8
MINORITAS DI FILIPINA:
DISKRIMINASI DAN KETEGANGAN Oleh: Y. Tri Subagya (Pengajar di Program Magister Institut Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma)
Filipina merupakan negara yang terdiri dari gugusan pulau terbesar di Asia Tenggara setelah Indonesia. Tercatat 7.107 pulau di negara itu. Penduduknya sangat heterogen dari segi etnik mau pun agama. Secara geografis, mereka tersebar menghuni tiga pulau besar yaitu Luzon, Visayas dan Mindanao. Luzon berada di wilayah bagian utara yang menjadi pusat pemerintahan sejak masa kolonial. Visaya berada di bagian tengah dan Mindanao di bagian selatan yang berdekatan dengan Malaysia, Brunei dan Indonesia. Di masing-masing wilayah tersebut dapat ditemukan bahasa yang dominan. Setiap etnik memiliki bahasa yang berbeda satu sama lainnya meski Tagalog yang berada di pusat pemerintahan kemudian dipilih sebagai bahasa nasional. Di Visayas hingga Cebu dikenal bahasa Visayas, sementara Mindanao memiliki bahasa campuran yang penduduknya menamakan diri sebagai bangsa Moro. Perbedaan menonjol dengan wilayah di utara yang sebagian besar penduduknya orang Kristiani adalah bahwa bangsa Moro ini umumnya beragama Islam. Agama Islam diperkenalkan oleh para pedagang Arab dan musafir pada abad ke 14. Resistensi terhadap kolonialisme Spanyol di kawasan itu membuat bangsa Moro membangun identitas tersendiri melalui agama dan berlanjut hingga paska kolonial. Selama berabad-abad bangsa Moro menangkal pengaruh Kristen dari utara dan melakukan perjuangan senjata untuk merdeka, memisahkan diri demi membentuk negara Islam. Pada tahun 1989, Mindanao memperoleh status otonomi khusus (Autonomous Region in Muslim Mindanao, ARMM) dari pemerintah Filipina. Di Mindanao sendiri, tidak semua organisasi Islam menyetujui otonomi khusus di wilayah itu. Awalnya hanya kelompok MNLF (Moro National Liberation Front) yang mau berunding dan membuat kesepakatan dibentuknya ARMM dengan pemerintah Filipina. Kelompok MILF (Moro Islamic Liberation Front) dan Abu Sayyaf melakukan perlawanan di bawah tanah walaupun MILF tahun 2012 akhirnya menerima dan memberi dukungan bagi pengembangan wilayah otonomi khusus tersebut. Abu Sayyaf tetap