6 minute read

SILUET Mereka Masih Sendirian

UN. Mereka mengklaim begitu masuk bimbel, siswa dapat lulus masuk univertas negeri terbaik. perusahan bimbelpun menawarkan berbagai paket mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah per bulan. Dilansir dari Tirto.id, salah satu bimbel menawarkan paket Super Quantum dengan harga 57 juta, dengan jaminan masuk Universitas Indonesia. Paket ini dilengkapi dengan metode belajar eksklusif dan dikarantina di sebuah apartmen. Dengan diresmikannya bimbel sebagai salah satu lembaga nonformal memberi peluang bagi para pebisnis untuk meningkatkan pasar harga. Semakin mahal paket yang siswa ambil, jaminan masuk perguruan tinggi negeri akan lebih besar. Hal ini juga yang menimbulkan sterotip masyarakat bahwa mereka yang diterima di perguruan tinggi terbaik negeri adalah mereka yang mengikuti bimbel A. Mengaca dari fakta ini, pendidikan sudah tercampur menjadi komoditas yang diperjual belikan. Pendidikan menjadi barang mahal yang anak Indonesia tidak dapat menjangkaunya.

Perlunya Perbaikan Sistem Pendidikan Indonesia

Advertisement

Komersialisasi pendidikan melalui bimbel harusnya tidak dipandang sebelah oleh pemerintah. Adanya bimbel sendiri mengartikan bahwa siswa tidak mendapat materi yang cukup di sekolah. Belum lagi, standar kurikulum yang tinggi tidak sepadan dengan materi yang diajarkan di kelas. Hal ini yang membuat siswa beralih ke bimbel demi mampu menguasai materi.

Pada tahun 2012 Kompas menyurvei 770 responden mengenai peran bimbel dalam keberhasilan ujiannya. Dari survei tersebut didapatkan kesimpulan hampir 88 persen murid beranggapan bimbel sangat membantu mereka mendapatkan nilai bagus. Memang, nilai ujian tidak dapat menjadi tolak ukur kualitas sistem pendidikan. Namun, mengapa bimbel lebih mampu mendidik murid ketimbang sekolah formal? Ini menandakan bahwa ada yang tidak baikbaik saja di sistem pendidikan Indonesia. Sekolah hanya difungsikan sebagai produsen ijazah sebagai pemenuhan persyaratan administrasi untuk masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Dari fenomena ini,pemerintah perlu menata ulang sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah harus mampu menyediakan kebutuhan siswa yaitu ilmu. ilmu tidak didapatkan dengan proses yang instan, seperti kiat-kiat yang diberikan bimbel untuk menjawab soal dengan cepat dan tepat. Dalam proses belajar di kelas siswa melakukan interaksi dengan guru dan teman, di sinilah proses transfer of value terjadi. Dalam bimbel online proses ini mustahil dilakukan. Oleh sebab itu, ketimpangan yang terjadi harus menemukan solusi. Dalam pendidikan yang ideal, kapitalisme harus dihapuskan. Pendidikan adalah hak manusia seutuhnya. Tidak boleh diberdayakan untuk kepentingan penguasa atau menyedia modal. [E]

DOK. INTERNET

Komersialisasi pendidikan melalui bimbel harusnya tidak dipandang sebelah oleh pemerintah. Adanya bimbel sendiri mengartikan bahwa siswa tidak mendapat materi yang cukup di sekolah

Puisi

INSOMNIA

Aku tidak mau jadi orang seperti dalam puisi Aan Mansyur; Siang yang penuh kemalasan dan bangun pada malam hari hanya untuk mengingat orang-orang yang hilang

Di desaku malam begitu cepat dan lengang Puisi-puisi mungkin banyak dilahirkan saat bulan terang Di kota, malam adalah percakapan panjang Di angkringan atau kafe-kafe orang membicarakan negara, negara yang katanya butuh kasih sayang

11:59

Kaktus dan Mimpi-Mimpi Lain

Seseorang bilang kaktus adalah simbol kebahagiaannya Kaktus di puisi ini; akan terus tumbuh bersama mimpimimpi lainnya.

2020

DOK. PRIBADI

ASMAHAN AJI RAHMANIA, Saat ini, ia merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (FITK) UIN Walisongo Semarang angkatan 2017.

Siluet

Mereka Masih Sendirian

Ruang gelap, mati lampu dan malam. Saat itulah bapak hadir di ingatan. Waktu kami masih akrab, kami hanya duduk, bercanda dalam gelap malam. Bapak dan ceritanya selalu tumbuh dalam ingatan saya dengan gedung petronas dan lalu lintas rapi Malaysia, di rumah kami yang gelap. Bapak terus bercerita dan saya meraba kota asing itu. Seperti halnya meraba cerita dari Azhari Aiyub dalam Tembok, Polanco dan Alien tentang negara Meksiko.

Satu sisi cerita bapak terdengar meragukan dalam gulita, sebab mati lampu telah menghalangi saya dalam memastikan kesungguhan bapak. Saya tidak pernah simpati kepada cerita bapak, namun terus mendengarkan. Apa gunanya mendengar kehebatan negara lain? Tapi beliau bapak saya, saya tidak bisa mengadili bahwa beliau kurang nasionalis dengan menyanjung Malaysia.

Namun pada satu titik, saya mendengar dengan seksama, mengamini dan mengingatnya. Bapak pernah bercerita tentang bagaimana gerombolan pekerja Indonesia menggoda anak sekolah setingkat SMA setempat. Merayu, melempar pujian dan memberi imbuhan siulan. “Itu sangat fatal” kata jauh, tampak tapi berjarak demikian jauh. Begitupula di dalam kasus pelecehan seksual. Para perempuan terus menjadi bahan olokolok. Tubuhnya adalah uang. Seperti kisah kecil yang terjadi pada seorang kawan ketika melaporkan kehilangan sejumlah uang, aparatur sipil negara hanya bilang “untuk menjual diri” agar bisa menambal semua kehilangannya.

Mungkin kisah itu bukan yang terpahit dari yang terpahit. Kisah terpahit antara persinggungan negara barangkali bukan di negara kita. Tetapi di Banglades 25 Oktober 2019, Nusrat gadis berumur 19 tahun dibakar hidup-hidup karena melaporkan pelecehan seksual yang diterima dari kepala sekolahnya. Meskipun negara menjatuhkan hukuman mati kepada 16 pelaku, tapi bukankah itu sudah menakutkan. Terbentang ruang begitu jauh hanya untuk melindungi korban.

Barangkali suasana kesendirian Nusrat dapat digambarkan dalam salah satu kisah delusi di Memories, Dreams, Refleksions karya Carl Jung. Jung mengisahkan tentang seorang gadis yang terjebak

Oleh: Aziz Afifi*

bapak dalam gelap. Para pekerja lelaki itu dibawa pergi polisi setempat karena aduan pelecehan dari anak SMA tersebut. Cerita bapak usai sampai di sana, terpotong dan berganti tentang banyaknya perselingkuhan di antara para pekerja Indonesia di sana.

Saya hanya menerka, kesungguhan bapak dan negara asing itu.

/1/

Lain waktu, saya teringat betul banyaknya pelecehan seksual di dalam negeri sendiri. Tidak sekadar memuji atau memberi siulan, kadang lebih. Namun apakah betul nasib wanita negeri ini akan baikbaik saja dengan keadaan seperti itu? Pelecehan terhadap perempuan akan mengendap seperti sari pati yang mengerikan. Trauma menjadi hamparan ilalang subur dalam diri seorang wanita, menenggelamkan dan mengasingkan setiap perempuan. Apalagi negara tidak pernah ada, selain dalam bangku rebutan jabatan.

Hampir dalam semua hal, negara selalu menjadi bulan yang berpendar

DOK. INTERNET

dalam sebuah delusi akibat pelecehan dari keluarga, teman dan lingkunganya, lalu pada akhirnya mengidap skizofrenia.

Gadis tersebut bercerita kepada Carl Jung dalam delusinya telah menjadi seorang kesatria bulan. Seorang kesatria dengan pisau suci dan jubah untuk membunuh sang vampir. Ia menggambarkan dirinya begitu perkasa. Berdiri di menara menunggu vampir lelaki. Ia telah menempatkan diri sebagai simbol perlawanan dari kaumnya di bulan.

Meskipun dalam delusi dan imajinasi berlebih, kisah gadis tersebut tetap menyimpan tragisnya sendiri. Kisah sang gadis menggambarkan sebuah kesendirian saat menghadapi ketidakadilan. Tidak ada seorangpun di belakangnya dan membantu melawan vampir.

Sehingga terasa heroisme yang diceritakan terasa begitu utopis. Ia sendirian tetap tak berdaya dalam menghadapi vampir, sebuah simbol yang saya tafsirkan sebagai dominasi lelaki dan negara yang begitu besar.

Kemudian saya terkenang kembali kesendirian Nusrat, gadis dalam kisah Carl Jung, juga seorang teman. Bahwa orang-orang seperti mereka sedang melawan teman, lingkungan bahkan negaranya sendiri.

Tidak berhenti pada kesendirian dan kekalahankekalahannya, perempuan bahkan bisa dianggap sebab-sebab pelecehan terhadap dirinya sendiri terjadi. Lebih menyakitkan lagi bukan hanya lakilaki yang menganggap itu, melainkan kaumnya sendiri ikut menuduhnya. Di sebuah kantin tempat saya kerja misalnya, saya bercerita kisah orang-orang yang tiba-tiba diperkosa dan dilecehkan lainnya kepada para karyawati di sana. Kadang menambahkan pelecehan itu dilakukan orang yang punya kuasa dan lelaki. Para karyawati tidak peduli, tidak banyak punya sanggahan dan pembelaan. Yang mereka lontarkan semua adalah kesalahan mereka, perempuan titik porosnya: berbaju minim, centil dan lain sebagainya.

Pada puncaknya, kekalahan para perempuan seperti apa yang dilontarkan oleh salah seorang Dirjen Ismuanandar Kemenristekdikti pada sebuah video Apakah Perguruan Tinggi Indonesia Gagal Melindungi Korban Kekerasan Seksual? milik Vice di Youtube. Bahwa semua adalah bukti secara statistik.

/2/

Lalu cerita Bapak hadir di malam gelap itu, tak bisa aku tangkap kesungguhan Bapak. Aku hanya mendengar suaranya, tapi tidak sikap simpati Bapak. Kepada siapa ia meletakkannya, kepada teman-teman yang tertangkap atau kepada gadis Malaysia yang melaporkan teman-temannya itu?

Dan Negara ini adalah saya, mendengar itu dalam ruang gelap, terus menerus menuntut bukti dalam laporan statistik. Dan Negara ini adalah putri malu, menutup diri ketika pelecehan terjadi. Dan Negara ini adalah siput, lamban memutuskan sesuatu untuk melindungi perempuan. [E]

DOK. INTERNET

*) Sarjana lulusan Pendidikan Agama Islam UIN Walisongo Semarang pada 2020. Sempat menjabat sebagai Pimpinan Redaksi LPM EDUKASI pada 2017

This article is from: