3 minute read
Daftar Isi
DOK. INTERNET
Advertisement
Kepada: Pemegang kebijakan kampus peradaban, UIN Walisongo
Kondisi keuangan keluarga yang memburuk merupakan salah satu dampak dari masa pandemi COVID-19. Pendapatan yang diterima tidak sepadan dengan pengeluaran. Sebab itulah kondisi keuangan keluarga saya kollaps. Menyikapi permasalahan tersebut, pada semester 7 saya mengajukan cuti kepada birokrasi UIN Walisongo.
Setelah berjalan hampir satu semester berikutnya, saya mengetahui edaran pengumuman dari Senat Mahasiswa tentang adanya banding dan pengajuan keringanan pembayaran UKT. Waktu itu saya sudah turut serta mengurus segala persyaratan untuk melakukan banding dan pengajuan keringanan pembayaran UKT. Saat membuka laman yang disediakan untuk mengunggah persyaratan, akun saya tidak bisa diakses. Setelah konsultasi dengan dosen wali, ternyata ada kebijakan bahwa mahasiswa berstatus cuti tidak bisa mengajukan.
Berdasarkan kebijakan itu saya tidak bisa mengajukan banding dan pengajuan keringanan pembayaran UKT. Saya cuti pada semester sebelumnya sebab tidak memiliki biaya untuk membayar UKT. Tetapi saat ada pengajuan keringanan, saya justru tidak bisa mendapat keringanan tersebut. Jadi, sebenarnya keringanan itu untuk apa?
Saya sekarang berstatus menjadi mahasiswa yang di drop out oleh sistem. Padahal bila kebijakan banding dan keringanan pembayaran UKT bisa juga dilakukan oleh mahasiswa yang berstatus cuti, ada kemungkinan bahwa saya masih bisa bertahan.
Apalagi tidak adanya program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) pada mahasiswa S1. Sehingga setelah dinyatakan drop out, saya tidak bisa menyelamatkan masa studi yang telah saya lalui untuk lulus.
AP, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Walisongo
Dilema Perkuliahan Daring di Masa Pandemi
Kepada Yth, Dosen FITK
Mau tidak mau, akibat pandemi perkuliahan juga beralih dari pertemuan offline menjadi online. Dilema perkuliahan online dimulai ketika ada dosen yang latah dengan sistem perkuliahan online.
Seperti yang saya alami pada mata kuliah Filsafat Kesatuan Ilmu. Kegiatan perkuliahan yang berlangsung hanya berisi tentang pemberian tugas dan presentasi makalah oleh mahasiswa. Sedang, dosen tidak memberi penguatan materi perkuliahan atau menengahi apabila terjadi perdebatan ketika diskusi makalah. Di sini, dosen hanya masuk ke dalam pertemuan online, lalu memberi salam dan pengantar, lalu keluar dari forum perkuliahan. Akibatnya, saya sebagai mahasiswa baru yang masih beradaptasi dengan lingkungan kampus menjadi semakin tidak tahu.
Terlebih saya, mahasiswa baru angkatan 2020 mendapat besaran UKT yang tinggi. Bila karena pandemi covid-19, tidak dapat menggunakan fasilitas dari kampus seperti wi-fi, ruang kelas yang komprehensif, dan alat penunjang lainnya, maka setidaknya kegiatan perkuliahan harus dimaksimalkan.
ACNT, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Walisongo
SURAT PEMBACA
Redaksi menerima kiriman untuk rubrik surat pembaca berupa pertanyaan, keluhan, dan gagasan seputar kampus UIN Walisongo, sekitar Semarang, atau nasional. Surat yang dikirim dilengkapi dengan identitas diri ke surel: eduonline9@gmail. com, atau bisa datang langsung ke sekertariat LPM EDUKASI di PKM Kampus II UIN Walisongo Semarang.
SURAT
PEMBACA
Sistem Pelaksanaan KKN Reguler dari Rumah Membingungkan
Kepada: Para pemegang kebijakan di LP2M
Dampak pandemi COVID-19 yang mulai merebak pada tahun 2020 juga turut mempengaruhi pelaksanaan KKN di UIN Walisongo. Ketidak-siapan sistem yang dibuat membuat mahasiswa bingung. Padahal peserta KKN mencapai ribuan. Apalagi penugasan yang diberikan tidak melalui proses pembimbingan terlebih dahulu. Seperti pada penugasan pembuatan berita secara individu terkait program kerja yang akan dilaksanakan. Saya, sebagai mahasiswa KKN ditugaskan untuk membuat naskah berita sebanyak 5 buah yang musti dipublikasi pada media online yang bergengsi. Padahal, tidak semua mahasiswa memilik skill atau keterampilan dalam penulisan berita. Juga penyaringan berita dari suatu media itu tidaklah mudah, sebab mereka memiliki kriteria atau persyaratan tertentu supaya dapat diunggah.
Tak hanya itu saja, saya juga sampai harus membayar media untuk menerbitkan naskah berita dari program kerja saya. Dan, naskah berita saya justru masuk pada kategori adsense, bukan pemberitaan.
Saat saya menjadi devisi media pada kelompok KKN, ada kabar dari LP2M yang simpang siur dan tidak konsisten. Saat itu, sudah ada grup WhatsApp sebagai wadah koordinasi dengan pihak LP2M terkait kegiatan yang akan diselenggarakan, yakni pelatihan pembuatan berita. Tentu saja waktu itu, pemateri yang digadang-gadang tidak main-main. Menggait salah satu media bergengsi. Namun sampai 40 hari kemudian, saat masa KKN sudah selesai, kegiatan tersebut nyatanya tidak pernah terlaksana.
Ada lagi penugasan KKN yang perlu disoroti. Selain pembuatan berita, juga ada pembuatan buku bunga rampai. Setelah dibuat, buku ini hanya sebagai formalitas dikumpulkans saja. Tidak ada tindak lanjutnya sama sekali, misalnya dengan diulas atau direview oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Apalagi buku bunga rampai musti terdaftar ISBN yang tentu saja dalam mengajukannya membutuhkan dana.
INI, mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Walisongo