LAPORAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN PLTN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Page 1


LAPORAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN PLTN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Disusun Guna Memenui Tugas Besar Mata Kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan (TKP 432) Dosen Pengampu : Mardwi Rahdriawan, S.T., M.T. Dr. Ir. Hadi Wahyono, MA. Dr. Ir. Joesron Alie Syahbana, MSc Sariffudin, S.T., M.T.

Disusun Oleh : Kelas B - Kelompok B 2.1.2 Parandita Anisa Fatah Murbana

21040117120030

Fathiyyah Nur Andina

21040117130068

Kinanthi Niart Silastuti

21040117130070

Febriansyah Bima Nur Ginantyo

21040117130074

Zulfa Laili Widya Nastiti

21040117130104

Azzam Zainurrafi Zaki Rabbani

21040117140071

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4 1.1.

Latar Belakang .................................................................................................................. 4

1.2.

Identifikasi Masalah .......................................................................................................... 5

1.3.

Tujuan dan Kegunaan ...................................................................................................... 5

1.4.

Metode Pendekatan.......................................................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS ........................................................... 8 2.1

Kajian Teoritis.................................................................................................................... 8

2.1.1

Sumber-Sumber Energi ............................................................................................ 8

2.1.2

Energi Baru ................................................................................................................ 9

2.1.3

Energi Nuklir .............................................................................................................. 9

2.2

Kajian terhadap Asas/prinsip yang Berkaitan dengan Penyusunan Norma .............. 10

2.3 Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat ................................................................................................................. 13 2.4 Kajian terhadap implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan Diatur dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Daerah .............................................................................................. 15 BAB III LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ........................................ 17 3.1 Landasan Filosofis ............................................................................................................... 17 3.2

Landasan Sosiologis....................................................................................................... 18

3.3 Landasan Yuridis ................................................................................................................. 23 BAB VI MATERI MUATAN RAPERDA ............................................................................... 28 BAB V PENUTUP ............................................................................................................... 30 5.1.

Kesimpulan ...................................................................................................................... 30

5.2.

Saran................................................................................................................................ 30

Daftar Pustaka .................................................................................................................... 31


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zona atau kawasan nuklir adalah kawasan dimana didalamnya terdapat lokasi pemanfaatan sumber daya atau tenaga nuklir. Pada kawasan tersebut terdapat reaktor nuklir sebagai instalasi yang digunakan untuk mengolah sumber daya alam yang ada (misalnya uranium) menjadi tenaga nuklir. Sumber daya nuklir ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk berberapa kepentingan di berbagai bidang kehidupan, misalnya dalam bidang teknologi, kesehatan, pendidikan dan bahkan sebagai pembangkit listrik. Beberapa negara telah menjadikan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik, sebut saja Jepang dan Rusia. Tenaga nuklir dipilih karena dikatakan efisien sebab pada proses reaksinya tidak terbentuk zat sisa yang akan menyebabkan polusi. Indonesia sendiri sampai saat ini belum memanfaatkan tenaga nuklir untuk pembangkit listirk. Namun sekarang ini terdapat wacana yang juga sedang diproses terkait pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Provinsi Kalimantan Barat. Rencana ini sendiri sudah tertuang dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Barat 2018-2023 dan saat ini beberapa lokasi yang potensial telah dikaji. Beberapa lokasi yang berpotensi sebagai lokasi pembangunan PLTN meliputi Ketapang, Bengkayang, Sambas, dan Kayong Utara. Lokasi-lokasi tersebut dikatakan sesuai sebagai lokasi didirikannya reaktor nuklir untuk PLTN sesuai dengan Peraturan BAPETEN No.4 Tahun 2018 tentang Ketentuan Keselamatan Evaluasi Tapak Instalasi. Rencana pembangunan PLTN ini sendiri dilakukan guna menjawab permasalahan kekurangan pasokan energi di Kalimantan Barat. Dengan memanfaatkan sumber daya uranium yang melimpah di provinsi tersebut. Namun rencana pembangunan PLTN ini sendiri menuai pro dan kontra. Pendapat setuju dengan pembangunan PLTN didasarkan dari perlunya memenuhi kekurangan pasokan energi sedangkan pendapat kontra didasarkan


dari kekhawatiran akan bencana kebocoran nuklir yang mungkin terjadi serta kekhawatiran atas kontaminasi nuklir pada lingkungan disekitar lokasi PLTN tersebut. Oleh karena itu untuk mendukung pembangunan PLTN, kehawatirankekhawatiran tersebut perlu di jawab, salah satunya melalui penataan ruang kawasan PLTN. Penataan ruang PLTN, selain harus mewadahi kebutuhan, juga

haruslah

mencangkup

aspek-aspek

pencegahan

atau

mitigasi

kebencanaan nuklir, pelestarian lingkungan dan kearifan lokal dan sejalan dengan

undang-undang

ketenaganukliran

(Undang-Undang

Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 1997). Mendukung hal tersebut, maka perlu dibuatlah peraturan yang menjadi dasar penataan ruang yang akan dilakukan. 1.2. Identifikasi Masalah Sebagai pendukung pengembangan PLTN di Kalimantan Barat, penyusunan penataan

ruang

kawasan

PLTN

perlu

memperhatikan

permasalahan-

permasalahan berikut. 1. Permasalahan terkait pencegahan dan mitigasi kebencanaan nuklir. 2. Permasalahan terkait pelestarian kualitas lingkungan pada kawasan pengembangan PLTN dan daerah sekitarnya. 3. Permasalahan

terkait

pelestarian

kearifan

lokal

disekitar

lokasi

pengembangan PLTN. 4. Permasalahan terkait hubungan dengan masyarakat sekitar serta dampak pembangunan terhadap kehidupan masyarakat tersebut. 1.3. Tujuan dan Kegunaan Tujuan penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang penataan ruang kawasan PLTN adalah. 1. Melakukan

penelitian

pengembangan

PLTN

dan di

kajian Kalimantan

atas

permasalahan

Barat

dan

solusi

dalam untuk

permasalahan yang ada. 2. Menyediakan data bagi pembentuk peraturan daerah tentang urgensi pembentukan Peraturan Daerah mengenai penataan ruang kawasan PLTN.


3. Menyediakan bahan-bahan hukum bagi pembentuk peraturan daerah tentang kewenangan dan ruang lingkup dalam kebijakan penataan ruang kawasan PLTN. Kegunaan dari naskah akademik ini adalah sebagai acuan atau landasan dalam penyusunan struktur muatan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan PLTN. 1.4. Metode Pendekatan Metodologi dalam penyusunan laporan terbagi kedalam 2 sub bab yakni metode pengumpulandata dan juga metode Analisis. 1.4.1. Metode Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data-data yang diambil dari berbagai literatur,buku-buku, internet, serta data yang didapat dari berbagai instansi-instansi terkait yang dengan peraturan tentang ketenaganukliran. b. Pengolahan Data Tahapan

mengolah

data-data

terkait

peraturan

ketenaganukliran dan kondisi eksisting di Provinsi Kalimantan Barat yang telah didapat sehingga dapat menghasilkan suatu output yang yang diperlukan dalam peraturan daerah Provinsi Kalimantan Barat terkait penataan ruang kawasan nuklir. 1.4.2. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah metode kualitatif karena data yang digunakan bersifat non matematis. a. Analisis Deskriptif


Analisis yang menjelaskan suatu objek dengan keadaan apa adanya, biasanya berwujud. Analisis ini juga dapat menjabarkan suatu tahapan dalam suatu proses dalam penelitian. Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk menggambarkan karakteristik suatu objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Pada analisis deskriptif ini penerapan dalam studi kasus peraturan daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang penataan ruang kawasan PLTN adalah memaparkan permasalahan-permasalahan yang ada. b. Analisis Normatif Analisis normatif yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berdasarkan pada peraturan / ketentuan pemerintah yang berlaku.


BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Sumber-Sumber Energi Energi merupakan kekuatan untuk melakukan suatu pekerjaan. Energi tidak bisa diciptakan maupun dimusnahkan, energi dapat dibentuk dari perubahan energi lain. Pada dasarnya, sumber energi diklasifikasikan menjadi dua sumber yaitu sumber energi primer (primary energy sources) dan sumber energi sekunder (secondary energy sources). a. Sumber Energi Primer (primary energy sources) Sumber energi primer merupakan sumber energi yang mudah dijumpai. Energi ini bersumber dari alam (bumi). Energi yang dihasilkan alam, seperti: air sungai (hydropower), panas matahari, minyak bumi, batu bara (coal), biomassa, angin (wind), dan gas alam. Alam menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan tanpa harus diolah menjadi energi lain terlebih dahulu. Nuklir merupakan energi primer karena bahan dasar pembuatnya merupakan uranium dan plutonium yang berasal dari alam. Umumnya, energi-energi yang bersumber dari alam atau sumber energi primer merupakan energi tak terbarukan, yaitu energi yang akan habis jika dipakai terus-menerus serta pembentukan energinya itu sendiri memakan waktu puluhan juta tahun. Beberapa energi primer dapat ditransformasi atau dikonversi sehingga menghasilkan energi lain yang siap dipakai atau disebut energi sekunder. b. Sumber Energi Sekunder (secondary energy sources Sumber energi sekunder merupakan energi yang bersumber dari konversi atau pengubahan dari energi-energi primer. Hasil perubahan energi primer menjadi energi sekunder adalah energi siap pakai atau dapat langsung dipakai untuk berbagai pekerjaan. Contohnya seperti: BBM yang berasal dari minyak bumi, LPG dari gas alam, listrik dari batu bara melalui PLTU, listrik dari arus air melalui PLTA. Beberapa energi sekunder merupakan energi yang tak terbarukan


dan beberapa lainnya merupakan ernegi terbarukan. Hal tersebut didasari pada ketersediaan bahan utama pembuat energi sekunder, yaitu energi primer. 2.1.2 Energi Baru Dikutip dari UU No.30/2007 tentang energi, energi baru adalah energi yang berasal dari sumber-sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan. Energi baru yang dimaksud adalah pengelompokan energi baru oleh Kementrian ESDM yang terdiri dari: nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Istilah ‘baru’ dalam energi baru merupakan hal yang relatif jika dibandingkan dengan negara atau wilayah lain. Hal tersebut dikaitkan dengan teknologi yang digunakan. Perkembangan teknologi di Indonesia belum tentu terjadi pada waktu yang sama dengan di negara atau wilayah lain. Artinya, dalam penemuan energi baru di Indonesia bisa jadi tidak dapat dikatakan ‘baru’ di negara lain. Energi baru umumnya dihasilkan dari energi-energi tak terbarukan. Energi biofuel merupakan ‘energi baru’ dalam lingkup teknologi pengembangan energi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Tetapi, energi bio-fuel di negara lain, terutama negara maju, bukan menjadi energi baru. 2.1.3 Energi Nuklir Energi nuklir di Indonesia merupakan salah satu energi baru yang belum berkembang dan dimanfaatkan sebagai sumber listrik, sementara negara-negara lain seperti AS dan Jepang telah membangun beberapa reaktor nuklir untuk menghasilkan listrik dan menjadi pemasok kelistrikan di negaranya. Bahan utama atau sumber dari energi nuklir adalah atom uranium dan diolah melalui reaktor nuklir. Reaktor nuklir merupakan teknologi yang dapat membagi inti atom uranium sehingga menghasilkan panas (uap). Panas (uap) inilah kemudian diubah menjadi listrik. Proses ini disebut dengan nuclear fission. UU No.10/1997 tentang ketenaganukliran menyebutkan di pasal 1 ayat (13), bahwa reaktor nuklir merupakan alat atau instalasi utama dalam pembangkitan daya. Pembangkitan daya yang dimaksud adalah untuk menghasilkan energi listrik.


Kemudian pada pasal 13 ayat (4) menegaskan pembangunan reaktor nuklir adalah berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pemanfaatan energi nuklir di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1979 di Yogyakarta untuk tujuan iptek. Saat ini BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) tengah mengkaji tapak di Provinsi Kalimantan Barat untuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia. Hal ini tentu menjadi pro dan kontra dimasyarakat Indonesia karena jika terjadi kecelakaan atau kebocoran bahan nuklir akan berdampak pada lingkungan sekitar dengan jarak radius yang luas. Regulasi hukum mengenai energi nuklir untuk pembangkit listrik sudah diatur dalam UU tentang ketenaganukliran, namun belum secara detail dan rinci. Indonesia memerlukan regulasi yang lebih detail dan rinci terkait pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik, mulai dari teknis sampai perihal keselamatan dan keamanan pada fasilitas pengolahan nuklir. 2.2 Kajian terhadap Asas/prinsip yang Berkaitan dengan Penyusunan Norma Kebutuhan energi khususnya listrik akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan di masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Gaya hidup dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi kontributor dalam peningkatan kebutuhan energi listrik. Bersumber dari Widodo, dkk (2014), kebutuhan listrik perkapita untuk tahun 2025, 2035, dan 2050 berturut-turut adalah 5,43 TWh, 14,04TWh, dan 58,2TWh.

Gambar 1. Proyeksi Konsumsi Listrik Perkapita di Kalimantan Barat Sumber: Widodo, W.L., Suparman, dan S., Rizki Firmansyah (2014)


Meningkatnya konsumsi listrik perkapita yang cenderung signifikan merupakan dampak dari adanya pembangunan industri-industri baru serta pindahnya Ibu Kota ke Kalimantan. Bertambahnya jumlah permintaan akan kebutuhan listrik akan berdampak buruk pada pasokan energi jika pembangkit listrik masih bergantung pada pembangkit listrik menggunakan energi tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batu bara. Widodo dan kawan kawan (2014) dalam jurnalnya mencatat Goldman Sachs meramalkan bahwa lima perekonomian terbesar dunia ada tahun 2050 adalah empat negara yang tergabung dalam negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok serta AS). Indonesia menjadi salah satu dari sebelas negara dengan PDB yang besar, melebihi Amerika Serikat serta dua kali lipat dari jumlah PDB Eropa. Oleh karena itu, secara hipotesis dapat dikatakan bahwa dimasa depan isu ketahanan pasokan energi adalah salah satu menjadi prioritas dan bukan sekedar tuntutan normatif dalam pengembangan energi nasional. Dominannya bahan bakar pembangkit listrik menggunakan fosil (minyak bumi dan batu bara) membuatnya semakin menipis, sementara laju konsumsi cenderung terus naik. Dampaknya juga akan menghasilkan isu gas rumah kaca akibat gas pembuangan pembakaran bahan bakar fosil. Berangkat dari hal tersebut, perlu mengembangkan sumber baru guna memenuhi kebutuhan listrik, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat. Energi nuklir yang menjadi salah satu alternatif sumer terbarukan serta lebih ramah lingkungan dalam menghasilkan sumber listrik. Pembangunan serta lokasi tapak tengah di kaji lebih lanjut oleh BATAN pada Provinsi Kalimantan Barat untuk didirikannya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ada beberapa asas pengaturan atau asas dalam penyelenggaraan ini, sebagai berikut: 2.2.1. Asas Penghormatan HAM Penghormatan HAM berkaitan dengan pemangunan pembangkit listrik dengan energi

baru

karena

hakekatnya

pembangunan

nasional

bertujuan

untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penyediaan listrik yang dihasilkan didistribusi dengan adil serta akses memakainya yang terjangkau adalah bentuk penghargaan terhadap HAM.


2.2.2. Asas Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan Isu berkelanjutan dan wawasan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya energi akan semakin menguat seiring dengan meningkatnya masalah perubahan iklim serta kuatnya tekanan akan pengelolaan sumber daya dengan memperhatikan aspek

ekologis.

Pada

dasarnya,

keberlanjutan

mencakup

aspek

ekonomi,

lingkungan, dan sosio-kultural. Dengan demikian, pembangunan PLTN di Kalimantan Barat merujuk pada upaya efisiensi, bermanfaat secara ekonomi, konservasi sumber daya, dan menekan emisi gas rumah kaca secara lintas-generasi. 2.2.3. Asas Kemandirian dan Berkedaulatan Asas kemandirian diartikan bahwa pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berorientasi pada upaya penignkatan kualitas manajemen negara dalam menyediakan fasilitas untuk masyarakat serta berorientasi pada kepentingan nasional. Dalam mendistribusikan listrik, Negara Indonesia harus berupaya untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara mandiri dan tidak bergantung pada negara lain. Sementara itu, asas kedaulatan diartikan dengan pembangunan dan pengelolaan PLTN harus berlandaskan pada upaya penegakkan kedaulatan negara. 2.2.4. Asas Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat harus memberikan manfaat secara adil bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat sesuai dengan perannya masing-masing. Pandangan ini sejalan dengan konsepsi pengelolaan SDA secara terintegrasi

yang

dapat

dimaknai

dengan

proses

pengelolaan

SDA

yang

berkelanjutan dan memenuhi kepentingan semua pemangku kepentingan. Asas ini diciptakan berdasar pada tujuannya, yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat, pemerintah, dan membuat lapangan pekerjaan. 2.2.5. Asas Transparansi dan Akuntabilitas Pada dasarnya, pemerintah Republik Indonesia berperan dengan kepentingan yang sangat tinggi dalam pengelolaan sumber daya, termasuk nuklir. Pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab. Pemanfaatan sumber energi nuklir sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.


2.3 Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat 2.3.1. Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Indonesia sudah memanfaatkan energi nuklir sebagai energi baru dalam bidang iptek dan kedokteran yang dikelola oleh BATAN dan BAPETAN. Pemerintah pusat sudah mengeluarkan beberapa regulasi terkait perizinan instalasi nuklir pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang keselamatan dan keamanan instalasi nuklir. Keduanya menimbang pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1997 tenteang ketenaganukliran. Namun Pemerintah Pusat belum merancang Undang-Undang terkait keamanan, teknis, serta pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Sementara itu, Rencana pembangunan PLTN di Kalimantan Barat telah masuk kedalam RTRW Provinsi Tahun 2014-2034. Namun, belum ada regulasi lebih detail yang mengatur terkait teknis pelaksanaan pembangunan serta pengelolaan dan dampak yang ditimbulkan dari PLTN di Kalimantan Barat. Terkait pra konstruksi fasilitas PLTN di Provinsi Kalimantan Barat, BATAN tengah mengkaji lebih lanjut terkait pembangunannya. Pemerintah Provinsi Kalimantan barat berperan dalam menyediakan infrastruktur guna mendukung keberjalanan PLTN nantinya. 2.3.2. Kondisi Kelistrikan Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di luar Pulau Jawa yang menjadi Prioritas Industri Nasional, sesuai yang tertuand di dalam Rencana Induk Perindustrian Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035. Industri tersebut antara lain: industri pangan, industri aneka dan kimia dasar, industri pengolahan hasil laut dan perikanan, industri pengolahan kayu dan industri pengolahan tanaman pangan. Dalam pengembangannya, masing-masin gkawasan industri ini masih perlu dukungan kebijakan pemerintah terutama terkait utilitas, seperti ketersediaan energi listrik. Listrik menjadi salah satu isu strategis khususnya bagi kawasan industri di Provinsi Kalimantan Barat. Pasalnya, penyediaan listrik yang

handal dan

berkelanjutan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi sehingga menghasilkan nilai tambah bagi daerah tersebut. Namun, salah satu permasalahannya adalah


banyak kawasan industri dan kawasan permukiman yang belum mandiri energi listrik. Statistik Ketenagalistrikan tahun 2018, rasio elektrifikasi Provinsi Kalimantan Barat sebesar 81,25%. Angka tersebut masih dibawah capaian rasio elektrifikasi nasional yaitu 95,35%. Konsumsi energi listrik di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2018 mencapai 2,951 GWh dengan komposisi konsumsi per sektor pemakai didominasi oleh sektor rumah tangga yaitu 1.910 GWh (65%), sektor bisnis 643 GWH (22%), sektor publik 251 GWh (8%), dan sektor industri sekitar 147 GWh (5%). Total pembangkit tenaga listrik di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2018 adalah 822 MW yang didominasi oleh PT PLN (Persero) sebesar 808 MW (98%) dan perusahaan asing sebesar 14 MW (2%). Rasio elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Barat diproyeksikan pada tahun 2025 meningkat menjadi 100% dan untuk mempertahankan sampai tahun 2038 dibutuhkan 12.180 rumah tangga yang teraliri listrik. Kebutuhan energi listrik di Provinsi Kalimantan Barat diproyeksikan akan tumbuh rata-rata 9,4% per tahun untuk periode 20 tahun ke depan. Ditulis di Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2019-2038, berdasarkan proyeksi tersebut, kebutuhan energi listrik diperkirakan meningkat menjadi 9.582 GWh pada tahun 2028 dan 17.221 GWh pada tahun 2038. Berdasarkan proyeksi tersebut, untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk 20 tahun kedepan membutuhkan rata-rata 160MW per tahun. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mensuplai listrik di Kalimantan Barat. Dalam mempersiapkan pembangunan PLTN, Bappeda Provinsi Kalimantan Barat bekerja sama dengan BATAN melakukan kajian untuk pemilihan lokasi tapak di Kalimantan Barat. 2.3.3. Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat Isu yang menjadi kontra besar dimasyarakat adalah kekhawawtiran apabila PLTN tersebut mengalami kebocoran atau kecelakaan. Jika PLTN tersebut mengalami kebocoran, radiasinya akan memengaruhi lingkungan sekitarnya, seperti yang terjadi di luar Rusia dan Jepang. Mengingat PLTN menjadi sesuatu yang baru di Indonesia dengan memanfaatkan energi baru yaitu nuklir, memerlukan standar yang ketat terutama terkait keamanan dan keselamatan karena radiasi bahan nuklir


akan berdampak sangat buruk terhadap lingkungan sekitar dan tidak akan hilang dalam jangka waktu lama. 2.4 Kajian terhadap implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan Diatur dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Daerah 2.4.1. Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur dalam Peraturan Daeran terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat menjadi hal baru di Indonesia untuk memasok energi listrik. Dengan pasokan energi listrik oleh PLTN akan berdampak kesegala aspek Provinsi Kalimantan Barat karena saat ini listrik merupakan utilitas dasar untuk melakukan aktivitas. Energi listrik yang dihasilkan dampak berdampak pada aspek ekonomi hingga aspek sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan nuklir sebagai pembangkit listrik berdampak positif pada Produk Domestik

Regional

Bruto

(PDRB).

Aktivitas-aktivitas

perkotaan

di

Provinsi

Kalimantan Barat turut menjadi faktor yang meningkatkan pendapatan perkapita provinsi tersebut. Hal tersebut karena aktivitas-aktivitas, khususnya di perkotaan membutuhkan energi listrik sebagai salah satu utilitas dasar. Maka dari itu, pemanfaatan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat pun berdampak pada kesejahteraan masyarakat. IRENA (2016) memakai tiga indikator dalam mengukur kesejahteraan masyarakat, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Energi listrik sebagai kebutuhan

dasar dalam beraktifitas mempengaruhi ekonomi pada

masyarakat. Kegiatan jual-beli serta investasi pastinya membutuhkan energi listrik yangmana akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat. Disisi lain, energi listrik juga berperan penting pada sektor pendidikan, kesehatan, dan sektor sosial lainnya yangmana akan berpengaruh terhadap aspek sosial masyarakat. PLTN sendiri merupakan fasilitas pembangkit listrik yang ramah lingkungan karena pengolahannya tidak melalui pembakaran yang mengeluarkan gas emisi CO2 .


2.4.2. Dampak terhadap Aspek Beban keuangan Daerah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memakan biaya yang tidak sedikit. Namun, investasi tersebut juga membawa manfaat secara luas sehingga layak secara ekonomi. Mengingat pembangunan PLTN yang direncankan di

Provinsi

Kalimantan

Barat

adalah

salah

satu

prioritas

riset

nasional,

pembangunannya didukung baik oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Pusat. Beban biaya untuk membangun PLTN tersebut berasal dari APBN dan investorinvestor. Pada tahun pra-konstruksi dan konstruksi memang akan memakan biaya yang tidak sedikit, namun jika PLTN ini sudah beroperasi, maka akan menyuplai energi listrik yang memadai dan stabil sehingga membuka peluang lebih besar untuk menarik investor ke Indonesia. Adanya PLTN di Provinsi Kalimantan Barat sebagai penyuplai kelistrikan di Provinsi Kalimantan Barat dan sekitarnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah mengingat Kalimantan merupakan salah satu kawasan industri prioritas nasional di luar Pulau Jawa.


BAB III LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 3.1 Landasan Filosofis Zona nuklir merupakan zona yang didalamnya terdapat lokasi pemanfaatan sumber daya atau tenaga nuklir. Pada zona tersebut terdapat reaktor nuklir sebagai instalasi yang digunakan untuk mengolah sumber daya alam yang ada menjadi tenaga nuklir. Yang dimaksud “Ketenaganukliran” adalah hal yang berkaitan

dengan

pemanfaatan,

pengembangan,

dan

penguasaan

ilmu

pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Sedangkan yang dimaksud “Tenaga nuklir” adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi. Pada saat ini, pemanfaatan yang dilakukan terhadap radiasi tenaga nuklir sudah sangat luas. Yang dimaksud dengan “Pemanfaatan” adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dam pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu contohnya yaitu, pemanfaatan tenaga nuklir sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Indonesia saat ini memiliki 7 (tujuh) instalasi nuklir yang terdiri dari 3 (tiga) reaktor penelitian atau reaktor non daya dan 4 (empat) instalasi nuklir non reaktor (INNR). Hal ini mengimplikasikan bahwa reaktor nuklir dapat dibangun untuk keperluan pembangkitan tenaga listrik (PLTN) yang saat ini belum ada di Indonesia. Listrik merupakan bentuk energi yang banyak dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dan merupakan infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Ketersediaan energi listrik yang cukup dan terjangkau akan mendorong tumbuhnya sektor ekonomi yang ada. Indonesia,

sebagai

negara

yang

sedang

dan

terus

melaksanakan

pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya tidak terlepas dari kebutuhan akan energi. Maka harus segera dikembangkan


penggunaan sumber daya energi lain agar memberikan jaminan pasokan yang juga menjamin pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). 3.2 Landasan Sosiologis 3.2.1.

Kesesuaian Kepentingan Pemerintah dan Masyarakat Sesuai dengan perkembangan ketenaganukliran yang semakin pesat dan

komitmen global terhadap keselamatan, keamanan dan safeguards, kerangka legislasi ketenaganukliran harus mencakup tujuan pengaturan dari tiga aspek tersebut. Dengan demikian masyarakat, pekerja dan lingkungan hidup terlindungi dari bahaya radiasi yang dapat dihasilkan dari kegiatan yang terkait dengan ketenaganukliran. Berdasarkan ketiga aspek tersebut lingkup pengaturan dalam legislasi nasional juga harus mencakup keselamatan, keamanan dan safeguards. Aspek keselamatan mencakup keselamatan radiasi dan keselamatan nuklir. Keselamatan radiasi mencakup pengaturan mengenai proteksi radiasi pada pekerja (occupational radiation), anggota masyarakat lainnya dan lingkungan hidup. Untuk keselamatan pada masyarakat meliputi keselamatan terhadap pengangkutan zat radioaktif, pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan pengelolaan limbah radioaktif. Pada keselamatan radiasi difokuskan juga pada keselamatan kegiatan yang mencakup fasilitas radiasi dan zat radioaktif di bidang kesehatan, industri, penelitian dan pengembangan. Tujuan dari suatu kegiatan pembangunan pasti memiliki nilai manfaat bagi bangsa dan negara, utamanya bagi masyarakat luas. Tujuan pembangunan PLTN secara khusus adalah untuk meningkatkan penguasaan teknologi Bangsa Indonesia dalam merencanakan, mendesain, membangun, mengoperasikan dan merawat reaktor nuklir untuk pembangkit listrik. Tujuan yang lebih luas adalah meyakinkan kepada seluruh elemen masyarakat bahwa energi nuklir layak dan aman digunakan untuk membangun kemandirian listrik secara nasional. Dengan penguasaan teknologi PLTN diharapkan pemerintah dapat memenuhi kebutuhan listrik dengan harga yang murah untuk masyarakatnya. Keberadaan fasilitas dengan teknologi canggih diharapkan juga akan memberikan dampak positif bagi generasi muda di sekitarnya untuk lebih termotivasi meraih pendidikan yang tinggi, sehingga bisa melibatkan diri pada aktivitas tersebut.


Sebagaimana lazimnya terjadi, setiap ada aktivitas pembangunan yang bersifat mega proyek maka akan berpotensi menimbulkan dampak secara sosial. Dampak sosial yang mungkin terjadi bisa dalam bentuk kekhawatiran terhadap resiko radiasi dan terjadinya kecelakaan, benturan budaya antara masyarakat lokal dengan pekerja pendatang, ketidaknyamanan pada saat proses pembangunan atau konflik sosial secara horisontal karena ada masyarakat yang tidak dilibatkan dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa sosial (social engineering) secara menyeluruh kepada setiap segmen masyarakat terutama kepada masyarakat di sekitar wilayah sejak proses perencanaan, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan pembangunan PLTN. Konsep rekayasa bukan dalam bentuk manipulasi yang kemudian menciptakan subordinasi masyarakat atas kepentingan pembangunan, atau

bahkan

manipulasi kepentingan

masyarakat

yang

semata-mata

demi

kepentingan negara, akan tetapi lebih ditekankan pada pola pemberdayaan yang menciptakan posisi kesetaraan antara kepentingan dan kognisi masyarakat lokal di satu pihak dan proses pembangunan di pihak lain. Rekayasa sosial dapat juga dilakukan

dengan

sebanyak-banyaknya

melibatkan

masyarakat

(stakeholder

involvement) untuk menimbulkan rasa memiliki yang tinggi terhadap pembangunan tersebut. Keterlibatan tidak hanya diartikan secara fisik sebagai pekerja tetapi juga bisa

meliputi

saran

atau

pendapat

dan

dukungan

untuk

menyukseskan

pembangunan PLTN. Proses partisipasi yang saling menguntungkan dalam konteks pembangunan PLTN akan mampu mendiskripsikan beberapa penjelasan, yaitu: a. Pembangunan diharapkan berimplikasi positif kepada masyarakat, baik menyangkut manusia dan lingkungan; b. Hubungan antara proyek pembangunan dan nilai tambah yang didapat oleh masyarakat idealnya berimbang; c. Untuk

mencapai

keberimbangan

dalam

proses

pembangunan

baik

perencanaan, pelaksanaan, maupun paska pembangunan diharapkan bisa berjalan atas dasar saling menghormati dan saling memberi ruang, dan tercipta titik temu atas kepentingan bersama.


Pemerintah yang menyebabkan program tersebut terhambat. Berbagai isu dikembangkan oleh kelompok yang tidak setuju dengan PLTN, dan oleh media yang lebih banyak menginformasikan nuklir dari aspek negatifnya. Isu yang berkembang lebih menyoroti terhadap kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi nuklir, tingkat kedisiplinan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, permasalahan korupsi yang bisa menurunkan tingkat keselamatan dan kemampuan dalam pendanaan hingga dampak kecelakaan yang dapat ditimbulkan. Isu tersebut pada akhirnya yang lebih dipercayai oleh masyarakat, sehingga setiap kali dilaksanakan diskusi selalu berakhir dengan kesimpulan bahwa Indonesia belum layak untuk membangun PLTN. Diseminasi pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perlunya Indonesia memiliki PLTN. Strategi komunikasi telah dilaksanakan pemerintah untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Sampai saat ini penolakan terhadap pembangunan PLTN masih ada melalui berbagai bentuk, berupa seminar, tulisan, kelompok diskusi dan demonstrasi anti pembangunan PLTN. Tipikal masyarakat Indonesia yang tidak mudah percaya sebelum melihat bukti nyata menyebabkan sulitnya pemerintah meyakinkan masyarakat terhadap kemanfaatan pembangunan PLTN. Hal tersebut perlu adanya bukti nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat akan kegunaan dan manfaat PLTN. 3.2.2.

Kesesuaian Kepentingan antar Generasi

Kondisi kelistrikan di Indonesia selalu dibayang-bayangi oleh ketidakcukupan dalam penyediaan, ketergantungan dengan bahan bakar fosil, dan kian terbatasnya cadangan sumberdaya energi yang ada. Hal tersebut kemudian mendatangkan kekhawatiran pada generasi mendatang yang akan mewarisi masalah akibat dari kesalahan generasi sebelumnya dalam menetapkan kebijakan energi. Kondisi sosiologis masyarakat Indonesia terhadap pembangunan PLTN di Indonesia didasarkan pada banyak aspek, yaitu teknologi dan keselamatan, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, lingkungan dan politik. a. Aspek Teknologi dan Keselamatan


Ditinjau dari aspek teknologi, PLTN bagi kebanyakan masyarakat masih dianggap teknologi hitam (black technology), dalam arti lebih banyak menyebabkan kerugian daripada keuntungan. Selama ini yang mereka tahu, lihat dan dengar dari berbagai informasi yang ada kebanyakan bernuansa negatif saja, yaitu berupa kerusakan yang diakibatkan bom atom seperti di Hiroshima dan Nagasaki, kerusakan dan bahaya radiasi akibat kecelakaan PLTN Chernobyl Rusia dan Fukushima Jepang. Selain itu, dari aspek keselamatan masyarakat masih memandang PLTN adalah teknologi tinggi dan para ahli nuklir Indonesia belum mampu menguasainya. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya ketergantungan kepada pihak asing karena sebagian besar komponen PLTN masih akan dipasok dari luar negeri.

b. Aspek Budaya Secara umum masyarakat Indonesia masih minim pemahamannya mengenai nuklir. Rendahnya pemahaman tersebut, maka nuklir lebih mudah hadir dalam sosok yang menakutkan. Pernyataan rasa takut seperti itu, dapat dilihat sebagai pernyataan di depan panggung (front stage), karena itu perlu dicari penjelasan nalarnya di balik panggung (back stage). Perasaan lebih mengedepankan rasa takut atas musibah yang mungkin terjadi daripada keuntungan atau kemajuan yang bisa diperoleh, merupakan prototip budaya petani yang jumlahnya masih sekitar 80 % dari seluruh penduduk Indonesia. Dalam budaya petani tradisional, cenderung mengutamakan selamat (safety first) meskipun tidak berbuat apa-apa, daripada ada inovasi baru tetapi beresiko. Kata beresiko merupakan kata kunci yang dipakai oleh berbagai kalangan masyarakat untuk melihat sisi negatif PLTN.

c. Aspek Ekonomi Dari aspek ekonomi, masyarakat mempertanyakan apakah dengan adanya PLTN yang dibangun di daerahnya, warga masyarakat dan pemerintah daerah akan mendapatkan keuntungan. Selanjutnya kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada PLTN, siapa yang harus bertanggung jawab.

d. Aspek Sosial dan Keagamaan


Dari aspek sosial, masyarakat Indonesia mempertanyakan kalau PLTN dibangun, apakah pembangunan PLTN itu berdampak positif atau sebaliknya, apakah PLTN membawa berkah atau musibah, apakah pembangunan PLTN akan menimbulkan konflik sosial. Konflik sosial biasanya muncul selama pembebasan tanah dari masyarakat ke pemilik PLTN, ada ketidakpastian terkait dengan tempat tinggal baru setelah pembebasan tanah dan mungkin konflik sosial akan muncul dari sebab-sebab lain terkait pembangunan PLTN diantaranya masalah tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja, bagaimana dengan kesempatan yang bisa diperoleh oleh warga masyarakat sekitar. Apakah masyarakat sekitar hanya menjadi penonton atau bisa terlibat di dalamnya. Selain itu, pembangunan PLTN akan melibatkan sumber daya manusia dari berbagai tingkat keahlian, dari jenis pekerjaan yang sederhana hingga yang memerlukan keahlian tinggi. Orang yang tidak mempunyai keahlian biasanya direkrut dari pekerja lokal dan mendapatkan penghasilan yang rendah. Tetapi pekerja yang terdidik mungkin sebagian direkrut dari orang lokal dan paling banyak adalah pekerja pendatang yang akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Perbedaan penghasilan antara pekerja lokal dan pendatang ini bisa menimbulkan masalah serius yang selanjutnya akan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Selain itu, dengan adanya PLTN akan terjadi perpindahan manusia mendekati pembangkit yang akan menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dan akan menimbulkan perubahan perilaku masyarakat dan kerawanan sosial berupa konflik dan kriminalitas. Dari aspek keagamaan, banyak masyarakat yang berprasangka buruk (su’udzon), bahwa dengan keberadaan PLTN akan menyebabkan perubahan di daerah sekitar PLTN yang bersifat negatif yang akan mengganggu atau mengurangi kerelijiusan masyarakat lokal. Bagaimana pula dengan dampak terhadap budaya masyarakat setempat dengan kehadiran orang-orang asing (yang tidak sepenuhnya positif).

e. Aspek Lingkungan Dari aspek lingkungan, masyarakat mempertanyakan dampak lingkungan PLTN, seperti pencemaran tanah, air dan udara. Adakah jaminan bahwa PLTN tidak merusak kondisi lingkungan. Masyarakat memiliki gambaran seperti halnya terjadi di PLTN Fukushima Jepang. Masyarakat melihat Jepang


adalah sebuah negara yang terkenal dengan kedisiplinan, negara yang mempunyai budaya penanganan bencana yang sangat siap serta sistem peringatan dini yang sangat handal, namun masih menghadapi kesulitan dalam mengatasi masalah tersebut.

f. Aspek Politik Penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN di Indonesia telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak, diantaranya dari unsur partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik di tingkat nasional maupun daerah. Seringkali isu PLTN dijadikan sebagai sarana untuk merebut hati masyarakat demi kepentingannya sendiri. Isu yang banyak dihembuskan dari segi negatifnya ini akan lebih dipercaya oleh masyarakat.

3.2.3.

Kesesuaian Kepentingan Ekosistem Berdasarkan kebijakan nasional yang telah ditetapkan diuraikan bahwa

pembangunan yang akan dilaksanakan tidak diperbolehkan mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan. Dengan kata lain, pembangunan yang dilaksanakan harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, aspek-aspek yang terkait dengan kelestarian lingkungan harus mendapatkan perhatian yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan PLTN. Sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, semua ketentuan mengenai pembangunan/konstruksi dan operasi reaktor nuklir harus dipenuhi untuk memperoleh izin pembangunan dan operasi fasilitas nuklir. 3.3 Landasan Yuridis Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang melandasi diambilnya Pembangkit

keputusan Listrik

atau

Tenaga

tindakan Nuklir

pembangunan

yang

dan

mengemukakan

pengoperasian lingkup

dasar

pertimbangan hukum tentang pembangunan PLTN, mulai dari konstitusi negara


(UUD

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945)

hingga

peraturan

pelaksanaannya, dengan uraian sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional dapat dilakukan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) termasuk Iptek nuklir. UUD 1945 merupakan norma dasar dalam kegiatan memajukan Iptek nasional. Ketentuan UUD 1945 yang terkait pelaksanaan program kegiatan PLTN adalah: •

Pasal 28C menyatakan: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Kemajuan iptek harus memperhatikan hak warga negara untuk mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 31 ayat (5) menyatakan: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Undang-undang ini merupakan landasan formal BATAN dalam melaksanakan

kegiatan

yang

berhubungan

dengan

penelitian

dan

pengembangan Iptek nuklir, khususnya terkait dengan pembangunan dan pengoperasian PLTN. Ketentuan dalam Undang-Undang Ketenaganukliran mengenai kewenangan BATAN sebagai Badan Pelaksana diatur sebagai berikut: •

Pasal 3 ayat (1) menyatakan: Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir.


Pasal 13 ayat (1) menyatakan: Pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir non komersial dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa BATAN

sebagai badan pelaksana, adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, merupakan penjabaran dari tujuan negara ke dalam visi, misi, dan arah pembangunan nasional. Undang-undang ini juga mengamanatkan PLTN beroperasi 2015-2019 dengan persyaratan keamanan secara ketat.Ketentuan dalam undangundangini yang mendasari pembangunan PLTN adalah: •

Bab IV.1.2. Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing Huruf D. angka 32 berbunyi “Pembangunan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan diarahkan pada pengembangan sarana dan prasarana energi untuk meningkatkan akses dan pelayanan konsumen terhadap energi melalui: ... (3) pengembangan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik yang baru terutama pada pembangkit listrik yang berbasis batubara dan gas secara terbatas dan bersifat jangka menengah agar dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan dalam jangka panjang akan mengedepankan energi terbarukan, khususnya bioenergi, geothermal, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, bahkan tenaga nuklir dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat”.

4. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional Peraturan Presiden ini menjadi dasar hukum bagi BATAN untuk menjalankan tugasnya sebagai Badan Pelaksana. Ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,


sehingga dapat disimpulkan bahwa BATAN adalah satu-satunya lembaga pemerintah

yang

dapat

melaksanakan

kegiatan

pembangunan,

pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir. 5. Peraturan Perundang-Undangan Lain terkait Pembangunan PLTN Berkaitan dengan pembangunan PLTN yang akan dilaksanakan oleh BATAN, perlu juga memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan lain terkait dengan pembangunan PLTN diantaranya sebagai berikut: •

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir;

Peraturan

Pemerintah

Nomor

46

Tahun

2009

tentang

Batas

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir; •

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir;

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif;

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional;

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pertanggung jawaban Kerugian Nuklir;


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 7 Tahun 2013 tentang Nilai Batas Radioaktivitas di Lingkungan; dan

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Bidang Ketenaganukliran.


BAB IV MATERI MUATAN RAPERDA

Materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang Rencana Penataan Kawasan PLTN memuat arah dan jangkauan pengaturan materi yang terbagi ke dalam 10 Bab, sebagai berikut.

BAB I Ketentuan Umum Pada Bab ini dimuat pengertian-pengertian dari istilah-istilah yang akan dipergunakan lebih dari satu kali dalam pasal-pasal dari batang tubuh dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN.

BAB II Rencana Umum Pembangunan PLTN Pada Bab ini dijelaskan mengenai perencanaan, penyusunan, serta tata cara pelaksanaan dalam rangka pembangunan PLTN di Provinsi Kalimantan Barat.

BAB III Rencana Sistem Jaringan Sarana dan Prasarana Kawasan PLTN • Kawasan PLTN wajib memilki sarana dan prasarana yang memenuhi standar keselamatan pemanfaatan nuklir. • Kawasan PLTN wajib memiliki jaringan jalur evakuasi dan sarana penanganan kecelakaan minimal skala ringan dari bahaya nuklir. • Kawasan PLTN memiliki jaringan sarana dan prasarana penanganan limbah pemanfaatan energi nuklir sesuai standar.

BAB IV Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan PLTN • Pemanfaatan ruang dalam kawasan PLTN harus memenuhi kebutuhan ruang yang di dalamnya termasuk ruang terkait pencegahan bencana nuklir dari penanganan limbah. • Pemanfaatan ruang kawasan PLTN harus mengakomodir adanya kawasan penyangga yang membatasi zona reaktor nuklir dengan zona lain. • Pemanfaatan ruang dalam zona kedaruratan nuklir pada kawasan PLTN harus memperhatikan mitigasi bencana nuklir.


BAB V Jangka Waktu Pada Bab ini dijelaskan mengenai jangka waktu berlakunya Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat, serta terkait dengan peninjauan kembali

mengenai

Rencana Penataan Ruang

Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat.

BAB VI Koordinasi dan Kerja Sama Pada Bab ini dijelaskan mengenai hak Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat dalam hal melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak lain, baik dalam satu sektor maupun lintas sektor, yang mana dalam rangka memenuhi kebijakan utama maupun pendukung dalam pelaksanaan program Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat

BAB VII Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi Pada Bab ini dijelaskan mengenai tata cara pelaksanaan pembinaan, pengawasan, serta evaluasi Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat.

BAB VIII Pendanaan Pada Bab ini dijelaskan mengenai tata cara pendanaan pelaksanaan program Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat.

BAB IX Hak dan Peran Masyarakat Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai hak dan peran masyarakat dalam rangka proses pelaksanaan program Rencana Penataan Ruang Kawasan PLTN Provinsi Kalimantan Barat.

BAB X Ketentuan Penutup Pada Bab ini dijelaskan mengenai pemberlakuan Peraturan Daerah dan pengudangannya dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Barat.


BAB V PENUTUP 5.1.

Kesimpulan

Dari Uraian bab- bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan seagai berikut : 1. Lokasi yang berpotensi dan sesuai sebagai lokasi pembangunan PLTN di Provinsi Kalimantan Barat meliputi Ketapang, Bengkayang, Sambas, dan Kayong Utara. 2. Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Provinsi Kalimantan Barat.(RPJMD Provinsi Kalimantan Barat 2018-2023) sesuai dengan undang-undang ketenaganukliran (UU RI No. 10 Tahun 1997) 3. Regulasi hukum mengenai energi nuklir untuk pembangkit listrik sudah diatur dalam UU tentang ketenaganukliran, namun belum secara detail dan rinci. Indonesia memerlukan regulasi yang lebih detail dan rinci terkait pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik, mulai dari teknis sampai perihal keselamatan dan keamanan pada fasilitas pengolahan nuklir. 5.2.

Saran 1. Perlu payung hukum terkait pembangunan PLTN agar mampu memenuhi pasokan listrik tetapi tetap menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah bencana nuklir. 2. Dibentuknya eraturan daerah tentang urgensi pembentukan Peraturan Daerah mengenai penataan ruang kawasan PLTN.


Daftar Pustaka Anonymus. 2019. Pro Kontra Pembangunan PLTN di Kalbar. Dalam suarapemredkalbar.com.diakses pada 10 Juni 2020.

Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2015. Landasan Yuridis, Sosiologis, dan Filosofis

Pembangunan

Reaktor

Daya

Non

Komersial.

Dalam

jdih.batan.go.id

International Renewable Energy (IRENA). 2016. Renewable Energu Benefits: Measuring the Economics. IRENA: Abu Dhabi.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2019. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2019-2038.

Poernomo, M. 2013. ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TENTANG KETENAGANUKLIRAN. Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. 2019. Rencana Umum Energi Daerah S., Rizki Firmansyah, Suparman, dan Widodo, Wiku Lulus. 2014. Studi Pengembangan Kelistrikan kalimantan Barat dengan Opsi Nuklir Berdaya Kecil & Menengah. Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir (PKSEN), BATAN: Jakarta.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.