5 minute read
Perahu Sandeq
Pewarisan dan Pendidikan Karakter
“Pada saat meminta perizinan ke kepala sekolah sepertinya beliau ragu untuk mengizinkan, karena kami berdua perempuan semua. Beliau berkata kenapa bukan laki-laki saja yang ditunjuk, untungnya kami memberi argumen dan memperlihatkan surat izin dari orang tua kami. Mau tidak mau beliau tetap mengizinkan kami,” catat Humauerah Nur Izzatinnisa, usai berlayar bersama perahu legendaris Sulawesi Barat, sandeq.
Advertisement
Humauerah dan 20 siswa perwakilan
SMA se-Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat mengikuti kegiatan Student on Sandeq, praktik berlayar yang diadakan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerjasama dengan
Dinas Pariwisata Kabupaten Majene dan panitia Festival Sandeq 2022, 1 September 2022.
Saya mendapat kepercayaan dari pemerintah Provinsi Sulbar untuk mengkoordinir kegiatan pelayaran sandeq dari Sulbar ke Kalimantan dalam tajuk Festival Sandeq 2022. Kegiatan tersebut juga mengikutsertakan tujuh perahu sandeq klasik, merupakan model asli perahu sandeq yang seharihari digunakan untuk menangkap ikan. Berbeda dengan sandeq lomba yang tidak bisa dinaiki oleh non-pelomba, sandeq klasik lebih lempang dan aman. Nah, para siswa bisa menaikinya untuk merasakan sensasi berlayar.
Lomba perahu sandeq klasik bukan adu kecepatan, tetapi adu paling presisi membuat perahu sandeq klasik (sandeq penangkap ikan tradisional) ala-ala pelaut masa bahari. Siapa dapat memperlihatkan perahunya sebagai sandeq klasik, maka dialah pemenangnya. Nelayan berupaya membuat sandeq semirip mungkin dengan sandeq masa silam. Misal penggunaan tali organik, alat masak dan makan dari tanah liat, dan alat tiup kerang. Kepada “orang darat” diperlihatkan bahwa inilah wujud sandeq yang asli.
Sandeq yang dibuat dalam beberapa tahun terakhir nyaris semua adalah sandeq lomba. Bentuknya mirip dengan sandeq klasik, tapi ukuran dan fungsi berbeda. Jika sandeq klasik hanya menggunakan bahan baku layar 50-60 meter, sandeq lomba bisa mencapai 130 meter. Lebar sandeq klasik bisa satu meter dengan tambahan semacam balai-balai di kanan kirinya agar ‘ruang’ di atas sandeq luas, adapun sandeq lomba dibuat amat ramping, lambung tipis, dan tanpa balai-balai. Panjang perahu sandeq lomba lebih dari 11 meter, sedangkan sandeq penangkap ikan di bawah 10 meter. Sandeq lomba hanya digunakan untuk lomba, usai lomba disimpan di darat, nanti ada lomba baru dipakai lagi.
Bukan Semata Perahu peloang atau bom layar. Bagian vertikal terpasang ke tiang layar dan yang horizontal di bom layar. Kalau layar tak digunakan, kainnya ‘tertumpuk’ di bom layar, agar tak lepas dililiti tali. Ketika mau dikembangkan, tali yang melalui semacam katrol di bagian atas tiang layar ditarik. Maka layar yang berada di bom layar akan terentang.
Sandeq bukan semata perahu. Fisik sandeq terdiri dari lambung perahu, dengan ujung haluan buritan dibuat sedemikian rupa agar mudah membelah laut. Di bagian atas lambung perahu, melintang balok cadik yang disebut baratang. Di ujung baratang ada tadiq, batang kayu lamtoro berbentuk L terbalik. Ujung atas tadiq terikat di cadik, ujung bawah terhubung ke palatto atau katir dari bambu petung.
Sandeq bukan semata perahu. Di balik layar sandeq ada warisan pengetahuan dan karakter. Kita jangan terlena dengan nyanyian, “Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa…” Lagu ciptaan Bu Sud tersebut harusnya melecut generasi ‘tua’ untuk mengajak generasi muda (kembali) ke laut.
Di luar negeri, misalnya Amerika
Serikat, Prancis, dan Jepang, melatih generasi muda berlayar sudah lama dilakukan. Ada upaya sistematis yang diajarkan sejak dini, karena berlayar mencakup tiga hal penting: keselamatan, kesenangan, dan pembelajaran. Aspek terpenting adalah agar pelaut muda belajar untuk benar-benar mencintai laut serta memberi penghormatan dan penghargaan terhadap laut. Saat anak-anak dan remaja berlayar, mereka ditantang dengan berbagai kemungkinan, yakni mengemudikan perahu, navigasi, mengenal lingkungan laut, hingga mitigasi bencana.
Layar perahu sandeq yang berbentuk segitiga terletak di haluan, kira-kira seperempat dari panjang total perahu. Tiang layar disebut pallajarang. Bagian bawah tiang layar ada bambu yang melintang ke arah buritan, disebut
Bagaimana di Indonesia? Saat memasukkan kata kunci “latihan berlayar untuk anak muda” ke mesin pencari di internet, yang muncul adalah sekolahsekolah pelayaran formal. Tak ada yang dikelola komunitas. Pewarisan ilmu berlayar memang terjadi secara alami di komunitas pelaut/nelayan. Ketika sang ayah mengajak anaknya ikut kerja di laut, maka sang anak akan melihat apa yang dilakukan ayahnya. Belum ada upaya sistematis untuk mengajarkan keterampilan berlayar kepada anak-anak dan pemuda yang tidak hidup dalam tradisi laut.
Pewarisan ilmu dan kecintaan terhadap perahu bagi masyarakat hanya terjadi saat lomba perahu sandeq. Hanya saja, kegiatan tersebut lebih dominan aspek pariwisatanya. Upaya pendidikan masih minim untuk tidak mengatakan tidak ada. Maka itu, saatnya sandeq untuk pendidikan, sebagai upaya mewariskan ilmu kebaharian kepada generasi muda. Hal inilah yang dicoba dalam kegiatan Student on Sandeq
“Pelajaran yang dapat dipetik yaitu tidak ada manusia yang dapat bekerja secara sendiri dan tidak saling bergantungan, karena posisi manusia atau pekerjaan sudah diatur masing-masing, serta kebersamaan akan mendatangkan suatu cerita dan pengalaman yang baru buat hidup,” tulis Muhammad Faisal, peserta Student on Sandeq
Puncak Kebudayaan Mandar
Sandeq adalah puncak kebudayaan Mandar dalam bidang kebaharian. Untuk melihat “keutuhan” sandeq, diperlukan banyak sudut pandang. Ya, sandeq memang perahu bercadik tercepat di kawasan Austronesia, dari Madagaskar ke Pulau Paskah, dari Taiwan ke Selandia Baru. Bak seorang wanita, sandeq tidak hanya cantik fisik belaka, tapi cantik yang memancar dari dalam diri. Sandeq memiliki banyak keindahan dan keagungan yang kasat mata, sehingga butuh pengamatan telaten untuk menyingkapnya, dan sebagian terbungkus dalam rahasia-rahasia.
Jauh hari sebelum pohon ditebang di hutan, ketika pemesan dan penebang kayu membuka lembar rumus mistis bernama “kutika” yang kumuh guna mencari hari baik, sejak itulah kita mulai melihat sandeq. Ketika kayu dibawa ke battilang, ketika sang tukang memulai ritual pembuatan, dan ketika perut sandeq pertama kali menyentuh air laut, semuanya memiliki cerita.
Itu baru awal. Bagaimana gerangan ketika sang punggawa mengikat leher kemudi ke kottaq sanggilang (sanggar kemudi)? Di saat tali layar ditarik, ketika punggawa menarik-ulur baya-baya (tali daman), ketika angin datang dari sisi kanan, ketika tak ada arus, ketika angin begitu hebat, ketika ombak tak bersahabat, dan ketika sandeq merapat kembali di pantai? Itu baru sebagian. Alasan apa yang ada di benak nelayan sehingga sandeq harus selalu putih dan bersih? Apa latar belakang sehingga ada filosofi Lopi sandeq na malolo (perahu sandeq yang cantik)?
Bisa dikatakan sandeq asli menjelang kepunahan. Nyaris tak ada lagi sandeq untuk menangkap ikan yang dibuat lagi. Yang ada pun tinggal menunggu hancur digerogoti cuaca atau dijual pemiliknya untuk peruntukan lain, misal dinding rumah atau malah jadi kayu bakar.
Maka itu, sandeq jangan ditinggalkan di hari-hari terakhirnya. Sandeq memiliki aura untuk tetap dibuat dan dilayarkan, meski bukan untuk menangkap ikan.
Dewasa ini sandeq sudah menjadi “budaya pop” bagi masyarakat Sulawesi Barat, sebagaimana K-Pop untuk Korea Selatan dan Hollywood untuk Amerika Serikat. Sandeq tak lagi melulu berlayar di laut. Sandeq ada di berbagai macam logo mulai instansi pemerintah hingga komunitas, sering menjadi media ekspedisi para pemuda yang melakukan kegiatan petualang, menjadi nama media, tukang sandeq diwawancarai media, sandeq menjadi koleksi museum di Australia, sandeq diundang ke Prancis, sandeq dibuatkan lagu, sandeq dilayarkan di halaman Istana Negara, dan filosofi sandeq dijadikan penyemangat.
“Kita harus seperti sandeq, kecil tapi cepat,” kata Pejabat Gubernur Sulawesi
Barat, Akmal Malik, yang menginisiasi Festival Sandeq dengan dana lebih empat miliar bukan dari APBD/APBN. “Kita harus menjadikan sandeq sebagai alat diplomasi. Nyaris tak ada yang menonjol di Sulawesi Barat yang bisa menjadi modal sosial kita selain perahu sandeq,” katanya ketika sandeq tiba di Manggar, Balikpapan. Ia pun turut berlayar dengan sandeq klasik.
Perahu sandeq adalah puncak evolusi perahu bercadik di kawasan Austronesia. Jika perahu-perahu bercadik lain sudah punah, sandeq masih berevolusi hingga kini. Jika awalnya terjadi karena Sandeq Race yang dilakoni pelaut-pelaut asli, semoga nanti sandeq juga dilayarkan oleh anak muda ‘orang darat’. Mereka akan menemukan sendiri gaya sandeq yang cocok, sandeq yang bisa mengajarkan karakter bahari.