3 minute read
Revitalisasi Bahasa Daerah Malut Ngom Ua Nage Ana Adi
Penggunaan bahasa daerah dalam beberapa tahun belakangan ini terus menurun, karena beberapa faktor, di antaranya penutur jati sudah enggan menggunakan bahasa daerahnya dalam kehidupan sehari-hari. Keengganan penutur jati dalam bertutur bahasa daerah disebabkan oleh perubahan pola pikir yang menganggap bahwa penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga sehari-hari menjadi salah satu penyebab kebodohan.
Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa daerah membuat anak-anak atau siswa
Advertisement
“malas” menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara.
Tentu pola pikir seperti ini keliru, dan bertentangan dengan upaya pelestarian bahasa daerah.
Pengutamaan bahasa negara menjadi suatu hal yang mutlak. Namun, pengutamaan bahasa negara harus memberikan ruang dalam pelestarian bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa, baru daerah yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mencegah kepunahan suatu bahasa daerah adalah revitalisasi oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar
Makarim. Kebijakan revitalisasi bahasa daerah perlu menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah. Program ini sebagai langkah awal dalam upaya peningkatan penutur bahasa daerah.
Berdasarkan Pasal 42 ayat (1) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan:
“Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi Bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia”. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah dalam upaya pelestarian bahasa daerah adalah wajib.
Pemetaan bahasa daerah yang telah dilakukan oleh BPPB (data tahun 2019), bahasa daerah di Maluku Utara yang terpetakan berjumlah 19 bahasa yang tersebar di sembilan kabupaten/kota.
Sembilan belas bahasa daerah tersebut yaitu bahasa Bacan, Bajo, Buli, Galela, Gane, Gorap, Ibu, Kadai, Makean Dalam/ Timur, Makean Luar/Barat, Melayu, Modole, Patani, Sahu, Sawai, Sula, Taliabu, Ternate, dan Tobelo. Hal ini berbeda dengan Pasal 1 ayat (8) Peraturan Daerah
Provinsi Maluku Utara Nomor 9 Tahun
2009 tentang Pemeliharaan Bahasa dan Sastra Daerah yang menyebutkan bahwa bahasa daerah yang tumbuh dan berkembang di Maluku Utara sebanyak
31 bahasa. Mencermati jumlah bahasa daerah di dua peraturan tersebut, kita melihat bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun ada penurunan 12 bahasa daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, pencegahan bahasa daerah dari kepunahan melalui revitalisasi bahasa daerah menjadi suatu keniscayaan.
Pasal 23 ayat (1) Peraturan Presiden
Nomor 63 Tahun 2019 tentang
Penggunaan Bahasa Indonesia menyebutkan, “Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional”. Selanjutnya dalam ayat (2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam seluruh jenjang pendidikan”.
Lebih lanjut dalam ayat (3) “Selain Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, atau bentuk lain yang sederajat pada tahun pertama dan kedua untuk mendukung pembelajaran”. Oleh karena itu, penggunaan bahasa daerah seharusnya justru meningkatkan kompetensi siswa di daerah, bukan malah sebaliknya sebagai hambatan, agar eksistensi bahasa daerah bertahan dan jumlah penutur meningkat.
Revitalisasi Empat Bahasa
Terdapat empat bahasa daerah yang direvitalisasi di Maluku Utara pada tahun 2022, yaitu bahasa Ternate di Kota Ternate, bahasa Sula di Kabupaten Kepulauan Sula, bahasa
Tobelo di Kabupaten Halmahera
Utara, dan bahasa Makean Timur di Kabupaten Halmahera Selatan. Kegiatan revitalisasi bahasa daerah (RBD) diselenggarakan oleh Kantor Bahasa
Provinsi Maluku Utara di antaranya adalah pelatihan guru master yang terus dipantau hingga pascapelatihan dan pelaksanaan Festival Tunas
Bahasa Ibu (FTBI) di tingkat kabupaten/ kota dan provinsi. Sebelumnya, para pemangku kepentingan bertemu untuk menyamakan persepsi.
Pelatihan guru master dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota yang menjadi sasaran RBD. Tujuannya untuk melatih guru-guru/pengajar bahasa daerah dalam pengimbasan bahasa daerah, baik ke sesama guru/pengajar yang lain, ke siswa, atau ke sesama siswa.
Adapun pemantauan pascapelatihan guru master bertujuan untuk memantau pengimbasan pengajaran bahasa daerah yang telah dilakukan guru master di sekolah dan komunitas. Dari hasil pemantauan ini rata-rata sekolah dan komunitas sudah melakukan pengimbasan pengajaran pascapelatihan dan mempersiapkan siswa atau peserta didik dalam ajang Festival Tunas Bahasa Ibu.
FTBI tingkat kabupten/kota di Provinsi Maluku Utara tahun 2022 dilaksanakan oleh dua pemerintah daerah yaitu Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Kepulauan Sula. Adapun Kabupaten Halmahera Selatan dan Kota Ternate dapat mengikuti FTBI tingkat provinsi berdasarkan data hasil pemantauan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara dan rekomendasi dari dinas terkait. FTBI dilaksanakan sebagai bentuk apresiasi pengajaran bahasa daerah dalam bentuk lomba. Terdapat enam kategori dalam FTBI tingkat provinsi, yaitu lomba mendongeng, membaca puisi, dan tembang tradisi untuk tingkat siswa sekolah dasar; serta lomba berpidato, menulis cerpen, dan lawakan tunggal atau komedi tunggal (stand up comedy) untuk tingkat siswa sekolah menengah pertama.
Revitalisasi bahasa daerah diharapkan meningkatkan penutur bahasa daerah di kalangan generasi muda agar eksistensi bahasa daerah tetap terjaga dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Urgensi dari revitalisasi bahasa daerah sejalan dengan pernyataan bahwa satu bahasa punah sama dengan satu peradaban punah, dan untuk membangun sebuah peradaban membutuhkan waktu ribuan tahun. Ngom ua nage ana adi, kalau bukan kita, siapa lagi? Ayo, selamatkan dan lestarikan bahasa daerah!