3 minute read

0PINI

Next Article
UP TO DATE

UP TO DATE

Dosen PLS UM: Teliti Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kepemimpinan Adat di Minangkabau

Oleh: Zulkarnain

Advertisement

M.asyarakat Minangkabau memiliki sistem kemasyarakatan yang khas berdasarkan “kebersamaan” sesuai dengan fatwa adat Minangkabau, yakni “bajanjang naiak, ba tango turun”, artinya “atas dasar kekeluargaan satu dengan bersama, dari, oleh, dan untuk bersama”. Sistem kemasyarakatan yang menjunjung tinggi rasa kebersamaan berdampak pada penyusunan program untuk kemandirian dan meningkatkan ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan individu, kelompok, dan masyarakat dalam mengontrol lingkungannya, termasuk aksesibilitas terhadap sumber daya dan pengembangannya.

Pemberdayaan masyarakat dalam mengorganisasi, merintis, dan membangun Desa Wisata Adat Saribu Gonjong (rumah gadang) di Nagari (Desa) Kota Tinggi, tidak terlepas dari pengaruh tiga kepemimpinan adat yang dikenal dengan istilah tungku tigo sajarangan. Tiga kepemimpinan adat tersebut terdiri dari Tokoh Adat, Alim Ulama, dan Cerdik Pandai. Ninik Mamak atau yang dikenal dengan penghulu adalah pimpinan adat (fungsional adat) di Minangkabau. Jabatan Ninik Mamak adalah sebagai pemegang soko datuk (datuak) secara turun temurun menurut garis ibu dalam sistem matrilineal (mengikut garis keturunan ibu). Sebagai pimpinan adat, Ninik Mamak berperan untuk memelihara, menjaga, mengawasi, mengurusi, dan menjalankan seluk beluk adat.

Kepemimpinan Alim Ulama juga sangat berperan dalam memutuskan pendirian dan pembangunan Nagari (desa) Wisata Adat. Hal ini karena Alim Ulama adalah pemuka agama atau pimpinan agama yang bertugas untuk mengayomi, membina, dan membimbing masyarakat di Nagari (Desa) Wisata Sarogo yang menganut agama Islam. Alim Ulama berperan memberikan pendapat dan petuah-petuah kepada para pemuda atau pengelola Pokdarwis, baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

Foto Bersama dengan Pengelola Pokdarwis dan Pemilik Homestay di Desa Wisata Adat Sarugo

Suasana Rumah Adat Gonjong di Desa Wisata Adat Kampung Sarugo

Kepemimpinan Cerdik Pandai adalah kalangan orang yang berilmu pengetahuan dalam arti yang luas juga berkemampuan menggunakan akal dalam mengatasi keadaan yang rumit. Selain itu juga, Cerdik Pandai memiliki pengetahuan tentang seluk beluk hidup dan kehidupan dalam masyarakat demi tercapainya dengan cakap pemikiran yang sempurna lahir dan batin.

Proses terbentuknya Desa Wisata Adat tidak terlepas dari restu tokoh kepemimpinan adat tungku tigo sajarangan, yakni Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cerdik Pandai yang mendukung dan memberikan petuah-petuah kepada para pemuda sebagai pengelola Pokdarwis. Akan tetapi, penggalian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya diawali saat adanya mahasiswa KKN dari UMSB dan didampingi oleh dosen yang intens berinteraksi dengan para pemuda dan tokoh-tokoh kepemimpinan di sana. Selain itu, peran melalui forum musyawarah Kerapatan Adat juga sangat memberikan kontribusi yang kuat dalam memberikan persetujuan dibentuknya Desa Wisata Adat ini. Di samping itu, ada pula dukungan dari Wali Nagari (kepala Desa) serta partisipasi masyarakat.

Pengorganisasian Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat dapat mengidentifikasikan kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan tersebut. Di samping itu, mereka juga dapat mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber yang ada di sekitarnya. Community Empowerment sebagai proses partisipatif memberi kepercayaan serta kesempatan kepada kelompok dan individu untuk menelaah tantangan utama pembangunan lokal pada masyarakat tersebut dengan mengajukan program kegiatan yang diputuskan secara bersama. Proses ini juga berguna untuk membangun dan menciptakan suasana dalam mengembangkan potensi masyarakat itu sendiri (enabling). Pemberdayaan sebagai proses pendidikan hakikatnya dilakukan untuk memperkuat daya (kemampuan dan posisi tawar) agar masyarakat menjadi mandiri; meningkatkan penguatan kapasitas dalam meningkatkan kemampuan individu, kelompok, dan kelembagaan untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan; serta menumbuhkan partisipasi masyarakat karena adanya stimulus dari luar.

Desa Wisata Saribu Gonjang (Sarugo) Nagari Kota Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat sendiri memiliki keunikan sebagai berikut: (a) desa wisata masih melestarikan nilai adat dan budaya, disiplin, ramah, dan religius pada setiap aktivitas kehidupan masyarakat, (b) salah satu dari 50 desa wisata terbaik yang ditetapkan oleh Menparekraf, (c) perkampungan adat dengan rumah gonjong sangat padat membentuk barisan rapi dan semuanya menghadap ke Masjid Raya, (d) memiliki 18 suku yang hidup berdampingan dan masih mempertahankan tradisi lokalnya, (e) adanya fenomena proses pemberdayaan melalui desa wisata yang digerakkan kepemimpinan lokal masih mempertahankan musyawarah tungku tigo sajarangan, meliputi: ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai, serta (f) menjadi saksi sejarah bahwa pernah ditinggali Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, Syafruddin Prawiranegara dan rombongan saat mempertahankan kemerdekaan.

Penulis adalah dosen Departemen PLS FIP UM dan ketua penyunting Majalah Komunikasi

This article is from: