7 minute read

Demo Mahasiswa Digembalai oleh Pemilik Modal Cina dan Antek Komunis PKI?

Insyirah Salsabila Arif

“Whoever controls the media, controls the mind” Jim Morrison

Advertisement

Dewasa ini, perkembangan teknologi yang semakin pesat sejalan dengan cepatnya penyebarluasan berita terhadap pembaharuan informasi masyarakat, utamanya dalam bidang literasi digital. Perlu diketahui, bahwa literasi digital adalah kecakapan atau pemahaman seseorang dalam menggunakan media digital dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan komunikasi. Dapat dikatakan bahwasanya literasi digital menjadi kebutuhan mendesak dalam era industri 4.0 sekarang ini, sebab kemajuan teknologi yang tidak dapat diimbangi oleh kecerdasan dalam menggunakan teknologi modern akan menyebabkan masyarakat tidak dapat memilih dan memilah informasi yang baik dan tepat guna.

Informasi yang baik adalah informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhannya, baik pada kelengkapan materinya, waktu pemberian informasinya, keakuratan datanya, dan sebagainya. Hal tersebut menjadi gambaran betapa pentingnya keakuratan informasi yang harus diterima masyarakat guna menangkal hoaks, sebab berita hoaks sangat erat digunakan untuk memprovokasi dan menyebabkan kebencian tersebar. Berita hoaks ini sering tersebar ketika terjadi isu politik pemilihan umum dengan tujuan memenangkan pihak tertentu dan menjatuhkan pihak lawan.

Pada awal September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewacanakan untuk merevisi RUU KUHP lama yang merupakan warisan dari Wetboek van Strafrecht yang disahkan pada tahun 1915 melalui Staatsblad Nomor 732 dan diterapkan pada tahun 1918 hingga sekarang. Adanya wacana revisi dinilai perlu untuk dilakukan sebab kesan yang melekat pada hukum Indonesia yang bersifat menjajah, mengilhami para wakil rakyat untuk mengganti KUHP yang notabene warisan kolonial dengan hukum

Namun, pada kenyataannya masyarakat awam dan mahasiswa-mahasiswa Indonesia menyikapi wacana revisi tersebut sebagai suatu ‘malapetaka’ sebab beranggapan bahwa KUHP yang merupakan warisan kolonial Belanda lebih baik daripada RUU KUHP hasil revisian para anak bangsa yang menamai dirinya wakil rakyat. Para mahasiswa pun menuntut untuk revisi tersebut dibicarakan kembali dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Adanya demo besar-besaran yang dilakukan serentak oleh seluruh mahasiswa Indonesia pada September 2019 sebagai bentuk penolakan atas RUU KUHP dan revisi UU KPK turut meramaikan pemberitaan di berbagai media, utamanya dalam pemberitaan melalui siaran televisi. Mahasiswa sebagai agent of change melakukan aksi tersebut sebagai respons atas berbagai isu terkini yang dinilai akan merugikan masyarakat dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Mereka menilai UU KPK yang baru akan melemahkan pemberantasan korupsi di tanah air. Sebab, sejumlah ‘kelebihan’ KPK dipreteli dalam UU yang baru, semisal penyadapan, operasi tangkap tangan yang harus meminta izin Dewan Pengawas, dan lainnya. Sementara, pengesahan RUU KUHP bakal membawa mundur demokrasi di Indonesia, sebab sejumlah pasal di RUU KUHP dinilai bertentangan dengan kebebasan berpendapat dan demokrasi. Salah satunya, soal penghinaan terhadap Presiden.

Setelah demonstrasi dilakukan secara masif dan besar-besaran, beberapa masyarakat kembali menilai bahwa aksi unjuk rasa yang telah dilakukan oleh mahasiswa seluruh Indonesia sangat minim pemberitaan dan bahkan ada pemberitaan yang dilebih-lebihkan, seolah-olah mahasiswa disudutkan dan disinyalir bertindak anarkis. Hal tersebut menggiring opini masyarakat bahwasanya berita mengenai unjuk rasa mahasiswa yang disiarkan di Tv telah diatur sedemikian rupa untuk kepentingan pemilik modal Cina dan antek komunis PKI.

Menyikapi hal tersebut saya sebagai mahasiswa baru Departemen Ilmu komunikasi Unhas, melakukan sebuah pengamatan yang diwadahi oleh Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) dengan tujuan untuk menambah keilmuan dan pemahaman saya terhadap peranan sebagai ‘diri’ dalam masyarakat yang merupakan rangkaian kegiatan dari pra-FIGUR. Tempat yang menjadi lokasi pengamatan saya ialah kawasan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) hingga Fakultas Hukum, di mana satuan pengamanan kampus sebagai narasumber. Pemilihan waktu pengamatan yang kurang tepat, sebab ketika saya melakukan pengamatan nyatanya merupakan jam istirahat bagi satuan pengamanan. Di samping itu, cuaca yang kurang mendukung tidak sedikitpun mematahkan semangat saya untuk melakukan pengamatan yang didampingi oleh panitia FIGUR serta seorang teman akrab saya.

Dalam menanggapi pertanyaan saya terkait apakah benar berita tentang demo mahasiswa telah diatur untuk kepentingan pemilik modal Cina dan antek komunis PKI ditanggapi berbeda oleh para informan. Salah satunya Pak Irwan—penjaga keamanan Unhas di kawasan Fakultas Ilmu Budaya—setuju akan hal tersebut, sebab Ia

beranggapan bahwa aliran kiri masih terus menggeliat di kehidupan perpolitikan tanah air dan turut campur tangan dalam pemberitaan tentang demo mahasiswa ini. Sebelum menanyakan pendapat informan, saya menanyakan sejauh mana ia mengetahui isu ini. Pak Irwan (serta informan selanjutnya) mengaku mampu untuk memberi pendapat mereka tentang isu ini walaupun terbatas, begitu pula dengan informan lain.

Di sisi lain, Pak Usman—juga penjaga keamanan kampus di kawasan yang sama— berpendapat bahwa pemberitaan di Tv mengenai demo mahasiswa memang perlu untuk tidak ditayangkan sepenuhnya, sebab bisa saja stasiun Tv melakukan sortir terhadap tindakan mahasiswa yang dinilai tidak layak untuk ditonton masyarakat luas. Pun adanya kecendrungan masyarakat untuk menyerap lebih banyak informasi dari media sosial ketimbang siaran Tv menjadi alasan informan terkait demo mahasiswa yang tidak disiarkan. “Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pengaruh-pengaruh pemilik modal Cina tidak terlepas dari kehidupan bertanah air, apalagi walaupun kita sudah merdeka tetap saja kita dijajah dengan tidak memungkiri penggunaan barang-barang buatan Cina” sambung Pak Usman.

Selain kedua informan ini, saya meminta pendapat Pak Usim—penjaga keamanan Asrama Mahasiswa Unit 3 Unhas—yang mengaku kurang update dalam pemberitaan sehingga ia terbatas dalam memberi pendapat. Ia berpendapat berita tidak disiarkan di Tv sudah menjadi bagian dari ‘permainan’ antek komunis karena mengapa demo mahasiswa tidak disiarkan padahal satu Indonesia tahu bahwa sedang terjadi demo mahasiswa.

Berdasarkan hasil pengamatan saya, ketiga informan cenderung membenarkan pemberitaan tersebut dengan melihat pernyataan dari informan yang menegaskan bahwa ‘elit Cina’ turut andil dalam penyiaran berita demo mahasiswa di Tv. Hal ini ditandai dengan pernyataan Pak Usman sebelumnya disambung dengan ekspresi wajah yang meyakinkan. Setelah saya menjelaskan pendapat saya terkait dengan isu yang sedang dibahas, bertentangan dengan pendapat informan, nyatanya mereka tetap mempertahankan pendapat mereka dengan kembali mengulang pernyataan yang telah mereka sampaikan. Hal tersebut menggambarkan bahwa ketiga informan ini fanatik terhadap suatu isu.

Walaupun dalam hal ini informan memiliki perhatian lebih terhadap isu yang telah saya sampaikan, sangat disayangkan karena informan masih lemah dalam memanfaatkan literasi digital yang bahkan salah satu dari mereka tidak memperkaya diri dengan informasi terkini. Kurangnya literasi digital informan terlihat dari kurang akuratnya pendapat yang disampaikan, salah satunya pendapat mengenai keberadaan antek komunis yang masih ada hingga saat ini.

Maka dari itu, saya sanggah bahwa hal tersebut tidaklah tepat dengan berdasar pada beberapa artikel yang saya dapatkan bahwa eksistensi komunis di Indonesia sudah musnah sejak G30SPKI. Mereka nampaknya lebih cenderung menghiraukan perbincangan-perbincangan tidak mendasar mengenai kehadiran antek komunis di Indonesia yang kemudian mereka yakini kebenarannya tanpa mencari tahu kebenaran sesungguhnya melalui data-data yang akurat.

Adapun pandangan saya mengenai isu ini dengan tegas saya katakan hoaks. Berdasarkan beberapa fakta akurat yang telah saya temukan dari artikel-artikel terkait bahwa pemberitaan mengenai demo mahasiswa yang telah diatur itu keliru. Sebab, telah diteliti lebih lanjut oleh pihak yang berkompeten di bidangnya menemukan beberapa fakta.

Pertama, klaim bahwa televisi di Indonesia telah dikuasai oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI juga tidak berdasar karena era PKI telah berakhir setelah Gerakan 30 September 1965. Pembubaran PKI pun telah dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia.

Kedua, setelah menggunakan mesin pencarian Google, Tempo.co menemukan 494 pemberitaan mengenai demo mahasiswa di situs CNN Indonesia. Salah satunya adalah pemberitaan mengenai unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR untuk menolak revisi UU KPK pada 19 September 2019.

Dengan fakta-fakta di atas menguatkan argumen saya mengenai isu tersebut adalah berita bohong. Selain itu saya berpandangan bahwa masyarakat yang menyebarluaskan berita bohong ini hanya berniat untuk meresahkan pengguna media sosial melalui isu yang keliru dan tidak dibarengi dengan pendalaman informasi oleh oknum penyebar berita bohong. Oleh karena itu, saya sarankan sebagai pengguna media sosial yang berada dalam era digital 4.0 harus melek terhadap perkembangan teknologi informasi dengan tetap meningkatkan kemampuan literasi digital secara baik dan benar.

EPILOG: Berpengetahuan

Menjaga semangat berpengetahuan dapat dilanjutkan dalam berbagai macam cara. Selain menulis, dapat juga dilakukan dalam bentuk membangun interaksi serta pembicaraan yang cenderung ringan namun berkualitas. Semoga, buku “Sebuah Upaya, Membedah Informasi” dapat menjadi jembatan serta pengantar bagi pandangan ideal tersebut. Semoga teman teman yang sempat menulis dan membacanya tidak cepat puas dengan dirilisnya buku ini.

Perlu diakui, bahwa buku “Sebuah Upaya, Membedah Informasi” merupakan buku yang sangat jauh dari kata sempurna. Walau kesempurnaan sudah pasti tidak dapat kita jumpai, setidaknya kita telah berusaha memberikan upaya – upaya terbaik. Kami sampaikan terima kasih dan apresasi setinggi – tingginya bagi seluruh organ yang telah terlibat.

Di hari kemudian, tuntutan informasi akan semakin berkembang dengan segala dinamikanya. Berbagai bentuk inovasi yang dapat dirasakan dari dampak perkembangan media dan teknologi akan menjadi tantangan terbesar bagi kita, orang – orang yang bergelut dan dekat dengan disiplin ilmu masing – masing untuk tetap bertanggung jawab dengan modal yang kita miliki. Semoga kita dapat berjumpa pada ruang – ruang lain dengan tetap penuh akan semangat berpengetahuan.

Salam Biru Merah.

Sumber

https://cekfakta.tempo.co/fakta/420/fakta-atau-hoaks-benarkah-kpk-menggerakkan-demomahasiswa-agar-anarkis.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/25/120700265/klarifikasi-video-pertemuan-kpkdan-mahasiswa-jelang-demonstrasi?page=all#page2

https://www.kominfo.go.id/content/detail/21755/disinformasi-kpk-bertemu-mahasiswa-jelangaksi-demo-dan-jadi-dalang-penggerak-demo-anarkis/0/laporan_isu_hoaks

https://turnbackhoax.id/2019/11/09/salah-foto-korban-meninggal-karena-mendengar-musikpakai-handset-saat-hpnya-dicharge-dan-ketiduran/

https://www.google.com/amp/s/jakarta.tribunnews.com/amp/2018/09/28/ini-penjelasan-ahliterkait-bahaya-mendengarkan-musik-pakai-earphone-di-ponsel-saat-dicas

https://norma07dp.wordpress.com/tips-kurangi-radiasi-ponsel/

https://ejournal.unsrat.ac.id

https://cekfakta.tempo.co/fakta/468/fakta-atau-hoaks-benarkah-batu-ini-dipakai-nabimuhammad-untuk-naik-ke-langit-saat-isra-miraj

https://urdu.website/archives/2708

https://tirto.id/apa-itu-literasi-digital-prinsip-dasar-manfaat-dan-contohnya-gbhL

https://cekfakta.tempo.co/fakta/468/fakta-atau-hoaks-benarkah-batu-ini-dipakai-nabimuhammad-untuk-naik-ke-langit-saat-isra-miraj

http://www.radarempoa.com/2016/05/misteri-batu-melayang-peristiwa-isra-mikraj.html?m

https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4355072/cek-fakta-tidak-benar-lingkaran-merah-diatas-tabung-elpiji-indikator-ledakan, Diakses November 2019

Cover

This article is from: