1 minute read
PUISI
Lusuhnya Petrichor
Oleh Dimas Bagus Firmandy
Advertisement
Seisi mulut tak akan pernah terucap sebuah kata Manakala renjana tak mampu menahan batu karang menuju sukma
Topeng demi topeng yang kau gunakan sudah tak mempan Puspas kehidupan dan hancur berantakan
Semenjak bau hujan tak terasa Kusadari barometer kehidupan abad 21 terlalu mencekal Butuh A, B hingga X=Y layaknya rumus matematika Kawan kau sudah berlebihan tahu kan.....
Lengkara sudah... perihal paradoks tali ini Kau tahu peribahasa menyebut mulutmu harimaumu Ya, dirimu sungguh arsenik hingga membuat dewa Odin datang padanya Wahh lihatlah mana rasa sesalmu
Mana tangis seduh sedanmu Mana raut muka sedihmu
Dan mana bunga lembayung itu Tidak pernah sampai juga kan Perlukah kuberi kau cermin kaca seluas samudra dan setinggi menara pisa
Halah sudah cukup sudah Pergilah sesukamu Pergi!!! Jangan kembali Menetaplah bersama beruang di kutub utara sana kawan Dan jadilah cerpelai tanpa bau Kau tahu kita fana
Jadi segera tobat dan ingat karma di belakang bukan di depan
Penulis adalah kontributor Majalah Komunikasi UM
Ilustrasi oleh : Alfan Khoirul Huda