5 minute read

0PINI

Next Article
PROFIL

PROFIL

ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah

SERBA SERBI PROGRAM KAMPUS MERDEKA: TEROBOSAN MODEL PERKULIAHAN YANG INOVATIF SELAMA PANDEMI

Advertisement

oleh Refaf Maulidiyah

K

eterbatasan segala aktivitas akibat pandemi memang tidak dapat dipungkiri dampak yang ditimbulkan. Berbagai macam rancang kegiatan yang pada awalnya berjalan seperti biasa dalam dimensi ruang yang saling bertemu, kini berbalik 180 derajat hanya sebatas tatap layar. Paket kuota dan gadget menjadi teman akrab yang menemani, alih-alih bertemu sesama yang kini saling menjaga diri. Hal ini tak lepas tentunya dari atmosfer kegiatan dunia perkuliahan beserta elemen-elemen didalamnya. Unsur roda pendidikan kini sedang diuji keadaptifannya.

Dinamika ilmu dan kompetensi yang terus berubah seiring zaman, terutama transformasi yang kentara selama pandemi dimanfaatkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meluncurkan salah satu program yang menyiasati segala keterbatasan. Program tersebut bertajuk Kampus Merdeka, sebuah konsep kemerdekaan belajar bagi mahasiswa untuk mampu fleksibel dan adaptif terhadap segala perubahan. Tidak terbatas ruang dan waktu, lintas budaya dan perguruan tinggi dari Sabang hingga Merauke serta pengenalan basis teknologi yang mendominasi selama pelaksanaan program Kampus Merdeka menjadi keunggulan dari keberlanjutan konsep sebelumnya, yakni Merdeka Belajar. Implementasi visi dan misi yang diusung dari program ini harapannya mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih unggul di tengah arus globalisasi dan revolusi industri 4.0 yang semakin menggeliat. Program Kampus Merdeka ini diluncurkan dan diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada tanggal 13 November 2020.

Dilansir dari www.sevima.com (2021), ada empat kebijakan Kampus Merdeka menurut Nadiem Makarim selaku menteri pendidikan. Pertama, mengubah PTN (Perguruan Tinggi Negeri) satuan kerja menjadi PTN dengan badan hukum. Tujuan dari pengubahan status PTN ini diharapkan nantinya semua kampus mampu berkompetisi di dunia kerja. Mengantarkan mahasiswa tidak hanya sampai jenjang kelulusan, namun bisa memberikan referensi pekerjaan yang berpeluang melalui kerjasama mitra dengan beberapa industri yang relevan. Selain itu, keleluasaan pihak kampus

untuk melakukan kegiatan komersial dapat diaudit secara terbuka nantinya. Kedua, adanya penyederhanaan akreditasi bagi perguruan tinggi. Kebijakan ini bersifat otomatis dan sukarela untuk setiap perguruan tinggi dan prodi yang siap lanjut ke peringkat lebih tinggi. Ketiga, peluang membuka prodi baru. Filosofi merdeka dari kebijakan yang ketiga ini menunjukkan tak hanya berlaku bagi mahasiswa, namun diperuntukkan pula bagi PTN atau PTS melalui otonomi membuka sebuah program studi baru. Tracer study tentunya diperlukan untuk menjamin keberlangsungan prodi yang akan dibuka nantinya, misalnya PTN dan PTS tersebut telah berakreditas A ataupun B dan telah melakukan kerjasama dengan organisasi atau universitas yang masuk QS Top 100 World Universities. Oleh karenanya, kedepannya akan bermunculan prodi-prodi baru yang terkesan asing namun sangat dibutuhkan keberadaannya. Terakhir, kesempatan untuk belajar di luar kampus selama dua semester.

Menurut Susilawati (2021), tujuan dari dilaksanakannya program Kampus Merdeka ini ialah menyelaraskan frekuensi antara revolusi industri 4.0 dengan pembelajaran di tingkat perguruan tinggi. Sebagai jenjang pendidikan yang dinilai siap memasuki dunia kerja, maka dibutuhkan peningkatan kompetensi lulusan yang mampu mengikuti irama perkembangan zaman yang paling mutakhir. Baik berupa soft skill atau hard skill, harapan dari output pelaksanaan program Kampus Merdeka adalah mencetak mahasiswa yang siap link and match dengan dunia kerja dan dunia industri. Terlebih semua aspek lapangan pekerjaan saat ini serba lihai dan gawai, maka perlu adanya kemampuan mengoperasikan produk teknologi kekinian yang tidak lagi gaptek.

Berdasarkan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Pasal 15 Ayat 1 menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk program Kampus Merdeka diantaranya adalah pertukaran pelajar, magang atau praktik kerja, asistensi mengajar di satuan pendidikan, penelitian, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi atau proyek independen serta membangun desa atau Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT). Kemudian, dari delapan bentuk program Kampus Merdeka ini dikemas berbagai macam agenda atau desain pembelajaran oleh Kemendikbud yang setara dengan hak belajar dua semester di luar prodi. Misalnya, program Kampus Mengajar untuk membantu di satuan SD dan SMP, program Bangkit yang berkolaborasi dengan Google, program Indonesia International Student Mobility Award (IISMA) untuk belajar di luar negeri selama satu semester serta program Pertukaran Mahasiswa Merdeka untuk bisa merasakan kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi lain di Indonesia. Beragam inovasi produk pembelajaran program Kampus Merdeka ini rasanya mendobrak stigma pendidikan yang hanya berfokus pada satu sumber, menetap pada satu tempat dan terpaku pada guru yang sama. Kemudahan akses teknologi yang saling terhubung satu sama lain membuka jalan dan networking semakin meluas. Pembelajaran yang

awalnya hanya mempelajari satu bidang keilmuan, kini bisa menikmati bidang keilmuan lain tanpa perlu dibebani biaya, rules dan kontrak yang sangat lama. Bahkan upaya untuk menarik minat dan atensi mahasiswa untuk mengikuti program Kampus Merdeka ini justru diberikan fasilitas dan benefit yang bermanfaat. Belajar lintas minat, lintas budaya dan lintas tempat tentunya memberikan pengalaman tersendiri yang berharga, terlebih di tengah kondisi pandemi ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah saat ini yang sangat terbantu dengan adanya teknologi. Meskipun kebijakan kampus tidak memaksa setiap mahasiswa untuk mengikuti program ini, rasanya sangat sayang sekali apabila dilewatkan. Mengutip dari penelitian yang dilakukan Siregar N, dkk (2021), konsep belajar ‘diluar’ dari program Kampus Merdeka secara garis besar adalah mengajak generasi mahasiswa untuk keluar dari zona nyaman. Tidak takut mencoba hal-hal baru yang akan dipelajari dan berani mempelajari skill profesi yang tidak ditemukan di dalam kampus. Hal ini juga dilatarbelakangi dari segi penemuan jati diri mahasiswa yang masih banyak sekali dijumpai bahwa mereka merasa salah jurusan. Melalui berbagai program yang ditawarkan siapa tahu mereka pada akhirnya menemukan skill dan passion yang dikuasai. Ibarat laut yang tidak dapat dipastikan secara akurat sepak terjangnya, maka peluang masalah yang akan bermunculan juga tidak dapat diprediksi ketepatannya. Proses pembelajaran Kampus Merdeka bercermin dari analogi tersebut, yakni melatih mahasiswa untuk siap terjun di samudra yang tentunya lebih luas lagi dari laut. Adaptif, pemecahan masalah dan kerjasama menjadi modal dasar dari keberlangsungan bertahan hidup di masa depan. Oleh karena itu, selain mengajarkan perbedaan latar belakang ketika bergabung di program Kampus Merdeka, konsep pembelajaran yang diberikan juga lebih banyak berkutat pada problem solving, kolaborasi dan berpikir kritis. Lika-liku implementasi program kampus Merdeka yang berusia belum genap setahun tentunya masih banyak ditemui kekurangan dan hambatan. Konsep yang diusung memang sangat baik dengan ide-ide baru yang relevan dengan kebutuhan saat ini, sehingga kontinu dan dukungan dari berbagai macam pihak terkait sangat diharapkan demi terselenggaranya program Kampus Merdeka yang semakin inovatif. Tidak sempurna dalam waktu dekat, namun setidaknya mampu mengatasi kemonotonan pembelajaran saat ini, bahkan merealisasikan bentuk belajar baru di tengah pandemi. Oleh karena itu, sosialisasi program Kampus Merdeka sangat diharapkan terus digalakkan dengan sokongan support yang banyak agar kedepannya mahasiswa mampu melahirkan inovasi-inovasi baru yang kelak bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Penulis adalah kontributor Majalah Komunikasi UM sekaligus pemenang Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi UM

This article is from: