2 minute read
PUSTAKA
27 Steps of May:
Representasi dari Kelamnya Kekerasan Seksual
Advertisement
Oleh Richa Amalia
ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah
Judul Film : 27 Steps of May Sutradara : Ravi Bharwani Produser : Wilza Lubis, Ravi Bharwani, dan Rayya Karim Penulis Skenario : Rayya Karim Pemain Film : Raihaanun, Lukman Sardi, Ario Bayu, Verdi Solaiman Produksi : Green Glow Pictures in association with Go Studio Tanggal Rilis : 27 April 2019 Durasi : 112 Menit
Film 27 Steps of May ini mengangkat tema yang jarang sekali ditayangkan padahal sangat penting untuk diulik lebih dalam yaitu mengenai kekerasan seksual. Komisi Nasional Perempuan mencatat sepanjang tahun 2019 terdapat 431.471 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Hal itu tidak bisa kita anggap sepele. Butuh berbagai kajian tentang bagaimana kekerasan seksual, salah satunya bisa kita lihat melalui film ini.
Penggambaran dampak buruk psikologis yang ada pada diri May sebagai korban kekerasan seksual ditayangkan dengan sangat detail dan rapi oleh sutradara Ravi Bharwani. Salah satu penggambaran tersebut adalah rutinitas monoton yang dilakukan May. Adegan tersebut menjelaskan bahwa trauma yang dimiliki May berdampak pada aktivitasnya setiap hari. Dia cenderung melakukan kebiasaan berulang untuk mengurangi pemicu-pemicu yang membuatnya menjadi ingat akan traumanya. Minimnya dialog tidak membuat penonton kehilangan makna dari film tersebut. Justru keheningan membuat penonton menjadi ikut terhanyut dengan perasaan May dan ayahnya.
Akting dari para pemain film juga patut diacungi jempol. Beberapa adegan seperti saat May yang menjadi sangat reaktif terhadap situasi yang membangkitkan kejadian traumatisnya, diperankan sangat emosional oleh Raihaanun. Begitu pula Lukman Sardi yang memerankan sosok ayah May yang memiliki dua sifat. Saat di rumah dia hanya menjadi sosok pendiam yang selalu memperhatikan May. Namun sebaliknya, di luar rumah dia melampiaskan semua emosi terpendamnya dengan mengikuti pertandingan tinju. Kedua akting pemain film tersebut membuat penonton ikut merasakan emosi yang mereka bawakan.
Selain itu, terdapat beberapa pesan tersirat dalam film ini yang disampaikan secara visual. Seperti makanan May yang selalu tidak berwarna, berbagai boneka yang dibuat oleh May, kehadiran sosok pesulap, dan sebagainya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri untuk penonton karena penonton bisa bebas menyimpulkan dan membangun opini tentang simbol-simbol tersirat yang bergantung pada persepsi masing-masing.
Namun, ada beberapa adegan berbahaya yang ditayangkan dalam film tersebut, seperti self harm dan pemerkosaan yang menimpa May. Meskipun adeganadegan tersebut tidak ditayangkan dalam durasi yang lama tetapi hal ini tetap menjadi peringatan bagi penonton yang tidak bisa melihat adegan-adegan seperti itu.
Dengan kehadiran film 27 Steps of May ini, penonton dapat melihat dan membayangkan bagaimana efek dari kekerasan seksual. Trauma tidak hanya berdampak buruk bagi korban, tetapi juga pada orang-orang terdekat korban. Diharapkan dengan menonton film ini, kita semua menjadi lebih peduli dengan isu kekerasan seksual.
36
| Komunikasi Edisi 334