Keadilan Post Magang 2017

Page 1

Keadilan Post Edisi Magang 2017

MAGANG

Informatif, Komunikatif, Inspiratif

a w e m i t s I h a Tan t a y k a R k u t un


Dari Kami Assalamua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam yang tak henti-hentinya dihaturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW atas keselamatan dan kemudahan yang kami dapat hingga terbitnya Keadilan Post edisi magang April 2017 dengan informasi yang berimbang, aktual, dan tentunya penuh ide transformatif bagi para pembaca sekalian. Kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja dengan cerdas, semangat dan berani demi terbitnya Keadilan Post ini. Tak lupa terimakasih pula kepada seluruh narasumber dan para pihak baik yang telah memberikan kemudahan. Meskipun dalam proses penggarapan Keadilan Post kami mengalami berbagai hambatan dan kendala, namun tidak menyurut semangat kami untuk menyelesaikannya. Atas nama LPM Keadilan kami haturkan mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam Keadilan Post edisi magang ini. Pembaca dapat mengirimkan tulisan pada kolom surat pembaca, baik mengenai permasalahan lingkup Universitas Islam Indonesia atau lingkup Yogyakarta. Selain itu, kami membuka kesempatan dan peluang kepada mahasiswa untuk dapat menulis pada rubrik opini, artikel, puisi dan cerpen. Kami juga menerima saran dan kritik dari para pembaca sekalian demi peningkatan kualitas terbitan selanjutnya. Terima kasih, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Editorial Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kewenangan DIY dalam urusan keistimewaan meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, wewenang gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Gelar “keistimewaan� yang diperoleh Yogyakarta ini dilaksanakan salah satunya berdasarkan asas pengakuan hak asal-usul, meliputi pertanahan juga tentunya. Di mana tanah-tanah Yogyakarta terbagi menjadi Sultanat Ground (SG) dan Pakualamanat Ground (PAG). Pada tahap observasi, kami menemukan banyak data mencengangkan, terkait permasalahan agraria yang timbul akibat status tanah SG dan PAG di DIY. Berdasarkan data Jogja Darurat Agraria, setidaknya ada lebih dari 20 kasus pertanahan terjadi di DIY sejak tahun 2012. Seperti masyarakat di Desa Pundungsari, Gunung Kidul, hingga kini tidak dapat memperoleh kepemilikan tanah secara penuh karena dianggap berada di kawasan SG. Akibatnya, hak kepemilikian pribadi maupun desa dihapus, dan dijadikan hak pakai saja oleh Badan Pertanahan Nasional, yang sewaktu-waktu haknya akan berakhir. Sehingga desa, pemukiman masyarakat, termasuk lahan pertanian, fasilitas umum, serta fasilitas sosial desa lainnya, tidak memiliki jaminan kepastian hukum atas pemilikan dan penggunaan tanahnya. Sangat disayangkan memang, pelbagai permasalahan terkait tanah-tanah di Yogyakarta sering berbenturan dengan masyarakat kecil. Masyarakat yang sejatinya telah menempati tanah-tanahnya sejak turun–temurun, dan penghidupannya sangat bergantung dari tanahnya tersebut. Permasalahan tidak berhenti pada masyarakat yang dianggap menempati SG dan PAG. Beberapa masyarakat juga berbenturan dengan investor, di mana investor merasa memiliki hak untuk menempati tanah-tanah yang telah lama ditempati oleh masyarakat karena memiliki izin dari pihak keraton, yaitu serat kekancingan. Surat izin hak guna pakai tanah SG dan PAG yang dikeluarkan oleh Panitikismo, yaitu lembaga pertanahan yang dimiliki keraton Sebenarnya, akar permasalahan dari aturan keistimewaan Yogyakarta adalah ketidakjelasan terkait cara dan obyek SG dan PAG itu sendiri. Di mana dari pihak keraton pun, tidak memiliki peta riil mengenai letak konkret SG dan PAG. Lalu terkait pengaturan kekancingan, sebagian besar masyarakat tidak memiliki serat kekancingan disebabkan kurangnya informasi terkait syarat dan kewajiban memiliki serat kekancingan. Apalagi belum ditemukannya aturan dasar terkait masalah kekancingan, dan badan yang berwenang mengeluarkan surat tersebut. Karena selama proses melakukan observasi, ternyata ada pihak-pihak lain, selain Panitikismo yang merasa juga bisa mengeluarkan serat kekancingan. Oleh karena itu, pada tulisan Fokus Utama kami, tidak ada maksud untuk menyudutkan pihak manapun. Kami mengharapkan adanya kepastian hukum dan kejelasan lebih mengenai pengaturan agraria, sehingga tidak ada masyarakat kecil yang dirugikan. Kedepannya Panitikismo bisa lebih selektif dalam mengeluarkan serat kekancingan, dan lebih berpihak kepada rakyat kecil.

2

Keadilan Post Magang 2017


Fokus Utama

Menggugat Hak Komunal Tanah Keraton

“…Bahwa Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman itu keduanya satu kesatuan. Mataram adalah negeri yang merdeka dan mempunyai hukum dan tata pemerintahan sendiri…” Rahadian/Keadilan • Pendopo Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan salah tanah berstatus SG tanah keprabon, nampak ramai dengan wisatawan (5/04). Oleh: Rahadian D.B. Suwartono

D.I. Yogyakarta-Keadilan. Kutipan di atas merupakan penggalan dari sabdatama yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kutipan tersebut sempat terpampang di baliho-baliho yang bertebaran di jalanan Yogyakarta. Sabda Sri Sultan Hamengku Buwono X yang berparaf tertanggal 10 Mei 2012 tersebut memiliki teks asli, “Dene Kraton Yogyakarta saha Kadipaten Pakualaman iku, loro-loroning atunggal, Mataram iku negri kang merdika lan nduweni paugeran lan tata kaprajan dewe.” Pernyataan resmi sultan kepada rakyatnya tersebut keluar setelah ramai pemberitaan media nasional yang menyangsikan status Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai daerah istimewa. Setelah khalayak ramai dengan sabdatama, muncul payung hukum Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengatur kewenangan DIY dalam urusan keistimewaan, meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY,

kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. keraton, menjelaskan permasalahan Sedangkan pengaturan keistimewaan SG maupun PAG di DIY harus dilihat DIY dilaksanakan salah satunya dari sejarah keistimewaan Yogyakarta. berdasarkan asas pengakuan atas hak Menurut hukum pertanahan di keraton, asal-usul, yang meliputi asal-usul atas semua tanah-tanah di DIY adalah tapertanahan. Keistimewaan dalam hal nah negeri dalem. “Negeri dalem itu berarti pertanahan dan tata ruang inilah yang apa, milik saya milik keraton, karesaat ini gencar mendapatkan kritikan. na dia (keraton) menguasai wilayah” Meskipun telah memiliki da- tuturnya. SG bukanlah tanah milik sar hukum, latar belakang keberadaan sultan, tetapi milik lembaga kesultanSultanat Ground (SG) dan Paku Alamanat an, begitu pula PAG dan kadipaten. Ground (PAG) di DIY masih di Buku Keistimewaan Yogyakarta pertanyakan. SG dan PAG yang Diingat dan Dilupakan, muncul sejak tahun 1918. gubahan Ahmad Nashih Berdasarkan Rijksblad Luthfi et al, menjelaskan Nomor 16 Tahun bahwa keberadaan 1918 sebagai dasar SG dan PAG diakui berlakunya status baik oleh masyaSG dan Rijksblad rakat luas maupun Nomor 18 Tapemerintah, hun 1918 sebademikian juga kagai dasar berlakulangan usaha yang nya PAG. Melalui ingin berinvesaturan peralihan tasi di Yogyakarta. di dalam konstitusi, SG dan PAG adalah keberadaan SG dan PAG semua tanah yang berada • K.R.T. Nitinegoro tetap diakui oleh NKRI. di wilayah Keraton Kasultanan Kanjeng Raden Tumenggung dan Puro Paku Alaman kecuali tanah(K.R.T.) Nitinegoro selaku koordinator tanah yang sudah diberikan hak Paramporo Pradoto, tim hukum ke-pemilikannya kepada siapapun.

Keadilan Post Magang 2017

3


Data JDA • Peta konflik pertanahan di DIY dan penyebabnya yang dihimpun dari tulisan ilmiah Kus Sri Antoro, Mengurai Konflik Pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan lokasi permasalahan tanah di DIY dan kajian penyebabnya.

Status SG dan PAG sebagai tanah milik Keraton Kesultanan dan Kadipaten Paku Alaman diakui melalui UU Keistimewaan tahun 2012. Disebutkan dalam Pasal 32 bahwa baik kesultanan maupun kadipaten diakui sebagai subyek hukum pemegang hak milik atas tanah. Sedangkan cakupan tanah SG maupun PAG meliputi tanah keprabon dan tanah non keprabon. Menurut penjelasan UU Keistimewaan DIY, tanah keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan istana dan kelengkapannya, seperti pagelaran, keraton, sripanganti, tanah untuk makam raja dan kerabatnya di Kotagede, Imogiri, dan Giriloyo, alunalun, masjid, taman sari, pesanggrahan, dan petilasan. Sedangkan tanah bukan keprabon (non keprabon) terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak magersari, ngindung, hak pakai, hutan, kampus, rumah sakit, dan lain-lain, dan tanah yang digunakan penduduk tanpa alas hak. Keseluruhan tanah tersebut, baik keprabon maupun non keprabon, adalah berstatus SG atau PAG. Polemik SG dan PAG Keberadaan SG dan PAG justru dianggap bertentangan dengan UU Pokok Agraria (UUPA). Peraturan perundangan yang memiliki penamaan resmi UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tersebut menyebutkan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

4

terkandung di dalamnya dalam wilayah Namun SG dan PAG kembali diakui Republik Indonesia sebagai karunia oleh UUKeistimewaan DIY tahun 2012. Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air Disebutkan di dalam Rijksblad dan ruang angkasa bangsa Indonesia bahwa, ‘sakabehe bumi kang ora ono tanda dan merupakan kekayaan nasional. yektine kadarbe ing liyan mawan wewenang Keberadaan SG dan PAG di eigendom, dadi bumi kagungane kraton ingsun DIY memunculkan kecemasan bebe- Ngayokyakarta’. Idiom tersebut memiliki rapa pihak, antara lain menyebarnya makna bahwa apabila tanah yang tidak isu kembalinya konsep domein verklaring. memiliki tanda bukti kepemilikan pada Konsep klasik pertanahan zaman hakekatnya adalah milik pihak keraton, kolonial Belanda tersebut menyatakan “Ya, substansi bahasa Indonesianya bahwa semua tanah yang orang lain tidak sama, apabila masyarakat tidak mamdapat membuktikan bahwa tanah itu pu untuk membuktikan tanah yang miliknya, maka tanah itu adaditempati itu dengan suatu lah eigendom (milik) negara. alas hak maka kemudian Menurut Budi Hartanah itu diambil, dan sono dalam bukunya, kemudian dijadikan Hukum Agraria Sejarah milik keraton mauPembentrukan UUPA, pun Kadipaten Paku Isi, dan Pelaksanaanya, Alaman,” tutur Epri mak-sud dari adanya Wahyudi ketika ditemui domein verklaring adalah Keadilan Post di kantoruntuk memberikan nya pada hari Kamis ketegasan sehingga tidak (23/03). Kepala Divisi • Epri Wahyudi ada keragu-raguan, bahwa satuEkonomi Sosial dan Busatunya penguasa yang berwenang daya di Lembaga Bantuan Hukum un-tuk memberikan tanah-tanah (LBH) Yogyakarta tersebut lebih kepada pihak lain adalah pemerintah. lanjut menyatakan keberadaan konsep Sejatinya sejak berlaku tersebut dihidupkan kembali melalui Perda Nomor 3 Tahun 1984 yang UU Keistimewaan Yogyakarta, “Kami secara resmi menghapuskan Rijksblad memandang bahwa sebagian itu konsep Nomor 16 Tahun 1918 dan Rijksblad domein verklering dihidupkan kembali Nomor 18 Tahun 1918. Aturan daerah melalui UU Keistimewaan,” tuturnya. yang dikeluarkan pada masa Sultan LBH sendiri secara kelembagaan Hamengku Buwono IX tersebut dengan tegas menganggap konsep ini menyatakan berlakunya UUPA di DIY, seperti kembali di masa penjajahan. sehingga tidak berlaku lagi konsep domein Menurut Epri Wahyudi, konsep verklaring dan meniadakan SG dan PAG. domein verklaring ini dapat merampas hak

Keadilan Post Magang 2017


rakyat. Hal ini karena disebutkan dalam UU Keistimewaan Pasal 32 bahwa tanah kesultanan dan tanah kadipaten meliputi tanah keprabon dan non keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten dan kota dalam wilayah DIY, “Non keprabon itu yang kemudian menyasar semua tanah di seluruh wilayah DIY itu, bahkan di dalam penjelasannya pun ada kalimat tanah lain-lain. Nah, yang disebut dengan lain-lain itu apa yaitu yang kemudian menyasar kepada tanah-tanah masyarakat,” imbuhnya. Jika mengacu pada UU Keistimewaan, memang tidak jelas bagaimana lingkup tanah non keprabon. Lantas ketentuan perundangan yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut pun memicu polemik, “Saat itulah kemudian muncul atau mulai timbul suatu kehawatiran baik dari kami lembaga bantuan hukum masyarakat maupun masyarakatnya secara langsung,” ujar pria yang akrab dipanggil Epri tersebut. Kasus PKL Gondomanan Kasus yang terjadi ketika keraton melalui Panitikismo mengeluarkan serat kekancingan atas tanah kepada pemodal di Gondomanan, Kota Yogyakarta. Badan pertanahan milik keraton tersebut menerbitkan surat hak pakai kepada seorang pemodal atas sebidang tanah yang terletak di Gondomanan, yang selama bertahuntahun telah ditempati oleh pedagang kaki lima (PKL). Menurut data dari LBH Yogyakarta, PKL Gondomanan tetap menempati SG di kawasan tersebut meskipun telah terbit serat kekancingan. Akibatnya, pemodal tersebut menuntut ke meja hijau dan menggugat ganti rugi sebesar satu milyar rupiah kepada PKL Gondomanan, “Kita sayangkan lima PKL ini digugat,” tutur Epri. Menurut Epri, meskipun kasus tersebut nampak seperti perkara antara PKL dan pemodal, sejatinya hulu dari permasalahan tersebut adalah konflik antara masyarakat dengan kesultanan dan kadipaten. Mengomentari kasus PKL Gondomanan, K.R.T. Nitinegoro menjelaskan bahwa pihak keraton sama sekali tidak bisa berbuat banyak. Meskipun menempati SG sejak lama, namun tidak pernah sekalipun pihak PKL mengajukan kekancingan ke keraton. Ketika kemudian pihak

Data JDA • Dokumen JDA yang menunjukkan sertifikat tanah di Desa Pundungsari yang berubah dari hak milik menjadi hak pakai

lain mengajukan kekancingan, barulah pihak PKL mengajukan ke keraton, “Kemudian diterbitkanlah kekancingan, namun dengan syarat dia (penerima hak) sanggup menyelesaikan dengan pihak yang menggunakan tanah itu sebagian (PKL),” namun, negosiasi yang juga di mediasi oleh keraton tersebut tidak berhasil dan kasus ini pun hingga sekarang masih dalam tahap banding. Kondisi Pertanahan di DIY Gerakan yang mengatasnamakan Jogja Darurat Agraria (JDA) menyajikan data yang lebih mencengangkan. Tak tanggung-tanggung, aliansi ini menyatakan bahwa di kota dan pinggiran terjadi penarikan sertifikat hak milik dengan alasan pembaruan atau pemutihan sehingga kelak tidak perlu membayar pajak. Namun, status tanah tersebut berubah dari hak milik menjadi hak pakai. Kus Sri Antoro, salah seorang anggota aktivis JDA juga menyajikan data sertifikat tanah bernomor 00014 yang bertempat di Desa Pundungsari, Kabupaten Gunung Kidul yang berubah dari hak milik menjadi hak pakai. Berdasarkan data JDA, setidaknya ada lebih dari 20 kasus pertanahan yang terjadi di DIY sejak tahun 2012. Diawali dengan megaproyek bandara internasional di Kulon Progo hingga salah satunya kasus PKL Gondomanan. Sebagian besar kasus pertanahan tersebut terjadi di Kabupaten Gunung Kidul.

Kus Sri Antoro menyajikan data yang didapatkan dari Dinas Agraria dan Tata Ruang DIY bahwa luas tanah desa di DIY adalah sekitar 200 juta meter persegi, sedangkan 59 juta meter persegi lainnya merupakan bukan tanah desa. Menurut Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2017 yang baru saja disahkan, yang merupakan SG dan PAG adalah salah satunya terdiri atas tanah desa di wilayah DIY. Sehingga menurut Kus, setidaknya sekitar sepuluh persen tanah di DIY merupakan SG dan PAG berstatus tanah desa. Terkait permasalahan tanah di DIY, LBH kembali mengingatkan masyarakat, “Kami menganggap status ini hanya akan menjadikan perampasan tanah secara besar-besaran atau secara masif di DIY pada masyarakat,” tegas Epri. LBH siap mengawal masyarakat dalam memperjuangkan haknya, “Kalau masyarakat sudah menyadari itu ya kami yakin kok secara kelembagaan bahwa itu menjadikan situasi dan kondisi dimana kemudian masyarakat itu harus menyuarakan itu (penolakan).” Bukan Isu Akademik Menanggapi hal ini direktur Pusat Studi Hukum Agraria (PSHA), Mukmin Zakie, mengatakan isu domein verklaring itu tidak benar adanya. “Jadi kalo isunya bahwa nantinya orang-orang ini akan diambil semua tanahnya akan dilakukan domein verklaring gak bener, karena

Keadilan Post Magang 2017

5


Adrian/Keadilan • Mukmin Zakie saat ditemui Keadilan Post di kantor PSHA (23/03)

yang akan diurus oleh keraton itu adalah tanah Sultan Ground dan PA Ground.” Ditemui Keadilan di kantor PSHA, Mukmin Zakie mengomentari kasus PKL Gondomanan bukanlah kesalahan keraton maupun pemodal, “Jangan disalahkan si pemilik tanah.” Menurutnya, secara hukum pemodal tersebut telah melakukan hal yang legal. Mengungkit permasalahan domein verklaring, menurut Mukmin adalah hal yang tidak tepat, “Pernah ada, tapi setelah itu kan gak bisa lagi,” ujar dosen UII itu. Menurut Mukmin, meski UU Nomor 3 Tahun 1950 masih berlaku, namun telah diluruskan oleh regulasi yang baru sejak 2012. Sehingga, DIY sama kedudukannya dengan provinsi lain di Indonesia, hanya saja memang memiliki keistimewaan yang tercantum dalam UU Keistimewaan tahun 2012. Menurutnya permasalahan secara yuridis di DIY sudah habis, yang ada tinggal implementasinya, “Jadi kalau sekarang dikatakan mau memberlakukan (domein verklaring), itu bukan isu akademik (tapi) isu politis.” K.R.T. Nitinegoro menegaskan isu mengenai SG dan PAG yang merampas tanah masyarakat itu tidak benar. Menurut pria yang memiliki nama asli Achiel Suyanto tersebut,

6

Panitikismo hanya berwenang mengurusi tanah di lingkup rumah tangga keraton sendiri. Jika kemudian muncul pernyataan bahwa tanah tersebut sudah sejak turun-temurun dikuasai masyarakat, menurutnya hal itu tidak bisa disalahkan pada pihak keraton jika kekancingan diberikan kepada orang lain. Hal ini dikarenakan aturannya memang kekancingan harus diperbarui setiap sepuluh tahun. Jogja dan Keistimewaannya Sejatinya, menurut Epri Wahyudi, hakikat SG dan PAG adalah tanah adat. Bahkan status badan hukum khusus yang disandang keraton dan kadipaten adalah karena warisan budaya. Status tanah non keprabon adalah tanah adat. Sebagai tanah adat, kepemilikan tanah non keprabon seharusnya dikuasai secara komunal, “Nah yang terjadi tidak demikian,” tambah Epri. LBH secara institusi menganggap persoalan tSG dan PAG khususnya tanah non keprabon dapat menjadi ‘bola api’ tersendiri kedepan. Berbeda dengan Epri, menurut Kus Sri Antoro, dalam tulisan ilmiahnya, SG dan PAG bukanlah tanah adat. Tanah SG dan PAG dulunya adalah tanah swapraja karena jika ditinjau

Keadilan Post Magang 2017

dari sejarahnya merupakan hasil dari perjanjian politik. Menurut pria tersebut, keberadaan wilayah administratif DIY saat ini merupakan hasil dari Perjanjian Klaten, yang kemudian tertuang secara legal dalam UU Keistimewaan tahun 2012. Menurutnya, UUPA mengatur bahwa bekas tanah swapraja kemudian menjadi tanah negara. Kus Sri Antoro menyajikan dalam tulisannya bahwa masyarakat perlu menyadari perbedaan konsep SG dan PAG versi rijksblad dengan konsep yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2012. Menurutnya, konsep versi rijksblad memang menekankan pada konsep domein verklaring dengan obyek berupa tanah non eigendom, tetapi konsep SG dan PAG versi UU eistimewaan menjelaskan bahwa hakikatnya SG maupun PAG merupakan tanah negara yang dimohonkan hak milik menjadi milik badan hukum. Mengenai kekancingan, K.R.T. Nitinegoro menilai masyarakat seharusnya aktif mendaftarkan permohonan kekancingan. Hal ini guna memudahkan keraton dalam menginventarisir tanah-tanah yang ada. Permasalahannya karena keraton tidak mengetahui ada pihak yang menggunakan SG tersebut karena tidak mengajukan permohonan kekancingan ke Panitikismo. Mengingat, sifat kekancingan harus diperbarui setiap sepuluh tahun sekali. Untuk masalah pertanahan, menurut Mukmin Zakie, memang kenyataannya di DIY diatur oleh dua badan yang berbeda, yakni Badan Pertanahan Nasional dan Panitikismo. Perihal PKL Gondomanan dia mengkritik kepada Panitikismo, “Kritiknya adalah lebih selektif.” Kasus tersebut dia katakan sebagai sebuah tamparan bagi Panitikismo. Selayaknya jangan sampai Panitikismo memberikan serat kekancingan kepada ‘pihak yang salah’. Menurut Mukmin, masyarakat sebagai kawulo jangan sampai menjadi korban, “Kritik itu adalah Panitikismo sebagai alatnya keraton tetap berpihak pada kawulo cilik. Karena sultan itu sendiri pengayom rakyat kecil.”

Reportase bersama : Aha Azadi, Adrian Hanif, Aldhyansah Dodhy Putra


ANAK ADALAH PENERUS PERADABAN

AW

AS

!!

LINDUNGI MASA DEPAN ANAK DARI BAHAYA PEDOFILIA IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LPM KEADILAN Keadilan Post Magang 2017

7


Liputan

Sepinya Mahasiswa Magang di Pusat Studi Hukum Mandiri Keberadaan PSHM yang ada di FH UII bukan hanya bermanfaat untuk kepentingan kampus dan dosen saja, karena mahasiswa juga berhak untuk terlibat dan menikmati fasilitas-fasilitas di dalamnya. Namun apakah mahasiswa sudah menggunakan hak tersebut sebaik-baiknya? Rahadian/Keadialan • Kantor PSHI, PHKI HTB, dan PSHI yang terletak di Jalan Lawu, Kota Baru, Yogyakarta merupakan beberapa PSHM yang dimiliki Fakultas Hukum UII (01/04). Oleh: Aldhyansah Dodhy Putra

D.I. Yogyakarta-Keadilan. Adanya pusat-pusat studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengkaji dan meneliti bidang keilmuan secara ilmiah. Pusat-pusat studi hukum di FH UII terbagi dua macam, seperti yang dijabarkan oleh Hanafi Amrani selaku Ketua Program Studi FH UII, yaitu pusat studi hukum (PSH) yang secara struktural dibawahi langsung oleh fakultas dan pusat studi hukum mandiri (PSHM) yang terlepas dari struktur fakultas dan didirikan untuk dosen-dosen yang berminat mengembangkan konsentrasi ilmunya. Tidak seperti PSH yang memiliki banyak anggota magang, PSHM justru dianggap masih kurang melibatkan mahasiswa. Bahkan ada beberapa pusat studi seperti Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) dan Pusat Studi Hukum Agraria (PSHA) yang tidak memiliki mahasiswa strata satu sebagai pegawai magang. Sedangkan PSHM lainnya yaitu Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK), memiliki sembilan mahasiswa magang yang baru direkrut pada bulan Januari tahun ini, Pusat Studi Hukum Islam (PSHI) dengan 10 mahasiswa magang, direkrut pada bulan Juni 2016, Pusat Hak Kekayaan

8

Intelektual, Hukum Teknologi dan Bisnis (PHKI HTB) dengan dua pegawai magang dari kalangan mahasiswa FH UII, serta Center for Local Law Development Student (CLDS) dengan jumlah mahasiswa magang yang relatif banyak, yaitu pada kisaran 10 hingga 15 orang. Tidak adanya open recruitment (oprec) serta minimnya informasi dari beberapa PSHM ini juga dikeluhkan oleh Bagas Wahyu Nursanto, mahasiswa FH UII angkatan 2015, “Semester ini, itu saya hanya mengetahui pusat studi yang sedang melakukan open recruitment itu pusat studi LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) FH UII, tapi pusat-pusat studi lainnya saya belum mendapatkan infonya secara masif ”. Sebagai tambahan, perlu diketahui juga bahwa LKBH tidak termasuk dalam PSHM. Bagas juga mengatakan tentang keinginannya untuk mengikuti PSHM, “Waktu itu saya ke PSHK, saya bertanya kalau, ‘Kapan ini open recruitment nya?’ ternyata sudah berakhir. Saya juga tidak mengetahui kapan open recruitment tersebut. Mungkin saya-nya yang kurang membaca atau memang informasi yang saya terima itu tidak masif.” Kurangnya pemberian informasi tersebut segera ditampik oleh Anang Zubaidy, selaku Direktur PSHK.

Keadilan Post Magang 2017

Dia mengatakan bahwa PSHK sudah membuka pengumuman oprec melalui pemasangan pamflet dan media sosial. Pada oprec yang diadakan saat itu, terdapat 20 mahasiswa mendaftarkan diri, dan yang diterima untuk bergabung dengan PSHK berjumlah sembilan orang. Anang juga mengaku bahwa PSHK sendiri ingin merekrut lebih banyak mahasiswa, akan tetapi ruangan kantor yang ada belum memungkinkan untuk menampung mahasiswa dengan jumlah yang lebih besar. Alasan Sepinya Pusat Studi Menurut Hanafi status mandiri dari PSHM membuat mereka hanya akan diberikan modal awal berupa dana sebesar 10 juta rupiah serta sebuah ruangan untuk dijadikan kantor. Pihak dekanat sendiri juga mengusulkan agar 10 persen keuntungan dari pusat studi yang diperoleh melalui riset dan penelitian, untuk dibagikan kepada pihak dekanat. Tidak adanya kucuran dana setelah pemberian modal itu dikeluhkan oleh pihak PSHM sebagai penyebab mengapa beberapa pusat studi yang ada saat ini mengalami kesulitan dalam menggaet mahasiswa untuk magang. Hal tersebut diakui sebagai salah satu penyebab sulitnya PHKI HTB dalam merekrut mahasiswa, “Pusat


HKI sudah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk pemagangan maupun riset. Untuk pemagangan masalahnya itu, kita tidak mampu membiayai mahasiswa. Kalau di LKBH kan setidaknya ada uang transport, tapi di sini kan gak ada,” kata Budi Agus Riswandi selaku Direktur PHKI HTB saat ditemui di kantor PHKI HTB pada Kamis (23/03). Dia juga menyarankan agar ada insentif dari dekanat terhadap mahasiswa yang melakukan magang. Masalah serupa juga dialami oleh Jawahir Thontowi, selaku Direktur CLDS, “Kalau misalnya open recruitment atau kita melakukan sosialisasi, kita sadar betul bahwa rekan-rekan mahasiswa sekarang juga terkadang tidak jauh berbeda dengan LSM.” Selain alasan di atas, penyebab lain dari sepinya pusat studi adalah kurangnya aktivitas atau proyek yang dimiliki oleh beberapa PSHM. Hal tersebut diamini oleh Syarif Nurhidayat, selaku Direktur PSKE, yang mengatakan bahwa aktifitas riil dan proyek dari pusat studi itu masih sangat minim sehingga kebutuhan akan mahasiswa magang juga tidak ada. Sedangkan peraturan dari fakultas sendiri tidak mewajibkan PSHM untuk mempunyai mahasiswa magang. Proyek yang didapatkan PSHM memang sangat berperan sebagai sumber pendanaan utama. Salah satu pusat studi yang mengalami kesulitan karena kekurangan proyek adalah PSHA, yang dipimpin oleh Mukmin Zakie. Menurutnya hal itu merupakan salah satu alasan yang membuat PSHA tidak memiliki mahasiswa magang. Setali tiga uang dengan kurang aktifnya pusat studi untuk melakukan perekrutan, antusiasme mahasiswa untuk terlibat dalam pusat studi juga perlu dipertanyakan. Keluhan mengenai kurang aktifnya mahasiswa tersebut juga disampaikan oleh Mukmin. Dia menyatakan, bahwa dirinya sempat mengajak para mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliahnya untuk ikut bergabung dengan PSHA. Tapi justru tidak ada mahasiswa datang ke kantor PSHA yang terletak di dekat ruang diorama tersebut. Hal serupa dikemukakan oleh Ahmad Sadzali selaku Sekretaris Eksekutif PSHI, ”Sebagian besar animo mahasiswa dari FH itu minim, justru yang banyak adalah Mahasiswa

Pascasarjana FIAI (Fakultas Ilmu Agama Islam).” PSHI sendiri merupakan pusat studi yang sempat mengalami vakum cukup lama dan baru diaktifkan kembali pada tahun 2016. Mengenai kurangnya minat mahasiswa terhadap PSHM, Jawahir memiliki pendapat sendiri, “Mereka melihat kalau bukan karena dia ingin menjadi dosen, umumnya mereka tidak peduli atau tidak punya atensi terhadap lembaga pusat studi.” Dia juga menganggap bahwa kemudahan mahasiswa dalam mengakses transportasi, informasi, dan komunikasi, serta tantangan politik yang berbeda dari zaman dahulu, membuat minat mahasiswa untuk mengikuti pusat-pusat studi di kampus semakin berkurang. Menyalahkan mahasiswa atas sepinya PSHM juga sebenarnya bukanlah hal yang sepenuhnya tepat. Karena masih banyak PSHM belum cukup terbuka dalam penggunaan website dan media sosial, yang seharusnya bisa menjadi alternatif bagi mahasiswa untuk mencari informasi mengenai pusat studi. Hal itu sendiri diakui oleh Jawahir, “kita punya CLDS media, yang itu sekali lagi harus kita akui tidak memiliki tingkat keberlanjutan yang cukup konsisten.” Selain CLDS, beberapa PSHM lain yang juga belum menggunakan website dan media sosial dengan aktif adalah PSKE, PSHI dan PSHA. Bahkan beberapa PSHM seperti PSHI dan PSHA sama sekali tidak memiliki website. Hanya PSHK dan PHKI HTB yang terhitung aktif dalam menggunakan website dan media sosial sebagai saluran untuk mensosialisasikan kegiatan mereka. Kritikan terhadap tidak terbukanya PSHM juga disampaikan oleh Aulia Rachman Eka Putra,

Ilustrasi Oleh: Rio/Keadilan • Situs web PSKE terakhir diperbarui pada Maret 2016 (15/04)

mahasiswa angkatan 2015 FH UII. Dia mengatakan bahwa mahasiswa juga memerlukan pusat studi sebagai wadah dalam mempelajari ilmu secara spesifik. Menurutnya jika pusat studi yang ada justru tidak terbuka, maka mahasiswa akan kesulitan mencari wadah untuk meningkatkan konsentrasi ilmunya. “Alangkah baiknya jika (pusat studi) dalam wilayah kampus perlu melibatkan mahasiswa,” ujarnya. Sepinya beberapa PSHM di FH UII patut disayangkan. Mengingat status kampus ini sebagai salah satu dari segelintir fakultas hukum di Indonesia yang mampu mendapatkan akreditasi A, tentu tidak dapat dipisahkan dari pengaruh pusat-pusat studi hukum. Harapan untuk mahasiswa agar lebih mampu terlibat dalam PSHM disampaikan oleh Hanafi, “Saya kira sangat penting bagi mahasiswa untuk wadah mereka berlatih, dan saya merasakan sejak mahasiswa itu. Saya memang aktif di lembaga penelitian dan manfaatnya besar sekali, sangat sangat besar sekali, dan saya kira, mungkin baik sebenarnya kalau pusat studi itu merekrut sebanyak mungkin,” katanya.

Prasetyo/Keadilan

• Hanafi Amrani, Ketua Program Studi FH UII, menjelaskan terkait program studi mandiri di FH UII

Reportase bersama: Topik Rahman dan Wahyu Prasetyo

Keadilan Post Magang 2017

9


Karikatur

Prasetyo/Keadilan

Keadilan Post MAGANG

KEADILAN POST MAGANG DITERBITKAN OLEH: LPM KEADILAN PELINDUNG: PEMIMPIN UMUM LPM KEADILAN PENANGGUNGJAWAB: PIMPINAN REDAKSI LPM KEADILAN PIMPINAN REDAKSI: AHA AZADI ALBAB GARDIDA REDAKTUR PELAKSANA: WAHYU PRASETYO SEKRETARIS REDAKSI: DHIEKA PERDANA CITRA UTAMI

10

Informatif, Komunikatif, Aspiratif

EDITOR BAHASA: ALDHYANSAH DODHY PUTRA, ADRIAN HANIF, QURRATU UYUN RAMADANI, M. AUNUR ROVIQ, FOTOGRAFI DAN DESAIN: RONALDO ALLEN AKBAR, RAHADIAN D. B. SUWARTONO, TOPIK ROHMAN, REPORTER: SELURUH REDAKSI MAGANG

Keadilan Post Magang 2017

JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA TELP (0274) 377043 - 379171 / HP 085736629140 Website: www.lpmkeadilan.com Instagram: @lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan FH UII Twitter: @keadilanpress Email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id


Fragmen

Pendidikan Gratis, Mungkinkah? Narator

: Qurratu Uyun Ramadani

Fotografer

: Ronaldo Allen Akbar

Seperti yang pernah dikatakan oleh Romo Mangunwijaya, “Dengan kata lain, kita mulai belajar, bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan”. Mungkin ini adalah kutipan tepat untuk menggambarkan aktivitas Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) yang diresmikan tanggal 30 November 2014. Didasari rasa tidak puas pada aktivitas kampus terlebih organisasi intra kampus, Muhammad Husein Maulana, salah satu pendiri P3S, bersama teman-temannya berinisiatif untuk terjun langsung ke masyarakat. Maka terbentuklah P3S dengan visi “Menciptakan Pendidikan Alternatif yang Berkarakter Ilmiah, Patriotik, Demokratis, dan Gratis”. Aktivitas belajar-mengajar P3S di Kampung Blunyah Gede dilaksanakan di rumah milik Wigyo. Rumah sederhana tanpa pagar, dengan teras samping yang kecil namun tetap terasa memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Meskipun sederhana, buku-buku yang dapat digunakan para murid untuk menimba ilmu dan mengisi waktu tetap tersedia. Ketika memasuki rumah Wigyo, aura keceriaan langsung dapat dirasakan saat melihat anak-anak menikmati pelajaran dengan caranya masing-masing. Ada yang duduk manis, bergerak aktif mengganggu teman-temannya, dan ada pula yang serius mengerjakan PR sekolah. Meski hujan turun dengan deras, semangat anak-anak dan para pengajar untuk hadir memenuhi panggilan hatinya tak pudar sedikitpun. Terbukti dengan banyaknya murid yang terlihat antusias untuk tetap belajar. Para murid datang karena ingin mengerjakan PR serta dapat bermain dengan teman-temannya, dan para pengajar datang memenuhi rasa kepedulian untuk berbagi kepada sesama. Bagi para pengajar, melihat senyum anak-anak adalah kepuasaan tersendiri bagi mereka. Alangkah indahnya jika di seluruh pelosok Indonesia terdapat anak muda yang bergerak nyata untuk menyatakan kepeduliannya. “Nggak harus melakukan hal yang sama, ada cara-cara lain yang mungkin tetap positif, pokoknya yang bermanfaat,” ungkap Fajar Setyo Nugroho selaku Koordinator Departemen Kurikulum terkait pesan untuk mahasiswa lainnya. Perlu diketahui, P3S bukanlah sekolah formal, hanya sebuah paguyuban yang membantu anakanak di pinggiran Sungai Code di Kampung Blunyah Gede dan Sendowo, agar bisa mendapatkan pendidikan tambahan selain yang didapat di sekolah formal. Saat ini pengajar aktif P3S berkisar 25 sampai 30 orang, dengan peserta didik di Kampung Blunyah Gede berjumlah 29 orang dan Kampung Sendowo sekitar 20-an yang mayoritas tingkat sekolah dasar. Dana operasional P3S bukan hanya berasal dari swadaya pengurus sekaligus pengajar, tetapi juga didapat dari tangan-tangan dermawan yang menyumbang untuk kegiatan organisasi tersebut. Itulah mengapa sampai sekarang P3S masih dapat bertahan dan terus berupaya memberikan hal-hal edukatif serta inovatif untuk anak-anak di sana. Meskipun yang mengelola mayoritas mahasiswa, namun P3S tetap mencoba agar para murid tetap bisa mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa harus membayar biaya administrasi, buku, apalagi biaya pembangunan. Semoga saja, kegiatan yang dipelopori oleh anak muda seperti P3S dapat semakin menjamur, karena pendidikan sejatinya adalah hak seluruh warga negara Indonesia. Cita-cita serupa juga disampaikan oleh Fajar Setyo Nugroho, agar gerakan-gerakan serupa dapat tersebar dan dirasakan oleh setiap anak yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Karena seperti yang dikatakan oleh penulis asal Inggris, A.A. Milne “Bagi orang yang tidak berpendidikan, huruf A hanyalah sebuah tiga garis”. Setiap anak Indonesia wajib mendapatkan pendidikan agar tidak tercipta generasi dengan wawasan sempit ke depannya.


1

Membe

Lokasi kegiatan P3S di Blunyah

5

Salam Rah

6 7

Membelai Kasih

Tepuk S


eri Ilmu

hasia Kita

Satu Jari

2

3

Waktunya Dongeng

4

Mengajar Tanpa Pamrih

8

Masih Belajar meski yang Lain Sudah Pulang


Opini

Suara dari “Bawah” untuk SG UII Oleh : Muhammad Agus Maulidi*

S

tudent Government (SG) belakangan ini memiliki bagian yang khusus untuk dibicarakan. Perbincangan semakin hangat ketika tragedi The Great Camping 37 (TGC) sebuah pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Pencinta Alam (mapala) Unisi beberapa waktu lalu. Beberapa beranggapan bahwa SG sudah tidak lagi relevan untuk diterapkan dalam lembaga kemahasiswaan di UII saat ini. Mengapa SG? SG bermakna bahwa mahasiswa mempunyai porsi dan peran untuk menjalankan aktivitas kemahasiswaannya sendiri, atau dengan kata lain bahwa kedaulatan berada di tangan mahasiswa, telah menjadi dasar yang cukup lama di UII. Ada yang mengatakan bahwa SG diadopsi di UII atas dasar sejarah Orde Baru yang hendak mengkooptasi dan mereduksi lembaga kemahasiswaan serta pergerakannya, sehingga hadir untuk menjaga independensi mahasiswa. Melalui lembaga kemahasiswaan, mahasiswa dilatih untuk menjadi negarawan yang paham akan kondisi saat ini. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Abdul Jamil selaku pembicara pada diskusi tentang Keluarga Mahasiswa UII (KM UII) beberapa waktu yang lalu. Diakui atau tidak, sejarah perjalanan SG sebagai sistem yang menjadi dasar berjalannya roda organisasi KM UII hingga saat ini membawakan banyak nilai positif. SG yang dapat diformulasikan ke dalam ungkapan “Oleh, Dari, dan Untuk Mahasiswa” jika dipersamakan dengan makna demokrasi, menjadi karakteristik tersendiri bagi UII. Mengutip kalimat Montesquieu bahwa kebijakan yang muncul dari diri sendiri pada konteks ini adalah mahasiswa- lebih unggul daripada paksaan oleh pihak lain. Kemandirian mahasiswa dalam

14

untuk disalahgunakan atau setidaknya mendorong pihak di dalamnya untuk bertindak sewenang-wenang. Dalil “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” yang disampaikan oleh Lord Acton kiranya sangat relevan sekali. Dalam sejarahnya Indonesia sendiri bahkan telah membuktikan secara nyata di masa Orde Baru, bahwa Ilustrasi Oleh: Aha/Keadilan kekuasaan yang absolut juga menjalankan roda organisasi setidaknya didukung dengan tidak adanya pihak yang telah mulai dilatih dan dibiasakan. melakukan pengawasan secara seimbang. Permasalahan yang selanjutnya Mahasiswa mempunyai peran sendiri untuk mengelola organisasi adalah minimnya mekanisme peryang hidup dan menjadi bagian tanggungjawaban lembaga, terutama penting UII. Selain itu, independensi lembaga tertinggi yang jelas, transpamahasiswa dengan fungsinya yang ran, akuntabel, dan aksesibel bagi mulia berupa agent of change, agent of seluruh mahasiswa. Mekanisme persocial control, moral force, dan iron stock tanggungjawaban lembaga tertinggi dapat dijalankan tanpa ada intervensi sejauh ini dilakukan pada forum dari pihak manapun. Implikasi dari Sidang Umum (SU) yang biasanya independensi mahasiswa sebagaimana dilakukan di Student Convention dijelaskan di atas juga dapat berupa Center. Pada kenyataannya, tidak jarang adanya kebebasan pergerakan, tentu forum tersebutlah yang bermasalah. dalam kerangka nilai-nilai Islam sebagai Ketidakhadiran, keterlambatan, hingga dasarnya. Demikian pula dalam konteks ketidakjelasan sudah menjadi hal pengawasan sebagai upaya mengawal yang lumrah terjadi, dan tidak ada kebijakan agar tidak menyimpang. konsekuensi tegas atas hal tersebut. Hal yang tidak kalah pentingnya Kelamahan SG adalah kualitas sumber daya manusia. Perjalanan SG harus diakui belum mencapai titik terbaiknya. Ernest Barker dalam bukunya mengenai Masih banyak kekurangan yang Aristoteles menyatakan bahwa segala memerlukan pembenahan dan penyem- sesuatu yang ada dalam keadaan purnaan. Kekurangan-kekurangan sewajarnya menjadi terlihat menarik bagi itu kiranya merupakan sebuah hal dia hanya ketika semua itu dalam keadaan yang lumrah terjadi pada suatu sistem. yang seharusnya. Untuk mencapai itu, Beberapa hal yang menjadi kualitas sumber daya manusia adalah bahan evaluasi berjalannya SG di UII penentunya. Ini kiranya yang menjadi menurut penulis di antaranya ada- keluhan utama kondisi KM UII saat lah bahwa SG meletakkan kekuasaan ini. Bentuk pertanggungjawaban serta tertinggi pada satu organ atau lembaga tindakan sebagai tindak lanjut dari semata yaitu Dewan Permusyawaratan berbagai macam permasalahan belum Mahasiswa (DPM UII) yang dipimpin bisa dilaksanakan secara konsekuen oleh seorang ketua umum. Keadaan oleh ‘nakhoda’ KM UII saat ini. Catatan pentingnya adalah, yang demikian tentu tidak baik untuk menjustifikasi bahwa SG itu buruk dilanjutkan. Kekuasaan yang terdan tidak layak untuk diterapkan atas lampau luas sangat membuka peluang

Keadilan Post Magang 2017


dasar tragedi mapala beberapa waktu yang lalu, bukanlah hal yang bijak dan tepat. Sebuah pepatah mengatakan “buruk rupa cermin dibelah” kiranya sangat tepat sekali pada keadaan ini. Tidak akan pernah menyelesaikan masalah jika SG yang dirubah, karena masalah ini prinsipnya bukan karena adanya SG atau tidak. Bagaimanapun sistemnya, jika orang yang menjalankan tidak bertanggung jawab dan hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan golonganya, serta kultur yang dibangun oleh yang menjalankan organisasi tersebut tidak didasarkan pada nilai dan prinsip Islam serta kemanusiaan, maka kecelakaan dan kekacauan tidak akan pernah bisa dihindari. Inilah mengapa Baron de Montesquieu pernah mengatakan dalam The Spirit of Laws “sepanjang berjelajah ke beberapa negeri, saya tidak pernah menemukan hukum yang tidak baik, yang ada adalah hukum yang tidak dilaksanakan”.

Solusi Menyikapi masalah sebagaimana dijelaskan di atas, penulis menawarkan beberapa solusi. Pertama, ide yang pernah digaungkan oleh Harry Setya Nugraha seorang mahasiswa UII. Pemilihan anggota legislatif hanya dilakukan pada tingkat fakultas. Beberapa anggota legislatif yang terpilih di fakultas kemudian akan didelegasikan menjadi anggota DPM Universitas berdasarkan rasio mahasiswa di fakultasnya. Jumlah berdasarkan rasio mahasiswa ini berkenaan dengan konsep representasi. Mekanisme yang demikian juga berimplikasi pada adanya pengawasan yang akuntabel atas kinerja DPM Universitas sebagai pihak yang didelegasikan dari fakultas. Kedua, mengambil contoh dari Universitas Indonesia yang memiliki Mahkamah Mahasiswa sebagai lembaga yang menjalankan fungsi yudikatif (peradilan) secara independen untuk

menegakkan hukum dan keadilan sesuai dengan konstitusinya, kiranya juga dapat diadopsi untuk melengkapi kekurangan SG UII. Keberadaan lembaga ini tentu sejajar dengan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif sehingga tidak ada lagi lembaga tertinggi, yang ada adalah lembaga tinggi yang saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances. Montesquieu mengatakan,“kesengsaraan sering kali lebih disukai daripada perbaikan, atau setidaknya sesuatu yang baik yang telah mapan selalu lebih disukai daripada sesuatu yang sebenarnya lebih baik tetapi belum mapan”. Upaya untuk melakukan perbaikan atas berbagai kekurangan harus menjadi kesadaran, tujuan, dan tindak lanjut bersama. Hal seperti ini terkadang sangat sulit untuk diwujudkan. Terlepas dari persoalan ego individu serta kepentingan golongan tertentu. *Mahasiswa FH UII Angkatan 2013

PENGEN RENTAL MOBI? HUBUNGI

ID LINE : ghufranshauma IG : @ptryk.co Keadilan Post Magang 2017

15


Aksara

Ting Tung Ting Tung!!! Ting Tung Ting Tung!!!! Oleh: Aha Azadi

“Perhatian..., perhatian..., sesaat lagi Kereta Api Malioboro Express akan tiba di stasiun tujuan akhir, Stasiun Malang. Mohon periksa kembali barang bawaan Anda, jangan sampai tertinggal, dan demi keselamatan Anda kami minta untuk tidak membuka pintu sebelum kereta benar-benar berhenti!” Perempuan itu terbangun dari tidur, sayup-sayup matanya perlahan terbuka. Dia mengambil napas perlahan, lalu memperbaiki posisi duduk dan segera merapikan semua barang bawaan. Di saat bersamaan smartphone-nya berbunyi, pengemudi ojek online pesanan menghubungi, “Iya Pak, saya sudah di stasiun,” jawabnya, “Oh iya, nanti ketemuan di situ saja,” lalu dia menutup telepon dan memasukkan smartphone itu ke dalam tas, kemudian berdiri melangkah keluar dari kereta yang ditumpangi. Sesampainya di tempat yang telah dijanjikan, dia merasa kecewa karena tidak menemukan si pengemudi ojek padahal aplikasi menunjukkan kalau pria itu seharusnya sudah tiba di lokasi. Sambil mengusap peluh di wajah, basah keringat tersebut memantulkan sinar senja. Membuat wajahnya semakin merona saat menunjukkan rasa kesal karena sudah menunggu selama hampir 15 menit tetapi pengemudi ojek tak kunjung tiba. “Psst..., psst...!” Dia terkejut, karena dari arah sebelah tiba-tiba ada suara asing. Suara tersebut membuatnya risih, dia bersiap untuk beranjak ingin segera menjauh namun tiba-tiba suara itu terasa semakin aneh dan terdengar akrab, “Psst... mbak yang mesen Gojek? Mbak Rahma kan?” Panggilan itu membuat dia menoleh. “Pak Agus! Kok gak dipakai jaket Gojek-nya kan saya jadi enggak tahu. Aduh maaf Pak, sudah lama Pak?” “Iya saya Agus mbak, justru saya yang harus minta maaf karena terlambat. Soalnya nganu mbak, saya harus menghindari tukang ojek pangkalan di persimpangan situ, biar gak kenapa-napa,” ujar Pak Agus

16

PENGUNTIT! “Iya enggak apa-apa Pak, ayo kita berangkat.” “Siap mbak, dipakai dulu helmnya.” Klakson-klakson kendaraan di putaran Tugu saling bersahutan, anakanak sekolah berlarian mengejar mimpi. Tidak ada yang peduli dengan keelokan senja, karena para manusia hanya fokus pada apa yang akan mereka pakai di hari esok. Tukang becak pun tidak berhenti mengayuh, meski hanya ditumpangi kehampaan. Seperti tidak peduli, ojek itu tetap membelah keriuhan jalanan. **** Perempuan itu bernama Rahma Latifah. Mahasiswi asal Yogyakarta, yang entah karena sial atau memang karena pilihannya, untuk melanjutkan pendidikan di Kota Malang. Rahma tinggal di sebuah kos-kosan putri yang berdekatan dengan Masjid Ahmad Yani daerah kota baru Malang. Dia sengaja memilih kos-kosan itu supaya bisa aktif di kegiatan remaja masjid. Selain itu tempat tersebut memang disarankan oleh ibunya agar pergaulannya tetap terjaga. Ibu kos Rahma bernama Ana, seorang janda tak beranak yang sudah lama hidup sendiri. Seorang ibu kos yang sangat cerewet, walau sebenarnya dia adalah perempuan yang ramah, terlewat ramah malahan sehingga terkesan kepo dan ceriwis. Sebenarnya Bu Ana tidak terlalu sreg dengan keseharian Rahma yang kelewat aktif di kegiatan remaja masjid. Cukup aneh memang saat ibu kos yang lain khawatir akan pergaulan bebas yang bisa melanda anak kosnya, Bu Ana justru khawatir akan keaktifan Rahma di masjid. Tapi ini semua ada alasannya, karena sebuah kisah. Kejadian yang terjadi jauh sebelum masyarakat bisa memilih sendiri Presiden. Bahkan jauh sebelum reformasi. Dahulu ada seorang tuna wisma. Dia mengaku bernama Najib, sebagai seorang mualaf. Najib sebenarnya bukan nama aslinya, dia dulu adalah orang Hindu yang berasal dari Bali yang mencoba peruntungannya ke Jawa untuk mencari penghidupan baru dan jati diri baru. Usianya saat itu sudah berkepala empat, yang mungkin sudah

Keadilan Post Magang 2017

sangat terlambat untuk mencari jati diri. Melihat cara beribadah orang Islam yang tanpa biaya, dia pun memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Setelah dibimbing untuk membaca syahadat oleh temannya yang sesama tunawisma. Dia mempelajari Agama Islam dari buku-buku agama yang ada di setiap masjid yang disinggahi, dari Banyuwangi hingga Malang. Semua dilakukan secara autodidak, mulai dari bacaan hingga mendengarkan ceramah ustaz-ustaz saat Jumatan. Merasa pengetahuan ilmu agamanya sudah cukup, serta kemampuan menyapu, mengepel lantai yang juga mumpuni, akhirnya dia memberanikan diri mendatangi sebuah masjid dan menemui pengurus utama untuk menawarkan diri sebagai pengurus masjid. Dengan niat yang mantap dia berdoa, “Wahai Tuhan Baru, permudahlah tiang niki dalam mengabdi, sebagai bukti taubatku telah diterima.” Ternyata dia diterima karena kebetulan masjid juga sedang membutuhkan seorang pengurus yang bersedia tinggal di Masjid. Bagai menyelam sambil minum air susu, dia bisa mendapatkan tempat tinggal gratis dan semakin dekat dengan Tuhan. Betapa bahagianya Najib, dia melakukan semua pekerjaannya dengan sangat profesional. Lantai masjid tak pernah dia biarkan kotor sedetikpun. Dia selalu mengumandangkan Adzan, sekalipun itu di waktu sepertiga malam. Semua jenis-jenis shalat selalu dilakukannya, mulai dari tahajud, duha, qobla, ba`da, ghaib, gerhana, tarawih, Idulfitri, Iduladha pokoknya semuanya. Seolah-olah kedua telinganya telah terjebak di antara adzan dan ikamah. Najib menekuni kegiatan tersebut sudah tiga tahun lamanya. Namun ada sesuatu yang berbeda pada sore hari Minggu itu. Najib terdiam, merenung lama sekali. Penyebabnya adalah ceramah subuh dari Pak Ustaz, dia mengatakan bahwa memenuhi urusan akhirat juga tanpa diimbangi dengan urusan dunia adalah suatu kesalahan, karena dahulu Rasululllah pernah mengusir seorang pemuda yang kerjaannya hanya beribadah saja tanpa bekerja dan mengurusi keluarga,


Ilustrasi Oleh: Aha/Keadilan

“Oleh karenanya wahai saudaraku, hidupmu adalah salah apabila tidak mencari manfaat di muka bumi ini. Dan adalah salah kalau kalian menjadi ahli ibadah apabila tidak pernah memiliki manfaat untuk sesama, urusan keluarga terbengkalai, tidak berusaha mencari rezeki di muka bumi, dan apapun ibadah yang kamu lakukan tetap saja predikat sebagai orang yang fasik akan melekat pada dirimu!” “Fasik..., Fasik..., Fasik...,” kata itu terus terngiang di kepala Najib. Dia teringat akan keluarga yang ditinggalkan di Bali. Dia teringat anak semata wayangnya si Wayan, istrinya yang juga ditinggalkan. Untuk pertama kalinya di masjid itu Najib tidak salat tahajud, dia hanya menangis tersedusedu, memohon ampun kepada Allahnya. Bertanya-tanya apakah semua ibadah yang dia lakukan ini sia-sia dan tak ada artinya? Apakah dia sudah tidak bisa lagi diampuni karena dosadosanya yang lalu? Apakah karena dia pernah menjadi seorang kepala rumah tangga yang buruk dia tidak layak mendambakan ampunan-Mu ya Rabb? Lalu untuk apa semua hijrah ini?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang terus diucapkan Najib sambil berisak tangis hingga waktu subuh mendatanginya. Untuk pertama kalinya juga selama Najib tinggal di Masjid Ahmad Yani, dia tidak mengumandangkan adzan subuh. Hal itu membuat warga marah karena menyebabkan mereka bangun kesiangan. Warga berbondongbondong mendatangi kamar Najib. Kamarnya digedor-gedor diiringi amukan. Naas, Najib ditemukan gantung diri dengan masih menyisakan derai air matanya yang masih menetes. “Mangkane nduk, urip iku kudu seimbang urusan akhirat karo dunyo gak oleh abot sebelah. Ben ora koyok Najib”. Pesan itu saja yang selalu disampaikan oleh Ibu Ana ketika berpapasan dengan Rahma yang baru pulang dari mengajar di pengajian petang. Meskipun Rahma sangat sering mendengar kisah itu dari ibu kosnya, hatinya tetap selalu bergidik. *** Hari ini ada sedikit keributan di kampus. Di depan gedung Fakultas Mengejar Mimpi sampai ke Ujung Langit, terdengar suara riuh rendah yang tak biasa. Rupanya sedang ada aksi, yel-

yel saling bersahut-sahutan dan nyanyian para aktivis album reformasi ‘kakek buyut’ juga dinyanyikan hingga tuntas. Kali ini hanya Rizal Primajati yang terlihat berorasi. Mengancam kepada beberapa pimpinan dan pengurus senat mahasiswa yang sarat akan praktik nepotisme, dan terlalu banyak kepentingan lembaga eksternal bermain sehingga mempengaruhi arah kebijakan senat yang tidak masuk akal. Yaaah, setidaknya beberapa kalimat itulah yang terdengar. Aksi kali ini sepertinya tidak berjalan begitu mulus. Aksi tersebut hanya diikuti oleh anggukan dan sorakan dari 19 mahasiswa penyemangat. Mahasiswa lainnya hanya memperhatikan dengan wajah sinis, ada yang hanya lewat tak acuh saja, mungkin hanya Rahma yang berhenti sejenak untuk mendengar perkataan sang orator. Memang siang ini agak aneh, tiba-tiba ada yang aksi dan Rahma pergi ke kampus tidak sepagi biasanya. Rizal memang dikenal cukup aktif di kampus maupun di luar kampus. Dia sering mengurusi hal-hal penting di lingkup organisasi kampus, karena dia memang menjabat di salah satu kepala

Keadilan Post Magang 2017

17


bidang di Badan Eksekutif Mahasiswa, hingga mengurusi hal-hal remeh seperti memimpin perkumpulan pecinta klub Atletico Madrid cabang Malang. Bahkan wajahnya pernah masuk televisi, saat menjadi salah satu aktivis yang sedang melakukan aksi di depan kantor DPRD Malang mengkritisi kinerja satu tahun Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang dianggap tidak becus dalam mengurusi negara. Karena menurutnya bagaimana bisa di atas tanah yang sangat subur ini harga cabai tetap saja mahalnya bukan main! Secara rupa Rizal memang cocok menjadi pemimpin, tubuhnya juga tinggi menjuntai, wajahnya rupawan dan dia hafal Dashardarma Pramuka. Namun bukan hal itu yang terpenting. Masalahnya lelaki inilah yang sedang dekat dengan Rahma. Bahkan dari info yang beredar, kabarnya tepat tanggal 19 April besok bertepatan dengan hari ulang tahun Rahma, Rizal akan menembaknya (Bagaimana mungkin hal rahasia seperti ini malah banyak yang tau!). Mendengar hal itu hatiku seperti dihantam nilai E untuk mata kuliah empat sks, dan jelas aku tidak akan menang bila bersaing dengan si Rizal. “Hei sebentar-sebentar!!! Dari tadi ceritamu loncat ke sana loncat ke mari. Maksudmu apa sih? Kamu selama ini menguntit Rahma ya!?” Sela ocehan Pendengar, memecah suasana curhat si Penguntit. “Bagaimana bisa kau bilang aku sebagai penguntit! Demi

cahaya merah di waktu senja aku tak mungkin melakukan itu!” Jawab si Penguntit, tak terima dituduh. “Lah kok bisa kau tahu sedetail itu, tentang alamat kos, calon pacarnya, bahkan kereta yang dia tumpangi!?” Kelakar Pendengar. “Kebetulan saja kami naik satu gerbong kereta, dia dari Jogja aku naik dari Tulungagung. Dan untuk masalah kos, ya memang kos kami berdekatan. Lalu kisah Najib itu memang sekompleks daerahku tau semua, dan Rizal, hmm, berat mengatakannya tapi aku sering melihat mereka berduaan saat di kampus dan info soal rencana penembakan Rizal, dia minta tolong ke aku untuk membuatkan puisi,” si Penguntit membela diri. “Lalu bagaimana sekarang?” “Bagaimana apanya!?” si Penguntit bingung “Soal perasaanmu, masak mau kamu pendam terus!” “Memang sengaja ingin kupendam saja, lagipula tak enak hati aku dengan Rizal,” jawab si Penguntit dengan lemah. “Kamu dikasih makan apa sih sama ibumu sampai bisa secemen ini?” “Hei, ini prinsip!” “Takut ya takut aja, gak usah sok-sokan nyebut prinsip.” “Kamu enggak tau sih, cinta yang diungkapkan itu adalah akhir sebuah kisah cinta. Biarkan aku menikmati rasa kasmaran ini. Biarkan aku menikmati desir yang menjalar

setiap kali aku melihat Rahma. Biarkan semua perasaan menggebu-nggebu atas rasa penasaranku tentang dia. Aku tidak mau semua perasaan itu rusak hanya karena aku mengungkapkan perasaanku pada Rahma.” “Sampah,” ejek Pendengar “Ngawur! Lagipula susah mengungkapkannya. Sudah kucoba untuk melupakan, tapi setiap kali namanya disebut jiwa ini selalu bergetar. Meskipun pada akhirnya ini hanya mimpi di atas mimpi, siapa tau setan menggodanya untuk mencintaiku.” “Mending kamu banyak-banyak ngaji, banyak-banyak ibadah. Di surat Al-Hijr, Allah sudah ngancam anganangan kosongmu itu! Lagipula hal yang kamu sukai itu belum tentu baik bagimu.. Halah ya sudah, lama-lama ngobrol sama kamu bikin aku jadi ikut edan. Aku pergi dulu, sudah masuk jam kuliah,” seraya Pendengar berdiri dari tempat duduknya dan melangkah pergi. Pendengar pun meninggalkan si Penguntit yang hanya terdiam mendengar kalimat penutupnya. Sekarang yang membuat si Penguntit bingung adalah bagaimana caranya untuk mengakhiri cerita pendeknya ini, setelah ditinggal pendengarnya dan kini telah diambang waktu deadline. “Wahai Pembaca yang budiman, menurutmu sekarang aku harus bagaimana!?”

Redaksi menerima kontribusi tulisan st berupa : o Patau Puisi) Opini, Artikel, dan Aksara (Cerpen n la i ad e TULIS DAN KIRIM KE K G

AN

AG M

ng

isi

Ed

a ag M

17

20

ik

un

m

Ko

tif

ra

i sp

In

rm

fo

In

if, at

if, at

ATAU KUNJUNGI SEKRE LPM “KEADILAN”

18

Keadilan Post Magang 2017

T a un na tu h I k s R tim ak ya ewa t

lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id


Keadilan Post Magang 2017

19


Resensi

Jeritan Rakyat Untuk Pemerintah

“Aku tidak percaya bapak-bapak anggota dewan aku lebih percaya kepada dinding toilet”- kata Eka Kurniawan

Oleh: Dhieka Perdana Citra Utami

B

uku ini berisi kumpulan cerita pendek (cerpen)yang ditulis oleh Eka Kurniawan. Menceritakan masalah politik dan sosial yang disajikan dengan nuansa roman serta humor untuk menarik minat pembaca. Corat-Coret di Toilet pertama kali terbit sekitar tahun 2014, kemudian dicetak ulang dengan sampul baru pada bulan April tahun 2016,dan cetakan ketiga pada bulan Juni tahun 2016 oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Buku ini memuat dua belas judul; Peter Pan, Dongeng Sebelum Bercinta, Corat-Coret di Toilet, Teman Kencan, Rayuan Dusta untuk Marietje, Hikayat Si Orang Gila, Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam, Siapa Kirim Aku Bunga?, Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti, Kisah dari Seorang Kawan, Dewi Amor, serta Kandang Babi. Diawali dengan cerpen pertama berjudul Peter Pan, berkisah tentang aktivis mahasiswa yang mencuri buku dengan harapan agar ditangkap. Dengan niat untuk membuktikan bahwa pemerintah mencintai buku dan membenci pencuri buku.Cerpen dengan napas kritik bercampur sinisme kepada penguasa tercium pada kisah ini dengan kata-kata tersurat. Seperti, “Dimana mana rakyat begitu miskin sementara para pejabat hidup mewah. Negara sudah di ambang bangkrut karena hutang dengan luar negeri dan sang diktator sudah terlalu lama berkuasa. Menutup kesempatan kerja bagi orang yang berbakat menjadi presiden.” Kritik kepada pemerintah dilanjutkan dicerpen Corat-Coret di Toilet. Di toilet, kebebasan seperti tumbuh, berkembang, dan mekar. Karena disana segala yang jujur dan murni bisa ditampilkan tanpa rasa malu. Termasuk semua imajinasi dan ide bisa dituangkan di dinding toilet. Maka ketika ada coretan di dinding toilet, itulah sesungguhnya kebenaran dari yang penulis rasakan. Mewakili kebebasan pikiran dari apa yang tengah terjadi, merekam kondisi mental dan psikologis penulisnya. Tanggapan-tanggapan mahasiswa secara bebas mengekspresikan pemikiran mereka dengan beragam alat, seperti

20

Ilustrasi oleh: Rahadian/Keadilan

reformasi, persiapkan revolusi!”, tulisanJudul : Corat-Coret di Toilet tulisan tersebut terus berlanjut di sebuah toilet. Pengarang : Eka Kurniawan Selain menyinggung Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama masalah politik, cerpen berjudul Tertangkapnya Si Tahun terbit : 2016 Bandit Kecil Pencuri Roti, mengangkat masalah sosial. Cetakan : 3 (ketiga) Ada seorang pemuda suka sekali mencuri roti, hal Tebal : 120 halaman yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan pena, spidol, lipstik, pensil, darah, pada suatu daerah. Hanya saja paku yang digoreskan ke tembok, dan dengan patahan batu bata atau arang. pengusaha roti merasa dirugikan, Menurut Eka Kurniawan, meskipun memiliki banyak sekali roti hal tersebut dilakukan karena aspirasi dan mendapatkan keuntungan dari rakyat sering tidak didengar oleh pejabat penjualannya sehari-hari. Dia memaksa pemerintah.Dinding toilet menjadi polisi untuk menangkap Bandit ini. sasaran untuk menumpahkan keluh kesah Miris sekali. Padahal perbuatan tersebut dan menjadi buku harian milik bersama, dilakukan hanya untuk bertahan hidup. Masalah sosial juga terlihat semua berhak menulis dan berkata jujur. dalam cerpen berjudul Kisah dari Eka Kurniawan juga menyindir pembaca Seorang Kawan. Menceritakan tentang dalam menjaga bersihan di toilet. mahasiswa mengenai Kalimat di dinding toilet percakapan pekerjaan orang tua mereka. Seorang misalnya, “Reformasi gagal total, Kawan! mahasiswa bercerita mengenai orang Mari tuntaskan revolusi demokratik. ”Paginya, seorang mahasiswa masuk ke tuanya yang hanya pedagang kecil. dalam toilet yang sama lalu membalas, Suatu ketika datang seorang saudagar “Jangan memprovokasi! Revolusi tak kaya menimbun beras dan menjualnya menyelesaikan masalah. Bangsa kita dengan harga lebih murah. Hal itu mencintai kedamaian. Mari melakukan merupakan taktik dalam berdagang perubahan secara bertahap.” Seorang untuk memperoleh keuntungan dan gadis tomboi pun ikut-ikutan membalas mematikan pasaran pedagang kecil. Bagi seorang saudagar kaya, dengan gincu, “Kau pasti antek tentara! tidak menjadi masalah ketika dia Antek Orde Baru! Feodal, borjuis, menjual berasnya lebih murah karena reaksioner goblok! Omong-kosong

Keadilan Post Magang 2017


memiliki modal besar. Berbeda halnya dengan pedagang kecil, mereka hanya memiliki modal sedikit. Masalah ini masih terdapat dalam kehidupan sosial kita, seperti banyak supermarket yang mematikan usaha warung-warung kecil. Eka Kurniawan mencoba membuka mata pemerintah agar brsikap adil terhadap rakyat kecil, yang seharusnya dilakukan adalah memberikan modal kepada warga yang kurang mampu agar usahanya berkembang bukan malah membuka peluang untuk pemodal asing. Dalam cerpen berjudul Si Cantik yang Tidak Boleh Keluar Malam, menceritakan orang tua yang tidak memperbolehkan anak perempuannya keluar malam,karena takut terjadi sesuatu dengan anak tersebut. Misalnya dirampok, terjebak dalam pergaulan tidak baik, atau bahkan diperkosa teman kencannya hingga gila. Anak perempuan tersebut sudah berusaha meminta izin untuk keluar malam, namun tidak diperbolehkan. Walaupun hanya sekadar untuk bermain bersama temantemannya pada waktu malam hari. Sifat mengekang orang tua terhadap anak tersebut menjadikan dia liar, sebagai akibat dari kebebasan yang dibungkam. Di lingkungan kita,terkadang masih banyak orang tua mendidik anaknya dengan cara

“Saya tahu daftar hitam itulah yang menciptakan Robert Rich. Saya telah melihat kengerian dan kekejaman. Pengasingan hidup yang mengerikan seperti yang saya alami di masa-masa menjadi anonim, dan saya tidak bisa menemukan satu lagi gurauan tentang Roberth Rich atau piala Oscar yang tidak bisa ia klaim, karena itu hanyalah patung emas kecil yang berlumur darah sahabat-sahabat saya,� tutur Dalton Trumbo rumbo adalah film tentang perjalanan hidup Dalton Trumbo, salah seorang penulis skenario Hollywood ternama dan termahal pada 1940-an yang mendapatkan beragam kesulitan, karena terlibat dengan komunisme yang berkembang di Amerika Serikat (AS) saat itu. Trumbo merupakan

T

kolot. Padahal seharusnya orang tua tidak bersikap kolot, namun memberikan kebebasan kepada anak mereka dengan tetap mengawasinya. Itulah beberapa cerpen yang ditulis Eka Kurniawan. Setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam buku ini adalah menyuguhkan kita mengenai masalah-masalah sosial di sekitar kita, diksinya beragam sehingga tidak membuat bosan pembaca, serta diselipkan roman dan humor yang membuat pembaca lebih tertarik. Sampul buku Corat-coret di Toilet berwarna hijau mencolok, kertas-kertas yang digunakan juga tebal sehingga tidak mudah sobek. Halamnya berjumlah 120 halaman, tidak terlalu banyak sehingga mudah dibaca. Namun, terkait dengan kejelasan substansi apabila dikaitkan dengan sejarah masa kini kurang relevan. Mungkin bisa lebih dikupas agar pembaca dapat memahami cerita tersebut. Penggunaan istilah seperti sinkeh-sinkeh, yang mungkin masyarakat umum belum banyak mengerti maknanya, sebaiknya diberikan catatan kecil untuk makna dari kata tersebut. Hal penting yang dapat kita ambil dari buku karya Eka Kurniawan adalah seharusnya pemerintah lebih tanggap menghadapi masalah-masalah

sosial di sekitar masyarakat. Kritik dari rakyat kepada pemerintah dijadikan cambuk agar membangun sistem pemerintahan adil bagi masyarakat. Dari kritik itulah mereka mengawasi bagaimana pemerintah bekerja. Karena mereka adalah wakil rakyat. Mereka diberi amanat untuk mengemban bukan melalaikan demi kepentingannya sendiri. Buku Corat-coret di Toilet cocok dibaca oleh mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Karena berisi serangkaian humor cerdas, hingga ungkapan politis,banyak permasalahan sosial yang disajikan sehingga membuat pembaca tertarik. Pergulatan pelbagai pikiran mahasiswa dapat dicurahkan untuk mengkritisi pemerintahan saat ini. Perlawanan dari rakyat karena kesewenang-wenangan oleh pemerintah yang mengacu pada satu pusat: hak rakyat. Apalagi beberapa cerpen mengambil penokohan mahasiswa, ikon penting gerakan reformasi. Tak lupa mngenai permasalahan sosial juga banyak banyak disinggung oleh Eka Kurniawan dengan tujuan hendaknya bisa membuat masyarakat peduli dengan masalah sosial yag ada di lingkungannya, sehingga mereka bisa aktif bukan malah bersikap acuh tak acuh.

Antara Berkarya dan Nyawa

film adaptasi berdasarkan sebuah novel biografi karya Bruce Cook dengan judul yang sama. Film ini mengusung : Trumbo tema tentang bagaimana perjuangan : Jay Roach Trumbo memperbaiki nama baik, : Biografi, Drama : 124 menit karir, serta hidupnya setelah keluar : 2015 dari penjara akibat dituduh sebagai : Bryan Cranston, seorang komunis antek Uni Soviet. Helen Mirren & Diane Lane Keterkaitan Trumbo dan komunis sendiri bermula pada tahun 1930-an, sebagai efek dari depresi besar yang terjadi di Amerika Serikat, serta kemunculan fasisme sehingga banyak warga Amerika yang bergabung dengan  The Communist Party United States of America (CPUSA). Kemajuan CPUSA dalam merekrut masyarakat AS sendiri tak bisa dilepaskan dengan latar belakang mereka yang saat itu sedang bersekutu dengan Uni Soviet dalam perang dunia kedua. Namun sial bagi Trumbo dan puluhan ribu anggota

Oleh: M. Aunur Roviq

Film Sutradara Genre Durasi Tahun Pemeran

doc.

Keadilan Post Magang 2017

21


doc.

CPUSA lainnya, perang dingin yang terjadi antara dua negara pemenang perang dunia kedua tersebut memicu kecurigaan dari pemerintah Amerika terhadap semua orang yang diduga terlibat dengan komunis dan Uni Soviet. Trumbo adalah seorang pria dengan jiwa patriotisme yang tinggi, akan tetapi kebenciannya dengan kapitalisme membuat dia dianggap sebagai sosok yang berbahaya bagi orang-orang konservatif yang menguasai Amerika pada masa itu. Dengan menggunakan media film yang dia tulis sendiri, Trumbo melakukan kritik-kritiknya terhadap pemerintah. Hal ini membuat Hedda Hopper, seorang aktris kawakan sekaligus jurnalis yang sangat berpengaruh pada saat itu untuk mempelopori dibuatnya Hollywood Ten, sebuah daftar hitam Hollywood yang dibuat untuk Trumbo dan sembilan rekan lainnya sesama pro komunis yang bekerja di dunia perfilman. Akhirnya 19 Somasi dikeluarkan oleh kongres untuk Trumbo dan teman-temannya dengan tuduhan telah merusak nilai demokrasi serta dugaan melakukan kerja sama dengan musuh negara, Uni Soviet. Satu persatu dari anggota Hollywood Ten diharuskan untuk memberikan kesaksian di hadapan kongres, namun kesaksian yang mereka berikan justru dianggap telah menghina kongres. Akibat dari tuduhan tersebut berhasil memaksa setiap orang yang termasuk dalam Hollywood Ten untuk dikeluarkan dari studionya tanpa kompensasi dan membuat mereka tidak lagi dapat berkarya di dunia perfilman. Bagian terburuknya adalah Trumbo juga harus mendekam di penjara selama hampir satu tahun tanpa dasar yang benar-benar jelas. Tapi Trumbo bukanlah orang

22

yang akan kalah begitu saja, sifat ngotot dan keras kepalanya untuk tetap menulis berhasil menghasilkan sebuah naskah ciamik yang berjudul Roman Holiday. Dengan menggunakan nama dari rekannya sesama penulis, Ian McLellan Hunter, naskah ini berhasil memenangi Piala Oscar 1954 untuk kategori cerita terbaik. Keinginannya untuk tetap mencari nafkah lewat menulis membuat dia memilih untuk menjalin kerjasama dengan Frank King seorang produser spesialis film kelas B. Tapi siapa yang sangka, kerjasama yang didasari oleh motif ekonomi ini justru berhasil membuahkan satu lagi Piala Oscar untuk kategori cerita terbaik untuk film berjudul The Brave One, sebuah film yang ditulis oleh Trumbo dengan menggunakan nama pseudonim, Robert Rich. Berlindung di balik telunjuk, itulah kalimat yang paling tepat dalam menggambarkan kehidupan Trumbo pascakemenangan tersebut. Desasdesus bersebaran bahwa Robert Rich hanyalah tokoh rekaan yang dibuat untuk menyembunyikan identitas asli dari penulis sesungguhnya, Dalton Trumbo. Hal tersebut membuat geram pihak-pihak konservatif, yang dengan segala motifnya akan selalu berusaha untuk segera mencari cara untuk mematikan karier Trumbo lagi. Tapi memang benar hasil tidak mengkhianati usaha, keberhasilan Trumbo untuk memenangkan Oscar membuatnya mendapatkan tawaran dari aktor ternama, Kirk Douglas, untuk menulis naskah dari film Spartacus yang akan disutradarai oleh salah satu sutradara terbaik sepanjang masa, Stanley Kubrick. Tidak berhenti di situ, kali ini tawaran besar lain datang dari sutradara ternama, Otto Preminger yang menawarkan

Keadilan Post Magang 2017

kepada Trumbo agar mau menuliskan naskah film untuknya. Momen itupun dijadikan Trumbo sebagai titik balik kariernya, dia akhirnya memberanikan diri mengungkapkan kepada publik tentang kehidupan anonimnya selama dimasukkan daftar hitam Hollywood. Salah satu hal penting yang dilewatkan oleh film ini adalah Joseph McCarthy, Senator AS dari Partai Republik yang merupakan seorang anti komunis. Seorang pria yang dengan pengaruhnya berhasil membuat ratusan orang berpengaruh serta puluhan ribu masyarakat sipil lainnya harus menanggung akibat dari diskriminasi. Pengaruhnya dalam masamasa tersebut sangat besar sehingga dibuatlah istilah ‘McCarthyisme’ yang diciptakan untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa diskriminasi itu, kata tersebut sendiri memiliki arti praktik membuat tuduhan tak adil. Selain Trumbo, orang-orang berpengaruh lain yang harus mendapatkan kerugian oleh McCarthyisme ini adalah Albert Einstein, Charlie Chaplin hingga ‘si pembuat bom atom’ Julius Robert Oppenheimer. Agak ironis memang, kebencian yang sangat besar terhadap ideologi komunis justru terjadi di satu-satunya negara yang memberlakukan adanya salary cap dalam hampir setiap liga olahraganya. Film Trumbo telah menggambarkan bagaimana kejamnya akibat yang ditimbulkan oleh perlakuan diskriminasi yang disebabkan karena perbedaan ideologi. Ratusan orang dimasukkan daftar hitam di Hollywood dan puluhan ribu orang di Amerika lainnya jadi sasaran dari ketidakadilan. Para guru, pegawai negeri, dan bahkan keluarga mereka harus merasakan penderitaan akibat kehilangan pekerjaan, kebangkrutan, perceraian hingga bunuh diri. Hal ini sedikit mengingatkan kita pada sejarah kelam yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965 hingga beberapa tahun setelahnya, saat itu jutaan masyarakat yang dianggap memiliki keterlibatan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) harus mengalami diskriminasi, pengusiran, pengasingan dan yang paling buruk, pembantaian genosida. Namun di balik cerita yang menarik tersebut tetap saja ada kekurangan dalam film ini. Salah satu yang cukup mengganggu di sini adalah rentang


waktu yang digambarkan oleh sang sutradara, Jay Roach. Hal tersebut sangat terlihat dari perubahan aktris pemeran Nikola Trumbo. Pada saat sebelum Trumbo dimasukkan ke dalam penjara, Nikola diperankan oleh seorang aktris cilik dan kemudian pada saat Trumbo berhasil bebas dari jeratan jeruji besi tersebut, aktris yang memerankan anaknya berubah menjadi seorang remaja tanggung. Transformasi besar-besaran yang terjadi terhadap pemeran Nikola tersebut membuat penonton menjadi tidak benar-benar yakin bahwa Trumbo sebenarnya hanya mendekam selama 11 bulan di penjara. Selain rentang waktu yang cukup membingungkan, kekurangan lain dari film ini adalah penggambaran tentang betapa vokal dan tangguhnya perjuangan Trumbo dalam mempertahankan ideologinya sehingga membuat dia terlihat seperti pahlawan jika dibandingkan dengan rekanrekannya yang lain. Hal itu dapat dilihat dari penggambaran terhadap rekan-rekannya yang lain, seorang

produser yang materialistis, teman seperjuangan yang sakit-sakitan dan miskin, serta aktor yang berkhianat. Terlepas dari segala kekurangannya, Trumbo tetaplah film yang mampu memainkan emosi dari para penonton. Hal tersebut mampu digambarkan dalam adegan ketika anaknya, Nikola sedang merayakan ulang tahunnya. Alih-alih ikut serta dalam merayakan ulang tahun tersebut, Trumbo justru memilih untuk meringkuk di bak mandi—tempat kerja favoritnya—dan berkutat dengan mesin ketik serta sebotol bir. Alhasil tindakan apatis Trumbo terhadap anaknya itu berhasil menciptakan pertengkaran antara ayah-anak. Adegan tersebut mampu menonjolkan kekuatan akting dari Bryan Cranston dalam memerankan Trumbo yang keras kepala serta cukup eksentrik. Film yang mendapatkan rating 79% Rotten Tomatoes ini memang unggul dalam kualitas akting yang ditunjukkan oleh para aktornya. Penggunaan aktoraktor kawakan seperti Bryan Cranston, Helen Mirren, Diane Lane hingga John Goodman dalam jajaran pemerannya

merupakan upaya yang pintar. Karena emosi yang ditampilkan dalam film ini mampu disampaikan dengan sangat baik kepada penonton. Nominasi Piala Oscar untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik yang didapatkan oleh Bryan Cranston dinilai memang sangat layak. Selain itu, ada banyak nilai-nilai kehidupan yang juga bisa diambil dari film ini. Misalnya digambarkan bagaimana akibat dari diskriminasi terhadap orang yang memiliki ideologi berbeda. Sehingga akibat yang terjadi tidak hanya menimpa dirinya tetapi juga dirasakan oleh keluargakeluarganya. Diskriminasi-diskriminasi yang terjadi itu dengan sangat apik dapat digambarkan dalam berbagai adegan yang dibuat dengan tidak berlebihan. Sehingga terlepas dari kritik tentang betapa film ini hanyalah sekadar bagus tapi tidak istimewa, Penulis lebih memilih untuk menyebut Trumbo sebagai film yang mampu memikat dengan caranya yang sederhana.

Dialek

Katanya isu domein verklering muncul lagi di DIY ya?

Ah enggak, itu cuma isu politik

Mau gak sepi gimana, oprec aja jarang

Pusat Studi Mandiri masih sepi mahasiswa?

Justru aneh kalau gak ricuh

Terus, katanya sidang DPD berakhir ricuh lagi?

Biaya pendidikan sekarang kok makin mahal?

Bang Alek

Di negara ini yang murah cuma nyawa, Bang!!!

Lek Di

Keadilan Post Magang 2017

23



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.