3 minute read

Pemahaman Masyarakat tentang Literasi Digital agar Terhindar dari Hoaks

Pemahaman Masyarakat tentang Literasi Digital agar Terhindar dari Hoaks

Pemahaman Masyarakat tentang Literasi Digital Agar Terhindar dari Hoaks

Advertisement

Fadil Aditya

Pada tanggal 4 Desember 2019, saya melakukan riset yang bertema literasi digital. Untuk melakukan riset, saya turun langsung ke lapangan untuk mewawancarai orang-orang di lokasi Masjid Al-Markaz yang berprofesi sebagai tukang parkir. Di sana, saya menemui dua orang narasumber. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui seberapa paham masyarakat khususnya tukang parkir yang berada pada sekitaran Masjid Al-Markaz mengenai literasi digital.

Narasumber pertama yang tidak ingin menyebut namanya dan saya mulai menanyakan pertanyaan mengenai dari mana informasi berita yang sering ia peroleh, beliau menjawab ia sesekali melihat informasi dari TV dan tanggapan beliau terhadap informasi berita yang ditayangkan pada TV merupakan suatu fakta. Kemudian saya menanyakan mengenai suatu fenomena batu terbang yang dipijak Rasulullah SAW untuk naik ke langit.

Narasumber mengatakan, “wallahualam, tapi saya pernah melihat hal tersebut dalam pandangan mata batin saya, kurang lebih setengah meter batu itu melayang di atas tanah.” Jadi beliau berpendapat batu itu memang ada, dan sudah melihatnya, meskipun hanya melalui mata batin.

Selanjutnya saya bertemu narasumber kedua, yang bernama Pak Amin. Saya mengajukan pertanyaan yang sama dengan narasumber pertama, saya bertanya kepada beliau mengenai dari mana informasi berita yang sering ia peroleh. Ia mengatakan bahwa jarang sekali melihat berita, karna sehari-hari beliau disibukkan dengan aktivitas hariannya yang menjadi tukang parkir.

Kemudian saya menanyakan kepada beliau tentang literasi digital dan respon beliau tidak mengetahui apa itu literasi digital. Dalam wawancara dengan narasumber kedua ini, saya juga bertanya mengenai fenomena batu terbang yang digunakan Rasulullah SAW untuk naik ke langit. Beliau tidak percaya dengan hal tersebut dengan beralasan bahwa saya hanya percaya pada Allah sedangkan hal tersebut dianggapnya tidak pernah diangkat dalam Al-qur’an.

Setelah menemukan jawaban dari narasumber saya kembali melakukan riset sekunder, dengan melihat dari website mengenai fenomena batu terbang. Saya menemukan bahwa fenomena tersebut adalah berita palsu (hoaks) berdasarkan website Tempo.co. Tim Cek Fakta Tempo menelusuri foto batu yang diunggah oleh akun media sosial bernama Indra Wijoyo dengan fitur reverse image tools Google. Hasilnya, ditemukan artikel dalam sebuah situs Urdu.website, yang memuat foto itu pada 11 Juli 2017.

Artikel yang ditulis dalam bahasa Urdu itu berjudul “Sebuah Contoh Karya Agung Shaban Abbas”. Dalam artikel itu, disebutkan bahwa batu tersebut merupakan karya seni yang diciptakan oleh seniman Mesir, Shaban Abbas. Artikel itu juga menyebut bahwa karya seni tersebut bukan terbuat dari batu, melainkan alluvium, salah satu jenis tanah liat. Sementara tali tambang yang terlihat mengikat kedua batu buatan dari tanah liat itu terbuat dari besi.

Tempo.co pun menelusuri artikel lain terkait batu itu dengan memasukkan kata kunci “Flying Stone Shaban Abbas” dalam mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan foto karya seni Shaban Abbas itu dari sudut pandang yang berbeda dalam sebuah majalah online Crystal Chronicles, edisi Maret 2017. Keterangan foto itu menyebut bahwa batu melayang karya Shaban Abbas itu dipajang di Bandara Internasional Kairo, Mesir.

Dikutip dari situs media Mesir, Ahram, Abbas merupakan pematung yang berasal dari Faiyum Mesir dan lahir pada tahun 1969. Ia meninggal pada 17 November 2010 karena penyakit stroke. Foto dari sudut pandang lain ditemukan di situs stok foto Alamy. Dalam keterangan foto itu, disebutkan bahwa karya seni ciptaan Shaban Abbas tersebut bernama “Patung Trompe L’oeil”. Patung itu dipajang di Terminal Tiga Bandara Internasional Kairo, Mesir pada tahun 2008.

Setelah melakukan riset secara langsung dan melakukan riset sekunder dengan membaca berbagai artikel dengan sumber terpercaya, saya menyimpulkan tidak semua masyarakat memahami literasi digital, serta beberapa masyarakat masih menyerap informasi yang ia dapatkan dari berbagai media tanpa mencari tahu kebenaran dari berita tersebut. Bahkan, ada juga yang mengatakan bahwa berita tersebut merupakan fakta atau hoaks tanpa memberikan alasan yang jelas.

Harapan saya, semoga kampanye tentang pemahaman literasi digital makin gencar dilakukan oleh berbagai pihak. Selain itu, diperlukan penambahan mata pelajaran yang membahas tentang pemahaman literasi digital pada kurikulum sekolah dasar agar masyarakat dapat mampu memahami dan membedakan antara hoaks dengan berita yang memang sesuai dengan fakta yang ada.

This article is from: