4 minute read

Tolak Kekeliruan di Balik Derasnya Arus Informasi Digital

Tolak Kekeliruan di Balik Derasnya Arus Informasi Digital

Tolak Kekeliruan di Balik Derasnya Arus Informasi Digital

Advertisement

Sakinole

Isra Mi’raj merupakan peristiwa penting yang mengisahkan perjalanan agung Nabi Muhammad SAW menuju langit ketujuh pada suatu malam tepatnya pada 27 Rajab untuk menerima perintah salat dari Allah SWT. Kala itu, dalam waktu kurang dari semalam suntuk, Rasulullah berpindah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan menuju Sidratul Muntaha. Namun sebenarnya, Isra dan Miraj merupakan dua peristiwa berbeda. Hanya saja karena kedua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan, maka disebutlah Isra Mi’raj. Spesifiknya, Isra merupakan perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsa di Jerusalem. Sementara, Miraj adalah perjalanan Nabi dari bumi menuju Sidratul Muntaha, langit ke tujuh yang merupakan tempat tertinggi.

Menjadi peristiwa bersejarah bagi umat muslim, Isra Mi’raj lantas ditetapkan sebagai salah satu hari peringatan umat muslim namun bersifat tidak wajib. Mengenai kisah sejarah Isra Mi’raj, kemudian memunculkan beberapa pertanyaan termasuk di antaranya, “Bagaimanakah Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ke langit ke tujuh?”

Berdasarkan kisahnya, pada saat perjalanannya menuju Masjid Al-Aqsha, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menunggangi hewan yang disebut Buraq karena memiliki kecepatan selayaknya Barq (kilat). Hewan ini digambarkan memiliki ciri-ciri berkulit putih, tinggi melebihi keledai tapi lebih pendek daripada Baghal. Lainnya, diceritakan pula bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan sebuah batu dalam perjalanannya?

Di sisi lain, perihal kisah perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad, akun media sosial bernama Bintang Libra mengunggah sebuah foto ke grup Facebook “Grup Ayu Ting Ting” dengan narasi sebagai berikut;

“Assalamu’alaikum wr wb. Batu ini yang dipijak oleh Nabi tuk naik ke langit. Batu ini ingin ikut naik tetapi dilarang oleh Jibril. Batu ini menangis hingga sekarang batu ini terapung sebagai bukti keagungan Allah SWT”

Tertarik menganalisis lebih jauh untuk mengetahui kebenarannya, penulis akhirnya memutuskan melakukan riset kecil dengan mengumpulkan berbagai sumber data dan literatur yang dirasa mampu menunjang.

Secara data dan fakta, foto yang diunggah oleh akun Facebook Bintang Libra nyatanya sebelumnya telah lebih dulu dipublikasikan di situs agensi foto Alamy yang menampakkan instalasi seni di Bandara Internasional Kairo di Mesir. Batu yang seolah melayang ini diketahui merupakan patung ilusi optik yang dibuat oleh Sha’ban Abbas pada tahun 2008 untuk Bandara Internasional Kairo. Kemudian ditunjang oleh riset yang dilakukan oleh situs media Tempo.co yang mengungkapkan bahwa karya seni tersebut nyatanya bukanlah sebuah batu, melainkan alluvium, salah satu jenis tanah liat. Sementara tali tambang yang terlihat mengikat kedua batu buatan dari tanah liat itu terbuat dari besi. Bahkan foto tersebut akan sangat mudah ditemukan apabila memasukkan kata kunci “Flying Stone Shaban Abbas” di laman Google.

Untuk memperkuat data yang telah diperoleh, penulis kemudian mencari literatur pendukung, yakni dari buku The Great Story of Muhammad halaman 197, yang dimana pula tertulis di dalamnya Buraq merupakan hewan yang ditunggangi oleh nabi Muhammad menuju Masjid Al-Aqsha dan naik ke langit 1-7 ditemani oleh malaikat Jibril. Tetapi, selama penjelasan terkait Isra Mi’Raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, tidak sekalipun dikatakan bahwa Nabi Muhammad menggunakan batu yang dimaksud. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt memberangkatkan jasad dan ruh Nabi Muhammad saw dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha, lalu menaikkannya ke langit ketujuh hingga Sidratal Muntaha.

Rasulullah saw kembali ke Makkah pada malam yang sama. (QS. Al Isra’ [17]:1) dan (QS. An Najm [53]: 13-18). Dalam buku ini juga diperlihatkan gambar barang peninggalan-peninggalan Rasulullah, keluarga beserta sahabat beliau yang disimpan di Topikapi Palace Museum, Istanbul, Turki. Seperti pakaian (gamis), sepatu dan beberapa helai jenggot Rasulullah, mushaf Al-Qur’an yang dibaca Utsman Bin Affan ketika beliau mati syahid, pedang Umar bin Khaththab, jubah Fatimah, dan lain sebagainya. Namun penulis tidak menemukan foto batu melayang tersebut.

Merasa masih perlu memberikan fakta dan data penguat, penulis tertuju pada sebuah video di Youtube yang diunggah oleh channel Islam Populer. Dalam videonya dijelaskan, batu yang dipijak Rasulullah pada peristiwa itu bukanlah batu seperti yang termuat dalam postingan Facebook Bintang Libra, melainkan sebuah batu yang terletak di Yerussalem, Al Shaqra’, batu ini digunakan sebagai tambatan Buraq dan pijakan kaki Nabi Muhammad SAW pada saat naik ke langit-7. Batu ini dibangun oleh Khalid bin Walid karena perintah Umar bin Khaththab RA pada 15 Hijriah atau 656 Masehi. Sedangkan batu melayang pada foto tersebut dibuat pada tahun 2008.

Dengan semua bukti pendukung yang penulis kumpulkan, maka dengan ini konklusi yang bisa ditarik mengenai unggahan akun Bintang Libra mengenai pernyataan batu melayang yang dipakai Nabi Muhammad SAW ketika melakukan Isra Mi’raj dapat

disimpulkan sebagai informasi keliru dan bersifat hoaks. Lebih jauh, menyikapi informasi keliru seperti ini, penulis kemudian terjun langsung ke lapangan untuk menemui salah seorang narasumber terkait yang penulis rasa substansial dalam mengemukakan pandangannya.

Narasumber yang juga merupakan seorang akademisi, Muh. Adnan Kasogi S.Sos,M. Si adalah dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Hasanuddin kala itu menuturkan, informasi keliru atau penyebaran hoaks sebijaknya disikapi sebagai bentuk kritik bagi mahasiswa dan para pegiat literasi bahwa literasi digital sangat penting diedukasikan ke masyarakat secara masif.

Menurut Yudha Pradana dalam Atribusi Kewargaan Digital dalam Literasi Digital (2018), salah satu prinsip dasar dari literasi digital yaitu pemahaman. Artinya masyarakat memiliki kemampuan untuk memahami informasi yang diberikan media, baik secara implisit ataupun eksplisit. Namun, inilah yang menjadi tantangan bahwa arus infomasi yang banyak membuat masyarakat menerima informasi terlalu banyak di saat yang bersamaan.

Penulis pun merasa turut bertanggung jawab untuk mengajak para pengguna media agar lebih bijak menanggapi bahkan membagikan sebuah infomasi. Di sinilah literasi digital berperan, yakni untuk mencari, menemukan, memilah serta memahami informasi yang benar dan tepat.

This article is from: