19 minute read

LAPORAN KAMPUS Pembangunan

yang dihadapi Belanda selama berkuasa di Nusantara.

Sebab itulah para pemberontak Jawa-Tionghoa menobatkan Raden Mas Garendi sebagai raja Mataram bergelar “Sunan Amangkurat V Senopati Ing Alaga Abdurahman Sayidin Panatagama”.

Advertisement

Tokoh Keberagaman

Sunan Kuning telah menjadi simbol keberagaman. Kiai dari Semarang, Budi Sulaiman berpendapat bahwa Sunan Kuning tak hanya milik umat Islam, melainkan juga umat Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, hingga penganut kepercayaan.

Hal itu diungkapkan Kiai Budi saat tausiah dalam acara Haul Soen An Ing yang digelar di area makam. Kegiatan tersebut dihadiri berbagai kalangan tanpa memandang etnis, agama, atau golongan tertentu.

Sunan Kuning sebagai simbol pemersatu antaretnis dan umat beragama juga dapat dilihat dari beragamnya latar belakang para peziarah. Mereka melakukan ritual doa secara berbeda-beda.

Biasanya peziarah pribumi membawa bunga mawar sebagai ritual doanya. Sedangkan orang keturunan Tionghoa memakai persembahan hio (dupa). Banyak juga yang tidak membawa apa-apa, hanya berdoa.

Sehingga di makam ini tersedia fasilitas untuk berdoa lintas keyakinan, mulai dari musala, tempat membakar kemenyan, hingga tempat dupa dan patung mini khas Tiongkok.

Salah satu pengurus makam, Ibrahim mengatakan, sejak dulu makam Sunan Kuning memang terbuka untuk umum selama 24 jam setiap hari. Peziarah tidak dipungut biaya, tetapi jika ada yang berkenan, dipersilakan mengisi kotak amal.

Peziarah datang dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, beberapa kali ada peziarah yang dari Tiongkok dan Thailand.

Sesuai cerita juru kunci sebelumnya, biasanya peziarah yang pernah berdoa di makam Sunan Kuning kemudian terkabul, dia akan datang kembali untuk sekadar mengucapkan terima kasih.

Bahkan dulu ada yang kembali untuk merenovasi makam. “Ini yang merenovasi orang keturunan China, sebagai bentuk syukur karena doanya terkabul berkat lantaran berdoa di Sunan Kuning,” ujarnya.

Merawat Budaya

Dilihat dari sejarah hidupnya, Sunan Kuning mempunyai peran penting, baik dalam penyebaran Islam maupun perjuangan melawan penjajah Belanda. Sangat disayangkan jika namanya lebih dikenal sebagai tempat pelacuran.

Selama ini ada banyak upaya yang dilakukan untuk mengangkat citra makam leluhur Sunan Kuning. Antara lain menguatkan kepengurusan dengan membentuk Paguyuban Makam Sunan Kuning.

Asa mengembalikan pamor makam Sunan Kuning sebenarnya menguat setelah Resos Argorejo, tempat bernaung ratusan PSK, ditutup oleh

Sunan Kuning telah menjadi simbol keberagaman. Kiai dari Semarang, Budi Sulaiman berpendapat bahwa Sunan Kuning tak hanya milik umat Islam, melainkan juga umat Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, hingga penganut kepercayaan.

Pemerintah Kota Semarang pada 18 September 2019.

Setelah menutup lokalisasi, Wali Kota Semarang Hendrar Prihardi sempat menyatakan bakal menata kawasan tersebut menjadi wisata religi, merujuk dengan adanya makam Sunan Kuning sebagai daya tarik wisata.

Sayangnya rencana itu urung diwujudkan. Bekas lokalisasi malah dijadikan Kampung Wisata Karaoke Argorejo. Sehingga stigma Sunan Kuning sebagai tempat hiburan malam masih melekat di telinga masyarakat.

Banyak yang berharap penutupan prostitusi di Semarang tidak sebatas seremonial. Jangan sampai ada prostitusi berkedok karaoke, karena tentu makam Sunan Kuning akan kena imbasnya.

Dalam jagat kebudayaan Indonesia, merawat makam atau kuburan mempunyai makna penting. Leluhur Nusantara memandang makam bukan sekadar gundukan tanah dan tempat mengubur orang mati.

Dalam pandangan IslamJawa, makam tergolong sebagai “pusaka” yang tak ternilai. Wajar jika dijadikan pedoman para penguasa dinasti Mataram Islam. Sumber klasik Babad Tanah Jawa merekam bagaimana Paku Buwana I melukiskan kesakralan makam Adilangu sewaktu dia mengenang pusaka-pusaka keraton.

“Betapa sedihnya hati saya bahwa semua pusaka telah diambil oleh putera saya raja (Amangkurat Mas). Tetapi, saya tahu bahwa sekalipun semua barang pusaka yang lain pun diambil, namun kalau saja Masjid Demak dan makam Adilangu tetap ada, maka itu sudah cukup. Hanya dua inilah yang merupakan pusaka sejati tanah Jawa.”

Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot dalam Ziarah dan Wali di Dunia Islam, mencatat bahwa di Pulau Jawa terdapat puluhan ribu makam orang-orang Islam yang dihormati. Makam para kiai yang disakralkan pun tak terhitung jumlahnya.

Bahkan, penghormatan terhadap makam tokohtokoh terkenal tak hanya terjadi di Jawa. Di Sumatera, pada abad ke-17, seperti dicatat oleh Henk Schulte Nordholt dkk (ed), dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, makam raja-raja Aceh dan ulamaulama terkenal senantiasa dirawat.

Leluhur Nusantara mengajari bahwa mereka yang mati, tidak lantas mewujud menjadi masa lalu yang mudah dilupakan. Merawat makam menjadi bagian dari menjaga budaya. [E]

KAJIAN ISLAM

ISLAM DAN UPAYA MENJAGA LINGKUNGAN DARI MEJA MAKAN

Oleh: AHMAD FAHMI ASHIDIQ,

Seringkali aktivitas makan dan minum dikaitkan dengan hal yang bersifat ekonomis. Hal itu karena makan dan minum merupakan salah satu aktivitas konsumsi. Apalagi menurut teori ekonomi konvensional, manusia merupakan homo economicus, yaitu homo sapien yang berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan setinggi mungkin bagi dirinya sendiri. Salah satunya dengan terpenuhinya asupan perut.

Akan tetapi, ternyata aktivitas konsumsi kita bisa memiliki dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Secara tidak sadar, meja makan kita menjadi awal dari kerusakan bumi. Sampah plastik kita dapat menimbulkan penyakit berbahaya seperti kanker, gangguan kehamilan, dan kerusakan jaringan tubuh lainnya. Bagi lingkungan, sampah dari plastik sangat sulit diolah dan terurai oleh tanah. Pada akhirnya dapat merusak tanah, mencemari tanah dan sumber air tanah. (R. Andi Ahmad Gunadi, dkk, 2020).

Sedangkan sampah sisa makanan (food waste) yang dibuang begitu saja ke tempat pembuangan sampah atau TPA, tanpa adanya perlakuan yang tepat dapat menjadi sumber metana yang menyebabkan pemanasan global. Membuang sampah makanan sama dengan membuang sumberdaya. Secara ekonomi, sampah makanan menyebabkan adanya kerugian ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan makanan, seperti pengadaan bahan baku makanan, air, energi dan sebagainya (FAO, 2014).

Selain itu, aktivitas konsumsi manusia juga beresiko menjadi penyebab terjadinya wabah penyakit. Seperti wabah Kematian Hitam (Black Death), Flu Spanyol, SARS dan juga COVID-19. Tiga wabah pertama, penyebarannya difasilitasi oleh aktivitas ekonomi khususnya konsumsi dan politik. Wabah Kematian Hitam, berkaitan dengan aktifitas perdagangan antar-negara, Flu Spanyol dipengaruhi oleh perang dan SARS menyebar karena aktifitas wisata dan perjalanan bisnis antar-negara. Sedangkan virus SARS-COV-2 yang menyebabkan wabah COVID-19 (Corona Virus Disease 19), menurut beberapa penelitian juga berasal dari hewan. Virus ini diduga berasal dari pasar hewan eksotis yang ada di Wuhan, China. Atau berasal dari jenis usaha lain dalam rantai pasokan bisnis makanan hewan eksotis seperti peternakan.

Menjaga Pola Konsumsi

Melihat fenomena di atas, penting kiranya mengubah pola pikir dan perikalu konsumsi kita. Tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan, keinginan dan kepuasan, akan tetapi juga menumbuhkan rasa peduli terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Syariat Islam telah mengatur aktivitas konsumsi manusia, khususnya yang berkaitan dengan makan dan minum. Islam memberikan kriteria bagi makanan dan minuman yang layak dikonsumsi, yaitu halal dan baik (QS.2:172). Halal adalah kriteria dibolehkannya sesuatu untuk dikonsumsi, kebalikannya adalah haram. Halal bisa dinilai dari entitas sesuatu itu, atau dari cara mendapatkannya.

Hukum dasar makanan dan minuman dalam Islam adalah mubah (boleh dikonsumsi). Kecuali ada dalil agama yang melarangnya, seperti daging anjing dan minuman beralkohol. Selain itu ada juga makanan yang halal (boleh dikonsumsi) tetapi jika diperoleh dari cara-cara yang dilarang agama-seperti mencuri, maka statusnya berubah menjadi haram.

Sedangkan baik adalah berkaitan dengan manfaat dari sisi medis makanan dan minuman bagi tubuh manusia.

Makan dan minum dalam Islam tidak hanya sekadar memenuhi dorongan hawa nafsu, kebutuhan dan keinginan saja, akan tetapi dilandasi oleh semangat ibadah. Dalam Islam juga terdapat konsep bahwa segala sesuatu tergantung dengan niat (motivasi). Maka, aktifitas makan dan minum jika motivasinya untuk mencari ridha Allah dan agar mampu melaksanakan kewajiban syariat, maka bernilai ibadah.

Berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang menempatkan kepuasan individu sebagai tujuan utama konsumsi, Islam memberikan kontrol atas aktifitas ekonomi manusia. Dalam memanfaatkan sumber daya alam dan mengkonsumsi apa pun, manusia diingatkan agar jangan berlebih-lebihan dan selalu memperhatikan dampaknya.

Selain memperhatikan halal dan baik, Islam, memalui kitab sucinya juga memperingatkan umatnya agar jangan berlebihan (QS 7:31, QS 6:141), jangan melampaui batas (QS 20:81) dan jangan berbuat kerusakan di bumi (Qs 2:60). Manusia juga diperintahkan untuk selalu bersyukur atas karunia yang diberikan oleh Allah (QS 2:172) dan selalu mengerjakan amal saleh (QS 23:51). Hal ini bisa dilakukan dengan mengurangi atau bahkan tidak memakai peralatan makan dan minum sekali pakai, dan tidak membuang sisa makanan.

Menurut Yusuf Qardhawi, aktifitas konsumsi dalam Islam memiliki nilai moral di dalamnya. Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam aktivitas konsumsi, di antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran.

Dengan demikian aktivitas konsumsi merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akhirat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal saleh bagi sesamanya.

Perilaku memilih makanan yang baik dan halal-sesuai dengan ketentuan syariat Islam, memiliki hubungan yang erat dengan aspek kepentingan lingkungan dan ekosistem, yaitu memberikan implikasi langsung bagi kelestarian spesies dan lingkungan. Salah satu ajarannya yaitu membatasi dan melarang mengkonsumsi pada spesies-spesies tertentu, seperti melarang mengkonsumsi hewan yang bertaring, hewan liar dan hewan yang dilindungi.

Ketetapan dan keputusan para fuqoha (ahli fiqih) menentukan legalitas suatu makanan telah mempertimbangkan aspekaspek kesehatan dan lingkungan di dalamnya. Berpola konsumsi sebagaimana ditetapkan oleh syariat ini digolongkan dalam urusan ubudiyah. Dengan demikian, menaatinya akan mendapatkan pahala. Hal ini membawa kesimpulan bahwa pola konsumsi manusia dalam skala besar maupun kecil dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan hidup. [E]

DOK. INTERNET

Perilaku memilih makanan yang baik dan halalsesuai dengan ketentuan syariat Islam, memiliki hubungan yang erat dengan aspek kepentingan lingkungan dan ekosistem

DOK. INTERNET

Pembangunan Akbar Sepanjang Sejarah UIN Walisongo Semarang

.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Oleh: NURUL AFRIDA IZZAH

Sejak berdiri pada 6 April 1970 silam, UIN Walisongo Semarang telah berupaya memperbaiki infrastruktur kampus dengan melakukan pembangunan gedung. Di sebelah timur lapangan kampus 3, saat ini telah berdiri 2 gedung baru -yaitu gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Fakultas Psikologi dan Kesehatan- yang baru selesai dan beroperasi tahun 2017 lalu. Tahun 2018, UIN Walisongo kembali melakukan pembangunan akbar di area kampus 3. “Pembangunan 8 gedung baru di UIN Walisongo Semarang ini menjadi pembangunan terbesar sepanjang sejarah UIN” ujar Musahadi, Ketua Project Implementation Unit Islamic Development Bank (PIU IsDB). Dia menambahkan bahwa dari semula IAIN hingga beralih status menjadi UIN, pembangunan ini menjadi pembangunan terbesar yang pernah dibangun hingga saat ini. Dilansir dari laman walisongo. ac.id, delapan gedung itu terdiri dari general library & ICT center, administration building, integrated laboratory, planetarium, faculty of science and technology, faculty of social and humanities, faculty of tarbiyah and education, and faculty of syariah. Tidak mengheranan pembangunan yang didanai oleh Islamic Development Bank ini menghabiskan banyak dana, tenaga, dan energi.

UIN Walisongo menunjuk PT Adhi Karya sebagai kontraktror yang dipilih untuk menyukseskan pembangunan akbar ini. Dari situ kemudian tebagi menjadi sub kontraktor –merujuk pada spesialisasi pekerjaan misalnya terkait jendela, kosen, plafon dan lain-lain serta mandor –yang merujuk pada pemasangan keramik, pintu, dan lain-lain. “Semuanya masih dalam pengawasan Adhi Karya,” Ujar Fathul Arifin selaku mandor dalam proyek ini.

Musahadi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam menyatakan bahwa pembangunan ini dimulai pihak UIN dengan groundbreaking terlebih dahulu bersama kontraktor pada 10 Agustus 2018 lalu. Pernyataan ini sejalan dengan keterangan dari Fathul Arifin”(para

DOK. INTERNET

Pembangunan 8 gedung baru di UIN Walisongo Semarang ini menjadi pembangunan terbesar sepanjang sejarah UIN

Musahadi,

ketua Project Implementation Unit Islamic Development Bank (PIU IsDB)

pekerja bangunan) mulai kerja September dan secara kontrak pembangunan ini selesai pada Desember tahun 2019. Musahadi menambahkan bahwa proses pengajuan proposal pembangunan ini sudah sejak 2009 yang lalu.

Seluruh tenaga kerja terdiri dari sipil hingga arsitek yang berjumlah kurang lebih 500 orang dibuatkan rumah khusus atau biasa disebut bedeng yang terletak diarea pembangunan belakang Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Di awal pembangunan, mereka bekerja dari pagi hingga terbit pagi lagi. “Kalo sekarang udah diarsitek dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam, tidurnya di bedeng semua,” kata Fathul. “Tapi kalau sedang ngejar target kadang bisa dilanjut sampai jam 3 pagi” imbuhnya.

Adanya bedeng juga dimaksudkan karena para tenaga kerja datang dari

mayoritas luar Semarang seperti kabupaten Purwodadi dan Solo. Mereka bekerja dengan sistem rolling tanpa hari libur. “Jadi pas waktu gajian itu ada yang pulang ada yang enggak. Gajiannya per dua minggu sekali. Jadi gak pulang semua, nanti proyeknya kacau,” tandas Fathul.

Dalam proyek ini, semua tenaga kerja diikutkan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. “Alhamdulillah sejauh ini tidak terjadi apaapa dan semoga tidak,” ucap Fathul. Setiap ada pekerja yang sakit nanti akan dibuatkan rujukan oleh K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) jika memang kondisinya perlu rujukan rumah sakit. “Para pekerjapun masuk proyek sini lewatnya itu kekantor dulu, safety induction dengan K3 baru mereka boleh bekerja,” Fathul menerangkan prosedur awal bagi para pekerja. Mereka diarahkan mengenai keselamatan serta area-area mana yang berbahaya. Selain itu mereka juga dibekali dengan atribut keselamatan seperti helm, sepatu, dan rompi.

Fathul lebih lanjut menegaskan bahwa material yang dipilih untuk proyek ini sudah dipersiapkan sejak awal dalam rencana kerja “Spesifikasi material semuanya sudah jelas, contohnya mebel pakenya spesifikasi yang gimana, merknya apa,” ujar Fathul. “Dari kontraktor sebelum mulai, material itu ada pengajuan dulu ke pengawas. Jika disetujui baru yang diorder kelapangan,” tukasnya.

Pembangunan ini terbagi menjadi dua proyek yakni proyek depan yang bertempat di antara perpustakaan pusat dan masjid kampus 3 serta proyek belakang yang bertempat disekitar Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Musahadi sendiri mengaku bahwa untuk pemetaan gedung baru tergantung Rektor dan pimpinan sekarang. “Saya hanya pada bangunannya, jadi wewenang saya yaa bagaimana proyek ini selesai,” jelasnya. Proyek ini tidak hanya menyangkut pembangunan fisik saja tetapi juga pembangunan non fisik seperti pengembangan kurikulum, akademik, kemahasiswaan, serta IT dan manajemen perguruan tinggi. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah mengambil andil dalam pembiayaan soft component yang masuk dalam struktur tak terpisahkan dari proyek ini dan hard component dibiayai oleh IsDB.

Kabar mengenai pemindahan rektorat juga diiyakan oleh Musahadi. “Karena memang mau bikin rektorat baru. Yang dikampus 1 nanti dibuat untuk paskasarjana rencananya,” katanya. Tapi rencana tersebut kembali lagi tergantung pada pimpinan sekarang dan BLU (Badan Layanan Umum) “Kemungkinan dibikin hotel atau pom bensin atau yang lain yang terkait BLU karenakan strategis di pinggir jalan,” imbuhnya.

Salah satu dari 8 gedung yang menonjol adalah bangunan Planetarium di mana bagian atasnya berbentuk bulatan tak seperti gedung yang lainnya. Planetarium (dan observatorium) nantinya akan dibuka untuk dua kepentingan yakni kepentingan akademik penelitian dan edukasi untuk masyarakat. Musahadi menambahkan tetapi untuk yang planetarium ada beberapa poin tambahan,”. Ketinggian kubah observatorium ditambah 3 meter karena ada masukan dari para ahli dalam bidang IT supaya bisa lebih optimal untuk melakukan observasi benda-benda langit. “Letaknya, semuanya, sudah dipertimbangkan,” tandasnya.

Fakultas Sains dan Teknologi menjadi satusatunya fakultas yang

DOK. INTERNET

DOK. INTERNET

kantornya akan ditempatkan digedung baru. “FST ada 4 lantai, nanti yang paling bawah untuk kantor dan tiga lantai nanti untuk kelas, karena FST kan masih pinjam di Tarbiyah,” terang Musahadi. Dalam skema awal, gedung-gedung tersebut memang awalnya tidak dimiliki oleh fakultas. Semua kelas yang didesain memiliki ruang theater class akan dikelola oleh universitas dengan sistem IT sehingga semua jurusan dari semua fakultas dapat berkesempatan kuliah disana. “yaa kayak gedung A (FISIP) dan B (FPK),” imbuhnya. Gedung tersebut akan dilengkapi dengan furnitur yang dianggarkan tahun 2020.

Beberapa gedung sudah mulai difungsikan untuk kelas mulai awal semester lalu. Salah satu yang sudah pernah kuliah di sana adalah Nifa (nama samaran), mahasiswi jurusan Pendidikan Matematika. Menurut Nifa, dia sama sekali tidak terganggu kuliah tanpa furnitur seperti bangku. Tapi dia menyayangkan penggunaan papan kaca sebagai papan tulis. “Letak papan kacanya itu gak strategis karena berhadapan dengan jendela, jadi misal mau nulis kadang gak keliatan karna kena cahaya dari jendela,” ujar perempuan yang juga menempuh pendidikan dipesantren itu. Terkait hal ini, Musahadi menyampaikan bahwa pemakaian gedung yang belum dilengkapi furnitur ini terkait pencegahan adanya kuliah malam “Karena kan high cost, dari segi lampu, keamanan, kerepotan, maka kuliah malam tidak lebih baik. Berarti dioptimalkan untuk kuliah tidak malam, maka gedung-gedung itu dioptimalkan meski belum ada furniturnya,”.

Pembangunan ini tentu saja menuai tanggapan baik dari mahasiswa. “Bagus sih tujuannya. Karena kita memang kekurangan gedung,” ujar Lintang pada (30/6), mahasiswa angkatan 2017 jurusan Komunikasi dan penyiaran Islam. Namun, perempuan asal Magelang itu juga mengeluhkan terkait suara bising dan banyaknya debu akibat proses pembangunan tersebut. “Saya kuliahnya kan difakultas Dakwah, fakultas yang paling dekat dengan proyek. Jadi lebih terasa bising dan debunya,” ujarnya. Dia berharap bahwa semua masyarakat kampus dapat merasakan manfaat atas pembangunan ini Hal ini juga sejalan dengan Musahadi yang berharap agar mahasiswa dapat compatible dan support terhadap perawatan gedung. “Kalau bisa dioptimalkan penggunaan dan perawatannya kan pemerintah ‘gak rugi, rakyat ‘gak rugi,” tuturnya.[E]

RANTAI DISKRIMINATIF DI INSTANSI PENDIDIKAN

Oleh: Shollahuddin

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2019. Ia merupakan kru lpm Edukasi.

Agama merupakan tatanan kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pemeluknya. Di Indonesia, agama memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini tergambar jelas pada sila pertama Pancasila yang berbunyi: ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Dilansir dari Wikipedia.org, hal tersebut merupakan sebuah kompromi antara dua gagasan besar. Yakni negara islam dan negara sekuler. Sehingga keberagaman agama di Indonesia tak seharusnya menjadi permasalahan yang mendasar di tengah masyarakat. Nilai substantif keberagaman di sini bukan tentang seberapa banyak agama yang ada di Indonesia, namun seberapa sadar masyarakat tentang toleransi beragama.

Toleransi beragama sudah diatur dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berbunyi “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Pedoman yang seharusnya menjadi pegangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Karena kembali lagi, Indonesia merupakan negara yang heterogen dengan segala perbedaan di dalamnya.

Baru-baru ini, isu diskriminasi agama kembali mencuat ke permukaan. Riskannya, terjadi di instansi pendidikan yang notabene -nya merupakan habitus yang kondusif bagi keberagaman sebelum para siswa benarbenar terjun di masyarakat yang lebih heterogen.

Dilansir dari detik.com, terdapat seorang siswi SMK Negeri Padang, Sumatera Barat bernama Jeni Cahyani Hia, yang menolak untuk

DOK. INTERNET

mengenakan jilbab di sekolahnya tiap hari Jumat. Dikarenakan ia berpegangan kepada agama yang dianutnya sebagai seorang non-muslim. Memang tidak ada aturan yang mewajibkan seluruh siswi berjilbab, hanya saja dalam peraturan tersebut mewajibkan para siswa berbusana muslim. Realitanya, peraturan penggunaan jilbab sudah menjadi hal yang wajar di lingkungan siswa-siswi SMK Negeri Padang, dan Jeni adalah satu-satunya siswi non-muslim yang berani secara langsung menolak aturan tersebut.

Permasalahan itu sempat viral di media sosial facebook, karena terjadi adu mulut antara pihak orang tua Jeni dan pihak sekolah yang bersangkutan. Mereka berdebat mempermasalahkan tentang peraturan berjilbab yang bertentangan dengan agama yang dianut oleh Jeni dan keluarganya.

Peraturan Rancu dan Diskriminatif

Kepala SMKN 2 Padang, Rusmadi mengatakan tidak ada paksaan kepada siswi nonmuslim untuk menggunakan jilbab, hanya saja dalam tata tertib sekolah memang ada disebutkan pada hari Jumat siswa/i memakai baju muslim. Dilansir dari liputan6.com. tata tertib tersebut yang sudah wajar dijalankan oleh siswa/i SMK Negeri 2 Padang merupakan tata tertib yang rancu, baju muslim yang dimaksudkan harus dapat menutup bagian tubuh sesuai dengan syariat Islam atau yang sering kita kenal dengan aurat. Dan terkesan salah sasaran, karena pemberlakuan tata tertib tersebut di dalam instansi pendidikan umum, bukan berbasis Islam. Tata tertib tersebut sangat bertentangan dengan pedoman beragama, sesuai dengan Pancasila dan

Tata tertib tersebut sangat bertentangan dengan pedoman beragama, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Yakni kebebasan untuk setiap orang memiliki kemerdekaannya masing-masing untuk memilih.

UUD 1945. Yakni kebebasan untuk setiap orang memiliki kemerdekaannya masingmasing untuk memilih. Rusmadi juga mengakui perlunya merevisi ulang tata tertib tersebut.

Dalam perkara ini, tidak hanya pihak sekolah yang bersalah sepenuhnya. Melainkan hal ini luput dari perhatian Kemendikbud dalam mengawal peraturan yang sifatnya substantif seperti toleran beragama di instansi pendidikan. Bukan hanya tentang kurikulum pembelajaran yang sifatnya penunjang. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menganggap tata tertib ini bersifat diskriminatif dan merugikan siswa/i, ia meminta kepada Kemendikbud melakukan review sekaligus merevisi berbagai aturan yang kerap diterapkan pihak sekolah.

Hal ini perlu dilakukan untuk mengembalikan kembali cita-cita pendidikan di Indonesia. Untuk mewujudkan pelajar berkarakter kuat terhadap etika bangsa yang menerapkan segala nilai yang ada di dalam Pancasila.

Lahirnya SKB 3 Menteri

Kekulturan yang mencolok di kalangan masyarakat. Membuat para kaum yang memilki andil besar dalam menetapkan keputusan agar terlihat seragam sangat mungkin terjadi. Tidak heran jika mereka yang banyak akan mendominasinya. Kekuatan simbolik dianggap lebih penting ketimbang kekuatan subtansioanalnya. Padahal, agar terlihat seragam di muka dapat berakibat fatal jika terdapat kaum yang merasa terbebani akan hal tersebut.

Berangkat dari kasus salah satu siswa SMK Negeri yang menyatakan menolak untuk menaati peraturan yang menyimpang terhadap aturan agamanya. Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri diluncurkan dengan tujuan memberikan jalan tengah terkait soal intoleransi di lingkungan pendidikan. Surat keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Nadiem Makariem), Menteri dalam Negeri (Tito Karnavian), dan Menteri Agama (Yaqut Cholil Qoumas). Berisi tentang 6 poin penting yang mengatur tentang pemakaian atribut sekolah dengan Pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut keagamaan.

Munculnya peraturan baru yang mengatur tentang toleransi dikalangan siswa menjadi angin segar di tengah masyarakat. Di mana kebijakan – kebijakan lawas yang menekan serta memaksa sasarannya dapat diminimalisir. Namun yang patut disayangkan adalah keterlambatan peraturan yang terbit. Seolah menjadi suatu kebiasaan dalam Negara ini, istilahnya ‘baru merasa tersentil setelah disentil’. Misalkan saja tidak ada siswa yang berani mengungkapkan pendapatnya. Mau berapa lama lagi diskriminasi terus mengakar di dunia pendidikan? [E]

TEMBAKAU

Foto dan teks oleh: G. Hidayat, Kru LPM Edukasi 2015

Selalu ada hal yang menarik untuk diabadikan dalam sebuah bingkai foto. Itu yang kutemukan saat berkunjung ke berbagai tempat baru. Meskipun, malam itu, seorang teman yang aku kunjungi mengatakan tak ada yang menarik dan indah untuk difoto di desanya, Desa Kandangan, Purwodadi, Grobogan. “Harus ke tempat lain jika menginginkan pemandangan yang indah”, katanya sambil meyakinkanku. Tapi, setidaknya menurutku, sebuah foto yang indah bukan melulu tentang pemandangan yang indah.

Esoknya, Sabtu (26/10/2019), kuputuskan bangun agak pagi setelah begadang semalaman. Harus ada kenang-kenangan yang kubawa pulang sebagai ganti waktuku yang terbuang, juga perjalanan yang cukup bikin panas pantat itu, pikirku. Itu bukan kampungku, aku butuh teman jalan, tapi rombonganku membalas dengan kata ‘wegah’ ajakanku. Oh, begitu? Baiklah!

Kuajaklah Asla, adik perempuan kawanku itu, sebelum ia mandi, lalu pergi ke sekolah. Tak mungkin aku mengajak embaknya, meskipun aku berharap, karena ia harus membantu ibunya untuk menyiapkan sarapan untuk Asla, tentunya untuk kami juga, tamu agung di kediamnya. Hehehe.

Asla, gadis kecil yang menggemaskan itu, mengajakku pergi ke persawahan yang ada di belakang rumah warga. Ia berlarian dengan bahagia di jalan persawahan sembari menunjuknunjuk. Benar saja, ada yang menarik mata, tapi bukan wanita. Hamparan tanaman tembakau terbentang pada sepetak tanah ditengah lahan persawahan, di mana di kanan-kirinya tak bertaman, dan di tengahnya petani tembakau sedang mencabuti tanaman tembakaunya.

Kenapa tembakau yang masih banyak daunnya dicabuti begitu saja? Padahal tanaman tembakau yang memili nilai jual kan daunya, kenapa? Demi menghilangkan dahaga penasaranku, kuputuskan bertanya kepada petani tembakau Desa Kandangan tersebut. Sambil sibuk mencabuti batang tembakau ia menjawab segala keresahanku.

“Ora cucuk mas, yen dipanen” jawabnya sambal mencabut batang tembakau.

Kata Ora cucuk yang dikatakan ia bermaksud adanya ketimpangan antara bea panen dan tetek mbengek-nya yang dikeluarkan sebelum tembakau siap jual tak akan sebanding dengan hasil yang akan didapat. Harga tembakau Kelas C (tembakau yang ditanam dilahan persawahan) yang ada di Kandangan hanya bertengger dikisaran Rp 9000-11000/kg. Tak sepadan dengan bea yang dikeluarkan untuk membayar tenaga untuk memanen, waktu yang tersita untuk ngimbu (proses menunggu dengan didiamkan setelah dipetik sampai siap rajang, yang memakan waktu 3-7 hari), tenaga untuk merajang, menjemur, dan mengemas sebelum diserahkan kepada pengepul. Dengan adanya ketimpangan antara pengeluaran dan pemasukan seperti itu, petani tembakau Kandangan yang kutemui pagi itu memilih mencabuti tembakaunya, daripada merugi. untuk kemudian, pasca dicabut, dikeringkan dan dijadikan kayu bakar. Lumayan, untuk mengurangi pengeluaran untuk beli gas elpiji. Lebih baik dimanfaatkan daripada merugi sama sekali. Begitu kira-kira.[E]

This article is from: