaya, namun tidak menjadikan masalah bagi peserta karena telah dianggap cukup dan sesuai dengan yang diberikan panitia. “Kalo dari sisi pesertanya, dengan fasilitas yang didapat, makan, ada snack juga, mencukupilah. doorprize-nya juga, walaupun nggak dapat kan keliatan gede juga,” tutur Ahmad Studium generale ini dihadiri 102 orang peserta dari yang ditargetkan 120 orang. Namun panitia sudah merasa cukup dan tergetnya sudah terpenuhi dilihat dari kepahaman peserta. Panitia studium generale sendiri berjumlah 20 orang, yaitu yang berasal dari mahasiswa Teknik Lingkungan UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, baik menjadi anggota HMTL atau pun tidak. Sembari makan siang, peser-

ta disuguhi hiburan Tari Topeng Jawa Barat dan dilanjutkan dengan permainan gitar akustik oleh panitia. Tersirat dari wajah peserta yang merasakan kepuasan terhadap acara ini. Meskipun sempat mengalami keterlambatan selama satu jam. Namun mereka telah mendapatkan banyak ilmu dari acara ini. “Mendapatkan materi, karena materinya belum semua tahu, seperti tanam di media pasir, di overburden, kemudian pengolahanpengolahan teknologi baru, biostimulasi, dan lain-lain,” tambah Ahmad.

Reportase bersama: Benny .T, Rini Winarsih

RESENSI

Penjaga Rahasia Peristiwa Masa Lalu

Keinginan kuat untuk menyerah dari peristiwa masa lalu selalu ada. Tetapi orang terdekat seakan tidak pernah membiarkan diri untuk menyerah, karena mereka masih ada untuk selalu dijaga.

Oleh : Meila Nurul Fajriah Judul Film :

The Company You Keep

Tahun

:

2012

Sutradara

:

Robert Redford

Pemeran

:

Robert Redford, Shia LaBeouf, Julie Christie, Susan Sarandon, Jackie Evancho, Brendan Gleeson, Brit Marling, Anna Kendrick, Terrence Howard, Richard Jenkins, Chris Cooper

Produksi

:

Voltage Pictures/ Wildwood

S

etelah mengeluarkan dua filmnya, Lion for Lombs (2007) dan The Conspirator (2010), Redford merilis film terbarunya “The Company You Keep” (2012) yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Neil Gordon. Film yang menceritakan tentang peliknya dunia politik dan jurnalisme di era modern ini melibatkan beberapa artis ternama, seperti Robert Redford sang sutradara film ini sendiri, Shia LaBeouf, Julie Christie, Susan Sarandon, Jackie Evancho, Brendan Gleeson, Brit Marling, Anna Kendrick, Terrence Howard, Richard Jenkins, Chris Cooper dan lain-lain. Film ini menceritakan tentang pencarian kelompok anti perang The Weather Underground, yang telah menjadi buronan Pemerintah Amerika Serikat selama tiga dekade terakhir,

dan menceritakan juga bagaimana Ben Shepard (Shia LaBeouf) seorang jurnalis harian Albany Sun Times menemukan buronan tersebut. Berawal dari ditangkapnya salah satu buronan, Sharon Sholarz (Susan Sarandon), seorang ibu dengan dua anak oleh pihak Federal Bureau of Investigation (FBI). Kemudian beberapa media Amerika Serikat (AS) termasuk Albany Sun Times, mulai mencoba untuk mendapatkan berita yang lebih menarik untuk kasus ini. Ben Shepard, sang jurnalis muda berhasil menemukan Jim Grant (Robert Redford), seorang pengacara beranak satu yang telah menolak untuk menangani kasus yang menjerat Sharon. Jim Grant beralasan bahwa dia tidak mengenal seorang Sharon Sholarz, dan tidak pernah ikut campur dalam urusannya. Karena merasa tidak puas dan penasaran atas jawaban yang didapatkan Shepard dari pengacara ini, membuatnya berusaha keras menemukan fakta lain dari peristiwa ditahun 1979 tersebut. Jim Grant sebenarnya menolak tawaran kasus ini bukan karena dia tidak mengenal Sharon Sholarz, tetapi karena mempunyai hubungan lain dengannya. Shepard mendapatkan data bahwa

Sharon Sholarz melakukan aksi ini dengan kedua teman lainnya, yaitu Nick Sloan dan Mimi Lurie (Julie Christie). Foto di media yang memperlihatkan Nick Sloan sangat mirip dengan Jim Grant dan diketahui pula setelah itu, bahwa Nick Sloan telah menyamar menjadi seorang Jim Grant. Dengan bantuan agen khusus Cornelius dari pihak FBI, Ben Shepard dapat menemui Sharon Sholarz di tempat dia ditahan. Dalam pertemuan tersebut, Sharon menceritakan peristiwa perampokan bank yang dilakukannya besama teman-temannya, kemudian bercerita tentang kelompok radikal anti perang The Weather Underground, sembari mengungkapkan alasan mengapa dia menjadi buronan dan baru menyerahkan diri setelah 30 tahun. Merasa dirinya terancam dengan penemuan Shepard, Jim Grant atau Nick Sloan memutuskan untuk mencari Mimi Lurie yang ikut terlibat dalam peristiwa tersebut. Tujuannya hanya satu, yaitu meminta bantuan Mimi untuk membersihkan namanya supaya dia masih bisa melindungi putrinya dari kejahatan masa lalu. Untuk menemukan Mimi, Jim Grant membutuhkan beberapa bantuan sahabatnya yang lain. Keadilan Post April 2014 | 11


Di lain sisi, Ben Shepard yang masih penasaran dengan kejanggalan yang ada, mencoba mencari lebih dalam potongan-potongan petunjuk yang sudah dia dapatkan. Dia berusaha sangat keras untuk berhasil menemukan beberapa sahabat Nick yang mengetahui rekam jejak peristiwa tersebut. Diketahui pula, bahwa Jim Grant dan Mimi Lurie adalah sepasang kekasih saat mereka berstatus sebagai mahasiswa, dan mereka mempunyai seorang putri yang sekarang tidak diketahui dimana keberadaannya. Ben Shepard berhasil menemui seorang sahabat Jim Grant atau Nick Sloan, seorang mantan kepala kepolisian, Hendry Osborne yang sekarang berprofesi sebagai detektif. Setelah diselidiki, Osborne adalah seorang sahabat lama yang telah menjaga putri Jim Grant, Rebecca Osborne dan mengangkatnya sebagai anak. Dari beberapa data yang telah ada, Ben Shepard mendapatkan lokasi di mana keluarga Mimi Lurie biasa berkumpul, yaitu di daerah Linder Woods, perbatasan Kanada. Saat dia berhasil menemukan tempat yang di maksud, Jim Grant berada di sana dan sedang mencoba untuk melarikan diri setelah akhirnya tetap tertangkap oleh FBI. Petunjuk demi petunjuk terbuka dan menemui titik terangnya. Jim Grant, Mimi Lurie dan Sharon Sholarz terpaksa menjadi buronan pemerintah AS dan memilih untuk tidak menyerahkan diri karena seorang anak yang harus mereka lindungi. Karena alasan pribadi ini pula, Ben Shepard menghilangkan niatnya untuk mengangkat peristiwa tersebut ke media. Konflik yang dihadirkan

oleh sang sutradara mampu membuat penonton merasa tertarik dan berusaha untuk menerka petunjuk-petunjuk sekecil apapun untuk membantu Jim Grant dan Ben Shepard. Dialog yang sangat kuat antar pemeran menghadirkan suasana politik yang terlihat sangat seram dan penuh misteri. Kenangan masa lalu antar anggota The Weather Underground dan

masalah keluarga mereka yang sangat misterius juga menambah daya tarik tersendiri. Ditambah dengan kegigihan sang jurnalis muda dalam menghadirkan sebuah fakta menarik dari seorang buronan FBI selama tiga dekade terakhir dengan teori jurnalisme era modern. Robert Redford, sang sutradara yang juga pemeran tokoh utama dalam film ini, mengajak penonton untuk mengetahui juga bagaimana sebuah peristiwa itu layak untuk dijadikan berita atau tidak. Itu semua terlihat dari

apa yang dilakukan oleh Ben Shepard. Hasil penemuan fakta oleh Ben Shepard seharusnya dapat membuat dirinya menjadi jurnalis muda yang diakui hebat oleh masyarakat AS lewat berita harian Albany Sun Times. Tetapi dia tidak mempublikasikannya karena beberapa alasan tertentu. Film yang berdurasi selama 125 menit ini tergolong film yang berdurasi sangat lama, tetapi film ini masih dirasa kurang dalam hal penyampaian isi ceritanya. Karena banyaknya tokoh utama yang hadir didalam cerita, membuat tokoh ini terkesan hadir hanya sebagai pelengkap dengan karakter yang tidak kuat. Berhasilnya Redford menghadirkan aktor-aktor ternama pemenang Academy Awards dalam filmnya, tidak sekaligus membuat pemeran tersebut menghasilkan karakter yang dapat memenangkan hati penonton dalam cerita ini. “The Company You Keep�, seharusnya dapat menjadi film politik dan misteri keluarga yang sangat menarik penonton karena diperankan oleh pemeran-pemeran ternama. Sayangnya, kehadiran banyak aktor tersebut menjadikan film ini terlihat sangat tidak fokus dan tidak tahu apa yang ingin disampaikan. Tetapi, penonton masih dapat menikmati film ini dari awal cerita sampai tertangkapnya Jim Grant oleh FBI di akhir cerita. Dengan bantuan Shia LaBeouf yang dapat memeran-kan karakter Ben Shepard dengan sangat santai, sesuai dengan pribadinya dan dirasa dapat memberikan nuansa segar. Film ini juga berhasil meraih penghargaan dalam Venice Film Festival dan Toronto International Film Festival.

Keadilan Post

Informatif, Komunikatif, Aspiratif KEADILAN POST DITERBITKAN OLEH LPM KEADILAN PEMIMPIN UMUM SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM

: JEFREI KURNIADI : RINI WINARSIH : SISKA NOVISTA

PIMPINAN REDAKSI : ADITYA PRATAMA PUTRA REDAKTUR PELAKSANA : DANAR MASYKUR S. SEKRETARIS REDAKSI : DEVI TRIANA KOOR. KEADILAN POST : KAUSAR WILDANTIO A. KOOR. KEADILAN ONLINE : IDA ELSHA NASTITI DESAIN EDITOR BAHASA

: BENNY T. SEKAR SANTI N. RENDU SAADAN T. YUNIAR DWI A. : M. INDRA W. A. BAGAN TEGAR DWI PERMATA FAJRUL UMAM A. R. LALU SUBANDARI SRI DEVI ANNISA FITRI

FOTOGRAFI

: AUSSY NURBANI DINAR LUTFANI HUSNA N. FALUTHI FATURAHMAN INA RACHMA N. ALAM SURYA ANGGARA

PIMPINAN LITBANG STAF LITBANG

: KAUKAB RAHMAPUTRA : M. ADHIKA RAHMANTO ISMAIL S. A.M. MOHAMMAD ZEIN R. YOGI WIRANUGRAHA PUTRI AYU PRAYOGO DIAN RACHMANINGSIH DIMAS TRIAMBODO

IRKHAM Z. GANDAR M.P. HENDRA Y. BOBBY ADE.A.

REPORTER : SELURUH PENGURUS KEADILAN JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 55515 TELP (0274) 377043 - 379171 / HP 082120986712 lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id

PIMPINAN PENGKADERAN : MUDZAKIR STAF PENGKADERAN : RANU R. A. MADA P. MEILA N. F. NURANISYAH

Keadilan Post April 2014 | 12


Balada Desa Dosa Indonesia

Sambil berduyun-duyun dan bermain-main mereka jarang lagi nembang, “Angin cilik muliho angin gedhe teko o ombak-ombak kali segoro bedil muni kapal teko”, tapi sudah berganti,“Asmaraku asmaramu naninenono...” atau “Cameliiaaa ooo cameliiaaa.”

Oleh : Nuranisyah

mengenai bangsa kita. Kalau dulu ‘zaman edan’ ini kita jalani Judul : Indonesia Bagian Dari Desa Saya dengan berhasil bikin kepala kita Penulis : Emha Ainun Nadjib pusing, tampak hari ini ‘zaman edan’ itu kita jalani dengan Penerbit : Buku Kompas, Jakarta kepala kita hampir pecah! Cetakan : III, Mei 2013 Menariknya dari tulisan ini Cak Nun sudah memakai Tebal : xiv + 258 Halaman kata ‘narsis’ pada tahun 1970an yang justru populer pada uku ini merupakan kumpulan zaman sekarang di kalangan essai yang ditulis oleh Emha anak muda. Tulisan ini mengulas tentang Ainun Nadjib atau yang le- beragam perubahan yang terjadi di desa bih dikenal dengan sebutan Cak Nun. akibat pengaruh kota. Dikisahkan bahBeberapa diantaranya sudah pernah wa masyarakat desa mengalami culture terbit di berbagai media massa. Buku ini shock terhadap kemajuan yang terjadi. pertama kali dicetak pada tahun 1983 Hal ini dikarenakan oleh ketidaksiapan dan yang kedua pada tahun 1993 oleh mereka terhadap segala kemajuan serta SI Press (Yogyakarta). Walaupun buku ketidakpahaman akibat pendidikan yang ini sudah ditulis puluhan tahun silam, kurang. Dimana pengaruh itu dibawa namun pada tahun 2013 penerbit Buku sendiri oleh orang-orang desa yang Kompas mencetak kembali buku Cak menggantungkan hidup di kota. Nun karena dianggap masih relevan Pemikiran primitif tentang dengan perkembangan saat ini. kesuksesan hanya akan dapat diraih Kumpulan essai yang telah bila kita hidup di kota, tak peduli apa dibukukan ini terdiri dari tiga bagian. pekerjaan kita. Sebab ukuran kesuksesan Pertama mengisahkan tentang desa sa- seseorang dapat dinilai dari sudah ada ya, kedua tentang hipokrasi dan ketiga atau tidak televisi di dalam rumahnya. tentang sang sufi. Didalam setiap bagian Sepeda motor apa yang terparkir di terdapat essai-essai yang memiliki satu halaman rumahnya, serta sudah bergaya benang merah yang sama. Yakni tentang bangunan kotakah rumahnya. ketidaksiapan desa menerima kemajuan Pak K adalah salah satu yang ada saat ini. contoh yang mengharuskan kita “Indonesia Bagian Dari Desa lebih berhati-hati menerjemahkan Saya” mengajak kita untuk membuka makna kemajuan. Masyarakat telah logika bahwa desa bukan merupakan didorong sedemikian rupa, dipaksa bagian dari Indonesia. Karena se- secara kultur dengan dahsyat sungguhnya Indonesia-lah yang me- untuk memiliki apa-apa yang rupakan bagian dari desa. Sebab ke- sesungguhnya tidak atau setidakarifan dan budaya asli bangsa ini ada nya belum merupakan kebutuhan di dalam masyarakat desa yang belum dasar yang berasal dari diri sendiri. terkontaminasi oleh kemajuan yang Kehadiran dari kemajuan yang melunturkan kebudayaan itu sendiri. menyuguhkan berbagai teknologi Maka, judul tulisan ini tidaklah bisa muktahir ini bahkan turut menyaberbunyi sebaliknya. Karena jelas pu beberapa tatanan hidup di desa. seandainya tak ada desa pun, Indonesia Membawa pergeseran warna hidup tetaplah Indonesia. secara sosial. Penulis seolah dapat membaca Dalam essai berjudul apa yang akan terjadi saat teknologi dan “Canon dan Haji Tuyul: Dialog kemajuan mulai mengambil peran dalam di surau desa”, dijelaskan bahwa kehidupan masyarakat. Sebab ternyata masyarakat desa yang tidak mau kesejak tahun 1970-an Cak Nun sudah tinggalan menikmati hingar-bingar memiliki pemikiran yang jauh ke depan kemajuan. Melakukan berbagai

B

macam cara agar tidak dipandang sebelah mata oleh para tetangga. Selain menjual sawah dan hewan ternak, diantara masyarakat desa pun ada yang memelihara tuyul agar bisa memperoleh uang dengan mudah. Lebih lanjut lagi bukan hanya permasalahan desa yang dibahas dalam tulisan ini. Cak Nun juga mengajak kita melihat gambaran tentang bangsa ini. Bangsa yang digadang-gadang sebagai bangsa kaya, bangsa yang sejahtera entah dari sudut pandang mana. Ketidakjujuran masih nyata terlihat. Perilaku para pejabat negara yang dipercaya sebagai wakil rakyat justru menjadi contoh tidak baik bagi masyarakatnya sendiri. Jika yang dianggap paling bijak pun mampu berbuat curang dan mencuri, salahkah maling di desa yang mencuri untuk keperluan perut? Berbagai kisah ini jelaslah menimbulkan keprihatinan, potret kecil Indonesia yang tidak mampu menolak kemajuan dan tidak selektif dalam memilih pengaruh yang berdatangan dari luar. Sehingga menimbulkan penyakit untuk diri sendiri. Namun jiwa optimisme tetap harus ditumbuhkan. Sebab diantara orang-orang desa yang

Keadilan Post April 2014 | 13


berubah rakus karena kemajuan zaman masih ada sebagian yang mampu menahan diri. Percakapan Sang Kiai dengan Pak Cendol misalnya, seorang yang hanya berdagang cendol yang tak silau oleh rejeki nomplok. Kehadiran Hasan, anak desa yang memiliki pandangan sendiri tentang kemajuan. Menurutnya kemajuan bukan hanya hidup tidak melarat tetapi juga sekolah sampai tingkat tinggi, hidup makmur, mewah dan kaya. Cak Nun yang sudah lama berkecimpung dalam dunia menulis telah ‘melahirkan’ puluhan tulisan essai. Dia terjun langsung di masyarakat untuk turut serta merasakan kehidupan di dalamnya. Kemudian kehidupan dimasyarakat itu dirumuskan dan dipadukan dengan kesenian, agama, politik, ekonomi, dan pendidikan guna menghilangkan kesubjektifan dari satu

sudut pandang. Selain itu lelaki berumur 60 tahun ini juga rutin melakukan berbagai aktivitas kemasyarakatan bersama dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan. Dia juga berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia untuk menyelenggarakan berbagai acara bersama Jamaah Maiyah yang berbau forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas terbuka, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian. Kekurangan di dalam buku ini adalah terdapat berbagai istilah dalam Bahasa Jawa yang tidak disertai dengan terjemahan. Sehingga menyulitkan pembaca yang tidak mengerti bahasa Jawa untuk paham terhadap tulisannya. Selain itu juga bahasa yang digunakan sulit dipahami karena mungkin masih menggunakan gaya tulisan tahun 70-an sehingga perlu membaca berulang kali untuk dapat memahaminya.

Walaupun masih terdapat berbagai kekurangan, buku ini sangat disarankan bagi para pembaca dari segala usia. Baik itu remaja maupun dewasa karena tulisan ini dihadirkan untuk memperlihatkan pada kita tiga dekade yang telah dilewati ‘zaman edan’. Bisakah kita sebagai generasi penerus untuk mengontrol diri dalam menghadapi modernisasi saat ini, bukan justru terlena dengan kecanggihan zaman. Melalui buku ini, pembaca akan mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan puluhan tahun silam sehingga dapat membandingkannya dengan yang terjadi saat ini. Masalah kita sekarang bukanlah bagaimana mengelakkan kemajuan, melainkan bagaimana menjinakkannya.

PROFIL

Encik, Rektor Institut Bergelar Seniman

Yakni semangat mataraman dan gotong royong. Bersosialisasi tanpa ragu. “Ketika konsep itu diutarakan, maka semua orang sepakat. Wong memang hidupnya selo (santai). Yang penting nanti ada aplikasinya,” tambah lelaki berambut gimbal ini.

Oleh: Ismail S.A.M.

Yogyakarta-Keadilan. Predikat sebagai kota budaya tidak ada salahnya apabila diberikan kepada Yogyakarta. Untuk menjadi kota yang berbudaya, dibutuhkan nilai-nilai yang mendasarinya. Salah satunya yaitu nilai seni. Kesenian menjadi salah satu hal yang digandrungi dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Hal itu tak lepas dari peran para seniman yang selama ini masih sangat aktif berkreasi. Eksistensi dari para seniman itu, bisa terjaga berkat adanya jalinan solidaritas diantara para seniman Yogyakarta. Salah satunya ialah Folk Mataraman Institute (FMI). Komunitas tempat berkumpulnya para seniman Yogyakarta maupun Nasional. Grup yang berbasis di halaman salah satu media sosial ini, memiliki hampir 5000 orang anggota. Sebagian besar anggotanya tinggal di Yogyakarta, biasanya berkumpul di daerah Kalasan, Sleman. Namun ada juga yang tinggal di Jakarta, Maroko, Australia dan beberapa kota lainnya. Akan tetapi, kota Yogyakarta-lah pusat berkembangnya komunitas ini. Tidak hanya kalangan seniman saja, dari kalangan pebisnis, kolektor seni, hingga mahasiswa pun

ikut dalam komunitas tersebut. FMI sendiri didirikan atas prakarsa beberapa seniman Yogyakarta yang menginginkan adanya tempat berdiskusi, menumpahkan kreatifitas dalam seni dan berbagai macam hal lainnya. Berdirinya komunitas itu, tak dapat dilepaskan dari sosok seorang musisi bernama Sri Krishna Widiyanto atau biasa dipanggil Encik Krishna. Awalnya, Encik yang sering bertandang ke rumah perupa Samuel Indratma, di Jalan Langernajan Lor 29 atau lebih tepatnya di belakang Kraton Yogyakarta. Memang rumah tersebut biasa digunakan untuk berkumpul seniman-seniman Yogyakarta. Karena letaknya yang cukup strategis, ditengah kota. Encik kerap memperdengarkan karya-karya yang telah dibuatnya kala awal dia nongkrong di rumah Samuel. Hampir setiap malam dia bertandang ke rumahnya. Banyak obrolan, canda, dan gagasan yang tercipta. Sampai akhirnya membicarakan pengalaman hidup Encik. Salah satunya, pengalaman Encik di industri musik di Jakarta sekitar tahun 2008 hingga 2010. Lahirnya komunitas ini juga atas sumbangan pikiran dari

Encik, Samuel dan beberapa seniman lainnya seperti Ong Hari Wahyu serta Bambang Herras. Prinsipnya yaitu menciptakan wadah atau ruang untuk saling berbagi ilmu. Dari segi nama, FMI juga memiliki arti filosofis tersendiri. Dipilih Mataram, karena menurutnya lebih mencakup Nusantara dan bersifat universal. Sehingga, tidak ada sinisme lokal di tiap tempat. Untuk membuat nama komunitas, Encik juga berkonsultasi dengan professor sastra UGM. “Bedanya Mataram dan Mataraman (ketika mendapat imbuhan -an) berarti gaya,” jelasnya. Yakni semangat mataraman dan gotong royong. Bersosialisasi tanpa ragu. “Ketika konsep itu diutarakan, maka semua orang sepakat. Wong memang hidupnya selo (santai). Yang penting nanti ada aplikasinya,” tambah lelaki berambut gimbal ini. Akhirnya setelah terbentuk, Encik sendiri didaulat sebagai ‘rektor’ komunitas ini. “Rektornya ya dia ini Mas. Anggota FMI itu semua pembantu rektor, jadi tidak ada mahasiswa,” ujar Merry Sajuto yang tergabung juga daKeadilan Post April 2014 | 14


lam FMI. masyarakat. Lelaki berkulit sawo matang ini juga Salah satu kegiatan FMI ialah menjelaskan kedudukan FMI dengan kerjasama dengan beberapa perguruseniman-seniman Yogyakarta yang an tinggi, seperti Institut Kesenian notabene tidak masuk ke dalam anggota. Menurutnya, tidak ada kesenggangan apapun terkait dia anggota FMI atau bukan. “Saya tidak ada friksi. Justru mereka, malah minta support. Acara terutama, misalnya bukan anggota dan minta bantuan untuk acara, ya kita sengkuyung (bantu),” ucap Encik. Di dalam FMI sendiri tidak ada struktur yang paten. Artinya semua sifatnya kerja komunitas. Jadi memiliki sifat yang • Encik, ketika diwawancarai Keadilan di Sangkring Art (13/04). membangun semangat satu sama lain Jakarta (IKJ) dan Sanata Dharma, anggota.“Konsepnya sopo sek selo (Siapa Yogyakarta. Setiap tahunnya, FMI yang lagi tidak sibuk). Tidak berusaha menerima mahasiswa dari berbagai menyuruh, karena ketika orang disuruh perguruan tinggi yang tengah melakukan keberatan kadang-kadang. Jadi kan penelitian atau pun pendidikan kerelaan. Nah nilainya disitu, ketika lapangan mengenai kesenian. Encik semua rela. Walau datang hanya duduk, menerangkan kalau FMI sering meitu sudah spirit,” jelas Encik. ngadakan proyek yang dimaksudkan Panggilan antar anggota ko- untuk mendukung seniman-seniman munitas FMI itu pun memiliki ke dalam mengekspresikan kreatifitasnya. khasan tersendiri. Anggota lelaki Ada keunikan tersendiri yang biasa dipanggil Bung dan Cacik untuk terjadi dalam kultur saling support satu anggota perempuan. Hal sekecil itu sama lain komunitas ini. Ketika seorang pun memiliki filosofis tersendiri. “Cik mengadakan acara, ada bahasa tersendiri itu kan identik dengan chinese, dan itu untuk menawarkan bantuan. “Cara kita agak miring (konotasinya jelek). Maka menyampaikan, kalau temen-temen ketika itu menjadi biasa kan nggak jadi di Yogyakarta mau mengadakan acara masalah, tidak ada masalah sektarial. Ini misalnya. Terus (anggota) yang di luar kan plural. Kalo Mas kan ya, identiknya negeri malah tanya, aku bisa bantu Jawa,” Encik menjelaskan. apa ini? Ya situ mau bantu nyumbang Mengingat banyak golongan pisang berapa tundun? Jadi kita tidak yang menjadi anggota FMI, dalam menyebutkan nominal,” tambah Merry. dinamikanya strata atau penggolong- Dalam perjalanannya, saling an itu hilang. Encik menegaskan, FMI support anggota itu tidaklah dalam hal terbentuk tanpa ada peraturan tertentu. kegiatan-kegiatan seni dan budaya. Encik Kedekatan emosional dan solidaritas bercerita, pernah suatu ketika ayah yang terbangun menjadikan semua pihak seorang anggota FMI di kota Semarang bisa ikut berkontribusi dalam berbagai meninggal dunia. Lalu spontan kokegiatannya. Tidak pandang status, ka- munitas, patungan untuk mengirim ya, agama, miskin, dan sebagainya. karangan bunga. Juga ketika ada acara Encik juga menjelaskan kon- Natal di kediaman Merry Sajuto. sep FMI yang Mletho dan Selo. Mletho ini Anggota-anggota FMI pun membantu berarti berada diluar kewajaran. Artinya, seadanya. “Anggota FMI yang bagian kita harus memiliki pola berpikir yang dekorasi di rumah saya,” jelas cik Merry. bisa menembus pemikiran yang sela- Figur Encik adalah seorang seniman ma ini ada. Sedangkan selo bisa diartikan yang aktif bergerak dalam bidang musantai. Arti santai disini adalah terbebas sik di Yogyakarta. Sejak kecil, jiwa seni dari berbagai tekanan yang dialami oleh sudah terbentuk dalam dirinya. Ketika

berusia 13 tahun, dia sudah menciptakan lagu. Encik adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Sejak kecil, dirinya sudah terbiasa mencari nafkah sendiri. Pekerjaannya sehari-hari ketika dulu ialah mencari barang-barang bekas dan olioli bekas. Dia memaknai hidup sebagai sebuah dinamika. Hidup itu merupakan pencarian, dan kebahagiaan itu pilihan. Hidupnya yang sering berpindah-pindah membuat dirinya mengenal banyak orang, termasuk senimanseniman. “Dari kecil saya memang orangnya enggak betah di rumah. Selalu kemana-mana. Asal aja ke Yogyakarta. Kebetulan kakak saya tertua itu udah di Yogyakarta, jadi ikut ke sana. Tapi, tidurnya dimanamana, cuma ngikut aja,” katanya sembari menghembuskan rokok. Pergaulan Encik pun luas. Bahkan dapat dikatakan dia pernah ‘menggelandang’. Hal itulah yang membuat dirinya berprinsip tidak membeda-bedakan teman. Dia pernah terlibat dengan grup Sastromuni, Kelompok Suara Ratan (KSR), Kelik Pelipur Lara, dan juga dengan Anang Batas. Karena menurutnya, itulah ilmu. “Saya itu menggelandang lama juga. Bahwa saya memang harus punya proses dengan siapa pun. Dan ratarata temannya, pasti anak yang besar. SMP-Mahasiswa, SMA-Mahasiswa, saya mencarinya itu. Hampir nyaris saya itu nggak pernah sekolah. Nyaris sering bolos sekolah. Dan pasti nyaris tidak naik kelas,” ujarnya sambil terkekeh. Terlahir dari keluarga pegawai negeri sipil, Encik lantas dituntut pula menjadi pegawai. Hal itulah yang selalu menjadi pertentangan antara keinginan orang tua dan dirinya. Karena prinsip awal Encik, sekolah itu bukan untuk cari kerja, melainkan untuk menjadi pintar. Tidak ada basis seni memang di keluarganya. Hanya dia seorang yang bergelut di dunia seni. Namun sejak kecil memang Encik dekat dengan kesenian. Alat musik gamelan, gitar, dan kulintang. Tetapi, itu semua hanyalah untuk hiburan keluarga, bukan untuk dipentaskan. “Tepuk tangan itu kan penghargaan. Nah, saya menikmati itu, sampai Keadilan Post April 2014 | 15


sekarang pun saya ditepuk tangani udah seneng. Jadi mengelola kebahagiaan itu tidak dengan uang,” ujarnya. Encik pernah mengalami perubahan dalam dunia karya musik. Dahulu pada saat dia mengeluarkan album yang pertama sampai kedua, dia masuk industri musik Indonesia di Jakarta. Akan tetapi, karena tidak adanya dukungan dari sesama seniman di Jakarta, dia memilih kembali berkesenian di Yogyakarta. Kala itu dia merasa bahwa kreatifitasnya dalam bermusik terkekang. “Ketika saya masuk industri, saya nggak mungkin mengekspresikan apa yang saya dapet. Makanya saya sampai sekarang pun nggak mau disebut sebagai penyanyi, saya penyuara hati,” ucapnya santai. Banyak orang menganggap bahwa gerakan riil Encik ini adalah kritikan terhadap pemerintah Indone-

sia. Ketika ditemui Keadilan di Sangkring Art, salah satu gedung kesenian milik anggota FMI, dia tidak mengelak. “Itu monggo, saya tidak berusaha mencetak diri saya mengkritisi kok. Saya apa adanya. Kalau saya ya, lewat lagu. Karena yang meruntuhkan negara adalah seni dan budaya, bukan politisi,” pungkasnya. Dia tak pernah membuat patokan harga untuk setiap perform-nya. Menurutnya, rejeki itu datang dari mana saja. Encik bikin album bukan hanya untuk kepentingan profit saja. Dia mendapatkan penghasilan dari perform off air dan pemesanan lagu. Itu pun tetap tidak mematok harga. Namun profesionalitas itu terlihat pada saat dia berada di panggung. “Kalau saya udah di panggung saya serius. Karena bagi saya panggung itu milik saya. Mau saya disitu sambil menangis atau kencing, itu punya saya. Kamu nggak suka pulang. Saya

mau nyanyinya jelek, main gitarnya jelek, urusan saya. Saya udah di panggung kok. Kalau suka yo monggo. Ditepuk tangani saja udah seneng,” kata Bapak beranak tiga ini. Dalam menciptakan lagu, Encik sering membuat lagu yang sifatnya tematik, sesuai dengan keadaan. Bahkan kadang kala dia membuat lagu secara spontan di atas panggung. “Sejelek apa pun kalau itu karya, pasti akan diapresiasi. Jangan takut jelek, hidup sudah susah kenapa takut. Walaupun nggak punya duit, ngapain harus nangis, yo piye carane. Nggak mungkin kamu semakin miskin lagi, sudah ada batasnya. Lantai itu udah ada batasnya, nggak mungkin kamu masuk ke bumi,” ujarnya menunjuk tanah. Reportase bersama: Kausar Wildantio A.

KARIKATUR

Keadilan Post April 2014 | 16


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.