9
VOLUME
2020
K I L A U
B U D A Y A
I N D O N E S I A
DARI BANDA UNTUK DUNIA KUASA ATAS LADA, “EMAS HITAM” DARI BANTEN PANDEMI, MOMENTUM KEBANGKITAN REMPAH ISSN 2406-8063
9
772406
PESONA PENINGGALAN KESULTANAN SAMBAS
806005
2020, VOL. 9 INDONESIANA 1
foto: Lili Aini https://www.shutterstock.com/g/aini
Alu Katentong, kesenian memukul alu hingga menghasilkan nada tertentu yang dilaksanakan di Tanah Datar, Sumatra Barat, ketika panen padi tiba. 2 INDONESIANA VOL. 9, 2020
P ENGA NT AR Restu Gunawan Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Tetap Menjaga Nyala Budaya Riau. Mereka sejak dulu secara
dan perayaan-perayaan tidak hanya
Indonesiana Volume 9 tahun 2020 bisa
turun-menurun telah menanam dan
sekadar memiliki fungsi praktis
hadir didepan para pembaca yang
membudidaya sekitar 100-an jenis
namun juga memuat nilai-nilai serta
terhormat. Meskipun dalam kondisi
tanaman yang bisa diramu menjadi
pandemi covid 19, Tim Redaksi Majalah
obat-obatan tradisional, sehingga
petuah-petuah kebaikan, baik yang
Indonesiana berusaha keras agar majalah
masyarakat selalu merasa aman dan
ini bisa terbit. Tentu dengan hambatan
selalu bersiap saat datang wabah.
dan tantangan yang harus dihadapi.
Masyarakat Meratus bahkan telah
Puji syukur alhamdullilah Majalah
berhubungan dengan siklus lingkaran hidup manusia, menjaga alam hingga yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
Majalah Indonesiana yang ditulis
menyimpan cadangan bahan pokok
dalam beberapa Bahasa diharapkan
hingga cukup tujuh tahun ke depan
sebagai media diplomasi budaya
sehingga mereka tidak khawatir lapar
untuk mengenalkan kekayaan budaya
saat kondisi pandemi seperti saat ini.
Majalah Indonesiana, yang kini sudah
Indonesia yang sangat beragam. Kita
Masih banyak cerita dari negeri sendiri
sampai Volume 9. Upaya ini adalah
patut bersyukur bahwa Indonesia
yang menjadi contoh bagaimana
sebentuk komitmen Direktorat Jenderal
dihidupi oleh ribuan etnik dengan
manusia selalu pintar beradaptasi, meski
Kebudayaan Kementerian Pendidikan
tradisi serta adat-istiadat beragam
banuyak juga yang terpuruk. Semoga
dan Kebudayaan, melalui Program yang
yang memuat kearifan-kearifan
kita semua dapat terus bergotong-
diampu oleh Direktorat Pengembangan
lokal untuk menjaga keseimbangan
gotong, saling membantu sesama.
dan Pemanfaatan Kebudayaan untuk
alam dan harmoninya tatanan
Jika dikaitkan dengan Objek Pemajuan
Beragam kisah budaya di Nusantara telah terekam dan tergambar dalam
tetap menjalankan misi kebudayaan,
hidup bermasyarakat. Ambil contoh
Kebudayaan, maka dari berbagai
masyarakat adat Talang Mamak yang
merujuk UU Pemajuan Kebudayaan
macam tradisi, ritual, upacara adat, seni
Nomor 5 Tahun 2017. Ini adalah upaya
pertunjukan, pengetahuan tradisional,
untuk terus menjaga nyala budaya.
hidup di sehiliran Sungai Indragiri,
2020, VOL. 9 INDONESIANA 1
VOLUME
K I L A U
B U D A Y A
I N D O N E S I A
Pengarah HILMAR FARID Direktur Jenderal Kebudayaan Penanggung Jawab RESTU GUNAWAN Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Koordinator Umum & Pemimpin Redaksi BINSAR SIMANULLANG Redaktur Pelaksana SUSI IVVATY Redaktur Naskah MARTIN SURYAJAYA ALFIAN S. SIAGIAN Redaktur Foto SYEFRI LUWIS Tata Letak RAFLI L. SATO Fotografer JESSIKA NADYA OGESVELTRY YUDHI WISNU ARYANDI Sekretariat PRIMA ARDIANI WAHYU WARSITA ANNY VERADIANI HERY P. MANURUNG NI KETUT WARDANI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Gedung E. Lt. 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 4-5 Senayan, Jakarta 10270 (021) 5725534 (021) 5725534 indonesiana.diversity@gmail.com http://kebudayaan.kemdikbud.go.id
Majalah Indonesiana bertujuan untuk promosi budaya Indonesia. dan tidak diperjualbelikan. Komentar atas artikel, foto dan lain-lain ditujukan kepada: indonesiana.diversity@gmail.com
Sampul depan: Pala merupakan tumbuhan terkenal yang pertama kali ditemukan di Banda dan memiliki sejarah yang panjang, dalam perkembangannya selanjutnya pala menyebar ke hampir seluruh pulau di Maluku (Hasiholan Siahaan https:// www.shutterstock.com/g/HASIHOLAN+SIAHAAN). Sampul belakang: Jamu Indonesia adalah sistem tradisional perawatan kesehatan dan kecantikan luar dan dalam yang dikembangkan selama berabad-abad. Jamu Indonesia memiliki sejarah berusia 1.200 tahun, namun sangat sedikit yang diketahui di luar Indonesia (w1snu.com https://www.shutterstock.com/g/w1snucom).
2 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Salam Redaksi Pramoedya Ananta Toer dalam kata pengantar buku Kretek, The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes karangan Mark Hanusz (2011, cetakan ketiga) menuliskan satu kisah seperti ini: “Sekitar 50 tahun lalu, dalam satu resepsi diplomatik di London, seorang lelaki berdiri, berpenampilan Eropa, kurus, dan mengenakan topi hitam menyerupai kopiah. Dari mulutnya tercium aroma asap rokok yang memenuhi ruangan. Lelaki ini Agus Salim, Duta Besar Indonesia pertama untuk Inggris Raya yang dijuluki The Grand Old Man……. Tidak mengherankan jika penampilan Salim ini – tidak untuk menyebut bau sigaretnya yang aneh—membuatnya sontak menjadi pusat perhatian. Seorang lelaki bertanya, mewakili pertanyaan banyak orang, “Apa yang kami isap, Pak?”. “Ini, Tuan, adalah alasan bagi Barat untuk menaklukkan dunia,” jawab Salim. Agus Salim tengah mengisap kretek, sigaret dari Indonesia yang berisi berisi tembakau rajangan dan cengkih, yang selama berabad-abad menjadi satu komoditas yang paling dicari selain rempah-rempah”. Terlepas dari pro-kontra soal tembakau, cengkih telah menciptakan satu ramuan khas bernama kretek. Cengkih bersama kayu manis, misalnya, juga menghasilkan paduan rasa khas yang sangat sedap, demikian pula jika dicampur dengan beragam rempah yang ada di Indonesia. Rempah-rempah ini memicu gemuruh sejak bangsabangsa “sedunia” menemukannya dan menyadarinya tumbuh di Nusantara. “Pulau itu sudah tercium sebelum terlihat. Dari jarak sepuluh mil lebih ke laut, suatu aroma menggelayut di udara,” demikian ditulis Giles Milton dalam Pulau Run: Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan (2015), menggambarkan betapa Kapten Nathaniel Courthope tidak membutuhkan kompas atau astrolabe untuk mengetahui bahwa kapal Swan telah (hampir) sampai ke daratan. Hari itu tanggal 23 Desember 1616, dan bau yang menebar di udara adalah bau pala. Tidak berlebihan jika majalah Indonesiana Volume 9 ini menghadirkan cerita rempah-rempah sebagai topik utama dan topik khusus. Selain karena belum pernah dibahas secara khusus di volume 1-8, rempah-rempah selalu aktual dan kontekstual untuk didiskusikan, lantas dimanfaatkan untuk sejumlah kebutuhan, mulai dari napak tilas sejarah sebagai bagian dari upaya “menolak lupa” hingga menjaga posisi, nilai, dan kualitas rempah-rempah tetap berada di atas. Terlebih lagi, di masa pandemi Covid-19 ini rempah-rempah kembali digdaya, karena bermanfaat bagi kesehatan tubuh serta membangkitkan gairah para pelaku usaha kecil untuk meramu rempah-rempah secara kreatif dan menjualnya, agar dapur tetap mengepul. Masih terkait pandemi korona, direktorat-direktorat di Ditjen Kebudayaan Kemdikbud juga berupaya untuk menyiasati berbagai program yang tidak bisa dilakukan secara tatap muka langsung atau kegiatan berkerumun lain. Laporan mengenai beberapa kegiatan semasa pandemi, juga kegiatan-kegiatan lain sebelum pandemi menyeruak luas, hadir dalam rubrik Peristiwa. Tema-tema lain yang berhubungan dengan pemajuan kebudayaan hadir dalam kisah dan warna yang segar, namun tetap berbobot dan menumbuhkan energi positif bagi kita. Semuanya bisa disesapi lewat beragam rubrik seperti seni, museum, tradisi lisan, adat-istiadat, cagar budaya, arsitektur, pengetahuan tradisional, hingga rubrik perempuan dan wawancara dengan seniman Remy Sylado. Semoga Indonesia Volume 9 ini bermanfaat untuk semua pembaca. Salam budaya…. Pemimpin Redaksi
S A M BUT A N Hilmar Farid Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, Republik Indonesia
D
ewasa ini kita hidup dalam
oleh logika akumulasi ekonomi yang
itu, tiada cara selain mengupayakan
sebuah tata kemasyarakatan
menyapu-rata semua pertimbangan
kebangunan jiwa dan badan, kesadaran
yang dibentuk oleh obsesi untuk
keselarasan sosial-ekologis. Runtuhnya
hati dan budi. Jalan kebudayaan lah yang
mengantisipasi risiko. Segala bentuk
daya dukung lingkungan dan cerai-
harus kita tempuh dalam situasi pandemi
potensi risiko, khususnya dalam wujud
berainya solidaritas sosial membuat
dewasa ini.
kerugian finansial, dieksternalisasi keluar
pandemi datang seperti nasib yang tak
proses ekonomi dengan cara dibebankan
terelakkan.
pada masyarakat dan lingkungan hidup.
Hari-hari pandemi ini adalah
Salah satu jalan kebudayaan yang dikenal turun-temurun oleh masyarakat Nusantara adalah khazanah rempah.
Alih-alih memperhitungkan biaya sosial-
momentum penting untuk merumuskan
Berbagai suku bangsa yang mendiami
ekologis dari pembangunan dengan
strategi bersama dalam memulihkan
kepulauan Nusantara telah lama
menempatkannya sebagai tali kekang
relasi sosial dan relasi dengan alam.
memberdayakan rempah-rempah
bagi arus akumulasi laba, kita justru
Kita mesti belajar dari pengalaman
sebagai bagian dari gaya hidup sehari-
membebankan biaya sosial-ekologis
yang artinya pertama-tama mesti
hari. Lewat pengetahuan tradisional
itu pada daur hidup sosial dan daya
dimaknai sebagai “belajar dari alam�.
itulah bangsa kita selamat menjalani
dukung lingkungan. Hasilnya adalah
Di masa pandemi ini, alam telah
ribuan tahun keberadaannya. Oleh
suatu model pertumbuhan ekonomi
memaksa kita kembali ke alam: kembali
karenanya, dalam suasana pandemi
yang mengorbankan integrasi sosial
bercocok tanam, kembali merenungkan
seperti sekarang ini, kita perlu menggali
dan keselarasan manusia dengan alam
kesinambungan hidup, kembali
kembali kekayaan khazanah rempah itu.
sekitarnya.
menyadari bahwa kita berbagi tubuh
Masyarakat semakin tersekatsekat ke dalam hierarki sosial dan
dengan bumi.
Saya menyambut baik penerbitan Majalah Indonesiana Volume 9 yang
Memulihkan relasi kita dengan alam
mengangkat kekayaan khazanah rempah
terkurung dalam prasangka terhadap
berarti menjalankan ruwatan kebudayaan
Nusantara. Aneka artikel telah dihimpun
keanekaragaman ekspresi hidup.
bagi manusia modern: mengembalikan
di sini dengan semangat merevitalisasi
Degradasi lingkungan alam pun berjalan
irama hidup kita pada irama yang selaras
pengetahuan tradisional yang masih
bersamaan dengan degradasi kehidupan
dengan daur hidup alam sekitar. Hanya
relevan bagi ketahanan jiwa-raga di
sosial. Pandemi COVID-19 adalah muara
di atas dasar kesadaran akan jiwa-
masa pandemi. Semoga lewat bacaan ini,
dari model pembangunan yang sama
raga sebagai tanah-air itulah kita akan
masyarakat memperoleh inspirasi untuk
sekali tidak berkelanjutan itu.
berbahagia sebagai bangsa. Ekonomi kita
terus memajukan kebudayaan, menggali
haruslah suatu ekonomi kehidupan, yakni
kembali akar wawasan rempah, demi
begitu saja. Pandemi adalah buah
perikehidupan yang landasannya adalah
mengatasi segala tantangan hidup di
dari Kewajaran Lama yang dipimpin
kehidupan. Untuk mencapai tujuan
masa gelap ini.
Pandemi bukanlah nasib yang datang
2020, VOL. 9 INDONESIANA 3
DA F TA R I S I SAMBUTRN 1
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
3
Direktur Jenderal Kebudayaan
TOPIK UTAMA 6
Dari Banda untuk Dunia
10
Jang Amba Tong pe Pala: Cerita Pala Maluku Utara
14
Biji Pala dan Punggung Kemerdekaan
16
Kuasa atas Lada, “Emas Hitam” dari Banten
20
Ketika Rempah Bali Berserikat dalam Usadha
23
Komik Strip • Wabah Corona dan Orang Rimba
24
Pengarsipan atas Kekayaan Imajinasi
TOPIK KHUSUS 28
Sensasi Getir Menggetarkan Andaliman
32
Oen Ranup yang Ajaib dari Ujung Utara Sumatra
36
Memasak Bubur Suro, Mengajak Bersedekah
38
Pandemi, Momentum Kebangkitan Rempah
40
Khasiat Cengkih dan Temulawak Sejak 1918
4 INDONESIANA VOL. 9, 2020
PERISTIWA 44
Ketika Seniman Beradaptasi
46
Kiamat Bioskop dan Perfilman Nasional
48
Mari Bersandiwara dan Bersastra
50
Ritual Adat Tuk Sikopyah
52
Daulat Padi dari Sinar Resmi
RUBRIK BUDAYA NAVIGASI TRADISIONAL 54
Meraba Mata Angin, Membaca Tanda
UPACARA ADAT 58
Erau Festival, Riuh dan Penuh Sukacita
RITUAL 62
Doa Syukur Larungan ke Pulau Bokor
SENI 64
Topeng Dalang: Meremang di Pusaran Zaman
RUBRIK BUDAYA SITUS
RUBRIK BUDAYA TRADISI LISAN 68
Basiacuang, Petatah-petitih Melayu Kampar
84
CAGAR BUDAYA 70
Pesona Peninggalan Kesultanan Sambas
PERMAINAN TRADISIONAL 86
WASTRA 74
Tenun Ikat Sikka, Lestari Berkat Du’a-du’a
Basilang Kayu, Falsafah Dapur Orang Minang
88
Yang Segar dan Tegar Perempuan Mentawai
92
Jejak Cheng Ho di Museum Aceh
Rumah Sumba nan Eksotis
PERSONA 96
MUSEUM 80
Abit Godang, Ulos dari Angkola
ARSITEKTUR
PEREMPUAN 78
Main Congklak, Belajar tidak Congkak
WASTRA
KULINER 76
Kumitir, Sisi Timur Kota Raja Majapahit
Remy Sylado
GALERI FOTO 100
Potret Kota Tua di Masa Pandemi
2020, VOL. 9 INDONESIANA 5
TO P I K UT A M A
“Pedagang-pedagang Melayu mengatakan kepada saya bahwa Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk buah pala, dan Maluku untuk cengkih.” (Tomé Pires dalam Suma Oriental, 1512)
Dari
Banda
6 INDONESIANA VOL. 9, 2020
untuk Dunia
Menjemur ikan asin di salah satu pasar di desa di Banda Naira. Pala dari Banda (sebelum 1880), Woodbury & Page (Batavia). (Leiden University Library, KITLV 3348)
R
(atas) Illustrasi pengumpulan hasil perkebunan pala di Banda masa kolonial oleh Henri Zodervan & J.B. Wolters. (Leiden University Library, KITLV 52A10), (bawah) Menjemur pala di depan rumah di desa di Banda Naira. omantisme kesejarahan memang sangat kental terasa ketika berbincang mengenai
Kepulauan Banda. Artefak arkeologis yang kaya hasil peninggalan masa jaya itu masih ada dan bertahan hingga sekarang. Di Pulau Banda Neira, sekitar 24 situs arkeologi, 7 di antaranya telah di tetapkan menjadi cagar budaya. Di Pulau Lonthor ditemukan 11 situs arkeologi. Di pulau lain juga ditemukan namun tidak begitu banyak. Di antara peninggalan-peninggalan bersejarah itu adalah Benteng Belgica, Hollandia, Istana Mini, Gereja Hollandische Kerk yang disebutsebut sebagai gereja tertua di Asia Tenggara, dan beberapa yang lainnya. Di sana Banda Neira terdapat rumahrumah pengasingan tokoh pergerakan
foto: Janelle Lugge https://www.shutterstock.com/g/janellelugge.
Kemerdekaan Indonesia seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Dr Cipto Mangunkusumo. Bahkan Pulau Rosengain diubah namanya menjadi Pulau Hatta sebagai penghormatan atas jasanya mengajar dan menjadi guru bagi warga Banda Neira selama proklamator tersebut menjalani pengasingan.
Lalu bagaimana nasib Banda ke depan? Dengan profil yang demikian kolosal tersebut, dengan kekayaan budaya yang juga massif, Banda sudah seharusnya dapat menjadi kota warisan budaya dunia. Bukankah Dalam Warisan Budaya Dunia terdapat penilaian Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value)? Bukankah hal itu merupakan ide dasar dari Konvensi Perlindungan Warisan Dunia Alam dan Budaya Tahun 1972 (Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage). Kemudian, apa dan bagaimana hubungannya Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dengan pala dan fuli Banda? Sebagai tambahan, pada akhir abad 20, lingkup warisan budaya oleh masyarakat internasional secara umum disepakati bahwa nilai budaya yang merupakan bentuk WBTb (intangible culture heritage) berperan penting dalam mendukung narasi warisan budaya bersifat ‘kebendaan’ (tangible heritage) serta lingkungan alamnya. Pada tahun 1999, UNESCO menyatakan bahwa lingkup nilai kebendaan (bangunan dan situs), lingkungan dan warisan alam, kemudian mengadopsi foto: Luca Vaime, https://www.shutterstock.com/g/Luca+Vaime
2020, VOL. 9 INDONESIANA 7
konvensi Safeguarding of the Intangible
pemberdayaan untuk meningkatkan
Inggris di sana. Konon pula disebutkan
Cultural Heritage (UNESCO, 2003).
taraf hidup dan perekonomian
bahwa masyarakatnya Banda memiliki
WBTb ini diwarisi secara turun temurun,
masyarakat. Kita juga tentunya tahu
armada dagang yang kuat hingga
secara terus-menerus diciptakan dan
bahwa pala Banda merupakan komoditas
mampu berdagang pala dan fuli hingga
dikembangkan oleh masyarakat dalam
unggulan perkebunan yang menjanjikan
negeri Malaka.
merespons lingkungan sekitarnya,
serta komoditas unggulan potensial
interaksi mereka dengan sejarah
permintaan pasar internasional.
Apa hendak dikata, akhirnya datang bangsa-bangsa Eropa. Mereka silih berganti melakukan praktik kolonialisasi.
dan alam, memberikan mereka a
Pada pada abad ke-10 saja pala Banda
sense of identity and continuity, dan
sudah tercatat dalam daftar perdagangan
Bukan harga dan keuntungan tinggi,
mempromosikan penghormatan
utama di pelabuhan Alexandria Mesir.
melainkan perampasan dan penindasan
terhadap keragaman budaya dan
Terlebih lagi, pada sekitar abad ke-14, di
selama berabad-abad yang rakyat
kreatifitas manusia
kitab Negarakertagama telah termaktub
Nusantara peroleh. Tersebutlah, pada
kata Wandan (Banda) sebagai salah
1599 rombongan Armada Belanda I
atas kejayaan Banda silam yang dapat
satu kepulauan Indonesia bagian Timur
yang dipimpin oleh Van Hemskerk tiba
menjadi inspirasi atas rekonstruksi nilai-
penghasil rempah-rempah.
di Pelabuhan Orantata, Banda Besar
Padahal, berbagai macam tinggalan
keplauan Banda. Kemudian, pada
nilai budaya untuk mengangkat Banda
Ketika berbicara mengenai
dan memberdayakan masyarakatnya.
Kepulauan Banda maka hal itu
tahun 1601 armada Inggris datang ke
Manajemen pengelolaan wilayah yaitu
melekat pada pembahasan rempah-
kepulauan Banda untuk tujuan yang
dengan adanya kawasan konservasi, yang
rempah dan jejak sejarah kehadiran
sama yaitu mendapatkan pala dan fuli
mengatur dan melindungi sumberdaya
bangsa asing di Nusantara. Harumnya
untuk dibawa ke pasar Eropa. Meskipun
alam sebagai daya tarik dan daya saing
pala dan fuli (myristica fragrans)
sesama Eropa, Belanda menganggap
untuk mengembangkan pembangunan
telah merangsang datangnya para
Inggris sebagai musuh dan saingan
ekonomi dan budaya masyarakat
petualang dan pedagang dari berbagai
dagang mereka di Kepulauan Banda.
Kepulauan Banda.
penjuru dunia untuk mengarungi dan
Sebut saja pentingnya penguatan kelembagaan dan kearifan lokal,
menaklukkan luasnya samudera. Tome Pires mencatat bahwa orang
Pada tahun 1602, Banda kedatangan rombongan armada Belanda yang kedua. J.P. Coen memimpin armada itu. Pires
pemberdayaan masyarakat dalam
Gujarat dan India ternyata telah
mencatatnya sebagai pemimpin yang
pengelolaan cagar budaya dan WBTb,
terlebih dulu hadir, jauh sebelum
kejam. Pires mencatat bahwa J.P. Coen
sekaligus pelestarian pesona keindahan
datang pedagang-pedagang Eropa
menawan 44 orang kaya yang dibawa
alam dan dunia bawah lautnya,
seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan
dari Pulau Lonthoir. Kedua tangan para
Salah satu desa di Pulau Run yang terletak di ujung kepulauan Banda Neira. Halaman akhir dari Perjanjian Breda 1667 (Treaty of Breda), sumber Nationaal Archief, Staten-Generaal Archiefinventaris 1.01.02 Inventarisnummer 12589.127.
foto: farhankudosan https://www.shutterstock.com/g/farhankudosan
8 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Kota kecil di Banda Neira, dengan bangunan berbentuk pentagonal yaitu Benteng Belgica yang menjadi ikon kota.
foto: J. Croese https://www.shutterstock.com/g/J.Croese
tawanan diikat erat-erat lalu dimasukkan
semua pala dan fuli. Itu semua demi
di balik artefak-artefak itu adalah
ke kerangkeng bambu. Di Banda, J.P.
mempertahankan monopoli atas
peninggalan Budaya Takbenda yang
Coen memutilasi bagian tubuh mereka
perdagangan rempah dunia di abad ke-17.
sangat penting? konservasi, yang
seperti tangan, kaki dan kepala. Ekspedisi
Begitu pula, betapa Banda Neira,
mengatur dan melindungi sumberdaya
yang kejam dan menentukan demi
salah satu pulau di Kepulauan Banda
alam sebagai daya tarik dan daya saing
takluknya penduduk Kepulauan Banda
sedemikan penting sehingga ia menjadi
untuk mengembangkan sosial ekonomi
itu terjadi pada April 1621.
kota pertama yang dibangun oleh
dan budaya masyarakat Kepulauan Banda
bangsa Eropa di bumi Nusantara. Banda
Neira. Perlu adanya model keterlibatan
sebuah sejarah juga penting dan
Neira dibangun demi kepentingan
para stakeholder untuk mengelola dan
unik, Pulau Run - satu di antara
perdagangan pala yang dijalankan oleh
mengembangkan potensi sumberdaya
gugus Kepulauan Banda - dipertukarkan
bangsa Eropa. Di kota baru ini dibangun
alam dan budaya yang tinggi di Kepulauan
antara Inggris dan Belanda dengan
gedung-gedung perkantoran kolonial dan
Banda Neira. Mohamad Atqa (Direktorat
pulau Manhattan, Amerika Serikat
belasan benteng pertahanan.
Pengembangan dan Pemanfaatan
Di balik sejarah kelam itu, tercatat
pada tahun 1667. Pertukaran Pulau
Indonesia adalah pemegang sah jalur
Run dan Manhattan itu tertuang dalam
rempah. Jejak rempah Indonesia telah
Perjanjian Breda (Treaty of Breda) yang
menjadi ikon budaya yang mendunia dan
ditandatangani antara Inggris, Belanda,
menjadi jalur diplomasi internasional
Perancis dan Denmark-Norwegia. Dalam
bidang kebudayaan. Penting bagi kita
perjanjian tersebut, Belanda bersedia
untuk kembali menguatkan ideologi
melepaskan wilayah kekuasaannya di
jalur rempah. Dan, Banda merupakan
Nieuw Netherland, Amerika, atau saat
lokus penting sebagai bagian untuk
ini dikenal sebagai Pulau Manhattan,
mengumandangkan kejayaan Nusantara
untuk ditukar dengan Pulau Run. Itu
dalam jalur rempah. Bukankah kisah
Kebudayaan)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 9
TO P I K UT A M A
Cerita Pala Maluku Utara Ketika kita berbicara mengenai Ternate dan juga Tidore, akan ada cerita tentang pala. Pala, sepintas terlihat seperti duku, dengan ukuran lebih besar. Pala muda berbalut kulit berwarna hijau, dan menjadi kekuning-kuningan ketika matang, warna yang elok sedap dipandang mata. Ketika dikupas, buah pala sedikit pucat tapi menggiurkan untuk dicicipi. Akan tetapi, jangan coba-coba langsung melahapnya. Rasanya kecut. Di balik rasa kecut itu, pala mengandung harta yang bernilai tinggi. Nyatanya, pala dicari dan diburu oleh bangsa-bangsa Eropa selama berabad-abad. Pala bahkan ternisbat menjadi salah satu penanda utama suatu periode penting dalam sejarah dunia, the age of discoveries atau abad-abad penemuan dan penjelajahan. Hampir seluruh bagian buah pala bernilai ekonomi. Isinya diolah menjadi manisan atau sirup lalu dipasarkan. Pala itu dibalut “bunga� yang disebut fuli yang tampak cantik berkilau berwarna merah saat sudah matang dan saat buahnya dibelah. Fuli atau bunga yang membungkus biji dan berwarna merah adalah bagian termahal. Kemudian biji pala, berwarna hitam mengkilap ketika telah dijemur lazim ditemukan di Indonesia sebagai bumbu makanan. Biji pala disebut pula mutiara hitam.
Dong Ambe Tong pe Pala
10 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Pemilihan biji pala. (searah jarum jam) Buah Pala yang masih di pohon, pala yang sudah dikeringkan, pala dan fuli yang mulai lepas dari bijinya, buah pala dan biji pala.
Pala dan fuli inilah yang selama berabad-abad bertahan sebagai produk dagang termahal di pasaran dunia. Pala dan fuli memang dapat diubah menjadi berbagai produk olahan; seperti bahan farmasi, kosmetik, bumbu makanan dan bahkan campuran parfum. Bahkan, pala diyakini memiliki khasiat yang sangat ampuh sedemikian ampuh sehingga dapat menyembuhkan banyak ragam penyakit. Konon, pandemi mematikan Black Death yang menyerang Eropa pada akhir abad ke-14 bisa mereda karena khasiat pala.
Pala di Ternate dan Tidore Walau pala adalah tanaman terkenal mula-mula di Banda dan telah memiliki sejarah panjang. Namun pada perkembangan berikutnya, pala tersebar ke hampir seluruh pulau di Maluku. Ternate dan Tidore juga merupakan bagian dari wilayah sebaran pala di Maluku. Walau pala di Ternate dan Tidore tidak semashyur di Banda, namun tetap saja tumbuh serta berkembang hingga kini. Dengan demikian pala di Ternate dan Tidore juga merupakan tanaman yang menjadi incaran bangsa-bangsa eropa. Gufran Ibrahim dalam tulisannya
foto: Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
Cengkih tumbuh di bagian utara tanah Maluku. Sementara pala berkembang di selatan tanah Maluku.
foto: DjunaPix https://www.shutterstock.com/g/DjunaPix
nama pala dalam bahasa daerah
Jakarta, Batavia. Pala bahkan bisa membuat kekuatan-
Begitu berharganya pala, sampai-
kekuatan Eropa saling berperang.
sampai membuat Pulau Run rela
Belanda (VOC) memiliki hasrat sangat
ditukar-gulingkan Inggris dan Belanda
besar untuk memonopoli perdagangan
dengan Pulau Manhattan, yang ketika
pala. Belanda mengirim tentaranya
itu bernama Niuew Amsterdam dan
dengan jumlah yang sangat banyak
sekarang dikenal sebagai New York,
untuk menyerang Portugis di pulau
pusat ekonomi utama di dunia saat ini.
Banda. Kemudian mereka berperang melawan bangsa Inggris. Lalu, salah satu
‘menemukan evidensi linguistik keaslian pala dan cengkeh mengatakan bahwa
daerah kosmopolit. Jauh sebelum ada
Pala dan Sejarah Barangkali, jika tidak ada pala maka
Ternate dan Tidore adalah gosora. Pala
orang tidak akan kenal pulau Banda,
yang hidup di kaki gunung Gamalama
pulau penghasil pala terbaik dunia.
(Ternate) dan Kie Matubu (Tidore)
Bangsa-bangsa Eropa saja rela berlayar
adalah asli dari tanah Maluku yang juga
ribuan mil laut demi si hitam manis.
digilai orang-orang Eropa. Biji dan fuli
Mereka bahkan mendirikan koloni
merupakan rempah paling dicari.
multikultural mula-mula di Banda. Suatu
peristiwa paling kelam di Nusantara, tapi mungkin juga salah satu yang paling sedikit diceritakan adalah pembantaian orang-orang asli Banda. Sebuah peristiwa genosida telah terjadi. Kejadian itu diabadikan sebagai legenda dan rataptangis Banda Eli dalam tradisi lisan Maluku Selatan.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 11
Pemandangan Kepulauan Tidore menjadi salah satu di mana rempah berasal. Suasana pasar tradisional di Ternate saat ini, dengan para penjual sayur mayur, buah buahan dan bumbu-bumbu lokal.
12 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Illustrasi dari kedatangan Van Warwijk ke Ibukota Ternate (Gamalama) pada 1599 oleh Johann Theodor de Bry (15601623) and Johann Israel de Bry (1565-1609). (Orientalische Indien (“Little Voyages”)) foto: ilhamrach https://www.shutterstock.com/g/ilhamarch
Dibalik perdagangan pala tersimpan
Senhora Del Rosario (sekarang lebih
nestapa berabad-abad sejarah
dikenal dengan nama Benteng Kastela),
Nusantara. Sebagaimana lada dan
Sultan Khairun dibunuh oleh tentara
cengkeh, pala itu seumpama bidadari
portugis atas perintah Gubernur Lopez
cantik rupawan yang menarik banyak
de Mesquita.
lelaki untuk memperebutkannya.
Berita Sultan Khairun dibunuh
Portugis, selaksa lelaki perebut, adalah
menyebar dan menyulut huru-hara,
bangsa pertama yang datang khusus
kemarahan dan keberanian warga
untuk berdagang pala dengan penduduk
Ternate. Sultan Baabullah, sang anak,
tempatan. Apa daya, mereka punya
yang menggantikan ayahnya, marah pada
banyak saingan. Spanyol, Inggris dan
bangsa Portugis yang telah membunuh
Belanda juga ingin mengambil bagian.
ayahnya. Sang Sultan marah karena
Inggris dan kemudian Belanda adalah
Portugis memonopoli perdagangan
bangsa dengan keinginan terkuat untuk
rempah. Kenyataannya justru berbeda,
merebut pala di kepulauan Banda dari
Baabullah terlihat sangat berani dan kuat
dok.babpublishing
tangan Portugis.
serta berkeinginan kuat untuk mengusir
dulu memonopoli perdagangan rempah
bangsa Portugis keluar dari tanah
kawasan itu. Kala itu, Spanyol dengan
Maluku.
Tidore terlibat perang dengan Portugis
Portugis di Ternate dan Spanyol ke Tidore Orang tua kami sering berkisah soal asal mula Portugis masuk ke Ternate. Kisah-kisah yang juga sejarawan Ternate, misalnya Adnan Amal, Des Alwi dan lainnya. Konon, saat pertama berlabuh di Ternate, Portugis disambut baik oleh Sultan karena prasangka baik bahwa bangsa baru ini akan menjadi sekutu yang baik dan barangkali mau membantu menyerang Kesultanan Tidore. Waktupun berjalan, hingga diketahui bahwa Portugis sesungguhnya bermaksud menguasai
Sebelum bangsa Portugis dan Spanyol sampai di Ternate dan Tidore, telah
dan Tidore. Pala telah menentukan sejarah
ada perang antara kedua kesultanan
panjang tidak hanya untuk Ternate dan
ini. Perang ini juga mendorong Portugis
Tidore, tetapi pula untuk Indonesia. Buah
dan Spanyol terlibat menjadi sekutu.
ini tidak hanya digemari bangsa eropa,
Portugis memilih Ternate sebagai sekutu.
namun pula bangsa-bangsa dari Asia
Sementara Spanyol bersama Tidore
seperti India, Arab dan China. Berbagai
untuk berkonfrontasi dengan Ternate
bangsa ini datang ke nusantara, termasuk
dan Portugis. Sama seperti Portugis,
di Maluku Utara. Orang Ternate bilang,
kedatangan Spanyol ke Maluku juga
”Jang Ambe Tong pe Pala”. Ya, mereka
ingin menguasai rempah yaitu pala dan
bilang, “Jangan ambil kami punya pala”.
cengkih. Namun, Spanyol agak kesulitan
(Sukran Ichsan: Peneliti di Rumah Sinergi
karena telah ada Portugis yang lebih
Research and Consulting)
rempah di Ternate. Sultan Tabariji kemudian menjadi korban hingga dibuang ke Goa (India). Sultan Tabariji kemudian digantikan oleh Sultan Khairun yang masih belia. Pihak Portugis meremehkan Sultan Khairun dan ikut campur semua urusan dalam kesultanan Ternate.
di Ternate, hingga suasana stabilitas dan kedamaian tetap terjaga. Namun suasana ini dimanfaatkan Portugis dengan mengundang sang Sultan berkunjung ke benteng. Sultan Khairun tanpa curiga langsung datang ke Benteng dengan hanya beberapa pengawal. Pada tanggal 25 Februari 1570 di Benteng Nostra
foto: iamjoray https://www.shutterstock.com/g/iamjoray
Khairun tidak mau memutus kerjasama dengan bangsa Portugis yang bermukin
2020, VOL. 9 INDONESIANA 13
TO P I K UT A M A
B
ij n a iP ka al e ad rd e an P em ung g ung K
Patung Liberty di Amerika Serikat itu, jika kita telusuri dengan mengetik namanya di mesin pencari, maka kita akan menemukan berbagai tampilan foto karya seni itu dengan posisi tampak depan. Suatu cara pengambilan yang nyaris sama satu sama lain. Kemiripan itu tentu bukan tanpa sebab-musabab. Patung memang cenderung dibuat untuk dilihat dari depan. Patung setinggi 93 meter itu dijadikan sebagai simbol kemerdekaan, juga kebebasan, dari segala bentuk penindasan. Tentu kalau dari kehendak empunya, dalam versi liberalisme. Obor, mahkota, buku, serta elemen utama lain yang digunakan untuk menyampaikan itu, sebagian besar, dihadirkan ke kita melalui apa yang terlihat di bagian depan. Membuat patung untuk dilihat dari 14 INDONESIANA VOL. 9, 2020
depan berarti mengandaikan posisi saling berhadapan antara patung tersebut dan para pemandangnya. Tapi, lelaku saling berhadapan tidak sertamerta terkandung kesamaan posisi di dalamnya. Patung Liberty, simbol kebebasan itu, sungguh terlalu tinggi di hadapan kita. Juga, terlalu jauh untuk kita hampiri. Kita, para pemandang ini, berhadaphadapan dengan sesuatu yang telah lebih dulu mengandaikan dirinya sebagai hal yang monumental. Menghadap kepadanya adalah menyaksikan sosok yang tegak-kokoh, tinggi-angkuh, jauh sekaligus penuh pesona. Patung Liberty merupakan contoh terbaik ketika patung menjadi ekspresi utama dari ambisi manusia akan keabadian. Kita tidak hanya memandang patung
belaka melainkan juga mempertegas keterpisahan kita darinya. Berbeda dari pemandangan umum tersebut, ada lukisan Hanafi yang menampilkan bagian belakang Patung Liberty. Kita masih dapat merasakan kedigdayaan patung tersebut. Tapi, tak seperti ketika memandang dari depan, yang segala perlambang ditampakkan dengan jelas, kita tak bisa menemukan hal itu sepenuhnya saat memandang dari belakang. Tak tampak buku yang digapit patung tersebut. Namun kita masih melihat obor. Semestinya bagian belakang dari mahkota juga bisa terlihat. Tapi, Hanafi memilih untuk tidak menyertakannya. Menggambarkan bagian belakang Patung Liberty seperti menghadirkan sebuah dunia yang tak sepenuhnya
Judul Pameran: The Maritime Spice Road: 350th Anniversary of the Breda Treaty/ Hanafi Solo Exhibition, Tahun 2017 Lokasi: Konsulat Jendral RI, New York, Amerika Serikat Pendukung: Dirjenbud Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Studiohanafi diutamakan oleh patung tersebut. Dunia bagian belakang memang cenderung tak terduga dan kadang gelap; wilayah yang seringkali lebih luas dari ruparupa penampilan depan; kawasan yang meluas dari apa yang tampak pada patung itu hingga ke pelosok-pelosok ruang-waktu yang berbeda. Jika dunia bagian belakang itu adalah persilangan politik, sejarah, dan peradaban, maka patung tersebut pun punya dunia belakang yang berisikan irisan sejarah dan politik yang membentang begitu luas dan tak kalah kompleksnya. Dengan menggambarkan punggung dari Patung Liberty, Hanafi memberikan perhatian pada wilayah belakang yang, dengan suatu dan lain cara, turut menjadi bagian dari pemaknaan atas kebesaran patung terkenal yang sering ditampilkan kembali dalam posisi tampak-depan tersebut. Perhatian itu ia tujukan pada satu titik, yaitu titik-simpul yang mempertemukan patung yang berlokasi di Manhatan tersebut dengan sejarah yang berkaitan dengan rempah-rempah di Indonesia. Tepatnya di Pulau Run. Lukisan tersebut tidak dipajang di dinding pameran sebagai lukisan yang berdiri sendiri. Ia justru bagian dari karya instalasi. Lukisan setinggi sekitar dua meter itu dipajang sejajar dengan titik-pandang para pemandang. Lukisan itu tak hanya menampilkan gambar punggung patung, namun juga menghadirkan semacam pemandangan jarak-dekat. Yang dihadirkan oleh lukisan itu semacam proyeksi sebaliknya dari pemosisian Patung Liberty di Manhattan yang terletak begitu jauh dari pemandangnya. Dari bawah lukisan itu, tampak keluar biji-biji pala, hingga menjadi sebuah tumpukan besar. Biji-biji pala itu bukan imitasi, melainkan biji pala asli. Dibawa langsung dari Pulau Run, Maluku. Pulau itu, dulunya, adalah tempat pala pernah menjadi alasan para kolonial datang ke Indonesia. Ada cerita lain tentang pilihan biji pala asli daripada membuat
imitasinya. Biji pala asli itu seperti sedang menziarahi leluhurnya. Biji pala yang dulu dibawa dengan meninggalkan penindasan di tempatnya tumbuh. Jika tubuh Patung Liberty setinggi 46 meter itu ditopang oleh fondasi-patung setinggi 47 meter (total 93 meter), maka lukisan patung setinggi dua meter itu bagai ditopang oleh tumpukan biji pala setinggi kurang dari setengah meter. Hanafi ingin menghadirkan suatu ironi di antara sesuatu yang indah (patung dan lukisan) dan sesuatu yang nyata (biji pala). Satu sisi dari halaman belakang yang ingin ditunjukkan Hanafi dari Patung Liberty tersebut adalah sejarah pertukaran Manhatan dengan Pulau Run di tahun 1667 dalam Perjanjian Breda antara pemerintah kolonial Belanda dan Inggris. Belanda mendapatkan pulau Run sementara Inggris mendapatkan Manhattan. Tentu saja, itu bukan pertukaran yang setimpal. Manhattan saat itu bukanlah seperti yang kita lihat sekarang. Namun, Inggris bukan berarti tak dapat apa-apa. Di luar perjanjian yang tampak tak setimpal itu, Inggris tetap menambang di Indonesia. Yang jelas, siapa pun yang mendapatkan Pulau Run, kita tetap menjadi—memiuhkan ungkapan lama—“semut yang mati” di antara “dua gajah yang sedang beradu”. Tak ada kaitan langsung antara Perjanjian Breda tersebut dengan Patung Liberty. Tapi, kejayaan Manhattan hari ini, yang salah satunya disimbolkan oleh Patung Liberty itu, dan ketertinggalan Pulau Run di zaman sekarang—bila dibandingkan di masa tempat itu sebagai sumber penghasil rempah yang dicari dari segala penjuru—adalah bagian dari kontestasi para negara kolonial di abad-abad lalu. Keduanya memang tampak tak berhubungan dalam konteks sempit. Tapi dalam konteks yang lebih luas, baik Patung Liberty dan Pulau Run dihubungkan oleh sejarah kejayaan kolonial di satu sisi dan sejarah penindasan di negeri jajahan di sisi lain.
Perang antar bangsa kolonial, siapapun yang menang di antara mereka, tetap saja sama-sama dibesarkan oleh kolonialisme yang mereka hidupkembangkan di banyak negeri. Patung Liberty adalah hadiah dari Prancis di tahun 1886 untuk Amerika Serikat. Hadiah yang mengusung gagasan tentang kemerdekaan serta kebebasan dari penindasan. Tapi, sebagaimana dikatakan tadi, itu hanya halaman depan patung. Sementara itu, satu sudut halaman belakang dari kemerdekaan tersebut, sebagaimana diproyeksikan dari instalasi Hanafi tadi, adalah sejarah memperebutkan monopoli pala, yang penuh darah dalam pertikaian negara-negara kolonial. Di Pulau Run dan pulau-pulau lain, para kolonial bergantian menembakkan senapan dan menghunuskan pedang. Kejayaan bangsa-bangsa kolonial itu, kini, dengan suatu dan lain cara, adalah sejarah penindasan dan pengambilan hak merdeka bangsa-bangsa penghasil rempah. Mereka datang ketika negeri rempah masih kaya dan kemudian meninggalkannya dalam kedaan melarat serta penuh penderitaan. Sebagaimana yang ditampilkan dalam instalasi Hanafi, hari ini kita dipunggungi oleh Patung Liberty yang, dengan suatu dan lain cara, ditopang oleh tumpukan biji pala asli tersebut. (Heru Joni Putra) 2020, VOL. 9 INDONESIANA 15
TO P I K UT A M A
“Emas Hitam�
Kuasa atas Lada,
Internasional Papper Community (2015) mencatat bahwa produktivitas lada Indonesia hanya 663,79 kg/ha. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam yang mencapai 2.280 kg/ha. Padahal, Indonesia memiliki luas perkebunan lada sekitar 116.000 ha, nomor dua setelah India yang memiliki luas perkebunan lada sekitar 200.000 ha. Hingga kini, kedua negara itu masih merupakan negara dengan luas perkebunan lada terbesar di dunia. Sementara Vietman hanya memiliki luas perkebunan lada sekitar 57.000 ha, namun begitu produktif. Dalam pasang surut penguasan lada, kini pasar lada dunia ada tangan Vietnam mengalahkan India negara asal lada, dan menyingkirkan Indonesia penguasa lada dunia masa lampau. Dahulu, Belanda saja harus memaksakan diri berlayar berbulan-bulan dari Eropa ke Nusantara hanya untuk lada. Waktu itu, jika berbicara tentang Jalur Rempah kita mesti menoleh Maluku. Namun, jika berbicara tentang lada (Paper ningrum L), kita mesti berpaling ke barat. Nyatanya, “emas� hitam dan putih alias lada memanglah berasal dari Barat tepatnya Banten. Sayangnya, kita sulit menemukan perkebunan lada yang besar di Provinsi Banten. Sumber-sumber sejarah lama memang menyatakan bahwa lada Banten didatangkan dari Lampung dan Bangka. Rujukan lama tersebut menuliskan bahwa perkebunan penghasil lada di bagian barat itu Lampung, Bengkulu, Aceh, Palembang, kemudian Kalimantan, Riau, Bangka, dan Belitung. Banten nyaris tidak pernah disebut. Bukankah Banten adalah jawara monopoli perdagangan lada.
16 INDONESIANA VOL. 9, 2020
dari Banten
dok.babpublishing
Untungnya, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional akhirnya menyimpulkan bahwa Banten pernah menjadi pelabuhan
kawasan perbukitan di desa Desa Pandat,
“orang Tionghoa mengambil banyak lada
Mandalawangi, Pandeglang.
dari Sunda”. Sunda yang dimaksud dalam
Sulur-sulur tanaman lada di kaki
hal ini adalah daerah Banten hari ini.
dagang internasional sekaligus
Gunung Pulosari di desa Pandat itu
pengekspor lada terbesar di Nusantara.
masih bisa kita temukan merambati dan
(1521) mengutus Ratu Samiam atau
Banten juga daerah pembudidaya
meliliti pohon dadap yang menjulang dan
Prabu Surawisesa (catatan Nina Lubis)
tumbuhan lada. Sebuah dokumen lama
berdaun rindang. Sebagiannya tampak
untuk menemui pimpinan Portugis
Belanda (±1800-an), menyebutkan
berserakan di tanah. Dari bonggol-
di Malaka, Jorge d’Albuquerque.
sedikitnya 180 kampung di pedalaman
bonggolnya yang besar melingkari batang
Dari pertemuan yang kemudian
Banten merupakan perkebunan penghasil
lebih dari 5 sentimeter, lada yang tumbuh
disusul kunjungan balasan itu terjadi
lada. Wilayah tersebut meliputi Gunung
di hutan itu diperkirakan sudah berusia
kesepakatan antara Sunda dan
Pulosari, Gunung Karang, dan Gunung
cukup tua. Mungkin sudah ditanam di
Portugis yang menghasilkan empat
Aseupan di Kabupaten Pandeglang. Di
sana sejak zaman Kesultanan Banten
butir kesepakatan (tersimpan di Torre
Pandeglang bahkan terdapat daerah
atau malah jauh sebelumnya, yakni pada
de Tomboatau Arsip Nasional Portugal
yang bernama Teluk Lada dan Labuan
masa Kerajaan Sunda.
Lissabon) berikut; (1) Portugis dapat
yang diyakini sebagai pintu masuk kapal-
Kembali ke dalam literatur sejarah,
Raja Sunda, Sang Ratu Jayadewata
mendirikan sebuah benteng di sekitar
kapal dagang asing yang mencari lada
kita memang bersua dengan catatan
Banten; (2) Raja Sunda akan memberikan
pada masa Kesultanan Banten, bahkan
Tome Pires, seorang Portugis yang
lada sebanyak yang dibutuhkan Portugis
mungkin jauh sebelum itu.
mencatatkan kesaksiannya dalam Summa
sebagai alat tukar atas barang-barang
Oriental (1513-1515) “... lada Banten lebih
kebutuhan Kerajaan Sunda yang dibawa
menyebutkan, Banten telah menjalin
Sebelumnya, Berbagai sumber
baik daripada Cochin (India), (produksinya)
oleh Portugis; (3) Portugis bersedia
hubungan dagang dengan India dan
lebih dari 1000 bahar setiap tahun. Lada
membantu Kerajaan Sunda jika diserang
China. Diduga, tumbuhan merambat
panjang dan asam melimpah, cukup
oleh Kerajaan Islam Demak atau kerajaan
berbiji pedas yang berasal dari India.
dimuat seribu kapal. Pelabuhan lada
lain; dan (4) Sebagai tanda persahabatan
Emas Hitam itu dibawa oleh para
antara lain, Banten, Pontang, dan Cikande.”
antara Sunda dan Portugis, Raja Sunda
pedagang India bersama masuknya
Juga, Rui de Brito Patalim dalam suratnya
akan menghadiahkan 1000 karung atau
agama Hindu ke Nusantara (abad I).
(6/01/1514; dikutip oleh Guillot dalam
160 bahar (kurang lebih 350 kwintal) lada
artikelnya yang bertajuk Orang Portugis
setiap tahunnya kepada Raja Potugis
dan Banten (1511—1682) mengatakan
sejak pembangunan benteng dimulai
Dalam Naskah Pangeran Wangsakerta disebut bahwa pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Salakanagara. Kerajaan itu memiliki raja yang bergelar Dewawarman. Raja itu berasal dari India dan kerajaannya berpusat di sekitaran Gunung Pulosari.
foto: Ermak Oksana https://www.shutterstock.com/g/Ermak+Oksana
Sejalan dengan penemuan sebuah lonceng Hindu beserta sisa-sisa perkebunan lada di
Sebuah illustrasi suasana pasar besar di Banten, yang menunjukkan perdagangan sayuran dan rempah, sekitar 1598 oleh Cornelis Claesz, (Koninklijke Bibliotheek/ Dutch National Library). Biji lada hitam dan putih memiliki manfaat untuk kesehatan. Illustrasi sisa-sisa reruntuhan Keraton Kaibon (Kesultanan Banten), oleh Velde, C.W.M. van de & Lauters, P. sekitar 1846. (Leiden University Library, KITLV 50P4)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 17
dok.babpublishing
Untuk memperkuat legitimasi dan
harus ditangkap; (4) legalitas jual-beli lada
legalisasi kuasa atas lada, beberapa
harus dengan cap raja, serta dilarang
Sultan Banten mengeluarkan prasasti
memperdagangkan cengkeh dan pala.
yang berkaitan dengan penanaman dan
Berdasarkan prasasti itu, terlihat
jual-beli lada lengkap dengan sanki-
bahwa Penguasaan Banten terhadap
sanksi pelanggaran perdata dan pidana
daerah-daerah lain hanyalah sebuah
kepada rakyat dan penguasa di wilayah
proyeksi demi memenuhi kebutuhan
Sumatera, khususnya Lampung dan
atau permintaan pasar internasional.
Selebar. Prasasti (1662 M) diperuntukkan
Penguasan yang disertai dengan tindak
bagi penguasa dan rakyat Lampung.
kekerasan, kewajiban, sanki
Isinya adalah “semua peraturan Sultan
dan sebagainya.
Banten harus dipatuhi terutama dalam hal cukai lada”. Prasasti (1746 M) diperuntukkan bagi
Nyantanya, sebuah bundel laporan Belanda tentang kunjungan ke desa-desa di wilayah selatan Banten dan pantai
Punggawa Tulang Bawang, yang berisi: (1)
timur teluk Banten, terselip sebuah
ketetapan atas punggawa Tulang Bawang
naskah berupa instruksi penguasa
tentang tindak pidana beserta sanksinya;
militer Batavia, G.C. Johan Rohenschul,
(2) Perintah menanam lada 1000 pohon
pada 3 September 1803 kepada Sultan
(sawiji sawuwit) setiap orang; (3) Siapa yang
Banten untuk menanam lada. Laporan
menjual lada kepada orang Palembang
tersebut memuat nama-nama kampung,
18 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Illustrasi dari kota Banten lama, sekitar 1599 oleh Johann Theodor de Bry, memperlihatkan beberapa bangunan seperti istana kerajaan, pasar (paseban), pintu gerbang, pintu air, menara, masjid, istana pangeran, perumahaan, sungai yang melintasi kota, pengadilan sabandar dan pelabuhan, rumah pangeran, gudang amunisi dan senjata. (Orientalische Indien (“Little Voyages”))
(atas) Reruntuhan Keraton Kaibon, Banten, dan Pelabuhan Karangantu saat ini (bawah).
penyortir lada, mandor, dan hasil masing-masing kampung di bawah penguasaan penyortir. Juga disebutkan jumlah pembeli, pekebun, tanaman lada muda dan tua, tanaman dadap tua dan muda, serta hasil produksi masingmasing kampung dalam hitungan zak (karung). Nama-nama kampung tersebut, dalam identifikasi hari ini
foto: Syefri Luwis
termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Bogor. Sebuah nasihat seorang pedagang lada di Lampung kepada anaknya yang dijumpai petunjuk Nachoda Mangkuto (P. Swantoro dalam Perdagangan Lada Abad XVII; Perebutan Emas Putih dan Hitam di Nusantara. 2019., sebagai berikut: “Janganlah anakanda berlayar jauh. Baiklah berlayar dari Lampung Piabung lalu hinggan nenggeri Banten membawa lada. Miski hinggan sekali di dalam satu musim, ada juga untung sedikit-sedikit, karena, kalau ketika belum berlayar, boleh membuat ladang, kalau ada menaruh kawan. Adapun harga lada di dalam Piabung, kalau memberi real daluhu janji setahun, arti setahun enam bulan, boleh enam real sebara. Itu ‘adat’ di dalam Lampung hinggan pegangan Sultan Banten. Kalau selamat sampai di nenggeri Banten dijual kepada Sultan, lada itu boleh laku dua belas real di dalam sebara. Meski berapa banyak
foto: Syefri Luwis
lada datang, Sultan juga membelinya. Syahdan, Sultan menjual kepada Kompeni Hollanda dua puluh real satu bara. Itu adat di dalam nanggari Banten selama-lamanya.” Mungkin, satu pertanyaan dari Swantoro layak direnungkan: “Benarkah VOC memaksakan hak monopolinya (atas perdagangan lada dan rempah-rempah lainnya) itu di wilayah bangsa lain? (Niduparas Erlang)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 19
TO P I K UT A M A
foto: I.B.Putra Adnyana
Ketika Rempah Bali Berserikat dalam
Usadha
Keberadaan tradisi penggunaan rempah di Bali, meski belum diketahui secara pasti muasalnya, dapat dibaca dalam beberapa catatan kuna, yang termaktub dalam prasasti-prasasti. Satu di antaranya adalah prasasti Batur Pura Abang A, sekitar abad ke-9. Prasasti tersebut menyebutkan, beberapa jenis tanaman rempah dibudidayakan pada masa pemerintahan raja-raja Bali Kuna abad ke-9 sebagai tanaman obat dan makanan. Masyarakat Bali niscaya telah memanfaatkan rempah-rempah sebagai bumbu masakan, obat, dan perangkat ritual sejak dulu kala, meski kondisi alam dan jejak-jejak perdagangan antarpulau menyiratkan bahwa sebagian besar rempah-rempah itu bukanlah tanaman endemik Pulau Bali.
20 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Seorang pendeta menulis aksara suci pada lidah menggunakan batang sirih. (atas) Usadha sebagai pengobatan tradisional Bali. Usadha juga tertulis dalam lontar yang masih dipraktekan hingga sekarang (bawah). Terlepas dari hal-hal di atas, rempahrempah Bali berdasarkan jenisnya dibagi menjadi tiga yaitu: 1.
Rempah berupa buah/biji atau bunga, misalnya cengkih. jebugarum foto: I Putu Putra Kusuma Yudha
(buah pala). mica/sahang (merica hitam), mica gundil (merica putih), kapulaga, buah (pinang), tabia bun (lada panjang), asem (lunak), juuk lengis (jeruk nipis), juuk purut (jeruk keprok), belimbing wuluh, belimbing, delima, beligo, kelembak kasturi (kelembak yang harum), bidara, tingkih (kemiri), sarilungid, dan lain sebagainya. 2.
Rempah berupa umbi atau akar seperti jahe, cekuh (kencur), isen (lengkuas), gamongan (lempuyang), temu-temuan, see (sereh), kayu manis, kunir, kesuna (bawang putih), bawang, adas, rumput teki, sereh, sente (keladi tikus), dan lain lain.
3.
Rempah dari kulit, batang, akar, dan daun seperti cenana (cendana), majegau (gaharu), genje (ganja), wong (jamur), See (Sereh), jangu (deringo), kayu manis, mesui, cengkeh, Akar foto: I.B.Putra Adnyana
ilalang, kecubung, dan lain-lain. Rempah-rempah Bali merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk pengobatan dan ritual. Pengobatan tradisional Bali merupakan pengetahuan organik orang Bali akan tumbuh-
Pengobatan tradisonal bernama
punggung tiwas, usadha ila, usadha
tumbuhan organik mereka. Sebelum
usadha. Pengobatan ini tidak hanya
penyeseh beling, usadha tetenger
pengobatan modern masuk ke Bali,
dimaksudkan untuk pengobatan
beling, usadha dalem, usadha dalem
pengetahuan tradisional merupakan
manusia, tetapi juga pengobatan bagi
jawi, usadha sasah bebai, kalimosada
sarana kesehatan garda depan bagi
hewan dan tumbuhan. Usadha-usadha
kalimosadi, usadha buda kecapi sari,
masyarakatnya. Bahkan sampai saat
ini termuat dalam lontar-lontar dan
usadha buda kecapi cemeng, usadha
ini, pengobatan tradisional memiliki
jumlahnya ratusan, di antaranya:Â
tantri, usadha manak, usadha upas,
kelebihan sehingga dapat bertahan
1.
Usadha untuk tumbuhan: usadha
usadha cangkrim, usadha rare, usadha
sawah.
kuranta bolong, usadha ceraken
Usadha untuk hewan: usadha sato,
tingkeb, usadha edan, usadha buduh,
ushada kuda, usadha paksi.
taru premana, usada jinyana sandhi,
Usadha untuk manusia: usadha
usada ketek meleng, dan lainnya.
di tengah gempuran pengobatan modern yang menawarkan kecepatan
2.
penyembuhan, kemudahan, ketersediaan produk dan sebagainya.Â
3.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 21
Mengunyah sirih sudah diperkenalkan sejak dini dalam ritual “Metruna Nyoman� di desa Tenganan Pegringsingan. ritual dilaksanakan oleh masyarakat Bali, ada yang setiap hari, setiap lima hari, setiap bulan, enam bulan kalender bali, satu tahun kalender Bali bahkan seratus tahun sekali (eka dasa rudra). Penggunaan rempah dalam setiap ritual masyarakat Bali, sangatlah besar dan banyak. Beberapa rempah-rempah Bali memiliki fungsi ritual yang penting. Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempahrempah. Di Bali, kemiri sering kita jumpai saat pembuatan sarana upacara foto: I.B.Putra Adnyana
keagamaan, khususnya pada Banten Pejati. Kemiri diletakkan bersamaan dan dalam satu tempat dengan telur, kelapa, beras, dan lain sebagainya. Kemiri merupakan simbol purusa (roh), kejiwaan, atau laki-laki. Selain dalam
sangat berkaitan dengan Ceraken atau
Banten Pejati, penggunaan kemiri atau
dapat diobati dengan rempah-rempah
ceraken usadha. Ceraken itu sendiri
tingkih dalam prosesi keagaman Hindu,
Bali adalah penyakit yang disebabkan
berarti kumpulan. Dalam ceraken
juga terdapat pada upacara Tabuh Rah
oleh dua hal; yakni sekala (nyata) dan
terdapat budidaya tanaman obat seperti
(persembahan tetes darah). Tabuh Rah
niskala (tidak nyata). Jika ditinjau dari
jebugarum (buah pala), jahe, cekuh
merupakan taburan darah binatang yang
jenis pengobatannya, penyakit dalam
(kencur), isen (lengkuas), temu-temuan,
digunakan untuk yadnya (kurban suci),
pengetahuan masyarakat Bali terdiri
see (sereh), Cenana (Cendana), majegau
biasanya menggunakan ayam sebagai
dari tiga jenis sakit yakni nyem (dingin),
(gaharu), wong (jamur), jangu (deringo),
persembahannya dengan cara diadu
panes (panas) dan sebaha/dumedala
kayu manis, mesui, cengkeh, dan lain lain.
sampai salah satu mengeluarkan darah.
Berdasarkan jenisnya, penyakit yang
Adapun cara pengobatan dengan
Sebelum ayam yang akan dijadikan
disesuaikan dengan penyakitnya.
menggunakan rempah di Bali, yakni
persembahan ini diadu, kemiri atau
1.
Gelem Nyem (dingin) obatnya adalah
dengan lima cara yaitu loloh (diminum/
tingkih yang merupakan simbol bintang
rempah-rempah yang bersifat
jamu), boreh (balur), simbuh (sembur),
akan diadu terlebih dahulu.Â
hangat; seperti jahe, cengkeh dan
tutuh (tetes) dan tampel (tempel). Pada
(sedang), dan obat-obatan yang diberikan
2.
3.
Tradisi penggunaan rempah di
sebagainya.
masa lalu, apabila ada yang sakit maka
Bali tetap eksis sampai saat ini dan
Gelem Panes (panas) obatnya adalah
pertolongan pertama sebelum dibawa
kedepannya, karena rempah-rempah
rempah-rempah yang bersifat dingin
ke mantri atau merogoh isi ceraken dan
bukan hanya untuk pengobatan dan
atau mendinginkan tubuh dengan
mengambil bahan bahan obat-obatan
bahan baku bumbu kuliner. Rempah-
mengeluarkan keringat; seperti
tradisional untuk selanjutnya digunakan
rempah Bali juga memiliki fungsi lain;
bawang merah dan daun dadap.
sesuai dengan kebutuhan; boreh, loloh,
yakni sebagai alat pendukung kegiatan-
Sebaha/dumelada (sedang) obatnya
simbuh dan sebagainya.
kegiatan ritual. Selama budaya dan masyarakat Bali masih bertahan selama
adalah yang bersifat netral; seperti kunyit dan jenis temu-temuan. Berbicara mengenai usadha, jenis sakit, dan penyembuhnya, tentunya
22 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Upacara/Ritual Ritual atau upacara merupakan nafas kehidupan masyarakat Bali. Upacara atau
itu juga rempah-rempah tetap bertahan pada fungsinya; yaitu pengobatan dan ritual. (I Putu Putra Kusuma Yudha)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 23
TO P I K UT A M A
Pengarsipan atas Kekayaan Imajinasi
24 INDONESIANA VOL. 9, 2020
K
ementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Arsip Nasional RI (ANRI) telah menandatangani
kerjasama tentang pengajuan jalur rempah sebagai memori dunia (4/8/2020). Kemitraan ini menjadi penegasan bahwa arsip tidak melulu menangani administasi perkantoran tetapi juga mengerjakan sesuatu yang menyangkut dimensi kebudayaan. Jika kita telusuri arsip bernilai foto: Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
historis, khususnya era kolonial yang begitu melimpah terpreservasi di ANRI, kita akan menemukan berbagai bukti betapa magisnya rempah Nusantara pada masanya. Kemagisan itu tergambar dalam arsip bertanggal 8 Oktober 1720 tentang rekening van Lamberti aan Directeur Generaal Frans Castelijn betreffende kruiden en zaden (terjemahan bebas: Tagihan dari Lamberti kepada Direktur Jenderal Frans Castelijn tentang rempah dan benih). Silakan kunjungi https://sejarahnusantara.anri.go.id Oleh kerena itu, tulisan ini
Arsip pembelian rempah dari Banda dan Ambon. (ANRI - HR 2495 - 2066) Eropa, karena kekayaan rempahnya ketika itu. Nusantara, tepatnya Maluku
Menjemur Cengkih dan Pala.
Ragam Rempah, Imajinasi, dan Perilaku
menawarkan dua argumen, pertama,
adalah satu-satunya lokasi bagi para
rempah bukan sekedar perkara
pedagang Eropa menemukan Cengkih
nusantara mengkombinasikan berbagai
komoditas melainkan juga mengenai
dan Pala. Cengkih menjadi komoditas
jenis rempah sebagai bumbu masakan
kekayaan imajinasi masyarakat
penting karena dapat dijadikan sebagai
yang kemudian menghasilkan beragam
Nusantara dalam hal bumbu masakan
bahan baku untuk mengawetkan daging
rasa; pedas, panas, kuat, manis, asam,
dan pengobatan; kedua, karena
terutama ketika musim dingin di Eropa
atau campur rasa. Di bidang pengobatan
imajinasi tersebut dapat mengarahkan
tiba. Maka tidak heran harganya sempat
pun demikian. Lumrah kiranya bagi
perilaku masyarakat (Leeuwen 2011:76),
melampaui harga emas ketika itu.
masyarakat Indonesia menggunakan
maka pelestarian rempah adalah juga
Sebelum bangsa Eropa mampu
Bukan hal aneh bagi masyarakat
rempah untuk mengobati penyakit.
pelestarian ragam perilaku masyarakat
mendaratkan kaki di Nusantara, akses
Proses penemuan kombinasi takaran
Indonesia dalam hal peracikan masakan
mereka untuk mendapatkan rempah
dan jenis rempah yang diracik untuk
dan pengobatan.
cukup berliku. Perjalanan rempah hingga
menemukan cita rasa yang pas pada
ke Eropa dicapai dari jalur para pedagang
suatu makanan tentunya membutuhkan
Jawa, Cina serta Timur Tengah yang
daya imajinasi yang tidak sederhana.
kemudian membawa komoditas rempah
“Uji keampuhan” jenis rempah terhadap
itu ke Damaskus lalu ke Konstantinopel,
penyakit tertentu juga membutuhkan
perdagangan rempah terpenting pada
baru tiba di Eropa. Kemudahan akses
daya imajinasi yang tak kalah rumit.
kisaran abad ke-16–19 hingga awal abad
dan “keuntungan” lebih adalah dua
ke-20. Nusantara memang telah menjadi
alasan utama bangsa Eropa untuk datang
Khairunnisyah, meskipun ada semacam
semacam legenda, khususnya bagi bangsa
berbondong-bondong ke Nusantara.
bumbu generik yang kerap digunakan
Rempah, Komoditas dan Jejak Kolonial(isme) Nusantara pernah menjadi simpul
Menurut Anindita, Asbur dan
2020, VOL. 9 INDONESIANA 25
foto: Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
melalui pelestarian informasi tentang dinamika rempah era kolonial juga perlu diperkaya dengan informasi tentang dinamika rempah di era kontemporer. Jika lembaga-lembaga konservasi tanaman fokus pada pelestarian tanaman rempah maka lembagalembaga informasi seperti lembaga arsip fokus pada pelestarian pengetahuan dan praktek masyarakat dalam memanfaatkan rempah, terlebih untuk pengetahuan yang belum
dok.babpublishing
terdokumentasi, seperti pada masyarakat adat. Pengetahuan tentang rempah ini menjadi penting karena menjadi bagian dari pengetahuan tradisional yang menjadi salah satu obyek pemajuan
di berbagai daerah di nusantara, namun
WHO, pemerintah Indonesia sejak
kebudayana yang harus dilindungi (Pasal
ada rempah yang sangat khas dan
2007 mengeluarkan garis kebijakan
5 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017
tidak digunakan oleh daerah lain di
pengembangan obat tradisional.
tentang Pemajuan Kebudayaan).
nusantara, salah satunya Andaliman
Salah satu cara yang ditempuh
Peran serta lembaga arsip dalam
(Zanthoxylum acanthopodium DC) di
sebagaimana tercantum dalam
pelestarian pengetahuan tradisional
Sumatera Utara. Namun, demikian
kebijakan itu adalah penelitian obat
sudah disadari oleh komunitas kearsipan
Andaliman ini juga ditemukan di India,
tradisional agar obat tradisional dapat
internasional melalui munculnya
Cina dan Tibet. Biasanya Andaliman
terverifikasi dan dapat tersistematisasi
konsep indigenous/tribal archives. Secara
digunakan sebagai bumbu dalam
secara ilmiah sehingga bisa menjadi
internasional, ada The Association of
masakan seperti ikan mas arsik,
pendamping dalam pengobatan medis
Tribal Archives, Libraries, and Museums
natinombur (ikan panggang) dan sangsang
modern. Kondisi obyektif berlimpah dan
(ATALM). Ini adalah perkumpulan
(daging masak).
beragamnya rempah membuat imajinasi
internasional lembaga informasi, arsip,
masyarakat Nusantara begitu kaya
perpustakaan dan museum yang
bidang pengobatan disebut herbal.
dalam mengolah rempah itu baik untuk
mendedikasikan diri untuk pelestarian
Menurut Indonesia Window 2020 negara
peracikan makanan maupun pengobatan.
dan pemanfaatan bahasa, sejarah,
Rempah yang digunakan dalam
kita memiliki sekitar 33 ribu tanaman obat herbal. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah yang paling populer dan paling banyak digunakan
Arsip Komunitas dan Penyelamatan Rempah Kekhawatiran akan punahnya
budaya dan cara hidup masyarakat adat (lebih lengkap lihat www.atalm. org). Kendati untuk konteks Indonesia konsep tersebut belum terlalu dikenal,
karena berkhasiat menjaga stamina
pengetahuan masyarakat dalam
namun praktek pelestarian pengetahuan
tubuh. Informasi berkenaan dengan
mengolah rempah dan tanaman
pengetahuan masyarakat, termasuk
penggunaan herbal ini terekam dalam
rempah itu sendiri sudah disadari oleh
pengetahuan tradisional melalui
“Serat Kawruh” dan “Serat Centhini” yang
berbagai pihak, baik para peneliti
dokumentasi atau pengarsipan relatif
tersimpan di Perpustakaan Keraton Solo.
maupun pemerintah. Pengajuan
telah berjalan.
Dalam “Serat Kawruh” tersaji informasi
jalur rempah sebagai memori dunia
tentang 1.734 cara membuat obat
dapat menjadi momentum bagi upaya
kompleksitas keragaman budaya di
tradisional. Dalam kaitan pengembangan
penyelamatan rempah yang lebih luas.
Indonesia, maka selayaknya dibuka
jamu obat tradisional sesuai standard
Upaya yang telah di lakukan oleh ANRI
berbagai ruang untuk memfasilitasi
26 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Mengingat jangkauan geografis,
Beberapa rempahrempah dari kepulauan Banda, Ternate & Tidore, Biji Lada, Cengkih, Suatu Harapan, Pengeringan Fuli, dan Andaliman dari Sumatra Utara. (searah jarum jam)
Arsip-arsip VOC tentang perdagangan rempah di Nusantara. (ANRI - HR 2495 - 0404 dan 0012)
partisipasi masyarakat luas dengan
kekinian ke-rempah-an yang dihimpun
mudah. Partisipasi untuk memperkaya
oleh masyarakat (baca: arsip komunitas).
pengetahuan atau informasi juga pula
Dengan terselamatkannya
pemanfaatan informasi yang sudah
pengetahuan atau informasi tentang
terhimpun. Pada porsi ini, koneksi antara
rempah maka kekayaan imajinasi
sistem yang sudah dikembangkan oleh
dan ragam perilaku pemanfaatan
arsip komunitas ini dengan sistem yang
rempah oleh masyarakat juga akan
dikembangkan oleh lembaga informasi
terselamatkan. Sehingga nantinya
milik negara, khususnya lembaga arsip
keragaman imajinasi dan praktek
menjadi sangat penting. Sehingga
masyarakat Nusantara dalam mengolah
informasi historik ke-rempah-an yang
rempah dapat terus ditularkan, lintas
sudah terhimpun oleh institusi negara
waktu, lintas generasi. (Harry Bawono:
dapat diperkaya dengan informasi
Peneliti – Arsip Nasional RI)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 27
TOP I K KHU S U S
Sensasi Getir Menggetarkan
Andaliman Ternyata, ada juga rempah-rempah yang hanya dimanfaatkan untuk kuliner lokal, yakni andaliman atau sinyarnyar. Apa itu? Andaliman di Toba Sinyarnyar, Sipirok, adalah mericanya Batak. Andaliman memiliki rasa yang khusus dan istimewa, karena rempah-rempah ini hanya ada di Tapanuli. Andaliman adalah kulit buah dari sejenis tumbuhan dari suku jerukjerukan atau Ratuceae. Andaliman ini punya daya jelajah yang luas. Tumbuhan semak tegak yang rata-rata tingginya 2 – 4 meter dikenal dunia sebagai Sichuan pepper atau merica Sichuan (satu provinsi di Cina). Bumbu yang terasa getir menggetarkan ini dikenal sebagai sancho di Jepang. Sementara itu, Korea mengenalnya sebagai sanchonamu. Yang paling menarik dari andaliman ini adalah aromanya yang mirip dengan aroma jeruk. Lidah Anda akan terasa kaku dan bergetar ketika dikenai sensasi getir yang muncul dari buah mini tanpa isi tersebut. Berikut beberapa masakan khas Batak Angkola yang menggunakan andaliman atau sinyarnyar.
Biji andaliman yang dipergunakan sebagai bumbu masak pada masakan Batak, selain itu penggunaan andaliman sebagai bumbu masak juga dikenal dalam masakan Asia Timur dan Asia Selatan.
foto: Ariyani Tedjo https://www.shutterstock.com/g/AriyaniTedjo 2020, VOL. 9 INDONESIANA 29
foto: Elen Marlen https://www.shutterstock.com/g/Elen+Marlen
Arsik Pengalaman menikmati rempahrempah Batak berlanjut. Saat ini, arsik dikenal sebagai kuliner khas Batak. Di Angkola, arsik termasuk masakan yang paling disukai. Saya mengatakan bahwa salah satu masakan original Batak Angkola yang tidak terpengaruh masakan minang adalah arsik. Mengapa demikian? Satu di antaranya karena kuliner tidak menggunakan bumbu yang kompleks dan minyak santan. Bahan utama arsik adalah ikan mas, satu jenis ikan yang hidup dengan baik di air mengalir pegunungan Sipirok. Sejatinya, bahan yang tak boleh ditinggalkan dalam memasak arsik adalah sinyarnyar atau andaliman. Selain itu, kebiasaan orang Sipirok ketika memasak arsik adalah menggunakan asam siala atau buah kecombrang. Buah kecombrang, bukan bunga kecombrang, yang dikeringkan adalah varian asam alami masakan yang sangat segar.
Ikan Bakar Sinyarnyar
Ikan bakar andaliman bukan masakan
Sensasi rasa yang dihasilkan oleh
dengan tingkat pengolahan yang rumit.
rempah-rempah khas tempatan,
andaliman atau sinyarnyar sebagai getir
Ikan bakar ini tidak berbeda dengan ikan
andaliman dan asam siala, adalah
menggetarkan. Jika berkesempatan
bakar lainnya. Seekor ikan diletakkan di
pengalaman rasa yang tidak dapat
berkunjung ke Restoran Sinyar-nyar
atas panggangan lalu digarang di atas api
dilupakan. Kalaulah dapat disimpulkan,
di Purbatua Bagas Godang Sipirok,
hingga ia matang. Akan tetapi, ikan bakar
penggunaan rempah-rempah tempatan
anda dapat menikmati ikan bakar
ini jadi istimewa karena di antara warna
semacam andaliman dan asam siala
andaliman atau sinyarnyar khas
merah cabai dan warna ungu bawang iris
merupakan perwujudan dari “merdeka
Sipirok. Rempah-rempah khas Batak
tersembul warna hijau-kuning berkilat
kuliner�. Sensasi rasa adalah mustika
itu memberikan sensasi rasa getir yang
kulit andaliman.
rasa, sebagaimana kata Soekarno.
Orang Sipirok mengekspresikan rasa
justru membangkitkan adrenalin dan menambah selera makan. Peracik rempah asal Batak, Rahung
Penikmat ikan bakar andaliman saat tiba pada gigitan pertamanya mengenai andaliman, menurut dugaan, tak dapat
Sambal Tuk-tuk dan Ikan Mas Holat
Nasution, dalam blognya pernah
lagi berkata-kata. Ikan bakar yang gurih
menulis demikian, “Kelak aku ingin
dan cabai-bawang yang pedas tiba-
paling khas dari Angkola adalah sambal
menjadi ikan bakar andaliman ini agar
tiba membuat lidahnya kelu tersengat
tuktuk. Ia khas karena ada andaliman di
kau bisa menikmatiku. Kenikmatan
sensasi getir menggetarkan yang
dalamnya. Anda dapat membayangkan
hingga bodoh�. Rahung Nasution bahkan
muncul dari potongan-potongan kecil
rasa pedas cabai keriting, tomat, bawang
mengejar ikan bakar andaliman hingga
andaliman. Kira-kira demikianlah orang
merah, bawang putih, dan bunga
ke jantung asalnya, Sipirok Godang
Sipirok mengekspresikan seni menikmati
kecombrang produk petani lokal yang
Kecamatan Sipirok.
andaliman yang lebih mereka kenal
sudah diberi penyedap berupa ikan aso-
sebagai sinyarnyar.
aso (sejenis peda – red) kemudian diberi
30 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Sensasi berlanjut. Sebenarnya, sajian
foto: Maulana Image https://www.shutterstock.com/g/maulanaimage
Biji andaliman kering, selain kulitnya yang digunakan sebagai bumbu masak, buah andaliman juga sering dimanfaatkan untuk kepentingan industri farmasi. (atas) Ikan arsik, makanan khas Batak Toba dan Mandailing, Sumatra Utara, unsur khas masakan Batak adalah adanya penggunaan buah asam cikala, dan andaliman. (bawah) Andaliman bisa ditemui di pasar tradisional di Sumatra Utara dalam keadaan utuh atau sudah dalam bentuk bumbu halus siap olah maupun dalam bentuk pasta. aroma jeruk dan rasa getir menggetarkan dari sinyarnyar ada di atas piring kecil di depan Anda. Lantas, nikmat mana lagi yang hendak Anda dustakan? Sambal tuktuk inilah yang kemudian tak terbantahkan ketika hadir menemani sajian kuliner original khas Batak Angkola. Sajian pertama adalah ikan mas holat. Holat dalam bahasa Batak Angkola dapat dimaknai sebagai kelat. Itu adalah sebuah sensasi rasa yang menyebat serat atau kesat pada pangkal lidah. Dari mana sensasi rasa itu datang? Sensasi itu berasal dari kulit pohon Balakka atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Malaka atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Indian gooseberry atau yang dalam bahasa Latin dikenal
foto: dok.babpublishing
sebagai Pyllanthus emblica. Perlu dipertegas, sensasi rasa kelat itu diperoleh dari kulit cabang pohon balakka yang paling lurus dan paling tebal kulitnya. Gerusan kulit pohon balakka inilah yang kemudian dijadikan kuah atau sup untuk menyempurnakan
Dapat dikatakan, sajian ini adalah kuliner original Batak Angkola. kuliner ini semakin
penyajian ikan bakar. Cara membuatnya:
terlihat original ketika dalam penyajiannya disertakan sambal tuktuk sinyarnyar.
gerus kulit balakka, iris bawang dan jahe
Jangan lupa, sensasi kelat kulit balakka dan rasa getir menggetarkan andaliman ditutup
lalu campurkan! Ambil sejumput beras
dengan sensasi rasa pahit dari pakkat atau pucuk rotan.
silatihan lalu gongseng sampai rapuh,
Penjelajahan kita dalam mustika rempah-rempah sebenarnya tak hendak dihentikan.
kemudian tumbuk halus dan campurkan
Namun apa daya, halaman kita terbatas. Kedalaman rasa yang terkandung dalam
dengan bahan tadi. Kemudian taburkan
aneka kuliner rare dan sederhana adalah kenikmatan asli tanpa basa-basi. Perjalanan
garam secukupnya lalu tuangkan air
andaliman yang jauh hingga Jepang dan Korea ternyata tetap lebih nikmat ketika
panas ke dalam adonan. Sup Holat Anda
disantap dengan kesedarhanaan ikan bakar, arsik, holat dan naniura. Penjelajah rasa
sudah jadi. Masukkan ikan mas panggang
Anda yang jauh hingga Perancis dan Italia semoga dapat berlabuh di dataran tinggi
ke dalamnya.
Sipirok dalam kehangatan andaliman atau sinyarnyar. (Alfian S. Siagian)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 31
TOP I K KHU S U S
tra a yang A m u jaib dari Ujung Utara S
32 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Irfan M Nur https://www.shutterstock.com/g/Irfanmnu
“Oen Ranup”
“muliah sajian ranub di dalam tempat, seperti memulikakan tamu dengan tutur kata yang baik dan sopan” Pepatah masyarakat Aceh sebagai simbol keakraban. Tingginya tingkat konsumsi ranup masak di kalangan anak-anak muda, membuat perayaan Maulid Nabi. Ranup menjadi
ranup tampil sebagai sumber pemasukan
rakan mameh suara…… Demikian pepatah
simbol pembuka silaturahmi antara dua
utama bagi warung-warung kecil di Aceh
orang Aceh. Kita mulakan pembicaraaan
belah pihak yang dipertemukan oleh
Barat.
kita dengan sebuah kemuliaan. Kita akan
adat dan agama. Oleh karena itu, ranup
Mulia wareh ranup lampuan, mulia
Kebiasaan mengkonsumsi ranup tanpa
berbicara tentang kemuliaan oen ranup
memiliki peran penting dalam relasi
disadari memberikan manfaat positif bagi
atau daun sirih, di tengah majunya ilmu
sosial masyarakat.
kesehatan anak-anak muda Aceh Barat.
pengetahuan dan teknologi bidang medis
Namun demikian, jika dilihat lebih jeli,
Ranup ternyata memiliki kandungan
serta farmasi. Karena oen ranup adalah
ranup bukan hanya benda adat yang
vitamin C, thiamine, niacin, riboflavin,
obat tradisional yang diwariskan turun-
menjadi simbol relasi sosial masyarakat
dan karoten, serta kandungan kalsium
temurun dan diyakini dapat memberikan
Aceh, akan tetapi juga merupakan benda
yang tinggi yang bermanfaat untuk
banyak manfaat. Sehingga tak jarang
konsumsi yang dinikmati dalam beragam
memperkuat gigi dan tulang.
masyarakat memadukan oen ranup yang
cara dan beragam tujuan.
tradisional dengan pengobatan medis sebagai rangkaian upaya penyembuhan yang dilakukan. Kita sama-sama mafhum, masyarakat
Ranup Masak: Camilan SehariHari Di Aceh Barat, ranup adalah benda
Ramuan 44 Hari Pasca Persalinan Selanjutnya kita akan melihat ritual 44 hari di masyarakat Aceh Barat. Ritual 44
Aceh punya banyak kearifan lokal
konsumi sehari–hari layaknya camilan
hari adalah ritual pascapersalinan. Orang
termasuk pengobatan (health seeking
atau makanan selingan lintas usia. Ranup
Aceh barat memandang ibu dan anak
behavior) dengan menggunakan tanaman
disukai tidak hanya orang tua tetapi juga
pascapersalinan masih kotor dan belum
obat, satu di antaranya ranup atau sirih
remaja. Ranup dinikmati dalam bentuk
diterima bumi. Oleh karenanya, selama
(yang dicampur dengan kapur sirih,
gulungan setelah terlebih dahulu diolesi
44 hari sang ibu wajib mengonsumsi
potongan gambir, dan pinang). Sirih
kapur sirih, pinang, dan kacang tanah
ramuan yang meraka sebut sebagai
merupakan tumbuhan perdu yang dapat
tumbuk yang masak sangrai. Orang Aceh
madeung. Madeung disiapkan oleh
dijumpai di hampir seluruh daerah
Barat menyebutnya ranup masak.
ma’blien (bidan). Ramuan itu terdiri dari
Nusantara. Sirih, ditempatkan secara
Di sana, ranup biasa dikonsumsi
oen ranup, oen maneh, oen pungki boh
terhormat sesuai dengan ragam budaya
sebagai pelengkap senda-gurau dengan
pineng nyen (pinang muda), oen kandeh
tempatan. Sirih merupakan tumbuhan
teman-teman di sore hari. Orang Aceh
(kandis), kunyet (kunyit), majakani,
adat yang dapat dijumpai dalam ritus-
Barat mengatakan, ada yang kurang jika
dan rebung muda. Semua bahan-
ritus atau upacara-upacara adat; seperti
tidak mamoh ranup (kunyah ranup) ketika
bahan tersebut direbus dan airnya
upacara pernikahan pada etnis Melayu
bersantai sore. Remaja Aceh Barat pun
diminum oleh ibu nifas dengan tujuan
di Sumatera Timur, dan digunakan pada
menganggap ranup sebagai lambang
memberikan rasa hangat pada tubuh
hampir semua upacara adat etnis Batak,
dari pergaulan.
dan mempercepat pemulihan, serta
serta tentu saja Aceh.
Tidak ada ritual khusus ketika
keluarnya darah kotor sisa nifas.
Bagi masyarakat Aceh, ranup
menyantap ranup dalam pergaulan,
Selain ranup rebusan, ranup kering
mempunyai fungsi penting dalam
tetapi nilai dan pandangan mereka
juga dimanfaatkan – ditumbuk bersama
upacara dan perayaan seperti
terhadap eksistensi ranup di dalam ruang
beberapa ramuan lain – dengan cara
pernikahan, lamaran, turun tanah, dan
interaksi membuat ranup terpandang
dioleskan di perut sang ibu. Kandungan
2020, VOL. 9 INDONESIANA 33
yang ada pada daun sirih dipercaya dapat
Bidan gampong (dukun bersalin) atau
ke bagian pusar bayi sebenarnya
memberikan rasa hangat kepada ibu
yang dikenal dengan ma’blien – sambil
mendapatkan banyak penolakan dari
yang dalam masa nifas.
mengunyah ranup lengkap dengan
sisi medis. Para pelaku pengobatan
campuran gambir dan kapur sirih - setiap
kekinian khawatir jika kunyahan ranup
pagi melakukan ritual penyembuhan dan
di mulut ma’blien mengandung bakteri
percepatan proses tanggalnya pusar bayi.
dan menginfeksi sang bayi.
Kunyah Ranup untuk Kesembuhan Tali Pusar Bayi Selain mengonsumsi ranup sebagai
Ma’blien mengusapkan air kunyahan
Tetapi karena masyarakat
makanan selingan, masyarakat Aceh
ranup ke bagian pusat bayi sambil
memandang tinggi dan memuliakan
yang tinggal di Kawasan Barat Aceh,
merapal doa-doa kepada Sang Khalik
ranup maka ritual penyembuhan
juga mengunakan ranup sebagai obat
untuk memohon kesehatan. Kandungan
dengan menggunakan air kunyahan
pengering tali pusar bayi yang baru lahir.
air kunyahan ranup yang dilumurkan
ranup tetap berlaku. Selain dianggap
foto: Panuphong J https://www.shutterstock.com/g/Panuphong+J
34 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Ampont El David https://www.shutterstock.com/g/AmpontElDavid
foto: Widya Amrin https://www.shutterstock.com/g/widyaamrin
dapat mempercepat penyembuhan tali pusar bayi, air kunyahan ranup juga dapat menjaga bayi dari gangguan roh-roh jahat yang ada di sekelilingnya. Terlebih lagi, ranup juga digunakan sebagai pengganti minyak kayu putih, karena dirasakan lebih hangat untuk bayi dan anak-anak. Meskipun demikian, pendampingan tetap dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi infeksi pada tali pusar bayi yang masih terbuka. Orang medis tidak bisa meminta
Upacara Peucicap Upacara peicipap adalah upacara
masyarakat untuk meninggalkan tradisi
memperkenalkan rasa pada bayi.
yang sudah mereka lakukan secara
Upacara ini pun tidak lepas dari
turun-temurun. Oleh karenanya, upaya
penggunaan ranup di dalamnya, ranup
pendampingan dirasa lebih efektif untuk
disajikan dalam nampan bersamaan
dilakukan agar keberlangsungan nilai-
dengan gula dan garam yang akan
nilai budaya tetap dapat berjalan dan
dioleskan ke lidah bayi secara simbolis.
upaya kesehatan juga dapat dijaga.
Sebelum memulai ritual ini, para tamu, Tengku, dan tokoh masyarakat/adat memakan ranup yang telah disajikan
terlebih dahulu. Bisanya orang tua dari si bayi juga diwajibkan untuk mengunyah ranup bersama-sama. Kemudian mulut bayi akan diolesi dengan gula dan garam, dengan harapan pahit manisnya hidup dapat disyukuri dengan bijaksana. Tradisi mengonsumsi ranup banyak mendatangkan manfaat serta kebaikan dari sisi kesehatan. Selain itu, upaya pelestarian nilai-nilai budaya kepada generasi muda juga terus berlangsung, sehingga transfer pengetahuan tidak pernah terputus atau hilang. Ranup adalah kemuliaan dan tradisi pengobatan yang selalu terjaga. (Mufida Afreni B. Bara - Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Aceh Badan litbangkes Kemenkes RI)
Daun sirih yang telah diikat rapi untuk dijual dipasar tradisional. Ranup Mameh, salah satu jenis makanan ringan dari Aceh. Perlengkapan untuk menyirih. Ranub menjadi salah menu wajib adat untuk dihidangkan dalam tradisi masyarakat Aceh.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 35
TOP I K KHU S U S
Memasak
Bubur Suro, Mengajak Bersedekah
foto: Farisata Maula
Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam penanggalan Hijriah atau kalender Islam, satu bulan yang
menyelenggarakan tradisi bubur suro
dianggap penting bagi umat Islam, selain
(orang Aceh menamakan lain, yakni
Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijah. Ada dua
kanji acura). Kata “suro� adalah pelafalan
Diriwayatkan, setelah selamat dari
hal yang membuat bulan Muharam
dari kata “Asyura� oleh lidah sebagian
banjir besar, Nabi Nuh memerintahkan
menjadi sakral: tahun baru Islam dan
orang Indonesia, terutama Jawa. Tradisi
agar umatnya mengumpulkan berbagai
hari Asyura. Tahun baru Islam jatuh
tersebut merupakan sesuatu yang umum
macam bahan makanan yang tersisa;
pada tanggal 1 Muharam, sedangkan
di banyak daerah di Indonesia; terutama
dan kemudian terkumpullah beberapa
hari Asyura merupakan hari ke-10 pada
di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan,
macam kacang-kacangan. Nabi Nuh
bulan Muharam.
dan Sulawesi.
memerintahkan agar bahan makanan itu
Hari Asyura menjadi istimewa karena
Dalam penyelenggaraannya, tradisi
dibuat bubur, agar makanan yang tinggal sedikit dapat dinikmati oleh semua orang.
beberapa peristiwa bersejarah bagi umat
bubur suro berupa kegiatan memasak
Islam terjadi pada tanggal 10 Muharam
dan menyajikan bubur yang khas yang
Terdapat variasi dalam detail tradisi
itu. Beberapa peristiwa itu misalnya,
dinamakan sebagai bubur suro; bubur
bubur suro dari daerah yang berbeda-
Allah menerima taubat Nabi Adam, kapal
beras yang dipadukan dengan rempah-
beda. Perbedaan itu, misalnya dari
Nabi Nuh mendarat setelah banjir besar,
rempah dan kacang-kacangan teartentu.
segi bumbu dan bahan, serta waktu
Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari
Tradisi itu diselenggarakan secara
pelaksanaan (1 Muharam atau 10
api, Allah menyelamatkan Nabi Musa
komunal, yang berarti melibatkan banyak
Muharam). Satu daerah di Pulau Jawa
sehingga bisa melewati lautan, dan Allah
anggota masyarakat dari suatu kampung
yang memiliki tradisi bubur suro yaitu
mengeluarkan Nabi Yunus dari perut
atau unit kemasyarakatan lainnya. Setelah
Banten, terutama di pedesaan. Hal
ikan. Dengan keistimewaan seperti itu,
bubur disajikan, orang-orang pun berdoa.
yang menarik yaitu adanya peralihan
umat Islam merayakan Asyura dengan
Tradisi bubur suro terinspirasi dari
penyelenggara tradisi bubur suro dari
salah satu peristiwa dalam perjalanan
komunal menjadi individual. Di suatu
hidup Nabi Nuh dan umatnya yang
kampung tak jauh jantung ibu kota
cara tersendiri dalam memperingati
terjadi pada Hari Asyura, dalam rangka
Provinsi Banten, ada ibu rumah tangga
Hari Asyura, satu di antaranya
mengenang serta mengambil berkahnya.
yang tetap menjaga tradisi bubur
berbagai ritual, misalnya berpuasa. Umat Islam di Indonesia memiliki
36 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Rempah bahan bubur suro, bubur suro mulai masak, proses pembuatan bubur suro yang dilakukan bersama-sama baik pria maupun wanita, rempahrempah bahan bubur suro.
suro ketika mulai ditinggalkan oleh
kacang tunggak. Keberadaan kacang-
masjid, musala, dan majelis taklim—
masyarakat.
kacangan sendiri merupakan tradisi yang
untuk dibacakan zikir dan doa
Ibu tersebut mewarisi tradisi bubur
terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Selain
terhadapnya. Masyarakat berkumpul
suro dari buyutnya, lebih dari 40 tahun
kacang-kacangan, tentu saja diperlukan
dan berdoa di tempat-tempat tersebut
lalu. Sejak sang buyut memperkenalkan
beras sebagai bahan utama membuat
setelah menunaikan ibadah salat magrib.
tata cara memasak dan pengetahuan lain
bubur; dilengkapi dengan kelapa, santan
yang berhubungan dengan tradisi bubur
kelapa, dan jagung.
suro, ia tetap menyelenggarakannya
Diceritakan bahwa pada masa lalu— atau ketika tradisi bubur suro masih
Proses membuat bubur suro diawali
diselenggarakan secara komunal—bubur
hingga kini menjadi seorang nenek dari
dengan menghaluskan bumbu-bumbu.
suro dibuat secara komunal oleh banyak
14 cucu. Ia menjaga tradisi tersebut
Setelah itu, bumbu-bumbu itu ditumis
orang secara bersama-bersama, baik
karena menyukai dan meyakini makna
hingga keluar aromanya, beras direbus
dalam hal penyediaan bumbu dan bahan
dalam tradisi bubur suro.
hingga menjadi bubur, kacang-kacangan
maupun proses memasak. Diceritakan
direbus hingga matang, kelapa diiris kecil
pula bahwa pada masa lalu bubur suro
bubur suro yaitu sedekah. Ia meyakini
dan disangrai. Ketika bumbu yang ditumis
dihidangkan dan didoakan di ruang
kebaikan yang lahir karena sedekah.
sudah mewangi, maka santan dan garam
terbuka, biasanya di dekat persimpangan
Dalam keyakinannya pula -sesuai dengan
dimasukkan ke dalamnya. Bumbu-bumbu
jalan masuk kampung.
ajaran dari buyutnya—tradisi bubur suro
yang sudah dicampur santan dan garam
dimaksudkan sebagai ritual tolak bala.
itu kemudian dimasukkan ke dalam
yang biasa, ada pula tradisi membaca
Ritual tolak bala merupakan suatu ritual
bubur beras. Menyusul setelah itu adalah
manaqib (biografi) Syekh Abdul
untuk menolak datangnya bencana. Hal
kacang-kacangan yang sudah direbus,
Qodir Al-Jaelani—seorang tokoh sufi
itu dianggap perlu dilakukan mengingat
juga dimasukkan ke dalam bubur beras
terkemuka asal Baghdad yang hidup
selepas bulan Muharam, datanglah
yang sudah berbumbu. Tahap terakhir
pada abad ke-11 Masehi yang pengaruh
bulan Safar—bulan yang dianggap
yaitu memasukkan irisan kelapa sangrai,
ajarannya masih dirasakan hingga kini di
sebagai bulan bencana dan kesialan oleh
bawang goreng, dan kerupuk sebagai
Indonesia—ketika menghidangkan bubur
sebagian umat Islam.
pelengkap.
suro. Pembacaan manaqib ini dapat
Menurutnya, makna inti tradisi
Proses memasak bubur suro
Pemanfaatan Rempah Tradisi bubur suro merupakan suatu
Selain berdoa dengan tata cara
berlangsung hingga tengah malam, yang
bisa memakan waktu seharian,
implikasinya yaitu bubur suro dinikmati
tergantung banyaknya bahan yang
pada tengah malam pula.
contoh pemanfaatan rempah-rempah
dimasak. Terkadang, prosesnya dibagi
Seiring dengan berjalannya waktu,
dalam menunjang keberlangsungan
menjadi dua hari. Hari pertama untuk
banyak hal berubah, termasuk tradisi
suatu tradisi. Dalam membuat bubur
menyiapkan dan menghaluskan bumbu-
masyarakat. Tradisi bubur suro juga
suro diperlukan beberapa macam
bumbu, sementara hari kedua untuk
mengalami perubahan; terutama dalam
bumbu; yaitu: merica, ketumbar, bawang
memasaknya. Hal yang pasti, bubur
hal penyelenggara, ritual pengiring, cara
putih, bawang merah, jahe, daun salam,
harus terhidang di tanggal 10 Muharam.
penyajian. Namun, nilai yang ada dalam
serai, kemiri, dan garam. Bumbu-bumbu
Bubur suro matang pada sore hari,
tradisi bubur suro tampaknya bertahan.
tersebut merupakan salah satu dari
sekitar waktu salat asar, dan kemudian
Ia tetap dimaknai sebagai momentum
dua elemen penting yang membedakan
dibagikan ke berbagai masjid, musala,
untuk bersedekah, atau berbagi;
bubur suro dengan bubur berbahan
dan majelis taklim di kampung dan
sebagaimana Nabi Nuh mencontohkan
utama beras lainnya.
sekitarnya. Sebelum dinikmati oleh
dengan cara mengolah bahan makanan
Elemen lainnya yaitu bahan-bahan
berbagai anggota masyarakat, bubur
yang tersisa menjadi bubur sehingga
berupa kacang-kacangan: kacang tanah,
suro terlebih dahulu dihadirkan di
setiap orang dapat menikmatinya.
kacang hijau, kacang kedelai, dan
tempat-tempat berkumpul—seperti
(Herman Hendrik)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 37
TOP I K KHU S U S
Pandemi,
S
Momentum Kebangkitan Rempah
foto: Odua Images https://www.shutterstock.com/g/oduaimages
38 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Sejarah mencatat, Ibu Pertiwi dan seluruh negara di dunia harus berjibaku menghadapi sebuah pandemi, virus Covid-19 atau korona pada 2020. Pertarungan dunia vs Covid-19 bermula pada akhir 2019 ketika negeri Tirai Bambu, Cina, mendeteksi warganya yang terjangkit virus mematikan. Virus tersebut diduga berasal dari hewan yang dikonsumsi oleh masyarakat di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Di Indonesia, pertarungan melawan virus mematikan itu dimulai sejak kasus infeksi Korona pertama pada awal Maret 2020, yang diumumkan oleh Presiden RI Joko Widodo. Meski demikian, sebagian peneliti meyakini bahwa virus itu telah masuk ke Indonesia lebih awal. Sejak terdeteksi, tren penyebaran Covid-19 di Tanah Air sesuai grafik terus meningkat. Bukan hanya angka positif tapi juga angka kematian. Bahkan Indonesia menjadi satu negara terjangkit virus korona dengan persentase kematian yang cukup tinggi. Jelas persoalan korona ini bukan hal sepele. Wabah ini memberikan dampak yang luar biasa pada hampir semua tatanan kehidupan umat manusia. Dampaknya tidak hanya terasa di sektor kesehatan dan sosial tetapi pada secara lebih luas berdampak buruk pada sektor ekonomi. Beberapa negara bahkan sampai terpuruk hingga level krisis. Berbagai upaya penanggulangan hingga pencegahan secara massif dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga Indonesia dari kemungkinan terburuk akibat wabah Covid-19. Pembatasan aktivitas masyarakat menjadi hal yang paling dominan dirasakan oleh kita sebagai masyarakat. Namun, hidup terus berlanjut. Kesehatan masyarakat harus tetap dijaga dan roda perekonomian harus terus berjalan, hingga kemudian muncullah istilah new normal atau kenormalan baru. Kita diharapkan dapat hidup berdampingan dengan wabah penyakit yang tak kasat mata itu. Adanya pandemi menjadi momentum, satu di antaranya adalah momentum bagi
foto: Odua Images https://www.shutterstock.com/g/oduaimages
Jamu beras kencur dan kunyit asam, salah dua jamu yang paling digemari oleh masyarakat. kebangkitan rempah Nusantara. Sebelum vaksin virus Covid-19 ditemukan, cara bertahan paling ideal untuk menangkal virus ini adalah penerapan protokol kesehatan dan penjagaan sistem imun. Saran terbaik adalah memanfaatkan rempah demi sistem imun yang kuat.
Peran Rempah di Tengah Pandemi
foto: Diade Riva Nugrahani https://www.shutterstock.com/g/Diade_Riva
Pesona rempah Nusantara - primadona dan bahkan identitas keindonesiaan – sangatlah kuat. Sejak dahulu hingga kini, rempah-rempah tetap eksis dalam dinamikanya sendiri, baik pemanfaatan, produksi, kualitas, hingga pada angka ekspor yang pasang surut. Rempah saat ini terus dicari, diolah, dan dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai kalangan. Rempah memang bukan obat, melainkan pemicu peningkatan sistem imun. Para pegiat jamu mengatakan bahwa ada beberapa jenis rempah yang diyakini dapat dijadikan bahan ramuan tradisional pemicu sistem imun. Kita ambil contoh jahe. Masyarakat memanfaatkan tanaman rempah ini untuk berbagai kebutuhan seperti bahan obat tradisional, bahan minuman, dan bumbu masakan. Tanaman rimpang ini dikenal memiliki banyak manfaat. Tak heran jika jahe paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai jamu atau obat tradisional. Masteria Yunovilsa, Kepala Kelompok Penelitian Center for Drug Discovery and Development Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilansir dalam buku Covid-19 Perspektif Agama dan Kesehatan (2020) berpendapat, jahe -dalam hal ini adalah jahe merah-- adalah imunomodulator atau peningkat daya tahan tubuh. Selain itu, jahe merah juga memiliki efek anti-inflamasi dan antioksidan. Menurut Yunovilsa secara umum virus korona menyebabkan gejala peradangan pada paru-paru sehingga efek anti-inflamasi dapat diredakan dengan mengkonsumsi jahe merah. Kita dapat mengulik manfaat dari rempah lain seperti kunyit dan
(atas) Para Ibu penjual jamu tradisional menunggu pelanggan tiba di era pandemi. Wedang empon yang naik daun ketika pandemi terjadi (bawah). temulawak. Masing-masing tanaman rimpang itu memiliki keunggulannya sendiri-sendiri. Memanfaatkan secara optimal rempah-rempah sebagai jamu tradisional adalah pilihan yang tepat untuk menjaga kesehatan tubuh, tentu saja dibarengi dengan penerapan pola hidup sehat. Ini bukan sekadar masalah kebanggaan pada produk dalam negeri. Ini adalah fakta terkait rempah Nusantara memiliki manfaat yang besar. Perdagangan obat herbal Cina juga ternyata meningkat di masa pandemi ini. Kalau Indonesia punya rempah yang sudah terbukti khasiatnya dan bisa ditanam di halaman rumah sendiri, mengapa kita tidak memanfaatkannya sebagai bagian dari suplemen tubuh yang mampu menangkal wabah. Bahkan, secara lebih luas, rempah Nusantara dapat
dijadikan sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan. Kementerian Perdagangan RI melansir bahwa tren positif ekspor rempah Indonesia ke Taiwan sejak dua tahun terakhir meningkat pesat. Bahkan, Indonesia menjadi pemasok utama rempah-rempah ke Taiwan. Berdasarkan data Bea Cukai Taiwan pada bulan Januari - Maret 2020, Indonesia telah mengekspor rempah-rempah sebesar USD 1,58 juta atau naik sebesar 25,57 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pandemi ini niscaya menjadi momentum untuk membenahi beberapa sektor demi kelancaran proses hulu-hilir pemanfaatan rempah. Dengan demikian, citra dan identitas Indonesia sebagai negara penghasil rempah pun menguat di mata dunia. (Taufiq Fadhilah, menulis di www. rubrikpena.com dan media-media daring)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 39
TOP I K KHU S U S
Khasiat
Cengkihdan Temulawak sejak 1918
40 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
Ketika pandemi influenza melanda Hindia Belanda pada 1918, rempahrempah ternyata muncul sebagai pengobatan alternatif. Dan, ternyata, saat pandemi Covid-19 pada 2020, rempah-rempah, si jenius lokal dari Nusantara itu, muncul lagi sebagai pengobatan alternatif. Benar kata orang, sejarah berulang. Pandemi ini bermula dari merebaknya
itu mencapai paling tidak 100 juta orang.
kasus pneumonia atau radang paru-paru
Di Indonesia saja, saat itu masih Hindia
di kota Wuhan, China, pada Desember
Belanda, jumlah korban dikabarkan
2019. Dalam waktu singkat, kasus ini
mencapai 1,5 juta orang. Namun,
menyebar hampir ke seluruh dunia. WHO,
penelitian terbaru oleh profesor dari
pada 11 Maret 2020, mengumumkan,
Michigan State University menyebutkan,
dunia sedang dilanda pandemi, dan 188
jumlah korban di pulau Jawa dan Madura
negara sudah terdampak virus ini, satu di
saja mencapai antara 4,26-4.37 juta
antaranya Indonesia.
jiwa. Meski begitu, perlu kita ketahui
Kuncup bunga cengkih dipanen saat maturasi sebelum berbunga. Kemudian kuncup cengkih dijemur di bawah sinar matahari hingga berwarna coklat gelap. Selain kuncup bunga, bagian pohon cengkih yang memiliki nilai jual tinggi adalah minyak batang cengkih, minyak daun cengkih & buah cengkih yang memiliki banyak khasiat.
bahwa jumlah korban secara pasti di
saat itu baru mulai berkembang dan
mengenai rempah, kita tengok dulu
Hindia Belanda hingga saat ini belum
terjadi ketimpangan pengetahuan yang
sejarah pandemi, yang bukanlah suatu
bisa diketahui karena belum ada sensus
sangat besar antara Asia dan Eropa.
hal baru. Satu pandemi yang pernah
penduduk yang layak.
Sebelum kita berbincang lebih jauh
menjangkiti Indonesia (dan dunia juga)
Jumlah korban secara keseluruhan
Permasalahan pandemi influenza di Hindia Belanda juga terkait dengan
adalah influenza atau Flu Spanyol. Wabah
di seluruh dunia pun juga bisa
buruknya hubungan antara dokter,
global ini menyeruak pada tahun 1918
diperdebatkan. Mengapa? Karena
terutama dokter Eropa, dengan
dan menghantam kurang lebih tiga miliar
pada saat itu sedang berkecamuk
masyarakat bumiputra. Keengganan
penduduk dunia saat itu, baik secara
Perang Dunia Pertama di Eropa, yang
dokter-dokter Eropa tersebut
langsung (mengakibatkan seseorang sakit
mengakibatkan adanya upaya mereduksi
menyebabkan masyarakat harus
atau bahkan meninggal dunia) maupun
jumlah korban dan bahkan keberadaan
berpikir ulang jika ingin datang ke
tidak langsung (terkena dampak sosial
pandemi itu sendiri. Sebab, pemberitaan
dokter. Jika menemui dokter pada saat
dan ekonomi).
pandemi ditakutkan bisa meruntuhkan
mereka sakit, kebanyakan dokter-dokter
moral para tentara yang sedang
Eropa tersebut tidak secara langsung
berperang. Belum lagi dunia kesehatan
menangani mereka.
Menurut beberapa penelitian, jumlah korban tewas di seluruh dunia pada saat
2020, VOL. 9 INDONESIANA 41
Tingkat kematian penduduk di Jawa dan Madura akibat pandemi influenza 1918, semakin gelapnya warna, semakin banyak jumlah korban jiwa (Annual Report Of The MBGD 1920 Appendix)
Dapat kita ilustrasikan demikian; pada
tempat dokter. Setelah mendengarkan
Kondisi yang sangat tidak ideal
saat penduduk bumiputra sakit, mereka
laporan asisten, dokter biasanya
tersebut tentu saja menimbulkan
datang ke dokter Eropa dan menunggu
menyimpulkan bahwa pasien itu sakit
masalah yang baru bagi para pasien,
di luar rumah dari dokter tersebut.
malaria atau demam biasa. Obat yang
apa pun penyakitnya. Dalam konteks
Biasanya di bawah pohon yang ada di
diberikan pun biasanya obat malaria.
pandemi influenza 1918, tingginya jumlah
halaman rumah sang dokter. Sang dokter
Proses penyimpulan kondisi pasien
kematian, mahalnya biaya pengobatan,
kemudian memerintahkan asistennya
dan pemberian obat tanpa bertemu
juga salahnya diagnosis dari dokter-
untuk menemui para pasien bumiputra
muka dengan pasien tentu saja bisa
dokter, menyebabkan banyak penduduk
tersebut. Asisten kemudian menanyakan
menyebabkan diagnosis salah. Akan
pergi ke dukun.
kondisi si sakit, tentang keluhan dari yang
tetapi hal tersebut lazim terjadi. Apalagi
mereka rasakan saat itu. Keluhan yang
ditambah kemampuan finansial dari
sebelum dokter-dokter Belanda
ada pun biasanya seperti demam, pusing,
penduduk bumiputra, yang tidak
membawa ilmu pengobatan modern
lemas, dan sesak napas.
mampu membayar mahal pengobatan.
ke Hindia Belanda, masyarakat sudah
Ongkos pemeriksaan dan pengobatan
terbiasa dengan dukun. Akan tetapi,
saat asisten bertanya kepada pasien
secara menyeluruh bahkan bisa
dukun lebih banyak melihat penyebab
bumiputra tersebut? Sang dokter
menghabiskan pendapatan mereka
penyakit dan kematian dari sudut
biasanya sedang melayani pasien-pasien
selama satu bulan penuh.
supranatural, seperti teluh dan santet.
Lalu, apa yang dilakukan dokter
Tidak dapat dipungkiri bahwa
Eropa, Timur Asing, atau priyayi-priyayi
Tentu saja hal tersebut memperburuk
kaya yang bisa membayar mahal ongkos
kondisi si pasien dan bisa meningkatkan
pengobatan. Kemudian asisten datang ke
penyebaran penyakit Flu Spanyol. Syukurlah, ketidaktahuan masyarakat akan penyakit yang mereka derita itu pada akhirnya membawa mereka ke jalan alternatif yang lebih positif yaitu jamu. Penduduk Hindia Belanda, terutama penduduk pulau Jawa, berharap dapat menjaga kesehatan dan kebugaran, bahkan berharap dapat sembuh dari penyakit flu yang mematikan tersebut, dengan mengkonsumsi jamu. Satu bahan yang banyak dipergunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah foto: Fairuzaid99 https://www.shutterstock.com/g/fairuzaid
42 INDONESIANA VOL. 9, 2020
temulawak. Ramuan berbahan dasar temulawak diharapkan bisa mencegah pasien dari kedinginan dan juga mampu mengembalikan kesegaran tubuh. Otomatis juga untuk menjaga orang yang sehat agar tidak terinfeksi atau tertular penyakit. foto: Sriyana https://www.shutterstock.com/g/Sriyana
Burgerlijke Geneeskundigen Diesnt (BGD) atau Dinas Kesehatan Masyarakat Hindia Belanda mengeluarkan anjuran untuk penggunaan obat/ramuan tradisional bumiputra. Anjuran itu ditulis dan dimuat di koran lokal, Bromartani pada tanggal 3 November 1918 No. 7 yang isinya adalah cara menangani beberapa gejala penyakit influenza; demam dan batuk. Artikel tersebut memuat cara mengobati demam, yaitu minum air rebusan labu yang dicampur dengan sedikit garam. Selanjutnya, juga terjadi serangan demam, penderita influenza disarankan untuk mengkonsumsi campuran jeruk nipis, bawang merah yang ditumbuk halus dan dicampur dengan cuka. Ramuan ketiga yang dianjurkan adalah mengonsumsi air rebusan ekstrak cengkih dengan dosis yang disesuaikan dengan usia pasien. BGD selanjutnya menganjurkan pasien dengan gejala batuk untuk mengonsumsi campuran putih telur dan madu. Selain itu, disarankan untuk mengonsumsi campuran kecap kedelai (kecap manis) dan air jeruk nipis. Yang terakhir adalah meminum air rebusan asam jawa dan gula batu. Kesemuanya juga diyakini bisa menyembuhkan batuk. Jika kita perhatikan, berbagai ramuan di atas hingga saat ini masih terus dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Secara medis, virus penyebab Flu Spanyol digolongkan sebagai tipe A H1N1. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus itu berbeda dengan Covid-19 yang melanda saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamakan virus ini Severe Acute foto: Maharani afifah https://www.shutterstock.com/g/Maharani+afifah
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2. Memang, masih butuh pengamatan dan penelitian lanjutan apakah berbagai ramuan di atas yang merupakan bagian dari jenius lokal Indonesia itu cocok untuk dikonsumsi pada masa pandemi Covid-19 ini. Masyarakat kita yakin bahwa ramuan-ramuan tersebut mampu meningkatkan imun tubuh pasien Covid-19. Semoga! (Syefri Luwis)
Selain memiliki kandungan kimia yang dapat meningkatkan imunitas, temulawak memiliki manfaat lainnya bagi kesehatan. Jamu temulawak saat ini banyak di komsumsi masyarakat dimasa pandemi.
SENI P ERT UNJUKA N
Seniman Beradaptasi Tanggal 2 Maret 2020 menjadi awal paceklik ekosistem seni pertunjukan di Indonesia. Setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 pertama, persentase persebaran virus terus meninggi. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun diberlakukan pada 31 Maret 2020. Satu dampak aturan ini adalah pembatalan dan penundaan acara seni hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Pergerakan seni pertunjukan lumpuh bukan untuk jangka waktu sehari dua hari, melainkan berbulan-bulan.
Ekosistem seni pertunjukan terdampak langsung di semua lini, seperti tari, musik, teater, termasuk teater boneka. Tidak hanya kalangan seniman, jajaran produksi acara dari penyelenggara acara, penyedia lampu panggung, hingga penyedia sistem suara ikut terdampak. Covid-19 mengguncangkan stabilitas kemaslahatan para seniman dan orang di belakang layar secara besar-besaran. Karena pandemi seakan tidak berjangka waktu, sementara kreativitas para seniman tidak dapat dibendung, satu per satu seniman mulai mempertimbangkan bentuk daring sebagai ruang yang paling menjanjikan untuk eksistensi mereka. Beberapa seniman masih berpegang teguh untuk tidak menyentuh pertunjukan dengan mode daring dengan alasan meragukan
44 INDONESIANA VOL. 9, 2020
performativitas pertunjukan daring, bahkan menilai pertunjukan daring telah menghilangkan marwah pertunjukan. Oleh karena itu, banyak seniman memilih masa pandemi sebagai waktu hibernasi dan berefleksi. Namun yang menjadi persoalan, bagaimana jika penanganan Covid-19 tidak usai hingga akhir tahun sedangkan dapur harus tetap berasap setiap harinya? Sejumlah seniman lintas bidang seni bernegosiasi dan mulai memperhitungkan pelbagai platform daring sebagai ruang presentasi karya mereka. Upaya pertunjukan daring pun cukup beragam, ada yang diinisiasi oleh para seniman, bekerja sama dengan pihak swasta, hingga difasilitasi negara melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak semua memilih
untuk bereaksi, tetapi tidak sedikit yang memilih untuk beradaptasi. Beradaptasi dengan Medium Semenjak Covid-19 terjalin hingga bulan Juni, migrasi masyarakat seni dari pertemuan fisik ke perjumpaan yang termediasi semakin tinggi. Hal yang menarik mereka menggunakan ruang daring tidak untuk satu fungsi semata, melainkan beberapa, yakni ruang bicara, ruang solidaritas, hingga ruang pentas. Pertama, ruang bicara lazimnya digunakan seniman untuk membahas pelbagai tema seni hingga refleksi diri akan pandemi, semisal masterclass koreografi tari oleh Eko Supriyanto (koreografer) dan “Kreasi di Saat Sulit� oleh Ria Papermoon (seniman teater boneka) yang disiarkan oleh akun youtube @budayasaya milik Direktorat Jenderal Kebudayaan. Kedua, ruang solidaritas untuk saling menguatkan sesama seniman dan masyarakat. Hal ini dilakukan oleh kelompok seniman, kelompok guru atau dosen seni, ataupun masyarakat luas. Mereka melakukan seruan untuk #dirumahaja dalam bentuk nyanyian bersama, puisi, tarian, dan pelbagai bentuk lainnya. Beberapa di antaranya
foto: @budayasaya
Ketika
adalah legenda dangdut, Rhoma Irama dan PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) yang membuat video nyanyian bersama pada Maret 2020. Dampak dari gerakan solidaritas ini menunjukkan bahwa mereka yang terdampak bukan laiknya komunitas terbayang, melainkan komunitas nyata dan harus saling menguatkan. Ketiga, ruang pentas atau presentasi karya melalui pertunjukan daring. Fungsi dari ruang ini menjadi pembahasan yang menarik mengingat tarik ulur mengenai pentas daring belum usai disepakati di lingkup seniman. Untuk bidang musik, persoalan pertunjukan daring tidak terlalu sulit dilakukan khususnya pada beberapa genre. Beberapa kelompok musik atau pemusik yang mengusung world music bahkan telah melakukan pertunjukan daring di @budayasaya, di antaranya: kelompok musik yang mengusung musik Melayu kontemporer, Riau Rhythm dengan konser daring pada 30 Maret 2020 dan kelompok musik kontemporer, Suarasama pada 20 April 2020. Namun apakah semua genre musik dapat menempuh pertunjukan daring? Bagaimana dengan musik dangdut yang memang terjalin karena performativitas dan mengandalkan interaksi dengan
penonton langsung? Pada dua bulan pertama pandemi, musisi dangdut di Jawa memilih untuk menghentikan segala aktivitas panggung mereka. Namun pada bulan Mei, satu per satu musisi mulai mencoba pertunjukan daring—baik secara mandiri ataupun ajakan dari pihak sponsor. Mulai dengan biduan dangdut muda, Denny Caknan yang terlibat pada pertunjukan untuk mendiang seniman Campursari, Didi Kempot pada akhir bulan Mei dan biduan dangdut muda, Ndarboy Genk yang membuat konser daring mandiri pada 22 Juni 2020. Singkat kata, genre musik dangdut pun ikut mempertimbangkan pertunjukan daring sebagai ruang presentasi mereka. Tidak hanya musik, tari turut mempertimbangkan pertunjukan daring. Selain dipenuhi diskusi dari para pelaku tari, beberapa inisiatif seperti pertunjukan juga dilakukan, salah satunya adalah Distance Parade yang mempertunjukkan 40 karya tari kontemporer terpilih dan dipentaskan pada 27 April hingga 1 Mei 2020 di @budayasaya. Tidak hanya kontemporer, beberapa jenis tarian juga dipentaskan di @budayasaya, semisal kesenian rakyat tari kera Kethek Ogleng dari Wonogiri, Jawa Tengah dam tari Bonet dari Nusa Tenggara Timur. Selain itu beberapa challenge tarian juga dilakukan, semisal Rianto dengan Lengger Challenge. Hal yang menarik justru ruang daring lebih banyak digunakan oleh kelompok tari tradisi. Sementara pada teater, justru beberapa kelompok teater modern lebih banyak melakukan diskusi daring ketimbang pertunjukan. Teater tradisional lah yang justru lebih aktif terlibat dalam pemanggungan secara
daring. Beberapa kelompok yang terlibat di @budayasaya, seperti Wayang Orang Bharata dan teater tradisional Kalimantan Selatan Japin Carita. Sedangkan upaya serupa yang diinisiasi oleh beberapa kalangan, seperti pertunjukan teater boneka kontemporer Papermoon Puppet Theatre yang dihelat secara mandiri.
Dari Warga Untuk Warga Jika merujuk bagaimana budaya diakomodasi di kanal youtube @ budayasaya, terhitung sudah 420 tayangan yang akan terus bertambah hingga akhir tahun. Hampir setengah dari jumlah di atas adalah tayangan seni pertunjukan, baik diskusi ataupun pentas daring. Tentu perlu disadari jika belum semua bentuk seni yang dapat terakomodasi, semisal pentas atau pembahasan musik eksperimental, musik noise, atau dangdut pada ranah musik, tari kontemporer ataupun pentas teater modern dan kontemporer. Selain soal jenis, masih banyak lokus seni yang belum tersentuh di Indonesia. Singkat kata, masih ada beberapa jenis seni dan daerah yang belum terwakili. Kendati hal tersebut bukan kerja yang mudah, melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, hal ini bisa segera diwujudkan. Terlepas dari itu, tayangan-tayangan ini tidak hanya mengakomodasi para seniman untuk berkarya dan menyalurkan kreativitas mereka, tetapi juga telah memberi tayangan kepada masyarakat luas. Hal ini terbukti ketika tayangan pertama mereka di masa pandemi dimulai tepat sehari sebelum penetapan PSBB pertama di Indonesia, 31 Maret 2020, dan masih konsisten hingga hari ini. Tayangan seni dan budaya bisa menjadi rujukan tontonan untuk warga di kala pandemi. Dalam hal ini, seni telah memenuhi salah satu fungsinya, yakni tidak hanya memberikan hiburan semata, tetapi juga memberdayakan masyarakat. (Michael HB Raditya) Denny Caknan terlibat dalam pertunjukan daring, pembagian informasi pertunjukan dari melalui media sosial @budayasaya selama pandemi.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 45
F I LM
“KIAMAT”Bioskop dan Perfilman Nasional
Simulasi pembelian tiket bioskop kepada Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif dan Ketua Umum GPBSI Djonny Syafrudin dimasa pandemi. Tanah Air akan kembali beroperasi pada
Jakarta memerintahkan agar semua
Syafrudin nampak semringah ketika
Wajah Ketua Umum GPBSI Djonny
29 Juli 2020. Menparekraf Wishnutama
jenis hiburan ditutup, termasuk
mengikuti simulasi pembukaan bioskop
dalam keterangannya, Rabu (26/8/2020),
bioskop, denyut bioskop dan kegiatan
di satu bioskop di Jakarta. Napasnya
mendukung rencana dari Tim Satuan
pendukungnya berhenti total. Karena
teratur, seperti penderita asma yang baru
Tugas Penanganan COVID-19 dan
bioskop merupakan hilir dari industri
disemprot mulutnya dengan obat pelega
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
perfilman, efeknya pun terasa sampai
pernapasan.
membuka kembali bioskop yang ada di
ke hulu. Produksi film berhenti, rental
wilayah DKI Jakarta dalam waktu dekat.
peralatan shooting tidak berjalan, artis
“Mudah-mudahan semuanya lancar, perfilman berdenyut lagi. Memang
Wishnutama mengatakan, pembukaan
dan pekerja film ikut menganggur.
tidak seperti dalam kondisi normal, tapi
kembali bioskop dapat membangkitkan
lumayanlah,” kata lelaki berambut putih
sektor ekonomi kreatif yang sempat
pasti yang dikeluarkan untuk menghitung
yang juga pengusaha bioskop itu, akhir
terpuruk akibat pandemi COVID-19.
kerugian, tetapi karena masih tetap harus
Agustus 2020.
”Dengan bioskop kembali beroperasi,
membayar karyawan, biaya perawatan
ini akan berdampak besar terhadap
alat dan kebersihan gedung, nilai
Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia
perkembangan ekonomi kreatif,
kerugian cukup tinggi.
(GPBSI) yang mewakili Cinema XXI,
khususnya subsektor perfilman,” katanya.
Pada 7 Juli 2020, Gabungan
CGV Cinemas, Cinepolis, dan lainlain mengumumkan bahwa bioskop
46 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Donny patut gembira. Sejak pemerintah daerah, terutama di
Sejauh ini memang belum ada angka
Di luar bioskop, seorang produser yang selama ini dikenal produktif membuat film, mengaku rugi hingga
foto: Herman Wijaya
Rp 50 miliar. Tidak dirinci apa saja
jarak, yang membuat bioskop hanya bisa
menarik penonton ke bioskop. Tetapi
penyebab kerugiannya, secara garis
menampung 50 persen penonton dari
jika film yang secara artistik maupun
besar digambarkan penyebabnya adalah
kapasitas yang ada.
komersial didahulukan padahal dalam
operasional kantor yang harus berjalan,
Itu pun bioskop masih bisa menerima,
jadwal yang telah disusun seharusnya
kontrak pemain dan kru yang sudah
walau pun menurut produser film Firman
main belakangan, akan menimbulkan
dibayar walau belum sepenuhnya,
Bintang dalam webinar yang diadakan
ketidakpuasan dari pemilik film yang
dan pemasukan dari sponsor yang
oleh Kemendikbud, harus ada produser
sudah masuk jadwal duluan. Pelik.
menghilang.
yang mau jadi martir. Maksud Firman,
Dampak terberat berhentinya
Asumsi-asumsi itu sepertinya
tidak semua pencinta film berani datang
harus dimasukan lagi ke dalam laci.
produksi, dirasakan oleh kru film. Apalagi
ke bioskop di masa pagebluk ini. Dengan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
yang selama ini bekerja di sinetron.
begitu potensi film untuk meraup
Jakarta membatalkan izin bioskop untuk
Selama ini, dalam kondisi normal saja kru
penonton seperti dimasa normal, akan
bisa beroperasi di masa PSBB transisi 14-
di level bawah paling sengsara. Sudah
sangat sulit, selain kapasitas yang
27 Agustus 2020. Padahal, sebelumnya
honornya kecil, pembayarannya sering
dibatasi itu karena mengikuti protokol.
bioskop sempat diizinkan kembali buka.
ditunda-tunda oleh produser. Jadi bisa
“Nah, siapa sekarang yang mau jadi
Pembatalan izin itu tertuang dalam
dibayangkan apa yang mereka rasakan
martir. Produser yang mengeluarkan
Dinas revisi SK Disparekraf Nomor 2976
dimasa pagebluk ini.
biaya besar untuk filmnya tentu
Tahun 2020 tentang Perpanjangan
harus pikir-pikir dulu. Apalagi kalau
PSBB Masa Transisi dalam Penanganan
pemerintah, jadi kita masih bisa makan.
kebijaksanaan bioskop tidak berubah.
Pencegahan Penularan Covid-19 di Sektor
Kalau enggak ada, enggak tahulah nasib
Kalah penonton kurang film langsung
Usaha Pariwisata. Hal tersebut bukan
kita,” kata Anwar, seorang pembantu
turun, pasti enggak mikirlah produser,”
kali pertama bisnis bioskop diizinkan
bagian lighting.
katanya.
kemudian dibatalkan untuk bisa kembali
“Masih untunglah ada bansos dari
Industri sinetron yang menjadi salah
Persoalan kedua tak kalah pelik dalam
buka. Sebelumnya, rencana pembukaan
satu kanal penyaluran tenaga kerja
pengoperasian bioskop adalah mengenai
bioskop di 29 Juli 2020 juga batal,
perfilman juga setali tiga uang. Banyak
film yang lebih dulu masuk ke bioskop.
begitupula rencana di masa PSBB 31 Juli-
rencana produksi ditunda bahkan
Selama tahun 2020 ini, dari 150 judul film
13 Agustus 2020.
dibatalkan, karena stasiun televisi juga
yang diproduksi, baru ada 28 judul film
menyetop pembelian produk sinema
Indonesia yang diputar di bioskop Tanah
akan buka. Pembukaan bioskop dan
untuk menyiasati pengeluaran. Apalagi
Air. Masih ada 120 lebih judul film yang
tempat-tempat hiburan, khususnya di
di era medsos ini kue iklan berkurang
masih antri.
Jakarta, masih melihat perkembangan
karena banyak pengiklan yang lari ke medsos, terutama youtube. Rencana pembukaan bioskop
Apakah film-film yang masuk masih
Belum ada kepastian kapan bioskop
penyebaran Covid-19. Tidak bisa
sesuai jadwal yang disusun atau
dipastikan sampai kapan pandemi
mempertimbangkan skala prioritas.
Korona akan berakhir. Pagebluk ini
sebagaimana tercantum dalam surat
Katakanlah untuk memancing penonton
seakan menjadi “kiamat kecil ketiga” bagi
edaran yang dibuat atas nama Ketua
datang ke bioskop, tidak mungkin diputar
industri film nasional. Pertama adalah
GPBSI, Djonny Sjafruddin disambut
film biasa-biasa saja baik dalam daya
terpuruknya perfilman nasional karena
gembira oleh produser, kru, pemain,
tarik artistik maupun komersial.
munculnya televisi swasta tahun 90-an.
Kalau film “biasa-biasa saja”
Kedua adalah resesi ekonomi sebagai
produser dan bahkan kalangan pengusaha bioskop bahagia. Meskipun
dikhawatirkan hanya akan jadi
imbas kerusuhan SARA di beberapa
operasional bioskop harus mengikuti
tumbal. Bukan saja film itu tidak
daerah di Indonesia. (Herman Wijaya,
protokol kesehatan. Salah satunya yang
diminati penonton, tetapi justru
wartawan dan pemerhati film)
paling berpengaruh adalah aturan jaga
malah kontraproduktif dengan tujuan
2020, VOL. 9 INDONESIANA 47
A LI H WAHANA
B
Mari wara i d n a s r e
dan
Be rsastra Kementerian Pendidikan dan
Disutradarai oleh Gunawan Maryanto
peluncuran siniar Sandiwara Sastra di
Kebudayaan (Kemendikbud) melalui
(sutradara teater dan aktor film) dan
Jakarta, Senin (06/07) lalu. Lebih lanjut
Direktorat Jenderal Kebudayaan bekerja
diproduseri oleh aktor film dan teater
Mendikbud menyampaikan, “Sandiwara
sama dengan Titimangsa Fondation
Happy Salma serta produser film
Sastra bukan hanya menjadi sebuah
dan Kawan Kawan Media meluncurkan
Yulia Evina Bhara, Sandiwara Sastra
karya seni dan inovasi. Lebih dari itu, ini
siniar (podcast) Sandiwara Sastra sebagai
dilengkapi dengan tata musik dan suara
adalah jalan untuk mengangkat literasi.”
bentuk inovasi dan bagian dari program
yang membuat karya sastra yang dialih
Belajar dari Rumah di masa pandemi
wahanakan dapat semakin dipahami
Kemendikbud, Hilmar Farid
Covid-19. Alih wahana karya sastra
maknanya. Daftar pengisi suaranya pun
menjelaskan arah ke depan dalam
Indonesia ke dalam medium audio ini
terdiri dari deretan aktor ternama dan
pengembangan sastra. “Kemendikbud
ditujukan untuk memperkenalkan dan
pesohor lain diantaranya Najwa Shihab,
melakukan upaya pelestarian
menghidupkan kembali karya-karya
Nicholas Saputra, Lulu Tobing, Happy
sastra melalui Sandiwara Sastra.
sastra Indonesia. Siniar yang mulai tayang
Salma, Chicco Jericho, Iqbaal Ramadhan,
Semakin banyak orang membaca dan
sejak 8 Juli 2020 pukul 17.00 WIB melalui
Chelsea Islan, Pevita Pearce, Aryo Bayu,
mendengarkan karya sastra, semakin
podcast audio @budayakita yang masing-
Jefri Nichols, Tara Basro, Rio Dewanto,
banyak juga orang yang menemukan
masing berdurasi 30 menit, dan nantinya
Marsha Timothy, Vino G Bastioan, dan
nilai-nilai kehidupan dan pengaruh
juga akan disiarkan melalui Radio Republik
banyak lainnya.
sastra bagi kehidupan, di samping itu
Indonesia (RRI) agar dapat menjangkau
“Sastra menempati posisi penting
Direktur Jenderal Kebudayaan
juga ingin membangkitkan minat untuk
masyarakat secara lebih luas. Siniar
dalam pemajuan budaya dan
menulis agar tercipta karya-karya sastra
Sandiwara Sastra ini sempat menjadi
pembentukan karakter bangsa,” ujar
baru yang berkualitas terutama di
trending di beberapa aplikasi siniar.
Mendikbud pada konferensi pers
kalangan anak muda” ujar Hilmar.
48 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Hilmar juga menyampaikan alasan Kemendikbud mengalih wahanakan karya sastra ke dalam format audio siniar dan siar. “Sandiwara Sastra adalah langkah foto: Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru
untuk mendekatkan khazanah sastra kita kepada publik. Di masa lalu, sandiwara audio yang disiarkan lewat radio sangat populer. Ketika muncul media audiovisual dan media sosial, bentuk ini mulai memudar popularitasnya. Tapi belakangan ada kebangkitan media audio seperti podcast,” ujarnya. Ia berharap Sandiwara Sastra ini bisa turut mewarnai ruang media baru dan juga mengangkat kembali kejayaan sastra Indonesia. Najwa Shihab, pengisi suara di episode 6 “Berita dari Kebayoran” yang diangkat dari cerita pendek karya Pramoedya Ananta Toer, mengapresiasi Sandiwara Sastra sebagai upaya untuk meningkatkan minat milenial terhadap karya sastra. Senada dengan Najwa, Iqbaal Ramadhan menganggap program Sandiwara Sastra sangat relevan dengan kondisi kekinian. “Bisa didengarkan saat melakukan hal lain, tidak harus menyediakan waktu khusus. Adanya alih wahana dalam bentuk podcast ini bisa membuat ketertarikan baru untuk mengenal sastra,” tutur pemeran Perkutut dalam episode “Kemerdekaan” karya Putu Wijaya ini. Sebagai tahap pertama dari seri Sandiwara Sastra, 10 karya sastra yang dapat dinikmati masyarakat adalah adaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari; novel Helen dan Sukanta karya Pidi Baiq; cerita pendek (cerpen) Kemerdekaan karya Putu Wijaya; cerpen Menunggu Herman karya Dee Lestari; cerpen Berita dari Kebayoran karya Promoedya Ananta Toer; novel Lalita karya Ayu Utami; cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam; cerpen Persekot karya Eka Kurniawan; novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan novel Orang-orang Oetimu karya Felix K. Nesi. (MY, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru)
Para artis yang menjadi pengisi suara untuk Sandiwara Sastra diantaranya Najwa Shihab, Nino Kayam, Adinia Wirasti, Ario Bayu, Arswendy Bening Swara, Asmara Abigail, Atiqah Hasiholan, Chelsea Islan, Chicco Jerikho, Christine Hakim, Eva Celia, Happy Salma, Nicholas Saputra, Iqbaal Ramadhan, Jefri Nichol, Kevin Ardilova, Lukman Sardi, Lulu Tobing, Marsha Timothy, Mathias Muchus, Maudy Koesnaedi, Oka Antara, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Rio Dewanto, Tara Basro, Vino G. Bastian, dan Widi Mulia.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 49
ADA T I S T I ADA T
Ritual
TUK SIKOPYAH 50 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Sadariyah Ariningrum foto: Sadariyah Ariningrum
Warga menelusuri jalan setapak menuju Tuk Sikopyah. (searah jarum jam) Warga pembawa lodhong sedang antri untuk menuangkan air Tuk Sikopyah, Tetua adat memimpin prosesi doa bersama, Kirab warga yang membawa gunungan, Warga mengambil air Tuk Sikopyah dari penampungannya.
sesepuh desa memimpin doa bersama
selama dua malam, warga pun menyantap
prosesi pengambilan air dari tuk
di halaman masjid. Setelah itu, warga
nasi trigi bersama-sama.
(mata air) Sikopyah di Dusun Kaliurip,
berjalan menuju sumber mata air
Desa Serang, Kecamatan Karangreja,
Sikopyah, melalui jalan setapak tanpa
lodhong menuju ke kawasan wisata ‘Rest
Kabupaten Purbalingga yang
alas kaki. Para wanita mengenakan
Area’ Desa Serang, Kecamatan Karangreja,
dilaksanakan selama tiga hari dan diikuti
kebaya dan kain serta caping, sedangkan
Kabupaten Purbalingga, bersama dengan
oleh warga Desa Serang. Ritual Tuk
para pria memakai pakaian serba hitam
kirab gunungan hasil bumi. Ketika
Sikopyah rutin dilakukan setiap tahun
disertai ikat kepala dan blangkon.
rombongan memasuki area, dalang
dan sejak tahun 2015 ritual ini dilakukan
Beberapa lainnya, nampak membawa
segera memainkan wayang.
secara masal, menjadi bagian dari
sesaji, sapu lidi, dan kendi.
Ritual adat Tuk Sikopyah adalah
Festival Gunung Slamet.
Sepanjang perjalanan, terdengar
Dua hari kemudian, warga membawa
Warga pembawa lodhong menuangkan air Tuk Sikopyah ke dalam wadah besar
tabuhan rebana. Akses menuju sumber
sebagai penampungan air. Tetua Desa
sebelum pandemi Korona. Hari pertama
mata air Sikopyah adalah sebuah jalan
pun memimpin pembacaan doa. Setelah
ritual dimulai. Tampak rombongan
setapak di tengah perkebunan sayur.
itu para warga Purbalingga beserta
berpakaian adat Jawa membawa
Lebih dari separuh jalan adalah tanjakan
wisatawan berebut mengambil air Tuk
lodhong (tempat air yang terbuat dari
karena Tuk Sikopyah terletak di bukit.
Sikopyah yang diyakini mampu membawa
Kami mengikuti ritual ini pada tahun lalu
bambu) berjumlah 777. Ada makna
Setiap peserta ritual mengambil air
khusus dari 777 yang dalam bahasa
dari Tuk Sikopyah hingga lodhong penuh.
keberkahan dan kesehatan bagi orang
jawa pitungatus pitungpuluh pitu yakni
Prosesi pengambilan air memakan waktu
untuk mendapatkan pitulungan atau
sekitar dua jam. Setelah semua lodhong
satu dari tiga mata air terbesar di lereng
pertolongan. Ini adalah sebentuk
terisi air, rombongan berangsur turun
timur Gunung Slamet. Dua lainnya adalah
permintaan pertolongan Tuhan Yang
menuju balai desa, diikuti ribuan warga
mata air panas Guci dan mata air panas
Maha Esa agar para pemimpin dan
lain yang membawa nasi penggel, yaitu
Baturaden. Ritual adat Tuk Sikopyah juga
masyarakat Purbalingga diberikan
nasi jagung atau nasi trigi dengan tiga
dilakukan agar masyarakat lereng Gunung
kekuatan untuk membangun Purbalingga.
yang meminumnya. Mata air (dingin) Sikopyah merupakan
jenis lauk yaitu tumis pepaya, tempe
Slamet makin menyadari pentingnya air
Prosesi pengambilan air diawali dengan
goreng, dan ikan asin. Setelah lodhong
bagi kehidupan. (Sadariyah Ariningrum,
kumandang tembang dhandanggula. Para
disimpan di balai desa untuk diinapkan
Direktorat KMA)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 51
P ERTANI AN T RA DI SI ONAL
Daulat Padi dari
Sinar Resmi
foto: Darus Hadi
Resmi, satu kasepuhan yang berdiri
Justru saat itulah Anda bisa menikmati
menyapa kulit. Kabut tipis menyelimuti
Angin pagi terasa begitu segar, dingin
sejak abad ke-16, persisnya di area
keindahan dan keramahan Kasepuhan
pegunungan biru kehijauan. Hamparan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak,
Sinar Resmi. Keberadaannya yang
terasering sawah padi yang teratur
Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi,
pelosok membuat kampung ini terjaga
bak vitamin bagi mata. Tak jauh dari
Provinsi Jawa Barat. Kasepuhan Sinar
keasriannya juga kekayaan tradisinya.
persawahan, terlihat rumah-rumah
Resmi merupakan bagian dari Kesatuan
Sebagian besar penduduk bermata
sederhana dengan dinding kayu dan
Adat Banten Kidul yang menghuni ujung
pencaharian sebagai petani di sawah
anyaman bambu serta atap dari ijuk.
barat Pulau Jawa bagian tengah hingga
atau ladang, sebagian lain berprofesi
Seakan menyambut matahari terbit, suara
selatan, yang secara administrasi berada
sebagai pengrajin seruling, penyadap
lesung yang ditumbuk mulai bersahutan,
di perbatasan wilayah Provinsi Jawa Barat
nira, dan pengukir bedog/golok atau
diiringi suara kokok ayam yang nyaring.
dan Provinsi Banten.
pandai besi. Melihat lokasi kasepuhan
Simfoni pagi yang sempurna. Di lereng
Jangan mengeluh jika jalan tak semulus
yang jauh dari desa lain, terbersit
Gunung Halimun ini, jauh dari bising
dan selapang jalan di kota, plus sinyal
pertanyaan, bagaimana warga memenuhi
perkotaan, terdapat Kasepuhan Sinar
ponsel yang tak lebih dari dua bar.
kebutuhan hidupnya terutama pangan.
Ternyata Kasepuhan Sinar Resmi menjalankan konsep pertanian warisan leluhur untuk memenuhi kebutuhan pangan. Secara turun-temurun selama ratusan tahun masyarakat Sinar Resmi foto: Darus Hadi
menjadikan pertanian sebagai poros budaya. “Sebagai keturunan Kasepuhan (desa adat) kami bersama-sama menjaga kearifan lokal, khususnya bidang pertanian, dalam hal ini benih lokal padi yang menjadi warisan kebudayaan,” ujar Abah Asep Nugraha, Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Dalam bertani, penduduk tidak pernah menggunakan pupuk kimia maupun obat pembasmi hama (pestisida). Pupuk yang digunakan menggunakan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari kotoran ternak. Begitu juga dengan seluruh siklus menaman (mulai pembajakan, penanaman,
foto: Darus Hadi
pemeliharaan hingga panen) dilakukan dengan alat tradisional. Konsekuensi dari model pertanian ini, musim tanam padi hanya enam bulan, sehingga setahun hanya bisa satu kali panen. Namun dengan begitu,
Proses pertanian hingga pengolahan padi semua dilakukan dengan cara tradisional. Proses pengeringan padi sebelum dimasukkan Leuit.
umur beras lebih tahan lama. Padi hasil panen diikat dan dijemur, kemudian
untuk melindungi isinya dari air hujan
jintan hitam, vanili, serta pandan dengan
dimasukkan ke dalam lumbung atau
dan diletakkan berdekatan dengan leuit-
tingkat kepulenan yang pas, tidak terlalu
leuit, yang dapat bertahan lama tanpa
leuit lainnya.
lengket dan tidak terlalu kering.
membusuk hingga 40 tahun. Leuit merupakan tempat menyimpan
Bagi masyarakat Kasepuhan Sinar
Selain ilmu menanam padi, para
Resmi, padi sama seperti manusia,
leluhur juga mewariskan ilmu astronomi
padi milik perorangan, keluarga,
karena padi identik dengan sebutan
yang disebut dengan pranata mangsa,
ataupun milik kelompok. Bangunannya
Dewi Sri. Arti Sri di sini “sama”, maka
sehingga warga bisa mematok waktu
berbentuk bujur sangkar dan rata-rata
dari itu di Kasepuhan Sinar Resmi padi
terbaik untuk memulai tanam dengan
lebih tinggi dari orang dewasa, makin
tidak diperjual-belikan. Memperjual-
merujuk rasi bintang. Alhasil, Kasepuhan
ke atas tembok leuit makin melebar.
belikan padi dianggap seperti
Sinar Resmi mendapat penghargaan
Bentuk ini melambangkan kemakmuran
memperjual-belikan kehidupan kita
kedaulatan dan ketahanan pangan pada
keluarga pemilik leuit. Batu fondasi yang
sendiri. Sepenuhnya hasil tani padi
tahun 2015 dan 2016. Para peneliti lokal
disebut umpak umumnya menggunakan
diperuntukan bagi kebutuhan pangan
maupun mancanegara pun antusias
batu atau bata. Selain sebagai fondasi,
warga desa. Tamu yang berkunjung
untuk mendalami keunikan Kasepuhan
umpak juga berfungsi untuk mencegah
boleh makan sepuasnya menikmati
Adat Sinar Resmi . Apa yang terjadi di
air tanah langsung merembes ke tiang-
beras hasil panen Sinar Resmi namun
Kasepuhan Sinar Resmi membuktikan
tiang kayu. Atap leuit disebut “hateup”,
tidak boleh membawanya keluar
bahwa warisan leluhur masih relevan
dibuat dari genteng atau serat pohon.
Kasepuhan Sinar Resmi.
di masa kini. Introduksi kimia pada
Untuk mencegah masuknya hama tikus,
Terdapat 68 varietas unggul padi di
pertanian tak menjamin hasil yang lebih
leuit bisa dipasangi papan kayu bundar
Kasepuhan Sinar Resmi, yang unik di
baik secara terus menerus. Tanah Sinar
gelebek di atas tiang penyangga, sehingga
antaranya padi berwarna ungu disebutnya
Resmi masih terus memberi kehidupan
hama tidak dapat memanjat tiang. Leuit
Pari Gadog atau Pari Gantang Hideung.
pada siapa yang merawatnya sepenuh
biasanya dibangun di bawah pepohonan
Jenis padi ini memiliki aroma herbal mirip
kasih. (Darus Hadi, Direktorat KMA)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 53
54 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Meraba Mata Angin, Membaca Tanda
foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
N AV I GASI T RAD I SI ONAL
foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
P
ada Minggu, 8 Desember 2019, kapal Padewakang yang diberi nama Nur Al Marege dengan
panjang 14,5 meter dan lebar 4,2 meter berlayar menuju Darwin, Australia, dalam eksepedisi “Before 1770”. Pelayaran tersebut menapaktilasi pelaut Sulawesi Selatan yang mengambil teripang di utara Australia pada abad ke-17 hingga abad ke-19. Padewakang adalah kapal yang menjadi cikal-bakal kelahiran perahu pinisi di Sulawesi Selatan. Ridwan Alimuddin, anak buah kapal Nur Al Marege, menyebut bahwa Padewakang
foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
yang mereka operasikan dalam ekspedisi “Before 1770” tidak menggunakan mesin diesel dan masih memakai konstruksi seperti 250 tahun lalu. Yaitu memakai layar tanjag (berbentuk segi empat) berbahan organik (serat daun gebang) yang ditenun dan dijahit oleh pelautpelaut Mandar. Padewakang Nur Al Marege memulai perjalanannya dari Makassar ke Galesong
Tampak atas perahu padewakang, yang menjadi cikal-bakal kelahiran perahun pinisi di Sulawesi. (atas) Perahu padewakang Nur Al Marege dengan bendera Kerajaan Gowa Tallo. Layar utama perahu padewakang Nur Al Marege robek ketika berlayar di Laut Flores (bawah).
(Bulukumba), Tana Beru, Pamatata, lalu ke Pulau Kalao, Pulau Madu, Larantuka, Wai Wuring, Wai Lalong, Baranusa, kemudian lanjut ke Mali (Pulau Alor), Ilwaki (Pulau Wetar), Pulau Masela, Saumlaki, hingga pada 28 Januari 2020, mereka tiba di Cullen Bay Marina, Darwin, Australia. Menurut Charles Campbell Macknight, penulis buku The Voyage to Marege’: Pencari Teripang dari Makassar di Australia, setiap musim angin barat pada periode 1750—1780, tak kurang dari seribu pelaut asal Makassar dan Bugis singgah di pesisir Darwin. Kedatangan pelaut Sulawesi tersebut memengaruhi kebudayaan suku asli Australia, Aborigin, yang masih terasa hingga sekarang, misalnya agama Islam yang dianut oleh warga setempat.
Navigasi Tradisional Pengetahuan membaca arah mata
Sulsel mengandalkan alam sebagai pedoman navigasi mereka dan menjadi
angin adalah ilmu utama yang dimiliki
pengetahuan turun-temurun sehingga
oleh semua pelaut dan nelayan, tak
mereka mampu melintasi laut yang
terkecuali pelaut Bugis-Makassar di Sulsel.
luas. Pengetahuan navigasi macam apa
Mereka membaca tanda-tanda tersebut
sehingga laut seakan mudah diseberangi?
yang telah dibentangkan oleh alam.
Baharuddin Lopa dalam bukunya,
Mungkin calon-calon pelaut di
Hukum Laut, Pelayaran, dan Perniagaan
Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar
dan Navigasi Bugis-nya Gene Ammarell
telah mempelajari pengetahuan navigasi
merekam pengetahuan navigasi
modern, seperti Gyro Compass untuk
tradisional tersebut.
menemukan arah dan posisi kapal yang
Bagi pelaut Bugis, mata angin memiliki
benar, radar untuk mendeteksi jarak
dua fungsi yang sangat spesifik, yaitu
kapal dari daratan, benda-benda yang
mengidentifikasi arah angin di laut dan
mengapung, dan menghindari tabrakan
memperjelas haluan-arah kapal (piloting).
dengan kapal lain, kompas magnetik
Ada enam belas titik mata angin yang
untuk penunjuk arah kapal dan nama-
dimiliki oleh suku Bugis, persis seperti
nama alat navigasi canggih lainnya. Akan
mata angin internasional. Namun, cukup
tetapi, pada zaman dulu, pelaut-pelaut
arah timur dan barat yang digunakan
2020, VOL. 9 INDONESIANA 55
foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
Perahu padewakang Nur Al Maregedi perairan Bulukumba. Perahu padewakang Nur Al Marege beserta awaknya.
pelaut Bugis untuk membedakan dan menamai dua musim: musim timur dan musim barat. Musim angin timur jatuh pada April hingga September, sedangkan musim angin barat pada Januari hingga Maret dan Oktober hingga Desember. Ada petunjuk lain untuk mengetahui perubahan dan pergantian musim, yaitu dari “bulan sabit” dan “perubahan tiupan angin”. Jika bulan sabit agak miring ke utara, maka itu musim barat. foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
Bila bulan sabit agak miring ke selatan, maka itu musim timur. Jika angin bertiup secara terus menerus atau konstan, dan kadang kala diikuti hujan lebat, maka kita memasuki musim barat. Kita memasuki musim timur bila angin bertiup dari tenggara. Pelaut Sulsel pun menggunakan pedoman “gelombang
Para pelaut Bugis juga memanfaatkan
Pelaut-pelaut Sulsel bisa mengetahui
pasang dan surut”, yakni bahwa pada
bintoéng timoro’ ‘bintang timur’
daratan lewat keberadan burung
musim barat, gelombang pasang
(aquilae alfa) yang dimanfaatkan untuk
jagong (nama bahasa Mandar) yang
mencapai puncaknya pada sore hari.
berlayar ke timur dan barat. Bintang ini
sedang mencari makanan. Jika angin
Pada siang hari, matahari sudah
bersebelahan dengan bintoéng rakkalaé
yang bertiup adalah angin tenggara,
menjadi penanda arah mata angin yang
‘bintang bajak’ (orion alfa-beta) yang
maka posisi daratan berada di barat
jelas, mana barat dan timur. Sedangkan
juga dipakai jika berlayar menuju timur.
laut atau paling tidak posisinya ada di
pada malam hari, pelaut dan nelayan
Selain matahari, angin, dan bintang, ada
sebelah barat. Burung jagong adalah
mengandalkan bintang-bintang. Bintoéng
pula penanda lain, misalnya arus ombak
jenis burung mirip bangau, berwarna
lambarué (‘bintang pari’) dan bintoéng balé
dan arus laut.
hitam, dan leher panjang dengan variasi
mangngiweng (‘bintang hiu’) adalah dua
Penguasaan navigasi tersebut akan
warna putih di lehernya. Pada malam
rasi bintang yang terbit dan tenggelam
memudahkan pelaut mengetahui posisi
hari, burung jagong kerap hinggap di
di utara dan posisinya berdekatan
dan mengendalikan arah haluan kapal
atas pohon di daratan, kemudian pada
di langit selatan. Bintoéng kappalaé
atau biasa disebut piloting. Selain itu,
siang hari burung jagong mencari makan
‘bintang biduk’ (ursa majoris) terletak
pengindentifikasian alam sekitar akan
di atas laut. Spesies burung lainnya yang
di langit utara, terbit di timur laut dan
memberikan petunjuk para pelaut Sulsel
menjadi tanda bahwa daratan sudah
tenggelam di barat laut. Rasi bintang ini
telah berada di daerah mana, seperti
dekat dalam bahasa Bugis disebut
berdekatan dengan bintoéng pitu ‘bintang
pengetahuan jenis-jenis burung, puing-
burung béllé (burung cikalang kecil atau
tujuh’ (pleiades) yang berperan sebagai
puing yang terapung, mengetahui jenis
Fregata ariel). Pelaut Bugis mempercayai
pedoman untuk pelayaran ke utara.
karang, ikan terbang, dan lumba-lumba.
bahwa keberadaan burung béllé sebagai
56 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Muhammad Ridwan Alimuddin
penanda bahwa sekitar empat jam jarak yang ditempuh untuk tiba di daratan atau pulau.
Layar kecil perahu padewakang Nur Al Marege.
Alam sudah cukup memberikan tandatanda bagi pelaut dan nelayan Sulsel untuk menjelajahi lautan Nusantara, bahkan samudera, jauh sebelum ada teknologi canggih. Namun, akibat modernisasi pada ilmu kelautan dan kemaritiman, layar berbahan organik dan pengetahuan navigasi tradisional pun nyaris punah. Maka itu, pelayaran ekspedisi “Before 1770� oleh Padewakang Nur Al Marege tidak saja mengenang kedigdayaan nenek-kakek moyang BugisMakassar, tetapi juga pengingat bahwa pengetahuan navigasi dari Sulsel tersebut wajib dilestarikan. (Safar Nurhan, esais kelahiran pulau Paisubebe, Banggai Laut, Sulawesi Tengah)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 57
UP AC A RA AD A T
Erau Festival Riuh dan Penuh Sukacita
58 INDONESIANA VOL. 9, 2020
E
foto: Syefri Luwis
foto: Dony79 https://www.shutterstock.com/g/Doni79
rau merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap tahun. Waktu pelaksanaannya ditetapkan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Upacara ini merupakan upaya melestarikan tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang menjadi salah satu ikon kegiatan budaya di tanah air serta mengangkat festival budaya daerah ke kancah internasional dengan melibatkan peserta dari manca negara. Erau berasal dari kata “eroh” yang berarti ramai, riuh dan penuh sukacita.
perubahan konstelasi politik kesultanan.
memperingati hari jadi Kota Tenggarong
berlangsung selama 40 hari 40 malam
Meski kesultanan sudah dianggap tidak
(Tangga Arung). Melalui surat keputusan
dan diikuti segenap lapisan masyarakat.
ada (telah berubah menjadi bentuk
Bupati Kutai Nomor THP.276/E-1/PEM-
Merujuk pada cerita rakyat, seperti
pemerintahan modern di bawah
134/1972 ditetapkanlah tanggal 28
dituturkan keturunan dan kerabat
negara), putra mahkota tetap dianggap
September 1972 sebagai hari lahir Kota
(generasi ketiga dan keempat) Sultan
oleh keluarga besar “Kesultanan Kutai
Tenggarong (Ibu Kota Kabupaten Kutai
Kutai Kartanegara, tergambar bahwa
Kartanegara Ing Martadipura” sebagai
Kartanegara). Pada masa ini sudah terjadi
Kesultanan Kutai Kartanegara lahir
titisan sultan. Putra mahkota masih
proses rekacipta tradisi yang merupakan
atas prakarsa Aji Batara Agung Dewa
disimbolkan sebagai “generasi pemangku
suatu bentuk recreated tradition, yaitu
Sakti yang merupakan titisan dewa. Aji
tahta” kesultanan selanjutnya. Pada
tradisi yang dikreasikan dari bentuk yang
Batara Agung Dewa Sakti “turun dari
tahun 1960, ketika Sultan Aji Muhammad
lama, tetapi diberikan fungsi baru sesuai
langit” dengan menunggangi seekor
Parikesit masih “memangku kuasa”,
tuntutan perkembangan zaman.
lembu yang diberi nama Lembu Swana
sempat dilakukan Upacara Erau
di daerah Jahitan Layar. Ia kemudian
pengangkatan Aji Pangeran Adipati Prabu
menyesuaikan kepentingan
dirawat dan dibesarkan oleh Petinggi
Anom Surya Adiningrat sebagai putra
pemerintah daerah, juga sebagai upaya
Jahitan Layar hingga dewasa. Setelah
mahkota. Upacara ini dijalankan persis
meningkatkan kunjungan wistawan
dewasa, ia menikahi Putri Karang Melenu
sewaktu Sultan Aji Muhammad Sulaiman
nusantara dan mancanegara. Ketika
(disebut juga sebagai Putri Junjung Buih,
mengangkat Sultan Aji Muhammad
Erau menjadi festival budaya untuk
karena terlahir dari buih-buih air Sungai
Parikesit sebagai putra mahkota.
memperingati hari jadi Kota Tenggarong,
Pada awalnya, perhelatan ini
Mahakam). Sekitar awal abad ke-14, Aji
Upacara Erau pada masa Sultan
Rangkaian acara Erau dimodifikasi,
terdapat beberapa perubahan rangkaian
Batara Agung Dewa Sakti mendirikan
Aji Muhammad Parikesit tersebut
upacara pokok. Upacara adat sakral yaitu
kerajaan yang dinamai Kutai Kartanegara
merupakan upacara terakhir. Erau
tijak tanah, satu acara pokok kegiatan
dan ia menjadi raja yang pertama.
difungsikan oleh kesultanan sebagai
Erau, ditiadakan. Adapun upacara
Sejatinya tahta kesultanan Kutai
ritual adat dalam panggung kuasa
adat yang lain tetap dilaksanakan, yang
Kartanegara Ing Martadipura akan
Kesultanan Kutai Kartanegara Ing
kemudian menjadi rangkaian Erau,
dilanjutkan oleh Putra Mahkota Aji
Martadipura. Erau tidak pernah lagi
berikut ini:
Pangeran Adipati Prabu Anom Surya
dilakukan hingga tahun 1972, yakni ketika
Adiningrat. Namun harapan putra
Bupati Kutai Drs. H. Achmad Dahlan
mahkota untuk melanjutkan tahta
mulai mengadakan Erau kembali sebagai
sultan tidak dapat terwujud akibat
festival kebudayaan dalam rangka
Mengulur Naga sebagai salah satu upacara pokok.
Lembuswana, hewan dalam mitologi rakyat Kutai dan lambang Kesultanan Kutai Kertanegara.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 59
Beluluh Upacara Pensucian diri sultan/putra mahkota sebelum melaksanakan Erau. Dimaksudkan agar sultan/putra mahkota
foto: Hermansyah28 https://www.shutterstock.com/g/Hermansyah28
suci diri dan hatinya.
Menjamu Benua Upacara untuk memberitahukan kepada dewa penguasa alam semesta, bahwa pihak kesultanan hendak melakukan kegiatan Erau. Memohon agar dewa penguasa alam semesta memberi ijin dan merestui Erau. Dengan cara memberikan sesajen di Kepala Benua (Kampung Mangkurawang), Tengah Benua (Kampung Panji), dan Ekor Benua (Kampung Timbau)
Mendirikan Tiang Ayu Upacara mendirikan “tombak� (Tiang Ayu). Tiang Ayu atau biasa disebut juga sebagai Sangkoh Pintu merupakan foto: Fahnur Jingga https://www.shutterstock.com/g/fahnurjingga
suatu tombak dari kayu ulin yang pada setiap pelaksanaan Erau disimbolkan sebagai tanda bahwa ketika sultan telah mendirikan tiang ayu maka pada saat itu juga bahwa kesultanan telah siap melaksanakan Erau. Tiang Ayu merupakan tombak pusaka yang disematkan di sebuah kantung kain berwarna kuning. Tombak pusaka itu bernama sangkok piatu, tombak milik raja pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti. Setelah ritual tersebut dilanjutkan dengan upacara pembukaan dan disuguhkan tarian Senandung Melayu Kutai.
Seluang Mudik
Mengulur Naga
utuk disimpan oleh keluarga sultan agar digunakan kembali dalam Erau
Ritual ini dilakukan oleh keluarga
Kegiatan mengulur naga merupaan
sultan dengan mulai menarikan tarian
simbolisasi ketika Petinggi Jahitan Layar
Ganjar-Ganjur (beganjur). Kemudian
mengantarkan naga kembali ke tepian
pada saat menari, keluarga sultan
aji (kini Kutai Lama). Hal ini kemudian
menyambut dengan membawa beras
dilakukan dalam Erau (pasca-1960)
dalam wadah yang kemudian dipercikkan
dengan membuat replikasi dua ekor naga
siram air di antara keluarga sultan dan
ke atas sebagai simbol kemakmuran
yang berjenis kelamin laki-laki (naga laki)
seluruh lapisan warga Kutai Kartanegara.
Kesultanan Kutai Kartanegara Ing
dan berjenis kelamin perempuan (naga
Sebelum warga melakukan kegiatan
Martadipura. Dalam upacara ini seluruh
bini). Naga tersebut ditenggelamkan
belimbur terlebih dahulu dilakukan
keluarga sultan (dan sultan) diajak untuk
(badannya saja) dengan terlebih dahulu
belimbur oleh sultan.
bergembira dan dilarang untuk bersedih.
dipotong bagian kepala dan ekornya
60 INDONESIANA VOL. 9, 2020
berikutnya.
Belimbur Belimbur merupakan kegiatan saling
foto: Dony79 https://www.shutterstock.com/g/Doni79
Merebahkan Tiang Ayu Kegiatan berikutnya adalah
Pada masa pemerintahan Bupati H. Achmad Maulana Sulaiman ditetapkanlah
merobohkan tiang ayu yang telah
28 September sebagai hari peringatan
didirikan pada awal memulai Erau.
lahirnya Kota Tenggarong (Peraturan
Empat orang keluarga sultan kemudian
Daerah Kutai No. 2 Tahun 1997 tentang
menarik tali dan menggoyang-goyangkan
Hari Jadi Kota Tenggarong). Sehingga
tiang ayu hingga tiang ayu berada dalam
setiap tanggal 28 September diadakan
posisi roboh (tertidur). Upacara ini
Festival Erau sebagai perayaan hari jadi
merupakan akhir dari rangkaian Erau dan
Kota Tenggarong. (Edy Gunawan)
Tarian Hudoq dan masyarakat Dayak ikut berpartisipasi dalam Festival Erau. dalam Erau. Momen pembukaan Festival Erau tahun 2017.
sebagai tanda bahwa Erau telah selesai dilaksanakan.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 61
RI T UA L
Doa Syukur
Larungan ke Pulau Bokor
B
agi masyarakat nelayan Suryabahari, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, hakikat ritual larungan adalah sebentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil ikan-ikan tangkapan yang mereka
peroleh selama setahun terakhir. Sekaligus juga sebagai upaya tolak bala yang dipercaya dapat menghindarkan mereka dari kecelakaan di laut ketika menangkap ikan. Larungan juga diyakini memiliki beberapa fungsi, di antaranya mempererat hubungan kekerabatan di antara sesama nelayan, mengembalikan semangat melaut usai musim paceklik, dan mendapatkan kembali motivasi untuk melanjutkan hidup sehari-hari. Pagi itu, sekitar pukul 10.00 WIB, sepotong kepala kerbau dibersihkan di belakang rumah Pak Dalban (kuncen atau juru kunci). Masyarakat nelayan Suryabahari menyebutnya “memandikan”, bukan “mencuci” sebagaimana perlakukan tukang masak dalam membersihkan daging. Ada air kembang dalam tong besar, sabun mandi, sampo, pasta gigi, dan sikat gigi. Seperti perlengkapan mandi kita. Kepala kerbau diguyur dengan air kembang, disabuni, dan disampoi seluruh bagiannya. Proses tersebut dilakukan berulang-ulang hingga benar-benar besih. Terakhir, giginya disikat dengan pasta gigi sebagaimana layaknya manusia menyikat gigi. Menurut Pak Dalban, proses “memandikan” itu dilakukan untuk memastikan bahwa kepala kerbau yang akan dilarung tersebut benar-benar layak dipersembahkan. Kepala kerbau kemudian dikeringkan dengan handuk, diletakkan di atas tampah bertabur bunga, dan didandani sedemikian rupa. Kedua pipinya ditaburi bedak, alisnya dibentuk dengan pensil alis, kelopak matanya diberi pewarna, dan bibirnya dibubuhi gincu merah. Bagian tanduk dilulur dengan minyak kemiri sampai mengkilap. Bulu-bulu pada kepala kerbau disisir. Setelah itu, bagian belakang kepala kerbau ditutupi kain merah-putih, serta dikalungi seuntai kembang melati. Proses sakralisasi kepala kerbau itu pun menjadi tontonan anak-anak nelayan Suryabahari, yang harus menyebut kepala kerbau itu dengan “panganten”. Sebab, ia akan “disunting” penguasa Pulau Bokor. Menurut Pak Wario (pembuat perahu ancak), dahulu kala, tempat menaruh sesaji dan “panganten” itu bukanlah ancak berbentuk perahu seperti saat ini,
62 INDONESIANA VOL. 9, 2020
yang dibuat khusus, melainkan wadah berbentuk rumah-rumahan. Perubahan tempat menyimpan sesaji yang akan dilarungkan ini terjadi pada sekitar tahun 1982 atau 1983, ketika perahu-perahu nelayan mulai menggunakan mesin dan tidak lagi mengandalkan layar dan dayung. Perubahan itu mungkin karena menyesuaikan dengan perubahan zaman. Artinya, terdapat konteks sosial yang ditanggapi oleh masyarakat nelayan Suryabahari yang membuat mereka mampu beradaptasi. Kemudian, “panganten” itu diruwat dalam suatu pergelaran wayang kulit purwa yang memainkan lakon Budug Basu pada malam hari pertama, setelah semua sesaji lengkap dipersiapkan. Pementasan dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cituis, menghadap ke arah lautan yang secara langsung menghadap Pulau Bokor. Dalam setiap larungan di Desa Suryabahari, lakon yang dimainkan dalam pertunjukan wayang kulit selalu sama, “Budug Basu”. Lakon tersebut, menurut kepercayaan masyarakat nelayan Suryabahari, adalah mengenai Budug Basu yang dipercaya sebagai “raja para ikan” dan mengisahkan tentang asal-muasal keberadaan ikanikan di lautan.
foto: Susi Ivvaty foto: Niduparas Erlang
Peserta Larungan berebut sesaji, anak-anak mengintip isi sesaji yang akan di Larung. Selain sebagai lakon yang dipentaskan dalam pertunjukan wayang kulit, sastra lisan mengenai Budug Busu juga ditemukan beredar di kalangan masyarakat pesisir Cirebon, dan telah pula dituliskan dalam enam versi penulisan naskah kuno. Dalam penelitian Ridwan dan Abdulgani terkait manuskrip Budug Basu (2012), konteks kemunculan cerita Budug Basu memang tak dapat dilepaskan dari ritual melarung sesaji dengan sarana pementasan wayang kulit yang dilakukan oleh komunitaskomunitas masyarakat nelayan di pesisir utara Jawa, khususnya Cirebon dan Indramayu. Bahkan, panitia kerap mengundang dalang dari Cirebon atau Indramayu. Di akhir lakon, dalang melakukan ruwatan. Sebuah tong besar berisi air kembang ditaruh di samping tempat duduk dalang yang merapalkan sejumlah mantra berupa tembang. Ruwatan ini erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat Jawa, bahwa kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh Sang Kala, yang dalam dunia pewayangan diperankan oleh Bhatara Kala. Bhatara Kala adalah Dewa yang dipercaya sebagai pembawa maut, pembawa sial, atau pembawa malapetaka dalam kehidupan manusia di alam janaloka. Selain itu, ruwatan dalam masyarakat Jawa dibedakan dalam tiga golongan besar, yaitu (1) ritual ruwat untuk diri sendiri, (2) ritual ruwat untuk lingkungan, dan (3) ritual ruwat untuk wilayah. Seusai ruwatan, masyarakat nelayan berebut air kembang di dalam tong,
lantas dipercikkan ke perahu atau dibasuhkan ke wajah. Mereka percaya, air yang telah diruwat itu dapat mendatangkan berkah bagi kehidupan mereka. Keesokan hari, perahu-sesaji yang telah diruwat di TPI itu digotong menuju Dermaga Cituis. Di sana, secara sederhana dilakukan acara seremonial pelepasan perahu-sesaji berupa pemotongan pita oleh Camat Pakuhaji. “Sebelum saya potong (pita) ini, mari sama-sama kita baca Basmalah. Bismilahi rohmani rohim. Ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Yang Mahakuasa, mudah-mudahan, kita doakan para nelayan kita (Suryabahari) selalu diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Amin”. Secara simbolis, Pak Camat juga menyerahkan bakul berisi nasi putih, bekakak ayam, bawang merah, dan cabai merah, kepada Pak Dalban selaku kuncen yang memimpin prosesi larungan. Perahu-sesaji pun segera diangkut ke atas kapal yang membawanya ke tengah laut, dekat Pulau Bokor. Kapal-kapal nelayan lain yang telah dihias satu per satu bergerak keluar dari sungai menuju muara. Kemacetan di muara sungai sempat terjadi karena banyaknya perahu nelayan yang bergerak bersamaan. Namun, begitu perahu yang mengangkut sesaji keluar dari muara, perahu-perahu nelayan lain tidak mendahului. Dalam perjalanan menuju titik pelarungan sesaji, perahu pembawa sesaji itu berhenti sejenak selama tujuh kali. Menurut Pak Dalban, tujuh titik-khusus itu hanya ia yang tahu, dan merupakan tempat-tempat
bersemayamnya makhluk-makhluk halus. Di tiap titik pemberhentian, Pak Dalban membakar kemenyan dan membacakan doa (atau mungkin mantra) pelan-pelan. Asap dan bau kemenyan menguar. Mendekati Pulau Bokor, perahusesaji memutari Pulau Bokor satu kali sambil menunggu kapal-kapal nelayan lain berkumpul. Setelah itu, perahusesaji dilepaskan dari kapal yang mengangkutnya dengan sekali entakan, agak miring ke kanan, namun segera meluncur ke atas permukaan laut. Kapal-kapal nelayan mulai mendekat, mengerubungi perahu-sesaji, dan secara dramatik menabraknya dari berbagai sisi. Perahu-sesaji itu pun rusak, bocor, hancur, sehingga sesaji tumpah berantakan, sebagian mengambang, sebagian tenggelam. “Panganten” tidak tampak lagi. Menurut warga, tak ada yang pernah melihat secara persis bagaimana “panganten” tenggelam ke dalam laut. Mereka meyakini, setelah perahu-sesaji dilarungkan, “panganten” langsung diambil oleh Ibunda Ratu Nyimas Kandita. Para nelayan percaya, ritual akan mendatangkan ikan-ikan yang berlimpah dan keberkahan akan menyertai aktivitas mereka sehari-hari. Jika ternyata ikanikan langka, mereka meyakini bahwa hal itu mungkin terjadi karena kelalaian atau kekeliruan saat larungan. Jika harapan tidak tercapai, mereka mengembalikan semua “kesalahan” kepada diri mereka sendiri. Hal itu adalah sebentuk introspeksi diri agar tidak menyalahkah pihak lain. (Niduparas Erlang)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 63
Meremang di Pusaran Zaman
S ENI
S
eni pertunjukan topeng telah disebut dalam prasasti Jaha (840 M) pada masa Mataram Hindu.
Prasasti ini menyebut istilah atapukan untuk menamakan suatu pertunjukan tari yang menggunakan topeng atau kedok di daerah Jawa Tengah, seperti ditulis oleh Sal Murgiyanto dan A.M Munardi dalam buku Topeng Malang (1979/1980). Pada masa yang sama --menurut Sumandiyo Hadi dalam makalah Perjalanan Fungsi Topeng (1989)-- prasasti Kuti menyebut pertunjukan topeng dengan nama hatapukan yang berarti
64 INDONESIANA VOL. 9, 2020
yang berarti pertunjukan wayang topeng. Sajiannya berbentuk mbarang (ambarang, berkeliling, mengamen), meski tidak disebutkan dengan jelas cerita yang dibawakan, Ramayana atau Mahabharata. Pada masa Islam Jawa Tengah (abad 16-18: Demak, Pajang, dan Mataram) berkembang pertunjukan dramatari topeng yang menampilkan cerita Panji. Wayang topeng adalah personifikasi dari wayang gedhog, yaitu wayang kulit yang menampilkan cerita Panji, seperti disebut R.M. Soedarsono dalam Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta (1997). Dramatari Topeng Jawa juga teridentifikasi dalam buku monumental karya sarjana Belanda Th. Pigeaud yang dipublikasikan pada tahun 1938 dengan judul Javaanse Volksvertoningen (Pigeaud, 1938: 214—224). Seni pertunjukan topeng di Jawa Tengah tidak dapat dilepaskan dari peran Sunan Kalijaga, yang konon menciptakan sembilan karakter topeng untuk ia mainkan seiring menyebarkan agama Islam. Dua dalang yang dipercaya sebagai peraga kesenian topeng adalah Widiguna dan Widiyana dari Desa Selayang dan foto: Much Cholid
Topeng Dalang Klaten
penari, atau matapukan dan manapalan
kemudian menetap di Desa Palar, Klaten, Jawa Tengah pada tahun 1586. Sunan Kalijaga menggunakan jasa dua dalang tersebut hingga mendapatkan simpati dan kepercayaan untuk mempertunjukkan Wayang Topeng secara berkeliling, seperti disebut Toto Sudarto dalam tesisnya, Topeng Babakan Cirebon 1900-1990 (Universitas Gadjah Mada, 2001). Hingga kini para dalang dan keturunannya masih percaya bahwa mereka merupakan trah atau keturunan dari Ki Panjangmas yang hidup sezaman dengan Mataram Plered pada pemerintahan Panembahan Krapyak (1601-1613). Seniman Topeng Dalang Klaten Ki Mlayadimeja (Mlayakusuma) dipercaya merupakan keturunan dalang sezaman Paku Buwana IX, yang menjadi cikal bakal berkembangnya kesenian wayang topeng di Klaten. Topeng Dalang Klaten pun menjadi kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan kota itu sendiri.
Sajian Dalam pertunjukan Topeng Dalang Klaten, para pemain mengenakan topeng sesuai dengan tokoh yang diperankan dalam cerita. Di balik topengnya, pemain berdialog. Pertunjukannya mirip wayang orang, namun pemainnya mengenakan topeng, kecuali tokoh Regol, abdi Gunungsari, dan tokoh Emban (dayang-
foto: Much Cholid
dayang) yang tidak mengenakan topeng. Topeng Dalang umumnya mengangkat
Wohing Ketos (Sekartaji Nyidam), dan
lakon-lakon dari Cerita Panji yang
Angreni.
merupakan cerita rakyat (folklore) atau
Pertunjukan wayang kulit purwa
tradisi tutur yang didapat dari penuturan
sangat kuat memengaruhi pementasan
nenek moyang secara turun-temurun
Topeng Dalang. Adegan dalam cerita
seperti Jaka Kembang Kuning, Jaka Bluwa,
dibagi menjadi tiga pathet; diawali dari
Jaka Penjaring (Gajah Sena Sayembara),
pathetnem, sanga, dan manyura. Topeng
Penthul Maling (Jati Pitutur Pitutur Jati),
Dalang menggunakan gending-gending
Bancak Doyok Mbarang Jantur, Ande-ande
berlaras slendro, yang mengacu pada
Lumut, Cindelaras Adu Jago, Timun Mas,
jenis gending-gending pakeliran wayang
Berbagai adegan dalam pertunjukan Topeng Dalang Klaten dimana pemain melakukan dialog dengan mengenakan topeng.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 65
foto: Much Cholid
purwa. Para penari mengakui adanya
Klana, misalnya, menggunakan sekaran-
di perempatan, dekat pasar, pelataran
proses tafsir terhadap karakter tokoh-
sekaranjogetan yang terinspirasi dari
rumah warga, atau lokasi-lokasi yang
tokoh, seperti karakter Gunungsari
kehidupan sehari-hari masyarakat
mudah diakses massa.
dalam Cerita Panji yang serupa Samba,
Klaten, seperti nutu (menumbuk padi),
anak Kresna dalam wayang purwa.
nunda layangan (bermain layang-layang),
penari merangkap menjadi penabuh
Patih Kudanawarsa disejajarkan dengan
trajon/traju (timbangan), main kertu
gamelan. Dengan gesit masing-masing
karakter Werkudara (Bima). Itu tampak
(berjudi), inter-inter, napeni, nepleki, dan
menari secara bergantian, saling melukir
dalam penggambaran raut muka pada
adus (mandi). Semua itu merupakan
diri, lalu dengan cepat berganti peran
tatah sungging (desain), penggunaan jarot
gambaran kehidupan sosial-budaya
sebagai penabuh gamelan. Penari akan
pupuk asem pada kening, dan busana
masyarakat Klaten yang diolah dalam
jadi penabuh gamelan manakala giliran
yang dikenakan, yaitu kain kampuhpoleng,
teknik dan ekpresi kreatif para seniman
adegan untuk tokoh yang dia perankan
bang bintulu. Hal ini sangat mungkin
Topeng Dalang.
belum waktunya tampil. Bila saatnya tiba,
terjadi karena para pemain Topeng
Pada awalnya Topeng Dalang
Dalam pertunjukan barangan itu, setiap
penari yang sedang menabuh gamelan
Dalang itu juga para dalang wayang
dipertunjukkan dengan cara mengamen
itu segera masuk ke arena pentas. Posisi
kulit purwa. Kemampuan mendalang
di wilayah Kabupaten Klaten oleh para
gamelan yang dia tinggalkan segera
wayang purwa mereka gunakan untuk
penari lelaki (umumnya 10 orang) yang juga
diganti oleh awak lain yang selesai
membangun keindahan saat menyajikan
merupakan para dalang. Dari pagi, mereka
berakting/menari.
dramatari Topeng Dalang, yang pada
berjalan menyusuri desa, dari rumah ke
akhirnya mampu menghidupkan ciri
rumah, dengan membawa (memikul)
dari penari menjadi penabuh, dan
estetik tersendiri.
seperangkat gamelan yang ditabuh
sebaliknya itu, terus berlangsung hingga
untuk mendukung pertunjukan, seperti
pertunjukan Topeng Dalang barangan
juga kuat memengaruhi pertunjukan
beberapa pangkon (gender, saron, dan
rampung. Teknik pentas barangan seperti
Topeng Dalang. Ini bisa kita amati
kenong), gong siyem, kempul, kendang
itu tentu tak mudah. Seniman Topeng
lewat vokabuler tarinya, terutama
ciblon, ditambah keprak atau simbal
Dalang harus berbekal keterampilan
pada tokoh Klana. Vokabuler kiprahan
untuk dalang untuk menggelar pentas
tinggi. Tak cukup hanya terampil menari
Warna kebudayaan agraris-kerakyatan
66 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Teknik berputar peran (lukir)
topeng, dan berakting, tetapi juga harus
komunikasi estetis. Tanpanya, tidak
piawai menabuh gamelan.
akan ada proses komunikasi, apresiasi,
bukan sekadar warisan seni, namun
dialektika, dan identifikasi yang penting
juga menjadi contoh catatan sejarah
dalam komunikasi seni.
sosial dan komunal entititas masyarakat
Mbarang dilakukan di tengah pekerjaan utama mereka sebagai dalang wayang kulit untuk mencari tambahan
Komunalitas para pelaku Topeng
Wayang topeng bagi warga Klaten
yang redup diantara dinamika zaman.
penghasilan. Selain tujuan praktis, tujuan
Dalang Klaten yang terkesan “eksklusif�
Dengannya seni menjadi sarana edukasi
lain adalah sarana laku (tirakat) bagi para
khususnya bagi keluarga sendiri dan
kultural bagi masyarakat, baik sebagai
dalang. Kesenian ini telah diwariskan
manajemen seni tradisional, menjadi
refleksi, kontekstualitas, maupun bekal
secara turun-temurun, hingga kini sudah
satu permasalahan yang dialami dalam
visioner bagi masa depannya. (Purnawan
lima generasi. Mulai dari nama Sukimo
penyebarluasan kesenian ini. Agar
Andra)
alias Ki Cermoharjo, yang lebih dikenal
eksis di antara dinamika laju zaman,
sebagai Mbah Mbeku, Ki Gondotukasno,
dibutuhkan keberagaman pilihan dan
sampai generasi sekarang, seperti Joko
penyikapan yang lebih cair atas suatu
Santosa, Giyah Supanggah, Suronodi
bentuk kesenian. Inilah kompleksitas
Desa Mbeku, Kuwiran, Manjungan hingga
permasalahan yang dihadapi oleh topeng
Somokaton, Kabupaten Klaten.
dalang Klaten saat ini.
Para pemain mengenakan topeng sesuai dengan tokoh yang diperankan dalam cerita dalam pertunjukan Topeng Dalang Klaten tak terkecuali tokoh Regol, abdi Gunungsari, dan tokoh Emban (dayang-dayang).
Tergusur Arus Zaman Kesenian bernilai tinggi ini kemudian tergusur oleh arus zaman. Konflik politik pada 1965, membuat berbagai kesenian rakyat identik dengan LEKRA– organisasi kesenian di bawah Partai Komunis Indonesia. Tak pelak, pentas wayang topeng sempat dilarang di awal pemerintahan Presiden Soeharto. Dengannya, topeng dalang hanya tersisa di trah (keturunan) keluarga dalang. Seiring meninggalnya para tokoh dalang, tidak adanya patron dan proses regenerasi yang tidak berjalan mulus di dalam keluarga trah dalang Klaten sendiri, menjadi faktor-faktor permasalahan yang harus dihadapi untuk terus menghidupkan kesenian tersebut. Terlebih dengan dinamika zaman yang membutuhkan kontekstualisasi ekspresinya, seni tentu saja membutuhkan elemen-elemen penting bagi keberlangsungan hidupnya, yaitu para seniman pelaku, penonton, dan masa atau zaman hidupnya. Dibutuhkan para seniman pelaku yang mampu menampilkan dan mengartikulasikan makna seni Topeng Dalang Klaten kepada para penontonnya dalam sebuah bentuk
foto: Much Cholid
2020, VOL. 9 INDONESIANA 67
TRA DI SI LI S A N
Basiacuang Petatah-Petitih Melayu Kampar Nilai-nilai dalam tradisi lisan ini dijalin dengan bahasa yang indah dan sarat dengan makna serta perumpamaan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Pudentia (2005:2) yang mengatakan bahwa tradisi lisan ini adakalanya cukup estetis. Basiacuang termasuk mempunyai irama yang kuat dan teratur dengan jalan menyusun kalimat, mengulang sesuatu dengan berbagai-bagai perumpamaan yang maksudnya sama. Sering kali dipakai kata permulaan dengan kalimat yang serupa sedangkan kata-kata lukisan seringkali sembunyi, baik tentang huruf hidup dan mati. Dalam kata-kata Basiacuang terdapat bandingan dan perumpamaan yang dipakai itu sangat tepat membayangkan yang dilukiskan dan sangat kuat membangkitkan pikiran dan perasaan, maka bahasa berirama itu sesungguhnya sering amat indah. Disinilah bahasa Melayu lama sampai ke puncaknya sebagai bahasa seni. foto: http://alzikrii.blogspot.com
Basiacuang merupakan tradisi
Basiacuang adalah suatu tradisi lisan
Basiacuang terdapat bahasa berirama secara baik, selalu memakai kata dan
lisan budaya lokal pada masyarakat
yang terdapat pada setiap upacara
kalimat dalam maksud yang tersembunyi
Melayu Kampar-Riau yang makin
adat masyarakat Kampar. Basiacuang
dalam bunyi dan arti.
hari makin menghilang. Padahal
berisi tentang ungkapan, petatah
Basiacuang merupakan ungkapan,
petitih dan pantun. Tradisi Basiacuang
puisi lama yang terdiri dari seperti
petatah petitih, dan juga pantun yang
ini juga dipakai untuk pergaulan ninik
bidal, petatah-petitih, ungkapan,
mempunyai peranan penting dalam
mamak dengan ninik mamak dan
perumpamaan, tamsilan, ibarat dan
adat-istiadat Kampar. Dalam suatu
ninik mamak dengan kemenakannya.
pameo merupakan karya sastra yang
pertunjukan Basiacuang, tuturan sang
Basiacuang berasal dari kata siacuang
berasal dari kedatuan tempo dulu. Hal
penutur tidak akan sama dengan
artinya adalah bahasa pengantar
ini terbukti dengan adanya prasasti
pertunjukan Basiacuang pada hari
dalam pergaulan antara ninik mamak
kedatuan Sriwijaya yang ditemukan
lain. Sebab, tuturannya berlangsung
dengan ninik mamak, dan pergaulan
kalimat Basiacuang yang berbentuk
secara spontan, melihat situasi dan
ninik mamak dengan kemenakannya
ungkapan dan ibarat. Dalam prasasti
konteksnya. Penciptaan juga ditentukan
(Disbudpar, 2010:1). Basiacuang
A (679 S) disebutkan: si miskin
oleh audiens dan lawan penutur dari
artinya menyampaikan dengan gayung
memperoleh perlindungan dari beliau
Basiacuang sendiri.
bersambut dan kata terjawab.
seperti gajah-gajah yang bernaung di
68 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Basiacuang merupakan bahasa
bawah pohon rindang‌‌‌ (Mulyana,
terciptanya tuturan Basiacuang tidak
menyebabkan penyesuaian cerita. Jadi
2006:164). Landasan hukum Basiacuang
hanya berdasarkan perumpamaan,
tuturan Basiacuang akan berbeda jika
yang paling utama adalah hukum dasar
tetapi juga dikombinasi dengan pantun
audiens sudah agak bosan, sehingga si
pemerintahan Andiko 44 yaitu: Hontak
dari pihak lawan. Dengan demikian
penutur menambahkan pantun di tengah
Soko Pisako. Di dalam Hontak Soko
Basiacuang tercipta dengan spontan
tuturan untuk memperindah kata-katanya.
Pisoko diatur perihal Adat, Soko, Pisoko
dari pihak yang datang sementara pihak
Artinya audiens mempunyai pengaruh
dan Limbago. Empat bagian tersebut
penerimana mengkombinasi sendiri
besar bagi si penutur untuk menentukan
merupakan dasar-dasar adat bagi
pantun yang dibuat seketika karena telah
apakah tuturannya bagus dan indah.
manusia dalam menjalani kehidupan.
memiliki perbendaharaan kata yang
Selain itu, yang menjadi landasan hukum
hidup dalam ingatan dan digunakan
yang paling penting untuk dikaji, karena
lainnya adalah undang atau aturan adat
suatu pola ritma, perumpamaan dan
tradisi ini merupakan warisan leluhur.
yang memperjelas ketentuan Hontak
pantun agar tujuan kedatangan pihak
Namun tradisi lisan ini sekarang tidak
soko Pisako.
laki-laki jelas.
diminati oleh generasi muda. Proses
Proses Penciptaan Basiacuang
Tradisi Basiacuang biasanya dilakukan
Tradisi lisan Basiacuang merupakan hal
pewarisannya berjalan sangat lambat
dalam acara meminang, diawali dari si
karena sangat sedikit sekali yang mau
penutur yang datang meminang (pihak
mempelajarnya. Walaupun Basiacuang
dari komunitas si penuturnya. Penutur
laki-laki). Jadi pihak yang datang memang
sudah mulai dipakai pada acara apapun
Basiacuang membutuhkan komunikasi
harus pintar dalam bertutur Basiacuang,
namun keinginan masyarakat untuk
dengan sesama ninik mamak dan
jika tidak lamaran bisa ditolak. Sedangkan
belajar masih sangat rendah. Hal ini
tokoh adat yang pandai Basiacuang. Si
si penutur Basiacuang yang menerima di
disebabkan karena tradisi Basiacuang
penutur melakukan komunikasi dengan
pihak perempuan harus jeli dan mampu
tidak bisa dijadikan sebagai penyambung
si penutur lainnya. Dalam tuturan inilah
menjawab tuturan yang datang melamar.
hidup keluarga sebagai jaminan masa
terkadang kelisanan Basiacuang tercipta
Jadi tradisi lisan ini adalah juga semacam
depan. Seorang penutur Basiacuang
dengan sendirinya. Si penutur Basiacuang
seni pertunjukan.
berusia 81 tahun bernama Imam Datuk
Basiacuang tidak dapat dipisahkan
terkadang mengambil perumpamaan
Kehadiran audiens dalam pertunjukan
Rajo Malano adalah penutur tertua.
dari alam flora dan fauna, hutan, pantai
tradisi lisan Basiacuang sangat penting.
Ketika peneliti memintanya bertutur, ia
maupun pengalaman yang pernah
Tuloli (1994:13) memperlihatkan bahwa
enggan, dengan alasan tidak bisa. Namun
dialami oleh si penutur Basiacuang. Hal ini
cerita disesuaikan dengan jenis audiens
setelah pertunjukan dimulai, ia lancar
terbukti bahwa tradisi lisan tidak dapat
sehingga dapat menimbulkan reaksi
betutur tanpa henti. (Zulfa Mpd MHum,
dipisahkan dari masyarakat sebagai
dari audiens. Reaksi itu pada gilirannya
Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat).
pemilik tradisi Basiacuang.
Dinas Pariwisata menggelar lomba basiacuang dalam rangka merayakan HUT ke 70 Kabupaten Kampar.
penciptaan tradisi lisan antara lain: (1) kejadian nyata yang mengandung nilai historis dan heroik serta peristiwa yang menarik dan penting, (2) dongeng, mite dan legenda, (3) berdasarkan rekaan pencerita. Jika dilihat dari penciptaan penutur Basiacuang materi penciptaan
foto: dok.Dinas Pariwisara Kampar
Menurut Tuloli (1990:6) materi
Tuloli masuk yang kedua dan yang ketiga yaitu: semua karena proses penciptaan Basiacuang lebih banyak dipengaruhi oleh mite, dan berdasarkan rekaan penutur digabung dengan perumpamaan atau pun penciptaan penutur itu sendiri. Penuturan Basiacuang biasanya mengacu pada pola-pola umum. Si penutur lawan Basiacuang dapat terkena pengaruh dari pola si penutur pertama dan terbawa mengikuti pola lawan. Jadi
2020, VOL. 9 INDONESIANA 69
CAG A R B UDA Y A
Pesona Peninggalan
Kesultanan Sambas
Kesultanan Sambas merupakan satu jejak peninggalan bersejarah di Kalimantan Barat. Pusat pemerintahannya terletak di daerah pertemuan Sungai Sambas, Sambas Kecil, dan Teberau, pada suatu tempat yang oleh penduduk disebut Muare Ullakan (Desa Dalam Kaum). Di sana berdiri Keraton Kesultanan Sambas, yang disebut juga Istana Alwatzikoebillah. Kerajaan ini berdiri pada 1662 dan mencapai puncak kejayaan pada 1757.
foto: Abdullah Haq https://www.shutterstock.com/g/Abdullah+Haq
70 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Kesultanan Sambas tumbuh dan berkembang dalam dua periode, yakni masa Hindu dan masa Islam. Pada masa Hindu, Kesultanan Sambas lebih dikenal dengan Kerajaan Sambas Hindu Ratu Sepudak. Perlahan-lahan kesultanan ini dipengerahui oleh Islam yang masuk dari Kesultanan Brunei Darussalam, pimpinan Sultan Muhammad Hasan. Salah satu anak Sultan Muhammad Hasan, yakni Pangeran Raja Tengah (Raden Sulaiman), adalah Sultan yang menurunkan penguasa Kesultanan Sambas (Fahmi, 2003). Namun secara administrasi kepemerintahan, Kerajaan Sambas Hindu dan Kesultanan Sambas Islam tidak memiliki hubungan langsung.
Konflik dan perpecahan internal yang terjadi di dalam pemerintahan Kerajaan Sambas Hindu menyebabkan terbentuknya Kesultanan baru. Raden Sulaiman yang memeluk agama Islam membawa perubahan secara nilai dan budaya di dalam Kesultanan Sambas. Nilai-nilai Islam yang dituangkan ke dalam bangunan (arsitektur) mempengaruhi perkembangan keseluruhan dari setiap aspek Kesultanan. Selain itu, perkembangan Kesultanan Sambas tidak lepas dari pengaruh besar Belanda. Istana Alwatzikoebillah yang ada saat ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin (1931-1943), sultan ke-15
Kesultanan Sambasdi masa kolonial. Pembangunan istana tersebut relatif singkat, yaitu dari tahun 1933 sampai tahun 1935. Dalam sejarahnya keraton ini menduduki posisi yang sangat penting karena kawasan ini menjadi simpul budaya dan tradisi yang menghubungkan kerajaan di hulu dan pesisir. Keraton terletak di Jl. Istana, Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat 79462. Aksesibitas jalan menuju kawasan keraton dapat dicapai dengan mudah baik dengan kendaraan maupun jalan kaki. Hal ini didukung oleh dua buah jembatan, yakni jembatan gantung untuk pejalan kaki Masjid Jami Keraton Sambas, arsitektur masjid ini bergaya khas melayu, dengan mayoritas bahan bangunan menggunakan kayu ulin atau kayu besi.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 71
(atas) Suasana Istana Sultan Sambas sekitar tahun 1900. (Leiden University Library, KITLV 91749) (bawah) Sultan Muhammad Tsafiuddin, pendiri Masjid Jami Agung Sambas yang berdiri saat ini, sekitar 1900. (Leiden University Library, KITLV 7251)
72 INDONESIANA VOL. 9, 2020
dan kendaraan roda dua, sedangkan jembatan besar yang mampu diakses kendaraan besar. Posisi Istana Alwatzikoebillah yang terletak dimuara tiga sungai yaitu sungai Tebarau, sungai Sambas Kecil dan sungai Subah yang dikenal dengan “Muare Ulakan�. Kawasan ini dikelilingi oleh anak sungai yang bermuara di Sungai Sambas. Anak sungai tersebut sampai saat ini masih digunakan oleh penduduk untuk kegiatan mandi dan mencuci maupun transportasi dengan sampan. Lokasinya yang terletak di bibir sungai Sambas menjadikan pemandangan di sekitar istana ini menjadi sangat nyaman. Setelah melewati sebuah gapura, para pengunjung akan disambut dengan berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Sambas yang terletak di halaman istana. Sebelum mencapai gapura kedua, di sisi kanan para pengunjung dapat menjumpai Mesjid Jami’ Sultan Syafiuddin yang kokoh berdiri menyambut siapapun yang berniat untuk beribadah ke dalamnya.
Bangunan keraton pertama kali dibangun oleh Sultan Bima pada tahun 1632 (sekarang telah hancur), sedangkan keraton yang masih berdiri saat ini dibangun pada tahun 1886 M pada masa sultan Muhammad Tsafiuddin II. Sultan Tsafiudin II merupakan sultan VIII dan memerintah selama lebih kurang 56 tahun antara 1866 sampai 1922. Keraton Sambas dibangun dengan luas 16.781 m2 dengan arsitektur bergaya Eropa dan Cina, luas bangunan secara keseluruhan adalah 511,76 m2. Karena berada di tepian sungai, keraton ini memiliki dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar, yang terletak di depan keraton, dan dikenal dengan nama jembatan Seteher. Bangunan Keraton terdiri dari bangunan induk yang berfungsi sebagai balairung dan kamar sultan, serta dua bangunan pendukung yang terletak di sayap kanan dan kiri bangunan induk. Bangunan keraton semi permanen terbuat dari kayu belian. Dinding dan lantai terbuat dari papan kayu belian.
foto: Erwit Manggara https://www.shutterstock.com/g/Erwit+Manggara foto: Abdullah Haq https://www.shutterstock.com/g/Abdullah+Haq foto: nineimage https://www.shutterstock.com/g/nineimage
Pada sisi barat daya kompleks keraton terdapat bangunan bersejarah lainnya, yaitu Masjid Jami Kesultanan Sambas (Masjid Agung Jami Sultan Shafiuddin II Sambas). Masjid Jami Kesultanan Sambas ini dibangun oleh Sultan Abubakar Tajuddin (1848-1853). Istana Kraton Sambas menghadap ke arah Barat berhadapan dengan pertigaan Sungai Sambas sedangkan Masjid Kesultanan Sambas berada di sebelah selatan halaman keraton. Konsep masjid yang memposisikan pintu masuk dari sisi kanan alun-alun ini dipilih untuk menyesuaikan dengan kondisi Sungai yang berada di depan istana, tempat orang datang dan pergi melalui jalur air. Masjid ini bisa dilihat strategis dari dua arah, yaitu dari arah sungai dan dari arah Kraton. Dari arah sungai, masjid ini berdiri di tepi Sungai Sambas. Perkembangan Islam di Kalimantan Barat ditandai dengan adanya beberapa masjid tua dan bersejarah yang dibangun pada abad ke-1718. Antara lain adalah Masjid Jami Sultan Nata Sintang yang dibangun oleh Pangeran Tunggal Sultan Nata pada tahun 1672 dan Masjid Jami Kesultanan Sambas yang awalnya dibangun oleh Sultan Umar Aqomuddin yang memerintah Negeri Sambas pada tahun 1702-1727. Masjid Jami Kesultanan Sambas sendiri awalnya merupakan rumah Sultan yang kemudian dijadikan mushala. Dibangun oleh Sultan Umar Aqomuddin yang memerintah Negeri Sambas pada tahun 1702-1727, kemudian masjid kecil itu direnovasi oleh putranya, Sultan Muhammad Saifuddin dan dikembangkan menjadi masjid dan diresmikan pada tanggal 10 Oktober 1885. Pada masa Sultan Umar Akamudin I (17021727) dibangun masjid baru menggantikan posisi sentral masjid lama di Muara Ulakan. Masjid itu diberi nama masjid “Kamasallaita�. Lokasinya berada di pinggir sungai yang letaknya kurang-lebih 100 meter dari Masjid Kraton Sambas dan berada di luar pagar keraton. Saat ini ditempati sebagai kantin atau kedai para pengunjung atau wisatawan. Selanjutnya pada masa Sultan ke-8 atau ke-13, yaitu Sultan Muhammad Tsafiuddin II (18661992) dibangun masjid agung Jami Sambas di tempat masjid itu berada sekarang. Masjid ini awalnya hanya memiliki dua gunungan, yaitu pada bangunan utama dan bagian mihrab. Masjid ini berbentuk rumah panggung, beratapkan sirap dari kayu. (Edy Gunawan)
(atas) Simbol pada gerbang pintu keraton bertuliskan "Alwatzikhoebillah" (berpegang teguh pada Allah), diapit oleh dua ekor burung laut dan angka sembilan diatas yang berarti bangunan keraton dibangun oleh sultan yang kesembilan. (tengah) Tiga buah bangun utama keraton. (bawah) Kamar tidur Sultan, dimana tersimpan beberapa barang-barang khazanah Kesultanan Sambas.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 73
WA S T RA
Tenun Ikat
Sikka Lestari Berkat Du’a-du’a
foto: Fakhri Anindita https://www.shutterstock.com/g/Fakhri+Anindita
N
usa Tenggara Timur merupakan
hitam, putih, coklat, merah bata, kuning,
mudah ditemukan. Memintal benang
surga bagi pecinta kain
dan biru. Warna-warna tersebut berpadu
dari kapas dikerjakan secara manual
tenun ikat Nusantara. Hingga
padan dan serasi dengan corak motif
dengan teknik sederhana. Perkembangan zaman dan arus
sekarang, hampir semua sudut di
yang dipilih sehingga menghasilkan kain
provinsi ini menjadi tempat bergeliatnya
berkualitas tinggi dengan nuansa etnik
perdagangan antar pulau telah
tradisi tenun ikat yang terus hidup dan
yang kental.
mengubah beberapa aspek tradisional
lestari. Salah satunya kain tenun ikat yang
Terkadang kita menjumpai motif-motif
dari pengerjaan Tenun Ikat Sikka. Hal
berasal dari Kabupaten Sikka atau dikenal
dan pewarnaan yang rumit dan ramai
ini tentunya tidak hanya terjadi di
dengan Tenun Ikat Sikka.
berupa jalinan bunga-bunga simetris.
Sikka tetapi juga di tempat-tempat lain
Pada kesempatan lain kita temukan
yang menjadi sentra penghasil tenun
tersendiri dari segi motif dan warna.
pula motif minimalis berupa garis-garis
ikat. Alasan kepraktisan dan tuntutan
Sebagaimana juga di tempat lain, motif
vertikal yang di bagian tertentu diselipkan
pengerjaan yang cepat menuntut para
Tenun Ikat Sikka mengambil inspirasi dari
motif binatang.
du’a di Sikka beradaptasi dengan zaman.
Tenun Ikat Sikka memiliki kekhasan
unsur-unsur alam yang dekat dengan
Dahulu semua pengerjaan selembar
Beberapa aspek yang berubah seiring
kehidupan manusia. Beberapa motif khas
kain dilakukan melalui proses yang
perkembangan zaman dan tuntutan
Sikka antara lain motif burung merak
murni tradisional. Proses pewarnaan
pasar di antaranya pemakaian pewarna
(utang merak), motif manusia berkuda
misalnya, memanfaatkan unsur-unsur
sintetis atau wantex. Selain itu dengan
(utang jarang atabi’ang), dan motif Bintang
pewarna alam yang terkandung pada
tersedianya benang jadi buatan pabrik,
Kejora (utang mawarani).
tumbuh-tumbuhan. Bahan-bahan yang
kegiatan memintal benang secara
Corak pewarnaan pada Tenun Ikat
dipakai untuk pewarnaan antara lain
manual dari bahan kapas lokal sekarang
Sikka didominasi oleh perpaduan yang
akar mengkudu, kulit mangga, kunyit,
tidak semasif dulu. Sebetulnya hal ini
cantik dari warna-warna dasar seperti
dan bahan-bahan alami lainnya yang
sah-sah saja. Meningkatnya permintaan
74 INDONESIANA VOL. 9, 2020
terhadap Tenun Ikat Sikka baik dari para pelancong dalam negeri maupun luar negeri menuntut pengerjaan dalam skala lebih masif dengan waktu pengerjaan lebih cepat. Tentu tanpa mengurangi aspek paling mendasar dari Tenun Ikat Sikka sebagai sebuah produk budaya. Kabar baiknya, cara-cara tradisional seperti pewarnaan dengan bahan-bahan alami dan memintal benang sendiri bukan berarti ditinggalkan sama sekali. Banyak juga yang masih mempertahankan teknik tradisional dan bahan-bahan alami yang meskipun pengerjaannya rumit serta makan waktu, tetapi justru menghasilkan selembar kain berkualitas premium dengan nilai tinggi. Meski beberapa aspek berubah mengikuti kemajuan zaman dan selera pasar yang terkadang ingin serba cepat, pada dasarnya teknik menenun yang dilakukan perempuan Sikka tetap bertahan sebagai mana aslinya seperti yang diajarkan nenek moyang terdahulu. Kegiatan menenun masih menggunakan peralatan serba sederhana. Menuntut ketekunan, ketelitian, dan kesabaran perempuan Sikka sebagai penerus warisan tak ternilai.
Tradisi yang Terus Hidup Membicarakan Tenun Ikat Sikka sebetulnya membawa saya bernostalgia belasan tahun silam saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ketika itu, mengikuti orang tua yang bekerja di sektor perdagangan, saya berkenalan pada aspek-aspek kebudayaan orang Sikka termasuk diantaranya dengan kain tenun ikatnya. Keseharian perempuan Sikka begitu lekat dengan kain tenun ikat mereka yang sudah menjadi kebanggaan sejak lama. Tidak sulit menjumpai du’a-du’a (sebutan untuk mama-mama dalam Bahasa Sikka) mengenakan utang atau kain dalam aktivitas pernikahan. Tentu dengan langgam dan aksesoris berbeda tergantung situasi. Saat saya kecil, pemandangan du’a-du’a memintal benang di waktu senggang mereka adalah pemandangan umum yang saya jumpai saban hari. Sering ketika melintasi
Sarung perempuan dari Sikka, Flores. Motif rumit berbentuk persegi berukuran besar, dikenal sebagai korosang, berasal dari seni sulam Portugis. Koleksi Museum Tekstil DKI Jakarta, abad 20.
pasar ataupun lapak berjualan, para Du’a mengisi waktu sambil memintal benang dari peralatan dan bahan yang dibawa dari rumah. Peralatan yang dipakai untuk memintal terbilang sangat sederhana. Yakni berupa potongan bambu kecil sepanjang kurang lebih 20 cm yang di bagian bawahnya diberi pemberat. Gulungan-gulungan benang yang sudah selesai dipintal dibawa ke rumah sebagai bahan baku pembuatan tenun ikat.
Seorang wanita Sikka sedang menenun kain ikat menggunakan alat tenun tradisional melalui sebelas proses tahapan persiapan sampai menjadi selembar kain tenun ikat.
Fakta yang menggembirakan saat ini adalah, Tenun Ikat Sikka dapat dengan mudah kita temukan di seantero pasar dan sudut pertokoan di Kabupaten Sikka. Barang yang ditawarkan memiliki beragam motif dan warna, serta dengan berbagai kualitas dan harga, memberi kebebasan bagi siapa saja untuk memilih dan memiliki kain pilihannya. Agaknya faktor ini pula lah yang menjadikan Tenun Ikat Sikka tetap lestari dan tidak berhenti diproduksi. Permintaan lokal untuk kain tenun ini dapat dikatakan cukup tinggi. Dengan semakin mudahnya akses komunikasi dan transportasi, diharapkan skala permintaan Tenun Ikat Sikka ke depannya akan lebih mengalami peningkatan. Meningkatnya apresiasi terhadap Tenun Ikat Sikka secara luas diharapkan menjadi peluang baik bagi kelestarian Tenun Ikat Sikka itu sendiri sekaligus dapat menopang kesejahteraan para penenun. Daya tarik Tenun Ikat Sikka ke depan diharapkan mampu menjadi magnet daya tarik wisatawan untuk datang sehingga membawa dampak positif yang bersifat multidimensi. (Samsul Maarif)
foto: Bastian AS https://www.shutterstock.com/g/BastianAS
2020, VOL. 9 INDONESIANA 75
dok.babpublishing
keseharian. Utang dapat dipakai saat berjualan di pasar maupun menghadiri pesta
foto: Mas Jono https://www.shutterstock.com/g/Mas+Jono
KULI NER
Falsafah Dapur Orang Minang T
ahun 1969, ketika Neil Armstrong menginjakkan kaki di bulan, astronot itu terkejut bukan main. Ternyata, bumi bukan satu-satunya tempat hidup manusia. Di satelit bumi itu, tanpa diduga, sudah ada peradaban. Betapa tidak, tak jauh dari tempat ia berada, begitu jelas terlihat oleh kedua matanya, sebuah rumah makan Padang berdiri di sana, telah ada lebih dahulu sebelum dirinya. Kisah tersebut merupakan salah satu lelucon populer untuk menyatakan tingginya semangat berdagang orang Minang, yang salah satunya ditandai dengan keberadaan rumah makan Padang. Kepopuleran rendang — yang kini disebut sebagai salah satu kuliner terenak di dunia — sedikit-banyaknya
76 INDONESIANA VOL. 9, 2020
dipengaruhi oleh ketersebaran rumahrumah makan Padang tersebut. Sebagai “penghulunya masakan”, demikian perumpaan Minangkabau untuk rendang, suatu rumah makan Padang mustahil tidak menyertakan rendang di menunya. Kisah tentang kepopuleran rendang dan ketersebaran rumah makan Padang itu tentu hanya “halaman depan” dari kebudayaan Minangkabau. Kita juga perlu sesekali melongokkan kepala ke bagian yang sering diletakkan di belakang dari suatu rumah, yakni dapur. Namun demikian, keberadaan dapur di bagian belakang bukan sebatas lokasi belaka. Sebelum rumah makan Padang ada di mana-mana dan rendang jadi begitu popler, dapur beserta berbagai aktivitas di dalamnya telah lebih dahulu menjadi
latar belakang dari berbagai ajaran hidup masyarakat Minangkabau. Bicara soal ajaran hidup, Orang Minangkabau kita tak dapat lepas dari “Mamangan”. Istilah ini digunakan untuk menyebut berbagai bentuk karya sastra Minangkabau (pepatahpetitih, perumpamaan, pantun, dst) yang secara khusus berisikan falsafah hidup. Sejatinya, Mamangan diangkat dari aktivitas dapur yang mengandung berbagai pesan. Di antara pesan-pesan itu adalah perlunya keseimbangan kebutuhan personal dan tanggung jawab komunal, pentingnya validasi, hingga tentang keniscayaan “demokrasi” dalam kehidupan kita. Umpama sadang manyalam minum aia (sedang menyelam minum air) sadang
badiang nasi masak (sedang berdiang nasi masak) diambil dari suatu kronologi pendek aktivitas keseharian masyarakat Minang. Walaupun dalam satu kronologi aktivitas, umpama itu tidak menekankan nilai yang seiring-sejalan, melainkan suatu perbandingan antara sebuah nilai yang dianggap tidak baik dengan nilai yang dianggap baik. Dalam kesehariannya, masyarakat Minangkabau tradisional, terutama yang tinggal di wilayah pegunungan yang memiliki sungai berair jernih-segar, biasanya masyarakat mandi di sungai. Oleh masyarakat tempatan, sungai biasa itu sudah dibagi-bagi menurut fungsinya; ada tempat mandi, ada tempat mengambil air minum, ada tempat beternak ikan, dan lain-lain, sesuai kesepakatan bersama. Biasanya kegiatan mandi di sungai itu justru memunculkan perilaku yang dianggap tidak baik, yaitu “sedang menyelam minum air�. Kenapa demikian? Ternyata, ketika sudah selesai mandi, tentu badan jadi dingin, terutama kala subuh hari. Maka untuk menghangatkan badan, biasanya dengan cara berdiang di dekat tungku. Bukankah, tungku itu hanya hidup apinya ketika ada yang sedang memasak. Nyatanya, jadwal mandi dan memasak nasi biasanya tidaklah berjauhan. Sehingga, setiap selesai mandi di sungai, api di tungku sedang dalam keadaan hidup. Bagi orang Minang, frasa sedang menyelam minum air itu ternyata menyatakan suatu perilaku yang tidak pada tempatnya sebab sesuai kesepakatan, sungai telah dibagi fungsi dan perannya sudah ditentukan mana tempat mengambil air minum dan mana tempat mandi. Minum mesti di tempat yang sudah ditentukan dan bukan di tempat yang sama lokasinya dengan tempat mandi atau sebaliknya. Bila frasa pertama tadi (sambil menyelam minum air) menunjukkan perilaku yang tidak baik, yaitu merusak aturan bersama (menjadikan tempat mandi sebagai tempat minum atau sebaliknya) untuk kebutuhan personal (minum air), maka frasa kedua ini menunjukkan perilaku yang dianjurkan, yakni pentingnya menyeimbangkan kebutuhan personal (berdiang) dan kewajiban komunal (memasak nasi)
tanpa merusak satu sama lainnya. Sebagaimana ketika berdiang di dekat tungku tentu tak akan menganggu proses memasak nasi dan ketika sedang memasak nasi memang diperlukan seseorang yang berada di dapur untuk menjaga api tunggu, menyalin air nasinya dan seterusnya. Bila kata “berdiang� digunakan untuk menghangatkan badan, maka untuk memanaskan makanan digunakan kata “basangai�, seperti dalam mamangan yang berbunyi bak basangai di abu dingin (bagaikan menyangai di abu dingin) bak batanak di tungku tuo (bagaikan menanak nasi di tungku tua). Biasanya, untuk menyangai (memanaskan) makanan, misalnya nasi yang sudah dingin, tidak dengan menghidupkan kembali api di tungku sebagaimana layaknya ketika memasak nasi, melainkan hanya dengan meletakkan periuk nasi di atas tungku yang masih hidup bara di dalamnya. Di dalam mamangan itu digambarkan sebaliknya, yaitu memanaskan (basangai) makanan di abu dingin, yang tentu tidak ada lagi baranya. Dengan cara seperti itulah perumpamaan ini digunakan untuk menyatakan suatu kegiatan yang sia-sia. Perumpamaan ini menganjurkan agar kita selalu melakukan check dan re-check: meskipun tungku selalu identik dengan api tetapi bukan berarti tungku selalu mengandung bara, oleh sebab itu selalu diperiksa seteliti mungkin, agar jangan sampai terjadi apa yang diumpamakan dengan “basangai di abu dingin�. Sementara itu, batanak di tungku tuo umumnya dimaknai sebagai suatu pekerjaan yang penuh resiko. Tungku tuo (tungku tua) bukan sekadar tungku yang sudah lama tidak terpakai. Tungku tua barangkali juga sudah tidak tepat lagi posisinya, rapuh, miring dan sebagainya. Meletakkan periuk di atas tungku tua tentu ada resiko. Periuk tersebut beresiko terjatuh dan tertumpahkan isinya. Tak pelak, umpama kedua ini menekankan soal pentingnya melakukan check dan re-check: meskipun sebuah tungku dulunya pernah digunakan berkali-kali untuk memasak dan masih kuat ketika terakhir kali digunakan, bukan berarti setelah lama tak digunakan ia akan selamanya kokoh untuk menahan beban periuk nasi.
Selanjutnya, umpama berikutnya adalah basilang kayu di tungku (bersilang kayu di tungku), di situ api mangko ka iduik (di situ api bakal hidup). Kita masih berbicara soal tungku. Umpama ini yang paling sering digunakan ketika membicarakan perihal “demokrasi� dalam kebudayaan Minangkabau. Umpama ini menyiratkan pentingnya persilangan pandangan dalam berembuk untuk membuat suatu keputusan bersama. Persilangan pandangan diumpamakan dengan “bersilang kayu di tungku�. Logisnya demikian, agar api yang akan dihidupkan di tungku jadi besar dan berkobar, maka kayu-kayu bakar harus diletakkan dalam posisi bersilangan. Kalau kayu-kayu bakar itu hanya diletakkan secara lurus-berjejeran saja, maka api yang dihasilkannya sangat kecil dan sayup-sampai. Kita membutuhkan api yang besar-berkobar untuk memasak di tungku, apalagi yang dimasak itu sejenis makanan seperti rendang dan gulai. Begitu juga, untuk menghasilkan keputusan untuk dilaksanakan dan demi kemanfaatan bersama (rendang dan gulai) mesti bermula dari persilangan kayu di tungku (persilangan pandangan) dan itulah yang menghasilkan api yang besarberkobar (sekumpulan gagasan bernas). Kayu yang tidak bersilangan atau yang hanya disusun lurus-berjajaran tak ubahnya seperti pandangan-pandangan yang berbeda dan dibiarkan sendirisendiri tanpa pernah diperbandingkan atau dicari pertautannya satu sama lain. Ujung-ujungnya, selain tak akan bisa menghasilkan gagasan yang lebih besar, juga tak akan melahirkan kesepakatan yang bisa bermanfaat bagi banyak orang. Meskipun lahir dari dapur, mamanganmamangan itu bicara soal hal-hal yang berkaitan dengan urusan di luar dapur, yakni bagaimana hidup bersama satu sama lain. Tentu saja, dalam mamanganmamangan itu turut terekam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau tradisional beserta benda budaya (material culture) yang menyertainya. Paling tidak, mamangan-mamangan tersebut menjadi salah satu memori kultural yang bermanfaat di tengah kondisi di mana usaha kembali ke era tradisional tersebut sepenuhnya semakin tidak mungkin. (Heru Joni Putra) 2020, VOL. 9 INDONESIANA 77
foto: KiwiGraphy Studio https://www.shutterstock.com/g/rkiwisudarso
P EREM P U A N
Yang
Segar dan Tegar
Perempuan
MENTAWAI
foto: https://www.shutterstock.com/g/GUDKOV+ANDREY
Perempuan adalah makhluk paling seksi, begitu lirik satu lagu. Perempuan itu lemah lembut, emosional, dan keibuan, demikian orang bilang. Pengkategorian laki-laki dan perempuan merupakan konstruksi sosial yang membentuk identitas, begitu dalam kajian gender. Perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual, yang berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Bagaimana dengan perempuan-perempuan di Mentawai? Bagaimana mereka digambarkan? Bagaimana mereka melakoni kehidupan sehari-hari? Yang pasti, citra perempuan tegar dan kuat itu nyata. Perempuan Mentawai berperan ganda dalam rumah tangga, menjadi ibu sekaligus tulang punggung keluarga meski bersuami. Jika suami memiliki pekerjaan lain seperti menjadi sikerei, istri otomatis melaksanakan pekerjaan rumah dan mencari sagu serta keladi sebagai makanan pokoknya. Perempuan Mentawai ketika dianggap layak untuk
78 INDONESIANA VOL. 9, 2020
menikah akan dijodohkan dan dinikahkan oleh orang tuanya kepada lelaki yang telah memiliki rumah dan ladang. Rumah yang dibangun oleh laki-laki Mentawai disebut rusuk atau rumah kecil satu kamar untuk ditempati setelah menikah. Perempuan tidak boleh lagi tinggal bersama orang tua setelah menikah. Laki-laki Mentawai harus mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya di rusuk, namun perempuan terkadang mendayung sendiri perahu atau pompong jika pergi ke ladang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Perempuan Mentawai apabila menikah harus keluar dari rumah orang tuanya karena sistem patrilineal, atau garis keturunanya disandarkan kepada suku laki-laki Mentawai, termasuk harta warisan jika sudah meninggal. Pihak laki-laki Mentawai setelah dipastikan
foto: GUDKOV ANDREY https://www.shutterstock.com/g/GUDKOV+ANDREY
Pria dan wanita Mentawai sedangan menyiapkan Iba Siobbuk, ikan yang dimasak dalam bambu. (atas) Perempuan Mentawai sedang menyiapkan kostum khusus untuk menangkap ikan, dengan rok dari daun pisang yang diikatkan ke pinggang. Perempuan Mentawai sedang menyiapkan kapurut dan obbuk, makanan yang diolah dari tepung sagu ini bisa disajikan kapan saja dan disajikan dengan sup ikan atau daging (bawah).
berjodoh akan didatangi keluarga perempuan, untuk pasigaba ala’ atau
biasanya sudah menjadi tulang punggung
perempuan lain karena keturunan adalah
mengambil mahar. Pihak laki-laki harus
keluarga yang memenuhi kebutuhan
hal paling penting dalam rumah tangga.
membayar mahar kepada keluarga
sehari-hari seperti membuat sagu makan
Meski kini lebih banyak perempuan
terdekat calon istri seperti ayah kandung,
mereka dan makan ternak, memelihara
yang bersekolah, mereka tetap harus
adik kandung laki-laki, saudara ayah laki-
babi, dan bertanam keladi.
di dapur, membuat keladi pisang, dan
laki, dan keluarga dekat lainnya. Sigaba
Sebulan sebelum acara ritual, sikerei
ala’ meminta minimal lima jenis berupa
tidak boleh lagi mendekati istrinya dan
membuat tepung sagu. Perempuan harus bisa memasak makanan seperti
barang dan tanaman, di antaranya
tidak boleh bercampur (berhubungan
subbet, kapurut sagu, mago’ untuk
sebidang sagu, babi, ayam, parang, alat
badan) sampai ritual dilaksanakan. Inilah
santapan sehari-hari, juga menangguk
masak, alat dapur, dan kolam keladi.
satu alasan keengganan generasi muda
ikan. Perempuan yang belum menikah
Namun, ada perubahan di daerah
untuk diangkat menjadi sikerei. Jika
dan tinggal bersama orang tua harus
Siberut, terkhusus Desa Matotonan,
sudah memasuki fase pantangan bagi
menuruti semua aturan, termasuk harus
sejak keluarnya peraturan desa tentang
sikerei, si istri berperan ganda dalam
mau saat gigi harus diruncingkan dengan
alat toga, yang membatasi mahar hanya
pekerjaan rumah tangga termasuk
alasan agar lebih mudah dalam mengigit
diambil oleh tiga orang saja.
menafkahi semua keluarga. Pantangan
makanan dan menambah kecantikan.
Perempuan Mentawai jika menikah
lain yang adalah makan belut, makan
dengan laki-laki yang keturunan sikerei
monyet putih (simakobu), menangguk
bercerai atau suaminya meninggal
(tabib/kepala suku), maka otomatis dia
ikan, dan bersentuhan dengan
seperti kehilangan semuanya, karena
akan menjadi isteri sikerei, yang akan
perempuan/istri. Seluruh pantangan
segala hukum yang melekat tidak berlaku
mendampingi suaminya. Sikerei sebagai
itu jika dilanggar maka diyakini sikerei
lagi. Betapa harus tegar dan tangguhnya
penghubung antara manusia dengan
dan istrinya akan meninggal. Istri harus
perempuan Mentawai, khususnya
roh-roh nenek moyang lebih banyak
selalu mendampingi suaminya di mana
mereka yang bersuamikan sikerei. Salut
melakukan upacara ritual pengobatan
saja dalam melakukan ritual.
untuk para perempuan Mentawai, yang
dan berpantang sebelum memulai suatu ritual. Sebulan sebelum ritual, istri sikerei
Istri boleh diceraikan jika tidak punya anak dan suami dapat mencari
Istri sikerei yang menjadi janda setelah
selalu kuat menghadapi tantangan. Tetap segar dan tegar, masura bagata. (Zulfa)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 79
M US EUM
Jejak
Cheng Ho di Museum Aceh
80 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Mufida Afreni B.Bara
Kompleks Museum Aceh (terlihat pada foto) meliputi atas Gedung D (Rumah Aceh), Gedung B Auditorium dan Lonceng Cakra Donya (Lonceng Kapal Laksamana Cheng Ho)
Pasca bencana tsunami tahun 2006, pariwisata Aceh bangkit. Wisatawan mancanegara dan Nusantara membanjiri Aceh untuk melihat bangunan-bangunan memorial tsunami dan berwisata pantai yang sebelum bencana tidak pernah terekspos. Sebut saja pantai Lampuuk, pantai Lhoknga, dan berbagai destinasi wisata pantai di Sabang. Hal tersebut juga didukung dengan semakin baiknya infrastruktur telekomunikasi dan informasi. Media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan YouTube turut menjadi katalisator dalam promosi pariwisata di Aceh. Sejalan dengan itu nilai-nilai budaya di Aceh juga menjadi perhatian publik, bertahan, berkembang, foto: Mufida Afreni B.Bara
dan sebagian yang telah punah pun direvitalisasi kembali. Selain Museum Tsunami, Kapal Apung,
Stammeshaus menjadi kurator museum
perpusakaan dengan koleksi 12.445
Kuburan Massal korban tsunami, dan
hingga tahun 1931. Pada saat itu yang
buku dengan berbagai pengetahuan.
Masjid Raya Baiturrahman, jangan
dikatakan museum hanyalah bangunan
Umumnya koleksi Museum Aceh
lupakan Museum Aceh, yang berdiri pada
rumah aceh yang sampai sekarang
tergolong atas 10 klasifikasi jenis
31 Juli 1915 dengan nama Atjeh Museum
masih berdiri di kompleks Museum
disiplin Ilmu diantaranya geologika,
dan diresmikan oleh Gubernur Sipil dan
Aceh. Setelah Indonesia merdeka terjadi
biologika, etnografika, arkeologika,
Militer Jenderal Belanda H.H.A. Swart
beberapa kali perpindahan pengelolaan,
historia, numismatika & heraldika,
serta dikepalai oleh FW Stammeshaus.
hingga sekarang Museum Aceh menjadi
fiologika, keramonologika, seni rupa dan
Ia adalah tenaga kesehatan angkatan
kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh di
teknologika.
darat tentara Belanda yang gemar
bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
mengumpulkan artefak.
Jika berkunjung ke Museum Aceh,
Di halaman museum terdapat koleksi yang tak kalah pentingnya bagi sejarah
kita dapat memasuki rumah aceh
dan budaya di Aceh; Lonceng Cakra
bahkan hingga ke Sumatera. Berkat
tersebut. Di dalam rumah tradisional
Donya. Lonceng raksasa ini tidak dapat
koleksi pribadinya yang dipamerkan
Aceh itu terdapat berbagai peninggalan
dipeluk oleh satu orang dewasa. Sejarah
bersama, Museum Aceh (yang pada saat
indatu yang dipajang. Seakan sedang
mencatat lonceng ini pernah tergantung
itu bernama Paviliun Aceh) memenangi
berada dalam perjalanan waktu (time
di kapal layar milik Laksamana Cheng
4 medali emas dan mendapat predikat
travel) yang singkat, kita dapat belajar
Ho yang tersohor itu. Sang Laksamana
sebagai paviliun terbaik dan terlengkap
bagaimana masyarakat Aceh hidup pada
menghadiahkan lonceng ini kepada
pada Pameran Kolonial (De Koloniale
masa kerajaan dahulu.
Kerajaan Pasai (Kerajaan Islam pertama
Koleksi Stammeshaus sangat terkenal
Tentoonsteling) di tahun 1914 di Semarang.
Terdapat 5.328 koleksi benda budaya dari berbagai jenis dan juga terdapat
di Nusantara) ketika ia berkunjung ke Aceh pada abad ke-15. Satu Abad
2020, VOL. 9 INDONESIANA 81
foto: Mufida Afreni B.Bara
setelahnya Kerajaan Pasai berada dalam
kalah jika disandingkan dengan lokasi-
kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam.
lokasi wisata yang dikemas “wah� dan
Lonceng ini pernah di letakkan di Masjid Raya Baiturrahman untuk
instagramable. Museum Aceh (dan museum-museum
memanggil orang salat dan sebagai
lain) harus berhadapan dengan
penanda waktu berbuka puasa di
perubahan yang sangat cepat. Tidak
Bulan Ramadhan. Sejak Desember
bisa mengelak apalagi menegasikan
1915 hingga sekarang lonceng itu turut
perkembangan teknologi digital dengan
menghiasi kompleks bangunan Museum
arus informasi masif seperti sekarang
Aceh sebagai tanda dan pelajaran bagi
ini. Strategi yang perlu dilakukan
generasi mendatang, bahwa Aceh pernah
adalah bukan melawan ombak namun
memiliki kejayaan yang sangat gemilang.
berselancar di dalamnya. Museum perlu
Lonceng itu juga penanda hubungan
menyalip atau paling tidak berjalan
harmonis antara Kesultanan Pasai dan
beriringan dengan destinasi-destinasi
Dinasti Ming.
yang instagramable. Peninggalanpeninggalan indatu diharapkan tidak
Tantangan Jika menyebut kata museum,
Berbagai koleksi dari Museum diantaranya Krong Pade, tempat mengisi padi kering hingga seberat 3,5 ton, Jeungki, alat penumbuk padi tradisional di Aceh. Bisa juga untuk menumbuk kopi, sagu, emping beras, tepung dan bumbu masakan serta kelapa. Kompleks makam Raja-raja Dinasti Bugis di Museum Aceh.
sekadar benda pajangan yang telah usang di Musem Aceh, namun dapat
umumnya yang terlintas di kepala adalah
kembali bercerita tentang peran dan
kata-kata seperti tua, sejarah, benda
fungsinya pada masa dahulu.
usang, purbakala, jadul, membosankan.
foto: Mufida Afreni B.Bara
Nilai adalah faktor utama yang
Banyak studi-studi postmo yang
menjiwai benda. Nilai adalah pesan yang
memanjakan mata. Idealnya Museum
menggambarkan generasi Z di era
sebenarnya perlu dilestarikan. Benda
adalah tempat pertama yang kita datangi
teknologi informasi sangat antusias
dapat saja hilang atau rusak, namun
ketika berkunjung ke suatu daerah. Jika
dengan tampilan (citra) daripada isi
nilai lebih mampu bertahan lama jika
Anda ke Aceh, datanglah ke Museum
(konten), sehingga makna dari sebuah
terus terekam dan diteruskan pada
Aceh. Itu adalah lokasi paling strategis
perjalanan tidak begitu penting
generasi selanjutnya. Maka itu, museum
dan representatif yang menyimpan
dibandingkan foto-foto untuk dipublikasi
seharusnya menjadi destinasi paling
warisan budaya Aceh. (Mufida Afreni
di medsos. Nah, Museum Aceh tidak
utama sebelum destinasi-destinasi yang
B.Bara, Balai Litbangkes Aceh)
82 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Mufida Afreni B.Bara
2020, VOL. 9 INDONESIANA 83
SI T US
Kumitir
Sisi Timur Kota Raja Majapahit foto: Shofa Nurhidayati
Indonesia pada zaman Hindu-Buddha adalah kawasan tempat lahirnya kerajaan-kerajaan besar. Jawa Timur adalah satu wilayah tempat kerajaan besar pernah berada. Bukti kejayaan yang dapat kita lihat saat ini adalah Kawasan Cagar Budaya Trowulan. Coraknya sebagai sebuah kompleks yang memuat aneka peninggalan bersejarah dalam satuan ruang geografis Trowulan menjadi alasan Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) menetapkan kawasan ini sebagai Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional pada tahun 2013. Hingga saat ini peninggalan dari kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di Jawa Timur masih terus ditemukan. Pada bulan Juni 2019 di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ditemukan talud (dinding penahan tanah) di area yang difungsikan sebagai ladang tebu dan padi, area pembuatan batu bata, dan pemakaman umum. Tempat penemuan talud tersebut diberi nama Situs Kumitir. Situs Kumitir merupakan sisi timur dari kota raja Majapahit yang ada di Trowulan. Dalam Kidung Wargasari, kitab Nagarakrtagama dan Pararaton disebutkan bahwa di Kumitir terdapat bangunan pendarmaan bagi Mahisa Campaka (atau Narasinghamurti). Mahisa Campaka merupakan kakek dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Talud yang ditemukan pada tahun 2019 tertimbun oleh materal abu vulkanik dan sedimentasi lahar dingin. Talud tersusun dari bata berukuran
84 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Struktur Talud (dinding penahan tanah) dari situs Kumitir, yang tersusun dari batu bata berukuran besar.
besar, khas bangunan masa Majapahit.
permukaan tanah yang asli pada masa
Sebagai tindak lanjut dari penemuan
Majapahit berada pada lapisan yang lebih
tersebut dilakukan kegiatan ekskavasi
rendah dibandingkan dengan permukaan
penyelamatan. Kegiatan ekskavasi
tanah yang ada pada saat ini. Konsep
penyelamatan Situs Kumitir adalah
tanah yang ditinggikan tersebut sangat
kegiatan yang dilaksanakan oleh
familiar dalam konsep Jawa yang disebut
Direktorat Pelindungan Kebudayaan
dengan Siti Inggil. (Shofa Nurhidayati)
Jawa Timur yang berkolaborasi dengan Yayasan Arsari Djojohadikusumo dan PATI IV. Ekskavasi pertama kali dilakukan pada bulan Oktober 2019 dan berhasil
foto: Shofa Nurhidayati
dan Balai Pelestarian Cagar Budaya
Bagian struktur bangunan yang sudah tersingkap (atas) dan proses penyingkapan struktur gapura dari situs Kumitir.
menyingkap struktur talud sepanjang 187 m memanjang dari selatan ke utara pada sisi timur. Ekskavasi dilanjutkan pada bulan Agustus 2020 dengan tujuan menyingkap seluruh bagian talud yang membatasi suatu kawasan dengan perkiraan luas sekitar 6 hektar. Berdasakan hasil penggalian yang dimulai sejak bulan Agustus 2020 sudah ditemukan beberapa temuan yang masih in situ selain talud, yaitu batuan andesit bulat/boulders struktur lantai bangunan, struktur gapura, sumur yang terbuat dari susunan bata dan sumur yang terbuat dari susunan jobong. Selain jaladuara, batu bakal pembuatan kala, batu bakal pembuatan makara, batu bakal pembuatan antefik dan batu bakal pembuatan pelipit.
foto: Shofa Nurhidayati
itu ditemukan juga temuan lepas, yaitu
Ekskavasi penyelamatan Situs Kumitir masih terus berlajut, bahkan diperkirakan akan terus berjalan hingga tahun 2021. Temuan demi temuan terus dihasilkan dan saling melengkapi satu sama lain, membuat berbagai pertanyaan yang ada di Situs Kumitr semakin terjawab. Interpretasi yang didapat hingga saat ini diperkirakan Situs Kumitir merupakan klaster bangunan yang terdapat di kota raja Majapahit. Klaster tersebut diinterpretasikan sebagai bangunan yang berada di lahan yang lokasinya ditinggikan, mengingat kondisi
2020, VOL. 9 INDONESIANA 85
P E RMAI NAN T RADI SI ONAL
Main Congklak, Belajar Tidak Congkak Banyak permainan tradisional yang sudah berakhir ditelan deru modernitas. Sebut saja dalam budaya Betawi ada tokadal, cici putri, pong-pong balon, engrang, galaksin, yang kini hampir tidak lagi dimainkan. Sebaliknya, masih ada permainan yang dari dulu hingga sekarang masih saja dimainkan oleh anak-anak, satu di antaranya congklak. Satu bukti masih adanya peminat dari permainan ini adalah penjualan congklak di berbagai marketplace di Indonesia. Kalau dahulu congklak menggunakan papan yang terbuat dari kayu, kini papan congklak dibuat dari plastik. Menariknya, keduanya mengalami modifikasi: papan yang terbuat dari plastik bahkan dimodifikasi agar bisa dibongkar pasang sedangkan yang terbuat dari kayu dapat dilipat. Coba saja ketik kata “congklak� pada kolom pencarian di marketplace,
kerang kecil sebagai bijinya. Bisa juga menggunakan biji dari buah-buahan seperti biji
maka akan keluar banyak model dan
buah sawo atau buah lengkeng, juga cangkang kerang plastik. Sah-sah saja karena
bentuk dari permainan ini.
permainan tetap dapat berjalan selama ada papan dan bijinya. Masing-masing lubang
Congklak adalah permainan yang
kecil pada papan congklak diisi dengan biji tadi sejumlah 7 buah. Lubang besar
hanya bisa dilakukan oleh 2 (dua) orang
dikosongkan saja. Peraturannya, biji dalam lubang kecil boleh diambil siapa saja untuk
dan tidak mungkin dimainkan sendiri.
dibagikan atau diisikan ke lubang yang lainnya, sedangkan lubang besar dimiliki oleh
Papan congklak biasanya memiliki
masing-masing pemain, jadi hanya pemain itu yang boleh mengisinya.
14 lubang kecil dan 2 lubang besar,
Permainan diawali dengan seorang pemain mengambil biji dari salah satu lubang
walau ada juga papan yang terdiri dari
kecil. Kemudian ia mengisi lubang lain di depannya searah jarum jam termasuk lubang
10 lubang kecil dan 2 lubang besar.
besar di sebelah kanannya. Lubang besar yang satu lagi tidak usah diisi karena itu
Permainan ini menggunakan cangkang
lubang besar milik lawan untuk menyimpan biji miliknya. Langkah pemain terhenti jika
86 INDONESIANA VOL. 9, 2020
biji yang dibagikan habis dan jatuh pada
saya, artinya permainan ini menonjolkan
lubang kecil yang tidak ada bijinya. Lalu
kesenangan pribadi; bukan bentuk
permainan beralih ke pemain yang lain.
permainan yang kompetitif, melainkan
Permainan congklak dapat berlangsung
permainan untuk sekadar menghabiskan
berjam-jam apabila para pemain memiliki
waktu senggang. Menurut Dharmamulya
strategi.
dalam bukunya “Permainan Tradisonal
foto: DARMAWAN https://www.shutterstock.com/g/DARMAWAN
Jawa”, congklak hadir menjadi bagian dari
Congklak Masa Lalu Sebenarnya sejak abad ke-17
kehidupan petani. Lubang besar pada papan congklak dianalogikan sebagai
permainan ini mulai tersebar tersebar
lumbung, sementara lubang-lubang kecil
luas di Asia dan Afrika serta mendapat
dianggap sebagai sawah. Maka ada istilah
pengaruh dari kebudayaan Islam
‘bera’ untuk sawah yang tidak dikerjakan
seperti yang disampaikan oleh James
dan istilah ‘ngacang atau nandur kacang’
Danandjaja. Namun bukti secara
untuk sawah yang hasilnya sedikit. Istilah-
arkeologis baru ditemukan pada
istilah itu dikenal dalam permainan
tahun 1983 di Banten sebagai artefak
congklak. Maka, sejatinya permainan ini
peninggalan di masa lampau berupa
mengajarkan mengenai cara mengelola
bidak congklak terakota yang terbuat dari
rumah tangga yang baik.
tanah liat. Nama congklak di tiap negara-negara
Sementara dalam budaya Sunda, lubang besar di kiri-kanan papan
berbeda: di Srilanka disebut canka, di
congklak disebut ‘indung’. Menurut
Semenanjung Melayu disebut conkak, di
Rusmana dalam Permainan Congkak:
Filipina cunkayon, dan di Afrika
Nilai dan Potensinya bagi Perkembangan
namanya mankala. Bahkan di Indonesia
Kognitif Anak, dalam konteks permainan
sendiri congklak memiliki beberapa
tradisional anak-anak Sunda, dikenal
sebutan antara lain: congklak, dakon,
konsep indung dan anak, hal ini berkaitan
dhakon atau dhakonan di Jawa; congkak
erat dengan konsep Sunan Ambu.
di beberapa daerah Sumatera; mokaotan,
Konsep anak dalam hal ini bisa saja
foto: Rini Widayati https://www.shutterstock.com/g/Rini+Widayati
maggaleceng, aggalacang dan nogarata di
berarti anak laki-laki tunggal. Kosmologi
Sulawesi; dentuman lamban di Lampung.
Sunda memaknai bahwa anak tunggal
Congklak menjadi bagian dari salah satu permainan tradisional yang digemari anak-anak, kegiatan bermain congklak sebelum dan di kala pandemi.
Congklak yang dikenal sebagai
atau bungsu itu adalah ‘anak ibu’
permainan di budaya Jawa ini dahulu
sehingga ikatan mereka sangat kuat,
kala dimainkan oleh para bangsawan
sebab itu banyak cerita dalam budaya
dalam keraton. Namun dalam Laporan
ini yang menceritakan anak tunggal
Penelitian Jarahnitra (1999/2000),
yang jatuh cita pada ibunya seperti
disebutkan bahwa congklak pernah
Sangkuriang kepada Dayang Sumbi
dimainkan oleh prajurit Sultan Agung di
dalam kisah Tangkuban Perahu juga
ketelitian, meningkatkan rasa sportivitas,
Mataram pada saat istirahat dari berlatih
Guruminda kepada Sunan Ambu dalam
belajar mengatasi konflik yang terjadi,
senapan. Saat itu, biji congklak hanyalah
kisah Lutung Kasarung.
juga meningkatkan kecakapan berhitung.
terbuat dari kerikil sementara lubang-
Congklak menarik hati para
Foto yang memperlihatkan dua perempuan Jawa sedang bermain congklak, sekitar 1900. (Leiden University Library, KITLV 4978)
Permainan tradisional yang berakar dari
lubang dibuat di tanah. Baru setelah
peneliti. Dewasa ini banyak kajian
kearifan lokal ini mengandung nilai-nilai
dikenal di kalangan keraton, permainan
yang mengaitkan congklak dengan
positif. Dari congklak anak-anak bisa
ini dibuatkan papannya sehingga dapat
perkembangan psikologis maupun
belajar untuk tidak congkak karena dalam
dihias menjadi lebih indah.
kognitif anak. Menurut kajian-kajian
permainan ini mereka harus bersabar
tersebut, banyak segi baik dari
menunggu giliran dan harus mengatur
permainan ini bagi anak-anak, di
emosinya agar tetap stabil, karena bisa
antaranya; meningkatkan kemampuan
jadi permainan akan berlangsung lama.
bersosialisasi, melatih kesabaran dan
(Dyah Kusuma Wardani)
Filosofi Congklak Menurut Dennys Lombard, congklak atau dakon berasal dari kata daku atau
2020, VOL. 9 INDONESIANA 87
Ulos dari Angkola
ABIT GODANG
WA S T RA
88 INDONESIANA VOL. 9, 2020
dok.babpublishing
Teknik tenun silang kepar yang jarang ada di Indonesia digunakan oleh penenun Angkola untuk memberi tekstur pada latar belakang 'agung' (godang) Abit Godang. Hanya dua jenis kain yang diproduksi oleh penenun Angkola, Abit Godang besar, yang biasanya terdiri dari dua panel, dan Sadum Parompa dengan satu panel yang lebih sempit. Awal abad 20, koleksi Torang Sitorus Inv. No. 5/V/AM/TS.
P
ernahkah Anda menonton “The Tragedy of Othello: The Moor of Venice� karya pujangga terbesar dok.babpublishing
dunia William Shakespeare? Kita akan berfokus pada saputangan tanda kasih Othello yang diberikan pada Desdemona sebagai tanda setia. Saputangan, bagi Othello, bukan hanya sehelai kain indah hasil karya tangan lentik neneknya, melainkan sebuah simbol kesetiaan. Tidak heran, ketika Othello mendapati
Salah satu dari sedikit penenun ulos berkualitas yang tersisa di Sipirok, yang menggunakan di alat tenun gedokan, duduk di lantai dengan kaki lurus ke depan dan tali di punggungnya yang mengikatnya ke alat tenun. 1971. (Nationaal Museum van Wereldculturen. Coll.no. TM-20025992)
bahwa saputangan tanda kasihnya itu ada di tangan orang lain, ia pun murka.
(Morinda citrifolia) dengan pacar hijau
Pasar Sipirok, untuk minta diantar ke
Ia tega membunuh Desdemona.
(nila). Warna kuning berasal dari
Desa Hutasuhut Kecamatan Sipirok.
Demikian halnya kami, orang Batak
tumbuhan kunyit. Warna hijau diperoleh
Di sana Anda dapat menjumpai gadis-
Angkola. Bagi kami, abit godang atau ulos
dengan cara mencampur pacar hijau
gadis dan ibu-ibu muda pengerajin tenun
kebesaran, bukan sekedar sehelai kain
dengan kunyit.
ulos. Konon, abit godang hasil karya
hasil karya tangan-tangan lembut nenek-
Sampai saat ini, abit godang masih
pengerajin dari desa tersebut adalah
nenek kami, melainkan sebuah identitas
diproduksi secara manual terutama
yang terbaik di seantero Tapanuli Selatan.
yang melekat dalam diri yang dipakai
oleh pengrajin tenun tradisional di
Kerajinan ini dikerjakan gadis-gadis atau
mulai upacara kelahiran hingga kematian.
Sipirok. Kota pegunungan yang sejuk itu
ibu-ibu muda di sela-sela kesibukan
Saya tidak ingin membandingkan ulos
dapat ditempuh selama 8-9 jam lewat
mereka mengerjakan kerja-kerja
dengan saputangan Othello, dalam hal
jalan darat dari Kota Medan sejauh
domestik. Akan tetapi, melihat animo
ini. Saya hanya ingin mengajak pembaca
356 KM. Sebagai alternatif, Anda dapat
masyarakat dewasa ini, kerajinan tenun
untuk bertualang sedikit ke dalam
menjangkau kota yang berada di lereng
ulos tidak lagi dapat dikerjakan secara
pengalaman berpikir orang Batak Angkola
Gunung Sibual-buali ini melalui Bandara
sambilan, melainkan sudah dianggap
di balik pembuatan kerajinan tenun ini.
Silangit, Tapanuli Utara. Selanjutnya
sebagai profesi utama.
Ulos Batak pada umumnya ditenun
Anda akan sampai di kota penghasil kopi
Ulos, Menghangatkan Tondi dan Badan
dari benang katun (cotton yarn)
ini setelah menempuh perjalanan darat
sedangkan pewarnanya dibuat dari
selama 3-4 jam atau sekitar 106 KM.
pewarna alami. Demikian pula abit
Alternatif lain adalah melalui Bandara
godang yang ditenun manual dan dicelup
Aek Godang di Padang Lawas Utara
unsur dalam diri yang selalu dijaga
ke dalam pewarna alami. Warna merah
yang berjarak 50 KM. Anda juga dapat
agar ia tetap las atau hangat. Antara las
khas ulos yang pekat itu diperoleh dari
mendarat di Bandara FL Lumban Tobing
dengan hangat sebetulnya tidak terlalu
tanaman secang yang bernama Latin
Sibolga yang dapat ditempuh dalam
sepadan. Butuh pemahaman kosmologis
Caesalpinia sappan. Sebuah pemeo
waktu 3,5 jam. Sesampai di Pasar Sipirok,
tersendiri untuk memahami itu lebih
mengatakan tiada ulos tanpa warna
Anda dipersilahkan memanggil tukang
jauh. Dalam kosmologi orang Batak,
hitam. Warna dalam abit godang tersebut
“Becak Kawin Lari�, sebutan untuk becak
termasuk Batak Angkola, terdapat tiga
diperoleh dari campuran mengkudu
motor samping yang mangkal di sekitar
hal yang dapat menjaga tondi (jiwa)
Bagi orang Batak Angkola, ada dua
2020, VOL. 9 INDONESIANA 89
dan badan (raga) agar selalu hangat. Ketiganya adalah matahari, api, dan ulos. Sebetulnya, seorang Batak Angkola
Estetika dan Etika Pemberian Abit Godang
rasa tanggung jawab pihak mora kepada anak borunya. Motif Sijobang ini melambangkan rasa tanggung
Penerima ulos, termasuk abit godang,
sudah dihangatkan tondi (jiwa) dan
dalam sebuah ritual adat harus ikut
badannya (raga) sejak bayi. Nenek
pada aturannya. Ulos hanya dapat
perempuan dari pihak ibu memberi ulos
diberikan pihak atau seseorang yang
Tondi Matogu: Pemberian ulos juga
yang bernama parompa (gendongan)
kedudukannya lebih tinggi pada pihak
merupakan doa dan harapan dari
sadum kepada cucunya agar las atau
atau seseorang yang kedudukan adatnya
pemberi kepada penerima semoga
hangat jiwa dan badannya. Secara
lebih rendah. Hula-hula/mora memberi
jiwanya dalam kedamaian dan
ukuran, ulos parompa sadun berukuran
ulos pada anakboru-nya. Orang tua
keteguhan.
lebih kecil dan berwarna lebih cerah
memberi ulos kepada anak.
dibanding ulos abit godang. Ulos abit godang adalah hadiah
Oleh karena itu, pada abit godang
jawab mora tadi. 2.
Tulisan Horas Tondi Madingin Pir
Selain perlambang pihak pemberi
terdapat motif garis hitam berjumlah
dalam ulos abit godang ini terdapat juga
terbesar yang diberikan oleh keluarga
tiga yang dibatasi garis putih kecil.
motif yang dapat dibaca sebagai nasihat
seorang perempuan untuknya ketika ia
Ternyata, memang, angka tiga (3)
bagi masyarakat umum.
menikah. Ulos itu diberikan dalam ritual
signifikan keberadaannya dalam adat
1.
mangulosi, mangulosi tondi dan badan,
Batak Angkola. Ketiga garis itu dapat
anak dan menantu agar siap melayari
dibaca sebagai tiga unsur dalam sistem
lautan kehidupan dengan bahtera rumah
kekerabatan dalihan natolu. Di atas sudah
tangga baru mereka. Ulos yang diberikan
dijelaskan bahwa secara aturan, hula-hula
adalah ulos ragi idup yang dominan
atau mora memberi abit godang kepada
warnanya adalah merah darah. Sebuah warna yang melambangkan kehidupan. Seorang perempuan kelak akan diulosi
anak boru.
harus bermasyarakat. 2. 3.
mangulosi dilaksanakan agar hangat tondi
Ketiga garis hitam tadi dapat juga
Iran-iran: Kemanapun melangkah, tinggalkanlah jejak kebaikan.
4.
Singap: berusahalah meskipun harus menahan terik matahari dan derasnya hujan.
jenis ulosnya harus berbeda. Di Toba ulos tersebut diberi nama ulos hela.
Tutup mumbang: hal buruk harus dipendam hal baik jangan diumbar.
Sebaliknya? Boleh, akan tetapi
ketika suaminya meninggal. Ritual
Luslus: jangan hidup sendiri. Hidup
5.
Pusuk robung: hidup dan berilah kemanfaatan bagi orang banyak.
dan badan, agar kembali tondi (jiwa) ke
dibaca sebagai Tugu. Tugu ini adalah
badan (raga) setelah kehilangan separuh
perlambang bahwa orang Batak Angkola
motif lain yang dapat dibaca dalam tradisi
jiwanya. Ulos yang diberikan pada acara
menghargai saudara semarga mereka
berpikir masyarakat Batak Angkola.
kematian adalah ulos ragi hotang. Ulos
(kahanggi) sebagai kawan tempat
motif-motif itu adalah yok-yok mata pune,
jenis ini warnanya lebih dekat dengan
berkeluh kesah dan berbagi cerita.
ruang, bunga, suri-suri, jojak mata-mata,
warna tanah. Biasanya hanya terdiri dari warna hitam. Merah darah dan putih. Sejatinya, ulos dipakai bukan sekadar
Motif ulos yang menjadi pola tetap dalam abit godang selanjutnya dibaca sebagai alat bantu untuk mengingat
Di samping itu, terdapat juga motif-
jarak, sirat, manik-manik simata rambu, dan si rambu. Ulos sadum angkola atau abit godang
memenuhi fungsi estetika Batak. Ulos
nasihat bagi pengantin, misalnya. Salah
adalah pemberian tertinggi dari mora
dipakai untuk memenuhi fungsi-fungsi
satunya sudah kita jabarkan di atas.
kepada anak-borunya. Tanpa melihat
lain dalam kebudayaan Batak. Ulos
Selain itu, terdapat motif lain seperti:
perbedaan dengan yang ada di Toba,
dipakai dalam ritual atau upacara adat
1.
Sijobang: ritual pemberian ulos abit
abit godang diyakini memberi petuah dan
yang berkaitan dengan siklus hidup
godang ini dilakukan oleh pihak mora
memiliki tuah bagi penerimanya. (Alfian
mereka. Sebagaimana disebut di atas,
kepada anak borunya. Ini merupakan
S. Siagian)
ulos hadir dalam menyambut kehidupan baru, dalam perkawinan dan dalam ritual kematian. Hadir dalam pesta kebahagiaan (siriaon) dan dalam pesta kesedihan (siluluton).
90 INDONESIANA VOL. 9, 2020
Beberapa contoh detail dan karakteristik dari Abid Godang dan Parompa Sadum dari Angkola. Setiap Abit Godang cukup individual sehingga maknanya 'membaca' ke dalam motifnya dan cara penyusunannya berbeda dari satu ke yang lain. Sedangkan Parompa Sadum pada umumnya digunakan sebagai gendongan bayi, sebagaimana diindikasikan dengan istilah parompa, tetapi dalam masyarakat saat ini kain ini digunakan secara bebas sebagai selendang. Awal abad 20, koleksi Torang Sitorus.
dok.babpublishing
2020, VOL. 9 INDONESIANA 91
foto: Lukman Solihin
AR S I T EKT U R
Rumah Sumba nan Eksotis Indonesia memiliki beragam arsitektur vernakular, yakni kekayaan jenis arsitektur dari khazanah lokal, satu di antaranya rumah adat Sumba. Rumah adat ini tak hanya unik secara arsitektural, tetapi juga memperlihatkan gambaran kosmologi dan kebudayaan masyarakatnya.
92 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Lukman Solihin
D
i Pulau Sumba, Nusa Tenggara
budak belian, melainkan para pembantu
museum dengan berbagai koleksi yang
Timur, indera kita tak hanya
maramba yang mengurus kebun dan
menggambarkan sejarah dan budaya
disuguhi luasnya sabana dan
memelihara hewan. Kebutuhan hidup
Sumba, mulai kain tenun sumba yang
ringkik kuda, tetapi juga pemandangan
mereka juga ditanggung oleh tuannya
sohor karena keunikan motif dan penuh
rumah-rumah adat yang atapnya
(kaum maramba).
makna, benda-benda pusaka, mamuli dan
membumbung seperti menunjuk langit.
Agama Marapu pun memengaruhi
lulu amah yang biasa digunakan sebagai
Atap yang menjulang bak menara itu,
pola permukiman. Setiap kampung adat
belis (maskawin), foto pelaksanaan kubur
menyimbolkan penghormatan kepada
atau paraingu dicirikan oleh keberadaan
batu dari masa lampau, serta berbagai
leluhur, yakni arwah para Marapu.
kubur batu yang menjadi penanda
ornamen kubur batu. Jika beruntung,
eksistensi leluhur suatu kampung, serta
kita dapat pula berbincang dengan Romo
nenek-moyang yang juga menjadi
rumah besar (uma bokulu) yang menjadi
Robert Ramone, pastor Katolik sekaligus
nama bagi agama lokal di pulau ini.
pusat penyelenggaraan upacara adat.
pemerhati budaya dan pendiri Rumah
Kepercayaan Marapu memengaruhi
Di kampung-kampung adat ini, rumah
Budaya Sumba.
banyak segi kehidupan masyarakat
dibangun dengan ciri khas atap yang
Dari Rumah Budaya Sumba, saya
Sumba, mulai dari adat istiadat, status
menjulang tinggi. Bubungan jangkung
melanjutkan perjalanan ke Kampung
sosial, hingga arsitektur dan pola
itu menjadi simbol tempat Marapu
Adat Ratenggaro, sekitar 56 kilometer
permukiman. Upacara kubur batu
bersemayam.
arah barat daya dari Tambolaka.
Marapu adalah sebutan bagi arwah
misalnya, yang sering kali dilakukan
Pada zaman dulu, paraingu dibangun di
Kampung ini berada di wilayah Kodi
secara kolosal dengan mengurbankan
atas bukit dan dikelilingi pagar batu atau
yang terkenal dengan tradisi pasola,
banyak hewan, dimaksudkan sebagai
tumbuhan berduri. Hal itu dimaksudkan
yaitu ‘perang-perangan’ dengan cara
upacara mengantarkan arwah keluarga
sebagai perbentengan untuk melindungi
melempar lembing ke arah musuh
yang meninggal ke parai Marapu (alam
permukiman dari serangan musuh.
sambil mengendarai kuda. Pesta adat
nenek moyang). Makam keluarga dan
Dalam perkembangannya, banyak
yang menyedot animo wisatawan
leluhur ini ditandai dengan bangunan
paraingu dibangun di dataran rendah
ini biasanya diselenggarakan antara
batu besar persegi yang masih
yang mengindikasikan perang antar-klan
Februari hingga Maret.
menyisakan corak kebudayaan batu di
sudah lama ditingggalkan.
masa lampau. Masyarakat Sumba mengenal empat
Guna mengetahui keunikan bangunan rumah adat dan maknanya dalam
strata sosial, yaitu ratu (pemimpin
kebudayaan Sumba, saya berkunjung
agama), maramba (bangsawan), kabihu
ke Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara
(orang merdeka), dan ata (hamba).
Timur. Terletak sekitar 6 kilometer dari
Penggolongan strata sosial ini masih
Bandara Tambolaka, terdapat Rumah
berlaku hingga saat ini, meski tidak
Budaya Sumba yang dibangun dengan
seketat zaman dulu. Golongan ata
atap menjulang, mengadopsi arsitektur
misalnya, tidak diperlakukan sebagai
tradisional Sumba. Di tempat ini terdapat
Taring babi bekas upacara adat di Ratenggaro menjadi bagian dari ornamen didalam rumah adat. Kampung Adat Ratenggaro di Sumba Barat Daya terletak di atas tebing yang menghadap Samudra Hindia dengan deretan kubur batu para pendiri kampung yang terletak di tengah dan dikitari oleh rumah-rumah adat.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 93
foto: Lukman Solihin
Uma Mbatangu di Kampung Ratenggaro Ratenggaro merupakan kampung adat di Sumba Barat Daya yang dikenal
rumah-rumah adat, kedua terletak di
akhir selalu disertai dengan pesta adat.
area luar yang merupakan kubur batu
Pesta adat ini pasti disertai pemotongan
anak keturunan dari kampung ini.
sejumlah hewan kurban yang ditujukan
Melewati susunan pagar batu yang
untuk meminta restu Marapu, sekaligus
memiliki pantai yang indah dan kampung
menandai batas kampung, mata saya
untuk menjamu warga yang turut
adat yang cantik. Kampung ini terletak di
segera tertambat pada barisan rumah-
bergotong-royong dalam pembangunan
atas tebing yang menghadap Samudra
rumah dengan atap menjulang tinggi,
rumah adat.
Hindia. Di bawahnya terdapat pertemuan
uma mbatangu namanya, atau rumah
aliran Sungai Waiha dan Samudra Hindia,
dengan atap menara. Dahulu di kampung
oleh empat kayu bulat utuh yang menjadi
membentuk cekungan berpasir putih
ini berdiri 28 rumah adat. Setelah tiga
tiang utama. Agar keempat tiang tersebut
yang menawan.
kali mengalami kebakaran hebat, kini
dapat menyangga atap dengan kuat,
Bangunan rumah adat Sumba ditopang
hanya tersisa 12 rumah adat, sebagian
diperlukan struktur bangunan atap yang
Ratenggaro, mata saya disambut oleh
di antaranya dibangun atas bantuan
kokoh. Struktur atap rumah adat di
deretan kubur batu yang dibangun
Yayasan Tirto Utomo dan Direktorat
Ratenggaro diperkuat oleh penguat atap
di area luar kampung. Kubur batu di
Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud.
(bracing) yang dibuat secara vertikal dan
Sebelum memasuki Kampung
Tahapan pembangunan rumah adat,
horizontal sehingga dapat menjulang
kubur batu para pendiri kampung yang
mulai dari persiapan, pencarian bahan,
tinggi serta tangguh menahan beban
terletak di tengah dan dikitari oleh
pendirian bangunan, hingga tahap
dan terpaan angin. Konstruksi atap lalu
kampung ini terbagi dua: pertama adalah
94 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Lukman Solihin
ditutup dengan susunan ilalang untuk melindungi rumah dari panas dan hujan. Rumah adat Sumba dibangun tidak menggunakan paku untuk menyatukan setiap bagian bangunan, melainkan menggunakan pasak kayu dan tali rotan. Rancang bangun uma mbatangu didasarkan pada kosmologi masyarakat Sumba yang percaya bahwa alam semesta terbagi menjadi tiga. Bagian atas merupakan tempat leluhur dan para dewa, bagian tengah adalah tempat manusia, dan bagian bawah habitat hewan serta makhluk halus. Kosmologi ini mewujud dalam bangunan rumah adat. Bagian loteng menara
foto: Lukman Solihin
untuk meletakkan benda keramat yang mewakili eksistensi Marapu, lalu balaibalai menjadi tempat aktivitas manusia, dan bagian bawah bangunan untuk kandang binatang peliharaan. Rumah adat ini juga memperlihatkan pembagian ruang secara sosial. Pada bagian tengah, tepat di bawah menara, terdapat perapian untuk memasak dengan para-para di atasnya untuk menaruh peralatan masak dan bahan makanan. Pada bagian kiri dan kanan terdapat bilik-bilik yang dipisahkan menjadi area laki-laki dan perempuan, bagian depan menjadi area untuk menerima tamu, dan bagian belakang untuk berbagai aktivitas lain, termasuk
foto: Lukman Solihin
menenun yang biasa dilakukan di siang hari. Dari Kampung Adat Ratenggaro, kita dapat menyaksikan hubungan erat antara bangunan dan kebudayaan yang menopangnya. Rumah adat didirikan tidak sekadar sebagai tempat untuk berlindung dari terik matahari
(atas) Rumah Budaya Sumba di Weetabula, Sumba Barat Daya. (tengah) Seorang Pria Sumba Barat daya. Kurban hewan dalam upacara kematian di Sumba Barat Daya (bawah).
dan terpaan hujan, tetapi juga upaya menghormati leluhur, memuliakan Marapu. (Lukman Solihin)
Seorang anak sedang bermain di Kampung Adat Ratenggaro.
2020, VOL. 9 INDONESIANA 95
Remy Sylado Tak Perlu Reka-reka dalam Memajukan Kebudayaan “Perempuan itu di mana-mana sama, yang membedakan adalah merk wewangiannya”, tulis Remy Sylado dalam novel Gali Lobang Gila Lobang (1977). Oh, ya? Rupanya rujukannya adalah pesohor Rima Melati dan Vivi Sumanti, artis-artis pada zaman itu. Keduanya berasal dari Manado, sedaerah dengan Remy yang bernama lahir Yapie Tambajong. Apa demikian gambaran perempuan di benak Remy? Ah, itu …. Fiksi, loh. Novel itu dicetak ulang pada tahun 2013.
96 INDONESIANA VOL. 9, 2020
foto: Jessica Nadya Ogesveltry
P ERSO NA
Pagi yang semringah, awal September
berasal/bermula. Misalnya ia menulis:
“Wartawan dan sastrawan, atau berita
2020. Remy Sylado tengah bersantai
“Arti sebenarnya kata mata keranjang,
dan puisi itu sesuatu yang mufrad
sewaktu Indonesiana tiba di rumahnya,
harusnya dieja mata ke ranjang, adalah
(menyatu). Saya melihat dari sisi sejarah
di Cikarawang, Dramaga, Bogor,
laki-laki yang melihat perempuan
pers Indonesia, bahwa berita itu pertama
rumah yang ia tempati sejak 2003 dan
sertamerta pikirannya tertuju ke atas
kali ditulis dalam bentuk puisi di koran
tempat menghasilkan banyak karya,
ranjang”. Soal ini, ulama dari Rembang,
De Locomotief, satu-satunya koran paling
termasuk lima jilid novel Novel Pangeran
Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus
berpengaruh di Hindia Belanda yang
Diponegoro: Menggagas Ratu Adil. Kami
pernah bilang bahwa ia mengetahui
terbit di Semarang. Koran itu lalu dibeli
berbincang mulai soal pandemi Korona,
muasal kata mata keranjang itu, ya
oleh Chandra Nainggolan dan diganti
sejarah Cina dan Tionghoa, sastra,
dari Remy, “Saya dulu bingung, mata
menjadi Harian Tempo, tahun 1954. Saya
manusia, hingga pemajuan kebudayaan.
keranjang itu apa, apa matanya bolong-
tahu karena saya pertama kali bekerja
bolong, ternyata kata beliau Remy Sylado,
sebagai wartawan ya di Harian Tempo”.
“Sastrawan kita (Indonesia) itu masih “kalah” dari sastrawan Barat. Kalau tidak boleh menyebut semua, ya
mata keranjang itu mata ke ranjang”. Belakangan di masa pandemi Covid-19,
Memang tradisi membuat berita dalam bentuk puisi itu sudah dimulai sejak
rata-rata. Tidak dalam konteks untuk
Remy meluncurkan buku dalam bentuk
zaman Hindia Belanda, dan dijadikan alat
perlombaan atau keinginan melampaui,
e-book, Kamus Sejarahnya Kata-kata: I:
politik etis. Dulu jadi bacaan tetapnya
ya,” kata Remy.
Berisi Kata-kata Berawalan huruf A, yang
Kartini, satu di antaranya adalah tulisan
bisa dibeli melalui Google Play. “Baru
Mas Marco (Marco Kartodikromo,
satu jilid yang terbit, nantinya ya sampai
jurnalis, meninggal tahun 1932). Ketika
Kalah dalam hal apa? “Kalah dari segi berpikir tentang kemanusiaannya, dan itu terkait filsafat. Mau gak mau kemampuan menggunakan imajinasi itu digali dari filsafat, tidak melulu filsafat Barat juga. (Sastrawan) Indonesia belum sampai kepada bagaimana memanfaatkan filsafat sebagai bagian dari disertasi karya sendiri. Misalnya, Jean-Paul Sartre memakai sastra sebagai disertasi dari eksistensialisme. Kita belum sampai ke situ. Kita masih membikin cerita, belum sampai kepada bagaimana memanfaatkan cerita itu. Sastrawan Barat sudah melakukannya sejak lama”. Diskusi mengenai filsafat itu mengingatkan pada buku Remy, Perempuan Bernama Arjuna: Filsafat dalam Fiksi (2013) sebanyak enam jilid. Di buku itu, Remy juga menuliskan “sejarahnya kata”, dari mana atau bagaimana kata itu
huruf Z, saya sudah mengumpulkan semuanya,” kata Remy. Mengenali Remy Sylado, selain dari karya-karya sastranya, tentu juga lukisanlukisannya. (Ia belajar seni rupa secara formal). Ia juga dramawan (belajar teater secara formal juga), wartawan, dan munsyi. “Remy itu makhluk langka yang stoknya hampir habis. Saya merasa utang rasa. Pada tahun 70-an puisi saya dimuat di Majalah Aktuil yang dikelola beliau, tanpa tahu kalau itu puisi saya karena memakai nama lain,” kata Gus Mus dalam pameran karya sekaligus perayaan hari lahir Remy Sylado di Balai Budaya Jakarta, 12 Juli 2019. Selama pandemi, Anda tetap produktif, dan turut menyunting buku puisi tentang Korona yang ditulis para wartawan dan sastrawan. Mengapa wartawan dan sastrawan disatukan?
2020, VOL. 9 INDONESIANA 97
bahasa Melayu dibagi menjadi Melayu Tinggi dan Melayu Rendah, bahasa Melayu Rendah dipakai oleh korankoran Cina. Di situ juga tradisi membuat berita dalam bentuk puisi diteruskan. Misalnya meletusnya Gunung Krakatau atau kedatangan maharaja Muangthai, itu ditulis dalam bentuk puisi. Wartawan itu harus bisa menulis. Selain berita, yang dijual oleh koran itu juga karya fiksi, ditulis secara bersambung”. Apa keinginan Anda yang belum dilakukan dan ingin diwujudkan? foto: Jessica Nadya Ogesveltry
“Keinginan itu selalu datangnya sekonyong-konyong. Ketika itu sampai di depan mata, ya saya lakukan dengan sepenuh kemauan dan kemampuan untuk menyelesaikan. Begitu saja, saya sebagai seniman atau wartawan. Kalau disuruh harus menjadi ahli di bidang tertentu, dan saya bisa, ya saya akan menjadi ahli di situ. Itu saja. Saya tidak sampai ke puncak. Kalau sampai ke puncak itu ukurannya adalah sukses dalam berbisnis. Misalnya dalam dunia pers, contohnya ya Jakob Oetama, Dahlan Iskan, Goenawan Mohamad, itu jagoan semua. Sebuah media kalau tidak dijual, itu kan dosa”. Bagaimana seharusnya memajukan kebudayaan? “Kembali dulu ke tahun 1928, satu di antaranya adalah menjunjung tinggi
foto: Susi Ivvaty
(atas) Remy Sylado dan lukisan-lukisan karyanya, Remy beserta kawan-kawannya dalam pameran lukisan miliknya (bawah).
98 INDONESIANA VOL. 9, 2020
bahasa persatuan. Anak dari Madura itu, M Tabrani, yang berani mengatakan kita harus berbahasa Indonesia. Kalau tidak ada anak Madura itu, tidak bakal ada bahasa Indonesia. Kok, sekarang orang-orang berbicara bahasa Indonesia
campur-aduk dengan bahasa Inggris.
“Jangan banyak reka-reka dalam
Apa yang menarik dalam hidup?
So, by the way, oh my god. Padahal dalam
urusan memajukan kebudayaan.
bahasa Inggris sendiri pada tahun 1611
Misalnya soal manuskrip. Manuskrip di
sudah ada teks, agar jangan sembarang
Indoensia itu paling-paling ya dari Batak,
menyebut oh my god, makanya sering
Jawa, dan Makassar, yang sastranya ada
dipelesetkan mejadi oh my gosh, agar
dan hidup. Kalau yang lain, misalnya
tidak sembarang menyebut nama
Aceh, Riau, Padang, itu pengaruh Arab
Tuhan, sekadar untuk mengekspresikan
gundul (bahasa Melayu yang ditulis
kekagetan-kekagetan. Itu kan memuat
dengan huruf Arab tanpa harakat), tidak
kebudayaan. Kalau mau melihat seperti
asli. Makanya banyak kesalahan terjadi
apa kebudayaan saat ini, lihat para
dalam ejaan bahasa Indonesia saat ini,
pengambil keputusan yang tergila-gila
satu di antaranya karena
dengan bahasa campur-aduk yang
pengaruh huruf Arab
nggak tepat. Sementara di sisi lain, orang
gundul atau pegon.
pusat bahasa mengira mereka harus
Intinya, jangan
memperbaiki bahasa dengan bahasa
mengada-ada, tidak
yang baik dan benar. Itu baru satu hal.
mengada-adakan yang tidak ada”.
Jadi bagaimana UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 harus dilaksanakan?
“Bentrokan dalam hidup yang tidak bisa ia atasi sendiri. Bentrokan itu harus selalu ada, menandakan bahwa kita harus hidup. Dinamis, tidak terduga. Dengan begitu, manusia menjadi benar”. (Susi Ivvaty dan Jessika Nadya Ogesveltry)
Sebagian karya Remy Sylado Gali Lobang Gila Lobang (1977) Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999), difilmkan tahun 2002. Kerudung Merah Kirmizi (2002): memenangi Kathulistiwa Literary Award 2002 Ling (2003) Kembang Jepun (2003) Parijs van Java (2003) Menunggu Matahari Melbourne (2004) Sam Po Kong (2004) Puisi Mbeling (2005) 9 OKTOBER 1740 (Drama Pembantaian Etnik Cina di Batavia: 2005) Bahasa Menunjukkan Bangsa (2005) Boulevard de Clichy (2006) Novel Pangeran Diponegoro (2007) Mimi lan Mintuna, (2007), Naskah Drama Kita Hidup Hanya Sekali (2007) Jalan Tamblong (2010) Hotel Prodeo (2010) Namaku Mata Hari (2010), dimuat dalam cerbung Kompas Jadi Penulis Siapa Takut (2012) Drama Sejarah 1832 (2012) Perempuan Bernama Arjuna (1-6, 2013–2017)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 99
GA LERI F OT O
Potret Kota Tua
di Masa Pandemi
Foto oleh Syefri Luwis, Princesca Wylsonarita dan Jeffry.
“Saat Taman Fatahillah direnovasi pada tahun 1974, rasanya mimpi membangun kebudayaan itu terkubur. Lalu ada gagasan menjadikan Kota Tua sebagai warisan dunia. Semoga mimpi itu terwujud,� Toeti Heraty pada suatu kesempatan di tahun 2015. Namun, mimpi itu rupanya belum terwujud, karena Kawasan Kota Tua Jakarta dinilai belum memenuhi syarat untuk menjadi warisan dunia, dengan sejumlah alasan. Kendati gagal menjadi warisan dunia sejak diusulkan pertama kali ke UNESCO pada tahun 2014, Kawasan Kota Tua Jakarta tetap memesona bagi wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun Lapangan Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah yang sepi kala Pembatasan Sosial Berskala Besar di era Pandemi Covid-19. Ruangan Museum Fatahillah yang juga sepi pengunjung. Sudut lain lapangan Museum Fatahillah yang sepi pengunjung.
100 INDONESIANA VOL. 9, 2020
wisatawan mancanegara. Khusus di seputaran Taman Fatahillah, terdapat beberapa museum yang menempati bangunanbangunan tua, juga kafe-kafe dengan menu variatif. Pandemi Covid-19 atau Korona menyebabkan denyut nadi pariwisata melemah, kritis, dan nyaris mati, termasuk Kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan tidak ditutup secara total, beberapa kafe juga tetap buka, namun disertai protokol Kesehatan Covid-19 seperti menyediakan sabun cuci tangan, penyanitasi tangan, pembatasan sosial dengan merenggangkan tempat duduk, dan mewajibkan pemakaian masker wajah. Pagi hari pada 23 Oktober 2020, area seputaran Taman Fatahillah yang mulanya sepi berangsur bergemuruh meski tidak riuh. Museum Wayang mulai
PSBB dan ruang kosong yang ditinggalkan. Tampak muka Museum Wayang era pandemi. Lengang di Museum Wayang.
dibuka secara terbatas, begitu pula Museum Fatahillah. Rasanya justru asyik bisa menyambangi museum dalam suasana syahdu, tidak penuh orang berseliweran. Beberapa pengunjung masih bisa bersenda-senda dengan tetap menjaga jarak dan memakai masker. Syukurlah. Rasanya tidak rela melihat Kota Tua Jakarta merana karena Korona (Tim Indonesiana)
2020, VOL. 9 INDONESIANA 101
Tampak muka Gedung Museum Sejarah Jakarta yang kosong, hal yang tidak mungkin terjadi jika tidak ada PSBB.
Sumur Cahaya Museum Bank Indonesia, akan sulit diabadikan karena di lokasi tersebut selalu penuh pengunjung jika tidak terjadi PSBB. Museum Bank Indonesia yang sepi karena pandemi.
102 INDONESIANA VOL. 9, 2020
39
ACEH
Warisan Budaya Takbenda (WBTb) per Provinsi
31 SUMATRA UTARA
RIAU
40
49
51
SUMATRA BARAT
24
KEP. RIAU
49
KALIMANTAN UTARA
41
24
KALIMANTAN BARAT
JAMBI SUMATRA SELATAN
34 31
KALIMANTAN TIMUR
KEP. BABEL
13
64
BENGKULU
DKI JAKARTA
52
LAMPUNG
45 JAWA TENGAH
7
33
JAWA TIMUR
51
Benda Struktur Bangunan
Kawasan
Situs
15
SULAWESI TENGGARA NUSA TENGGARA TIMUR
PAPUA BARAT
13
MALUKU
23
30
PAPUA
24
JAWA D.I BARAT YOGYAKARTA
64
KATEGORI
SULAWESI SELATAN
14
MALUKU UTARA
SULAWESI TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
62
BANTEN
21
19
28
SULAWESI UTARA
GORONTALO
SULAWESI BARAT
KALIMANTAN TENGAH
18
31
BALI
104
78 124
64
NUSA TENGGARA BARAT
WARISAN BERSAMA
15
Budaya Dalam Angka
1340
1052
25 346
300 Kelompok Etnis
DOMAIN Tradisi Lisan dan Ekspresi
168
Seni Pertunjukan
380
Adat Istiadat masyarakat ritual dan perayaan-perayaan
350
Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta Keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional
16
60 281
Suku Bangsa
1239 Jumlah WBTb Indonesia
CAGAR BUDAYA “Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.”
Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010
Sumber: Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, dirangkum oleh Hery P. Manurung. 2020, VOL. 9 INDONESIANA 103
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Gedung E. Lt. 9, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 4-5, Senayan, Jakarta 10270
104 INDONESIANA VOL. 9, 2020
(021) 5725534 indonesiana.diversity@gmail.com http://kebudayaan.kemdikbud.go.id
Tidak untuk dijual