2 minute read

Apa Kata Masyarakat tentang Video Viral KPK & Mahasiswa?

Nurul Balqis Salsabila

Bulan September tahun 2019 lalu, publik digegerkan oleh sebuah postingan video dis-informasi yang viral di media sosial yang menarasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang rapat bersama jelang demonstrasi di Gedung DPR pada Selasa (24/9/2019) lalu dan menjadi penggerak demo mahasiswa.

Advertisement

Unggahan itu memperlihatkan sebuah pertemuan antara sekelompok pria dengan anak-anak muda. Pada bagian depan ruangan tempat berlangsungnya pertemuan itu, seorang pria berkepala plontos berbicara dengan berapi-api kepada para peserta pertemuan. Di samping pria itu, tampak seorang anak muda yang mengenakan jas warna kuning. Pertemuan antara mahasiswa dan aktivis gerakan antikorupsi ini untuk membahas sejumlah isu yang masih bergulir waktu itu, yakni seleksi calon pimpinan KPK, revisi UU KPK, dan revisi KUHP.

Faktanya, peristiwa dalam video tersebut terjadi di waktu yang tidak berdekatan dengan aksi mahasiswa atau demonstrasi yang kini terjadi. Meski KPK sudah mengklarifikasi terkait video tersebut, tetapi pria bernama Faizal Assegaf yang merupakan aktivis ’98 dalam akun twitternya menyebutkan bahwa dalang penggerak adalah oknum KPK dan LSM anti-korupsi. Faizal juga menyertakan video sebagai buktinya.

Tak hanya itu, dia pun mengingatkan kembali terkait dengan aksi yang pernah digelar umat Islam pada 21-22 Mei, dia juga membandingkan soal sikap Anies sebagai Gubernur Ibukota dengan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Namun, banyak komentar yang justru menolak tudingan Faizal Assegaf dan menganggap bahwa ini dapat menjadi sumber pemecah belah bangsa.

Karena viralnya video tersebut, akhirnya dijadikan isu yang perlu didiskusikan. Oleh karena itu, pada 4 Desember 2019, saya melakukan wawancara ditemani kakak pendamping. Saya melakukan wawancara terhadap dua orang narasumber yang berprofesi sebagai juru parkir di wilayah Unhas.

Narasumber pertama yang bernama Permadi, merupakan juru parkir di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin. Pria berusia 25 tahun tersebut, ketika ditemui ditempat kerjanya merasa senang hati meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara

sembari menjaga parkiran. Ketika wawancara, Permadi terlihat kurang paham dengan isu-isu yang beredar di masyarakat. Ia sering mendapat informasi dari media sosial seperti Facebook dan grup Whatsapp, namun ia tidak dapat membedakan berita fakta dengan berita bohong.

Ia menganggap semua berita yang disebarkan merupakan berita yang benar-benar terjadi, sehingga ia langsung membagikan berita tersebut tanpa mencari lebih dalam berita tersebut. Lalu, ketika ditanya pemahamannya tentang literasi digital, Permadi mengaku tidak paham apa maksudnya. Kemudian kami menjelaskan tentang literasi digital dan memberi pemahaman kepada Permadi agar tidak mudah mempercayai semua informasi yang beredar.

Lalu, kami beralih ke Fakultas Kedokteran, kami bertemu dengan seorang juru parkir bernama Rahmad. Pria berusia 24 tahun tersebut antusias ketika ditanya tentang pendapatnya mengenai isu video viral yang beredar. Ia termasuk orang yang aktif menggunakan media sosial, ia juga sering mengikuti berita terkini di media sosial.

Saat ditanya tentang isu KPK dengan mahasiswa, ia justru berpihak kepada mahasiswa dan merasa mahasiswa telah dipojokkan oleh pihak yang kontra. Ia berpendapat bahwa mahasiswa dikambinghitamkan karena aksinya yang memperjuangkan suara rakyat, sehingga menurut Rahmad, berita tersebut adalah berita bohong.

Saat ditanya tentang literasi digital, Rahmad mengaku kurang mengerti maksudnya, namun ia termasuk orang memiliki literasi digital, karena ia kritis terhadap masuknya informasi dan tidak langsung menerima informasi ataupun berita yang beredar tanpa mengetahui kebenaran berita tersebut.

This article is from: