Kpost edisi mei

Page 1

Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif

Edisi Mei 2014

FOKUS UTAMA

Faluthi/Keadilan • Spanduk calon legislatif DPM Fakultas Hukum dan DPM Universitas terpampang di depan kantor LEM FH UII (19/05).

Pemilwa di Tengah Keapatisan dan Polemik Persyaratan Mei 2014, poster-poster kampanye tertempel di beberapa sudut kampus. Spanduk besar daftar calon legislatif bertengger mencolok. Separuh rangkaian Pemilwa UII 2014 telah berlangsung, namun mahasiswa tetap ‘mematung’. Oleh : Tegar Dwi P.

Yogyakarta-Keadilan. Pemilwa atau Pemilihan Wakil Mahasiswa merupakan sebuah hajatan besar Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII). Setiap tahun, acara ini selalu dilaksanakan sebagai cara untuk meregenerasi wakil-wakil mahasiswa yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) tingkat Universitas dan Fakultas. Sama seperti tahun sebelumnya, Pemilwa tahun ini terlaksana dengan difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai sebuah tim mandiri, seperti yang tertera pada penjelasan Pasal 1 Tata Tertib Penyelenggaraan Pe-

milihan Wakil Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia. Dilansir dari pemilwakmuii2014. blogspot.com, Pemilwa KM UII tahun 2014 ini dilaksanakan dalam delapan tahapan. Tahapan tersebut yaitu roadshow KPU KM UII ke tiap fakultas, pendaftaran calon legislatif, tes tertulis dan wawancara, penetapan caleg dan sesi foto, kampanye, pemungutan suara, pengumuman legislatif terpilih, dan terakhir workshop kelembagaan. Namun sayangnya, acara yang dianggarkan dapat menghabiskan dana sebanyak kurang lebih 29 juta rupiah ini mengalami beberapa kendala. Hal

tersebut terjadi sejak masa pendaftaran. Pendaftaran Pemilwa yang direncanakan berlangsung dari tanggal (1/04) sampai (17/04) ini kemudian diperpanjang hingga (22/04). Terkait perpanjangan waktu pendaftaran itu, Muhtar Yogasara selaku Ketua KPU dalam Pemilwa ini membenarkan. Hal tersebut terkait dengan jumlah pendaftar yang masih sedikit dan permintaan dari beberapa fakultas. Untuk Fakultas Hukum (FH) sendiri, pada awal pendaftaran hanya dua orang bakal calon legislatif yang mengumpulkan berkas, yaitu M. Alif Akbar P. dan Yahya Agung Putra. Bahkan untuk beberapa

Keadilan Post April 2014 | 1


fakultas, tidak ada pendaftar pada rentang waktu tersebut. Hal tersebut kemudian membuat KPU memperpanjang masa pendaftaran melalui rapat KM. Mengenai masalah tersebut, Muhtar mengatakan bahwa ada beberapa kemungkinan yang menjadi alasan minat mahasiswa untuk mencalonkan diri sedikit. “Di beberapa fakultas, enam fakultas yang dilegitimasi, itu masih banyak kegiatan. Kayak di FH kemarin mungkin masih ada Kasasi dan sebagainya, jadi mungkin teman-teman dari fungsionaris sendiri, UKM atau yang lainnya masih mikir,” ujarnya. Ibnu Hazairin Rowiyan atau yang sering disapa Owi, salah satu anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), juga membenarkan bahwa pada tahun ini Pemilwa masih menyisakan banyak permasalahan. Mulai dari ketidakpastian yang terjadi akibat perpanjangan waktu, serta tekanan dari pihak DPM Fakultas untuk memperpanjang pendaftaran. “Pertama, adanya ketidakpastian mengenai waktu untuk pengumpulan database (persyaratan) dari para calon dan adanya pressure dari pihak DPM Fakultas terkait penambahan waktu untuk pengumpulan berkas,” ucapnya. Seperti di Indonesia, pesta demokrasi dan kampanye merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Begitu pula dalam Pemilwa KM UII ini. Dalam Pemilwa 2014 ini, ada dua jenis kampanye yang harus dilakukan oleh para calon. Salah satunya adalah kampanye mimbar. Kampanye mimbar atau orasi merupakan salah satu tahapan yang wajib dilalui oleh para calon legislatif. Orasi yang diberi waktu sekitar 20 menit untuk setiap calon legislatif ini dibagi menjadi dua tahap. Pada tujuh menit pertama, calon legislatif ini harus menyampaikan visi dan misinya. Sedangkan sisa 13 menit selanjutnya untuk melakukan tanya jawab dengan audiens.

Kampanye mimbar ini adalah kewajiban bagi seluruh calon legislatif pada Pemilwa 2014. Calon legislatif yang tidak ikut dalam kampanye, akan didiskualifikasi dari pesta demokrasi KM UII ini.

cukup efektif untuk menarik minat mahasiswa. “Yang bisa saya lihat, di sini kan Fakultas Hukum untuk kampanye sendiri memang sepi, itu kan dikarenakan memang adanya kelas, jadi tidak bisa menonton,” ujar Owi yang juga merupakan anggota Klinik Advokasi dan HAM. Windura Pranahita, mahasiswa Internasional Program FH UII angkatan 2012, berpendapat bahwa kampanye mimbar kemarin sepi diakibatkan karena para calon legislatif yang belum bisa ‘merangkul’ para mahasiswa dan mengajak mereka berpartisipasi. Dia pun menganalogikan, “Rakyatnya itu istilahnya belum tunduk pada pemimpinnya. Kita belum • Data Litbang LPM Keadilan tahu itu pemimpin kaya apa to dia dulunya”. FH sendiri telah melaksana- Kampanye yang menjadi ajang kan kampanye mimbarnya pada tang- pengutaraan visi-misi dan perkenagal (13/05). KPU Pemilwa dalam hal ini lan para calon ini berbenturan dengan menyatakan bahwa, kampanye mimbar jam perkuliahan. Persiapan KPU undi FH merupakan imbas dari adanya tuk mengatasi hal tersebut dirasa tidak pertukaran waktu dengan kampanye matang. Ketika ditanya mengenai koormimbar di Fakultas Kedokteran (FK). dinasi dari KPU atau Panitia Wilayah Kampanye mimbar FH yang seharus- dengan Divisi Akademik terkait kepennya dilaksanakan pada (14/05) kemu- tingan KM UII ini, Muhtar berkata, “Ini dian ditukar dengan kampanye mimbar kita baru kepikiran. Mungkin nanti bisa FK. Hal tersebut berkenaan dengan kami pertimbangkan ke depan”. adanya kegiatan praktikum dari FK Sosialisasi terkait kampanye sendiri. mimbar pun hanya terbatas pada pos Kampanye ini sendiri terlihat ter yang ditempel di beberapa sudut sepi peminat, hanya segelintir orang kampus dan broadcast messages melayang menyaksikan orasi dari para calon lui Blackberry Messenger. Dari polling yang legislatif. Bertempat di depan kantor telah dibuat oleh Bidang Penelitian dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa FH, Pengembangan (Litbang) Keadilan dekampanye yang diberi waktu dari jam ngan tingkat kepercayaan 95%, seba09.00 sampai selesai ini dirasa tidak nyak 50% dari koresponden di FH UII • Syarif Nurhidayat, dosen FH UII, memberikan penjelasan mengenai Pemilwa saat diwawancarai Keadilan di kediamannya. (18/05).

Ina/Keadilan

Keadilan Post April 2014 | 2


N=1347

• Data Litbang LPM Keadilan *N: Jumlah mahasiswa aktif FH UII angkatan 2010-2012

merasa setuju jika dikatakan sosialisasi dari KPU mengenai Pemilwa masih kurang. Dan ada sekitar 20% mahasiswa merasa sangat setuju mengenai hal tersebut. Ketua Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) UII, Arbi Hadi Tama, juga merasakan kurangnya sosialisasi dari pihak KPU sendiri. “Pemilwa tahun ini menurut saya masih kurang jelas seperti apa. Karena kegiatannya pun, sosialisasinya pun hanya lewat poster, dan itu pun hanya kampanye-kampanye yang nggak jelas itu,” ucapnya. Polemik Persyaratan Pendaftaran Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada persyaratan calon legislatif, tidak ada persyaratan mengenai ambang batas Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan kelulusan Baca Tulis Al-Qur’an (BTAQ) maupun Orientasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI). Di tahun ini, beberapa persyaratan mulai lebih dirincikan. Ada sekitar 13 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon wakil mahasiswa. Padahal pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2013, terhitung hanya 11 persyaratan yang diajukan, dan pada tahun 2012 hanya 8 syarat saja. Sebuah kemajuan, namun masih menimbulkan pro dan kontra di beberapa bagian. Sistem persyaratan yang mencantumkan ambang batas IPK kemudian menjadi perdebatan diantara para calon legislatif dan KPU sendiri. Menurut KPU, awalnya syarat IPK ini dimaksudkan terkait masalah keintelektualan dan kapasitas mereka dalam melakukan fungsi DPM. Dan yang kedua adalah pandangan dari orang luar atau maha-

mahasiswa UII serta panitia belum siap terhadap sistem yang ada. Fuad juga membenarkan, bahwa terjadi perdebatan panjang antara DPM Universitas dan KPU mengenai beberapa syarat yang diajukan. Hanya saja, DPM Universitas tidak berhak mengintervensi tindakan KPU tersebut. Persyaratan merupakan mutlak dari KPU sendiri. Hal tersebut juga mendapat tentangan dari beberapa mahasiswa, ketika IPK dicantumkan sebagai syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh para pendaftar. Contohnya saja, Amir Ma’ruf atau yang sering disapa Aruf, Ketua Komunitas Mahasiswa Merdeka (Komaka). Dia menyatakan ketidaksetujuan dengan adanya batasan IPK tersebut. “Belum tentu orang yang memiliki IP tinggi berkompeten di bidangnya. Ya contohnya saja, banyak yang memiliki IP rendah pemikiran-pemikirannya luar biasa daripada mereka yang ‘duduk’ sekarang, itu sebuah kenyataan yang jelas terlihat,” ungkapnya.

siswa awam. Maksudnya adalah sebagai contoh untuk mahasiswa lain, karena DPM dianggap sebagai salah satu lembaga yang juga harus memberikan contoh baik tersebut. Maksud itu sepertinya tidak ditangkap baik oleh beberapa mahasiswa. Bahkan mahasiswa dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII menggugat persyaratan ambang batas Pemilwa di tengah partisipasi mahaIPK tersebut kepada KPU. Dari KPU siswa yang sepi Pemilihan Wakil Mahasiswa sendiri akhirnya membuat terobosan baru, bahwa IPK hanya dihitung seba- merupakan pesta demokrasi tertinggi KM UII yang melibatkan mahasiswa gai syarat kumulatif. Perlu diketahui, awalnya per- sebagai partisipan. Dalam Ketetapan Sisyaratan administratif untuk menjadi dang Umum ke XXXIII bagian Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa calon legislatif mencantumkan (PDKM) UII, Bab X Pasal 61, IPK sebagai salah satu syarat dituliskan bahwa Pemilwa mermutlaknya. Untuk program upakan pemilihan wakil-wakil studi sosial IPK minimal 3,00, mahasiswa, baik di tingkat unisedangkan untuk program versitas maupun fakultas. Bustudi eksakta dipatok minimal kan sebuah hal yang main-main 2,75. lagi ketika hal ini sudah dican Namun setelah ada • Arbi Hadi Tama tumkan di peraturan tersebut. gugatan tersebut, pada akhirnya KPU mengubah syarat IPK tersebut sebagai Menurut Syarif Nur Hidayat, dosen FH salah satu tambahan komponen peni- UII sekaligus tim penguji dalam ajang laian saja. Seperti yang dilansir oleh Pemilwa ini, tugas mahasiswa sebenarpemilwakmuii2014.blogspot.com, IPK han- nya bukan hanya untuk sekadar kuliah ya dihitung 15% dalam proses penilaian atau menimba ilmu tetapi juga membaitu. Sedangkan tes tertulis 35% dan tes ngun karakter. Terkait dengan tingkat partisiwawancara sebesar 50%. Akan tetapi, perubahan ini tidak disosialisasikan de- pasi mahasiswa dalam Pemilwa kali ini ngan baik, terbukti dengan masih ter- yang tidak jauh dari tahun sebelumnya, cantumnya syarat IPK tersebut di pos- Syarif mengatakan bahwa keapatisan mahasiswa sudah merupakan hal yang ter-poster pendaftaran. Terkait masalah persyaratan wajar, jika dilihat dari orientasi maIPK, Ketua DPM Universitas, Fuad Al- hasiswa yang sudah praktis. “Datang habsyi, pun menyatakan bahwa ketika kuliah, selesai pulang, kalau ada acara ya syarat IPK yang dimaksudkan berben- sekadar mengikuti rame-rame, nggak ikut turan dengan kenyataan bahwa pen- bertanggungjawab, terus pulang. Jarang daftar mundur akibat hal itu, artinya kemudian ada yang mewakafkan diri un-

Keadilan Post April 2014 | 3


adalah tempat untuk menyalurkan suara dan aspirasi mahasiswa, akan tetapi minat mahasiswa untuk mengawasi dan masuk ke dalamnya masih rendah. “Kalau saya rasa mahasiswa di era za-

tuk berepot-repot ria,” ujarnya. Dalam Pemilwa 2014 ini, minat mahasiswa dalam mencalonkan diri sebagai calon legislatif pun dipertanyakan. Dari persentase polling ini, 90% mahasiswa sampel mengaku telah mengetahui adanya Pemilwa, namun ironisnya hanya 14% dari mereka yang berkeinginan untuk mencalonkan diri. Sedangkan sisanya memilih untuk tidak mencalonkan dirinya dalam perwakilan mahasiswa. Padahal Pemilwa sendiri merupakan ajang untuk memilih wakil mahasiswa di tingkat universitas maupun fakultas, dan wakil mahasiswa tersebut-lah yang akan menjadi penampung aspirasi dari mahasiswa sendiri. Dan dari seluruh mahasiswa yang tidak berkeinginan untuk mencalonkan diri, 62% dari mereka beralasan tidak berminat menjadi calon legislatif. Bahkan 10% dari mahasiswa sampel mengaku tidak tahu akan adanya pemilwa. Sebuah hal yang sangat memprihatinkan. Hajatan besar KM UII yang notabenenya untuk kepentingan mahasiswa, bahkan tidak diketahui oleh mahasiswa itu sendiri. Owi berpendapat, fenomena keapatisan yang ‘menggerogoti’ kampus kita dalam setiap Pemilwa merupakan dampak dari kekecewaan mahasiswa terhadap sistem yang ada. Mahasiswa sudah tidak peduli lagi, siapa yang akan duduk di kursi kepemimpinan, karena dari segi perubahan pun tidak terjadi perubahan secara signifikan untuk kampus dan kebijakannya. Sama halnya dengan Owi, Aruf pun menyatakan bahwa keapatisan mahasiswa yang terjadi merupakan bentuk mosi tidak percaya kepada pemimpin, dalam hal ini DPM. Dari tahun ke tahun mahasiswa yang terlibat dalam Pemilwa ini memang masih jauh dari harapan. Padahal DPM

N=1347

*N: Jumlah mahasiswa aktif FH UII angkatan 2010-2012

Arbi. Dia juga mengatakan bahwa memang sistem politik di FH sendiri khususnya terlalu praktis dan tidak menonjolkan program yang baik, itu yang menyebabkan mahasiswa jadi terlihat apatis. Masnur Marzuki selaku dosen FH UII menyatakan, bahwa salah satu pendorong partisipasi mahasiswa adalah belum N=1347 berubahnya sistem Pemilwa UII. “Tradisi Pemilwa kita masih belum mengalami perbaharuan. Kita masih *N: Jumlah mahasiswa aktif FH UII angkatan 2010-2012 • Data Litbang LPM Keadilan sangat mengcopyman sekarang itu belum merasakan paste pola pemerintahan yang dulu di zalapar, dalam arti pergerakan tadi. Kita man orde baru gitu. Jadi, ada mandataris kembali lagi pada sejarah tahun 1998 di- DPM,” ungkapnya. mana mahasiswa saat itu menjadi tong- Menurut Masnur, pola-pola gak sejarah untuk reformasi,” ujar Owi seperti ini sudah ditinggalkan oleh ketika disinggung mengenai pemaha- kampus-kampus lain. Contohnya saja man mahasiswa terhadap pergerakkan. di Universitas Gadjah Mada yang suDia juga menambahkan bahwa pada dah memakai sistem partai dan Pemilwa saat ini mahasiswa belum tahu siapa mu- Raya yang melibatkan seluruh mahasuh dan kawan mahasiswa sebenarnya. siswa. Selain itu, menurutnya pragma Menurut Syarif, keapatisan ma- tisme pendidikan Indonesia juga menhasiswa bisa terjadi karena tidak adanya ciptakan mahasiswa-mahasiswa yang manajemen konflik yang baik dalam hanya berpikiran untuk mendapat gelar sebuah lembaga. Dia juga menambah- sarjana saja. kan, bahwa pemimpin-pemimpin lem- Dia menambahkan, bahwa baga atau organisasi saat ini belum bisa yang menjadi penyebab utama yaitu menciptakan sebuah dinamika yang bisa masalah pemahaman mahasiswa akan menumbuhkan minat dan ketertarikan pragmatisme pendidikan. Mereka hanya dalam berorganisasi. berpikir kuliah hanyalah mengejar gelar Keapatisan dari mahasiswa ter- sarjana saja. “Padahal kuliah itu bukan hadap Pemilwa ini pun disinyalir karena hanya di bangku kuliah, bahkan ilmu kebosanan mahasiswa terhadap suasana banyak kita dapatkan kan justru di luar pergerakkan kampus kita yang didomi- kampus,” imbuh Masnur. nasi oleh salah satu organ ekstra saja. “Mereka (mahasiswa awam) melihat organ ekstra itu terlalu dominasi terhadap suatu lembaga, jadi mahasiswamahasiswa di luar sana yang tidak ada Reportase bersama: Ina Rachma N., Faluthi F., Siska Novista, Danar M. Satyagama, kaitannya dengan Nuranisyah, Meila Nurul F., dan Adhika lembaga tersebut Rahmanto. atau organ ekstra tersebut, ya dia akan canggung untuk masuk, untuk ikut campur dalam KM Data Litbang LPM Keadilan UII itu sendiri,” ujar

Keadilan Post April 2014 | 4


LIPUTAN

‘Tongkat Estafet’ UII Bermasalah Terdapat hal janggal dari pergantian tampuk pimpinan yang diselenggarakan UII. Acara ini seharusnya telah berakhir di awal April kemarin. Tetapi kenyataannya ditunda bahkan diulang. Lalu siapa yang harus bertanggungjawab? Oleh: Fajrul Umam A.R. • Aturan tentang Tata cara pemilihan rektor dan wakil rektor UII yang dikeluarkan oleh yayasan badan wakaf

Putri/Keadilan

Yogyakarta-Keadilan. Universitas Islam Indonesia (UII) semestinya telah memiliki seorang pemimpin baru pada Selasa (1/04). Pemimpin baru ini seharusnya mendapatkan tongkat estafet dari kepemimpinan sebelumnya yang dipegang oleh Edy Suwandi Hamid. Namun, pada kenyataannya acara besar universitas yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini tidak terlaksana. Berdasarkan fakta di lapangan, tidak terlaksananya pengangkatan rektor baru ini dikarenakan terdapat permasalahan pada diri rektor terpilih. Dapat dilihat dalam konsideran Peraturan Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia Nomor 01 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia Periode 2014-2018. Di sana disebutkan bahwa untuk melaksanakan pemilihan ulang Rektor dan Wakil Rektor UII periode 2014-2018, telah dikeluarkan Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII No. 01/ KPTS/IV/2014 tentang Pemilihan Ulang Rektor dan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia Periode 20142018. Mengenai mekanisme dari pemilihan Rektor dan Wakil Rektor

UII, Abdul Jamil atau biasa disapa Jamil selaku Ketua Panitia Pemilihan mengemukakan, jika syarat-syarat yang telah ditentukan di dalam Pasal 7 Peraturan Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII Nomor 03 Tahun 2009 harus terpenuhi. Selain itu, bakal calon juga akan dimintai persetujuannya untuk menjadi calon tetap rektor dan wakil rektor. Jamil juga menjelaskan, bahwa terdapat 56 orang bakal calon yang telah memenuhi syarat pada pemilihan rektor dan wakil rektor pertama, sebelum diadakan pemilihan ulang. Tetapi yang bersedia untuk menjadi calon hanya delapan orang. Selanjutnya dilakukan pemungutan suara oleh panitia pemilihan untuk mencari lima orang yang dianggap terbaik menurut hasil rekapitulasi suara. “Karena di dalam peraturan badan wakaf mengenai pemilihan rektor, di sana dikatakan bahwa panitia itu menyeleksi menjadi lima orang. Lima orang tadi kemudian diajukan kepada Senat,” paparnya. Lalu, hasil pemilihan senat universitas tersebut kemudian diajukan kepada Yayasan Badan Wakaf UII untuk mencari satu orang yang kemudian ditetapkan menjadi rektor terpilih. Selain Jamil, Fuad Alhabsyi selaku Ketua Dewan Permusyawaratan

Mahasiswa (DPM) UII yang juga termasuk dalam Tim Monitoring, menjelaskan meka-nisme pemilihan rektor dan wakil rektor ini. Menurut Fuad, pihak-pihak yang berwenang atau mempunyai hak pilih atas rektor dan wakil rektor, antara lain para karyawan yang bekerja di UII, do-sen, dan perwakilan dari lembaga-lembaga mahasiswa seperti DPM, Lembaga Eksekutif Mahasiswa, dan Lembaga-Lembaga Khusus UII. Terkait dengan permasalahan di atas, Syahwidad Syahrudin Fahmi Marbun juga akrab disapa Marbun, angkat bicara. Menurutnya proses pemilihan Rektor dan Wakil Rektor UII berjalan lancar dan tidak ada cacat. “Kalau perhitungannya cacat, baru kita adakan perhitungan ulang. Kalau pemilihannya cacat baru dilakukan pemilihan ulang. Ini kan ndak, semuanya bagus,” ungkapnya. Selanjutnya yang menjadi permasalahan menurut Marbun yaitu ketika calon rektor yang bermasalah, kenapa harus dilakukan pemilihan ulang. Saat diketahui calon pertama bermasalah, pihak yayasan langsung mendiskualifikasi dan kemudian digantikan dengan calon kedua. Tetapi calon kedua pun ternyata bermasalah dan akhirnya didiskualifikasi juga. Namun dalam hal ini terdapat kejanggalan, calon ketiga tidak diajukan, melainkan langsung diadakan pemilihan ulang. Marbun juga mengatakan, bahwa pemilihan rektor dan wakil rektor ini akan menjadi sia-sia belaka. Semua yang dikerjakan oleh panitia pemilihan dan senat universitas juga tidak ada ar-tinya. Sebab, semua yang telah dilakukan oleh panitia pemilihan dan senat universitas akan berakhir di tangan yayasan badan wakaf. Kemudian yayasan badan wakaf-lah yang berwenang penuh atas siapa yang berhak menjadi Rektor dan Wakil Rektor UII. “Suara yayasan adalah suara Tuhan,” tambahnya.

Keadilan Post April 2014 | 5


Berkaitan dengan bentuk pe- tidak langsung diamini oleh yayasan ngawasan, Marbun selaku perwakilan badan wakaf itu sendiri. Endro Kudari senat fakultas tidak mengetahui moro selaku Sekretaris Badan Wakaf akan hal ini. Menurutnya, hal tersebut UII mengatakan, jika pengawasan telah merupakan wewenang dari senat univer- dilakukan oleh panitia pemilihan. “Lah, sitas. Tetapi, seharusnya hal seperti ini kan sudah dikontrol terlebih dahulu dari tidak akan terjadi jika telah ada penga- Panitia Pilrek (Pemilihan Rektor). Nah, wasan terhadap jalannya proses pemili- panitia inilah yang mencoba melakukan identifikasi terhadap calon mengenai han rektor dan wakil rektor ini. Panitia Pemilihan Rektor persyaratan-persyaratan,” katanya. dan Wakil Rektor langsung dibentuk Menurut Endro, wewenang oleh Yayasan Badan Wakaf dari yayasan badan wakaf itu hanyalah mencari satu dari tiga UII melalui Surat Keputucalon terpilih hasil dari pemilisan. Oleh karena itu, secara han di tingkat senat. Jadi senat otomatis panitia pemilihan memilih tiga dari lima orang bertanggung jawab kepada yang diajukan oleh panitia peyayasan badan wakaf. Kemumilihan kepadanya. Selanjutnya dian menurut Jamil, yayasan diserahkan ke yayasan. juga mempunyai wewenang Dia juga menegaskan, terpepengawasan. Untuk menjalannuhi atau tidaknya syarat materikan kewenangannya tersebut, • Ni’matul Huda il dan syarat formil dari seorang maka terdapat tim pengarah yang terdiri dari dua unsur, yaitu dari calon rektor dan wakil rektor terganYayasan Badan Wakaf yang diwakili tung penilaian dari para pemilih. Menuoleh Mustaqim dan pihak rektorat yang rutnya, pemilih telah dianggap tahu kriteria orang yang akan dipilih. Adapun diwakili oleh Nandang Sutrisno. Dalam perjalanannya, terjadi syarat atau ketentuan-ketentuan untuk pergantian struktur di dalam diri Tim mengajukan diri menjadi calon rektor Pengarah. Posisi Nandang digantikan dan wakil rektor UII, tertuang di dalam oleh wakil rektor (Warek) II yaitu Neni Pasal 7 Peraturan Pengurus Yayasan Meidawati. Pergantian struktur ini terja- Badan Wakaf Universitas Islam Indodi disebabkan oleh Nandang yang men- nesia Nomor 03 Tahun 2009 tentang calonkan diri sebagai bakal calon rektor. Tata Cara Pemilihan Rektor Dan Wakil Pergantian struktur Tim Pe- Rektor Universitas Islam Indonesia. Kemudian Endro juga mengarah ternyata memberi dampak yang besar kepada panitia pemilihan. Ber- ngatakan bahwa syarat-syarat yang telah dasarkan pengakuan dari Jamil, penga- tertera tadi tidak ada kaitannya dengan wasan yang dilakukan oleh tim penga- kasus yang sedang beredar. Menurutnya rah kepada panitia pemilihan rektor dan dari awal pemilihan tidak ada perwakil rektor tidak maksimal. Seharus- masalahan apapun dengan oknum yang nya tim pengarah yang aktif mengawasi, bersangkutan. “Ndak ada isu apa-apa. akan tetapi realitanya panitia pemilihan Jadi ya mulus-mulus saja, di awal-awal yang aktif melapor. “Ketika Tim Pe- itu,” ujarnya. Pihak badan wakaf juga ngarah dari rektor masih di pegang Pak tidak merasa kecolongan akan semua Nandang, masih aktif. Ketika posisi Pak hal yang terjadi. Mereka beranggapan Nandang digantikan dengan wakil rek- bahwa pihaknya telah melakukan hal tor II, Tim Pengarah tidak aktif,” ung- yang benar dan sesuai peraturan yang berkap Jamil. Kemudian Jamil juga menu- laku. Di tengahturkan jika anggota Tim Pengarah juga sering tidak datang rapat. Menurut dia, tengah pemilihan juga Warek II hanya dua kali hadir rapat terdapat pembentuterkait pemilihan rektor dan wakil rek- kan sebuah Tim Pentor, itupun ketika rapat di Cik Ditiro, cari Fakta. Tim bentuWarek II tidak sampai selesai mengikuti kan senat universitas rapat. “Pak Mustaqim (Tim Pengarah ini mempunyai tugas dari unsur badan wakaf) sendiri juga se- untuk melacak kebenaran isu dana bearing tidak datang,” Jamil menjelaskan. Pernyataan Jamil tadi secara siswa, yang dilakukan Putri/Keadilan

oknum calon Rektor dan Wakil Rektor UII. Terkait dengan kinerja Tim Pencari Fakta, badan wakaf mengaku tidak mengetahui apa-apa. Sedangkan pada saat Keadilan berusaha menghubungi melalui pesan singkat, telepon dan tatap muka, Ery Arifuddin selaku Ketua Tim Pencari Fakta menolak untuk diwawancarai. Sebagai ahli Tata Negara yang sekaligus dosen Fakultas Hukum UII, Ni’matul Huda memberikan saran terkait masalah yang terjadi ini, yaitu dilakukannya uji publik sebagai ‘saringan’ untuk memilih Rektor dan Wakil Rektor UII. Selain itu juga harus dibentuk tim investigasi guna mengenali karakteristik dan cara berkehidupan mereka yang akan mencalonkan diri sebagai calon rektor dan wakil rektor. Uji publik dan tim investigasi ini berguna untuk memilih rektor dan wakil rektor yang bersih. Menurut Ni’matul, pihak yang harus mengubah peraturan tersebut adalah Yayasan Badan Wakaf UII. Ni’matul juga tidak mempersalahkan batasan waktu yang digunakan untuk melakukan uji materiil ini. Dia menegaskan juga bahwa uji materiil ini guna meminimalisir akan terulangnya kejadian yang serupa di kemudian hari. “Ketika uji publiknya (sedang dilaksanakan) ternyata ada masyarakat atau katakanlah UII, ada mahasiswa, dosen, atau keluarga yang keberatan dia mencalon dapat mengirimkan surat pada panitia, nanti panitia mengklarifikasi dengan yang bersangkutan,” pungkasnya.

Reportase bersama : Ausy Nurbani D., Putri Prayoga., Rendu Saadan T., dan Ida Elsha N.

• Endro Kumoro, sebagai salah satu pengurus Yayasan Badan Wakaf UII menjelaskan pemilihan rektor yang sempat mengalami pengulangan (19/05).

Keadilan Post April 2014 | 6


LIPUTAN

Kampus Bungkam, Kebenaran Terpendam Tim Pencari Fakta telah memperoleh titik penyelesaian. Bagai buah simalakama, antara nama baik UII dan penegakan hukum dipertaruhkan. Efektivitas penerapan sanksi secara internal pun dipertanyakan. Apakah akan tercipta pengawasan secara optimal tanpa adanya keterbukaan? Oleh: Sekar Santi Nastiti

Yogyakarta-Keadilan. Pemilihan Rektor yang menjadi hajatan terbesar selama empat tahun sekali bagi civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) mengalami kejanggalan. Pasalnya, Hadri Kusuma yang telah ditetapkan menjadi rektor terpilih pada tanggal (28/02) berdasarkan Surat Keputusan Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor UII Nomor 06/KPTS/II/2014, seharusnya mulai menjabat sebagai rektor mulai tanggal (01/4). Namun, keberadaan Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII Nomor 04/SK-PYBW/ Satker/V/2014 seakan menganulir keterpilihan Hadri sebagai rektor terpilih periode 2014-2018 dan mengakibatkan adanya pemilihan ulang rektor. Pemilihan ulang ini dilaksanakan bukan tanpa alasan. Muhammad Agvian Megantara atau yang kerap disapa Mega sebagai Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum (DPM FH UII) mengungkapkan, bahwa sebelum ditetapkannya rektor terpilih, terdapat isu bahwa beberapa calon rektor terindikasi kasus korupsi. Pada dasarnya, telah dibentuk Tim Monitoring yang bertujuan agar mahasiswa aktif dalam mengawasi jalannya pemilihan rektor. Tim ini dibuat oleh Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) dengan satu perwakilan dari tiap fakultas. Mega yang bertindak sebagai tim pengawas dari FH UII menyatakan, bahwa setelah terdengar kejanggalan dalam pemilihan rektor pertama, DPM U segera mengumpulkan DPM seluruh fakultas untuk melakukan investigasi di masing-masing fakultas. Mega segera mengirimkan surat kepada pihak dekan FH UII untuk mengadakan audiensi terkait beasiswa, kemudian pihak dekanat menyambut baik permohonan audiensi tersebut. Kemudian pada tanggal (26/5), Keluarga Mahasiswa UII menggelar aksi untuk meminta hasil investigasi Tim

Pencari Fakta serta kejelasan mengenai kesalahan pengelolaan beasiswa unggulan. Mega menyatakan bahwa setelah aksi, dilaksanakan rapat senat universitas. Namun tidak ada lagi koordinasi antara dirinya sebagai DPM Fakultas sekaligus tim pengontrol dengan DPM U. “Selesai dari aksi itu tidak ada sama sekali, dan kami percayakan pada DPM U, karena ini memang ranah mereka,” ungkapnya. Akan tetapi, Fuad Alhabsyi selaku Ketua DPM UII menuturkan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti alasan pemilihan Hadri sebagai rektor terpilih. Karena, menurutnya hal tersebut merupakan wewenang badan wakaf untuk memilih dengan melihat visi misi calon tersebut. “Jadi mungkin itu pertimbangan badan wakaf untuk menentukan,” tuturnya. Ketika diklarifikasi perihal dugaan penyelewengan beasiswa unggulan, Bachnas selaku Wakil Rektor III UII periode 2010-2014 mengatakan bahwa hal ini terkait dengan Beasiswa Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).

Menurut Bachnas, beasiswa ini bersifat mandiri, artinya fakultas membuat proposal untuk mengajukan beasiswa tersebut tanpa melalui universitas. Bachnas telah mengingatkan agar beasiswa tersebut dikelola oleh pihak universitas. Namun, pihak fakultas menolak dengan alasan upaya pengajuan proposal dilakukan oleh fakultas, sehingga seharusnya fakultas yang melakukan pengelolaan. Selaku mahasiswa FH UII angkatan 2011, Nabhani Yustisi yang memperoleh beasiswa unggulan menyatakan, bahwa beasiswa yang seharusnya turun dua kali setiap semester belum kembali turun sejak adanya isu penyelewengan tersebut. Nabhani berharap, keberadaan Tim Pencari Fakta dapat segera menyelesaikan kasus ini. “Jika memang sudah ada tim pencari data, monggo diberikan datanya supaya adanya kepastian. Ini kan permasalahan UII, bukan hanya kami yang menerima beasiswa,” ungkap Nabhani. Endro Kumoro selaku Sekretaris yayasan badan wakaf menyatakan bahwa Tim Pencari Fakta merupakan bentukan universitas. Sementara menurut Bachnas, pembentukan Tim Pencari

Keadilan Post April 2014 | 7


Fakta didasarkan pada isu pelaksanaan masi kepada publik. Berdasarkan Pasal pengelolaan beasiswa unggulan yang 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 menyimpang. Sehingga yayasan Tahun 2008 tentang Keterbukaan badan wakaf memanggil rekInformasi Publik, UII dapat ditor saat itu, yaitu Edy Suandi kualifikasikan sebagai badan Hamid untuk membentuk publik karena beberapa hal, suatu tim. yaitu merupakan penye Bachnas juga lenggara negara yang bermengungkapkan bahwa tujuan mencerdaskan keTim Pencari Fakta meruhidupan bangsa, mendapat pakan orang-orang pilihan sebagian atau seluruhnya yang ahli dalam bidangnya, uang dari Anggaran Penserta telah menjalankan tugas dapatan dan Belanja Daerah berdasarkan Standard Operasional dan/atau Anggaran Pendapatan • Nabhani Procedure (SOP). Hasil kinerja Tim dan Belanja Negara, serta meneriYustisi Pencari Fakta disampaikan kema sebagian atau seluruhnya dana pada senat universitas untuk dimintakan dari masyarakat melalui dana yang dibapertimbangan. Pertimbangan dari senat yarkan mahasiswa. terkait hasil tim akan dilaporkan kepada Anang menambahkan, di satu pihak yayasan. Kemudian, sikap selan- sisi seseorang boleh mempertanyakan jutnya akan ditentukan oleh yayasan keterbukaan informasi publik. Namun badan wakaf. di sisi lain, suatu badan publik diperbo Terkait hasil Tim Pencari Fak- lehkan untuk tidak memberikan inforta, tim Keadilan berusaha beberapa kali masi sepanjang itu merupakan rahasia. mencari kejelasan dari Ery Arifuddin Komisi informasi berperan untuk meselaku ketua Tim Pencari Fakta. Namun nentukan apakah informasi tersebut raketika ditemui seusai mengajar, Ery eng- hasia atau tidak. gan angkat bicara terkait kasus tersebut Hasanul juga menambahkan, dengan alasan informasi tim tersebut bahwa permasalahan ini menimbulkan sudah diputuskan selesai. Sehingga tidak beberapa akibat yang saling berkaitan. boleh dibuka kecuali terhadap yayasan. Diantaranya, pengulangan pemilihan Menurut Endro, pelaku pe- ulang rektor mengakibatkan pemilihnyalahgunaan dana beasiswa tersebut an dekan tiap fakultas mundur. Sehiakan dijatuhkan hukuman kedisiplinan, ngga dekan di setiap fakultas di UII berupa disiplin pegawai. Namun, dia menjadi pejabat sementara. Akibatnya, hanya menjelaskan secara umum ben- wisuda yang seharusnya dilaksanakan tuk-bentuk sanksi tersebut. “Peraturan pada tanggal (31/5) diundur hingga budisiplin pegawai ada macam-macam. lan Agustus. Pada akhirnya, integritas Sanksi berat itu ada macam-macam, UII menjadi buruk di mata mahasiswa. yang sedang yo macam-macam, yang “Kalau memang ini permasalahan yang ringan ya jenisnya macam-macam,” pa- benar-benar terjadi, aku melihatnya par Endro. bahwa UII ini terkesan buruk di mataku Mahasiswa FH UII angkatan • Bachnas 2013, Muhamad Hasanul Asy’ary mengsaat diwawancarai anggap bahwa persoalan ini seakan didi ruangannya tutup-tutupi dari pihak UII. Akibatnya, mengenai banyak isu beredar mengenai anggaran kasus beasiswa Dikti beasiswa yang dipertanyakan, karena (19/05). tidak ada kejelasan dari pihak kampus. “Bahkan yang banyak aku dengar itu dari omongan-omongan dari temanku dari berita-berita burung tapi itu tidak tahu benar atau salahnya, karena memang sengaja ditutupi soalnya,” terang Hasanul. Anang Zubaidy selaku Ketua Klinik Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa badan publik memiliki kewajiban untuk membuka infor-

jadinya. Karena penyelesaiannya tidak transparan,” papar Hasanul. Aunur Rahim Faqih yang menjabat sebagai dekan sementara FH UII per (01/5) lalu mengaku, bahwa dirinya tidak berhak untuk menandatangani ijazah mahasiswa. Dia menjelaskan bahwa masa jabatan Dekan FH UII telah berakhir sejak bulan April. Ketentuan yang mensyaratkan bahwa pemilihan dekan dilakukan setelah ada rektor terpilih, mengharuskan adanya pejabat sementara untuk menghindari kekosongan jabatan. Ni’matul Huda, yang menjabat sebagai dosen FH UII mengatakan bahwa masalah yang menyeret hampir seluruh fakultas di UII tersebut mencerminkan adanya ketidakberesan dalam sistem manajemen UII. Sebagai suatu birokrasi, seharusnya ada fungsi controlling dan coordinating antara pihak dekan dengan rektor. Ni’matul menganggap bahwa penyelesaian secara internal lebih efektif dibandingkan menyelesaikannya ke ranah pidana. Hal ini dikarenakan tidak hanya menyangkut nama baik seseorang, tetapi juga nama baik institusi. Menurutnya, penyelesaian ke ranah pidana tidak akan memberi manfaat yang besar bagi UII. Sanksi sosial akan memberi dampak yang lebih besar dibanding sanksi pidana. “UII dapat musibah kalo bahasa saya. Pemimpin yang dalam konteks amanah, itu kurang dan untungnya Allah mengingatkan. Katakanlah satu generasi pimpinan di universitas ini diingatkan calon rektor yang akan datang tidak boleh seperti itu, kan hikmah,” jelas Ni’matul. Senada dengan Ni’matul,

Benny/Keadilan

Keadilan Post April 2014 | 8


Bachnas juga lebih memilih penyelesaian secara internal. “Saya pribadi sedih, anggap ini sebuah kekhilafan yang sebaiknya nggak terjadi. Ibarat bapak sudah tahu anaknya nakal, tidak perlu diberitahu orang. Jadi mengapa hal ini harus disampaikan ke publik,” tutur Bachnas. Masnur Marzuki selaku dosen FH UII menyatakan bahwa setiap pembuat kebijakan harus mempertanggungjawabkan kebijakannya. Namun dalam konteks ini, pertanggungjawaban pejabat pembuat kebijakan tersebut bukan di hadapan hukum, namun terhadap civitas akademika. “Kalau saya lebih kepada ya sesuatu yang harus dibuka ya

harus dibuka. Suatu yang tidak pantas dibuka atau tidak layak dibuka ya jangan dibuka. Kita tidak mencari aib orang kok, kita dalam konteks menguak kebenaran,” tuturnya. Masnur menambahkan, kasus ini terkait dengan penegakan nilai akuntabilitas dan transparansi yang harus dilakukan oleh semua elemen kampus. Akuntabilitas bagi pejabat birokrasi kampus memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan jabatannya. Sementara transparansi kebijakan, keuangan, dan pengelolaan memerlukan adanya partisipasi dari semua pihak. “UII harus terbuka dalam konteks ini.

Lupakan semua itu tentang image bahwa kampus kita adalah kampus Islam. Karena kita juga harus menunjukkan ke publik bahwa kita adalah kampus yang menghormati prinsip-prinsip hukum,” tegas Masnur.

Reportase bersama: Dian Rachmaningsih, M. Zein Rahmatullah, Benny Trisdiyanto, Ranu Rahman Akhtar.

EDITORIAL

Pesta demokrasi bagi KM UII telah dimulai. Hajatan terbesar ini merupakan suksesi dari kepemimpinan DPM fakultas maupun universitas. Pemilwa dari tahun ke tahun selalu saja memiliki beberapa permasalahan sama dan polemik baru. Meskipun setiap tahunnya berganti kepemimpinan dalam struktur DPM dan KPU, serasa tidak ada evaluasi yang berarti, untuk memperbaiki penyelenggaraannya. Acara yang menelan biaya kurang lebih 29 juta rupiah ini serasa mubazir untuk diistimewakan. Mulai dari kurang minatnya mahasiswa untuk mendaftar sebagai calon DPM, yakni polemik yang muncul setiap tahun. Terbukti ketika itu sampai pada satu hari sebelum pelaksanaan hanya dua orang saja yang mendaftar, yakni tanggal (01/4) sampai dengan (17/4). Hal tersebut membuat waktu untuk pendaftaran diperpanjang sampai (22/4). Salah satu penyebabnya yakni mahasiswa belum mengerti akan peran dan fungsi DPM. Pada dasarnya, DPM merupakan wakil dari mahasiswa. Mereka nantinya yang memimpin dan menyuarakan aspirasi dari mahasiswa. Tetapi dengan melihat realita yang ada, apakah mahasiswa mau berkecimpung di dalamnya, apakah mereka hanya dapat mengeluh saja tanpa sekalian menyuarakannya kepada birokrasi. Lalu, kurangnya minat mahasiswa untuk mencalon, lantaran muncul mosi tidak percaya kepada DPM. Mereka kecewa, tidak percaya, dan tidak peduli lagi pada siapa yang akan memimpin mereka. Tidak ada perubahan yang signifikan bagi kampus dan kebijakan menjadi sebabnya. Ada juga ditengarai mahasiswa pada bosan akan pergerakan kampus, hanya didominasi satu organisasi saja. Tidak ada warna lain yang menghangatkan pergerakan kampus. Tapi bagaimana mau mengubah semua itu, ketika mahasiswanya berdiam diri. Lalu siapa yang mau merubah? Lantas ada pula mimbar yang sepi, ketika calon memaparkan visi dan misinya ketika nantinya terpilih. KPU yang notabene panita penyelenggara Pemilwa kurang mewanti-wanti pada para mahasiswa, bahwa diadakan Pemilwa. Memang, acara tersebut berbenturan dengan jam perkuliahan yakni pada pukul 09.00 sampai selesai. Akan tetapi, dapat dikatakan juga para calon legislatif ini tidak dapat merangkul mahasiswa, sehingga tidak ba-nyak dari mereka yang tertarik untuk ikut serta mempertanyakan visi dan misi para calon. Terkait aturan baru yang hadir mewarnai Pemilwa kali ini, yakni batas IPK 3,00 dirasa menuai banyak kontroversi. Memang dalam pembuatan aturan ini, diharapkan agar DPM nantinya akan dapat menjadi contoh yang baik bagi mahasiswa. Tapi apakah sebuah angka yang pasti dapat menjadi ukuran untuk mengetahui pemikiran seseorang untuk menjadi pemimpin? Sedangkan untuk penyelenggaraan Pemilwa masih saja bermasalah. Jatuh pada lubang yang sama. Seharusnya DPM dan KPU lebih mematangkan sistem dalam Pemilwa. Adakan evaluasi demi evaluasi guna memperbaiki kesalahan yang lalu-lalu. Bukan malah mengatakan baru kepikiran, tetapi berpikir jauh-jauh hari supaya dapat menanggulangi permasalahan. Sehingga tidak dirasa buang-buang anggaran.

Keadilan Post April 2014 | 9


FRAGMEN

Nilai Keterampilanku, Bukan Kekuranganku Mendung tak berarti hujan. Cacat fisik bukan-lah halangan. Semangat untuk tetap bertahan tak lekas padam oleh kenyataan tak menguntungkan. Yayasan Penyandang Cacat Mandiri yang menaungi Mandiri Craft seolah menjadi lilin penerang di tengah kegelapan. Di tempat ini para penyandang cacat mendapatkan perhatian. Mereka diperlakukan dengan normal dan diberi pelatihan keterampilan sehingga mampu bertahan di tengah ketidaksempurnaan. Aktivitas utama di Mandiri Craft yakni pelatihan dan penyediaan lapangan kerja bagi para penyandang cacat. Demi meningkatkan kepercayaan diri yang akan mereka bawa ke arah kemandirian sebenarnya. Memproduksi mainan anak-anak dari kayu mahoni untuk kemudian dipasarkan ke penjuru negeri. Bermacam latar belakang penyandang cacat tidak pernah menjadikan semangat mereka pudar. Justru dengan semua itu suasana saat jam kerja menghangat, bagai dekat dengan keluarga. Mereka semua disatukan dalam tujuan yang sama, yaitu mandiri. Harga yang dibanderol untuk setiap kerajinan tersebut bervariasi tergantung dari jenis produk. Untuk puzzle dihargai dengan harga 30 ribu sampai 50 ribu rupiah, sedangkan untuk hasil karya berbentuk mainan seharga 50 ribu sampai 100 ribu rupiah. Semua keuntungan yang diperoleh Mandiri Craft dari aktivitas produksi, sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum diffable. Problematika lapangan kerja untuk penyandang cacat, setidaknya terselesaikan jikalau mereka mempunyai keterampilan dan tersedianya ruang. Mereka berhak untuk mendapatkan hak selayaknya orang-orang normal pada umumnya.

1

2

3


4

6

5

7

1. Kerjasama -- Irkham 2. Judge My Ability Not My Disability -Irkham 3. Realisasi Gagasan -- Irkham 4. Konsentrasi Memotong Pola -Irkham 5. Mengoperasikan Mesin Bubut -Irkham 6. Membubut Pola -- Rini 7. Dipasarkan --Irkham

Narasi : Irkham Zamzuri Foto : Irkham Zamzuri dan Rini Winarsih Reportase bersama : Lutfani Husna N.


SEKITAR KITA

Menjadi ‘Asing’ di Rumah Sendiri

“Kau pribumi tulen, kan, Minke? Seorang Pribumi yang mendapat didikan Eropa. Bagus. Dan sudah begitu banyak kau ketahui tentang Eropa. Mungkin kau tak tahu banyak tentang negerimu sendiri. Barangkali? Bukan? Aku tak salah, kan?” -Miriam de la Croix- (Bumi Manusia).

Oleh: Sri Devi Annisa Fitri

Yogyakarta-Keadilan. Dalam rangka memperingati delapan tahun kepergian Pramoedya Ananta Toer, atau yang dikenal dengan nama Pram, Sabtu (17/5), Keluarga Mahasiswa Blora (KAMABA) Yogyakarta mengadakan diskusi publik yang bertemakan “Relevansi Pemikiran Pram Terhadap Kondisi Sosial Politik Saat Ini”. Acara ini digelar di gedung Teatrikal Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta. Mundur dari perkiraan awal, acara ini seharusnya dimulai pada pukul 08.00. Kelompok Hadroh Al-Fatah yang beranggotakan delapan orang membuka diskusi publik ini. Kelompok yang terdiri dari mahasiswa Blora di Yogyakarta ini langsung melantunkan lagu-lagu Islami. Meskipun acara ini gratis, namun antusias dari peserta terlihat kurang. Ini dapat diketahui pada pukul 08.30, jumlah peserta yang ada di ruangan masih kurang dari 20 orang. Padahal, berdasarkan informasi di pamflet, acara ini hanya dibatasi untuk 100 orang peserta. Salah satu peserta diskusi, Regina Purana Sophiarini, mahasiswa Manajemen Universitas Islam Indonesia angkatan 2012, menyayangkan hal tersebut. “Persiapannya mungkin lebih diperhatikan. Buat panitia, sebaiknya informasi lebih diperluas lagi,” ujarnya ketika ditemui Keadilan seusai acara. Setelah pelantunan ayat suci Al-Qur’an dari salah seorang anggota KAMABA, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan penyampaian beberapa sambutan. Pukul 09.15, barulah acara inti dimulai. Dua orang pembicara yaitu Hairus Salim (Direktur L-Kis) dan Agus Hernawan, M.A. (Author sekaligus Pramis), memulai materinya dengan ‘memantik’ para hadirin untuk berdiskusi. Agus sebagai pemateri pertama merasa prihatin dengan keadaan bangsa ini, terlebih ketika dia mengetahui jikalau Pram tidak dikenal di tempat yang ser-

Kausar/Keadilan • Diskusi publik peringatan delapan tahun kepergian Pramoedya Ananta Toer yang diselenggarakan oleh KAMABA Yogyakarta di UIN SUKA Yogyakarta (17/05).

ing ditulis olehnya, Blora. Padahal, menurutnya Pram adalah seorang sastrawan hebat yang telah dikenal di kancah internasional. Kemudian yang lebih membuatnya sangat kecewa adalah pejabat Kabupaten Blora tidak mengenal Pram dibandingkan seorang profesor lulusan Harvard University yang tahu banyak tentang Pram. Semua ini diketahuainya saat dia melakukan penelitian di daerah Blora. Sangat disayangkan, mengapa professor itu yang berada pada jarak ribuan kilometer dari Blora malah mengetahui Pram secara mendalam. Tetapi orang Blora sendiri, yang lahir dan besar di kota tersebut tidak mengenal sosok Pram. Hal seperti ini justru menimbulkan pertanyaan besar, seperti apa seorang Pram dikenal. Agus juga menjelaskan seperti yang sudah dituliskan oleh Pram dalam novel Bumi Manusia, dimana dalam novel pertama tetralogi Pulau Buru itu Pram menggambarkan seorang wanita bernama Nyai Ontosoroh. Awalnya, Minke—tokoh utama dalam novel Bumi Manusia—menggambarkan Ontosoroh sebagai seorang perempuan dengan kadar kesusilaan yang rendah.

Menurut Agus, seakan ada hal besar yang ingin Pram hadirkan, terutama tentang bagaimana Hindia Belanda waktu itu, yang awalnya hanya ingin mencari tempat kekayaan oleh VOC, kemudian berubah pada akhir abad ke-19 sebagai tempat bermukim wanita-wanita Eropa. Beruntungnya, wanita-wanita Eropa yang hendak masuk ke Hindia dibatasi, kecuali para pejabat tinggi. Nyai menjadi bagian dari sejarah kebudayaan. Hingga pada awal abad ke-20, istilah Nyai ini dihilangkan kecuali untuk para serdadu dan muncul istilah ‘anak kolong’. Nyai dalam hal ini menjadi ‘objek proyek’ dari pemerintah Hindia-Belanda agar wanita-wanita pribumi dihilangkan. Pemerintah kolonial mendefinisikan Nyai dalam citra yang negatif. Pribumi layaknya bakteri yang harus dibasmi, agar tidak adanya percampuran darah antara orang Eropa dengan Pribumi. Disini, pemerintah kolonial berhasil menggeser beberapa hal, tidak hanya ekonomi dan kebudayaan, namun juga ideologi. Bahkan pada saat itu, semua karya sastra yang terbit di ujung abad ke-19 dan pada awal abad ke-20, menghadirkan sosok Nyai sebagai perempuan

Keadilan Post April 2014 | 12


Ilustrasi Oleh: Ina/Keadilan

yang sangat buruk budinya. Pada saat itu, Nyai adalah perempuan yang suka ‘main serong’, suka mencuri harta tuannya, dan sering melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Sifat-sifat tersebut adalah definisi yang digambarkan oleh pemerintah Hindia Belanda tentang wanita pribumi pada masa itu. Hal tersebut ditolak mentahmentah oleh Pram. Sehingga dalam novel Bumi Manusia, penggambaran seorang Nyai Ontosoroh dibuat berbeda. Ontosoroh adalah seorang Nyai yang cerdas, selalu belajar secara otodidak, tidak menjadi ‘parasit’ bagi tuannya seperti yang digambarkan orang-orang selama ini. Ontosoroh dihadirkan sebagai seorang Mama yang bisa menjadi teladan. Dia menggambarkan seorang Nyai dari perspektifnya sendiri. Sehingga, kita bisa memahami dan ‘mengunyah’ sesuatu sesuai dengan pemikiran dan pemahaman kita sendiri. Jangan menurut pada subjektifitas dari orangorang di luar kita. Kita harus membongkar subjek citraan Pram selama ini dengan subjektifitas citraan Pram yang sesuai dengan pemikiran kita sendiri. Ketika kita tidak melakukannya, maka hanya akan ‘dijejali’ oleh definisi tentang Pram yang datang dari luar diri kita. Setelah moderator membacakan ringkasan pengantar diskusi yang telah disampaikan oleh Agus, kini giliran Hairus yang memberikan materi kedua pada diskusi ini. Berbeda dengan Agus yang membahas definisi tentang Pram dari novel Bumi Manusia, Hairus lebih merepresentasikan nilai-nilai dalam karya Pram, salah satunya melalui novel yang berjudul Arus Balik.

Hairus menggambarkan betapa hebatnya kekuatan Angkatan Laut Nusantara pada masa itu. Menurutnya, pada masa kejayaan Gajah Mada di Majapahit, Nusantara merupakan kesatuan maritim dan kerajaan laut terbesar diantara bangsa-bangsa beradab di bumi. Namun seiring perubahan zaman, ‘arus berbalik’. Bukan lagi dari Selatan ke Utara, tetapi sebaliknya. Sehingga perpecahan dan kekalahan demi kekalahan seakan terjadi secara beruntun di Jawa hingga saat ini. Hairus juga menceritakan keadaan karya-karya Pram pada masa Orde Baru (Orba). Saat itu, karya-karya Pram dilarang beredar dipasaran. Banyak mahasiswa dan kalangan-kalangan yang ditangkap karena mereka menjual serta mengedarkan buku-buku Pram. “Dahulu di perpustakaan UIN SUKA sendiri, ada salah satu buku Pram yang seolah menjadi ‘primadona’ karena buku tersebut menjadi buku yang paling sering dipinjam oleh mahasiswa. Namun sayang, suatu hari buku tersebut hilang dari peredaran, tidak boleh dipinjamkan lagi, bahkan menjadi salah satu buku terlarang,” tuturnya. Biasanya, orang-orang mengenal Pram dari tetraloginya, sehingga semua pembaca novel Pram mengenal tokoh yang bernama Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies Mellema. Selain itu, Hairus menyebutkan beberapa karya Pram yang lain diantaranya Bukan Pasar Malam. “Tidak semua karya Pram baik, namun beberapa memang ada yang baik,” ujarnya. Diakui, Pram adalah salah satu ‘raksasa’ dalam dunia sastra. Lewat karya-karyanya, baik se-

cara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar, dia telah menyentuh masyarakat Indonesia. Diskusi yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam ini, ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan berupa plakat dari perwakilan KAMABA kepada kedua pembicara. Namun, ada satu hal yang disayangkan dari penyelenggaraan acara ini, yaitu ketidakhadirannya adik kandung Pram, Soesilo Toer. “Bulan kemarin kami sudah konfirmasi, beliau sangat antusias. Namun dua minggu kemudian ternyata beliau masih sakit dan meminta kami untuk melihat perkembangan dari penyakitnya. Ketika kami tanyai lagi, ternyata beliau operasi,” ungkap Bahtiar Rizal Ainunnidhom selaku Ketua Umum KAMABA. Ada sedikit kekurangan dalam acara ini, peserta diskusi mengeluhkan adanya arah pembicaraan dalam diskusi yang melenceng dari tema awal. “Saat saya membaca temanya, kelihatannya lebih mengarah ke sosial politik, ya. Tetapi ketika saya ikuti diskusinya, malah seperti kelas membahas Pram,” tutur salah seorang peserta diskusi, Ahmad Salahuddin, mahasiswa angkatan 2012 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN SUKA Yogyakarta. Pihak panitia sendiri mengakui beberapa kekurangan tersebut. Belum maksimalnya publikasi dan kurangnya sumber daya manusia juga menjadi salah satu faktor. Acara serupa juga pernah diselenggarakan di Semarang. Untuk menghindari adanya kerusuhan, maka acara ini diadakan di lingkungan kampus. “Sebenarnya kemarin juga ada opsi di balaikota atau di dinas kebudayaan (Yogyakarta). Kebetulan di sana belum fix, yasudah kita di UIN SUKA,” tambah Bahtiar.

Reportase bersama: Kausar Wildantio A.

Keadilan Post April 2014 | 13


DIALOG

Memaknai Kembali Pemilihan Wakil Mahasiswa

P

Oleh: Yuniar Dwi Astuti

emilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) merupakan sebuah permulaan dari perpolitikan mahasiswa di Universitas Islam Indonesia (UII). Dengan tujuan untuk melanjutkan tongkat estafet kepengurusan perwakilan mahasiswa baik pada tingkat fakultas maupun universitas. Sebagai lembaga yang akan menampung aspirasi mahasiswa, maka hajatan Keluarga Mahasiswa (KM) UII yang diadakan setiap satu tahun sekali tersebut menjadi ajang yang akan menentukan bagaimana ‘nasib’ mahasiswa kedepannya. *Agus Fadilla Sandi Akan tetapi, ternyata pendaftaran untuk menjadi wakil dari para mahasiswa tersebut mengalami pengunduran jadwal. Yang semula dijadwalkan tanggal (1/04) sampai (17/04) diundur menjadi tanggal (22/04). Hal ini disebabkan kurangnya minat dari mahasiswa dalam pencalonan Pemilwa kali ini. Wakil Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM U) periode 2012-2013, Agus Fadilla Sandi memberikan tanggapannya mengenai Pemilwa kepada Keadilan. Bagaimana minat mahasiswa terhadap pencalonan legislatif ? Berbicara minat mahasiswa dalam Pemilwa, saat ini setidaknya mengalami peningkatan. Kalau dulu (periode 2011/2012) memang jumlah pendaftar tidak sampai sepuluh orang, sangat minim sekali. Kalau periode sebelumnya 2012-2013, dari jumlah pendaftar, jumlah sekarang ini tidak mengalami perubahan signifikan. Di FH UII berkisar sepuluh ke bawah. Menjadi kontras jika dibandingkan dengan fakultas lain. Seperti Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) kurang lebih dua belas orang. Sedangkan di FH dalam tiga tahun terakhir ini tidak sampai sepuluh. Pendaftaran sempat diundur karena digelombang pertama yang mendaftar hanya dua orang. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini? Bisa jadi dikarenakan sosialisasi yang kurang dan minat dari mahasiswa yang masih rendah. Hal ini juga terjadi di periode sebelumnya, ketika masa pendaftaran ada pengunduran, seolah jadi kegiatan musiman pengunduran itu. Apabila membandingkan antara Pemilwa yang sekarang dan dulu, apa perbedaan yang paling signifikan ? Secara prosedural, periode ini mengalami peningkatan ada proses kampanye melalui video. Tapi dari tingkat partisipasi pendukung dalam masa kampanye, itu tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Tetapi sepi saja saya lihat masa-masa kampanye. Tapi secara prosedural periode ini mengalami peningkatan dengan adanya video, itu memudahkan maha-

siswa untuk mengakses calon-calon secara digital. Caleg Pemilwa dulu pada angkatan Anda kualitasnya seperti apa? Berbicara soal kualitas, kita lihat dari hasil kerja. Mengukur hasil kerja sebenarnya bisa didapatkan ketika DPM melakukan hearing. Mahasiswa jadi mengerti tentang apa yang dikerjakan DPM. Kalau saya secara pribadi menilai kualitas, maka saya tidak bisa memberikan kualitas dengan bilangan tertentu. Karena setiap periode mempunyai diDevi/Keadillan namika yang berbeda, dan program kerjanya juga berbeda. Sehingga kualitas itu sifatnya sangat kontekstual menyesuaikan dinamika kampus saat itu. Misalnya waktu periode saya, 2011-2012 isu yang sangat hangat adalah remediasi karena itu awal pemberlakuan remediasi. Dari pihak kampus membuat kebijakan dengan syarat 75%, karena itu akhirnya kita dari DPM memfasilitasi mahasiswa untuk mediasi ke dekanat dan prodi. Akhirnya berhasil untuk remediasi pertama dengan nol persensi, dan bisa mengambil mata kuliah yang lama (bebas memilih mata kuliah semester yang pernah ditempuh). Namun itu hanya satu semester berlaku. Semester selanjutnya sampai ke periode DPM selanjutnya itu sudah tidak berlaku. Bahkan sampai saat ini justru remediasi itu sudah tidak bisa mengambil mata kuliah sebelumnya dan juga diberlakukan ketat 75%. Itu menunjukkan bahwa memang setiap periode DPM itu mengalami dinamika kampus yang berbeda. Bagaimana menurut Anda dengan adanya penempelan poster sebagai sarana kampanye? Saya cukup prihatin melihat kondisi perpolitikan mahasiswa tidak jauh berbeda dengan perpolitikan nasional. Menempel poster-poster, untung tidak ada baliho. Karena zaman saya dulu ada yang pakai baliho besar yang perlu diperhatikan adalah mahasiswa itu tidak butuh wajah, mereka butuh figur. Figur tidak bisa dibeli dengan tampilan foto. Figur bisa dibeli dengan interaksi. Misalnya seorang caleg ngobrol dengan mahasiswa, dan melihat ada foto orang itu, kita pasti memilih orang yang kita pernah interaksi langsung dari pada foto yang tidak pernah kita interaksi. Sehingga menjadi penting satu dukungan orang yang tulus itu lebih berarti dari pada seribu poster yang ditempel. Bagi saya itu mengganggu. Idealnya para caleg melakukan kampanye seperti apa? Seharusnya para caleg itu semakin cerdas. Bukan menampilkan foto-foto tapi bagaimana menghadirkan dirinya di berbagai kalangan. Bagaimana kita mau pilih jika tidak kenal. Mereka yang akan mewakili aspirasi mahasiswa, tapi tidak tahu aspirasi mahasiswa yang sesungguhnya. Kita perlu budayakan penyelenggaraan diskusi agar mahasiswa mengerti sistem per-

Keadilan Post April 2014 | 14


politikan yang sehat itu seperti apa. Bagaimana menjadi pemimpin politik yang baik seperti apa. Bagaimana tanggapan Anda mengenai adanya dominasi organ ekstra di dalam Pemilwa yang berimbas pada minat mahasiswa? Jika alasan kita tidak mendaftar di DPM karena didominasi oleh warna tertentu, pertanyaannya kenapa kita tidak mendaftar untuk memberikan warna baru? DPM dikuasai warna merah misalnya, kita warna putih, kalau kita ingin berwarna ya kita daftar. Kalau kita tidak daftar ya itu tetap dikatakan dominasi. Jadi supaya tidak didominasi kita harus mendaftar. Kedua, jika kita rasa DPM saat ini tidak mampu berbuat apaapa untuk mahasiswa, kita yang mau berbuat ya harus daftar. Supaya bisa berbuat. Jadi seringkali kita mengeluhkan sesuatu tapi kita biarkan. Seharusnya kita lihat itu buruk, kita hadir di sana kita rubah. Bukan mengeluhkannya, itu sama sekali tidak menjadi solusi. Jumlah mahasiwa FH UII sampai saat ini mencapai tiga ribuan, sedangkan yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi legislatif terpilih hanya delapan puluhan, tidak sampai seratus. Sekarang berpikirnya begini, apakah semua mahasiswa bagian dari salah satu warna dominasi? Tidak. Masih banyak mahasiwa yang tidak tergolong ke warna apapun. Intinya bukan di masalah pendukung, tapi figur yang ingin mendaftar.

Pengalaman saya, walaupun saya berasal dari organ ekstra tertentu, tapi saya mendaftar tidak secara resmi didelegasikan oleh organ ekstra. Tapi pemilih saya juga banyak dari organ ekstra tersebut. Dan juga banyak dari teman-teman saya. Sama sekali saya tidak kampanye, sama sekali saya tidak menempel posterposter. Tapi perolehan di FH saya menjadi tingkat pertama teratas. Itu bukan karena masalah kekurangan pendukung, tapi bagaimana kita para caleg harus menampilkan figur yang baik, sehingga orang mempunyai ketertarikan. Harapan kedepan soal Pemilwa? Pertama kita harus membuang rasa pesimis terhadap dinamika politik. Kita harus merubah nuansa politik itu dengan memberanikan dan mendukung orang-orang baik yang ada. Kemudian jika kita pikirkan, DPM itu puncak dari Keluarga Mahasiswa FH UII. Siapa sih orang-orang yang kita inginkan bisa memimpin keluarga kita? Orang yang berpengalaman, orang yang memiliki track record yang bagus. Siapa lagi yang mengurus keluarga kita kalau bukan anggota keluarga. Harapan saya bagaimana kita merubah mindset terhadap politik, lalu budayakan untuk mendukung orang baik yang berada dalam dunia politik. Reportase bersama: Devi Triana

RESENSI

Secercah Harapan dalam Puing-puing Kemiskinan “Jika Anda terkena sakit kepala, Solusinya bukan memenggal kepala!” ucap BSE selaku pengelola Sekolah Swasta Ken Ade, di antara dinding-dinding kantor yang sempit di kota ‘gubuk’. Oleh: Gandar Mahojwala Paripurno

Judul: Sekolah Untuk Kaum Miskin – Pelajaran Menakjubkan dari Masyarakat Paling Miskin di Dunia Penulis: James Tooley Penerbit: PT Pustaka Alvabet Tahun: 2013 Tebal: 476 Halaman ISBN: 978-602-9193-27-5

D

engan murka dia teriakkan keluhan tentang kebijakan pemerintah Nigeria yang akan menutup sekolah-sekolah swasta untuk orang miskin, termasuk Sekolah Swasta Ken Ade yang telah dia kelola selama sepuluh tahun lebih. James Tooley tetap mendengarkan keluhan Bawo Sabo Elieu Ayeseminikan (BSE) selaku pen-

gelola Sekolah Swasta Ken Ade, tentang sekolah-sekolah swasta miskin yang dinaungi masalah, diantara dinding-dinding kantor yang sempit di kota ‘gubuk’. Penutupan tersebut diawali dari tuntutan Association of Proprietors of Private School (APPS), sebuah federasi sekolah swasta elit yang menuntut pemerintah untuk menutup sekolah-sekolah swasta miskin termasuk milik BSE, dikarenakan memiliki kualitas rendah. BSE memang bukan seorang wiraswasta murni, namun lebih pada sisi seorang dermawan. BSE berpikir bahwa menghapuskan sekolah miskin bukanlah jalan keluar. Beruntung, masih banyak BSE lain diberbagai negara berkembang dan melahirkan sekolah swasta untuk orang miskin. Anekdot tersebut berasal dari suatu sudut di Nigeria, yaitu Lagos– sebuah negara bagian. Pemandangan kumuh dari gubuk-gubuk yang terbuat dari kayu dan potongan-potongan papan yang terbenam ke dalam air hitam

menghiasi kota-kota sub-urban. Jalan aspal yang berlubang, dihiasi sampah dan kotoran manusia, adalah jalan yang harus ditempuh Tooley untuk memenuhi data penelitian, baik di Lagos, Hyderabad, Ga, Mahbubnagar, maupun Delhi. Di dalam bercak-bercak noda pojok-pojok kota ini, berdirilah sekolah-sekolah swasta miskin sebagai simbol kepedulian terhadap pendidikan masyarakat proletar. Hal tersebutlah yang menjadi obyek Profesor bidang kebijakan pendidikan ini, yaitu kehadiran pendidikan swasta dalam masyarakat bawah di pemukiman miskin. Perjalanan Tooley yang berentet ke banyak negara tidak terkonsep. Awalnya, dia hanya seorang mahasiswa strata tiga yang menerima tugas dari Lembaga Keuangan Internasional Bank Dunia. Dia ditugaskan untuk melakukan penelitian terhadap sekolah-sekolah swasta di beberapa negara berkembang. Berawal dari suatu kota di India, Hyderabad, dia menemukan realita sosial

Keadilan Post April 2014 | 15


2010, mengalahkan 6 finalis lainnya dalam bidang penelitian. Terdapat tiga hal fenomena yang dapat disorot dalam buku ini. Pertama, keikhlasan wiraswasta pendidikan untuk orang miskin, yang mengabaikan uang demi pendidiIlustrasi Oleh: Gandar/Keadilan kan dan pengabdian yang menimbulkan rasa penasaran yang sosial yang nyata pada masyarakat mislebih dalam. “Apakah ada sekolah swas- kin, memungut bayaran kecil dari murid, ta untuk kaum miskin di negara lain?” dan bahkan tidak dibayar alias memberi pikirnya dalam benak. pendidikan gratis. Dari berbagai sekolah Rasa ingin tahu tersebutlah swasta miskin di berbagai negara tidak yang membuat Tooley berusaha men- mematok biaya yang pasti, jika mereka cari dana dari lembaga-lembaga na- mampu membayar maka mereka boleh sional maupun Non Governmental Or- membayar, jika tidak maka sekolah ganization (NGO), untuk membiayai akan menggratiskan. Baik BSE maupun penelitian yang lebih lanjut di negara- para pengusaha sekolah swasta miskin, negara berkembang yang lain. Dia tidak lebih bangga akan pencapaian dalam hanya mengunjungi sekolah-sekolah kedermawanan dan bermanfaat bagi swasta miskin, namun juga sekolah neg- masyarakat, ketimbang pencapaian maeri, sekolah elit, dan instansi pemerintah teriil. negara yang mengelola sistem maupun Kedua, orang tua siswa yang instansi pendidikan. berekonomi rendah memilih untuk me Dalam buku ini, Tooley juga nyekolahkan anaknya di sekolah swasta mencantumkan dan menceritakan be- miskin dibandingkan sekolah negeri. berapa tulisan maupun artikel dari Sebab, menurut mereka kualitas guru NGO, peneliti, sastrawan, tokoh sosial, di sekolah negeri buruk dan kerap kali akademisi seperti Bronislaw Malinows- terjadi penyiksaan kepada murid-murid. ki, Mahatma Gandhi, dan juga James Dibandingkan dengan sekolah negeri, Achilles Kirkpatrick. Beberapa tulisan sekolah swasta miskin cenderung kotor, yang dia cantumkan itu terkait dengan bau, dan gelap. Adapun fasilitas yang realita pendidikan, sosial, dan perkem- ditawarkan sekolah negeri yaitu seperti bangan masyarakat. Dari kutipan terse- ruang bersih, biaya semester, seragam but, dia membuat suatu perbandingan gratis, makan siang gratis, dan buku gradan dialektika dengan hasil penelitian tis. Kepedulian dan kasih sayang mereka yang dia temukan di lapangan. Tentu, menghantarkan anak-anaknya dalam hasil dari buah pemikiran dari kutipan mendapatkan pendidikan yang terbaik terkadang berbeda dan kontradiktif bukan fasilitas yang baik. dengan hasil penelitiannya. Ketiga, instansi pemerintah dan James Tooley memperoleh NGO sering memiliki persepsi yang gelar profesor dari Universitas Newcas- berbeda dengan kenyataan. Kerap kali tle, Inggris. Hasil penelitian yang seka- Tooley harus berdebat tatap muka, tenligus menjadi buku ini, menghantarkan tang perbedaan realita di lapangan yang dia mendapat medali emas dari Interna- dia temukan dengan data-data dan anational Finance Corporation/ Financial Times lisa instansi pemerintah dan NGO. SajiPrivate Sector Development Competition pada tha Bashir misalnya, seorang staff Bank September 2006. Pada versi aslinya, Dunia mengatakan semua pengamat buku ini berjudul “The Beautiful Tree: A pendidikan percaya, bahwa apa yang Personal Journey Into How the World’s Poorest dilakukan sekolah swasta untuk kaum are Educating Themselves” dan memenang- miskin itu, bertentangan dan tidak dakan Sir Antony Fisher International Memo- pat dipertahankan dalam teori pendidirial Award di Miami, Florida, 22 April kan modern. Namun, data lapangan

yang ditemukan James Tooley meruntuhkan teori tersebut. Ketulusan, tujuan tanpa mencari keuntungan, dan keikhlasan pada sekolah swasta miskin membuat mereka tetap ada dan hidup. Mary Taimo Ige Iji, kepala administrator pendidikan untuk Mainland, Lagos dengan tegas menyatakan bahwa sekolah swasta untuk kaum miskin itu buruk. Dia berpendapat kalau lulusan sekolah swasta miskin tidak dapat diandalkan, tidak berguna bagi diri sendiri, dan akhirnya akan menempati pekerjaan seperti orang tua mereka. Tentu saja, sekali lagi Tooley membantah pernyataan tersebut dengan argumentasi berbasis data. Tooley sukses membuat harmonisasi dalam memadukan karya penelitian dan alur cerita dokumentasi yang menghibur. Dia cukup detail dalam menceritakan ironi-ironi daerah kumuh di berbagai negara dengan bermacam anekdot yang menunjukkan kegelisahan pendidikan. Namun, sampul buku ini cukup mengecoh pembaca. Sampul menunjukkan foto anak Indonesia dengan seragam merah putih yang menaiki perahu, namun dalam buku ini tidak sedikitpun sisi pendidikan Indonesia disinggung. Buku ini sekilas mengingatkan pada Pendidikan Itu Candu karya Roem Topatimasang yang sama-sama memberikan renungan terhadap dunia pendidikan. Seandaikan pada karya Roem pembaca dapat berfikir masihkah sekolah menjadi satu-satunya sumber ilmu dan pengalaman siswa? Maka dalam buku Tooley ini, pembaca akan kembali bertanya, apakah sekolah yang telah saya tempuh sudah menjadi sumber pendidikan yang baik dan berguna? Dan sekolah seperti apakah yang layak untuk ditempuh seorang anak? Sesuai dengan perkataan John F. Kennedy, bahwa seorang anak yang tidak terdidik adalah anak yang tersesat. Maka seperti anekdot yang terdapat pada buku Tooley ini, orang tua harus menuntut dan mencari institusi pendidikan yang terbaik untuk mendidik setiap anak.

Keadilan Post April 2014 | 16


OPINI

Optimal-kah Kuliah Kerja Nyata (KKN)?

P

elaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) telah ada sejak tahun 1970-an di berbagai institusi pendidikan hingga masa kini, termasuk diantaranya Universitas Islam Indonesia (UII). KKN yang dilaksanakan ini memiliki program-program kerja yang telah dirancang untuk direalisasikan bagi mahasiswa yang mengikuti KKN tersebut. Sebelum program kerja dirancang, kegiatan pendahuluan yang dilakukan yakni melakukan observasi ke suatu daerah yang dituju. Hal ini dimaksud untuk mengamati dan mencari solusi dari permasalahan yang dijadikan objek, yang kemudian disusun sebagai program kerja. Salah satu alasan umum berbagai universitas dalam menjalankan program, yaitu bahwa kegiatan ini sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Alasan ini sekiranya sudah tidak relevan lagi dengan realitas yang ada. Misal, dengan banyaknya mahasiswa UII yang dalam pelaksanaannya mau tidak mau hanya sekedar mengikuti aturan, prosedur akademik, dan lain sebagainya. Akibat dari sistem yang wajib ditempuh itulah, banyak mahasiswa yang tidak memahami esensi dari KKN sendiri. Sehingga, mau tidak mau mahasiswa UII harus dan wajib mengikuti sistem tersebut. Artinya, ada kekeliruan dalam pemahaman dan pelaksanaan di UII. Kekeliruan yang ada ini berdasarkan pengalaman mahasiswa yang telah dan akan menempuh KKN. Pertama, kegiatan ini dianggap seperti sebuah ‘pengasingan’ ke suatu tempat. Dimana penduduknya ternyata tidak membutuhkan program kerja KKN yang telah disusun sebelumnya. Sehingga realisasi program-program sendiri sulit dicapai. Meskipun telah melakukan observasi sebelumnya, tetap saja perkembangan kondisi masyarakat yang dituju sebagai sasaran program kerja KKN selalu dinamis. Hal tersebut tidak bisa dikatakan salah, sebab masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dinamis pada suatu daerah dengan bu-

Oleh: Mulya Darma Orades*

Ilustrasi Oleh: Kausar/Keadilan

daya tertentu, dan memiliki kepentingan tertentu. Kesalahan yang sebenarnya terletak pada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII yang tidak ada kejelasan sebelumnya, mengapa suatu daerah ditentukan menjadi daerah KKN? Mengapa tidak ditentukan mahasiswa sendiri? Kedua, fungsi kontrol dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang tidak maksimal. Banyak keluhan mahasiswa dari beberapa unit, pada suatu daerah. Ada DPL yang hanya mengawasi seminggu sekali, bahkan dua minggu sekali. Sehingga keteledoran dari DPL dapat dimanfaatkan mahasiswa untuk bersantai-ria dalam menjalankan program-program KKN tersebut. Faktor tidak maksimalnya kontrol dari DPL disebabkan karena jauhnya jarak tempuh. Kesibukan akademik juga yang diemban oleh DPL di kampus masingmasing berakibat pada munculnya keteledoran dalam pengawasan menjalankan program KKN mahasiswa. Ketiga, hal-hal yang terjadi di luar program kerja kegiatan, seperti keinginan warga pada suatu daerah tertentu yang merupakan objek pelaksanaan KKN. Meminta acara perpisahan dalam bentuk pertunjukkan musik dangdut, iuran, dan berbagai macam keinginan lainnya yang terjadi di lapangan. Hal-hal semacam ini sulit untuk dianulir, mengingat kegiatan-kegiatan semacam itu sudah menjadi tradisi di setiap pelaksanaannya. Keempat, tidak adanya trans-

paransi biaya pelaksanaan KKN UII. Setiap angkatan yang akan melaksanakan kegiatan ini, harus membayar biaya yang telah ditentukan universitas tanpa adanya transparansi atau rincian biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan KKN. Seperti pada angkatan 2010 untuk model Reguler 1 sebesar 675 ribu rupiah, model Reguler 2 sebesar 250 ribu rupiah, dan model Antar Waktu sebesar 670 ribu rupiah. Jika dibandingkan dengan angkatan 2011 dan 2012, terjadi lonjakan biaya yang sangat tinggi untuk semua model KKN. Berdasarkan pengumuman yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat KKN UII Nomor: 1088/Ka.KKN/ DPPM/80/XII/2013 tentang Revisi Biaya Dan Jadwal Pembayaran KKN Angkatan 48 Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014, Nomor: ‌./ Ka.KKN/DPPM/80/XII/2013 tentang Penyesuaian Biaya KKN, disebutkan bahwa untuk semua model KKN, antara lain Reguler 1, Reguler 2, dan Antar Waktu yaitu sebesar 925 ribu rupiah. Kendati alasannya mengikuti buku Panduan Admisi Mahasiswa Baru 2011/2012, tetap dituntut untuk menunjukkan transparansi atau keterbukaan biaya pelaksanaan KKN. Mengingat bahwa transparansi atau keterbukaan segala informasi adalah bagian dari sistem negara demokratis dan merupakan hak asasi manusia, yang seharusnya dapat berlaku juga di kampus UII. Keempat poin di atas sebagaimana yang telah diuraikan, menjadi dasar dan bukti tidak optimalnya pelaksanaan KKN. Untuk itu, adapun saran yang diharapkan menjadi pertimbangan. Pertama, dengan diperbaharui atau dioptimalkannya pelaksanaan KKN UII di lapangan. Sehingga mahasiswa memiliki kejelasan atas program yang dibuat dan dapat direalisasikan dengan baik sesuai dengan sistem atau prosedur yang baik pula. Kedua, jika tidak bisa memperbaharui atau memperbaiki pelaksanaannya di lapangan, maka ada baiknya dilakukan pengalihan KKN ke program magang. Program magang dirasa lebih

Keadilan Post April 2014 | 17


berguna dalam membentuk kepribadian setiap mahasiswa. Harapannya agar mereka lebih peka dan dapat menjalankan segi keilmuannya sejalan dengan landasan nilai-nilai keislaman, moralitas, etika profesi, dan teori dengan praktik untuk diri sendiri dan pengabdian masyarakat secara nyata, jelas dan terarah sesuai disiplin ilmu yang ditekuninya. Dengan cara melihat dan melakukan observasi pada daerah tempat magang mahasiswa sesuai dengan realitas sosial yang ada. Kemudian, permasalahan sosial dipecah menjadi beberapa aspek segi keilmuan mahasiswa yang magang. Selanjutnya, menemukan berbagai solusi dari segi keilmuan masingmasing. Hal ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pengabdian pada masyarakat. Sehingga, mahasiswa secara nyata dapat mengetahui per-

masalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat, dan memiliki solusi dari segi keilmuan yang akan diimplementasikan, untuk mengatasi berbagai permasalahan melalui sarana program magang. Program magang yang dimaksud dapat menggunakan relasi ataupun jaringan alumni UII yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, khususnya yang terdapat di Yogyakarta. Atau dapat juga menggunakan fasilitas pusat-pusat studi yang dimiliki oleh UII. Sehingga, dalam lingkungan internal UII sendiri dapat terjalin hubungan kekeluargaan yang erat dan harmonis antara mahasiswa UII dan para alumni UII, baik yang berada pada pusat-pusat studi UII maupun di luar pusat-pusat studi UII. Dan untuk lingkungan eksternal UII juga dapat terjalin hubungan yang harmonis, sosiologis atau humanis antara mahasiswa UII dan masyarakat pada

umumnya. Dengan demikian, program magang dapat mengasah sejalan dengan landasan nilai-nilai keislamannya yang telah diperoleh UII, moralitas, etika (soft skill) dan teori dengan praktik untuk diri sendiri dan pengabdian masyarakat. Agar menjadi ulul albab menuju rahmatan lil ‘alamin yang dicita-citakan dalam pembangunan berbangsa dan bernegara untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat dicintai. *Penulis adalah mahasiswa FH UII angkatan 2011

DIALEK

Pemilwa sekarang kok sepi sih?

Memang kapan pemilwa pernah ramai

Orasi caleg cuma dilihat orang itu-itu saja Kurang sosialisasi mungkin.. Ada isu dana beasiswa dikorupsi

Gajinya masih kurang kali tuh!

Universitas bentuk tim pencari fakta untuk skandal korupsi

Karena dugaan korupsi, pilrek diulang

Tapi gak ada transparansi hasil faktanya

Lek Di

Katanya kampus Islam, masa korupsi sih?

Kenapa sih pilrek diulang? Astagaaaaa....masa anak UII gak tau.. Bang Alek Keadilan Post April 2014 | 18


KARIKATUR

Keadilan Post

Informatif, Komunikatif, Aspiratif

KEADILAN POST DITERBITKAN OLEH LPM KEADILAN PEMIMPIN UMUM SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM

: JEFREI KURNIADI : RINI WINARSIH : SISKA NOVISTA

PIMPINAN REDAKSI REDAKTUR PELAKSANA SEKRETARIS REDAKSI

: ADITYA PRATAMA P. : DANAR MASYKUR S. : DEVI TRIANA

KOOR. KEADILAN POST KOOR. KEADILAN ONLINE

: KAUSAR WILDANTIO A. : IDA ELSHA N.

DESAIN EDITOR BAHASA

: BENNY T., SEKAR S. N., R. SAADAN T., YUNIAR D. A. : M. INDRA W. A. B.,TEGAR D. P., FAJRUL U. A. R., LALU S., SRI DEVI A.F.

FOTOGRAFI

: AUSSY N. D., LUTFANI H. N., FALUTHI F., INA RACHMA N., ALAM SURYA A.

PIMPINAN LITBANG STAF LITBANG

: KAUKAB RAHMAPUTRA : M. ADHIKA R., ISMAIL S. A.M., M. ZEIN R., YOGI W., PUTRI A. P., DIAN R., DIMAS T.

PIMPINAN PENGKADERAN STAF PENGKADERAN REPORTER

: MUDZAKIR : RANU R. A., MADA P., MEILA N. F., NURANISYAH, IRKHAM Z., GANDAR M. P., HENDRA Y.

: SELURUH PENGURUS KEADILAN

JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 55515 TELP (0274) 377043 - 379171 / HP 082120986712 lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id

DARI KAMI

Assalamualaikum Wr.Wb Salam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW kita haturkan atas terbitnya Keadilan Post edisi Mei 2014. Kami menyajikan informasi yang berimbang dan teraktual bagi segenap pembaca. Kami haturkan terima kasih kepada narasumber dan tak lupa kepada seluruh pengurus yang turut andil dalam penulisan dan penyusunan Keadilan Post edisi Mei 2014. Atas nama LPM Keadilan kami mophon maaf apabila ada kesalahan dalam terbitan ini. Pembaca pun dapat mengirimkan surat pembaca kepada kami, baik itu permasalahan di lingkup UII dan sekitar Yogyakarta. Kami juga selalu menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan selanjutnya. Selain itu kami membuka peluang untuk mahasiswa, dosen ataupun publik untuk menulis di Keadilan Post dalam rubrik Opini dan Artikel. Wassalamualaikum Wr.Wb

REDAKSI LPM KEADILAN Menerima tulisan berbentuk opini bertemakan bebas - Tulisan dapat dikirim langsung ke Sekretariat LPM Keadilan atau via e-mail ke lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id - Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansinya - Tulisan yang telah dikirim akan dimuat setelah melalui proses editing

Keadilan Post April 2014 | 19


Keadilan Post April 2014 | 20


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.