Paper Review LK2 Junior 2022: Kompilasi Ulasan Jurnal Hukum Terindeks Scopus

Page 10

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung

Dr. Edmon Makarim, S.Kom. S.H., LL.M.

Pembina Hening Hapsari Setyorini, S.H., M.H.

Penanggung Jawab Muhammad Firman

Pemimpin Redaksi Wahyu Sulistyo Wakil Pemimpin Redaksi Evelyna Putri Athallah Mellysa Cahya Kartika

Editor

Alvianda Novanianto Brainda Amoreta Dewi Diandra Paramita Anggraini Grace Patricia Hasian Muhammad Ravanza Kindy Shafira Meutia Syahrial Pudja Maulani Savitri Vanesha Ayu Sekarini Zega

Redaktur

Danadhyaksa Zulu Savano Elang Aufa Ibrahim Ghifar Hamadi Mohammad Rafii Dzikra Nafja Livia Avissa Rheza Naufal Ramaputra Samuel Gabriel Manurung Wahyu Ilham Pranoto

CAN JUDGES IGNORE JUSTIFYING AND FORGIVENESS

REASONS FOR JUSTICE AND HUMAN RIGHTS? 1

Imam Fitri Rahmadi, Nani Widya Sari, dan Oksidelfa Yanto

Diulas oleh Ibrahim Ghifar Hamadi dan Nafja Livia Avissa

IMPRISONMENT AS A CRIMINAL SANCTION AGAINST CORPORATIONS IN FORESTRY CRIMES: HOW IS IT POSSIBLE? 5

Hafrida, Retno Kusniati, dan Yulia Monita

Diulas oleh Elang Aufa dan Mohammad Rafii Dzikra

THE ROLE OF HUMAN RIGHTS AND CUSTOMARY LAW TO PREVENT EARLY CHILDHOOD MARRIAGE IN INDONESIA 7

Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Anak Agung

Istri Eka Krisnayanti, Putu Aras Samsithawrati, dan I Gede Agus Kurniawan

Diulas oleh Samuel Gabriel Manurung dan Danadhyaksa Zulu Savano

PROTECTING ENVIRONMENT THROUGH CRIMINAL SANCTION

AGGRAVATION 11

Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan

Diulas oleh Wahyu Ilham Pranoto dan Rheza Naufal Ramaputra

DAFTAR ISI

CAN JUDGES IGNORE JUSTIFYING AND FORGIVENESS REASONS FOR JUSTICE AND HUMAN RIGHTS?

Nama Jurnal : Sriwijaya Law Review

Pengarang : Imam Fitri Rahmadi, Nani Widya Sari, dan Oksidelfa Yanto Tahun : 2022

Diulas Oleh : Ibrahim Ghifar Hamadi dan Nafja Livia Avissa

Pendahuluan

Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum (equality before the law) Prinsip tersebut diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empiris. Dalam bingkai kesetaraan, setiap sikap dan perbuatan diskriminatif merupakan sebuah hal yang dilarang. Dalam konteks penegakan hukum, seringkali prinsip equality before the law tidak terlaksana dengan baik. Sementara itu, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menggunakan prinsip tersebut untuk mendorong pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan mengesampingkan segala bentuk perbedaan. Untuk dapat mencapai keadilan, seorang hakim tidak boleh mengabaikan alasan-alasan yang dapat menghapuskan pidana bagi terdakwa dalam proses peradilan pidana meskipun semua unsur tertulis dari suatu tindak pidana yang dirumuskan telah terpenuhi. Terdapat dua alasan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dapat dibebaskan dalam sistem hukum pidana di Indonesia, yaitu alasan pembenar dan pengampun. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana upaya hakim dalam menentukan alasan pembenaran dan pengampunan yang menjatuhkan pidana dalam perspektif keadilan hukum dan hak asasi manusia serta akibat hukum yang ditimbulkan jika hakim dalam putusannya mengesampingkan alasan pembenaran dan pengampunan yang dapat menghapuskan pidana bagi terdakwa.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian dilakukan dengan menganalisis norma, asas, dan kaidah hukum melalui pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif.

REVIEW – Kompilasi Ulasan Jurnal Hukum Terindeks Scopus 1

PAPER

Pembahasan

Penegakan hukum tidak dapat menjadi alasan untuk mengesampingkan HAM. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur mengenai alasan pembenaran dan pengampunan pada Pasal 44, 48, dan 49. Namun, dalam beberapa kasus terdapat ketiadaan alasan pembenaran dan pengampunan dalam putusan hakim. Padahal, pada kasus-kasus tersebut terdapat pelakuyangmemiliki gangguankesehatanmental, tindakan atas ketiadaan pilihan, dan pembelaan diri karena daya paksa. Alasan pembenaran dan pengampunan dapat memberikan pembelaan atas gugatan tindak pidana yang dilakukan sehingga terduga pelaku dapat terhindari dari hukuman pidana. Dalam KUHAP UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah diatur secara rinci mengenai langkah-langkah penyidikan tindak pidana. Pada KUHAP juga diatur wewenang pihak-pihak yang terlibat dalam mekanisme pengadilan dan aturan-aturan yang menjamin HAM Pelaku tindak pidana ketika proses penegakan hukum dilakukan. Hakim memiliki wewenang untuk melakukan pembebasan pidana berdasarkan alasan pembenaran dan pengampunan. Kewenangan ini dapat terwujud apabila hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara menaati asas-asas hukum pidana dan menggunakan peraturan perundang-undangan untuk menciptakan keadilan dan penghargaan terhadap HAM. Dengan tunduk terhadap undang-undang yang berlaku, hanya pelaku yang melakukan tindakan yang melanggar hukum tanpa ada alasan pembenar dan pengampun yang dapat dituntut atas tindakan pidana. Jika hakim memilih mengabaikan alasan pembenaran dan pengampunan, maka akan menimbulkan akibat hukum berupa ketidakadilan, penghinaan terhadap HAM, dan pengabaian atas asas-asas hukum pidana. Keadilan sebagai tujuan hukum dan persamaan di hadapan hukum yang berasal dari supremasi hukum tidak tercapai dan bertentangan dengan prinsip negara hukum. Kebebasan sebagai HAM turut terampas jika alasan pembenar dan pengampun diabaikan.

Penutup

KUHAP belum mampu menyelesaikan masalah yang ada pada praktik di dalam pengadilan. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan berupa reformasi KUHAP untuk

PAPER
2
REVIEW – Kompilasi Ulasan Jurnal Hukum Terindeks Scopus

memberikan objektivitas, kejujuran, dan keadilan yang bersandar pada asas dan kaidah hukum dalam melindungi kepentingan publik.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, konsep-konsep yang dibahas dalam artikel jurnal berjudul “Can Judges Ignore Justifying and Forgiveness Reasons for Justice and Human Rights?” yang ditulis oleh Imam Fitri Rahmadi, Nani Widya Sari, dan Oksidelfa Yanto sudah cukup komprehensif dalam menjawab rumusan masalah yang diajukan dengan menawarkan solusi berupa reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memberikan objektivitas, kejujuran, dan keadilan yang bersandar pada asas dan kaidah hukum dalam melindungi kepentingan publik. Ditinjau dari aspek metodologis, metode penelitian yuridis normatif sudah sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus karena penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan memahami sebuah masalah yang terjadi dengan mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk memperoleh sebuah solusi agar masalah yang diulas dapat terselesaikan. Ditinjau dari hasil penelitian, untuk rumusan permasalahan penelitian yang pertama, yaitu mengenai bagaimana upaya hakim dalam menentukan alasan pembenaran dan pengampunan yang menghapuskan pidana dalam perspektif keadilan hukum dan hak asasi manusia. Hasil yang diperoleh berhasil menjawab rumusan masalah tersebut. Meskipun terdakwa telah memenuhi semua unsur tindak pidana, hakim memiliki kewenangan menentukan alasan peniadaan tindak pidana dalam putusannya. Upaya tersebut dapat diwujudkan apabila hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara menaati asas-asas hukum pidana untuk mewujudkan keadilan dan penghormatan terhadap HAM. Untuk rumusan permasalahan penelitian yang kedua, yaitu mengenai akibat hukum yang ditimbulkan jika hakim dalam putusannya mengesampingkan alasan pembenaran dan pengampunan yang dapat menjatuhkan pidana bagi terdakwa; hasil yang diperoleh berhasil menjawab rumusan masalah tersebut. Terdapat beberapa akibat hukum yang ditimbulkan apabila hakim mengesampingkan alasan pembenar dan pengampun, yakni rasa keadilan tidak dapat tercapai, hak asasi manusia tertindas, dan asas-asas hukum pidana yang diabaikan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Imam Fitri Rahmadi, Nani Widya Sari, dan Oksidelfa Yanto dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian selanjutnya yang

REVIEW – Kompilasi Ulasan Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PAPER
3

berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam memberi putusan pidana, serta dapat berkembang menjadi penelitian lain seperti mengenai reformasi KUHAP untuk membantu hakim dalam menegakkan supremasi hukum.

REVIEW – Kompilasi Ulasan Jurnal Hukum Terindeks Scopus 4

PAPER

IMPRISONMENT AS A CRIMINAL SANCTION AGAINST CORPORATIONS

IN FORESTRY CRIMES: HOW IS IT POSSIBLE?

Nama Jurnal : Hasanuddin Law Review

Pengarang : Hafrida, Retno Kusniati, dan Yulia Monita Tahun : 2022

Diulas Oleh : Elang Aufa dan Mohammad Rafii Dzikra

Pendahuluan

Indonesia merupakan rumah dari hutan tropis terbesar di dunia. Hampir 50% bagian Indonesia adalah hutan. Akibatnya, Indonesia perlu melindungi sumber daya hutannya. Namun, nyatanya perusakan hutan di Indonesia masih sering terjadi, terutama oleh para korporasi. Jika dibiarkan, hal ini tentu akan berdampak pada kehidupan sosial-budaya masyarakat, kerusakan lingkungan, hingga pemanasan global. Dengan begitu, melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), Indonesia pun mengatur perusakan hutan sebagai tindak pidana–termasuk perusakan hutan oleh korporasi–sehingga tindakan tersebut tergolong tindakan kriminal dan perlu diberi sanksi pidana. Namun, apakah sanksi pidana dapat berlaku pada korporasi? Jika berlaku, apakah dapat dibatasi? Apalagi, studi menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan jarang dipenjara atas tindakan kriminal mereka. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana efektivitas sanksi pidana bagi korporasi sebagai potensi mencegah perusakan hutan di Indonesia.

Metode Penelitian

Penelitian ini tidak menjelaskan secara eksplisit metode penelitiannya. Namun, pengulas menyimpulkan bahwa metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Metode penelitian ini dilakukan dengan menganalisis fakta-fakta pendukung berdasarkan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan terkait.

Pembahasan

Indonesia telah memiliki peraturan mengenai tata cara penanganan tindak pidana bagi korporasi yang diatur Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 (Perma No. 13 Tahun 2016). Pada dasarnya, pertanggungjawaban dalam hukum pidana di Indonesia didasarkan asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan) sehingga tindak

REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PAPER
5

pidana harus didasarkan mens rea (niat jahat). Namun, dalam konteks kejahatan kehutanan oleh korporasi, masalahnya adalah Pasal 25 ayat 2 Perma No.13 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa sanksi pidana pokok bagi korporasi adalah pidana denda saja. Sedangkan, Pasal 83-103 UU P3H sebelumnya telah mengatur bahwa korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada kontradiksi dalam peraturannya sehingga pidana penjara bagi korporasi belum dapat terimplementasi. Padahal, sanksi pidana denda saja bagi kejahatan kehutanan korporasi tidaklah efektif karena tidak memberi efek jera dan tidak sebanding dengan dampaknya yang sangat luas. Oleh karena itu, sanksi pidana penjara atas kejahatan kehutanan oleh korporasi haruslah diterapkan dengan memperhatikan perumusan dan penerapan dari kebijakannya. Agar efektif, sanksi ini juga perlu diutamakan dari sanksi-sanksi lain sesuai asas premium remedium

Penutup

Dari penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana atas kejahatan kehutanan di Indonesia sangatlah mungkin diterapkan pada korporasi. Namun, nyatanya, sanksi pidana tersebut belum dilaksanakan bagi korporasi di Indonesia karena masih ada ketidakkonsistenan dalam peraturannya. Oleh karena itu, masih diperlukan evaluasi pada peraturan mengenai sanksi pidana pokok bagi korporasi serta pada penegakannya.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, konsep-konsep yang dijelaskan dalam artikel jurnal berjudul “Imprisonment as a Criminal Sanction against Corporations in Forestry Crimes: How Is It Possible?” kurang jelas batasan-batasannya karena rumusan masalah tidak dijelaskan secara eksplisit. Ditinjau dari aspek metodologis, peneliti tidak menjelaskan metode penelitiannya sehingga pengulas berkesimpulan bahwa berdasarkan tujuan penelitian yang ada di dalam jurnal, metode penelitiannya adalah yuridis empiris karena peneliti bertujuan mengkaji efektivitas suatu sanksi berdasarkan fakta-faktanya. Ditinjau dari hasil penelitian, hasil penelitian sudah cukup menjelaskan inti permasalahan penelitian, yaitu mengenai keberlakuan sanksi pidana atas kejahatan kehutanan di Indonesia bagi korporasi. Hanya saja, hasil penelitian ini belum cukup komprehensif karena data lapangan yang digunakan masih sedikit dan tidak dijelaskan cara pengumpulan datanya.

PAPER
6
REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

THE ROLE OF HUMAN RIGHTS AND CUSTOMARY LAW TO PREVENT EARLY CHILDHOOD MARRIAGE IN INDONESIA

Nama Jurnal : Sriwijaya Law Review

Pengarang : Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Anak Agung Istri Eka Krisnayanti, Putu Aras Samsithawrati, dan I Gede Agus Kurniawan

Tahun : 2022

Diulas oleh : Samuel Gabriel Manurung dan Danadhyaksa Zulu Savano

Pendahuluan

Setiap anak di Indonesia memiliki hak untuk mendapat pendidikan, kesehatan, dan hakhak penting lainnya. Hak-hak tersebut sangat berguna bagi perkembangan mereka dalam masa pertumbuhan. Akan tetapi, semua hal itu bisa hilang begitu saja karena pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini sendiri bisa terjadi akibat beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut antaralain adalah perkembangan sosial media,perekonomian rumahtanggayang rendah, dan keretakan hubungan keluarga. Apalagi, di era sekarang dimana perkembangan media yang tidak terbatas memberikan informasi seluas-luasnya serta pandemi COVID-19 yang membuat banyak rumah tangga mengalami masalah ekonomi dan keluarga membuat pernikahan usia dini semakin marak terjadi. Hal ini terlihat dengan meningkatnya angka pernikahan usia dini pada perempuan lewat data-data yang ada, sehingga pernikahan usia dini bisa berefek domino pada hak-hak lainnya. Dengan terjadinya pernikahan usia dini, seorang anak bisa saja kehilangan momen-momen yang seharusnyadidapatkandalamusiamudanya.Selainitu,seoranganakjugabisakehilangan waktu untuk melanjutkan pendidikan dan mengalami kerusakan mental. Bisa dikatakan pernikahan usia dini melanggar banyak hak seorang anak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjelaskan terkait hak-hak anak yang dilanggar oleh pernikahan usia dini serta pihak-pihak yang berwenang dalam menangani masalah tersebut.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Metode ini mempunyai pendekatan terhadap undang-undang,

– Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PAPER
7
REVIEW

perbandingan, serta analisis untuk menggali komponen-komponen hukum baik di tingkat nasional maupun internasional yang berfungsi sebagai alat pencegahan terhadap pernikahan usia dini. Dalam menguraikan jawaban dari rumusan masalahnya, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitik, yaitu dengan menjabarkan peraturan perundangan-undangan yang ada mengenai hak anak.

Pembahasan Pengaturan mengenai hak-hak anak, yang dibahas dalam ruang lingkup internasional, diatur dalam United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC). UNCRC merupakan perjanjian Hak Asasi Manusia yang paling banyak diratifikasi di dunia. Hal ini terlihat dari adanya 196 negara yang menandatanganinya. Perjanjian ini mulai berlaku efektif pada tanggal 2 September 1990. UNCRC memiliki empat pilar yang mengatur hak fundamental anak, yaitu theright to survival, protection,development, serta participation. Dalam sistem hukum Indonesia, diatur mengenai hak anak dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Khususnya, mengenai pernikahan dini, diatur secara eksplisit dalam Pasal 26 Ayat (1) huruf c UU Perlindungan Anak. Untuk mendefinisikan pernikahan anak, maka definisi “anak” dapat merujuk pada Pasal 1 Ayat (1) UU Perlindungan anak. Ditarik dari uraian tersebut, maka pernikahan anak adalah pernikahan yang melibatkan pihak yang berusia kurang dari 18 tahun. Pernikahan dini dapat menimbulkan banyak problematika yang berpotensi melanggar hak anak. Pertama, kehamilan pada anak yang berusia di bawah 16 tahun memiliki potensi kematian empat kali lebih tinggi dari wanita berusia 20 tahun. Kedua, kehamilan pada anak menimbulkan beberapa komplikasi, seperti pendarahan pada rahim dan kematian pada janin. Selain itu, pernikahan dini berkaitan erat dengan masalah kemiskinan pada keluarga anak. Untuk melawan pernikahan anak, telah dilakukan kerja sama antara pemerintah, Nongovernmental Organization (NGO), keluarga, komunitas, pengusaha, media, masyarakat hukum adat, pemuka agama, akademisi, serta penegak hukum. Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah pernikahan anak melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Beberapa contohnya adalah Program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), pusat

– Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PAPER
8
REVIEW

pembelajaran keluarga (PUSPAGA), Forum Anak Nasional (FAN), serta Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat kesimpulan terkait jawaban dari dua permasalahan tersebut. Pertama, hak anak telah diatur dalam peraturan-peraturan internasional, yang di mana unsur-unsurnya terdapat juga dalam peraturan perundangundangan nasional. Pernikahan anak menimbulkan potensi kematian dan komplikasi kesehatan yang merupakan bentuk pelanggaran anak. Kedua, telah ada upaya dari para stakeholder untuk memerangi pernikahan anak. Salah satunya adalah oleh Pemerintah melalui KemenPPPA yang sudah memberlakukan beberapa program untuk mencegah pernikahan anak.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, Penelitian ini telah menggunakan pendapat-pendapat dari para ahli untuk menafsirkan empat pilar dari UNCRC. Selain itu, untuk menjawab permasalahan dari pernikahan dini, penulis telah menjelaskan mengapa pernikahan dini berbahaya untuk perkembangan anak yang berpotensi melanggar HAM anak tersebut. Juga, dalam menjawab permasalahan pihakyangberkontribusi dalammelawanfenomena pernikahan anak, penulis telah menguraikan pendapat dari pejabat Kementerian PPPA mengenai kewajiban bagi seluruh pihak untuk memenuhi hak-hak anak sebagai dasar dari argumentasinya. Ditinjau dari aspek metodologis, metode penelitian hukum normatif yang digunakan dalam jurnal ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini terlihat dari rumusan masalah yang mengharuskan untuk melakukan studi kepustakaan. Pendekatan terhadap undang-undang dalam jurnal ini digunakan karena pengaturan mengenai hak-hak seorang anak terkait pernikahan anak usia dini terdapat di undangundang yang sudah ada baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, penelitianinijugamenggunakanperbandingandananalisisdalammembahaspihak-pihak yang terlibat dalam menangani masalah pernikahan anak usia dini. Ditinjau dari aspek hasil penelitian. Pertama, penulis telah menguraikan secara komprehensif apa saja hak anak,sebagaimanatertuangdalamhukum internasional,seperti UNCRC,ACHR, danUN General Assembly’s Resolution of the 2030 Sustainable Development Agenda.

PAPER
9
REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

Kemudian, telah diuraikan mengenai hak fundamental anak yang diatur dalam UU HAM dan UU Perlindungan Anak, serta komparasi pasal-pasal UNCRC dengan hukum positif Indonesia. Juga diuraikan dalam perspektif ilmu kedokteran mengapa pernikahan anak berbahaya bagi nyawa anak, di mana hal ini sangat berkaitan erat dengan pelanggaran hak anak. Kedua, penulis telah menguraikan pihak-pihak yang berkontribusi terhadap perlawanan fenomena ini. Namun, pembahasan untuk rumusan masalah ini masih sangat umum danminim. Penulis telahmenyebutkankebijakan-kebijakanyangdikeluarkanoleh KemenPPA, tetapi tidak menguraikan lebih lanjut tentang kebijakan-kebijakan tersebut. Sebagian besar isi dari artikel ini tidak menjawab rumusan masalah utamanya.

PAPER
10
REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PROTECTING ENVIRONMENT THROUGH CRIMINAL SANCTION AGGRAVATION

Nama Jurnal : Journal of Indonesian Legal Studies (JILS)

Pengarang : Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan

Tahun : 2022

Diulas oleh : Wahyu Ilham Pranoto dan Rheza Naufal Ramaputra

Pendahuluan

Keadaan Indonesia saat ini sebenarnya sangat memprihatinkan, terutama mengenai masalah perusakan dan pencemaran lingkungan yang mempengaruhi rantai kehidupan dan berdampak pada generasi yang mendatang. Kegiatan perusakan lingkungan dapat dimasukkan pada ancaman pidana kejahatan pada lingkungan. Sebuah kebutuhan terhadap hukum yang tegas menindak kejahatan terhadap lingkungan yang timbul sehingga penegakan hukum lingkungan untuk menekan kegiatan kejahatan lingkungan tersebut harus dilaksanakan melalui hukum pidana substantif. Sifat dan ancaman pidana pada lingkungan harus mempertimbangkan objek hukum yang akan dilindungi sesuai substansi tindak pidana yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap jiwa dan kehormatan manusia. Termasuk kejahatan lingkungan yang membahayakan atau menimbulkan dampak negatif terhadap orang banyak sehingga diperlukan rencana perlindungan dengan menjatuhkan sanksi pidana termasuk pemberatan. Berangkat dari latar belakang itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tiga aspek utama dalam pemberatan sanksi pidana dalam melindungi lingkungan. Tiga aspek itu adalah ketentuan pemberatan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan lingkungan, pedoman pemberatan sanksi pidana dalamperaturantersebut,danmetodeperlindungan lingkungan melalui pemberatan sanksi pidana.

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini

REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

PAPER
11

menggunakan bahan hukum primer dan sekunder serta menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Pembahasan

Kejahatan lingkungan merupakan sebuah delik pengaturan atau sebuah pelanggaran atas sebuah regulasi peraturan yang telah ditetapkan. Kejahatan terhadap lingkungan sebenarnya sudah memiliki sanksi pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor

4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang mengarah kepada perlindungan lingkungan hidup. Sanksi pidana yang diatur dalam perundang-undangan tersebut berupa pidana denda sebagai bentuk pemulihan. Akan tetapi, masih belum ada bukti bahwa denda tersebut digunakan untuk memulihkan lingkungan hidup yang terkena dampak kerusakan.

Penetapan jumlah denda sebesar maksimal sepuluh miliar menurut Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Perkebunan, jika memang pembayaran denda oleh pelaku kepada negara digunakan langsung untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup, tidak akan cukup memperbaiki lingkungan yang rusak terlebih jika kerusakannya sangat parah. Maka, diperlukan pemberatan sanksi pidana yang dapat dilihat dari dua aspek dalam ancaman pidana, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pada segi kualitatif ancaman pidana berupa perubahan sanksi pidana yang bukan bersifat retributiftetapi menjadi pemulihan atau treatment. Perubahan ini membuat pelaku tindak pidana kerusakan lingkungan harus menanggung dan melaksanakan pemulihan terhadap lingkungan yang dirusak. Pada segi kuantitatif ialah pelipatgandaan denda sesuai dengan kerusakan lingkungan yang terjadi.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan tiga hal berdasarkan rumusan masalah yang ada. Pertama, peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mengatur terkait sanksi pidana yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan tetapi tidak membantu dalam proses perlindungan lingkungan. Kedua, sanksi pidana yang

PAPER
12
REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

harusditerapkan padakejahatanlingkunganharus berkaitandenganpemulihandantidak bisa berupa sanksi retributif karena korbannya bukan manusia. Ketiga, sanksi pemberatan pidana kejahatan lingkungan secara kualitatif berupa pemulihan lingkungan yang dibebankan kepada pelaku dan kuantitatif berupa pelipatgandaan denda sesuai kerusakan yang dilakukan.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, konsep pada artikel jurnal yang berjudul “ Protecting Environment Through Criminal Sanction Aggravation” yang ditulis oleh Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan sudah komprehensif dalam menjawab rumusan masalah berupa solusi perlindungan lingkungan hidup dari kerusakan yakni berupa pemberatan sanksi pidana. Ditinjau dari aspek metodologis, penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta perundang-undangan lingkungan sebagai sumber data utamanya. Terdapat empat undang-undang yang ditujukan untuk melindungi lingkungan seperti: Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Mineral Pertambangan, Undang-Undang Perkebunan, dan Undang-Undang Pencegahan dan PemberantasanPembalakanLiar. Ditinjau dari hasil penelitian,untuk rumusanmasalah yang pertama, yaitu mengenai ketentuan pemberatan sanksi pidana terhadap kejahatan lingkungan; hasil yang diberikan berhasil menjawab karena dibahas mengenai pemberatan pidana harus diberikan kepada kejahatan lingkungan. Pemberatan diperlukan disebabkan sanksi yang diberikan tidak memberikan perlindungan dan perlu ditingkatkan secara kualitatif dan kuantitatif. Kemudian, untuk rumusan masalah kedua juga berhasil terjawab karena dalam penelitian telah membahas terkait pedoman peraturan perlindungan lingkungan yang berlaku di Indonesia. Terakhir, rumusan masalah ketiga kurang berhasil terjawab karena metode pemberatan sanksi pidana yang ditawarkan tidak dijelaskan secara detail. Khususnya, ketika pemberatan sanksi secara kualitatif hanya membahas beban pemulihan lingkungan kepada pelaku dan tidak menguraikan tentang metode secara spesifik terkait cara pemulihan lingkungan dan cara pembebanan kepada pelaku.PenelitianMahrus Ali, RofiWahanisa,JacoBarkhuizen,danPaponteeTeeraphan dapat dikembangkan menjadi penelitian terkait hukum acara pelaksanaan pemberatan sanksi pidana dalam peraturan perlindungan lingkungan hidup.

PAPER
13
REVIEW – Jurnal Hukum Terindeks Scopus

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.