1 minute read

Indonesia dengan Singapura dan Inggris

dalamnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah Singapura baru mengakui adanya kejahatan “hurt/grievious hurt” apabila korban sampai dalam keadaan tidak

sadar/bawah sadar. Jika korban tidak mengalami hal tersebut, maka jika mengacu pada rumusan dalam Penal Code Singapura, tidak bisa dikatakan ada tindak pidana yang telah terjadi meskipun korban sudah mengalami kesakitan.

Advertisement

8. Pemaksaan Perkawinan

Pemaksaan perkawinan dianggap melanggar sejumlah instrumen dan standar hak asasi manusia internasional. Pasal 16 ayat (2) Universal Declaration of Human Rights (“UDHR”) menyebutkan ‘pernikahan harus dilakukan hanya dengan persetujuan bebas

dan penuh dari calon pasangan’. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemaksaan

perkawinan adalah kejahatan terhadap hak asasi manusia. Perspektif tersebut tampaknya sangat diterima dan bahkan menjadi landasan yang membentuk definisi pemaksaan perkawinan di Britania Raya: “perkawinan di mana salah satu atau kedua pasangan tidak (atau, dalam kasus beberapa orang dewasa dengan kesulitan belajar, tidak dapat) menyetujui pernikahan serta dilibatkan sebuah paksaan. Paksaan dapat mencakup tekanan fisik, psikologis, finansial, seksual dan emosional”.137

Kemudian, Pasal 16 ayat (1) huruf (b) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (“CEDAW”) mengatakan bahwa negara yang tunduk terhadapnya harus melakukan tindakan yang tepat supaya setiap laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk secara bebas memilih pasangan dan menikah hanya dengan persetujuan penuh dan bebas mereka.138 Ini mengindikasikan bahwa CEDAW, sama seperti UDHR, menentang pemaksaan perkawinan. Sebagai catatan, Indonesia, Singapura, dan Inggris telah meratifikasi CEDAW dan UDHR, sehingga aman untuk mengatakan bahwa ketiga negara tersebut juga tidak melegalkan pemaksaan perkawinan.

Pada 22 Februari 2008, Sidang Banding Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone menyampaikan penilaian pertamanya terhadap kasus Armed Forces Revolutionary Council (AFRC). Penilaian tersebut menetapkan preseden bersejarah bagi pengakuan

137Aisha K. Gill dan Sundari Anitha, eds., Forced Marriage: Introducing a Social Justice and Human Rights Perspective, (New York: Zed Books, 2011), Part 1 Sub Section 1 “Understanding forced marriage: definition and realities”. 138Perserikatan Bangsa-Bangsa, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, 18 Desember 1979, Article 16 (1) (b) of Cedaw “The same right freely to choose a spouse and to enter into marriage only with their free and full consent;”.

This article is from: