PELAYAN UNGGUL DALAM MEMBANGUN MASYARAKAT DAMAI Yunus Laukapitang Abstrak: Gereja dibangun dan diutus oleh Kristus ke dalam dunia untuk menjadi garam dan terang bagi dunia. Dalam pelaksanaannya gereja berhadapan dengan berbagai masalah dalam masyarakat baik secara sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan lainnya. Dalam menghadapai tantangan tersebut dibutuhkan oleh pelayan gereja yang mempunyai kualifikasi-kualifikasi yang khas dan unggul untuk dapat memberikan solusi atas masalah tersebut. Tujuan dari penulisan ini untuk menjelaskan mengenai mengenai kualifikasi seorang pelayanan yang unggul baik secara intektual, moral dan spiritual. Dan menjelaskan masalah yang dihadapi oleh masyarakat serta bentuk pelayanan solidaritas transformatif, solidaritas inkarnatif, solidaritas misiologis dan solidaritas holistik. Adapun metode yang dipakai dalam penulisan adalah metode studi kepustakaan dan deskriptif. Kata kunci: Pelayanan Unggul, Membangun masyarakat damai, solidaritas. Pendahuluan Dunia saat ini yang ditandai dengan berbagai perubahan secara global yang begitu cepat dalam bidang teknologi dan informasi menjadikan dunia sebagai dusun global. Gereja sebagai lembaga ilahi yang didirikan oleh Kristus (Matius 16:18), dilengkapi dan diutus Kristus ke dalam dunia (Efesus 4:11; Roma 10:9-14) diperhadapkan dengan kenyataan-kenyataan perubahan yang berdampak positif dan juga negatif. Gereja dalam pemahaman secara organisasi dan organisme terpanggil untuk memberikan kontribusi secara positif, kreatif, kritis dan realistis1 terhadap berbagai perubahan yang ada. Dalam kesempatan ini fokus pembicaraan pada gereja secara pribadi yang diutus ke dalam dunia . Tuhan Yesus berkata, “Kamulah garam dan terang bagi dunia”.2 Lebih spesifik kepada orang percaya yang terpanggil secara khusus sebagai seorang pelayan. Pembicaraan kali ini
berfokus pada dua pokok besar yakni, pelayan unggul yang bekerja/melayani membangun masyarakat damai. Dua pertanyaan yang menjadi dasar pembahasan yakni? 1. Siapa pelayan unggul? 2. Bagaimana pelayan unggul itu bekerja/ melayani membangun masyarakat damai? Pelayan Unggul Apakah yang menjadi standard yang dapat dipakai untuk menilai seorang sebagai pelayan unggul? Tidak dapat disangkal bahwa pelayan unggul adalah suatu proses sejak dari kandungan ibu hingga akhir pelayanannya. Dalam Alkitab pelayan unggul berhubungan erat dengan panggilan, ketaatan terhadap panggilan pelayan yang dipercayakan dan penyelesaian pelayanan yang dipercayakan dengan baik. Ini dapat digambarkan sebagai panggilan – proses – hasil pelayanan. Bila pelayan unggul, dapat dinilai sebagai suatu kesuksesan dalam pelayanan yang dipercayakan maka dapat dikatakan: kesuksesan adalah suatu proses panjang
1
T.B. Simatupang. “Masalah Apostolat dan Kemasyarakatan Dalam Rangka Kisah Para Rasul Masa Kini DI Indonesia”, Apostole Pengutusan, (Jakarta: STT Jakarta: 1987), 253-254. 2 Matius 5:13-14; Yohanis 17:18.
1
ses. Ia lahir dari Roh4 , dimateraikan oleh Roh Kudus.5 Tubuhnya menjadi rumah bagi Roh Kudus.6 Hidup dalam pimpinan Roh Kudus 7 dan dipenuhi oleh Roh Kudus8. Dipenuhi Roh Kudus berbicara mengenai kedekatan dan kerinduaan untuk selalu dekat dengan Tuhan. “Barangsiapa haus biarlah ia datang... dan dari dalam dirinya akan mengalir aliran-aliran air hidup”9 Dalam Alkitab pelayan unggul yang mempunyai kualifikasi spiritual yakni dipenuhi oleh Roh Kudus yakni Yusuf 10, Musa, para pemimpin yang membangun kemah Suci, para hakim, Daud11, Daniel12 dalam Perjanjian Baru, Yohanis Pembaptis13, Tuhan Yesus14 , para rasul15, diaken16, rasul Paulus17., juga bagi setiap orang percaya 18. Hidup takut akan Tuhan Kehidupan yang takut akan Allah sebagai kualifikasi rohani bagi seorang pelayan unggul menjadi kebutuhan di tengah kehidupan kedagingan yang semakin memuncak. Kehidupan pada zaman akhir manusia akan hidup seperti zaman Nuh.19 Dalam Kejadian pasal 6 dijelaskan bahwa manusia segala niat hatinya hanya berbuahkan kejahatan semata-mata, penuh dengan kejahatan. Namun Nuh hidup takut akan Tuhan, Ia hidup berbeda dengan orang-orang seza-
untuk menghadapi setiap permasalahan dalam mengejar kesuksesan hidup ini. Hidup ini ibarat restoran, pepatah dari Bapak Darmadi Darmawangsa (penulis Champion)! Namun yang membedakan hidup ini dengan restoran adalah kalau restoran anda dapat makan apa saja terlebih dahulu baru membayarnya, tidak demikian halnya dengan hidup, “Anda harus membayar harga terlebih dahulu baru Anda akan menikmatinya”. Anda tidak dapat memakan hasil panen jika Anda tidak pernah menabur benihnya dahulu; benih di sini berbicara mengenai kerja keras, doa dan melakukan yang terbaik, yang dapat dilakukan.3 Pelayan unggul dalam pemaparan kali ini meliputi kualifikasi dan gambaran pelayan unggul. Kualifikasi Pelayan Unggul Pelayan unggul berdasarkan Alkitab adalah sejumlah kualifikasi yang dimiliki oleh seorang pelayan yang meliputi kualifikasi spiritual, intektual, sosial dan moral. Ia mempunyai kualifikasi akademis tetapi juga kualifikasi praktis. Ia bekerja dengan hati , kepala dan tangan. Kualifikasi Spiritual Kualifikasi spiritual pelayan unggul meliputi tiga aspek, yakni hidup penuh Roh Kudus, hidup takut akan Tuhan dan hidup penuh iman. Ini diambil dari pemilihan jabatan pelayanan daiken dalam Kisah rasul Pasal 6. Hidup penuh Roh Kudus. Hidup penuh dengan Roh Kudus mempunyai pengertian Roh Kudus memenuhi seluruh kehidupan dan mengontrol secara penuh keberadaan seorang pelayan dalam pelaksanaan tugas yang dipercayakan. Hidup penuh Roh Kudus adalah suatu pro-
4
Yohanis 3:3-6; I Petrus 1:23 ; Titus 3:5 Efesus 1:13-14 6 I Korintus 3:16 7 Galatia 5: 18; 25; Roma 8:14-17. 8 Kisah rasul 2; Efesus 5;18; Lihat pelayanan Yusuf, Daud, Daniel, Tuhan Yesus dan para rasul 9 Yohanis 7:37-39. 10 Kejadian 41:38. 11 I Samuel 16:13. 12 Daniel 5:11. 13 Yohanis 1:15. 14 Lukas 4:1. 15 Kisah Rasul 2:4. 16 Kisah Rasul 6:5. 17 Kisah Rasul 9:15. 18 Efesus 5:18 19 Matius 24:37-39. 5
3
Dion Alexander Nugraha. 8 Revolusi Sikap Menjadi Entrepreneur. (Jakarta: PT Gramedia, 2008), 84.
2
ngan-Nya21. Ia lahir dan hidup melayani, mati dan bangkit dari antara orang mati22 . Anak Allah yang hidup. Memberi kesaksian bahwa Kristus adalah benar-benar Allah. Pengajaran, pribadi dan karya-Nya membuktikan bahwa Ia adalah Allah yang datang untuk membawa kembali manusia kepada kemuliaan Allah melalui keserhanaan-Nya23 Iman kepada Yesus yang adalah Tuhan adalah sebuah resiko. Kristus sendiri berkata, “ Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku di sorga�. 24 Kualifikasi Intektual Kualifikasi intektual berbicara mengenai kemampuan mengelola pikiran/otak yang Allah berikan. Ini meliputi penuh hikmat, seorang yang cakap secara akademis dan teknis. Penuh Hikmat Rasul Yakobus membagi hikmat dalam empat bagian dengan ciri dan dampak dari hikmat tersebut, yakni hikmat dunia, nafsu manusia, setan-setan dan hikmat dari Allah.25 Seorang pelayan unggul dalam pelayanannya selalu diperhadapkan dengan masalah. Ia tampil sebagai seorang yang memiliki hikmat yang datang dari Allah, ketika ia hidup dalam takut akan TUHAN,26 hidup tetap di dalam Kristus27, maka hikmat itu menjadi bagiannya. Karena Kristus adalah hikmat Allah28 ketika ia menyelesaikan suatu masalah yang dihasilkan adalah kedamaian, ketulusan dan hal-hal yang baik. Itulah yang telah dilakukan oleh Salomo diawal pelayanannya, sebagai seorang mu-
mannya. Hidup takut akan Tuhan berbicara mengenai kehidupan dalam kebenaran. Firman Allah menjadi pedoman dalam segala tingkah laku kehidupan. Sejalan dengan perkembangan media cetak dan media elektronik, pengajaran yang menekankan berbagai nilai kehidupan yang menyimpang dari Alkitab menjadi tantangan bagi seorang pelayan unggul yakni nilai kehidupan materialisme, hedonisme, humanisme, individualisme, relatisme, pluralisme , antinonisme berjalan seiring dengan perkembangan postmodern dan gerakan zaman baru. Kebenaran dipertanyakan. Karena tidak ada kebenaran yang mutlak. Bagaimana posisi seorang pelayanan unggul dalam sistim yang berdosa saat ini, apakah menjadi duniawi atau mempengaruhi dunia. Ini dapat membawa penilaian negatif bagi dirinya sebagai seorang yang radikal dan antiperdamaian. Hidup penuh iman Kehidupan dalam iman, berbicara mengenai kehidupan yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harap hanya pada Tuhan.20 Hidup penuh iman kepada Yesus pada saat ini mulai dipertanyakan kembali dalam era kebangkitan agama-agama. iman pada Yesus yang mana? Identitas diri Yesus dipertanyaan? Apakah betul Yesus hidup dalam sejarah, atau Yesus adalah ungkapan iman dan sebuah mitos dalam sejarah. Kesaksian Alkitab dan keberadaan gereja dalam sepanjang sejarah memberi kesaksian yang sungguh bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Mesias berbicara Yesus sejarah. Ia hidup dan berkarya dalam sejarah manusia. Ia adalah penggenapan dari sejarah penebusan yang telah dinubuatkan jauh sebelum kedata-
21
Yesaya 9:1-6 ; Daniel 9:25; Mikha 5:1 I Korintus 15:19-20 23 Filipi 2:1-11; II Korintus 8:9 24 Matius 10:32-33. 25 Yakobus 3:13-18. 26 Amsal 9:10;11:2. 27 Yohanis 15:7; Kolose 2:6-7. 28 I Korintus 1:24;2:7. 22
20
Yermia 17:5-8; Mazmur 1; Maz. 121; Amsal 3:5-7
3
kannya sebagai seorang yang cakap.33 Seorang pakar pendidikan menyebutkan suatu istilah yang baik pula untuk dicermati dalam membangun kecakapan hidup dalam hubungan dengan keilmuwan dan antar pribadi dengan menyebut istilah MEC, Move, seorang yang bergerak, membangun relasi dengan siapa saja. E, English, menguasai bahasa inggris sebagai bahasa international dan C, computer yakni menguasai teknologi informasi yang membuat dirinya dapat memperoleh berbagai informasi yang memperkaya dirinya. Kemampuan teknis ini membutuhkan komitmen dan kesediaan untuk terus belajar. Meraih segala kesempatan, untuk dapat mengembangkan diri sebagai seorang pelayan unggul. Kualifikasi Moral dan Sosial Adapun kualifikasi moral dan sosial, diantaranya: 1. Terkenal baik. Lihat Nuh. Keadaan manusia akan bertambah rusak menjelang akhir zaman ( II Tim. 3). Hedonisme, materialisme, antinomianisme, relativisme, humanisme menjadi gaya hidup manusia modern. Kehidupan terkenal baik berbicara mengenai kualifikasi kehidupan moral dan sosial yang baik. Di tengah berbagai kehidupan moral dan sosial yang menyimpang dari Firman Allah. 2. Orang yang dapat dipercaya. Ini berbicara mengenai integritas hidup, dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan. 3. Benci pada pengejaran suap Alkitab memberikan kesaksian mengenai setiap pergantian kepemimpinan dari satu generasi kepada generasi yang lain, kehidupan moral yang nyata dalam kehidupan sosial secara bersama-sama yang menjadi hambatan untuk tampil sebagai pelanjut kepemimpinan. Anak-anak Eli tidak da-
da yang dikaruniakan hikmat dari Allah dalam menyelesaikan masalah dua orang perempuan yang merebut seorang anak bayi. Apa yang dilakukannya memberi kesaksian bahwa Allah menyertainya.29 Kemampuan akademis Kemampuan akademis, lebih berbicara mengenai kemampuan secara logis untuk memberikan pemahaman yang praktis dan jelas dalam menjelaskan suatu permasalah atau konsep sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain. Dalam Alkitab pelayan unggul adalah orang-orang yang terpelajar dalam Taurat maupun perkembangan pendidikan pada waktu itu. Musa seorang yang belajar pada istana Firaun pusat peradaban dunia. Daniel, Ezra, Nehemia, Yehezkiel hidup pada pusat kerajaan Babel dan Media/Persia yang menguasai dunia beradab pada waktu itu30. Para Rasul belajar langsung dari Yesus sebagai Tuhan dan guru. Rasul Paulus, belajar dibawa Gamaliel guru besar Yahudi waktu itu, ia menguasai hukum Taurat, Filsafat dan hukum dengan baik.31 Seorang pelayan unggul adalah manusia pembelajar. Ia terus belajar baik dari Kristus sendiri, firmanNya32 maupun belajar pengetahuan lainnya untuk memperkaya dirinya dengan berbagai pengetahuan. Ada yang menyebutkan di tangan kanan seorang pelayan ada Alkitab dan sebelah kirinya ada surat kabar. Ia memahami benar firman Tuhan dan masalah yang sedang terjadi di dunia saat ini di mana ia diutus oleh Allah. Kemampuan Teknis Kemampuan teknis adalah, keunggulan lebih, yang khas. Alkitab menyebut-
29
Yakobus 3:17-18; I Raja-raja 3:12; 3:27-28. Daniel 1:4; Ezra 7:1-6; Nehemia 1:6-8; Ester 1:1-2. 31 Kisah rasul 17:16-34; 22:1-22. 32 Matius 11:28-29; I Timotius 4:11-16. 30
33
4
Keluaran 18:21; 2 Timotius 2:2.
pat mengantikan pelayanan Eli, karena mereka tidak mempunyai kualifikasi moral dan sosial yang baik sebagai seorang pelayanan yang unggul. Allah memunculkan Samuel, seorang yang disukai baik dihadapan Tuhan maupun manusia.34 Kepemimpinan Samuel tidak dapat diganti oleh anak-anaknya sebab mereka mempunyai kualifikasi moral dan sosial yang jelek, yakni mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. 35 Dalam Perjanjian Baru, pemilihan para diaken dan penatuan, kualifikasi moral dan sosial menjadi prasyarat utama untuk mengemban jabatan pelayanan. Ia adalah terkenal baik, suami dari satu istri, anakanaknya hidup tertib, tidak hamba uang, suka memberi tumpangan, tidak cabang lidah, bukan pengemar anggur, jangan serakah, istri-istrinya orang terhormat, tidak memfitnah, dapat menahan diri, dapat dipercayai dalam segala hal, mengurus anakanak dan keluarganya dengan baik.36 Yohanis Pembaptis seorang tokoh yang mempersiapkan jalan bagi Kristus, ia seorang yang mengenal diri dengan baik di hadapan Tuhan, mengenal tugas yang dipercayakan dan mengenal statusnya di hadapan Allah. Tuhan Yesus memberi kesaksian bahwa tidak ada seorang yang lebih besar dari dirinya. Ia menunjukkan kualifikasi pelayan unggul yang tidak kompromi dengan dosa dan menyatakan kesalahan Herodes pada waktu itu. Seorang pelayan unggul yang memenuhi kualifikasi moral dan sosial menjadikan dirinya berbicara apa adanya. Bagi dia, ya adalah ya, tidak adalah tidak.37 Gambaran Pelayan Unggul Gambaran pelayan unggul dapat digambarkan seperti harapan Rasul Paulus
kepada Timotius dalam pelayanannya, yakni dapat digambarkan sebagai seorang prajurit, olahragawan dan seorang petani.38 Seorang pelayanan unggul yang digambarkan sebagai seorang prajurit menunjukkan ketaatan dan komitmen pada tugas yang dipercayakan. Bagi seorang prajurit, hanya ada satu kata, “siap�, untuk setiap perintah yang diberikan. Baik atau tidak baik waktunya39. Ini dilakukan dengan satu tujuan agar ia berkenan kepada pimpinannya. Seorang pelayan unggul hidupnya berkenan kepada Kristus40, ketika ia hidup dengan satu tujuan hanya untuk mentaati Kristus dalam seluruh aspek kehidupannya. Seorang pelayan unggul yang digambarkan sebagai seorang olahragawan, tujuan akhirnya adalah menjadi juara dan memperoleh hadiah. Untuk mencapai maksud tersebut ia harus terus berlatih dengan keras sesuai dengan jadwal yang tetap, ia harus menjaga kesehatan tubuh dengan makanan yang berimbang nilai gizinya. Sewaktu-waktu ia melakukan uji tanding dengan sesama olahragawan yang lain, untuk melihat sejauhmana kemajuan dalam latihannya. Seorang pelayan unggul ia mempunyai tujuan akhir yakni hadiah dari Kristus. Seperti halnya Rasul Paulus ungkapkan, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah memelihara iman, sekarang tersedia bagiku mahkota kebenaran�.41 Untuk mencapai hal tersebut, seorang pelayan unggul butuh kesabaran dan ketaatan. Dalam perlombaan ada begitu banyak cobaan yang datang untuk mencapai garis akhir. Penulis Ibrani menasehati untuk tetap memandang kepada Kristus dan me-
34
38
35
39
I Sam. 2:12-17; 22-25. I Samuel. 8:3. 36 I Timotius 3:1-13; Titus 1: 5-16. 37 Matius 5:37.
II Timotius 2:3-6 I Petrus 3:15-16 40 Kisah rasul 4:19 41 II Timotius 4:6-8
5
ngingat akan Kristus, yang telah menyelesaikan segala tugas hingga selesai.42 Pelayanan unggul yang digambarkan sebagai seorang petani, ia adalah seorang yang tekun dan ulet untuk mempersiapkan lahan, menanam, membersihkan dan pada akhirnya menikmati hasil panen dengan sukacita.43 Alkitab menyebutkan seorang pelayan adalah pekerja. Dunia adalah ladangnya.44 Ia ada di dunia bekerja untuk mempersiapkan lahan, menabur benih firman Tuhan dan pada akhirnya menuai jiwa-jiwa bagi Kristus. Petani berbicara mengenai tugas dan hasil yang akan dicapai. Pelayan unggul adalah seorang yang mengenal tugasnya dengan jelas di dunia, yakni membawa banyak orang kepada keselamatan dalam Kristus. Ia mengenal dirinya dengan jelas dan tugas yang dipercayakan. Seperti halnya Rasul Paulus ungkapkan, “ Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan”.45 Membangun Masyarakat Damai Dalam membangun masyarakat Damai seorang pelayan unggul perlu memperhatikan dua hal, yakni: Kondisi nyata masyarakat dan melakukan tindakan nyata untuk mengatasi masalah tersebut. Kondisi Nyata Masyarakat Masyarakat damai adalah masyarat yang hidup dalam standard-standar kelayakan dan telah terpenuhi kebutuhan dasarnya secara baik (sandang, pangan dan papan). Sedangkan komposisi masyarakat damai menurut The Institute for economic and peace suatu badan penelitian dalam study perdamaian di Amerika menyebutkan komposisi masyarakat damai meliputi, pemerintahan yang efektif, distribusi sumber
daya alam, Tingkat pendidikan yang tinggi, kenyamanan lingkungan bisnis, kesadaran atas hak orang lain, hubungan yang baik dengan orang lain, keterbukaan arus informasi dan korupsi dengan level terendah.46 Secara teologis, damai mempunyai pengertian pemulihan hubungan yang telah rusak baik dengan Allah, diri dan semua ciptaan Allah (manusia dan lingkungan hidup).47 Kondisi nyata dunia saat ini yang turut mempengaruhi kedamaian dalam masyarakat. Tim keadilan, perdamaian dan Ciptaan Gereja-Gereja se-Dunia menujukkan mengenai kondisi dunia saat ini dengan menyebutkan: Pada tahun 2003, ada 7,7 juta orang memiliki kekayaan senilai 1 juta dolar AS atau lebih. Jumlah kekayaan mereka ini mencapai 28.9 triliun dollar AS, atau hampir tiga kali lipat produksi nasional AS pada tahun yang sama. Pada saat yang sama, 840 juta orang di seantero dunia kekurangan pangan dan 1,5 milyar – yang kebanyakan adalah perempuan, anak-anak dan penduduk asli – hidup dengan kurang dari 1 dollar AS per hari…. Konsumsi barang dan jasa 20% orangorang terkaya dunia setara dengan 86% konsumsi global. Penghasilan tahunan dari orang-orang terkaya yang berjumlah 1% sama dengan penghasilan orang-orang termiskin yang berjumlah 57%, dan paling sedikit 24. 000 orang meninggal setiap hari karena kemiskinan dan kurang gizi. Masalah-masalah lingkungan hidup – pemanasan global, penipisan sumber daya alam, dan hilangnya keanekaragaman hayati – semakin parah saja. Sebagai contoh, kita akan kehilangan
42
46
Ibrani 12:2-3 Mazmur 126 44 I Korintus 3:8-9 45 I Korintus 3:5-9
www. jurnas.com/../212491. “Komposisi Menuju Masyarakat Damai Jurnal Nasional, Sabtu 16 Juni 2012. 47 Efesus 2:14-22.
43
6
30-70 persen dari keanekaragaman hayati dunia dalam kurun waktu 20-30 tahun ke depan. Perang berkecambuk di banyak bagian dunia, militerisme dan kekerasan telah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari. Krisis keuangan semakin sering dan lebih intens. Pengangguran semakin merajalela, mengancam mata pencarian orang banyak. Dengan kata lain, kehidupan manusia dan bumi sudah sangat terancam. 48 TAHUN
1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BPS JUMLAH PENDUDUK MISKIN JUTA PERSEN 34,01 17,47 49,50 24,23 47, 97 23,43 38,70 19,14 37,90 18, 41 38, 40 18, 20 37,30 17, 42 36, 10 16, 66 35, 10 15, 97 39, 30 17, 75 37, 17 16, 58 34, 96 15, 42 32, 53 14, 15 31, 02 13, 33 30,02 12, 49
Sumber Bappenas: Data makro kemiskinan: Indikator Pembangunan
2005
2006
2007
2008
2009
2010 APBN-P
Pertumbuhan Inflasi Kemiskinan
5,7 17,1 15,97
5,5 6,6 17, 75
6,3 6,6 16, 58
6,3 12,5 15, 42
4,3 6,2 14, 15
5,8 5,3 13, 33
Mengenai kondisi ini lebih lanjut dijelaskan apa yang direncanakan oleh pemerintah: Di Jakarta Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui... masih ada sekitar 30 juta jiwa yang berada di bawah garis kemiskinan setara penghasilan Rp. 231. 000 perbulan per orang. Atas dasar itu, mulai 2011, pemerintah menambah perangkat kebijakan pengentasan kemiskinan dari sebelumnya hanya tiga kluster, menjadi empat kluster. Kluster keempat ini ada enam kegiatan yang harus dijalankan mulai tahun 2011, yakni menyediakan rumah murah, trasportasi angkutan desa murah, listrik murah, air bersih murah, peningkatan kesejahteraan nelayan, dan peningkatan ekonomi masyarakat kota miskin. Pemerintah menganggarkan Rp. 49, 5 triliun untuk penanggulangan kemiskinan di tiga kluster pertama pada tahun 2011. Adapun untuk enam program tambahan dalam kluster keempat Rp. 5,3 triliun pada 2012. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana menegaskan, dengan empat kluster itu, pemerintah berharap 30 juta orang yang berada dalam kondisi mendekati miskin (near poor) terangkat. Begitu juga dengan 30 juta orang lainnya yang sangat miskin dan miskin karena berpenghasilan di bawah Rp. 231. 000 perbulan.51
BANK DUNIA PENDUDUK MISKIN PENDUDUK MISKIN DI BAWAH 2 DI BAWAH 1 DOLLAR AS PP DOLLAR AS PP JUTA PERSEN JUTA PERSEN 15,40 7,80 99,60 50,50 24,90 12,00 135,00 65,10 20,90 9,90 125,30 59,50 19, 70 9, 20 125,20 58,70 15,50 7,20 115,60 53,50 14, 50 6, 60 110, 00 50, 10 16, 50 7, 40 109, 10 49, 00 13, 60 6, 00 102, 10 45, 20 19, 50 8, 50 113, 80 49, 60 15, 50 6, 70 105, 30 45, 20 14, 00 5, 90 100, 70 42, 60 -
Dalam konteks Indonesia dengan penduduk miskin pada tahun 2009, mengacu data BPS, penduduk hampir miskin berjumlah 20,66 juta atau 8,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2010, jumlah bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,88 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2011, jumlahnya bertambah 5 juta jiwa sehingga menjadi total 27,12 juta jiwa atau 10,28 persen total penduduk. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah 237.556.363 jiwa.49 Lebih lanjut mengenai kondisi kemiskinan yang ada di Indonesia data BPS dan bank Dunia menunjukkan:50 48
Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) Jenewa, 2006. Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi Sebuah Dokumen Latar belakang.(Jakarta: PMK HKBP), 3-4 49 Kompas, Jumat 16 September 2011 , 17 5 juta hampir Miskin Pemerintah Pastikan Harga BBM Bersubsidi Tidak Naik 50 Kompas Jumat 16 September 2011, 46 Penyaluran anggaran Jangan politisasi dana kemiskinan
Keadaan yang terjadi secara nasio-
51
7
Ibid., 46.
nal ini jelas mempunyai kesamaan dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi propinsi yang juga mempunyai tingkat penduduk miskin besar di Indonesia yang tidak dapat disangkal sebagai daerah kantong Kristen. Mengenai Propinsi Nusa Tenggara Timur data dari sumber data BPS 2010, Riskesdas diperoleh tentang gambaran masyarakat NTT antara lain: • Penduduk : 4.619. 655 jiwa • 22 kabupaten/kota • Kepadatan: 95 jiwa/km2 – terbesar Kota Kupang (11.441 jiwa/km2) dan terendah di Sumba Timur dan Sumba Tengah (33 jiwa/km2) • Provinsi ke-5 dengan angka kemiskinan tertinggi (23,30%) • Angka kematian bayi : 31, 2 / 1000 • 58, 4% balita pendek (stunting) • 13,2 Balita malnutrisi akut • Lebih 60% anak mengalami anemia • 50% anak usia sekolah menderita cacingan • Indeks pertumbuhan manusia: 66, 15 (peringkat 31 dari 33 provinsi) • Tingkat melek huruf: 90,24 (lakilaki) dan 85,85 (perempuan) • Pendapatan per kapita penduduk : 4,89 juta/tahun (tertinggi penduduk kota Kupang 11,59 juta/tahun. Terendah Sumba Barat Daya 2, 89 juta/tahun52 Secara khusus untuk kota Kupang, profil kemiskinan Kota Kupang tahun 2007 terdapat 23. 472 Rumah Tangga Miskin yang dapat diamati dalam sudut pandang harga mutlak dan jumlah rill rumah tangga miskin maupun menurut menurut harga relatif atau prosentasi miskin dari total jumlah rumah tangga sebanyak 61. 728.53
Lebih lanjut dijelaskan, “penurunan prosentasi Rumah Tangga Miskin (RTM) 15% pertahun dengan titik star 23. 472 (keadaan 2007) senantiasa mengalami pergerakan yang signifikan yang diperkirakan tahun 2010 berada pada angka 14. 242 RTM”. 54 Keprihatinan mengenai keadaan ini telah dinyatakan melalui pertemuan delapan uskup di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Timur sejak Selasa (17/7) berkumpul di Kupang, untuk membahas kehidupan ekonomi dan sosial budaya umat di wilayah itu. Delapan uskup itu prihatin dengan perkembangan kehidupan iman masyarakat dan kerukunan keluarga terkait perkembangan ekonomi dan teknologi informasi. Menurut Petrus Turung Uskup Agung Kupang, “ kemiskinan, keterbelakangan, kelangkaan lapangan kerja, dan gizi buruk yang menimpa sebagian warga di Bali dan Nusa Tenggara menjadi tanggungjawab semua pihak. Gereja ikut bertanggungjawab. 55 Melakukan Tindakan Nyata Untuk Mengatasi Masalah Seorang pelayan unggul dengan melihat situasi yang tidak damai ini, apa yang dapat dilakukan untuk menghadirkan kerajaan Allah di tengah dunia saat ini, seperti halnya doa Tuhan Yesus, “ Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di Sorga”.56 Sikap yang dapat dilakukan oleh seorang pelayan unggul sebagai bagian dari solidaritas Kristen untuk menghadirkan masyarakat damai yang hidup dalam tujuan-tujuan Allah. Sikap tersebut dinyatakan da2007-2012. (Kupang: CV. Karya Guna Kupang, 2011), 91. 54 Ibid., 226. 55 “Sosial Ekonomi 8 Uskup Prihatin Kehidupan Perekonomian Umat”. Kompas. Rabu 18 Juli 2012, 22. 56 Matius 6:10.
52
Mesakh A.P. Dethan,, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis dan Wisuda STTIK Kupang. 19 Agustus 2011. 53 Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Kupang. Sosok dan Pemikiran Bagi Kesejahteraan Rakyat: Drs. Daniel Adoe. Walikota Kupang
8
lam bentuk solidaritas (Kesetiakawanan/kebersamaan) Kristen sebagai suatu kesatuan dalam pergerakan dalam menghadirkan kedamaian di tengah masyarakat. Bentuk-bentuk solildaritas Kristen yang dijelaskan di sini pada dasarnya merupakan suatu kesatuan, yang tidak dapat dilepaskan satu kepada yang lain. Seperti halnya tugas gereja sebagai suatu kesatuan yakni, penyembahan, persekutuan, pemuridan, pelayanan dan penginjilan. Bentuk-bentuk solidaritas ini, meliputi: solidaritas transformatif, solidaritas misiologis, solidaritas inkarnatif dan solidaritas holistik. Solidaritas Trasformatif Kata, “trasformatif”, berasal dari kata dalam bahasa Inggris trasformation, yang berarti: “perubahan (bentuk), trasformasi.”57 Trasformasi ini, merupakan suatu konsep alkitabiah. Dalam Alkitab, rasul Paulus memakai kata ini dalam Roma 12:2, yang diterjemahkan dari kata Yunani metamorphousthe, 2 pers. pl. pres. imper. Pass dari metamorpoo.58 Kata metamorphoo, berasal dari kata meta dan morphoo, yang berarti: “perubahan; pergantian; berubah ru pa/roma; perubahan/pergantian bentuk.”59 Sedangkan perubahan menurut Dr. Frans Magnis – Suseno, SJ, yakni “memperbaharui diri, melepaskan apa yang kita cintai; berani mencari jalan baru, berani berkorban.”60 Bob Moffit menjelaskan, “ Transformasi alkitabiah – suatu kegiatan dari Ke57
rajaan Allah, terjadi ketika keinginan-keinginan Allah dilaksanakan oleh pribadi, keluarga, masyarakat, budaya dan bangsa.”61 Dari pemahaman kata ini, dapat disimpulkan bahwa solidaritas trasformatif ialah, solidaritas yang membawa perubahan dalam segala segi kehidupan manusia, baik sosial, budaya, politik dan ekonomi kearah yang lebih baik yang ditandai oleh tandatanda Kerajaan Allah yang makin nyata dalam keadilan, kebenaran dan sukacita oleh Roh Kudus. Prinsip solidaritas ini, diangkat dari pelayanan Kristus, rasul Paulus dan jemaat mula-mula. Ini menunjukkan bahwa solidaritas bentuk ini, merupakan suatu resiko. Karena berhadapan dengan pihak-pihak yang memegang kekuasaan yang tidak adil, berhadapan dengan struktur-struktur masyarakat yang tidak adil, berhadapan dengan struktur-struktur masyarakat kelas atas yang menekan kelas bawah. Ini jelas dari pelayanan Kristus, Ia berhadapan dengan struktur masyarakat Yahudi yang legalistik, fanatik dan superioritas. Nampak dalam sikap yang sangat menekankan sabat, tidak menerima orang berdosa dan pemungut cukai, dan menganggap rendah kaum perempuan dan orang-orang miskin, namun Yesus menyambut mereka dengan kasih. Sikap ini membawa-Nya kepada hukuman di kayu salib. Mengenai sikap Yesus, Dr. J. Muller, SJ, menjelaskan: Tidak bisa disangkal bahwa sikap dan tindakan Yesus ini menggoyahkan kedudukan dan golongan atas dalam masyarakat dalam masa Israel. Mereka kehilangan muka, kepercayaan dan kewibawaan di mata rakyat. Suatu tantangan yang luar biasa bagi campur tangan dalam urusan politik, namun tin-
Kamus Inggris –Indonesia, s.v. “transfor-
mation.” 58
Samuel Bagster, The Analytical Greek Lexicon, (New York Samuel Bagster And Sons Limited 80 Wigmore Street London), s.v. “metamorphousthe.” 59 James Strong, Strong’s Exhausative Of The Bible, (Iowa World Bible Publishers, nd), s.v. “metamorphoo”. 60 Frans Magnis-Suseno, SJ. “Memperjuangkan Keadilan: Pang-gilan Kaum Biara di Masa Kini?”Keprihatinan Sosial Gerej, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 132.
61
Bob Moffitt dan Karla Tesch, Andaikan Yesus Kepala Daerah. Trasformasi dan Gereja Lokal, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010), 212.
9
dakan-Nya jelas bercorak politik. Yesus tidak bisa mencintai orang miskin secara nyata, kalau Ia menutup mata dan cuci tangan terhadap keadaan penindasan yang mencengkram mereka. Suatu kenyataan yang dalam Injil disebut dosa. Tidak mengherankan bahwa sikap dan tindakan Yesus itu menimbulkan suatu konflik yang berakhir dengan pembunuhan-Nya di kayu Salib.62-
malu. Mereka dijamin oleh strukturstruktur kekuasaan63 Struktur-struktur kekuasaan in, perlu diubah dengan tindakan solidaritas yang nyata didasarkan oleh kasih dan belas kasihan Allah. Kasih itulah yang dapat mengubah dunia. Dr. John Tondowidjojo CM., menulis: “Perubahan dunia terjadi melalui hidup dalam cinta kasih. Hidup dalam cinta kasih itu berlawan dengan kepongahan, kebenciaan, kekerasan, ketidakadilan, penindasan, kematian, ketakutan dan kesedihan.”64 Tindakan solidaritas yang nyata, juga ditulis oleh A. Mcbride O. Prem dengan melihat pada Yesus, yakni: Kristus memanggil kita masing-masing untuk menyembuhkan rupa-rupa gejala maupun penyebab ketidakadilan sosial yang melembaga. Menyembuhkan segala ketidakadilan berarti melakukan pelayanan sosial; meniadakan penyebab ketidakadilan merupakan tindakan pengubahan struktur, keduanya diperlukan.65 Ini menunjukkan bahwa solidaritas transformatif merupakan bagian dari panggilan gereja, di mana gereja diutus ke dalam dunia untuk menjadi terang dan garam baginya, menunjukkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dalam dunia. Julius N. Yerere, mantan Presiden Tansania di Afrika, secara tegas menulis: Kalau kita tidak aktif menentang struktur-struktur sosial dan organisasi-organisasi ekonomis yang mentakdirkan manusia menjadi miskin, terhina, dan
Teladan Kristus ini, memberikan inspirsi bagi gereja untuk berani menyuarakan dan membongkar struktur-struktur kekuasaan yang nampak dalam ketidakadilan yang melembaga, dengan menindas masyarakat kecil. Mengenai ketidakadilan yang melembaga, Dr. Frans Magnis – Suseno, SJ memberi penjelasan dengan menulis: Ketidakadilan melembaga yakni, proses hidup masyarakat, khususnya di bidang ekonomi, politik dan ideologis yang sudah diatur atau berstruktur sedemikian rupa sehingga golongan yang menjadi korban ketidakadilan tetap terbelenggu kepadanya. Dengan kata lain ketidakadilan sudah dijamin secara konstitusional dengan struktur-struktur kekuasaan di bidang kunci. Lembagalembaga politik, politik pembangunan ekonomi, sistem pendidikan dan ideologi atau falsafah negara disusun sedemikian rupa, sehingga secara otomatis kelas-kelas bawah … sama sekali bergantung dari kelas-kelas atas … Dengan sendirinya kelas atas me-nguasai seluruh bidang masyarakat, dapat mencapai untung besar, kebal terhadap hukum, bebas melakukan korupsi, hidup dengan mewah dan tidak perlu kenal
63
Frans Magnis – Suseno, SJ. “Memperjuangkan Keadilan: Panggilan Kaum Biara di Masa Kini?”.Keprihatinan Sosial Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 128-129. 64 John Tondowidjojo CM. Arah dan Dasar Kerasulan Awam, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 124. 65 A. Mcbride O. Prem, Amanat Kasih Dari Gunung Sinai Terang Baru Pada Kesepuluh Perintah Allah, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1996), 124.
62
J. Muller, SJ. “Kaum Religius Sebaiknya Cuci Tangan Terhadap Politik? Refleksi Atas Peranan Gereja Di Dunia Politik”. Keprihatinan Sosial Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 141.
10
takluk, maka gereja tidak berarti lagi bagi manusia dan agama Kristen akan menyusut menjadi momok yang hanya masih mengesankan orang penakut. Kalau gereja, anggota-angota dan lembaga-lembaganya tidak mengungkapkan cinta kasih Allah kepada manusia dengan ikut serta dan menjadi pemimpin dan protes kontruktif terhadap keadaan manusia dewasan ini, maka gereja akan disamakan dengan ketidakadilan dan penindasan. Andai demikian halnya, maka gereja akan lenyap dan dalam arti manusiawi sepatutnya lenyap. Sebab adanya gereja semacam ini tidak mempunyai arti lagi bagi manusia dewasa ini.66 Ini menunjukkan bahwa solidaritas yang trasformatif mempunyai tujuan yang jelas yakni, kehidupan yang ditandai oleh Kerajaan Allah semakin nyata, meliputi: keadilan, kebenaran, kasih, sukacita dan damai sejahtera di dalam masyarakat (Roma 14:17). Dan membawa kehidupan manusia semakin baik, manusia diangkat dicitranya sebagai gambar dan wujud Allah, serta bebas dari segala penindasan yang menurunkan derajat kemanusiaanya. Bob Moffitt memberi keyakinan bahwa gereja dapat melaksanakan perubahan tersebut oleh karena beberapa alasan, yakni: 1. Gereja lokal mempunyai mandat pelayanan menyeluruh. 2. Gereja lokal terus-menerus memperlengkapi jemaatnya. 3. Gereja lokal menggambarkan kepelbagian yang besar dari suatu masyarakat. 4. Gereja lokal itu asli pribumi (indigenous).
5. Pelayanan gereja lokal dapat bertahan. 6. Gereja lokal dirancang untuk keterlibatannya seumur hidup dengan para anggotanya.67 Gereja menjadi harapan bagi pemulihan dunia yang sedang ada dalam berbagai masalah. “Eklesia adalah pengharapan dahsyat bagi dunia yang sedang sakit, sebagai kesatuan ilahi yang diberi kuasa oleh kasih agape, dilengkapi dengan otoritas surgawi dalam ditempatkan di dunia.” 68 Dalam konteks negara Indonesia saat ini, yang dalam suasana reformasi dan transformasi di segala bidang dengan tuntutan untuk menghapuskan praktek-praktek yang tidak benar yakni, korupsi, kolusi, nepotisme dan monopoli (KKNM). Dan di sisi yang lain sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga mengakibatkan jumlah orang miskin bertambah, pengangguran yang meningkat, dan berbagai masalah sosial lainnya. Dalam hal ini timbul pertanyaan, apa yang dapat gereja lakukan sebagai bentuk solidaritas trasformatif bagi masyarakat saat ini? Bagi gereja di Indonesia, bentuk solidaritas trasformatif dapat dilakukan melalui: pendidikan, diakonia trasformatif dan peran suara kenabian gereja. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana yang efektif bagi pembentukkan nilai dan pola pikir. Dr. Rut F. Selan, menulis: “Tidak banyak gereja yang mempunyai program untuk pelayanan kaum miskin. Perlu dijembatani jurang motivasi dan pendidikan untuk mencapai tujuan ini. 1. Visi; 2. Pen-
66
67
J. Nyerere, Die Kirche sllte Die Auflehnung Der Volker Anerkennen dalam Orientierung 35 (1971), 118. Dikutip oleh J. Muller, SJ, “ Pewartaan Injil dan Penegakkan Keadilan Tugas Perutusan Gereja Di Tengah Masalah-masalah Sosial.” Keprihatinan Sosial Gereja (Yogyakarta : Kanisius, 1992), 49.
Bob Moffitt dan Karla Tesch.Andaikan Yesus Kepada Daerah Transformasi dan Gereja Lokal. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010), 235-237. 68 Bambang Budijanto. No Plan B Rancangan Tunggal Kerajaan Allah: Eklesia. (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2009), 75.
11
didikan; 3.Motovasi.”69 Lebih lanjut mengenai pendidikan ia menulis: Mengajarkan kepada jemaat pengajaran Alkitab yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang miskin. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: 1). Mengadakan riset Alkitab untuk melihat ajaran tentang tanggung jawab orang Kristen terhadap orang miskin. 2). Mengadakan kontak dengan perwakilan setempat/gereja lokal tentang apa yang sedang mereka lakukan … 3). Meminta informasi dari lembaga di tempat lain di luar negeri sebagai perbandingan untuk metode yang mereka pakai dalam melayani dan memenuhi kebutuhan orang misikin.70 Lewat pendidikan ini, jemaat disadarkan akan tanggung jawabnya untuk terlibat dalam masalah kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya yang membutuhkan perhatian gereja di Indonesia. Mengenai pendidikan, Malcolm Browlee, memberikan pemahaman yang sama, yakni: Gereja perlu mendidik anggota-anggota supaya mereka lebih mengerti proses, tujuan dan tantangan-tantangan pembangunan serta kewajiban orang Kristen di dalam masyarakat. Tujuan pertama, ialah menolong anggota-anggota gereja memberoleh arah dan tujuan dalam dunia yang cepat berubah … Tujuan kedua dalam pendidikan gereja yang bersangkutan dengan pembangunan masyarakat ialah menolong anggota-anggota gereja mengerti kewajiban mereka dalam masyarakat.71 Ini menunjukkan, bahwa melalui pendidikan jemaat mempunyai kesadaran sosial yang kuat terhadap penderitaan umat manusia, dan menjadi solider dengan orang
yang menderita. Ini sejalan dengan apa yang ditulis Dr. P. Wiryono, Sj., yakni: Pendidikan kesadaran sosial dalam rangka pengembangan umat gereja adalah pendidikan kepada sikap hidup solider. Dalam pembangunan masyarakat, khususnya yang menyangkut suatu golongan masyarakat yang perlu bantuan bagi pengembangannya berlaku prinsip ini: bantuan yang tidak disertai pendekatan yang tidak manusiawi akan gagal sebagai bantuan bagi pengembangan diri mereka. Golongan masyarakat itu sendiri yang harus menolong diri mereka sendiri. Orang luar yang datang membantu harus dapat menempatkan diri sedemikian rupa, supaya dapat diterima sebagai sesama yang bisa ikut merasakan penderitaan bersama-sama. Dengan cara demikian kita bisa benarbenar membantu. Ini adalah prinsip solidaritas yang sangat penting bagi usaha-usaha pengembangan golongan masyarakat terlantar, kaum miskin, gelandangan, dan lain-lain..Prinsip ini berlaku pula dalam rangka pendidikan kesadaran sosial gereja.72 Prof. Dr. W.I.M. Poli, sehubungan dengan pembinaan dan pendidikan yang dilaksanakan pihak gereja, ia mengatakan: “Pilihan yang paling tepat bagi gereja sesuai dengan panggilannya adalah :pembentukkan ethos kerja, sebagai akar (radix) penanggulangan kemiskinan.. Pilihan ini adalah pilihan yang paling radikal.” 73 “Etos kerja”, berarti: kebiasaan atau pola perilaku yang baik, yang sehubungan dengan kerja, yang terdapat dalam penggunaan hasil kerja
69
72
Rut F. Selan. “Kemiskinan dan Tanggung Jawab Orang Kristen.”Sahabat Gembala (Januari/Pebruari 1995), 21. 70 Ibid. 71 Malcolm Browlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Cet. Kedua (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989), 134-135.
P. Wiryono, SJ. “Dimensi Sosial Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Gereja Setempat.” Keprihatinan Sosial Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 87. 73 W.I.M. Poli. “Sebuah Catatan Tentang : Pengajaran Gereja dan Kemiskinan.” Makalah : STT Jaffray Ujungpandang, Januari 1996, 9.
12
(konsumsi), kejujuran, ketepatan waktu.” 74 Secara singkat ia memaparkan : “Jika kita berbicara tentang “ethos kerja” yang dibicarakan adalah “ethos kerja” yang berkeMenaan dengan “kewiraswastaan”.75 ngenai hal ini juga, Agus M. Irkham, menjelaskan, “ betul bahwa masalah klasik dan klise pembangunan adalah pengangguran dan kemiskinan. Dan keduanya dapat diatasi, salah satunya dengan mendorong, kaum muda untuk berwirausaha, menjadi pengusaha, menciptakan lapangan kerja minimal buat dirinya sendiri.”76 Ini juga sesuai dengan tujuan pertolongan Kristen, ialah menolong seseorang untuk berdiri sendiri, sehingga tidak bergantung kepada sumber pertolongan.”77 Lebih lanjut Prof. Dr. W. I. M. Poli, menjelaskan: “Pembentukkan ethos kerja dapat terjadi melalui: (1). Khotbah dan pengajaran; (2). Pengajaran sekolah minggu; (3). Program pendidikan dan latihan pemuda; (4). Perilaku warga Kristen yang konsisten dengan pengajaran Alkitab tentang kerja.”78 Dengan cara ini, gereja telah turut membantu masyarakat Indonesia sebagai bukti solidaritasnya. Diakonia Trasformatif Widi Artando, M.Th, mengenai pengertian diakonia trasformatif, menjelaskan:
Yang dimaksudkan dengan diakonia trasformatif adalah pelayanan gereja bagi dan bersama orang miskin yang lebih bersifat mendampingi dan mendorong mereka untuk memperjuangkan sendiri hak-hak mereka guna mengatasi kemiskinan mereka. Perjuangan mereka ini tidak hanya membutuhkan bantuan uang dan ketrampilan, tetapi juga suatu kekuatan bersama dalam kelompok mereka sendiri. Mereka adalah subjek dari perubahan sosial yang mereka butuhkan.79 Selanjutnya, mengenai sifat diakonia ini, ia menjelaskan, ”diakonia reformatif merupakan pelayanan gereja yang bersifat membekali, melatih dan memampukan orang miskin agar dengan ketrampilan dan kemampuan yang mereka dapat, membangun sendiri kehidupan mereka … diakonia reformatif adalah model memberi pancing atau jala.80 Bentuk pelayanan dari diakonia ini yang dapat dilaksanakan oleh gereja saat ini, yakni motivator pembangunan dan pengembangan ekonomi umat. Motivator Pembangunan Malcolm Browlee, menulis, ” dalam pelayanan gereja dalam masyarakat perlu ada dua tekanan. Pertama gereja perlu memberikan perhatian utama kepada sebabsebab masalah, bukan kepada gejala-gejala saja … Kedua, yang perlu ada dalam pelayanan gereja dalam masyarakat ialah membangun manusia yang dapat membangun.81 Lebih lanjut memberi penegasan dengan menyatakan: Tujuan ini dapat dicapai dengan cara motivator yang bekerja di tengah-tengah rakyat dengan memperhatikan
74
I d e m. “Peranan Gereja Dalam Pembentukkan Ethos Kerja”, Kursus Theologia Praktis Gereja Toraja, Klasis Makasar, Bantaeng : 22 April 1995: 2. 75 I b i d., 3. 76 Agus M Irkham, “Kewirausahaan dan Literasi,” Tempo. 18 Maret 2012, A21. 77 Malcolm Browlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor Di Dalamnya, Cetakan Keenam (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1991), 181. 78 W.I.M. Poli. “Peranan Gereja Dalam Pembentukkan Ethos Kerja”, Kursus Theologia Praktis Gereja Toraja, Klasis Makasar, Bantaeng: 22 April 1995, 6.
79
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius dan BPK. Gunung Mulia, 1997), 223. 80 I b i d. 81 Marcolm Browlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Cetakan Kedua (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989), 137-139.
13
keinginan masyarakat, mendorong semangat rakyat, dan memanfaatkan karya rakyat … pekerjaan macam in adalah segi pembangunan yang diperlukan di Indonesia masa kini, dan tidak ada lembaga yang lebih mampu dari pada gereja untuk mengerjakan hal ini. 82 Ada sasaran yang hendak dicapai oleh program motivator ini, T.B. Simatupang, menulis: Sasaran yang hendak dicapai dengan program motivator itu ialah dua. Pertama, agar masyarakat di desa-desa menyadari bahwa mereka memiliki potensi dalam pembangunan, yang dapat mereka kembangkan asal saja mereka mempunyai motivasi yang kuat. Kedua, agar gereja-gereja dan jemaat-jemaat lambat laun mengambil alih tugas yang dipelopori oleh para motivator itu dengan menjadikan masalah kemiskinan di pedesaan dan penanggulangannya sebagai bagian yang penting dalam tugas “panggilan dan program masing-masing jemaat”.83 Para motivator pembangunan ini, dapat disamakan dengan “pendamping” dalam program pemerintah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Alberdien, menulis: Penduduk miskin pada umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangan diri, maka diperlukan tenaga-tenaga yang dapat mendampingi mereka dalam proses pendampingan yang disebut pendamping. Pendamping tersebut mempunyai tugas untuk membantu membimbing serta membina penduduk miskin dalam kelompok sasaran Program Inpres Desa Tertinggal. Agar tugas-tugas pendam-
pingan dapat terlaksana secara efektif dan efesien, para pendamping tersebut perlu dipilih, dikordinasikan dan dibina oleh Kepala Seksi Pembangunan Masyarakat Desa (KASI PMD) sebagai pembantu Camat. … kualitas pendampingan benar-benar sangat menentukkan keberhasilan usaha kelompok sasaran untuk meningkatkan kesejahteraannya.84 Gereja dapat melakukan hal ini, sejalan dengan program motivator yang sedang giat-giat dilaksanakan, dengan melibatkan para pemuda yang sungguh berbeban untuk pelayanan ini. Mereka dibina dan dilatih dengan ketrampilan-ketrampilan praktis, sehingga dapat diterapkan dalam pembangunan desa. Kemajuan zaman dalam era globalisasi menambah kompleks masalah sosial masyarakat, oleh sebab itu para motivator perlu dilengkapi untuk menjawab tantangan-tantangan ini. Tantangan ini, seperti yang ditulis Pdt. Zakaria J. Ngelow, D.Th, yakni: … Masalah-masalah pedesaan sangat berkaitan dengan keadilan sosial ekonomi, sebab itu gereja perlu mengembangkan kepekaan dan keberanian (serta kearifan) untuk terlibat langsung dalam usaha-usaha mencegah dan mengatasi kenyataan-kenyataan ketidakadilan yang timbul, terutama bila hak-hak (warga) masyarakat pedesaan diinjak-injak oleh berbagai yang “kuat” dari luar.85 Kelengkapan yang dapat diberikan kepada para motivator, seperti yang ditulis Drs. Supardan, MA, yakni:
84
Alberdien. “Petugas Sosial Kecamatan (PSK) Dan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)”, Penyuluh Sosial No. 85 (Triwulan I/1994/1995): 15. 85 Zakaria J. Ngelow. “Kemiskinan dan “Teologi Pedesaan”. Men-didik Dengan Alkitab Dan Nalar Kumpulan Karangan Dalam Rangka Penghormatan Kepada Pdt. Richard W. Haskin, Ph.D, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia Untuk STT Jakarta, 1995), 386-387.
82
Marcolm Browlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Cetakan Kedua (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989), 137-139. 83 T. B. Simatupang. “Masalah Apostolat Dan Kemasyarakatan Dalam Rangka Kisah Para Rasul Masa Kini Di Indonesia.” Apostole Pengutusan, (Jakarta: STT Jakarta, 1987), 225.
14
Salah satu langkah operasional untuk mencapai ideal itu antara lain ialah memberi bobot lebih berat kepada mata pembinaan dasar dan inti di bidang spiritual dan analitis sosial. Hal ini dilakukan tanpa mengabaikan mata pembinaan teknis lainnya, selain itu pengetahuan tentang hukum, terutama hukum tanah, hukum dagang dan perdata serta hukum adat menjadi relevan berhubung dengan perkiraan bahwa dasa warsa mendatang akan menghadapkan kepada kita banyak masalah hukum dalam proses pembangunan.86
disional, serta solidaritas mereka – ekonomi timbal-balik. • Yang melayani pembangunan insani, sosial, etis dan berkelanjutan bagi lingkungan; • Di mana perempuan dan laki-laki yang bekerja merupakan konsumen yang mengonsumsi secara etis, bertanggungjawab dan dalam kesetiakawanan.87 Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa salah satu bentuk sumber dana bagi pengembangan ekonomi umat yang dapat dilaksanakan oleh gereja yakni melalui koperasi sebagai perwujudan solidaritas untuk saling menolong. Dalam skala besar dapat berbentuk bank perkreditan rakyat. Ranto G. Simamora menjelaskan mengenai hal tersebut: Membukaan bank pengkreditan Rakyat untuk memberikan bantuan berupa pinjaman-pinjaman “lunak”, baik kepada anggota jemaat maupun kepada masyarakat lain untuk membantu mereka dalam mengembangkan usaha. Contoh seperti ini dapat dilihat pada Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB). Membuka Bank Pengkreditan Rakyat yang memiliki komitmen terhadap orang miskin dengan mengedepankan bukan hanya kekuatan financial tetapi juga kekuatan sosial dan budaya. Dalam hal ini bank yang dimaksud bukan saja hanya mengandalkan kekuatan financial semata dalam membantu orang-orang miskin, tetapi melalui metode-metode yang ia terapkan mampu membangkitkan solidaritas dan
Ini menunjukkan betapa pentingnya seorang motivator pembangunan dalam mempercepat trasformasi dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Kalancaran program ini, diperlukan kerja sama dari pihak gereja dengan instansi-instansi pemerintah yang terkait untuk saling melengkapi. Pengembangan Ekonomi Umat Konsep pengembangan ekonomi umat, adalah bagian dari perwujudan dari kehidupan kasih yang saling memperhatikan dan menolong di tengah kondisi-kondisi sulit yang dipraktekkan dalam tatanan ekonomi yang menguntungkan segelintir orang yang mempunyai modal yang besar. Rasul Paulus menulis, “ bertolong-tolonglah kamu menanggung bebanmu demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2). Apa yang disebutkan dalam Piagam Dasar yang dihasilkan Sidang Raya Jaringan Brasil untuk Sosio-Ekonomi Solidaritas pada Juni 2004, menyebutkan: Ekonomi solidaritas adalah ekonomi: • Yang di dalamnya perempuan dan laki-laki bekerja dalam kesetiakawanan; • Yang mengedepankan pemulihan dan penghargaan atas kebudayaan, tradisi dan kearifan masyarakat tra-
87
Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan Dewan Gereja-Gereja se-Dunia. Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi Sebuah Dokumen Latar Belakang,(.Jakarta: PMK. HKBPJakarta, 2008), 62.
86
Supardan.“Partisipasi Jemaat Dan Masyarakat Dalam Pemba-ngunan Pada Dasa Warsa 90-an”.Buletin Motivator 1, nd. 43.
15
tanggungjawab, khususnya di antara para nasabah sendiri. 88
karena tindakan-tindakan tidak adil (misalnya korupsi) harus ditindak secara tegas oleh pemerintah. 89 Fungsi ini dapat dioptimalkan melalui lembaga-lembaga gereja yang telah ada (PGI, DPI, PGLII, dan GGBI) dan LSM-LSM Kristen, dengan memberikan saran-saran dan koreksi-koreksi yang baik kepada pemerintah untuk mengatasi berba-gai masalah dalam negara Indonesia saat ini, demi tercapainya masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual. Namun perlu diingat, seperti yang diungkapkan oleh David J. Bosch, “kalau gereja ingin menyampaikan kepada dunia suatu pesan pengharapan dan kasih, iman, keadilan dan perdamaian, maka sesuatu tentang hal itu harus dibuat kelihatan, kedengaran dan dapat disentuh di dalam gereja itu sendiri (bnd.Kis. 2:42-47; 4:32-35).90 Ini menunjukkan bahwa trasformasi harus terjadi dari pihak gereja dan memberikan dampak bagi masyarakat pada umumnya. Dengan menyuarakan keadilan, kebenaran dan kesetaraan, akan nyata bahwa suara kenabian gereja di Indonesia menunjukkan solidaritas yang trasformatif. Yustinus EH Santos, menulis mengenai hal ini, “Gereja kita semua harus meletakkan tiga kerangka perjuagan itu sebagai tugas kenabian, bahwa kita diutus untuk menyuarakan kebenaran dalam konteks masa kini, termasuk menggugat kekuasaan yang korup, membongkar sistim yang tidak adil menuju kemartaban manusia yang lebih dihargai.�91 Ini juga
Pelaksanaan koperasi yang dilaksanakan oleh gereja dapat sebagai sarana untuk saling menolong juga dapat sebagai kesempatan untuk membangun kemitraan dengan pemerintah untuk membantu jemaat yang berkekurangan melalui pemberian modal usaha kecil dan pendampingan bagi kemandirian usaha. Peran Suara Kenabian Gereja Seorang nabi dalam Perjanjian Lama mempunyai peranan yang penting. Ia berada di antara Allah dan manusia untuk menyampaikan firman Allah kepada manusia. Ini dapat berupa nasehat, teguran, harapan dan janji-janji. Dan dilakukan secara langsung, untuk menegur hal-hal yang salah di dalam praktek hidup masyarakat baik di bidang agama, sosial, ekonomi dan politik. Sikap ini, bahkan dapat membawa akibat yang negatif bagi diri nabi itu sendiri. Peranan nabi ini, bila dihubungkan dengan peranan gereja dalam menyuarakan suara kenabian, menunjukkan bahwa gereja mempunyai peranan yang besar untuk memberikan masukan-masukan yang konstruktif dan kritis dalam usaha trasformasi ke arah yang lebih baik. Obertina Modesta Johanis memberi penegasan: Di sisi lain, untuk mendorong pemerintah terus melakukan tanggungjawabnya dalam mengentaskan kemiskinan, gereja harus terus menyuarakan suara kenabiannya untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum pro poor, kebijakan-kebijakan yang meminggirkan perempuan miskin. Gereja harus terus menyuarakan keadilan bahwa kesejahteraan adalah hak seluruh warga Negara dan bahwa mereka yang mendapatkan kekayaan
89
. Obertina Modesta Johanis. Gereja Bagi Kaum Perempuan (Miskin ) Merentang Sejarah Memaknai Kemandirian, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia dan Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2009), 117 90 David J. Bosch, Trasformasi Misi Kristen Sejarah Teologi Misi Kristen Mengubah Dan Berubah, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), 634. 91 Yustinus EH Santos. “Gereja Mana Suaramu Untuk Membela Si Miskin Dan Si Lemah Perlu Sikap Radikal Positif Untuk Menjalankan Konteks
88
Ranto G. Simamora. Misi kemanusiaan dan Globalisasi Teologi Misi dalam konteks globalisasi di Indonesia.(Bandung: Ink Media, 2006), 181.
16
merealisasikan Kerajaan Allah.”93 Sedangkan misi menurut David J. Bosch, yakni: Misi berarti keseluruhan tugas yang telah Allah berikan kepada gereja demi keselamatan dunia, tetapi selalu terkait dengan suatu konteks khusus kuasa jahat, keputusasaan dan ketersesatan (sebagaimana yang didefenisikan Yesus tentang ‘misi-Nya” menurut Lukas 4:18 dyb…). Misi “mencakup semua kegiatan yang menolong membebaskan manusia dari perbudakannya di hadapan Allah yang sedang datang, perbudakan yang meluas dari kebutuhan ekonomi sampai keberadaan tanpa Allah” (Maltman 1977:10). Misi adalah gereja yang diutus ke dalam dunia, untuk mengasihi, melayani, memberitakan, mengajar, menyembuhkan, membebaskan.94 Ini menunjukkan misi mempunyai cakupan yang kompleks dalam kehidupan manusia. Pdt. A. A. Yewangoe menulis, “Benar, misi selalu berarti missio dei, tetapi missio dei itu terungkap di dalam sejarah melalui aksi-aksi manusia yang prihatin terhadap segala sesuatu yang menyusahkan manusia. Karena itu suatu misi gerejawi tidak dapat tidak harus memberikan perhatian besar, bahkan terlibat secara aktif di dalam segala aksi manusia tersebut.95 Lebih lanjut ia menjelaskan: “Tugas misiologis, selanjutnya adalah untuk menempatkan segala karya manusia yang ditujukan kepada pemberantasan segala sesuatu yang tidak
sejalan dengan apa yang ungkapkan oleh Widi Artanto, M.Th yang menulis, yakni: Gereja adalah komunitas profetis yang suaranya didengar oleh “raja-raja” masa kini karena gereja mempunyai kepekaan terhadap nasib seluruh bangsa di mana gereja itu ditempatkan. Namun bila gereja hanya bersuara tanpa sebelumnya mempraktekkan solidaritas sosial, suara itu akan menjadi hampa tidak berguna. Suara kenabian gereja menjadi berguna bagi Kerajaan Allah bukan karena suara itu akan menjadi roh yang menghidupkan semangat keadilan Allah. Kalau suara itu ditolak, mereka yang menolak bukan saja menolak gereja yang memang harus memikul salib dan penyangkalan diri, tetapi mereka sebenarnya sedang menolak Kerajaan Allah itu sendiri. Bila kata-kata dan perbuatan gereja itu diterima, maka gereja sedang ikut mendirikan tanda-tanda Kerajaan Allah di bumi Indonesia.92 Dalam suasana Indonesia yang diwarnai oleh praktek korupsi, kolusi, nepotisme dan monopoli, gereja perlu bersuara untuk meniadakannya dan mengangkat derajat kaum miskin, tertindas dan yang dilecehkan, sehingga keadilan dan perdamaian dapat dirasakan di bumi Indonesia. Solidaritas Misiologis Konsep solidaritas ini, diambil dari apa yang disebut misi, dan merupakan refleksi dari pelayanan Kristus yang misioner. Mengenai misiologi, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe menulis dengan mengutip pendapat Prof. Verkuyl. Yakni: “Sebagai suatu refleksi terhadap perbuatan dan karya penyelamatan Bapa, Putra dan Roh Kudus, yang ditujukan kepada seluruh dunia untuk
93
J. Verkuyl, Inleiding In De Zending Swetenschap (Kampen, 1975), 19 dikutip oleh A.A. Yewangoe. “Implikasi Teologi Pembebasan Amerika Latin Terhadap Misiologi”.Mengupayakan Misi Gereja Yang Kontekstual, (Jakarta: Persetia, 1995), 80-81) 94 David J. Bosch, Trasformasi Misi Kristen Sejarah Teologi Misi Kristen Mengubah dan Berubah, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), 631. 95 A. A. Yewanggoe. “Implikasi Teologi Pembebasan Amerika Latin Terhadap Misiologi”.Mengupayakan Msi Gereja Yang Kontekstual, (Jakarta: Persetia, 1995), 82.
Kenabian Masa Kini”. Media Informasi Kristen Esok No. 09/1996: 17. 92 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius Dan BPK. Gunung Mulia, 1997), 242-243.
17
menseyahterakan, di bawah kriteria dan tujuan Kerajaan Allah yan telah dan akan datang.”96 Ini dapat memberikan pemahaman, bahwa solidaritas dapat berarti, solidaritas yang dinyatakan oleh aksi-aksi keprihatinan terhadap segala penderitaan manusia, baik secara jasmani dan rohani di bawah kriteria dan tujuan Kerajaan Allah. Solidaritas ini mempunyai tujuan, membawa manusia kepada keselamatan jiwa dan merasakan keselamatan itu dalam kehidupannya sehari-hari, di bawah terang Kerajaan Allah. Bentuk solidaritas ini, dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan bagi para anggota jemaat untuk terlibat dalam penginjilan dan pelayanan-pelayanan cinta kasih. Ini secara jelas ditulis Dr. John Tondowidjojo, yakni: “Bagi para anggota jemaat dalam gereja (kaum awam) pendidikan atau latihan ini meliputi penginjilan, pembaharuan kristiani terhadap tata dunia, dan karya cinta kasih.”97 Lebih lanjut mengenai karya cinta kasih, ia menulis: Pendidikan kerasulan para awam akhirnya diarahkan kepada latihan karya kasih, dan belas kasih, karena karya cinta kasih memberikan kesaksian yang amat gemilang kehidupan kristiani. Hal ini berarti bahwa para awam harus belajar menderita bersama saudaranya menurut kemampuan dan anugerah yang telah diterima dari Tuhan. Dengan cara demikian ini mereka memberikan teladan yang paling menyentuh dalam hal solidaritas manusia dan cinta kasih kristiani kepada dunia yang selalu jatuh ke dalam egoisme dan acuh tak acuh. Dewasa ini itulah cara yang paling berhasil untuk mewartakan Injil cinta kasih dan tuntutan cinta kasih kepada umat manusia.98
Ini menunjukkan, solidaritas misiologis yang dilakukan oleh gereja lebih banyak pada tindakan yang penuh kasih, namun ini perlu ditunjang oleh kesaksian verbal akan Injil yang menyelamatkan melalui Kristus yang mati dan bangkit dari antara orang mati, sehingga terjadi keseimbangan antara kata dan perbuatan. Salah satu wujud solidaritas misiologis dalam bentuk pelayanan cinta kasih yang dapat dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia, yakni terlibat dalam program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), yang bertujuan membantu anak-anak Indonesia yang tidak mampu membiayai pendidikannya. Sedangkan solidaritas misiologis, yang diwujudkan dalam penginjilan dalam konteks Indonesia, dapat dilakukan dengan menggalakkan kerja sama antar gereja, baik melalui dana dan tenaga untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya, terutama suku-suku terasing (terabaikan) yang ada di Indonesia. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dr. J. Clyde, yakni: Dalam mengadakan pengutusan Injil di dunia, jemaat yang satu bekerja sama dengan jemaat-jemaat yang lain dalam hal mengirimkan Injil kepada semua bangsa-bangsa serta melayani keperluan-keperluan manusia. Inilah maksud tujuan gabungan-gabungan dan konvensi-konvensi. Dengan kerja sama semacam itulah gereja dapat melaksanakan rancangan Tuhannya … 99. Melalui kegiatan penginjilan gereja menyatakan “… solidaritas dengan dunia, gereja boleh membawa kabar baik, yaitu bahwa Allah di dalam solidaritas-Nya dengan dunia telah memperdamaikannya.”100 Dalam melaksanakan misi ini, dalam kon-
96
99
Ibid. John Tondowidjojo, CM, Arah Dan Dasar Kerasulan Awam, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 83. 98 Ibid., 84-85 .
J. Clyde Turner, Pokok-pokok Kepercayaan Kristen, (Bandung: LLB, 1978), 172. 100 A. De Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1988), 106.
97
18
teks Indonesia tidak terlepas dari tantangan, namun gereja-gereja di Indonesia tetaplah memandang kepada Kristus yang menderita bagi umat-Nya. Widi Artando, M. Th, menulis: Gereja yang melakukan misinya adalah gereja yang bersedia menderita seperti Kristus sudah menderita … Gereja ditantang untuk menjadi pelayan atau gereja hamba di dalam kehidupannya sendiri dan di tengah-tengah masyarakat yang masih hidup dalam penderitaan karena kemiskinan, ketidak adilan, penindasan, dan ancaman bagi integritas ciptaan dengan bersedia menderita dan menyatakan solidaritas kasih.101 Gereja-gereja di Indonesia, dengan melaksanakan solidaritas misiologis ini, dapat menunjukkan suatu pelayanan yang relevan bagi masyarakat Indonesia. Solidaritas Inkarnatif Solidaritas inkarnatif, diangkat dari konsep inkarnasi Allah yang menjadi daging di dalam pribadi Yesus Kristus (Yoh.1:14; 2:11; 17:5). Dalam inkarnasi Allah ini, Kristus masuk dalam kehidupan manusia dan menjadi sama dengan manusia, namun tanpa dosa (Roma 8:3). Henry C. Thiessen, menulis: “Ia mengambil daging manusia yang tidak mulia karena penuh kelemahan, kesakitan dan keterbatasan … agar sama dengan manusia.”102 Dari pemahaman ini, dapat disimpulkan bahwa solidaritas inkarnatif ialah solidaritas yang masuk ke dalam kehidupan manusia yang mengalami berbagai masalah baik secara sosial, politik, ekonomi dengan tetap mempertahankan identitas Kristen untuk melepaskan
dari keadaan tersebut. Malcolm Brownlee, menulis, “Yesus mengosongkan diri dan menjadi miskin bukan untuk mencita-citakan kemiskinan, tetapi untuk menentangnya. Ia menjadi solider dengan orang-orang yang menderita supaya Ia dapat menghapuskan penderitaan, sama seperti Ia juga menjadi satu dengan orang berdosa untuk membebaskan mereka dari dosa. 103 Dengan melihat kepada Kristus, pelayanan gereja seharusnya merupakan suatu wujud solidaritas inkarnatif, yang menyentuh kebutuhan dan sesuai dengan konteks. Dr. A. De. Kuiper, menulis: Jemaat Kristus harus memasuki oikos (tempat di mana manusia berada) jadi misalnya : kantor, pabrik, serikat buruh, dunia mahasiswa. Di samping jemaat lokal boleh dan harus ada jemaatjemaat kategorial atau fungsional yang terpenting mungkin sekali jemaat-jemaat rumah tangga yang memang pada zaman PB ada (Roma 16:5; I Kor. 16:19; Kol. 4:15; Filemon 2). Tujuan jemaat kategorial bukanlah untuk menyesuaikan isi Injil kepada keadaan melainkan untuk mencari bentuk persekutuan yang cocok dengan situasinya, sehingga Injil betul-betul dapat meresap ke dalam hati pendengar-pendengarnya.104 Ini menunjukkan, bahwa pelayanan solidaritas Kristen harus menjadi “darah” dan “daging”, yang menghidupkan dan merubah kehidupan manusia. Lebih lanjut ia menulis: Ia menyatakan firman-Nya, dan firman itu menjadi ‘daging” serta masuk ke dalam oikos . Dengan jalan ini dunia
101
103
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius Dan BPK. Gunung Mulia, 1997), 149. 102 Henry C. Thiessen, Theologia Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1992), 329.
Malcom Browle, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor Di Dalamnya, Cet. Keenam (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1991), 108. 104 A. De Kuiper, Misiologia, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1988), 102.
19
manusia dinyatakan sebagai keadaan yang penuh dosa, tetapi serempak dunia dinyatakan selaku dunia kepunyaan Allah dan selaku dunia yang saat itu sedang dibaharui (karena kasih Allah). Itulah dialog antara Firman Allah dengan dunia yang dilanjutkan oleh gereja. Pemberitaan Firman, yang malah gereja sendiri haruslah menjadi “daging”, artinya sungguh-sungguh masuk dan meresap ke dalam dunia.”105 Kenyataan bahwa solidaritas inkarnatif gereja dengan dunia, gereja dapat mewujudkan cinta kasih yang menyelamatkan dunia. “Barulah di dalam solidaritas dengan dengan dunia, dunia dapat ditarik kepada persekutuan dengan Allah, di dalam Roh Kudus-Nya.”106 Joseph Widyaatmadja, menulis, “Gereja-gereja harus menjelmakan diri di tengah-tengah penderitaan rakyat. Dengan kata lain, gereja-gereja di Indonesia terpanggil untuk memberitakan ketaatan mutlak mereka kepada Allah dengan ketaatan untuk mati di kayu salib.107 “Pada tingkat berbangsa, gereja perlu menjadi inkarnasional dengan mengembangkan kesalehan yang terlibat dalam masalah-masalah kemanusiaan dan lingkungan.” 108 Dalam konteks negara Indonesia saat ini, yang ditandai oleh masalah kemiskinan, ketidakadilan dan masalah sosial lainnya, maka bentuk solidaritas inkarnatif yang dapat dilaksanakan oleh gereja-gereja di Indo-nesia, yakni: gereja sebagai gereja bagi orang miskin dan pelayanan doa syafaat.
Mengenai gereja sebagai gereja bagi orang miskin, Benoit Dumas, menulis: Dalam situasi kita dewasa ini sebagai gereja, gereja tidak mengenal dirinya di antara orang miskin. Gereja mungkin mengenal kemiskinan sebagai suatu bagian dunia yang amat penting, tetapi gereja tidak mengenal dirinya dalam kemiskinan, dan orang miskin tidak mengenal Kristus di dalam gereja. Keadaan ini menggambarkan kehilangan identitas dan pengasingan diri bagi gereja. Suatu kenyataan di mana gereja sama sekali bukan gereja lagi. Gereja yang tidak merupakan gereja orang miskin sangat terancam sifat kegerejaannya.109 Agar gereja di Indonesia tidak kehilangan identitas kegerejaan, maka, “kehidupan gereja-gereja di Indonesia perlu dibangun menjadi suatu penyuluhan cinta kasih yang nyata dengan memberi tempat dan kesempatan bagi warga jemaat yang miskin dalam pembangunan jemaat.”110 Lebih lanjut, Wadi Artanto, menulis: “Kalau usaha ini sulit dilakukan, paling tidak mereka yang miskin dapat merasa “bebas” dan merasa diterima serta “krasan” dalam pergaulan gereja.”111 Jelas ini harus melalui suatu pemahaman teologis yang benar, bahwa di hadapan Allah semua orang yang percaya mempunyai status yang sama. Dan di hadapan-Nya semua yang percaya miskin secara rohani. Dengan pemahaman inilah gereja di Indonesia dapat mengembangkan suatu 109
Benoit Dumas, The Two Alienated Faces Of The One Church, dikutip oleh J. M. Bonino, The struggle Of The Poor And The Chruch, (Ecumenical Review 28 (1975): 40-41. Dikutip E. Campi, Khotbah di Bukit (Salatiga, 1984), 84-86.Dikutip oleh I. Suharyo, PR. “Berbahagialah Orang Yang Miskin Di Hadapan Allah Karena Merekalah Yang Empunya Kerajaan Surga (Mat. 5:3)”. Kemiskinan Dan Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 92. 110 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius Dan BPK. Gunung Mulia, 1997), 121-122. 111 I b i d., 122.
105
Ibid., 106. Ibid., 107 107 Joseph Widyaatmadja, Berita Oikumene 9 1977: 21-23 dikutip A.A. Yewanggoe, Theologia Crusis Asia (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989), 294. 108 Yongky Karman, Gereja Bagi Sesama. Merentang Sejarah Memaknai Kemandirian, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia dan Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2009), 14. 106
20
batkan diri dalam situasi hidup atau pergumulan orang itu.113 Lebih lanjut ia menulis, “ Doa atau syafaat – sekali lagi – mencakup semua orang, karena itu kita – dalam doa kita – tidak bisa hanya mengingat diri sendiri atau hanya mengingat angota-anggota gereja saja. Siapa yang berdoa harus melangkah ke luar dari gereja dan menyatakan diri solider dengan dunia..”114 Pelayanan ini, perlu dikembangkan dan terus ditingkatkan oleh gereja-gereja di Indonesia dengan melibatkan kerja sama antar gereja dalam pelaksanaan pelayanan ini, dapat melalui jaringan doa nasional, pelayanan doa open doors, pelayanan doa bagi suku-suku terabaikan dll. Dengan tetap mengingat pernyataan dalam konsultasi internasional tentang hubungan pemberitaan Injil dan tangggung jawab sosial (1982), yakni: Kami berikrar dan menghimbau gerejagereja untuk lebih bersungguh-sungguh memberlakukan acara doa syafaat pada kebaktian-kebaktian umum, untuk mengkhususkan 10 atau 15 menit untuk itu dan tidak hanya 5 menit sebagaimana biasanya untuk memberikan kesempatan pada kaum awam memimpinnya, sebab merekalah yang sering mempunyai pengetahuan yang luas tentang kebutuhan-kebutuhan dunia, untuk membuatnya berfokus pada pemberitaan Injil sedunia (negaranegara yang tertutup, bangsa-bangsa yang menolak, para misionaris, gerejagereja nasional dll) maupun pada perwujudan damai dan keadilan di dalam dunia (wilayah-wilayah ketegangan
pelayanan yang kontekstual dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Teladan pelayanan yang diungkapkan oleh Philippine Rural Reconstruction Movement dapat juga menjadi teladan pelaksanaan bagi gereja pada masyarakat kecil, pernyataan itu yakni: Pergilah kepada rakyat Hiduplah di antara mereka Belajarlah dari mereka Layanilah mereka Buatlah rencana bersama mereka Mulailah dengan apa yang mereka miliki Bangunlah dengan apa yang mereka miliki Bukan pendekatan yang sedikit demi sedikit tetapi pendekatan yang bersatu padu Bukan lemari kaca tetapi pola Bukan relief tetapi release (kebebasan) Pendidikan orang dewasa banyak melalui partisipasi orang banyak Belajar melakukan Belajar dengan memperlihatkan112 Solidaritas inkarnatif dalam bentuk pelayanan doa syafaat merupakan panggilan bagi gereja di Indonesia saat ini. Solidaritas bentuk ini, dijelaskan oleh Dr. J. L. Ch. Abineno, yakni: Syafaat, di mana kita bergumul bersama-sama dengan orang yang kita doakan (dalam kesusahan mereka, dalam penderitaan mereka, dalam dosa mereka dan lain-lain). Memohonkan doa syafaat untuk seseorang berarti mengambil bagian (=berpartisipasi) dalam apa yang sedang ia alami dalam hidupnya. Karena itu orang yang memohonkan syafaat untuk orang lain, tidak dapat tidak melakukannya “dari jauh” sebagai penonton. Ia harus meli-
113
J. L. Ch. Abineno, Gereja Dan Ibadah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1986), 150. 114 I d e m, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, Cet. II (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1990), 220.
112
David J. Hesselgrave, Mengkomunikasi Kristus Secara Lintas Budaya, (Malang: Literatur SAAT. Cetakan Pertama, 2005), 444.
21
dan konflik, kelepasan dari malapetaka nuklir, para pemimpin negara dan pemerintah-pemerintah, orang-orang miskin dan menderita kekurangan dll). Kami rindu melihat setiap jemaat Kristen berlutut dengan penuh iman dan pengharapan di hadapan Tuhan yang berdaulat115 Dengan adanya kerjasama dan kesatuan doa ini, memberikan kesaksian yang baik bagi persatuan gereja-gereja di Indonesia. Allah dapat pula bekerja melalui kesatuan doa yang dibangun bersama oleh umat Allah dengan keprihatinan ber-sama akan keadaan negeri yang butuh dipulihkan oleh Allah. Kesatuan dalam doa mempunyai dampak yang besar bagi pemulihan negeri. Sehingga pada akhirnya cita-cita bangsa secara bersama-sama dapat terwujud. Solidaritas Holistik Solidaritas holistik ialah, solidaritas yang dilaksanakan secara utuh, untuk memenuhi kebutuhan manusia secara utuh. Solidaritas ini, berkaitan erat dengan ketiga bentuk solidaritas yang telah disebutkan di depan. Ini juga merupakan refleksi dari pelayanan Kristus, yang melayani kehidupan manusia secara utuh, jasmani dan rohani. Dr. Yakob. Tomatala, memberi penjelasan sebagai berikut: Tuhan Yesus Kristus dalam memproklamasikan tujuan kedatangan-Nya, menekankan bahwa Ia datang untuk membebaskan manusia secara utuh (Lukas 4: 18-19; Yesaya 61:-1-2). Yesus adalah pembawa shalom kepada manusia seutuhnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Injil yang utuh ini dalam kuasa pelayanannya melayani manusia seutuhnya. Tinggal bagaimana
kita memandang manusia sebagai sasaran pelayanan Injil. Manusia harus dilihat secara utuh. Manusia adalah makluk rohani dengan kebutuhan biologis beragam, manusia adalah makluk budaya, manusia adalah makluk sosial, ekonomi, singkatnya, manusia dilihat dari kaca mata Injil adalah makluk komplet.116 Ini menunjukkan, dengan pemahaman yang benar akan Injil yang utuh akan nampak dalam solidaritas yang utuh pula. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Louis Berkhof, mengenai tugas gereja, yakni: Tugas gereja adalah tugas yang menyeluruh. Gereja harus menunjukkan jalan keselamatan, meningatkan orang berdosa akan hukuman yang menantikan mereka, menghiburkan hati orang kudus dengan janji keselamatan yang telah tersedia bagi mereka, menguatkan yang lemah, memberi semangat bagi yang kurang semangat, dan menghibur mereka yang sengsara. Supaya semua tugas ini dapat dilakukan di mana pun juga dan di antara segala bangsa maka gereja harus mengerti bahwa firman Tuhan harus diterjemahkan ke dalam semua bahasa.117 Lebih lanjut mengenai kedua amanat ini, Peter Wagner, menulis: Tanggung jawab dari seorang Kristen pada masa ini adalah untuk membawa sebanyak mungkin orang ke dalam kerajaan di bawah ketuhanan Yesus Kristus. Semua ini hanya dapat diperoleh melalui lahir kembali ‌ (Yoh. 3:3). Memimpin orang baru ke dalam kerajaan adalah amanat pekabaran Injil. Amanat kebudayaan 116
Y. Tomatala, Teologi Kontekstualisasi Suatu Pengantar (Malang: Gandum Mas, 1993), 49. 117 Louis Berkhov, Teologi Sistematika Volume 5 Dokrin Gereja (Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1977), 85.
115
John Stoot, Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, nd.), 91-92.
22
ditujukan baik kepada orang percaya maupun kepada orang yang belum percaya. Bukan kehendak Allah jika orang menjadi miskin, sakit, tertindas, atau pun dirasuki roh-roh jahat. Tapi banyak yang mengalami halhal seperti itu, dan orang-orang Kristen harus ikut prihatin. Mereka perlu mengambil tindakan yang berorientasi kepada Kerajaan Allah. Amanat kebudayaan adalah sebuah keharusan bagi pelayanan-pelayanan Allah yang setia.118 Dalam solidaritas holistik, kedua amanat ini menjadi nyata. Pelayanan menyeluruh oleh Bob Moffitt dijelaskan: Agenda Allah untuk memulihkan segala sesuatu dikenal sebagai “pelayanan menyeluruh” (wholistic ministry). Ilustrasinya seperti ini: • Pelayanan menyeluruh didasarkan pada seluruh Injil untuk seluruh bidang kehidupan kita… • Pelayanan menyeluruh memandang kepada Allah dan penerapan kebenaran alkitabiah guna mentrasformasikan kehidupan, gereja, masyarakat, dan bangsa. • Pelayanan menyeluruh mencerminkan kepedulian Allah atas keutuhan manusia sepenuhnya. • Pelayanan menyeluruh menyangkut kebutuhan akan hal rohani, fisik, sosial, dan hikmat. • Pelayanan menyeluruh adalah gaya hidup dari ketaatan dan kasih, yang didasarkan pada perintah Agung Yesus untuk mengasihi Allah dan sesama. • Pelayanan ini adalah tangggung jawab seluruh gereja lokal dan semua pribadi orang percaya. Hal ini tidak tergantung pada sumber
keuangan yang besar tapi hanya pada Allah. 119 Gereja-gereja di Indonesia, dalam menerapkan solidaritas holistik, dapat dilaksanakan melalui pelayanan multi dimensi. Dengan melibatkan seluruh anggota jemaat, dengan berbagai disiplin ilmu yang dimiliki ke dalam suatu pelayanan yang terpadu, untuk menjawab masalah baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum dan moral. Ini sejalan dengan apa yang ditulis, John Stoot yang memberi suatu penekanan yakni: Jadi jika kita sungguh-sungguh mengasihi sesama manusia, dan ingin melayaninya atas dasar nilainya selaku makluk yang diciptakan menurut rupa Allah, maka keprihatinan kita harus mencakup keseyahteraan jiwanya dan kesejahteraan sosialnya. Dan ini harus kita wujudkan dalam program-program yang praktis pemberitaan Injil, bantuan kemanusiaan dan pembangunan.120 Secara gamblang ia memberikan penjelasan mengenai beberapa contoh pelayanan holistik praktis yang dapat dilakukan gereja maupun orang percaya sesuai konteksnya antara lain: Pada masa ini mereka melayani para penderita kusta dengan Injil Yesus dan motede-metode ilmu kedokteran dan rehabilitasi modern. Kepada tuna netra dan tuna rungu, yatim piatu dan para janda, kepada yang sakit dan yang sedang menemui ajalnya mereka menunjukkan rasa iba dalam bentuk-bentuk berbuatan nyata. Mereka mendatangi pecandu-pecandu narkotika dan mendampinginya selama periode pemulihan yang traumatik itu. Mereka terjun dalam kancah perjuangan mela119
Bob Moffitt dan Karla Tesch.Andaikan Yesus Kepala Daerah Trasformasi dan Gereja Lokal. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2010), 100-101. 120 John Stott. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, nd), 11.
118
C. Peter Wagner, Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh (Jakarta: Harvest Publication House, 1995), 30.
23
wan rasialisme dan penindasan. Mereka terlibat dalam masalah-masalah kehidupan kota, dengan kantong-kantong tempat kediaman yang kumuh dan rawan, dan mereka mengajukan protes menentang keadaan tidak manusiawi dalam mana begitu banyak orang terpaksa harus hidup. Dengan berbagai macam cara mereka berusaha menyatakan solidaritas dengan orang-orang miskin dan kelaparan, orang-orang yang terbuang dan tertindas.121 Dengan terlaksananya solidaritas ini, maka gereja-gereja di Indonesia menjadi relevan dengan konteks dan sebagai saksi Kristus yang efektif di bumi Indonesia. Sebab dengan solidaritas ini, gereja di Indonesia turut berpartisipasi untuk mencapai tujuan nasional negara Republik Indonesia, yakni masyarakat adil dan makmur, baik material dan spiritual. Semua bentuk solidaritas yang disebutkan, baik itu solidaritas trasformatif, misiologis, inkarnatif dan holistik merupakan suatu kesatuan. Gereja-gereja di Indonesia dapat mengambilnya, dan diprogramkan di dalam gereja secara teratur dengan melihat kepada konteks di mana gereja itu berada, sehingga lewat pelaksanaan solidaritas-solidaritas ini, gereja di Indonesia dapat menjadi saksi tentang kasih dan anugerah keselamatan yang telah diterima dari Allah. Gereja di Indonesia tidak menjadi gereja yang asing dengan keadaan nyata bangsa tetapi turut mengambil peran secara nyata. “Gereja di Indonesia perlu mengindonesia. Dalam kaitan ini, menjadi penting solidaritas dan tindakan berbagi dengan yang kurang beruntung. Gereja hadir sebagai solusi dan meningkatkan harkat hidup bersama. Praksis kesalehan demikian hanya mungkin bila
kita selalu berupaya mengenali wajah Tuhan di dalam diri sesama.”122 Pelayan unggul yang dapat mengaplikasikan solidaritas Kristen di tengah pelayanannya dalam menjawab masalah umat dan masyarakat secara utuh. Ungkapan bahagia dari Kristus dapat menjadi bagian bagi dirinya, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena merekalah akan disebut anak-anak Allah”123 KEPUSTAKAAN Alkitab Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia. Jakarta, 2004. Koran “5 juta hampir Miskin Pemerintah Pastikan Harga BBM Bersubsidi Tidak Naik”. Kompas. Jumat 16 September 2011 “Penyaluran anggaran Jangan politisasi dana kemiskinan” Kompas. Jumat 16 September 2011. “Sosial Ekonomi 8 Uskup Prihatin Kehidupan Perekonomian Umat”. Kompas. Rabu 18 Juli 2012, 22. Irkham , Agus M, “Kewirausahaan dan Literasi,” Tempo. 18 Maret 2012. Makalah Dethan, Mesakh A.P.,, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis dan Wisuda STTIK Kupang. 19 Agustus 2011. Poli, W.I.M. “Sebuah Catatan Tentang : Pengajaran Gereja dan Kemiskinan.” Makalah : STT Jaffray Ujungpandang, Januari 1996, 9. __________. “Peranan Gereja Dalam Pembentukkan Ethos Kerja”, Kursus Theologia Praktis Gereja Toraja, Klasis Makasar, Bantaeng : 22 April 1995. Majalah Alberdien. “Petugas Sosial Kecamatan (PSK) Dan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)”, Penyuluh Sosial No. 85 (Triwulan I/1994/1995.
122
121
Yongky Karman, Gereja Bagi Sesama. Merentang Sejarah Memaknai Kemandirian, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia dan Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2009), 14. 123 Matius 5:9
I b i d., 12.
24
Selan , Rut F.. “Kemiskinan dan Tanggung Jawab Orang Kristen.”Sahabat Gembala (Januari/Pebruari 1995. Supardan.“Partisipasi Jemaat Dan Masyarakat Dalam Pembangunan Pada Dasa Warsa 90-an”.Buletin Motivator 1, nd. 43. Internet www. jurnas.com/../212491. “Komposisi Menuju Masyarakat Damai Jurnal Nasional, Sabtu 16 Juni 2012. Diakses tanggal 13 Agustus 2012. Kamus Kamus Inggris –Indonesia.
John Stott. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, nd. John Tondowidjojo CM. Arah dan Dasar Kerasulan Awam, Yogyakarta: Kanisius, 1990 Karman , Yongky, Gereja Bagi Sesama. Merentang Sejarah Memaknai Kemandirian, Jakarta: BPK. Gunung Mulia dan Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2009. Kuiper , A. De, Missiologia, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1988. Magnis-Suseno, SJ, Frans. “Memperjuangkan Keadilan: Panggilan Kaum Biara di Masa Kini?”Keprihatinan Sosial Gereaj, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Modesta Johanis, Obertina. Gereja Bagi Kaum Perempuan (Miskin ) Merentang Sejarah Memaknai Kemandirian, Jakarta: BPK. Gunung Mulia dan Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2009. Moffitt, Bob dan Karla Tesch, Andaikan Yesus Kepala Daerah. Trasformasi dan Gereja Lokal, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Ngelow, Zakaria J.. “Kemiskinan dan “Teologi pedesaan”. Mendidik Dengan Alkitab Dan Nalar Kumpulan Karangan Dalam Rangka Penghormatan Kepada Pdt. Richard W. Haskin, Ph.D, Jakarta: BPK. Gunung Mulia Untuk STT Jakarta, 1995. Nugraha, Dion Alexander 8 Revolusi Sikap Menjadi Entrepreneur. Jakarta: PT Gramedia, 2008. Santos, Yustinus EH. “Gereja Mana Suaramu Untuk Membela Si Miskin Dan Si Lemah Perlu Sikap Radikal Positif Untuk Menjalankan Konteks Kenabian Masa Kini”. Media Informasi Kristen Esok No. 09/1996. Simamora, Ranto G. Misi kemanusiaan dan Globalisasi Teologi Misi dalam konteks globalisasi di Indonesia. Bandung: Ink Media, 2006. Simatupang, T.B., “Masalah Apostolat dan Kemasyarakatan Dalam Rangka Kisah Para Rasul Masa Kini DI Indonesia”, Apostole Pengutusan, Jakarta: STT Jakarta: 1987 Strong, James, Strong’s Exhausative Of The Bible, (Iowa World Bible Publishers, nd. Suharyo, PR.I. “Berbahagialah Orang Yang Miskin Di Hadapan Allah Karena Merekalah Yang Empunya Kerajaan Surga (Mat. 5:3)”. Kemiskinan Dan Pembebasan Yogyakarta: Kanisius, 1987. Thiessen, Henry C., Theologia Sistematika, Malang: Gandum Mas, 1992.
Buku-buku A. Mcbride O. Prem, Amanat Kasih Dari Gunung Sinai Terang Baru Pada Kesepuluh Perintah Allah, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1996. Abineno, J. L. Ch. Gereja Dan Ibadah Gereja, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1986. ____________________.Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, Cet. II Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1990). Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indo-nesia, Yogyakarta: Kanisius dan BPK. Gunung Mulia. 1997. Bagster, Samuel, The Analytical Greek Lexicon, New York Samuel Bagster And Sons Limited 80 Wigmore Street London. Berkhov, Louis, Teologi Sistematika Volume 5 Dokrin Gereja Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1977. Bosch, David J. Trasformasi Misi Kristen Sejarah Teologi Misi Kristen Mengubah Dan Berubah. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997. Browle, Malcom, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor Di Dalamnya, Cet. Keenam Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1991. ____________________. Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Cet. Kedua . Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989. Budijanto, Bambang. No Plan B Rancangan Tunggal Kerajaan Allah: Eklesia. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2009. Hesselgrave, David J. Mengkomunikasi Kristus Secara Lintas Budaya, Malang: Literatur SAAT. Cetakan Pertama, 2005. Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Kupang. Sosok dan Pemikiran Bagi Kesejahteraan Rakyat: Drs. Daniel Adoe. Walikota Kupang 2007-2012. Kupang: CV. Karya Guna Kupang, 2011.
25
Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) Jenewa, 2006. Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi Sebuah Dokumen Latar belakang. Jakarta: PMK HKBP. Tomatala, Y., Teologi Kontekstualisasi Suatu Pengantar . Malang: Gandum Mas, 1993. Tondowidjojo, CM , John, Arah Dan Dasar Kerasulan Awam, Yogyakarta: Kanisius, 1990. Turner, J. Clyde, Pokok-pokok Kepercayaan Kristen, Bandung: LLB, 1978. Wagner, C. Peter, Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh Jakarta: Harvest Publication House, 1995. Wiryono, SJ, P. “Dimensi Sosial Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Gereja Setempat.” Keprihatinan Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Yewanggoe , A.A. Theologia Crusis Asia Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989. __________________. “Implikasi Teologi Pembebasan Amerika Latin Terhadap Misiologi”.Mengupayakan Misi Gereja Yang Kontekstual, Jakarta: Persetia, 1995.
26
KAJIAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN GEREJA KEMAH INJIL INDONESIA (GKII) 2013 – 2033 DITINJAU DARI PENDIDIKAN UMUM Kule Usath Latar Belakang Sistem pendidikan nasional sebagai mana tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global1. Untuk itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan, dalam rencana strategis pendidikan GKII. Pendidikan GKII dilaksanakan dengan mengacu pada Rencana Pengembangan Pendidikan Gereja Kemah Injil Indonesia (RPP GKII) tahun 2013 – 2033 mendatang dengan tema “Transformasi Pendidikan GKII Menuju Tahun 2033”, yang akan dituangkan sebagai berikut: (1) priode I: 2013 – 2018 : fokus pada peningkatan mutu sekolah, (2) priode II : 2019 - 2023 : fokus pada penguatan pelayanan, (3) priode III: 2024 – 2028 : fokus pada penguatan daya saing regional; dan (4) periode IV: 2029 – 2033 : fokus pada penguatan daya saing internasional. RPPGKII Tahun 2013 - 2018 ditujukan untuk peningkatan mutu sekolah yang dikelola oleh GKII secara simultan dari pendidikan PAUDNI, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah hingga Pendidikan Tinggi. Disamping itu diperlukan penataan lembaga pengelola, dan pembenahan ter-
hadap segala aspek yang mendukung terlaksananya pendidikan yang bermutu, berkualitas dan berdaya saing tinggi. Renstra GKII tahun 2013 - 2033 menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan di pusat, wilayah, daerah atau jemaat lokal dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi program dan kegiatan pembangunan pendidikan GKII yang memiliki ciri khas tersendiri dan disesuaikan dengan kondisi daerah dengan mengacu kepada Rentra GKII. Landasan Filosofis Pendidikan GKII Landasan filosofis pendidikan GKII adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Alkitab adalah Firman Allah yang memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar dalam pengembangan pendidikan GKII. Berdasarkan landasan filosofis tersebut, sistem pendidikan GKII menempatkan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, dengan segala keberadaannya untuk dipersiapkan dan diperlengkapi dalam pelayanan pekerjaan Tuhan dengan tugas mengelola ciptaan Tuhan, sehingga menjadikan kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur dan berakhlak mulia. Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut: a. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan, makhluk individu, maupun makhluk sosial;
1
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
27
b. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa c. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi; d. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu. e. Pelayanan untuk melayani sesama, memberitakan kabar baik pada semua orang supaya mereka diselamatkan. Paradigma Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada beberapa paradigma universal yang perlu diperhatikan sebagai berikut. Pemberdayaan Manusia Secara Holistik Memperlakukan peserta didik sebagai subjek merupakan penghargaan terhadap peserta didik sebagai manusia yang utuh dan unik. Peserta didik memiliki hak untuk mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, spiritual, sosial dan kinestetik. Paradigma ini merupakan fondasi dari pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk berhasil sebagai pribadi yang mandiri (makhluk individu), sebagai elemen dari sistem sosial yang saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain (makhluk sosial) dan sebagai umat pilihan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi. Pembelajaran Sepanjang Hayat Berpusat pada Peserta Didik Pembelajaran merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, yaitu pembelajaran sejak lahir hingga kembali pada Tuhan yang diselenggarakan secara terbuka dan multimakna. Pembelajaran sepanjang hayat berlangsung secara terbuka melalui jalur formal, nonformal dan informal yang dapat diakses oleh peserta didik setiap saat dan tidak dibatasi oleh usia, tempat dan waktu.
Pembelajaran dengan sistem terbuka diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry multi exit system). Pendidikan multimakna diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan karakter unggul, serta berbagai kecakapan hidup (life skills). Paradigma ini memperlakukan, memfasilitasi dan mendorong peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif, inovatif, sportif dan berkewirausahaan. Pendidikan untuk Semua Pendidikan, minimal pada tingkat pendidikan dasar, adalah bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dengan sebaik mungkin. Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pembangunan bangsa. Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar sebagai pemenuhan hak asasi manusia telah menjadi komitmen global. Oleh karena itu, program pendidikan untuk semua yang inklusif diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan sistem pendidikan terbuka dan demokratis serta berkesetaraan gender agar dapat menjangkau mereka yang berdomisili di tempat terpencil serta mereka yang mempunyai kendala ekonomi dan sosial. Paradigma ini menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial, ataupun kendala geo28
grafis, yaitu layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau. Keberpihakan diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan sekolah khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan jarak jauh2, dan bentuk pendidikan layanan khusus lain sehingga menjamin terselenggaranya pendidikan yang demokratis, merata, dan berkeadilan. Dengan kondisi seperti ini pendidikan GKII harus mampu mempersiapkan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi dan ketrampilan yang mampu memberikan pelayanan pada masyarakat atau jemaat sejak balita, batita hingga perguruan tinggi. Sebagai contoh nyata dalam kegiatan Sekolah Minggu dimana terdapat kelas balita dan balita yang belum memiliki pendidik yang sesuai kebutuhannya. Pergeseran Paradigma Pendidikan Beberapa pergeseran paradigma pendidikan yang diterapkan dalam pendidikan GKII 2013-2033 adalah: a. Perubahan wajib belajar menjadi hak belajar b. Kesetaraan dalam pendidikan c. Pendidikan komprehensif d. Perubahan fungsi sekolah keagamaan menjadi sekolah publik e. Perubahan dasar perencanaan pendidikan GKII yang berdasarkan suplai menjadi berdasarkan kebutuhan Perubahan Wajib Belajar Menjadi Hak Belajar Berdasarkan pasal 5 ayat 1 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Selanjutnya Pasal 34 Ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung
jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu paradigma wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun digeser menjadi hak belajar pendidikan da-sar sembilan tahun yang menjamin kepas-tian bagi semua warga negara untuk memperoleh pendidikan minimal sampai lulus SMP. Dengan pergeseran paradigma tersebut, pemerintah dan masyarakat wajib menyediakan sarana prasarana dan pendanaan demi terselenggaranya pendidikan bagi seluruh warga Negara, termasuk lembaga pendidikan yang didirikan oleh GKII harus mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi jemaatnya. Pendidikan GKII perlu mempersiapkan dan mengkoordinasi pembukaan sekolah-sekolah umum untuk kebutuhan jemaat, disesuaikan dengan karakteristik pendidikan GKII, dan melibatkan jemaat dalam mengelola pendidikan tersebut secara profesional. Disamping pembukaan pendidikan umum, maka diperlukan pembenahan perguruan tinggi GKII yang mempersiapkan tenaga pendidik yang disesuaikan dengan kompetensi dan ketrampilannya untuk menjadi tenaga pendidik di sekolah umum yang dibuka oleh pendidikan GKII. Pendidikan Komprehensif Pendidikan komprehensif atau pendidikan holistik adalah pendidikan yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan, budi pekerti, kreativitas, dan inovasi serta ketrampilan kejuruan dalam suatu kesatuan. Pendidikan komprehensif adalah pendidikan yang diharapkan mampu mengeksplorasi seluruh potensi peserta didik. Potensi tersebut dapat berupa potensi kekuatan batin, karakter, intelektual dan fisik. Potensi tersebut dapat diintegrasikan menjadi kekuatan peserta didik melalui
2
Permendiknas nomor 20 tahun 2012 tentang Pendidikan Jarak Jauh.
29
pendidikan komprehensif. Dalam pendidikan komprehensif terkandung pendidikan karakter khususnya pendidikan karakter bangsa yang mengarah kepada kekudusan sehingga harus ditanamkan sejak pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Saat ini beberapa STA/SMTK atau STT GKII telah melaksanakan program komprehensif ini dalam bentuk “boarding school” namun perlu ditingkatkan dalam pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship), yakni penambahan terhadap muatan local dalam kurikulum untuk kecakapan hidup (life skills), ketrampilan kejuruan, yang disesuaikan dengan ladang pelayanan setelah lulus. Perubahan Fungsi Sekolah Keagamaan Menjadi Sekolah Publik Kebanyakan sarana dan prasarana yang digunakan lembaga pendidikan yang dikelola GKII saat ini kebanyakan merupakan hibah asset dari misi CMA. Oleh karena itu seyogyanya sekolah yang di-bangun misi CMA dan kemudian beberapa menjadi ”sekolah keagamaan” tetap melaksanakan pengelolaannya berdasarkan misi penginjilan GKII atau berusaha menyesuaikan kurikulumnya dengan kebutuhan pemerintah (kurikulum nasional). Pilihan tergantung pada pendidikan GKII apakah sekolah keagamaan ini tetap mempertahankan kekhususannya yakni sekolah keagamaan yang dipersiapkan lulusannya menjadi Hamba Tuhan secara “Full time” tanpa mengikuti kurikulum nasional (Kementrian Agama) sehingga lulus dari sekolah keagamaan ini tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi umum, tidak dapat mengikuti tes PNS, tanpa gelar namun mempunyai kompetensi yang sesuai standar pekerja GKII dan militant. Atau pilihan sekolah keagamaan ini menganut kurikulum nasional (Kementrian Agama) dengan lulus dari sekolah keaga-
maan ini dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi umum, dapat mengikuti tes PNS sehingga menjadi PNS, menjadi legeslatif, mendapatkan gelar akademik dan dampaknya tidak dapat diharapkan menjadi pekerja GKII, atau mengajar di SMTK karena pilihan dapat saja pada pekerjaan yang lebih menjanjikan yakni di luar pelayanan kegerejaan. Pertanyaannya adalah apakah sekolah-sekolah keagamaan (SMTK) ke depan harus bergeser menjadi sekolah publik (sesuai standar kementrian Agama) ?, atau berubah menjadi SMA atau SMK umum atau Sekolah Tinggi Teologi (STT) menjadi Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK), dengan menyerahkan aset ke pemerintah sehingga menjadi STAKN? atau menjadi Universitas dengan Fakultas Teologi hanya salah satu dari fakultas? .... atau untuk mencari dana sekolah maka kampus dapat digunakan untuk kegiatan umum tanpa batas (yang penting ada pendapatan) atau konsisten dengan segala fasilitas kampus hanya untuk kemuliaan Tuhan? Pergeseran fungsi sekolah dari sisi pasokan menjadi sisi kebutuhan Sekolah yang tadinya berdasarkan sisi pasokan (supply oriented) bergeser menjadi berdasarkan kebutuhan (demand oriented). Dalam hal ini penyelenggara pendidikan harus mampu memberikan layanan kebutuhan siswa, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan gereja. Konsistensi dari kebutuhan ini adalah sekolah harus mampu memberikan pembelajaran yang bermutu, berakar kuat, dan kompeten dengan standar dunia kerja dan hingga mampu berdaya saing global. Dengan demikian terjadi pergeseran orientasi yaitu ingin memberikan keterjaminan dalam layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau jemaat sebagai pemakai tamatan. 30
Landasan Hukum Landasan hukum Renstra GKII Tahun 2013--2033 adalah sebagai berikut. 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 4. Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan 5. Hasil Rapimnas ke-2 GKII di Yogyakarta tentang Rakornas Departemen Pendidikan GKII tanggal 29 Mei s.d 1 Juni 2012. Pilar Strategis Pengembangan GKII Ada 7 (tujuh) pilar strategis landasan filosofis pendidikan GKII yang mengacu pada strategi pengembangan pendidikan GKII sebagai berikut. 1. Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan prioritas dalam mengembangkan mutu pembelajaran di sekolah. Pengembangan kurikulum ini mempertimbangkan kondisi internal, evaluasi diri sekolah dan profil tamatan yang diharapkan. Sekolah dapat menambah muatan lokal dalam rangka menentukan keunggulannya sehingga mampu bersaing dengan sekolah lainnya. 2. Proses Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis Dalam rangka menjadi tenaga pendidik yang kompeten dan terampil maka diperlukan mengembangkan metode pembelajaran, mengembangkan dan menggunakan media pembelajaran berbasis ICT dan memberdayakan peserta untuk mampu berpikit kritis, logis dan teologis melalui dialogis untuk
3.
4.
5.
6. 31
menghasilkan kesimpulan yang terintergrasi. Evaluasi, Akreditasi dan Sertifikasi Pendidikan Untuk menjamin mutu tetap terjamin maka diperlukan evaluasi secara berkala terhadap sasaran mutu sekolah, dan melakukan perbaikan dan pembenahan secara terus menerus di sekolah sehingga perlu diakreditasi oleh BAN SM atau BAN PT sebagai wujud pengakuan pemerintah atau masyarakat tentang mutu pendidikan serta penga-kuan terhadap tenaga pendidik yang tersetifikasi sebagai guru atau dosen. Peningkatan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan perlu diberdayakan, perlu peningkatan SDM dalam mengikuti Diklat Fungsional sehingga kompetensinya terus menerus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelaksanaan Otonomi Satuan Pendidikan Departemen Pendidikan GKII merupakan wadah yang diharapkan mengkoordinasikan semua jenjang pendidikan yang dibangun oleh GKII dengan pengelolaan didasarkan pada satuan pendidikan masing-masing. Setiap lembaga pendidikan yang dibangun oleh jemaat lokal, daerah, wilayah atau pusat memiliki kekhususan tersendiri, memiliki kurikulum sendiri, didanai sendiri dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikannya merupakan otonomi sekolah tersebut. Dampaknya adalah ada sekolah yang telah terakreditasi, ada yang baru mendaftarkan diri, ada yang belum siap mendaftarkan sekolahnya, bahkan ada yang tidak peduli dengan akreditasi sekolahnya. Pemberdayaan Peran Masyarakat dan
lamatnya namun selama ini pembelajarannya belum dapat terkoordinir dengan baik karena belum memiliki kurikulum yang tetap, guru yang belum memiliki kompetensi yang tersertifikasi. Pemerintah telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk membuka Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan secara khusus bagi orang Kristen diberikan peluang membukan PAUD-PAK dengan nama Sekolah PAUD sejenis Sekolah Minggu (SPS SM) yakni melakukan pembelajaran tiga (3) kali seminggu yakni minggu pagi saat Sekolah Minggu dan ditambah dua (2) hari berikutnya sehingga memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) dan berhak mendapatkan bantuan pemerintah. Departemen Pendidikan perlu menjadikan SPS SM ini sebagai alternatif pengembangan pendidikan umum di jemaat sebagai cikal bakal munculnya pendidikan dasar di daerah tersebut sehingga semua jemaat mandiri memiliki SPS SM di jemaatnya dengan memberdayakan tenaga asisten gembala atau isteri gembala menjadi gurunya. Pemberdayaan tenaga asisten gembala atau isteri gembala merupakan kebutuhan sementara waktu namun disarankan perguruan tinggi (STT) mampu membentuk satu konsentrasi PAUD (Jurusan PAUD-PAK) setara diploma II (guru pendamping) sehingga kebutuhan akan tenaga pendidik. Pendidikan Dasar Dalam rangka memperluas akses dan pemerataan pendidikan dasar, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antar kelompok masyarakat. Namun pendidikan dasar yang dikelola GKII belum sepenuhnya perkembangan yang signifikan, masih banyak orang tua
Gereja Konsekuensi pembangunan suatu lembaga pendidikan adalah siap untuk merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan manajemen pengelolaannya. Peran serta masyarakat atau gereja dalam mengelola manajemennya. Kesiapan ini diwujudkan dalam mempersiapkan yayasan, manajemen pengelolaan, penyiapan sarana dan prasarana dan peningkatan mutu sekolah. 7. Pengawasan Pengawasan terhadap pengelolaan sekolah yang dibangun GKII selama ini disesuaikan dengan pendiri atau pengelola pendidikan tersebut. Departemen Pendidikan GKII tidak dilibatkan dalam pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga pendidikan yang dibangun oleh GKII. Oleh sebab itu untuk menjamin mutu pendidikan maka diperlukan keterlibatan Departemen Pendidikan GKII untuk mengkoordinir pendidikan yang dikelola oleh GKII, wujudnya dalam bentuk pengawasan, pembinaan sehingga semua sekolah tersebut dapat sinergi dalam pencapaian misi GKII secara nasional. Kondisi Umum Pendidikan GKII Analisis Kondisi Interna Lingkungan Pendidikan Dalam menyusun rencana strategis 2013--2033, diperlukan analisis kondisi internal pendidikan GKII pada periode lalu sebagai referensi untuk mengetahui capaian dan permasalahan yang terjadi. Rangkuman hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut. Pendidikan Umum Pendidikan anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Sekolah Minggu (PASM) mempunyai peran penting untuk mendorong tumbuh kembang anak agar mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruse32
menyekolahkan putra putrinya di lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah (SD Negeri, SMP Negeri) dan kebanyakan tidak mendapatkan pendidikan agama Kristen yang memadai, dimana siswa yang beragama kristen (kelas I, II dan III) dikumpulkan setiap hari jumat kemudian diajar oleh seorang guru. Guru mengajar tiga jenjang kelas yang berbeda dalam waktu yang sama. Bagaimana mungkin siswa memperoleh pendidikan agama kristen yang terstruktur dengan baik? ... guru yang mengajarpun bukan jurusan PAK ............. Oleh sebab itu diperlukan membangun pendidikan dasar Kristen sehingga putra putri mendapatkan pendidikan agama Kristen yang sesuai dengan tingkatan umur dan struktur kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan peserta didik. Pendidikan Menengah Umum Dibandingkan dengan jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah umum atau kejuruan yang dikelola GKII sangat terbatas jumahnya. Departemen Pendidikan GKII perlu mengkoordinir jenjang ini karena akan mempersiapkan peserta didik masuk perguruan tinggi. Siswa yang mendapatkan pendidikan agama Kristen sejak usia dini akan terus dibina dan dikembangkan sehingga siswa mulai memahami dirinya mendapatkan panggilan untuk masuk ke perguruan tinggi teologi. Siswa yang memiliki prestasi akademik cukup tinggi akan memilih perguruan tinggi umum dengan memperhatikan mutu lulusan, kompetensi yang akan dperoleh dan sertipikasi lulusan yang bakal didapatkan. Sementara yang masuk keperguruan tinggi teologi belum menggembirakan. Pendidikan Tinggi Umum Pada jenjang pendidikan tinggi umum, pendidikan GKII belum sepenunya
dikelola dengan baik dan pada umumnya dari pribadi-pribadi yang mengatasnamakan GKII karena secara struktural belum dapat dikoordinasikan oleh Departemen GKII. Oleh sebab itu untuk membentuk tenaga yang kompeten dalam mendukung pelayanan GKII maka diperlukan perguruan tinggi umum yang mempersiapkan SDM yang diperlukan GKII. Perguruan tinggi umum yang dikelola GKII diperlukan untuk mendukung pelayanan struktural dalam bidang manajemen, keuangan, arsitektur, guru/dosen yang kompeten dalam bidangnya. Tanpa perguruan tinggi umum GKII maka tugas-tugas pelayanan administrasi akan sangat sulit berkembang. Pendidikan Teologi Pendidikan Tinggi Teologi Pendidikan teologi yang dikelola GKII merupakan pendidikan yang telah dikelola cukup lama, namun peningkatan mutu sekolah belum menunjukkan hasil yang signifikan. Dari beberapa sekolah teologi yang dikelola GKII hanya ada satu yang terakreditasi “B� yang lain masih bergumul untuk menunggu divisitasi, yang lainnya masih belum mampu mengisi borang. Pendidikan tinggi teologi perlu mempertimbangkan untuk membuka program studi selain pastoral atau PAK. Dengan mengambil perbandingan pada STAIN dengan jurusan Tarbiyah membuka program studi matematika, biologi, PAUD dan lainnya, maka jurusan PAK dengan program studi PAK, dapat membuka program Studi PAUD PAK untuk memenuhi kebutuhan akan guru SPS-SM. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002 mengamanatkan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis kompetensi untuk setiap 33
program studi oleh kalangan perguruan tinggi yang bersangkutan (bukan oleh pemerintah) dan permendiknas ini memberikan kewenangan perguruan tinggi menyusun sendiri kurikulumnya sesuai dengan standar kompetensi lulusannya (SKL). Jadi Perguruan Tinggi diberi otonomi/kewenangan dalam menentukan kurikulum program studi yang diselenggarakannya. Kurikulum tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah. Pendidikan memang dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan kompetensi sasaran didik untuk mampu berkarya di bidang yang relevan. Pembaharuan kurikulum ini harus dilakukan sendiri oleh kalangan PT, dan pelaksanaan kurikulumnya dilakukan oleh dosen-dosen yang bersangkutan. Karena itu sebaiknya semua dosen perlu dilibatkan dalam perombakan kurikulum ini3. Pendidikan Menengah Teologi Kristen Mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka perlu memahami yang dimaksud dengan pengertian Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (jalur pendidikan formal) sedangkan Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Berda-
sarkan PP 55 tahun 2007 pada Pasal 5 Kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan kemudian ditegaskan dalam Bab III Pasal 8, menyatakan bahwa (1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, (2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Selanjutnya pasal 27 tentang Pendidikan Keagamaan Kristen meliputi (1) Pendidikan keagamaan Kristen diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, (2) Pendidikan keagamaan Kristen jalur pendidikan formal diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, (3) Pendidikan keagamaan Kristen jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibina oleh Menteri Agama dan Pasal 28 menyatakan bahwa penamaan satuan pendidikan keagamaan Kristen jalur pendidikan formal jenjang pendidikan menengah dan tinggi merupakan hak penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 29 khususnya pada ayat (2) Pendidikan keagamaan Kristen jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Agama Kristen (SMAK) dan Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) atau yang sederajat, yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat dan ayat (3) Untuk dapat diterima sebagai peserta didik pada pendidikan menengah keagamaan Kristen se-
3
Makalah 2009: Margono. Pembelajaran Berbasis Kompetensi. IPB. Bogor
34
seorang harus berijazah SMP atau yang sederajat. Sedangkan ayat (4) Pengelolaan SMAK dan SMTK diselenggarakan oleh Pemerintah, gereja dan/atau lembaga keagamaan Kristen dan ayat (5) Kurikulum SMAK dan SMTK memuat bahan kajian tentang agama/teologi Kristen dan kajian lainnya pada jenjang menengah. Ditambah lagi dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi kurikulum supaya sesuai dengan pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang standar nasional pendidikan sehingga seluruh SMTK yang sebelum PP 55 diberlakukan maka Kementrian Agama telah memberikan Akreditasi Sekolah dengan peringkat A, B dan C. namun sejak PP nomor 55 tahun 2007 diberlakukan di seluruh satuan pendidikan yang di bawah koordinasi Kemenag harus mengikuti Akreditasi Sekolah melalui BAN SM sebagaimana di atur dalam Permendiknas nomor 29 tahun 2005 tentang BAN SM dan kurikulum yang digunakan SMTK secara nasional mengacu kepada Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen Kementrian Agama RI nomor DJ.III/KEP/ HK.005/389/2010 tanggal 7 September 2010. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Pendidikan GKII 2013-2033 Pendidikan GKII yang dilaksanakan oleh Badan Pengurus Pusat, Badan Pengurus Wilayah, Badan Pengurus Daerah dan Jemaat Lokal hingga tahun 2012 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, belum menunjukan peningkatan yang nyata dalam kualitas. Masih dijumpai beberapa permasalahan dan tantangan penting yang akan dihadapi pendidikan GKII pada periode tahun 2013 - 2033 sebagai berikut. Permasalahan Pendidikan GKII
Sejumlah permasalahan pendidikan yang perlu mendapat perhatian dalam kurun waktu 20 tahun mendatang antara lain adalah: Ketersediaan pelayanan PAUD atau SPS-SM tiap jemaat mandiri Cakupan pelayanan PAUD terutama SPS-SM belum sepenuhnya diketahui atau belum dikenal jemaat. Pada umumnya materi pembelajaran pada anak-anak sekolah minggu setiap minggu dengan cerita-cerita Alkitab namun belum memiliki kurikulum pembelajaran yang terstruktur secara nasional. Guru pengajar masih belum profesional, apa adanya dan berorientasi pelayanan (tanpa imbalan jasa). Sehingga perlu dipikirkan tentang pemberdayaan SPS - SM terutama dalam memberikan layanan pengembangan anak usia 0 - 6 tahun. Kesenjangan pendidikan antara daerah dan wilayah pelayanan Pengaruh pendidikan akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia terutama para pengambil kebijakan, pengelolaan administrasi dan pelayanan terhadap jemaatnya. Masih terdapat kesenjangan SDM antara daerah dan wilayah dalam hal pendidikan. Daya saing Pendidikan Tinggi Perguruan Tinggi bertumbuh sangat pesat namun tidak dibarengi dengan kualitas atau mutunya. Apalagi sekolah tinggi teologi yang menjanjikan gelar dengan cepat dan mudah diperoleh. Oleh sebab itu pendidikan tinggi teologi yang dikelola GKII masih bergumul untuk meningkatan mutunya melalui akreditasi BAN PT yang menunjukan pengakuan terhadap mutu sekolah tersebut. Tantangan Pendidikan GKII Berdasarkan perkembangan pendidikan GKII selama periode tahun 2013 2033 dan permasalahan di atas, dapat di35
identifikasi beberapa tantangan penting yang akan dihadapi pendidikan GKII dalam kurun waktu tahun 2013 - 2033 mendatang sebagai berikut: a. Menyediakan tenaga pendidik yang profesional dan kompeten b. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan formal berkualitas c. Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan formal berkualitas d. Mengembangkan dan menerapkan sistem pembelajaran yang kreatif dan inovatif dan kewirausahaan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. e. Menyediakan subsidi silang antara perguruan tinggi atau SMTK/STA yang difasilitasi oleh Departemen Pendidikan GKII f. Menyediakan data dan informasi serta akreditasi pendidikan g. Mewujudkan manajemen satuan pendidikan yang efisien, efektif, akuntabel, profesional, dan transparan h. Memperkuat tata kelola penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Simpulan dan Rekomendasi Simpulan Dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan pendidikan GKII yang dituangkan dalam Rencana Pengembangan Pendidikan Gereja Kemah Injil Indonesia (RPP GKII) tahun 2013 – 2033 mendatang dengan tema “Transformasi Pendidikan GKII Menuju Tahun 2033” secara bertahap dengan pembagian sebagai berikut. 1.1. Priode I : 2013 – 2018 : Peningkatan mutu sekolah, 1.2. Priode II : 2019 - 2023 : Penguatan pelayanan,
1.3. Priode III: 2024 – 2028 : Penguatan daya saing regional; dan 1.4. Priode IV: 2029 – 2033 : Penguatan daya saing internasional. Rekomendasi Departemen Pendidikan GKII 1) Mengkoordinasi semua jenjang pendidikan GKII 2) Melakukan pembinaan terhadap seluruh perguruan tinggi teologi yang dikelola GKII 3) Memfasilitasi subsidi silang antar perguruan tinggi teologi dalam proses akreditasi 4) Memfasilitasi peningkatan kompetensi dosen pergu-ruan tinggi teologi GKII 5) Memfasilitasi kerjasama antara lembaga, antara mitra kerja pendidikan tinggi teologi GKII Ketua Biro Pendidikan Wilayah 1) Memfasiltasi Sekolah tinggi teologi di wilayahnya dalam peningkatan kompetensi dosen 2) Memfasilitasi kerjasama antara perguruan tinggi teologi atau mitra lain yang direkomendasikan BPP GKII 3) Memfasilitasi peningkatan mutu sekolah melalui akreditasi sekolah pada BAN PT Ketua Komisi Pendidikan Daerah 1) Memfasilitasi peningkatan mutu SMTK melalui akreditasi pada BAN SM 2) Memfasilitasi kerjasama dengan mitra sekolah dalam pembiayaan pendidikan Badan Pengurus Jemaat 1) Mengupayakan pendirian SPS-SM di jemaatnya 2) Mengupayakan pendirian sekolah umum di daerahnya 3) Mengupayakan pemberdayaan guru sekolah minggu mendapatkan sertipikat guru pendamping SPS-SM
36
Kajian Teologis Terhadap Teologi Kemakmuran Calvin Sola Rupa Abstrak: Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi dampak secara positif dan negatif dalam peradaban manusia. Kenyataan pula berkembangnya ajaran-ajaran yang berupaya untuk menjawab realita zaman dengan tidak memperhatikan kaidah teologis secara seimbang. Kajian terhadap teologi kemakmuran yang telah mempengaruhi kehidupan umat hingga dewasa ini mempunyai tujuan menjelaskan apa yang Alkitab maksudkan mengenai kekayaaan dan bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap kekayaan. Adapun metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode penelitian secara deskriptif. Penulis mengelola data yang diperoleh melalui buku-buku mengenai teologi kemakmuran dan mengkaji pandangan tersebut berdasarkan terang firman Tuhan. Maka dapat disimpulkan bahwa teologi kemakmuran adalah pengajaran yang tidak mengajarkan prinsip-prinsip Alkitab dengan benar dan seimbang, sehingga ajaran ini perlu diwaspadai oleh umat Kristen dewasa ini. Kata Kunci: Kekayaan, teologi Kemakmuran.
PENDAHULUAN Orang-orang yang percaya di dalam Yesus atau orang-orang yang telah diselamatkan akan mendapatkan kehidupan yang sangat indah dan menyenangkan di suatu tempat yang dijanjikan Allah yaitu di dalam Sorga, tetapi selama orang percaya itu masih berada di bumi, maka kebahagiaan, harta benda, kesehatan dan lain sebagainya bukanlah hal mutlak yang harus didapatkan. Hal ini telah diperlihatkan oleh Yesus sebagai teladan kepada semua orang percaya bahwa ketika Yesus berada di dunia ini, Ia sendiri mendapatkan banyak tantangan. Dia pernah kelaparan, haus, difitnah bahkan dibunuh. Hal semacam ini seperti sulit diterima oleh akal manusia yaitu bagaimana mungkin Dia yang adalah Allah tetapi mendapatkan banyak penderitaan? Bukan hanya Yesus yang mangalami hal semacam itu, tetapi juga dialamai oleh rasul-rasul dan orang yang percaya kepada-Nya. Rasul Paulus dengan tegas berkata dalam 2 Korintus 5:1-10 “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita,
suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini, sebab dengan demikian kita berpakaian dan tidak kedapatan telanjang. Sebab selama masih diam didalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup. Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita. Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan. Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. 37
Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Pernyataan di atas ditolak oleh orang-orang yang menganut “teologi kemakmuran” atau juga sering desubut “teologi sukses”. Mereka berpendapat bahwa orang yang percaya sepenuhnya kepada Kristus maka dia tidak akan pernah merasakan kekurangan dalam berbagai hal. Herlianto menjelaskan bahwa penganut teologi kemakmuran mendasarkan ajaran-nya dengan cara memanipulasi ayat-ayat Alkitab untuk meyakinkan orang-orang agar mengikuti ajaran mereka.1 Dengan memperhatikan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian secara teologis terhadap teologi kemakmuran”. Ini diharapkan dapat memberikan masukan yang jelas mengenai pemahaman terhadap teologi kemakmuran.
berkelimpahan dan kemakmuran. Teologi Sukses atau Injil Sukses (Gospel of Success) sering juga dikenal sebagai Injil-injil kemakmuran (prosperity ), kelimpahan, Berkat (Gospel of Blessing), atau Teologi Anak Raja, dan secara sederhana dapat disebutkan ajaran ini menekankan bahwa: Allah kita adalah Allah yang Mahabesar, kaya, penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami kehidupan yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan materi.2 Teologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (Inggris Prosperity Theology), yang kadang-kadang disebut pula Teologi Sukses, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tandatanda eksternal dari Allah untuk orangorang yang dikasihinya. Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat oleh seseorang. Sementara itu, penebusan dosa (yang dalam Kristen dilakukan melalui Yesus Kristus) yang dilakukan Allah bertujuan untuk memberikan berkat kesuksesan dan kesehatan. Teologi kemakmuran adalah ajaran tentang kesempurnaan hidup bagi setiap orang beriman dalam hal ekonomi dan kesehatan. Dalam hal ekonomi, teologinya disebut sebagai "Teologi Sukses," yang bercirikan pada kesuksesan.3 Latar Belakang Timbulnya Teologi Kemakmuran4 Teologi kemakmuran muncul dari sikap manusia yang menjadikan harta benda/uang sebagai sesuatu yang menduduki
TEOLOGI KEMAKMURAN Pada bagian ini, penulis akan menggambarkan sekilas tentang doktrin teologi kemakmuran itu agar pembaca dapat memahami apa sebenarnya teologi kemakmuran itu. Pengertian Teologi Kemakmuran Teologi kemakmuran adalah teologi yang mendasarkan ajarannya pada pernyataan bahwa Allah yang dipercayai adalah Allah yang kaya dan sukses sehingga orang yang percaya kepadanya juga akan mengalami hal tersebut. Herlianto memberikan penjelasan sebagai berikut, Teologi sukses sudah banyak didengar dan dibicarakan orang, tetapi umumnya orang Kristen hanya memahaminya sebagai ajaran yang mengajarkan hidup
2
Herlianto, Teologi Sukses (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 1 3 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Teologi Kemakmuran” diakses tanggal 19 Nopember 2012 tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/ Teologikemakmuran 4 Herlianto, op cit., 8-13
1
Herlianto, Teologi Sukses (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 38
38
peringkat pertama dari segala-galanya dalam kehidupan ini yang sering diartikan sebagai sikap matrealistis atau sikap menomorsatukan uang atau harta benda. Keadaan ini tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global yang dimulai di Amerika Serikat sejak usainya perang dunia II dan Perang Korea, di mana akhirnya Amerika Serikat memperoleh kemenangan. Kemenangan perang ini membawa perekonomian dan perindustrian Amerika serikat lainnya berkembangan dengan pesat dan menghasilkan masyarakat yang makmur dan berkelimpahan secara materil. Dalam situasi materialisme yang meluas itu, tidak dapat dihindari terjadinya kekosongan rohani yang luar biasa, sebab dalam kenyataannya, manusia tidak dapat dipuaskan dengan pemuasan materi saja. Filsafat Amerika Mentalism memang berkembang terus dan bahkan akhirnya menimbulkan banyak penginjil-penginjil yang juga mengajarkan ajaran sukses dan bahkan tidak tanggungtanggung menggunakan siaran televisi.5 Siaran-siaran penginjilan melalui TV berkembang menjadi bisnis besar seperti kita lihat antara lain dari contoh penginjil Oral Roberts yang sampai mempermalukan kekristenan di Amerika karena berseru meminta uang kepada pemirsa. Lepas dari skandal-skandal penginjil sukses ini, usaha penginjil sukses berjalan terus bahkan meningkat dan meluas dan ditularkan sampai ke Asia khususnya Korea Selatan. Dengan latar belakang demikian banyak penginjil-penginjil Korea memadukan ajaran pedukunan Korea dan kekristenan di tengah-tengah kebangunan industri negaranya mengembangkan ajaran sukses atau kemakmuran.6
5 6
Paul Yonggi Cho mengaku mempunyai gereja terbesar di dunia yaitu Yoido Full Gospel Church. Melalui seminar-seminar petumbuhan gereja ajaran sukses ini disebarkan oleh Cho ke seluruh dunia dan tidak lepas juga pengaruhnya masuk ke Indonesia, antara lain yang dipopulerkan oleh penginjil-penginjil Indonesia pula seperti dapat dibaca dalam ungkapan bahwa Yesuslah jawaban bagi segala pergumulan, masalah, sakit-penyakit, beban hidup yang berat, keputus-asaan, bahkan dosa itu sendiri yang menjadi penyebab utama malapetaka, penderitaan dan kesusahan manusia.7 Dari keterangan-keterangan di atas maka teologi sukses atau teologi kemakmuran itu muncul dari perkembangan ekonomi dan pengaruh materialisme Amerika Serikat dan beberapa negara yang berdampak kepada munculnya penginjil-penginjil sukses yang mengangkat atau mengutip langsung ayat-ayat Alkitab dan membuat pernyataan-pernyataan bahwa orang percaya yang sesungguhnya pasti sukses, berhasil atau makmur. Prinsip Teologi Kemakmuran Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa penganut teologi kemakmuran memanipulasi ayat-ayat Alkitab sebagai dasar untuk membangun ajarannya. Tidak ada yang Mustahil Allah yang dipercayai oleh orang Kristen adalah Allah yang sanggup melakukan segala-galanya. Dia adalah Allah yang Mahabesar sehingga tidak ada yang mustahil bagi Dia. Dia akan memberikan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dari umat yang bertul-betul setia kepada-Nya. Herlianto mengatakan bahwa ayat yang paling banyak digunakan dalam hubungan dengan kuasa Allah adalah ayat-ayat yang
Ibid., 8-9 Ibid., 10-11
7
39
Ibid., 11
punyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10b); saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja (3 Yohanes 1:2); karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Korintus 8:9).9 Penganut teologi kemakmuran berpendapat bahwa orang percaya pasti kaya dan hidup dalam kelimpahan karena Allah yang dipercayai adalah Allah yang kaya sanggup mencurahkan berkat kepada orangorang yang takut dan setia kepadanya. Berilah dan Mintalah Ayat-ayat Alkitab yang lain yang sering dijadikan dasar pengajaran teologi kemakmuran adalah ayat Alkitab yang menjelaskan tentang pemberian kepada Allah atau persembahan seperti yang ada dalam kitab Maleakhi pasal 3. Ayat-ayat lain yang dianggap hukum investasi diartikan sebagai uang muka diberikan untuk mengisap berkat materi dari Allah adalah ayat-ayat seperti: Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan (Maleaki 3:10); berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu (Lukas 6:38); Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menyebutkan bahwa tidak ada yang mustahil dan tidak mungkin bagi Allah yang mahakuasa, seperti yang dikutip dari ayatayat berikut: Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? (Kejadian 18:14a); Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku? (Yeremia 32:27); bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin (Matius 19:26); tidak ada yang mustahil bagi orang percaya (Markus 9:23b); kata-Nya: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu...�(Markus 14:36); Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Lukas 1: 37).8 Allah yang Mahakuasa dan Mahabesar inilah sebagai jaminan kepada umatNya sehingga orang percaya tidak perlu merasa kuatir dalam kehidupannya oleh karena Ia sanggup untuk menyatakan apa saja dengan ketentuan dan syarat bahwa setiap orang harus percaya dengan sungguh kepadanya. Kaya dan Berkelimpahan Selain sebagai Allah yang Mahabesar dan Mahakuasa, Dia juga adalah Allah yang Mahakaya. Dengan keadaan Allah yang mahakaya, para penganut teologi kemakmuran mendasarkan ajaran mereka dengan hal ini bahwa orang yang percaya kepada Allah dengan sungguhsungguh maka dia akan mendapatkan kekayaan dan kelimpahan harta benda. Herlianto menngatakan, Guna mendukung ajaran Teologi Sukses khususnya untuk mendukung ajaran hidup yang kaya dan berkelimpahan, beberapa ayat favorit digunakan dengan tafsiran harafiah yang sama dengan contoh-contoh di atas. Ayatayat populer itu antara lain adalah: Aku datang, supaya mereka mem8
9
Ibid., 39-40
40
Ibid., 43-44.
menabur banyak, akan menuai banyak juga (2 Korintus 9:6).10 Jika menyelidiki dasar atau tujuan pemberian persembahan kepada Allah maka akan didapatkan bahwa dasar pemberian persembahan adalah bukan untuk memperoleh keutungan atau berkat yang lebih banyak lagi. Kadang banyak pengajar atau pengkhotbah di gereja yang menjadikan ayat-ayat tesebut sebagai alat memotivasi jemaat agar jemaat memberikan persembahannya. Ayat-ayat di atas acapkali dipakai untuk memotivasi orang untuk memberikan persembahan, sebab persembahan berarti investasi supaya nanti memperoleh laba atau berkat yang berlipat-lipat. Banyak khotbah menantang orang untuk memberi dan ayat-ayat di atas dipakai sebagai senjata untuk meyakinkan jemaat bahwa pemberian nanti itu pasti akan menghasilkan keuntungan berlipat. Memanipulasi ayat-ayat demikian untuk mengumpulan uang memang tidak bertanggung jawab dan dapat dikatakan sebagai penipuan dan bahkan pemerasan.11 Penganut teologi kemakmuran menjadikan ayat-ayat tersebut untuk menjelaskan bahwa orang betul-betul taat kepada Firman Tuhan maka ia akan mendapatkan apa saja yang mereka minta kepada Allah karena Firman Tuhan dalam Yohanes 15:7 “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Selain itu, Firman Tuhan dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Menjadi ayat favorit bagi penganut teologi kemakmuran. Matius 6:33 memberikan penjelasan bahwa siapa yang percaya dengan sungguh dalam hal ini mengutamakan kerajaan Allah dan 10 11
kebenarannya maka semua yang mereka butuhkan akan didapatkannya. Kesembuhan yang Sempurna Menurut Herlianto, kesembuhan yang sempurna merupakan salah satu tujuan dari ajaran Teologi Sukses disamping kelimpahan harta. Sebab dianggap bahwa salah satu tanda kehidupan yang sukses adalah kesembuhan yang sempurna dan bebas dari sakit-penyakit. Itulah sebabnya mengapa kesembuhan merupakan tujuan utama dari mijizat-mujizat yang banyak dipraktekkan dalam ajaran kemakmuran. Sebaliknya orang yang sakit sering dianggap sebagai orang yang sakit imannya atau bahkan dikatakan sebagai orang yang tidak punya iman. Orang beriman dapat menggunakan imannya untuk mengalami kesembuhan apabila ia sakit.12 Keadaan seperti ini juga sering ditemukan dalam lagu-lagu yang menggambarkan bahwa “iman” atau “kepercayaan” sebagai syarat mutlak kesembuhan jika mengalami sakit penyakit. Jika menyelidiki Alkitab maka akan ditemukan bahwa kesembuhan ilahi memang dengan jelas dinyatakan dalam Alkitab sebagai salah satu tanda mujizat kuasa Tuhan yang terjadi menyertai/mengiringi pemberitaan Injil (Markus 16:17-18). Tetapi pengertian kesembuhan ilahi yang diajarkan oleh para penginjil sukses adalah bahwa kesembuhan itu dianggap sebagai tanda sukses pula. Artinya, kalau seorang sakit itu berarti ia tidak sukses. Lebih dari itu dikatakan bahwa kesembuhan itu harus sempurna, dalam arti kata bahwa seorang beriman harus menunjukkan imannya dengan kesembuhan jasmani yang sempurna pula. Jadi ada kaitan langsung antara iman dan kesembuhan serta antara dosa dan penyakit.13 12
Ibid., 47 Ibid.
13
41
Ibid., 169. Ibid.
jemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Baik dalam bahasa Inggris modern, maupun dalam bahasa Indonesia, kata itu mempunyai arti merendahkan; mencari keuntungan secara tidak benar, keserakahan, yang menguasai seseorang ganti pelayanan kepada Allah.15 Mamon adalah kata bahasa Ibrani yang berarti harta milik yang pada mulanya tidak diorientasikan kepada hal-hal yang tidak baik seperti yang dipahami saat ini. William Barclay menjelaskan Mamon adalah kata bahasa Ibrani yang berarti harta milik bendawi. Pada mulanya kata itu sama sekali tidak mengandung arti yang jelek. Para rabi, umpamanya, mempunyai ucapan: “Hendaklah mamon tetanggamu engkau hargai dan hormati seperti engkau lakukan terhadap mamon – mu sendiri.” Artinya, setiap orang harus menganggap harta benda milik tetangganya sama harga dan istimewanya dengan harta benda miliknya sendiri. Tetapi kata mamon mempunyai sejarah yang paling menarik. Kata itu berasal dari suatu kata dasar yang berarti mempercayakan. Dan mamon adalah sesuatu yang oleh pemiliknya dipercayakan kepada bank atau tempat penyimpanan lain yang aman. Mamon adalah kekayaan yang oleh pemiliknya diserahkan atau dipercayakan kepada orang tua pihak lain supaya tetap aman. Tetapi di dalam perjalanan waktu arti mamon berubah, bukan sesuatu yang dipercayakan, tetapi menjadi sesuatu yang dipercayai. Akhir dari perkembangan sejarah tersebut ialah bahwa mamon ditulis dengan permulaan huruf
KAJIAN ALKITAB TERHADAP TEOLOGI KEMAKMURAN Dalam bagian ini, penulis akan memberikan penjelasan kajian Alkitab dari teologi kamakmuran yang bertolak dari beberapa ajaran dari teologi kemakmuran yang telah dibahas pada bab II. Materialisme adalah ciri yang sangat menonjol dalam Teologi Kemakmuran Materialisme adalah paham yang percaya bahwa yang benar-benar ada adalah sesuatu yang bersifat materi, memberikan pengaruh kepada teologi kemakmuran. Rahmat Allah yang terbesar, yaitu janji akan kebahagiaan Sorgawi, direduksi menjadi kebahagiaan yang bersifat duniawi dan bersifat material, seperti rumah, kesehatan, kekayaan. Dengan demikian, efek dari pengorbanan Kristus di kayu salib direduksi menjadi kebahagian semu yang ada di dunia ini.14 Matius 6:24, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Kamus Alkitab memberikan penjelasan tentang mamon yaitu: (kekayaan) berasal dari bahasa Kasdim, yang berarti rumah harta benda, kekayaan, sehingga kata tersebut dipakai juga untuk mempribadikan kekayaan, sebagaimana tersebut dalam Mat 6:24; Luk 16:9. Harta benda dan kekayaan dibayangkan sebagai oknum yang jahat (Mat 6:24; Luk 16:9). Bukan kata Ibrani, melainkan Aram, yang dipakai dalam bahasa Yunani oleh Mat 6:24, dan tidak diter14
Terang Jiwa, “Teologi Kemakmuran: Ajaran Gampang tapi salah”, diakses tanggal 2 Maret 2013, tersedia di http://terang-jiwa.blogspot. com/2011/03/teologi-kemakmuran-ajaran-gampang-tapi.html
15
kamus Alkitab, “mamon” diakses tanggal 2 Maret 2013, tersedia di http://books.google.co.id /books?hl=id&id=wuM1Spz3ygYC&q=mamon#v=sni ppet&q=mamon&f=false
42
besar, Mamon, dan dengan demikian ia telah menjadi ilah yang dipercayai.16 Sejarah perkembangan kata mamon tersebut identik dengan sejarah munculnya teologi kemakmuran. Berawal dari perkembangan ekonomi Amerika serikat dan dunia sehingga harta benda atau uang menjadi buruan utama setiap orang bahkan penginjil sekalipun. Sikap yang menganggap harta benda dan uang sebagai yang terpenting adalah ciri yang menonjol dalam teologi kemakmuran yang dikenal dengan istilah materialisme. Dalam paham yang disebut materialisme itu, uang dan harta benda menjadi sesuatu yang didewa-dewakan dan dijadikan Allah dalam kehidupan mereka. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan kehendak Tuhan atau Allah yang sebenarnya. Dengan demikian, maka materialisme adalah hal yang tidak berkenan kepada Allah sehingga Teologi kemakmuran tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan karena materialisme adalah ciri yang menonjol dalam teologi kemakmuran. Kehidupan Abraham Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Apakah karena Ia bapa orang beriman sehingga Ia memiliki banyak kekayaan? Jika memperhatikan kitab Kejadian 13 dan 15 maka ditemukan bahwa Abram adalah orang yang kaya sebelum ia disebut sebagai orang yang benar dan beriman. Dalam kejadian Kej 13:2 , “Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya”, kemudian adalam pasal 15:6, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Selanjutnya dalam Kej 17:5 Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abra-
ham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.” Jadi dari ketiga ayat di atas dapat menjadi petunjuk bahwa bukan karena kebenaran dan ketaatan Abraham sehingga ia memperolah banyak kekayaan, melainkan bahwa ia su-dah kaya sebelum ia disebut sebagai orang beriman dan bapa semua orang beriman. Kehidupan Ayub Mengapa sampai Ayub mengalami pencobaan yang sangat berat? Pertanyaan ini sering muncul dari orang-orang percaya. Pertanyaan ini dilatarbelakangi oleh kehidupan Ayub yang saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1) dan dengan keadaan seperti ini maka seharusnya ia mendapat kehidupan yang baik dan bukan justru penderitaan. Ada banyak ayat Alkitab yang dijadikan sebagai dasar sehingga mengatakan bahwa seharusnya Ayub tidak mengalami hal yang demikian, di antaranya adalah Ulangan 28:1-2 “"Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.” Syarat untuk mendapatkan berkat ini telah dipenuhi oleh Ayub. Dalam Ayub 1:1 dituliskan “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Sebelum Ayub mendapatkan malapetaka itu, Ayub mendapatkan berkat yang setimpal dengan kesalehan dan kejujurannya, tetapi setelah itu justru semuanya berubah total, yaitu perubahan dari berkat menjadi kesengsaraan yang bisa juga dimengerti sebagai kutuk oleh orang-orang yang tidak mengerti
16
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Pasal 1-10 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 409-410
43
kejadian yang sebenarnya terjadi. Rene Girard mengatakan, Ayub dalam dialog ini bukan sekedar seseorang yang memiliki banyak uang, kemudian kehilangan semuanya. Ia bukan sekadar seorang yang berpindah dari kemegahan ke kesengsaraan dan memutuskan untuk membicarakannya dengan para sahabtnya mengenai sifatsifat Allah dan dimensi metafisis kejahatan. Ayub dalam dialog-dialognya bukanlah Ayub daalam dialog itu. Ia adalah seorang pemimpin pemimpin besar yang pada mulanya dihormati orang-orang dan sekarang tibatiba dihina mereka.17 Penderitaan yang dialami oleh Ayub bukanlah hal yang lazim karena segala kepunyaannya termasuk anak-anaknya lenyap dan bahkan ia sendiri mengalami penyakit yang sangat menjijikkan dan bahkan karena keadaannya itu, sehingga ia tidak berada lagi di dalam rumah beristirahat melainkan ia duduk di tengah-tengah abu dan mengambil sekeping beling untuk menggarukgaruk badannya (Ayub 2:8). Ayub adalah orang yang saleh tetapi ia mendapat penderitaan yang luar biasa, harta benda dan segala yang dimilikinya habis dalam sekejap. Apakah hal ini berarti bahwa Ayub adalah orang yang tidak taat, sekali-kali tidak. Dalam Kitab Ayub 1:1 dikatakan, “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Kemudian dalam ayat selanjutnya yaitu ayat 2-5 dituliskan bahwa Ayub memiliki keturunan dan juga banyak kekayaan. “Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang
sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.” Kesalehan Ayub dan ketaatannya kepada Allah juga nampak dalam ayat 5 “Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagipagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.” Ayub sangat menghargai kekudusan dan kesucian dalam hidupnya sehingga setiap saat ia mempersembahkan korban bakaran dan meminta pemulihan dari Allah kalau-kalau anak-anaknya telah melakukan dosa. Pertobatan adalah hal yang sangat penting dan sangat dijunjung tinggi oleh Ayub. C.S.P. Heavenor dan W.B. Sijabat mengatakan: bahwa Ayub adalah suatu peringatan yang menonjol tentang ketidaksanggupan daya pikir manusia yang terbatas, untuk menembus masalah penderitaan. Semua tokoh manusiawi dalam drama itu berbicara tanpa menghiraukan dakwaan-dakwaan Iblis terhadap kesalehan Ayub dan izin Ilahi bagi Iblis, jika bisa, untuk membenarkan dakwaan itu sebagaimana terdapat dalam prolog. Dalam sorotan latar belakang prolog itu penderitaan-penderitaan Ayub dilihat, bukan selaku bukti kutukan dari penghakiman ilahi atasnya, sebagaimana ingin hendak dibuktikan oleh para temannya, melainkan sebagai bukti kepercayaan ilahi kepadanya.18 Apa yang dialami oleh Ayub ini menggagalkan pemahaman atau teologi kemakmuran bahwa orang yang taat pasti suk18
C.S.P. Heavenor dan W.B. Sijabat, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 Ayub-Maleakhi (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996), 68.
17
Rene Girard, Ayub, Korban Masyarakatnya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 12
44
ses dan jauh dari penderitaan dan mereka akan terbebas dari sakit penyakit dan orang berdosa Perumpamaan tentang “Orang kaya dan Lasarus” Dalam cerita tersebut, orang yang kaya adalah orang yang hidupnya tidak berkenan kepada Allah, dan justru Lazarus yang miskin yang hidupnya dikehendaki oleh Allah dan mendapatkan kebahagiaan setelah ia meninggalkan dunia ini. Bukan karena persoalan “kaya dan miskin” yang menentukan tempat mereka setelah kematian, melainkan karena keadaan hati untuk mau taat. Perumpamaan ini bukan langsung diimplikasikan kepada suatu kenyataan bahwa karena kekayaannya sehingga sehingga ia mendapat penderitaan setelah kematiannya dan karena kemiskinannya sehingga ia mendapat kebahagiaan. Hal ini bertentangan dengan pemahaman penganut teologi kemakmuran bahwa orang mendapat kekayaannya karena hidupnya benar dan orang jatuh miskin karena dosa-dosanya. Jika berpedoman kepada pendapat penganut teologi kemakmuran ini maka yang seharusnya mendapat kehidupan yang baik setelah kematian adalah orang kaya itu dan si miskin seharusnya mendapat hukuman Allah, tetapi justru hal sebaliknya yang terjadi. William Barclay menjelaskan, “Dosa si orang kaya adalah bahwa ia memang melihat segala penderitaan dan kebutuhan dunia, tetapi tidak memberikan jawaban terhadap itu semua; ia melihat sesama manusia berada dalam penderitaan dan kelaparan tetapi tidak berbuat apa-apa terhadap itu. Karena itu ia akan dihukum karena ia tidak memberi perhatian kepada orang yang menderita itu.”19 F.F. Bruce dan Harun Hadiwijono memberikan penjelasan demi-
kian, “Perumpamaan itu memuat bahwa orang kaya itu hampir tidak melakukan suatu apapun untuk meringankan kesengsaraan si pengemis.”20 Apa yang dilakukan oleh orang kaya itu seperti yang dinyatakan oleh kedua pendapat di atas memang sesuai dengan kenyataan di berbagai tempat dan waktu. Dalam pengalaman hidup setiap hari dapat dikatakan bahwa orang kaya jarang yang peduli kepada keadaan orang miskin atau orang-orang yang lemah dan tidak mampu, sehingga orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin dan menderita. Pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 19:24; Mrk 10:25 dan Lukas 18:25. Dalam Matius 19:24, Yesus menyebutkan, “Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Jika memperhatikan ayat-ayat sebelumnya (ayat 21 dan 22), maka dengan jelas ditemukan mengapa sampai Yesus mengatakan demikian. Ia mengatakan demikian karena seorang muda ini sedih pada saat Yesus menyarankan untuk menjual hartanya karena ia mempunyai banyak harta benda. Bukan karena ia kaya sehingga susah masuk kedalam sorga malainkan karena hidupnya diarahkan atau bergantung sepenuhnya kepada harta kekayaannya dan tidak peduli dengan orang lain (bdk. Markus 10:21). Pemimpin yang datang bertanya kepada Yesus adalah pemimpin yang baik dan mempunyai banyak harta benda, tetapi dia menyadari bahwa dalam hidupnya ada sesuatu yang kurang sehingga ia datang bertanya kepada Yesus untuk mendapatkan yang masih kurang itu. Yesus memerin20
F.F. Bruce dan Harun Hadiwijono, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 234
19
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 315.
45
tahkan kepada dia untuk menjual segala harta miliknya dan memberikannya kepada orang-orang miskin yang sangat membutuhkan. William Barclay menjelaskan bahwa ada suatu Injil Apokrip yang disebut Injil menurut orang-orang Ibrani di mana Injil tersebut sebagiannya sudah hilang. Dalam suatu fragmen yang masih ada terdapat sebuah penjelasan mengenai peristiwa ini yang dapat memberikan penjelasan tentang makna dari perkataan Yesus dalam peristiwa ini. Dalam fragmen itu dijelaskan bahwa orang kaya yang lain itu berkata kepada Yesus, “Tuhan, perbuatan baik apakah yang harus aku harus sungguh-sungguh lakukan?” Yesus berkata kepadanya, “Manusia, taatilah Taurat dan para nabi.” Ia menjawab, “Saya sudah berbuat demikian.” Yesus berkata kepadanya, “Pergilah, juallah segala yang engkau punyai, bagikanlah itu kepada si miskin, dan datang, lalu ikut Aku!” orang kaya itu mulai menggaruk-garuk kepalanya sebab ia tidak menyukai perintah yang diberikan Yesus kepadanya. Tuhan berkata kepadanya, “Mengapa engkau mengatakan bahwa engkau menaati Taurat dan para nabi? Karena ada tertulis dalam Taurat, “Engkau harus mengasihi sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu,” dan engkau lihatlah ada banyak saudarasaudaramu, anak-anak Abraham, yang sedang mati karena kelaparan, dan rumahmu sendiri penuh dengan segala sesuatu yang baik, dan tidak ada satupun yang diberikan kepada mereka,” Dan Ia berbalik dan berkata kepada Simon, muridNya, yang duduk disebelahnya, “Simon, anak Yunus, adalah lebih mudah bagi seekor unta untuk memasuki lubang jarum daripada seorang kaya memasuki Kerajaan Surga.”21 Penjelasan dalam fragmen tersebut memberikan petunjuk tentang peristiwa
yang dialami oleh orang kaya ini. Ia boleh dikatakan hidup sangat egoistis karena ia sangat kaya tetapi tidak mau membantu orang-orang yang membutuhkannya. Allah yang ia sembah adalah Allah yang sanggup memberikan berkat yang besar sehingga dengan dasar itu maka Yesus menyuruh dia untuk menjual harta miliknya karena ia akan mendapatkannya kembali dan juga bahwa hal yang seperti itu harus di lakukan oleh orang-orang percaya yang mempunyai banya kekayaan sebagai bukti imannya yang sesungguhnya, tetapi kebanyakan yang terjadi adalah orang-orang kaya menggunakan kekayaannya hanya untuk dirinya sendiri dan tidak mau membaginya kepada orang lain.22 F.F. Bruce mengatakan, Mengapa Tuhan Yesus menganggap kekayaan sebagai penghalang seseorang masuk ke dalam kerajaan Allah? Karena kenyataan bahwa orang yang memiliki kekayaan menggantungkan hidupnya pada kekayaan itu. Seperti petani kaya dalam perumpamaan Tuhan Yesus (Lukas 12:16-21) yang memacu dirinya sendiri dengan pikiran tentang kekayaan besar yang telah ia timbun untuk bertahun-tahun lamanya. Bandingkan dengan orang zaman sekarang yang menanam modal besar sehingga memberi dia penghasilan beasr yang tidak tergoncangkan oleh inflasi.23 Yesus mengungkapkan hal tersebut karena kebanyakan orang kaya menggantungkan hidupnya kepada kekayaannya dan mereka tidak mau perduli dengan keadaan orang-orang miskin di sekitarnya yang membutuhkan perhatian secara khusus dari mereka yang berkelimpahan.
22
Ibid. F.F. Bruce, Ucapan Yesus yang Sulit (Malang: SAAT, 1996), 206 23
21
Ibid, 336
46
Dengan demikian, maka kemakmuran, kesuksesan atau keberhasilan bukanlah yang menjadi standar untuk mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang benar di hadapan Tuhan melainkan hal tersebut adalah hal kedua kepada siapa Allah mempercayakan semuanya itu.
sangat menarik harta di bumi dan harta di sorga dipertentangkan. Harta di bumi tidak aman, selalu diancam oleh ngengat, karat dan pencuri.24 William Barclay melihat dari latar belakang yang lain dari perikop ini yaitu adanya kencendurangan manusia dalam memilih dan membeli sesuatu maka pasti memilih barang yang tahan lama. Barclay mengatakan, Di dalam kehidupan sehari-hari ter-dapat satu kecenderungan umum, yaitu bahwa setiap orang ingin memperolah barang-barang yang tahan lama. Kalau kita hendak membeli baju, perabot rumah tangga, alat-alat dan apa saja, kita tentu beusaha untuk memperoleh yang terbaik, terbeli dan tahan lama. Kecenderungan seperti itulah yang hendak dikatakan oleh Yesus melalui perikop kita di atas. Yesus mengatakan agar kita memusatkan perhatian kita kepada harta benda yang tahan lama.25
TEOLOGI HARTA SURGAWI (MATIUS 6:19-24) SEBAGAI JAWABAN TERHADAP TEOLOGI KEMAKMURAN Dalam bagian ini, penulis akan membahas Matius 6:19-24 dengan suatu pernyataan teologi yang penulis istilakan “Teologi Harta Surgawi” sebagai jawaban terhadap teologi kemakmuran. Pernyataan Tuhan Yesus ini dilatarbelakangi oleh keadaan orang Farisi yang menjadi hamba uang karena mereka menganggap bahwa kekayaan sebagai tanda kepercayaan sepenuhnya kepada Allah. J.J. de Heer mengatakan, bahwa khotbah di bukit beralih ke suatu pokok yang lain, yaitu harta benda. Ada kemungkinan bahwa Yesus di sini masih tetap melawan orang Farisi yang menurut Lukas 16:14 adalah hamba-hamba uang. Orang Farisi biasanya berpendapat bahwa kekayaan adalah suatu tanda bahwa orang berkenan kepada Tuhan. Tetapi Yesus mempunyai pengertian yang lebih dalam daripada orang Farisi. Tuhan Yesus mengerti tentang bahaya rohani yang terkandung dalam hal mengumpulkan kekayaan; satu hal yang kurang dimengerti oleh orang Farisi. Yesus memeberi suatu nasihat yang sungguh kepada orang yang percaya kepada-Nya, supaya jangan mereka memusatkan perhatian kepada hal mengumpulkan harta di bumi, melainkan memberikan perhatian besar kepada hal “mengumpulkan harta di Sorga”. Dengan bahasa yang
Harta Surgawi adalah Harta yang Kekal Yesus mengajak pendengar pada saat itu agar mereka tidak berpusat kepada keadaan dunia ini dan jangan sampai manusia sibuk dengan urusan duniawi sehingga mereka lupa akan kehidupan kekal yang sebenarnya itulah yang menjadi tujuan dari kehidupan di muka bumi ini. B.F. Westcott seperti yang dikutip oleh David L Baker bahwa “Tujuan Allah untuk manusia ialah agar manusia masuk ke dalam perhentian Allah.”26 Setelah manusia meninggalkan dunia ini, maka tidak berhenti sampai di situ. Kehidupan setelah kematian adalah kehidupan yang kekal sehingga hal 24
J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab Injil Matius (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),109-110 25 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Pasal 1-10 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 391-392 26 David L. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 225
47
inilah yang seharusnya menjadi tujuan yang hendak dicapai, tetapi sangat disayangkan bahwa ada banyak orang yang tidak mengerti tentang hal tersebut dan menganggap bahwa kehidupan di dunia inilah yang terpenting. Yesus mengajarkan supaya manusia jangan berpusat kepada dunia ini dan mencari harta benda dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya karena harta duniawi tersebut hanya sementara saja. Tidak Bisa dirusak oleh Ngengat dan Karat Pada bagian awal ayat 19 dari kitab Injil Matius pasal 6 ini dituliskan, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya.” William Barclay mengatakan bahwa dari perikop ini nampak jelas bahya Yesus mengatakan hal demikian agar setiap orang menghindarkan diri dari harta benda yang bisa rusak oleh ngengat dan juga supaya umat manusia tidak memiliki dan menyimpan barang-barang yang bisa dirusakkan oleh karat. Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan dengan karat adalah brosis. Secara hurufiah kata brosis berarti memakan habis.27 Ngengat dan karat adalah sesuatu yang bisa merusak harta kekayaan yang ada di dunia ini. J.J de Heer mengatakan bahwa dalam kata-kata yang Yesus gunakan dalam ayat tersebut, Yesus langsung menghubungkannya dengan keadaan yang tejadi pada saat itu di mana Yesus tinggal dekat pada pendengar-Nya; Yesus tidak berbicara tentang harta yang dikumpulkan oleh penduduk desa dan penduduk kota di Galilea. Harta mereka biasanya terdiri atas persediaan pakaian dan sprei yang bagus-bagus, tetapi ngengat yang banyak di Palestina membikin lubang di dalamnya sehingga pakaian dan sprei itu rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Untuk
karat yang dalam bahasa Yunani dipakai kata yang berarti “hal yang makan”. Mungkin yang dimaksudkan adalah bubuk kayu yang merusak peti, yang di dalamnya kain disimpan; juga mungkin bahwa yang dimaksudkan ialah karat yang memakan peti yang dibuat dari logam.28 Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Yesus mengajarkan kepada orang banyak yang manjadi pendengar pada saat itu bahwa harta duniawi dari yang lunak seperti kain sampai ke yang kasar seperti logam tidak dapat bertahan lama di dunia ini sehingga Dia mengatakan dalam ayat 20 bagian awal bahwa “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya.” Pencuri tidak bisa Membongkar dan Mencurinya Selanjutnya, Yesus mengatakan bahwa harta duniawi bisa dibongkar dan dicuri oleh pencuri (Matius 6:19) sehingga Dia menyarankan agar mengumpulkan harta di Sorga karena di Sorga tidak ada lagi pencuri yang akan membongkar dan mencurinya (Matius 6:20). William Barclay menjelaskan ayat ini sebagai berikut: Yesus mengatakan agar kita menjauhkan diri dari harta benda yang bisa dicuri oleh pencuri dengan jalan membongkarnya. Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan dengan membongkar di sini adalah kata diorussein. Hal ini dilatarbelakangi oleh tembok-tembok rumah dipalestina pada zaman Yesus kebanyakan hanya terbuat dari tanah liat yang dibakar sehingga mudah untuk dibongkar dan barang-barang berharga yang disimpan di rumah mudah dicuri dan dibongkar.29 J.J. de Heer mengungkapkan hal yang sama bahwa pencuri juga tertarik kepada harta 28
27
29
William Barclay, op cit., 392.
48
J.J. de Heer, op cit. William Barclay, op cit., 393.
benda sehingga setiap saat bisa mencuri harta duniawi itu. Pencuri itu “menggali” (menurut bahasa Yunani); entah mereka membuat suatu lubang di bawah tembok, entah mereka membuat lubang dalam tembok rumah, yang terdiri atas batu tela yang tidak terlalu keras. Andaikata pencuri membuat lubang di tempat gudang, maka mereka akan tidak terlalu cepat terlihat, dan dapat sampai kepada gandum dan barangbarang lainnya yang disimpan di gudang.30 Yesus menjelaskan tentang cara dari pencuri dalam membongkar pada zaman itu karena dinding dari sebuah rumah atau bangunan yang tidak terlalu kuat dan keras. Jika dibandingkan dengan waktu atau zaman sekarang, maka walaupun dinding bangunan sudah sangat kuat karena terbuat dari beton dan bahkan besi, tetapi pencuri juga tidak kehabisan akal untuk membongkar dan mencuri. Jika pada zaman Yesus, pencuri menggunakan alat seadanya untuk menggali karena dinding sebuah bangunan tidak terlalu keras tetapi zaman sekarang, pencuri menggunakan berbagai macam alat misalnya bor listrik dan teknik-teknik lain untuk membongkar dan mencuri harta di dunia ini. Oleh karena itu, maka Yesus menyarankan untuk mengumpulkan harta di Sorga karena di Sorga tidak ada lagi pencuri yang bisa membongkar dan mencurinya. Pemahaman Orang Yahudi tentang Harta Surgawi Orang Yahudi mempunyai pemahaman yang bisa dikatakan bahwa pemahaman tersebut sama dengan pemahaman sebagian besar orang kristen jaman ini. Perbuatan Baik di Bumi akan Menjadi Harta Sorgawi 30
Buah dari iman seseorang adalah perbuatan baik. Adalah mustahil mengatakan bahwa seseorang beriman kalau dia selalu melakukan kejahata. Ajaran muslim senantiasa menekankan tentang “amal” atau perbuatan baik karena dengan berbuat demikian maka sesorang akan selamat dan mendapatkan harta surgawi. Keyakinan dan kepercayaan orang kristen ialah bahwa keselamatan itu didapatkan pada saat percaya kepada Yesus tetapi bukan hanya sampai di situ. Pengakuan percaya kepada Yesus bukan hanya sebatas di mulut saja tetapi harus dinampakkan dalam tindakan yang Ia sendiri telah menunjukkan teladan bagaimana berbuat baik itu. “Perbuatan baik yang dilakukan oleh sesorang di dunia ini akan menjadi harta bendanya di Sorga.”31 Keyakinan orang Yahudi ini tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab. Dalam 1Kor. 15:58 dituliskan “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih paahmu idak sia-sia.” Paulus menjelaskan dalam ayat ini bahwa jerih paya seseorang tidak akan sia-sia karena semuanya akan diberikan kepadanya sebagai upah di Sorga nantinya. Wahyu 14:13 “Dan aku mendengar suara dari Surga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh" kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” Wahyu 14:13 ini secara khusus pernyataan di bagian terakhir dengan jelas mengatakan bahwa perbuatan selama kehidupan di bumi ini akan menjadi sesuatu yang sangat penting nantinya di Surga, sehingga tidak salah
J.J. de Heer, op cit. 110. 31
49
William barclay, op cit., 396
jika anggota jemaat senantiasa diajak untuk selalu berbuat baik dan menjadi alat di tangan Tuhan untuk melakukan kebaikan dan hal tersebut adalah kewajiban setiap orang percaya. Abineno mengatakan “diakonia kadang-kadang juga disebut pelayanan kasih. Tetapi bukan pelayanan kasih dari gereja kepada manusia. Sama seperti dalam pelayanan-pelayanan yang lain, demikian pula di sini gereja hanya berfungsi sebagai “alat”. Subjek dari pelayan diakonia adalah Allah (=Roh Kudus). Ia hanya sebenarnya bertindak dalam pelayanan itu. Ia hanya memberi. Gereja hanya menyampaikan pemberiannya itu kepada manusia, khususnya kepada manusia yang menderita.32 Karakter yang Baik akan Menjadi Harta Surgawi Pemahaman yang kedua dari orang Yahudi tentang harta surgawi adalah bahwa mereka menganggap karakter yang baik akan menjadi hartanya di surga nanti. Barclay mengatakan, Orang-orang Yahudi selalu mengkaitkan ungkapan harta di sorga dengan karakter. Ketika rabi Yusak ben Kisma diberi tawaran untuk tinggal dan bekerJa di tengah-tengah kota non-Yahudi dengan suatu pembayaran yang tinggi, ia menjawab bahwa ia tidak akan tinggal di tempat lain, kecuali rumah Tuhan, sebab pada saat manusia mati, yang akan menyertainya bukan emas atau permata mulia, melainkan pengetahuannya akan hukum Tuhan dan perbuatan baiknya.33
reka mati. Walaupun tawaran dunia ini sangat menggiurkan tetapi demi harta surgawi maka mereka rela menolak tawaran itu. Pemahaman orang yahudi ini sama dengan pemahaman Alkitab bahwa orang percaya harus menjauhkan diri dari keinginan duniawi ini karena jika menuruti keinginan duniawi ini maka manusia akan hancur dan tidak akan mendapatkan kebagaiaan di Sorga. Kerelaan untuk senantiasa berada pada kehendak Allah hanya bisa dijalani jika seseorang mempunyai pengharapan tantang kehidupan kekal yang dijanjikan kepada orang yang setia sampai akhir hidupnya. Mulyono mengatakan, “Bila di gunung Sion, yaitu Yerusalem Baru, menjadi tempat yang disediakan Allah kepada jemaat, berarti jemaat kitab Wahyu tetap dapat melihat dengan imannya bahwa mereka masih mempunyai pengharapan dan makna di tengah–tengah penderitaan yang sedang mereka alami, sebab mereka telah dijadikan milik Allah sendiri”34 Di Mana Harta Berada di Situ Juga Hatimu Berada Dalam Injil Matius 6:21 dikatakan, “karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Pada ayat sebelumnya yakni pada ayat 20, Yesus mengajak para pendengarnya untuk mengumpulan harta di surga supaya hatinya juga tertuju kepada kehidupan di surga. Jika umat manusia mencari harta duniawi sebagai tujuan hidup seperti yang dilakukan oleh penganut teologi kemakmuran, maka pasti hidupnya akan selalu diarahkan kepada harta benda diniawi yang bersifat sementara dan tidak tahan lama itu. Barclay mengatakan, “Yesus mengakhiri bagian ini dengan mengatakan, bahwa di mana harta seseorang, di situ juga hatinya ada. Kalau manusia itu menghargai dan menaruh hatinya pada hal-
Dalam kutipan di atas, orang Yahudi percaya bahwa pengetahuan akan hukum Tuhan, perbuatan dan karakter yang baiklah yang akan mengikuti mereka setelah me32
J.L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting dari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 231 33 William Barclay, op cit., 397
34
Y. Bambang Mulyono, Teologi Ketabahan. Ulasan Atas Kitab Wahyu Yohenes (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 130.
50
hal dunia ini, maka dia tidak akan mempunyai minat untuk hal-hal di dunia yang akan datang. Tetapi kalau selama hidupnya matanya tertuju kepada hal-hal yang kekal, maka ia akan menganggap ringan saja hal-hal yang ada di dunia ini.”35 Kekayaan materi di dunia ini tidak akan kekal tetapi harta surgawi itulah yang kekal. Gene Getz mengatakan, “Buku itu terusmenerus mengingatkan saya bahwa kekayaan materi yang kita miliki tidak mempunyai nilai yang kekal, kecuali kalau kita menggunakannya untuk membangun kerajaan Allah. Pada akhirnya segala sesuatu yang akan dihancurkan dengan api. Yang akan bertahan ada cara kita menggunakan pemberian sementara itu untuk mencapai tujuan-tujuan Allah di dunia.”36 Yesus dan Alkitab tidak pernah melarang seseorang untuk berusaha sekuat tenaga di dunia ini. Alkitab justru mengajak seseorang untuk bekerja keras karena hanya dengan jalan demikian maka manusia bisa makan dan memenuhi kebutuhannya. Yang Alkitab larang ialah kalau kehidupan ini dipusatkan kepada hal-hal duniawi dan lupa memikirkan tentang hal sorgawi. Barclay mengatakan, “Yesus sendiri tidak pernah mengatakan, bahwa dunia ini tidak penting. Yang ia akatakan ialah, bahwa kepentingan dunia ini tidak terletak pada diri dunia itu sendiri, melainkan pada tempat yang menjadi tujuan dunia ini.”37 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka ada penulis dapat menyimpulkannya sebagai berikut: Pertama, Teologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (Inggris Prosperity Theology), yang kadang-kadang disebut pula Teologi Sukses, adalah doktrin yang me-
ngajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihinya. Kedua, teologi kemakmuran dilatarbelakangi oleh perkembangan dan kemajuan di bidang ekonomi sehingga ciri yang paling menonjol dalam teologi kemakmuran adalah materialisme. Ketiga, prinsip dari teologi kemakmuran adalah tidak ada yang mustahil, kaya dan berkelimpahan, berilah dan mintalah, serta kesembuhan yang sempurna. Pandangan Alkitab bertentangan dengan pemahaman dari orang-orang yang menganut teologi kemakmuran. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa materialisme bertentangan dengan Alkitab, kehidupan Abraham, kehidupan Ayub, perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus serta pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 19:24; Mrk 10:25 dan Lukas 18:25. Teologi harta sorgawi dalam Matius 6:19-24 sebagai jawaban terhadap teologi kemakmuran. Teologi harta surgawi mengajak semua orang untuk mengumpulkan harta di Sorga karena dengan jalan demikian maka orang-orang akan mengarahkan hidupnya kepada hal-hal Sorgawi dan tidak memfokuskan hidup pada harta duniawi yang bersifat sementara dan tidak tahan lama. KEPUSTAKAAN Alkitab dan Buku-Buku Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indoesia, 2008. Abineno, J.L. Ch. Pokok-Pokok Penting dari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Baker, David L. Satu Alkitab Dua Perjanjian. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
35
William Barclay, op cit., 398 Gene Getz, Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab tentang uang dan Harrta Milik (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2008), 25 37 William Barclay, op cit., 398 36
51
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Lukas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993. Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Pasal 1-10 . Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993. Bruce, F.F. dan Hadiwijono, Harun. Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 MatiusWahyu. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999. Bruce, F.F. Ucapan Yesus yang Sulit. Malang: SAAT, 1996. Getz, Gene. Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab tentang uang dan Harta Milik. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2008. Girard, Rene. Ayub, Korban Masyarakatnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Heavenor, C.S.P. dan Sijabat, W.B. Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 Ayub-Maleakhi. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996. Heer, J.J. de. Tafsiran Alkitab Injil Matius. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Herlianto. Teologi Sukses. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Mulyono, Y. Bambang. Teologi Ketabahan. Ulasan Atas Kitab Wahyu Yohenes. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Bahan Internet Kamus Alkitab, “mamon” diakses tanggal 2 Maret 013, tersedia di http://books.google.co.id/books?hl=id&id=wuM 1Spz3ygYC&q=mamon#v=snippet &q=mamon&f=false Terang Jiwa, “Teologi Kemakmuran: Ajaran Gampang tapi salah”, diakses tanggal 2 Maret 2013, tersedia di http://terangjiwa.blogspot.com/2011 /03/teologi-kemakmuran-ajarangampang-tapi.html Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Teologi Kemakmuran” diakses tanggal 19 Nopember 2012 tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Teo logi_kemakmuran
52
ADVOKASI TRANSFORMASI MEMBANGUN MASYARAKAT DAMAI : SUATU PERENUNGAN BAGI TANGGUNGJAWAB PELAYANAN GEREJA Teks: Matius 24:14; 2 Petrus 3:11-13 Nanlies Suriani
Teks Matius 24:14; 2 Petrus :11-13, Pelayanan penantian bila dihubungberbicara dalam konteks penjelasan menge- kan secara pribadi, rasul Petrus menyebutnai tanda-tanda kedatangan Kristus, yang kan yakni suatu pola kehidupan penantian juga berhubungan erat dengan klimaks dari yang harus dinyatakan kepada dunia yakni, kedatangan Kristus kedua kali. Hal menarik betapa Suci dan Salehnya kamu harus hiini juga berhubungan erat dengan jawaban dup. Ini dapat disebutkan sebagai suatu Kristus sehubungan dengan pertanyaan mu- keharusan ilahi dalam pelayanan penantian. rid-murid mengenai waktu pemulihan Is- Hidup Dalam Kesucian rael. Kristus memberikan jawaban, berHidup dalam kesucian meliputi sehubungan erat dengan tugas menjadi saksi luruh aspek hidup3, kesucian kehidupan dibagi Yesus dari Yerusalem, Yudea, Samaria dasarkan atas kesucian Allah. Dalam suhingga ujung bumi (Kisah 1:6-8). ratnya, rasul Petrus menunjukkan kesucian Aspek Pelayanan apakah yang dapat kehidupan ini, dinyatakan dalam kesucian dilaksanakan oleh gereja sebagai bentuk ad- iman, kesucian kasih, kesucian perbuatan, vokasi trasformasi dalam membangun ma- kesucian dalam kehidupan sosial, kesucian syarakat damai? Dalam renungan ini dua dalam rumah tangga, kesucian dalam perseaspek pelayanan yang dapat dilaksanakan kutuan bersama dan kesucian dalam pelaoleh gereja yakni pelayanan penantian dan yanan. pelayanan percepatan. Kesucian iman (I Petrus 1:3-12). Pelayanan Penantian Keselamatan yang diperoleh melalui Aspek pertama, yang dapat dilaksa- iman kepada Kristus Yesus dalam konteks nakan oleh gereja sebagai bentuk advokasi keberadaan rasul Petrus adalah iman yang (penganjur) trasformasi membangun ma- penuh dengan resiko, karena berhadapan syarakat damai, yakni: pelayanan penantian dengan penguasa yang menyatakan dirinya (ini bersifat internal). Kata menantikan di- sebagai “tuhan” yang juga patut disembah. terjemahkan dari kata Yunani, prosdo- Rasul Petrus menyebutkan tantangan terkontas, acc.pl.masc.part.pres. dari prosdo- hadap iman itu sebagai batu ujian untuk kao41: menantinantikan ( dengan rasa harap menunjukkan kualitas iman yang jauh lebih dan kuatir)2. tinggi dari emas. Kesucian iman tetap dijaga ditengah tantangan yang datang, karena suatu pemahaman yang jelas mengenai tujuan iman yakni keselamatan jiwa. Pe1 Samuel Bagster, The Analytical Greek mahaman inilah yang menjadi kekuatan daLexicon (New York: Samuel Bagster and Sons Limilam tekanan iman yang dihadapi. Tanpa peted 80 Wigmore Street London), s.v. “prosdokonmahaman ini, iman mudah tercemar karena tas”. 2
Barclay M. Newman Jr., Kamus YunaniIndonesia (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1991) sv. “prosdokao”.
3
53
I Petrus 1:15-16
tekanan penderitaan yang berat (Ibrani 12 :1-13). Kesuciaan dalam kasih (I Petrus 1:17-25). Kesucian dalam kasih dinyatakan dalam kasih persaudaraan yang tulus iklas dan kasih yang dilakukan dengan sungguhsungguh dan dengan segenap hati. Pelaksanaan kasih persaudaraan berhubungan erat dengan status sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Kristus (ay.18-20). Ketaatan terhadap kebenaran, dan status sebagai seorang yang telah dilahirkan kembali oleh firman Allah, sebagai benih yang tidak fana yang menghasilkan suatu kehidupan yang baru didalam Kristus.4 Sehingga dapat mengamalkan kehidupan Allah sendiri yakni adalah kasih. Pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh orang-orang Farisi untuk mencobai Yesus yakni siapakah saudara kami? Yesus menunjukkan bahwa kasih persaudaraan dinyatakan kepada orang yang susah tanpa melihat latarbelakangnya. Namun lebih melihat dia sebagai ciptaan Allah yang susah yang membutuhkan pertolongan. Inilah yang telah dilakukan oleh seorang Samaria bagi seorang yang telah dirampok (Galatia 6:6;10). Kesuciaan dalam perbuatan ( I Petrus 2:11-17). Miliki cara hidup yang baik, tunduk karena Allah kepada semua lembaga manusia (ay. 17). Kesucian dalam perbuatan berhubungan erat dengan ketaatan secara hukum kepada pemerintah sebagai hamba Allah. Kesucian dalam kehidupan sosial (I Petrus 2:18) Tunduk kepada tuanmu/pemimpin; I Petrus 5:5-6 (orang-orang muda tunduklah kepada orang-orang tua orang). Kesucian kehidupan ini berhubungan dengan kehidupan sosial dalam lingkup keluarga. Tidak 4
dapat disangkal banyak pula ketidakadilan dalam kehidupan sosial yang berupa tindak kekerasan terhadap bawahan oleh majikan. Kesucian dalam Rumah Tangga (I Pet-rus 3:1-7; I Tes. 4:1-8). Istri tunduk kepada suami (ay.1), suami menghormati istri (ay. 7). Ke-sucian keluarga merupakan bagian dari pelayanan penantian yang terus dibangun dalam kehidupan keluarga dewasa ini. Dalam bagian lain firman Tuhan rasul Paulus pun menekankan akan keadaan ini bahwa kasih suami kepada Istri adalah gambaran kasih Kristus kepada jemaat (Efesus 5:22-33). Kesucian dalam persekutuan bersama (I Petrus 3:8-12) Kesucian dalam persekutuan bersama dinyatakan dalam sikap seia, sekata, rendah hati, mengasihi saudara-saudara dan memberkati. Kesucian dalam pelayanan (I Petrus 5:14). Kesucian dalam pelayanan dinyatakan dalam sikap dalam pelayanan yang dinyatakan dalam sikap sukarela, pengabdian diri dan pelayanan dengan keteladanan. Sikap ini diperlukan untuk menghindari seorang pelayanan dari sikap yang salah yakni mementingkan diri sendiri, memerintah dan mencari keuntungan pribadi dari pelayanan. Jelas Telayan Yesus sebagai hamba yang melayani menjadi standar dalam menjaga kesuciaan dalam pelayanan (Markus 10:45). Hidup Dalam Kesalehan Hidup dalam kesalehan artinya sebagai orang yang hidup beribadah, taat kepada norma-norma/aturan-aturan agama dan mempunyai hubungan yang baik dengan Allah. Kehidupan yang saleh juga adalah anugerah Allah, yang diperoleh dari pengenalan akan Tuhan Yesus. Kehidupan yang saleh, juga menunjukkan suatu kehi-
II Koristus 5:17.
54
dupan iman yang dinamis, yang ditandi oleh pertumbuhan iman. Iman ditambah (+) dengan kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih akan saudara-saudara, kasih akan semua orang)5. Dalam konteks Surat Petrus, juga tidak terlibat dalam praktek kehidupan ajaran-ajaran yang menyimpang dari Firman Allah, yakni Yudaisme, Gonstik, dan Filsafat-Filsafat Yunani yang merendahkan Kristus dan mendewakan logika. Inilah secara praktis disebut sebagai bagian dari spiritualitas seorang Kristen yang telah hidup dipimpin dan dipenuhi oleh Roh Kudus ( Efesus 5:18; Roma 8:9-14; Galatia 5:16-18). Tuhan Yesus, memakai ilustrasi gadis pintar, yang membawa lampu dengan persediaan minyak menantikan pengantin laki-laki (Matius 25:1-13). Pelayanan Percepatan Teks Matius 24:14; Matius 28:1920; Roma 10:9-15, mempunyai konsep yang sama menjadikan gereja sebagai pusat pemuridan dan pengutusan. Dunia adalah ladang Allah, kita adalah pekerja dalam ladang itu. Allah memperlengkapi gereja dengan berbagai karunia rohani, yakni karunia jabatan dan karunia fungsional ( Roma 12:6-8; I Kor. 12-14; I Pet. 4:7-11; Efesus 4:11). Gereja mengutus semua orang kudus sebagai imamat yang rajani (I Petrus 2:9-10) kedalam semua bidang kehidupan untuk menjadikannya murid Kristus. Perhatikan apa yang rasul Paulus sebutkan dalam Roma 10:9-15, sebagai suatu mata rantai pelayanan percepatan sebagai bagian dari advokasi trasformasi membangun masyarakat damai. yang dimulai dari gereja sebagai pusat pemuridan, gereja mengutus, ada yang pergi, memberitakan, ada yang mendengar, percaya, berseru, di-
5
selamatkan dan masuk dalam gereja. Selanjutnya proses itu terulang kembali. 1. Gereja Pusat Pemuridan 8. Diselamatkan
2. Mengutus
7. Berseru
3. Pergi
6. Percaya
4. beritakan
5. Mendengar
Pertanyaan sebagai refleksi pelayanan gereja, yakni: 1. apakah gereja mempunyai program percepatan bagi kedatangan Kristus/kerajaan Allah? Maka gereja hadir sebagai gereja yang misioner. 2. Berapa dana yang dipersiapkan bagi pelayanan pengutusan? Pada hakekatnya gereja adalah gereja yang missioner, tanpa ini gereja sudah kehilangan identitasnya. Perhatikan teks Yoh. 20:21-23; Kisah 1:8, Gereja yang mengutus dalam otoritas kuasa Roh Kudus dalam membawa jiwa-jiwa bagi Kristus dan Kerajaan Sorga. Biar angin itu sekali lagi bertiup dan mengoncang tempat itu, ibarat air yang terus mengalir dan memenuhi wadah rohani kehidupan kita dan ibarat api yang berkobar-kobar bagi kerajaan Allah.
II Petrus 1:3-9
55
Para Kontributor Yunus Laukapitang, M.Th, Ketua Sekolah Tinggi Teologi Injili dan Kejuruan Kupang Kule Usath Kule Usath Kule Usath, M.Pd, M.Pd.K, Kepala SMK Negeri 3 Tarakan-Propinsi Kalimantan Utara. Calvin Sola Rupa, M.Th, Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Toraja-Propinsi Sulawesi Selatan Nanlies Suriani, MA. Dosen Sekolah Tinggi Teologi Injili dan Kejuruan Kupang
56
57