4 minute read

Tabel 2. 10 Perbedaan Perumusan Pengaruran Perbudakan Seksual di Indonesia, Singapura dan Inggris

bawah umur atau di atas 16 tahun tetapi di bawah 18 tahun (Pasal 376EC Penal Code Singapura)

Menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan

Advertisement

persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya

dengan korban tindak pidana perdagangan orang (Pasal 12 ayat (1) UU PTPPO)

Mempekerjakan

korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi (Pasal 12 ayat (2) UU PTPPO)

Eksploitasi oleh materi yang

melecehkan anak di bawah umur atau di atas 16 tahun tetapi di bawah 18 tahun (377BL Penal Code Singapura)

Eksploitasi dengan

penetrasi seksual

terhadap anak di bawah umur atau di atas 16 tahun tetapi di bawah usia 18 tahun (Pasal 376AA Penal Code Singapura)

Eksploitasi seksual dalam hal mengatur atau memfasilitasi

eksploitasi seksual

(Pasal 50 Sexual Offences Act 2003)

Mengambil

keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang (Pasal 12 ayat (3) UU PTPPO).

Pemaksaan

Menerima pembayaran

sehubungan dengan eksploitasi korban perdagangan orang (Pasal 6 Prevention of Human Trafficking Act of

hubungan seksual dalam rumah tangga untuk

tujuan komersial

dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8 huruf b PKDRT).

Eksploitasi seksual yang mengakibatkan seseorang mengalami kegoncangan jiwa, kehamilan, luka berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi (Pasal 7 ayat (1) UU PTPPO)

Eksploitasi yang mengakibatkan matinya korban (Pasal 7 ayat (2) UU PTPPO) 2014)

Kekhususan pertama mengenai eksploitasi seksual terhadap anak. Di Indonesia, jenis eksploitasi seksual ini diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 17 UU PTPPO, Pasal 76 I UU Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi. Adapun rincian redaksional dari masing-masing pasal adalah sebagai berikut:

Pasal 5 UU PTPPO

“Melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi.

Pasal 6 UU PTPPO

“Melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi.

Pasal 17 UU PTPPO

“Tindak pidana sebagaimana Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 UU PTPPO dilakukan terhadap anak.

Pasal 76 I UU Perlindungan Anak

“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.”

Pasal 4 UU Pornografi (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau

f. pornografi anak.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin; c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pengaturan terkait eksploitasi seksual terhadap anak di Indonesia mencakup halhal yang berkaitan dengan eksploitasi seksual dalam Pasal 1 ayat (8) UU PTPPO; pengangkatan anak dengan menjanjikan atau memberikan sesuatu yang bertujuan eksploitasi; mengirim anak ke dalam atau luar negeri yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi; menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi anak; dan pornografi anak. Jika di Singapura, eksploitasi seksual terhadap anak diatur dalam Penal Code, Prevention of Human Trafficking Act 2014, dan Children and Young Persons Act of 1978. Adapun rincian dari masing-masing pasal tersebut, yaitu:

Pasal 376EA Penal Code Singapura (1) Setiap orang yang berusia atau di atas 18 tahun (A) bersalah melakukan pelanggaran jika bertemu atau berkomunikasi dengan orang lain (B) setidaknya satu kali sebelumnya —

(a) A dengan sengaja bertemu dengan B atau bepergian dengan maksud untuk bertemu B atau B melakukan perjalanan untuk menghadiri pertemuan dengan A yang telah dimulai atau disetujui oleh A baik secara tersurat maupun tersirat; dan (b) pada saat tindakan yang disebutkan dalam paragraf (a) —

(i) A bermaksud melakukan sesuatu terhadap atau sehubungan dengan B, selama atau setelah pertemuan, yang jika dilakukan akan melibatkan A melakukan pelanggaran yang relevan; (ii) B berusia atau di atas 16 tahun tetapi di bawah 18 tahun; (iii) A tidak cukup yakin bahwa B berusia atau di atas 18 tahun; dan (iv) A berada dalam hubungan yang eksploitatif terhadap B.

Pada intinya pasal di atas menjelaskan mengenai eksploitasi terhadap sexual grooming terhadap anak di bawah umur atau di atas 16 tahun tetapi di bawah usia 18 tahun. Selain dari Penal Code, terdapat aturan lain yang mengatur eksploitasi seksual terhadap anak, yaitu:

Pasal 3 (2) Prevention of Human Trafficking Act of 2014 “Setiap orang yang merekrut, mengangkut, memindahkan, menampung atau menerima seorang anak untuk tujuan eksploitasi (baik di Singapura atau di tempat lain) anak tersebut harus bersalah karena melakukan pelanggaran.”

Berdasarkan Pasal 2 UU a quo, kata “eksploitasi” dimaksudkan sebagai eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktik apa pun yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ.

Selain itu, juga terdapat pengaturan eksploitasi seksual terhadap anak atau remaja dalam Pasal 7 Children and Young Persons Act of 1978 yang menyebutkan bahwa adalah tindak pidana jika seseorang melakukan atau bersekongkol untuk melakukan eksploitasi seksual; atau mendapatkan atau mencoba untuk mendapatkan komisi oleh orang lain dari tindakan cabul atau tidak senonoh dengan anak atau orang muda di bawah 16 tahun; atau setiap orang muda berusia 16 tahun atau lebih tetapi di bawah 18 tahun. Selanjutnya, Inggris mengatur tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak di Sexual Offences Act 2003. Adapun rincian dari pasal per pasal mengenai eksploitasi seksual pada Sexual Offences Act 2003 ialah:

Pasal 47 Sexual Offences Act 2003

Seseorang (A) melakukan pelanggaran jika— (a) ia dengan sengaja memperoleh untuk dirinya sendiri layanan seksual orang lain (B),

This article is from: