3 minute read

Berdaya dan Berbudaya Dimulai dari Desa

Program pemajuan kebudayaan desa merupakan salah satu program prioritas Direktorat

Jenderal Kebudayaan yang mengaktifkan kembali desa sebagai sumber penghidupan, lumbung budaya, dan akar ekosistem budaya. Desa bukan hanya objek pembangunan, melainkan subjek pembangunan itu sendiri.

Advertisement

Program pemajuan kebudayaan desa dirancang untuk menjawab berbagai tantangan globalisasi yang mengubah wajah desa menjadi kota dan membuat desa kehilangan jati dirinya.

Ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi telah menggerus jaringan tolong-menolong antarwarga dan kearifan lokal yang tumbuh dari praktik masyarakat desa, selain juga menimbulkan permasalahanpermasalahan baru seperti kerusakan lingkungan dan kesenjangan sosial.

Untuk mengatasi dampak negatif ini, pemajuan kebudayaan desa hadir sebagai program pemerintah untuk memberdayakan potensi desa secara kontekstual sebagai modal utama pembangunan yang lebih menyeluruh ketimbang sekadar pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, diharapkan akan tercipta suatu pertumbuhan yang bersifat endogen, yang muncul dari daya kekuatan desa itu sendiri.

Berangkat dari Imajinasi

Warga

Di sepanjang sejarahnya desa berperan sebagai wadah tempat terwujudnya interaksi budaya masyarakat Indonesia dan menyimpan endapan nilai-nilai kehidupan sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi. Desa merupakan komunitas terkecil dari pemerintahan dan merupakan akar identitas budaya Indonesia.

Desa memiliki potensi yang sangat besar baik berupa alam, manusia, budaya benda dan takbenda, bahkan sejarah yang dapat dimanfaatkan untuk membangun desa berdasarkan imajinasi warga tentang masa depan desa.

Imajinasi warga adalah pedoman yang andal bagi pembangunan kontekstual karena tidak ada yang lebih berhak berbicara tentang masa depan desa kecuali warga desa itu sendiri yang mengalami langsung pergulatan hidup pedesaan yang konkrit.

Bagaimana warga desa menginginkan desanya berkembang menjadi seperti yang mereka angankan? Bagaimana usaha warga bekerja sama mewujudkannya? Itulah titik berangkat pembangunan yang endogen.

Lewat laku imajinasi warga ini, seluruh insan kebudayaan di desa terlibat mulai dari anak-anak sampai orang tua, baik itu perempuan maupun laki-laki dengan berbagai profesi mereka. Termasuk juga di dalamnya adalah kaum difabel serta kaum rentan lainnya.

Berbekal imajinasi warga, pemajuan kebudayaan desa dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama merupakan tahap temukenali potensi budaya, tahap kedua adalah tahap pengembangan dan tahap ketiga adalah tahap pemanfaatan.

Keseluruhan proses itu dijalankan di atas dasar pengakuan pada daya yang dimiliki warga desa dan oleh karena itu ketiga tahap itu selalu menjunjung prinsip Inklusi sosial, kesetaraan, kemandirian, keberlanjutan, praktis dan partisipatif.

Lumbung Kebudayaan

Nasional

Terkadang kita tidak sadar bahwa kita memiliki potensi yang besar dalam berbagai hal, begitupun dengan desa. Dalam tahap temukenali masyarakat diajak untuk menemukan dan mengenali kembali budaya yang mereka miliki, baik itu berupa cagar budaya maupun yang bersifat takbenda, selain juga sejarah desa serta kondisi alam tempat mereka tinggal. Dalam prosesnya, temukenali ini juga akan memetakan kelompokkelompok masyarakat yang menunjang keberlanjutan aneka praktik budaya tersebut.

Konsep pemetaan partisipatif diharapkan mampu memotret potensi yang dimiliki desa serta permasalahan yang ada. Selain itu, dalam tahapan ini juga akan dipetakan harapan-harapan masyarakat tentang bagaimana desanya di masa yang akan datang. Dari situlah tercipta dialog bersama untuk merumuskan pengembangan segala potensi melalui pembuatan rencana aksi.

Tahap kedua dari program ini adalah tahap pengembangan Pada tahap ini, peta potensi budaya yang sudah disusun kemudian dikembangkan sesuai dengan

Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan antara lain melalui pengkajian atas kemungkinan inovasi budaya. Pengayaan keragaman kemudian dilakukan melalui upaya mendorong dialog dan percampuran dengan budaya dari tempat lain.

Pengembangan potensi ini juga diarahkan untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di desa melalui jalan kebudayaan, seperti masalah ketahanan pangan melalui upaya pertanian tradisional yang ramah lingkungan dan pemanfaatan padi lokal sebagai sumber daya genetik. Sebagai upaya untuk mengaktifkan gerakan warga desa, perlu didapatkan kesepakatankesepakatan sosial dalam merencanakan rencana aksi pengembangan kebudayaan melalui sarasehan desa, forum diskusi desa, penyelenggaraan forum budaya bersama, penyelarasan peta partisipatif dan pendalaman ekosistem potensi budaya yang dimiliki warga bersamasama dengan seluruh elemen dalam masyarakat desa itu sendiri.

Tahap ketiga adalah tahap pemanfaatan yang bertujuan meningkatkan ketahanan budaya, kolaborasi antarbudaya, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan karakter desa. Dalam tahap pemanfaatan ini, warga sudah dapat mengidentifikasi dan memilih mitra strategis program, merencanakan pembiayaan program serta membentuk organisasi penggerak.

Selanjutnya rencana aksi yang telah dibuat kemudian disinkronkan dengan hasil Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (MUSRENBANG) tingkat desa agar mendapatkan hak penggunaan dana desa. Langkah ini kemudian disusul dengan publikasi potensi desa antara lain melalui film dan buku, serta menginternalisasi kembali budaya desa kepada anak-anak melalui pendidikan muatan lokal, mengaktifkan sanggarsanggar sebagai ruang budaya warga, dan sebagainya.

Desa yang Berkarakter Lokal

Pemajuan kebudayaan desa tidak sama dengan mengubah semua desa menjadi “desa wisata”. Pola pengelolaan desa semacam itu belakangan marak di Indonesia. Seakan-akan potensi budaya setiap desa adalah dan hanya mungkin diwujudkan sebagai potensi wisata. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada desa yang lebih mandiri sebagai desa pertanian dan bukan desa pariwisata komersial.

Oleh karena itu, apa yang selalu diingat dalam pelaksanaan program pemajuan kebudayaan desa adalah pembangunan yang kontekstual: tidak menggunakan satu rumus atau exemplary model untuk diterapkan di sembarang desa.

Pemajuan kebudayaan desa didesain untuk membangun desa yang berdaya dengan kekuatan potensi yang dimilikinya sendiri serta mendorong kolaborasi dengan desa-desa lain. Kerja ini adalah kerja jaringan, memanfaatkan seluruh jejaring sosial yang menghubungkan setiap desa. Tujuannya bukanlah membuat desa menjadi kota, melainkan membangun asosiasi bebas yang menghimpun kekuatan budaya dari berbagai desa untuk pemajuan kebudayaan bangsa.

(Maya Krishna, Direktorat PPK Kemdikbudristek)

This article is from: