4 minute read

Tabel 2. 6 Pemaksaan Aborsi

penetrasi seksual dengan menggunakan alat atau benda kepada organ seksual. Di Inggris pengaturan mengenai ini diatur pada Pasal 2 Sexual Offences Act 2003 mengenai penyerangan dengan penetrasi seksual. Selain pasal tersebut juga terdapat Pasal 25 (6) yang mengatur perkosaan dengan alat atau benda dalam hal hubungan seksual dengan anak dalam hubungan keluarga dan Pasal 64 mengenai hubungan seksual dengan sesama anggota keluarga dewasa. Dalam pasal ini disebutkan bahwa seseorang bersalah jika dia dengan sengaja menembus vagina atau anus orang lain dengan bagian tubuhnya atau apa pun itu, penetrasinya bersifat seksual, dan tidak ada konsen. Di Singapura, pengaturan mengenai perkosaan dengan menggunakan benda atau alat diatur dalam hal inces, yang diatur pada Pasal 376G Penal Code Singapura. Dalam Pasal ini disebutkan bahwa setiap orang atau di atas usia 16 tahun yang secara seksual menembus vagina atau anus orang lain dengan bagian tubuh A (selain penis A) atau apa pun, atau menembus vagina, anus atau mulut orang lain) dengan penisnya dengan atau tanpa persetujuannya dan mengetahui bahwa pelaku adalah cucu, anak, saudara, setengah-saudara, ibu atau nenek (apakah hubungan tersebut melalui atau tidak melalui pernikahan yang sah), harus bersalah melakukan pelanggaran.

3. Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi

Advertisement

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontrasepsi merupakan cara untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan alat atau obat pencegah kehamilan, seperti spiral, kondom, pil anti-hamil.61 Sedangkan, sterilisasi adalah perlakuan untuk meniadakan kesanggupan berkembang biak pada hewan atau manusia dengan menghilangkan alat kelamin atau menghambat fungsinya.62 Sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen yang paling sering digunakan untuk perencanaan keluarga di seluruh dunia. Bagi laki-laki dan perempuan yang tidak ingin memiliki anak lagi, sterilisasi memberikan cara untuk menghindari kehamilan yang tidak direncanakan secara permanen, aman, ekonomis, dan mujarab.63

Seluruh metode kontrasepsi, termasuk sterilisasi, harus diberikan hanya jika ada persetujuan yang penuh, bebas, dan terinformasi dari individu yang menerimanya.

2021.

2021. 61KBBI Daring, “Arti kata: Kontrasepsi,” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kontrasepsi, diakses 23 Mei

62KBBI Daring, “Arti kata: Sterilisasi,” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sterilisasi, diakses 23 Mei

63Kaiser Family Foundation, “Sterilization as a Family Planning Method,” https://www.kff.org/womenshealth-policy/fact-sheet/sterilization-as-a-family-planning-method/#endnote_link_422560-1, diakses 23 Mei 2021.

Dalam arti lain, tidak ada pemaksaan. Meski begitu, di beberapa negara, orang-orang yang termasuk ke dalam grup populasi tertentu, seperti orang yang terinfeksi HIV, orang dengan disabilitas, masyarakat adat dan etnis minoritas, kelompok transgender dan interseks, sering disterilisasi tanpa persetujuan penuh, bebas, dan terinformasi dari mereka.64 Berikut dipaparkan perbedaan perumusan pengaturan definisi, unsur, dan kekhususan pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi di Indonesia, Singapura, dan Inggris:

Tabel 2. 5 Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi

Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi

Negara

Aspek Perbandingan Indonesia Singapura Inggris

Definisi Tidak ada definisi khusus namun pemaksaan sterilisasi termasuk ke dalam salah satu bentuk kejahatan manusia (Pasal 9 UU Pengadilan HAM) Peraturan di Singapura tidak memberikan definisi Peraturan di Inggris tidak memberikan definisi

Unsur Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, yang salah satunya berupa pemaksaan sterilisasi (Pasal 9 UU Pengadilan HAM)

Kekhususan Tidak ada pengaturannya Seseorang memaksa atau mengintimidasi orang lain untuk melakukan sterilisasi seksual (Pasal 7 Voluntary Sterilization Act of 1974)

Praktisi medis melakukan sterilisasi seksual tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan (Pasal 3(2) Voluntary Sterilization Act of 1974) Tidak ada pengaturannya Tidak ada pengaturannya

Tidak ada kekhususan, tetapi

64World Health Organization, Eliminating forced, coercive and otherwise involuntary sterilization: An Intragency Statement, (Geneva: WHO Press, 2014), hlm.1

berdasarkan preseden di Inggris, sterilisasi dapat dilakukan oleh otoritas yang berwenang jika didasarkan pada putusan dari Court of Protection meskipun tanpa persetujuan pihak bersangkutan

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia mendefinisikan pemaksaan sterilisasi sebagai salah satu bentuk dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Pasal 9 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) menyebutkan bahwa:65

“Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;” Jika didasarkan pada rumusan pasal tersebut, maka korban pemaksaan sterilisasi yang tidak dilakukan secara meluas dan sistematis serta ditujukan kepada penduduk sipil tidak bisa terlindungi.

Meski begitu, pengaturan pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi di Indonesia dapat juga dilihat dari sudut pandang lain, sebagaimana tertera dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (“UU 52/2009”) yang menyebutkan bahwa:66

“Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapa pun dan dalam bentuk apapun bertentangan dengan hak asasi manusia dan pelakunya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Lalu, Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual

65Indonesia, Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000, LN No. 208 Tahun 2000, Ps. 9. 66Indonesia, Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, UU No. 52 Tahun 2009, LN No. 161 Tahun 2009, TLN No. 5080, Ps. 24 ayat (2).

This article is from: